hasil riset prom tahun 2012pom.go.id/ppid/2016/ringkasan_riset2012.pdfhasil riset prom tahun 2012...

29
HASIL RISET PROM TAHUN 2012 PROGRAM / KEGIATAN (1) Riset Keamanan, Khasiat, Mutu Obat Dan Makanan I Riset Pengembangan Metode Analisis tervalidasi untuk produk terapetik termasuk NAPZA, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, PKRT, dan 1 Riset pengembangan metode analisis bahan berbahaya dalam kosmetik 1.1 Riset pengembangan Metode Analisis Acid violet 43 (Cl 60730) dalam Sediaan Perona mata 1.2. Riset pengembangan metode analisis Acid orange 24 (Cl 20170) dalam sediaan pewarna rambut 1.3 Riset pengembangan metode analisis Aminocarpoic acid dalam sediaan pasta gigi 1.4 Riset pengembangan metode analisis 4-Aminosalicylic acid dalam sediaan perawatan wajah 1.5 Riset pengembangan metode analisis Basic yellow 28 dalam sediaan pewarna rambut 1.6 Riset pengembangan metode analisis Bishidroxy ethyl bisethyl malonamide dalam sediaan perawatan kulit 1.7 Riset pengembangan metode analisis Metildibromoglutaronitril dalam sediaan perawatan kulit 1.8 Riset pengembangan metode analisis 3-Iodo-2-propynyl N- butylcarbamate dalam sediaan pewarna kulit 1.9 Riset pengembangan metode analisis Metilkloroisothiazolinone dalam sediaan perawatan kulit 1.10 Riset pengembangan metode analisis Pigment yellow 1 (Cl 11680) dalam sediaan perona mata 1.11 Riset pengembangan metode analisis Pigment yellow 12 (Cl 21090)dalam sediaan perona mata 1.12 Riset pengembangan metode analisis Phenyl metil ferazolon dalam sediaan perawatan rambut 1.13 Riset pengembangan metode analisis Phenoxyethanol dalam sediaan perawatan kulit 1.14 Riset pengembangan metode analisis Trichloroacetic acid dalam sediaan larutan pengelupas kulit (skin pelling solution) 1.15 Riset pengembangan metode analisis Theophylline dalam sediaan gel antiselulit 2 Riset Pengembangan Metode Analisis Migrasi Komponen Penyusun Kemasan Pangan (Monomer Stiren) dari kemasan polistiren ke dalam simulan pangan

Upload: others

Post on 20-Feb-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HASIL RISET PROM TAHUN 2012

PROGRAM / KEGIATAN

(1)

Riset Keamanan, Khasiat, Mutu Obat Dan Makanan

I Riset Pengembangan Metode Analisis tervalidasi untuk produk terapetik termasuk NAPZA, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, PKRT, dan

1

Riset pengembangan metode analisis bahan berbahaya dalam kosmetik

1.1 Riset pengembangan Metode Analisis Acid violet 43 (Cl 60730) dalam Sediaan Perona mata

1.2. Riset pengembangan metode analisis Acid orange 24 (Cl 20170) dalam sediaan pewarna rambut

1.3 Riset pengembangan metode analisis Aminocarpoic acid dalam sediaan pasta gigi

1.4 Riset pengembangan metode analisis 4-Aminosalicylic acid dalam sediaan perawatan wajah

1.5 Riset pengembangan metode analisis Basic yellow 28 dalam sediaan pewarna rambut

1.6 Riset pengembangan metode analisis Bishidroxy ethyl bisethyl malonamide dalam sediaan perawatan kulit

1.7 Riset pengembangan metode analisis Metildibromoglutaronitril dalam sediaan perawatan kulit

1.8 Riset pengembangan metode analisis 3-Iodo-2-propynyl N-butylcarbamate dalam sediaan pewarna kulit

1.9 Riset pengembangan metode analisis Metilkloroisothiazolinone dalam sediaan perawatan kulit

1.10 Riset pengembangan metode analisis Pigment yellow 1 (Cl 11680) dalam sediaan perona mata

1.11 Riset pengembangan metode analisis Pigment yellow 12 (Cl 21090)dalam sediaan perona mata

1.12 Riset pengembangan metode analisis Phenyl metil ferazolon dalam sediaan perawatan rambut

1.13 Riset pengembangan metode analisis Phenoxyethanol dalam sediaan perawatan kulit

1.14 Riset pengembangan metode analisis Trichloroacetic acid dalam sediaan larutan pengelupas kulit (skin pelling solution)

1.15 Riset pengembangan metode analisis Theophylline dalam sediaan gel antiselulit

2 Riset Pengembangan Metode Analisis Migrasi Komponen Penyusun Kemasan Pangan (Monomer Stiren) dari kemasan polistiren ke dalam simulan pangan

II Riset Mutu,Khasiat, dan Manfaat produk terapetik termasuk NAPZA, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, PKRT, dan keamanan pangan

1 Riset Profil Kromatogram/fingerprint multikomponen tanaman obat bahan alam

1.1 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Andrographidis paniculatae Herbae (Herba Sambiloto) dengan Piper retrofractum fructus (Buah Cabe Jawa) untuk demam dan DBD

1.2 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Curcuma xenthoriza Rhizomae (Rimpang Temulawak) dengan Tinospora crispa Folii (Daun Brotowali) untuk nafsu makan

1.3 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Centelia asiatica Folii (Daun Pegagan) dengan Nigelia sativa (Jintan hitam) untuk Suplemen otak

1.4 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Graptophylum pictum Folii (Daun ungu) dengan Sonchus arvensis (Daun Tempuyung) untuk ambeien

1.5 Riset Profil Kromatogram / FingerprintGuazoma ulmifolia Lamk Folii (Daun Jati Belanda) dengan Cassia Angustifolia Folii (Daun Senna) untuk lancar buang air besar

2 Riset Profil Kromatogram/fingerprint tanaman obat bahan alam 2.1 Riset Profil Kromatogram /Fingerprint Colei amboinici Folii (Daun Jinten)

2.2 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Anacardii occidentalis Folii (Daun Jambu Mede)

2.3 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Melaleucae leucadendrae Fructus (Buah Kayu Putih)

2.4 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Parkiae roxburghii Semen (Biji Kedawung)

2.5 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Kaempferiae galangae Rhizomae (Rimpang Kencur)

2.6 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Zingiberis zerumbeti Rhizomae(Rimpang Lempuyang Gajah)

2.7 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Phylanthi nirurii Herbae (Herba Meniran)

2.8 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Myristicae fragnansis Semen (Biji Pala)

2.9 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Eurycomae longifoliae Radicis (Akar Pasak Bumi)

2.10 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Centelia asiaticae Herbae (Herba Pegagan)

2.11 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Syzygii polyanthi Folii (Daun Salam)

2.12 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Andrographidis paniculatae Herbae (Herba Sambiloto)

2.13 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Caesalpiniae sappanis Ligni (Kayu Secang)

2.14 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Apii graveolentis Herbae (Herba Seledri)

2.15 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Piperis betle Folii (Daun Sirih)

2.16 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Elephanthopi scaberis (Daun Tapak Liman)

2.17 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Curcumae heyneanae Rhizomae (Rimpang Temu Giring)

2.18 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Boesenbergiae panduratae Rhizomae (Rimpang Temu Kunci)

2.19 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Curcumae xanthorrizae Rhizomae (Rimpang Temulawak)

2.20 Riset Profil Kromatogram / Fingerprint Curcumae zedoriae Rhizomae (Rimpang Temu Putih)

3 Riset Iritasi Kulit secara invitro kosmetik yang mengandung pemutih

4 Riset Efek Mutagenik Alat Kesehatan

5 Riset Efek Mutagenik dari produk GMO

6 Riset Genetoksisitas menggunakan alat Flowcytometer 7 Pembuatan Baku Pembanding Laboratorium 7.1 Pembuatan Baku Pembanding Mehylisothiazolinone 7.2 Pembuatan Baku Pembanding Benzalkonium chloride 7.3 Pembuatan Baku Pembanding Triclocarban 7.4 Pembuatan Baku Pembanding Bithionol 7.5 Pembuatan Baku Pembanding Butyl Methoxydibenzoylmethane 7.6 Pembuatan Baku Pembanding Phytonadione 7.7 Pembuatan Baku Pembanding Dehidroacetic acid

7.8 Pembuatan Baku Pembanding Iodopropynyl Butylcarbamate 7.9 Pembuatan Baku Pembanding Benzil alcohol

7.10 Pembuatan Baku Pembanding Triethanolamine

8 Riset Pengembangan Metode Analisis Benzopyrene dalam produk tembakau

9 Riset Validasi Metode Analisis S. Aureus Listeria Monocytogeneses dan E. coli dalam pangan dengan menggunakan Real Time PCR

10 Riset Pengembangan Metode Deteksi Mikotoksin pada pangan (Patulin)

11 Riset Pengembangan Metode Deteksi GMO pada produk pangan menggunakan Real Time PCR

12 Riset sitotoksik terhadap alat kesehatan

PENGEMBANGAN METODE ANALISIS TERVALIDASI

BAHAN BERBAHAYA DALAM KOSMETIK

RINGKASAN

Dalam rangka menghadapi harmonisasi ASEAN, untuk pendaftaran kosmetik akan

dilakukan melalui suatu sistem notifikasi. Badan POM selaku institusi yang memiliki

kewenangan dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia terus berupaya untuk

meningkatkan perannya dalam melindungi masyarakat dari peredaran kosmetik yang

tidak memenuhi syarat keamanan, khasiat dan mutu. Pengawasan yang dilakukan oleh

Badan POM dimulai sebelum produk beredar yaitu dengan evaluasi produk pada saat

pendaftaran (pre marketing evaluation), inspeksi sarana produksi sampai kepada

pengawasan produk di peredaran (post marketing surveillance). Dengan adanya

harmonisasi ASEAN, pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM tersebut menjadi

pengawasan produk di peredaran (post marketing surveillance).

Munculnya jenis bahan berbahaya yang baru diketahui tersebut tentu menjadi tantangan

Badan POM untuk menemukan atau mengembangkan metode analisis yang tepat agar

pengawasan terhadap kosmetik semakin optimal. Beberapa dari bahan berbahaya

tersebut selain dikembangkan oleh PPOMN, PROM sebagai unit penunjang di Badan

POM juga dapat mengembangkan metode analisis tersebut karena mengingat semakin

luasnya penyebaran produk kosmetik di pasaran, baik produk lokal maupun impor. Pada

tahun 2012 ini, PROM telah mengembangkan 15 (lima belas) jenis metode analisis bahan

berbahaya dalam kosmetik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan beberapa metode analisis bahan

berbahaya dalam sediaan kosmetik sehingga dapat dipisahkan dari matrik sampel dan

dianalisis secara identifikasi atau penetapan kadar secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Hasil validasi dari lima belas metode analisis yang telah dikembangkan adalah sebagai

berikut :(1).Acid violet 43 dengan nama lain 4-[(9,10-dihydro-4-hydroxy-9,10-dioxo-1-

nthryl) amino] toluene3-sulphonate, berpotensi menyebabkan kanker, sehingga

keberadaannya dalam produk kosmetik harus diwaspadai. Hasil validasi metode analisis

dengan menggunakan fase diam silika gel 60 F 254, 20 x 10 cm dan ketebalan 0,250

mm, fase gerak (1) kloroform : metanol : asam formiat :70 : 30 : 0.5 (v/v/) ; fase gerak (2)

etil asetat : metanol: amonia 25 % : asam asetat : 50 :50 :0,5 :0,5 (v/v); dan fase gerak

(3) kloroform : Isopropanol : amonia 25 % : asam asetat, volume penotolan 5 µl. Hasil

deteksi dengan documentary sistem pada ʎ 254 nm dan 366 nm dengan nilai Rf pada

fase gerak 1 dan 2 dengani nilai Rf 0,65 dan fase gerak 3 adalah Rf 0,37 dan TLC -

Scanner pada ʎ 252 nm dengan nilai Limit of Detection (LOD) pada fase gerak 1,2 dan 3

adalah 5 µg/ml.

(2).Acid orange 24, dengan nama kimia sodium 4-[[3-[(2,4-dimethylphenyl)azo]-2,6-

dihydroxyphenyl]azo]benzenesulphonate salah satu pewarna yang dilarang ditambahkan

dalam sediaan kosmetik. Berdasarkan hasil riset diperoleh pemisahan yang terbaik

dengan menggunakan kolom Hipersil ODS (C 18), ukuran partikel: 5 μm; ukuran: (4,6 x

200 mm), fasa gerak : asetonitril ; asam asetat glasil ( 80 : 20 v/v), pada panjang

gelombang : 443 nm, laju alir: 0.5 ml/min, volume penyuntikan : 20 µL dan temperatur 40

0 C. Dari hasil penelitian diperoleh nilai LOD baku acid orange 24 : 5 µg/ml.

(3)Aminocarproic acid merupakan enzym inhibitor dan senyawa kimia berbahaya

apabila ditambahkan dalam produk pasta gigi. Validasi metode analisis secara

Kromatografi Lapis Tipis, dengan menggunakan fase diam silika gel 60 F 254, 10 x 10 cm

dan ketebalan 0,25 mm, dengan fase gerak kloroform : metanol : asam propionat :60 :

40 : 10 (v/v/) ; volume penotolan 10 µl, penampak bercak ninhydrin. Hasil deteksi dengan

documentary sistem pada cahaya tampak dengan nilai Rf 0,45 dan Limit of Detection

(LOD) adalah 5 µg/ml (4). Basic Yellow 28atau 2-[(4-

methoxyphenyl)methylhydrazono]methyl]-1,3,3-trimethyl-3H-indolium methyl sulphate]

adalah pewarna yang dilarang digunakan dalam Sediaan pewarna rambut. Penetapan

parameter spesifisitas dan batas deteksi fase diam yang digunakan adalah plat silika gel

60 F254, 20 cm x 20 cm dengan ketebalan 0.25 mm. Hasil riset menunjukan fase gerak

yang dipilih adalah fase 1 yaitu kloroform /asetonitril / metanol/ asam formiat (40 : 40 : 20

: 0.5 (v/v/v/v)), fase 2 yaitu kloroform/ metanol/ asam asetat (50 : 50 : 0.5 (v/v/v)), dan

fase 3 yaitu n-butanol /etanol/ air/asam asetat (60/10/20/0.5 (v/v/v/v)), Basic Yellow 28

terpisah secara sempurna dari bercak pewarna lainnya. Nilai Rf untuk fase 1 adalah

0,51, fase 2 adalah 0,64 dan fase 3 adalah 0,36. Nilai LOD untuk baku Basic Yellow 23

pada KLT dengan fase 1 adalah 1 µg/ml, fase 2 adalah 2.5 µg/ml, dan fase 3 adalah 1

µg/ml dengan nilai Limit of Detection (LOD) pada fase gerak 1,2 dan 3 adalah 5

µg/ml.(5). Bis-hydroxyethyl bis-cetyl malonamide dengan nama lain Pseudoceramide

H. Bis-hydroxyethyl bis-cetyl malonamide berfungsi sebagai agenpendinginkulit

dalamkrim kulit, sampo dan kondisioner. Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimal

KLT dengan menggunakan fase diam HPTLCSilica GelF254, dengan ukuran plate 20 x

10; fase gerak n-heksana : etil asetat (9: 1 v/v) dan toluene: etil asetat (9,6: 0,4 v/v);

detektor UV λ 254 dan 366 nm; dan volume penotolan 20 L. (6) Fenil metil pirazolon

merupakan zat pengoksidasi yang digunakan pada pewarna rambut. Batas maksimum

penggunaannya pada konsentrasi 0.5%, Penggunaan bersama dengan hidrogen

peroksida 1:1 dibatasi pada konsentrasi 0.25%. Kondisi optimal yang diperoleh secara

KCKT yaitu dengan menggunakan kolom C-18 (4,5 x 150 mm) ukuran partikel 5 mikro

meter, fase gerak buffer potassium dihidrogen fosfat 0.1 M pH 3 : asetonitril (55 : 45 v/v),

detektor PDA-243 nm. Dengan metode ini diperoleh waktu retensi baku pada 4.3 menit

dengan hasil validasi presisi untuk larutan baku dan larutan uji berturut-turut % RSD

0.852 dan 3.233. Nilai akurasi pada rentang 95-105 %. Linearitas 0.9995. LOD 15 ppb

dan LOQ 150 ppb. (7) Fenoksiethanol dalam produk kosmetik digunakan sebagai

pengawet. Validasi metoda penetapan kadar 2-fenoksietanol dalam serum perawatan

kulit dilakukan dengan menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi KCKT

yang digunakan adalah sebagai berikut: kolom C-18 (5 μm; 150 x 4,6 mm), fase gerak

0,1% asam o-fosfat dalam aquades : Asetonitril = 55 : 45 v/v, panjang gelombang 280

nm, laju alir 0,5mL/min, temp 40°C, dan vol injeksi 20 µL. Validasi dilakukan dengan

parameter sebagai berikut: uji kesesuaian sistem (UKS), spesifisitas, presisi, akurasi,

linearitas dan rentang. Hasil resolusi untuk UKS adalah 5,136 dengan efisiensi kolom

4697,477. Pada uji spesifisitas, puncak pelarut terpisah dengan baik dari puncak 2-

fenoksietanol. Pada penyuntikan campuran larutan uji dan larutan baku 2-fenoksietanol

diperoleh satu puncak yang solid. Presisi untuk larutan baku 2-fenoksietanol adalah

1,91% dan RSD untuk larutan uji adalah 3,09%. Akurasi untuk larutan uji 60% adalah

102,27%, untuk larutan uji 80% adalah 89,54%, untuk larutan uji 100% adalah 100,62%,

untuk larutan uji 120%, adalah 103,86% dan untuk larutan uji 140% adalah 101,62%.

Linearitas untuk larutan baku 2-fenoksietanol adalah 0,999 dengan persamaan regresi ;

sedangkan linearitas larutan uji adalah 1. dengan nilai keberterimaanr ≥ 0,999. (8)

Iodopropynyl butylcarbamate (IPBC) dengan nama lain 3-Iodo-2-propynyl N-

butylcarbamate, Senyawa Iodopropynyl butylcarbamate termasuk bahan yang dibatasi

kadarnya untuk produk kosmetik sediaan non bilas dengan kadar 0,01 % menurut ACD

(Asean Cosmetic Directive). Iodopropynyl butylcarbamate sangat efektif dalam mencegah

pertumbuhan jamur dalam kosmetik. Validasi metode analisis secara Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi dengan kondisi optimal menggunakan : kolom C18 ukuran 4.6 mm x 150

mm, ukuran partikel 5µm; fase gerak : asetonitril : asam fosfat 1,0 % (45 : 55, v/v);

dengan laju alir 1,0 mL per menit; detektor UV λ 250 nm; dan volume penyuntikan 20 L.

Hasil validasi metode analisis Iodopropynyl butylcarbamate dengan waktu retensi (Rt)

IPBC adalah 13,312 menit, metildibromoglutaronitril 12,672 menit (uji sfesifisitas) dan %

RSD presisi retention time (Rt) 0,693 pada konsentrasi 50 μg/ml dengan persyaratan

RSD < 2 %; nilai linieritaspada konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 μg/ml, dengan

persamaan garis regresi Y = 1509 x + 6532, koefisien korelasi adalah 1 dengan nilai

keberterimaanr ≥ 0,999; nilai akurasi pada kadar 60 % - 140 % adalah 100,37 %; batas

deteksi (LOD) adalah 30 μg/L dan batas kuantitasi (LOQ) 250 μg/L. (9) Pigment Yellow

12 atau (2Z)-2-[[2-chloro-4-[3-chloro-4-[(2Z)-2-[2-oxo-1--.

phenylcarbamoyl)propylidene]hydrazinyl]phenyl]phenyl]hydrazinylidene]-3-oxo-N-phenyl-

butanamide Pengembangan metoda analisis untuk identifikasi Pigment Yellow 12 dalam

sediaan pewarna mata dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil validasi

metode analisis spesifisitas dan batas deteksi (LOD). Fase diam yang digunakan adalah

plat silika gel 60 F254, 20 cm x 20 cm dengan ketebalan 0.25 mm. Hasil riset menunjukan

fase gerak yang dipilih adalah fase 1 yaitu metanol/kloroform (20 :80 (v/v)) dan fase 2

yaitu diklorometan : heksana (50 : 50 (v/v)). Kriteria Keberterimaan (Acceptance Criteria)

adalah bila (1) tidak ada bercak selain bercak utama pada kromatogram larutan matriks

sampel yang memberikan warna dan Rf yang sama dengan bercak larutan baku, (2)

larutan baku menghasilkan 1 (satu ) bercak berwarna kuning, (3) bercak pada

kromatogram larutan sampel yang dispike memberikan warna dan Rf yang sama dengan

bercak larutan baku dan (4) bercak kuning dari Pigment Yellow 12 terpisah secara

sempurna dari bercak pewarna lainnya. Nilai Rf untuk fase 1 adalah 0,94 dan fase 2

adalah 0,165.(10) Pigmen Yellow 1 dalam produk kosmetik digunakan dalam sediaan

bayangan mata. Hasil penelitian menunjukkan kondisi yang sesuai untuk analisis KCKT

dengan menggunakan kolom C18 (oktadesil silana) dengan ukuran partikel 5 μm dan

panjang kolom (4,6 x 250 mm), panjang kolom 250 mm, dengan ukuran fase gerak

Asetonitril : Larutan asam asetat glasial 1% (90:10 v/v). Laju alir 1,0 ml/menit; detektor Uv

pada λ 425 nm; dan volume penotolan 20 L. Hasil validasi metode analisis Pigmen

Yellow 1 dengan waktu retensi (Rt) adalah 6,923 menit, Pigmen Orange 5,303 menit (uji

sfesifisitas) dan % RSD presisi retention time (Rt) 0,09, pada konsentrasi 50 μg/ml

dengan persyaratan RSD < 2 %; batas deteksi (LOD) adalah 25 μg/L( n= 9) (11).Asam

4-aminosalisilat dalam produk kosmetik digunakan dalam perawatan kulit sebagai

antibakteri. Hasil penelitian menunjukkan kondisi yang sesuai untuk analisis KCKT

dengan menggunakan kolom C8 (oktilsilana), panjang kolom 250 mm, dengan ukuran

partikel 5 μm dan panjang kolom (4,6 x 250 mm);fase gerak metanol: 0,5 M natrium fosfat

dibasa (Na2HPO4) 400 ml dan 1,0 ml tetrabutil amonium hidroksida dalam 100 ml metanol

pH 6,8. Laju alir 1,0 ml/menit; detektor Uv pada λ 280 nm; dan volume penotolan 20 L.

Hasil validasi metode analisis Asam 4-aminosalisilat dengan waktu retensi (Rt) adalah

3,529 menit, Natrium benzoat 7,318 menit (uji sfesifisitas) dan % RSD presisi retention

time (Rt) 0,693 pada konsentrasi 50 μg/ml dengan persyaratan RSD < 2 %; batas deteksi

(LOD) adalah 10 μg/L (n=9). (12).Teofilin dalam sediaan kosmetik gel antiselulit secara

HPLC. Teofilin merupakan senyawa turunan xantin yang biasa terdapat pada tanaman

teh dan kakao. Teofilin secara umum digunakan sebagai bronkodilator untuk penanganan

penyakit asma. Kondisi analisis identifikasi teofilin dalam gel antiselulit yang

dikembangkan menggunakan : Kolom C18 (oktadesil silana), (4,6 x 250 mm) ukuran

partikel: 10 μm, Fasa gerak : Metanol -Air - Asam Asetat 1% (32:62:6 v/v/v) (isokratik);

Detektor: UV-271 nm; Laju alir:1,0ml/menit; Temperatur: ambient. Validasi yang dilakukan

meliputi spesifisitas dan penentuan LOD. Senyawa sejenis yang digunakan untuk

spesifisitas metode adalah kafein. Nilai simpangan baku relatif memenuhi syarat (< 2%).

Sedangkan LOD metode adalah 0,025 ppm. (13).Thrichloroacetic acid berfungsi

sebagai pengelupas kulitdanpenghilangkutil, skin tag, penghilang tahi lalatdan

tato.Thrichloroacetic acid yang dilarang peredarannya dalam sediaan kosmetik skin

peeling. Hasil penelitian menunjukkan kondisi yang sesuai untuk analisis KCKT dengan

menggunakan kolom C18 (oktadesil silana) dengan ukuran partikel 5 μm dan panjang

kolom (4,6 x 250 mm); fase gerak metanol: 0,5 M Larutan Ammmonium Sulfat (30: 70

v/v) dangan flow rate 0,8 ml/menit; detektor PDA pada λ 210 nm; dan volume penotolan

20 L. pada λ 210 nm.

Ringkasan

Pengembangan Metode Analisa Migrasi Komponen Penyusun

Kemasan Pangan (Monomer Stirena) dari Kemasan Polistirena

Ke Dalam Simulan Pangan

Teknologi kemasan pangan berkembang sangat dinamis seiring dengan kemajuan ilmu

pengetahuan dan inovasi teknologi. Menyikapi perkembangan tersebut,Badan POM

sebagai lembaga pemerintah harus dapat menjamin keamanan produk kemasan

tersebut. Salah satu implementasinya adalah keluarnya peraturan tentang Pengawasan

Kemasan Pangan melalui Peraturan Kepala Badan POM NOMOR

HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011.Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) telah

melakukan riset pengembangan metode analisa migrasi komponen penyusun kemasan

pangan (monomer stiren) dari kemasan polistiren ke dalam simulan pangan. Metode

analisa yang dikembangkan menggunakan etanol 50 % sebagai simulan pangan. Etanol

50% digunakan untuk mewakili pangan berlemak dan berminyak yang banyak dikemas

menggunakan kemasan polistirena. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kemasan polistirena jenis Expanded Polistyrene (EPS). Suhu yang digunakan adalah 60

°C yang mewakili suhu pangan yang dikemas dalam keadaan panas dengan lama kontak

2 jam dan 30 menit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan validasi metode

tersebut agar tersedia metode analisa yang valid (absah) dan terpercaya.

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap: (i) pengembangan metoda dan (ii)

validasi metoda. Instrumen yang digunakan untuk menguji keberadaan senyawa migran

adalahGas Chromatography-Mass Spectrometer (GC-FID) tipe QP 2010. Parameter

validasi yang diuji adalah Uji kesesuaian system, Spesifitas, Linieritas, Presisi, Akurasi,

LOD dan Uji stabilita.

Hasil validasi terhadap monomer stiren yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan

bahwa pengujian berada dalam rentang penerimaan; (i) nilai Resolusi (R) analit 39.55

(syarat keberterimaan >1.5), (ii)efisiensi kolom untuk analit 345631 (syarat keberterimaan

> 2000), (iii) faktor ikutan (tailing factor) 1.142 (syarat keberterimaan<2), (iv) SBR

(Simpangan baku relative-RSD) pada 5 kali penyuntikanulang 0.06 % (syarat

keberterimaan <2 %). Pada uji spesifitas (i)tidak terjadi interferensi dari puncak larutan

baku, puncak dari larutan uji dan puncak dari larutan hasil urai (metabolit),(ii) puncak

pelarut terpisah dengan baik dari puncak analit, (iii) pada penyuntikan campuran larutan

uji dan larutan baku diperoleh satu puncak yang solid dari analit yang diuji. Uji linieritas

menghasilkan nilai koefisien korelasi 0.9995 (syarat keberterimaan > 0,999). Nilai %RSD

pada uji presisi larutan sampel 2.5 % dan nilai 2/3 CV Horwitznya 4.118 untuk lama

kontak 120 menit. Untuk nilai %RSD presisi sampel dengan lama kontak 30 menit adalah

1.567 % dengan nilai 2/3 CV Horwitznya 4.309. Nilai %RSD pada uji presisi larutan baku

0.023 %dengan nilai 2/3 CV Horwitznya 8.098 (syarat keberterimaan, RSD < 2/3 CV

Horwitz). Nilai akurasi untuk waktu kontak 120 menit adalah 101.054%; 111.657% dan

95.809%. Nilai akurasi untuk waktu kontak 30 menit adalah 116.420 % (syarat

keberterimaan 80 – 110%). Nilai LOQ adalah 1.022 dengan% RSD 8.751 % (syarat

keberterimaan % RSD 15 – 20 %). Untuk uji stabilita perubahan kadar rata-rata untuk

konsentrasi 0.25; 0.5 dan 1 µg/mL adalah 3.19%; 2.41 %; 1.74 % (syarat keberterimaan<

5 %). Berdasarkan nilai tersebut dapat dikatakan bahwa metode analisis monomer stiren

sebagai migran dari kemasan pada simulan pangan adalah valid.

Hasil pengujian terhadap sampel kemasan pangan menunjukkan nilai migrasi stirena dari

kemasan ke simulan pangan dengan suhu inkubasi 60 °C adalah 0.056 % (waktu

inkubasi 120 menit) dan untuk waktu inkubasi 30 menit adalah 0.041 %. Batas migrasi

total residu monomer stiren dalam Peraturan Kepala Badan POM NOMOR

HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan adalah

sebesar 0.5 % untuk pangan berlemak. Oleh karena itu polistirena yang digunakan pada

penelitian ini dapat dikatakan aman untuk bersentuhan dengan pangan

berlemak/berminyak pada suhu 60o C selama 120menit.

Riset Profil Kromatogram/Finger print multikomponen tanaman obat bahan

alam

Produk obat tradisional baik yang berbahan dasar simplisia maupun ekstrak tanaman

obat saat ini sangat beragam jenis dan jumlahnya. Hal ini didorong oleh minat

masyarakat terhadap obat tradisional yang meningkat beberapa tahun terakhir.

Meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat memicu pemalsuan isi obat tradisional

mengingat proses produksi obat tradisional cukup sederhana dan rendah kontrol. Oleh

karena itu diperlukan sistem pengawasan oleh Badan POM yang dapat memastikan

kebenaran kandungan tanaman yang diklaim terdapat dalam obat tradisional.

Dalam tanaman terdapat bermacam-macam senyawa kimia. Umumnya suatu spesies

tanaman mempunyai senyawa atau golongan senyawa yang spesifik bagi spesies

tanaman tersebut. Senyawa ini sering disebut senyawa marker atau penanda. Selain

sebagai penanda, senyawa marker bisa bersifat aktif secara farmakologi. Salah satu sifat

fisikokimia senyawa adalah kepolaran. Kepolaran dapat digunakan sebagai parameter

untuk membedakan senyawa yang satu dengan yang lain.

Produk obat tradisional dapat mengandung satu jenis atau lebih tanaman obat. Identitas

tanaman obat dalam produk obat tradisional baik yang berupa serbuk simplisia maupun

ekstrak dapat dikonfirmasi dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). KLT mampu

membedakan senyawa-senyawa yang mempunyai kepolaran yang berbeda sehingga

menghasilkan jejak-jejak senyawa dalam sebuah plat KLT (kromatogram/fingerprint).

Identitas tanaman obat dalam produk obat tradisional dapat dikonfirmasi dengan melihat

kecocokan antara kromatogram produk obat dengan kromatogram tanaman obat yang

sudah dipastikan identitas spesiesnya.

Metode ini mempunyai bias yang besar karena profil kromatogram tanaman ditentukan

oleh kandungan senyawa dalam tanaman. Jenis dan jumlah senyawa dalam tanaman

sangat bervariasi, dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya lokasi tumbuh tanaman,

waktu pemanenan, proses pengeringan, proses ekstraksi dll. Jika faktor-faktor tersebut

tidak terkontrol/terstandardisasi maka tidak dapat dijamin suatu spesies tanaman

mempunyai kromatogram yang sama. Oleh karena itu, konfirmasi identitas tanaman

dengan metode KLT perlu didukung oleh metode yang lebih akurat dan spesifik. Salah

satu cara untuk meningkatkan spesifikasi dan akurasi metode yaitu dengan

menggunakan senyawa marker dalam KLT. Namun umumnya senyawa marker relatif

mahal.

Alternatif lain untuk meningkatkan spesifisitas yaitu dengan merekam spektrum ultraviolet

senyawa pada kromatogram menggunakan alat TLC Scanner sehingga diperoleh data

spektrum yang bersesuaian dengan nilai faktor retensi. Seperti diketahui bahwa struktur

senyawa kimia menghasilkan spektrum ultraviolet yang khas, tetapi terbatas pada

senyawa yang mampu mengabsorpsi sinar ultraviolet. Data spektrum ini dapat digunakan

sebagai pendukung dalam konfirmasi identitas senyawa.

Mengingat produk obat tadisional di pasaran biasanya mengandung lebih dari satu

macam tanaman, maka perlu dicoba untuk mengembangkan profil kromatogram

campuran tanaman. Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan profil kromatogram

dari dua macam tanaman. Berikut daftar tanaman yang dikembangkan profil

kromatogramnya dan jenis fase gerak yang digunakan dalam KLT.

No Jenis Tanaman Fase Gerak

1 Herba Sambiloto (Andrographidis herba)

dan Buah Cabe Jawa (Retrofracti fructus)

Toluena – etil asetat – asam

format (15:13,5:1,5,v/v/v)

2 Daun Ungu (Graptophylii folium) dan

Daun Tempuyung (Sonchi folium)

Kloroform – metanol – air

(7:3:0,65, v/v/v)

3 Rimpang Temulawak (Curcumae rhizoma)

dan Herba Brotowali (Tinosporae herba)

Kloroform – metanol (97:3, v/v)

4 Herba Pegagan (Centella herba) dan

Biji Jintan Hitam (Nigellae sativae semen)

Diklorometana – metanol – air

(14:6:1, v/v/v)

5 Daun Jati Belanda (Guazumae folium) dan

Daun Sena (Cassiae angustifoliae folium)

2-propanol – etil asetat – air –

asam asetat (8:8:5:0,2, v/v/v)

Metode KLT tersebut telah berhasil digunakan untuk konfirmasi identitas jenis

tanaman dalam produk obat tradisional yang mengandung 2 campuran tanaman.

PROFIL KROMATOGRAM/FINGERPRINT

BEBERAPA TANAMAN OBAT BAHAN ALAM

RINGKASAN

Beberapa tanaman Obat Bahan Alam banyak digunakan dalam produk obat bahan alam

berupa simplisia / ekstrak. Untuk mencegah pemalsuan komponen penyusun produk,

perlu ditetapkan standardisasi kualitas simplisia/ekstrak.Oleh karena itu Badan POM

perlu menerapkan standar untuk bahan baku tersebut Pada penelitian ini ada 20 jenis

simplisia tanaman obat yang diteliti yang diperoleh dari berbagai daerah di pulau Jawa

seperti : Solo, Bandung, Bogor, dan Jogjakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh profil kromatogram(fingerprint) Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) dan KLT scanner denganmengidentifikasi suatu campuran dari obat

bahan alam melalui sidik jari (finger print) yang bermanfaat dalam mendukung program

pengembangan Obat asli Indonesia dalam rangka meningkatkan mutu pengawasan obat

bahan alam yang beredar di Indonesia.

Tahapan penelitian meliputi proses ekstraksi, analisis secara Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) yang dilanjutkan dengan photo documentary system dan KLT scanner. Profil

kromatogram secara KLT dianalisis pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm dan

profil kromatogramsecara KLT scanner dianalisis pada panjang gelombang maksimum

masing-masing senyawa marker . Kondisi optimum ekstraksi yang diperoleh adalah

sonikasi selama 5 menit pada suhu 60 0C dan disentrifus pada kecepatan 4000 rpm

selama 5 menit.Sedangkan kondisi fase gerak yang digunakan untuk masing-masing

tanamanyang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

No Nama Simplisia Fase gerak

1 Daun Sirih Toluen: Etil Asetat (7: 3 v/v)

2 Rimpang Temu Putih n-heksan: Etil Asetat (7: 3 v/v)

3 Akar Pasak Bumi Kloroform: Metanol (9: 1 v/v)

4 Herba Meniran Kloroform: Asetonitril: Metanol: Asam

Formiat (60:30:10:0,5 v/v/v)

5 Kayu Secang Kloroform: Asetonitril: Metanol :Asam

Formiat (60:30:10:0,5 v/v/v)

6 Rimpang Temu Giring Toluen: Etil Asetat: Metanol: Asam

Formiat (50: 40: 10: 0,5 v/v/v)

7 Rimpang Lempuyang Gajah Kloroform: Metanol (95 : 5 v/v)

8 Rimpang Temulawak Kloroform: Metanol (97:3 v/v)

9 Herba Pegagan Diklorometan: Metanol: Air (14:6:1 v/v/v)

10 Daun Jinten Kloroform: Metanol: Air (45:15:2 v/v/v)

11 Herba Sambiloto Toluen: Etil Asetat: Asam Format

(30 : 27 : 3 v/v/v)

12 Rimpang Temu Kunci n-heksan: Etil Asetat (8: 2 v/v)

13 Daun Tapak Liman n-heksan: Kloroform (1: 9 v/v)

14 Buah Kayu Putih n-heksan: Etil Asetat (7: 3 v/v)

15 Biji Kedawung Toluen: Metanol (9: 1 v/v)

16 Rimpang Kecur n-heksan: Etil Asetat (9: 1 v/v)

17 Daun Salam Asam Format: Etil Asetat: Diklormetan

(0,5: 4,5: 6 v/v/v)

18 Daun Jambu Mede n- heksan: Etil Asetat (6: 4 v/v)

19 Biji Pala Toluen: Etil Asetat (8: 2 v/v)

20 Herba Seledri Siklo heksan: Toluen: Etil Asetat (1: 5: 4

v/v/v)

Hasil profil kromatogram/ finger print 20 tanaman obat bahan alam tersebut diatas dapat

digunakan untuk “Atlas Profil Kromatogram (Fingerprint) Tanaman Obat Indonesia”

volume II yang sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas pengawasan obat

herbal. Disamping itu juga dapat dimanfaatkan oleh industri obat tradisional untuk

memelihara standar mutu produknya.

Kata kunci : Fingerprint, tanaman obat bahan alam, KLT

RISET IRITASI KULIT SECARA IN VITRO TERHADAP KOSMETIK YANG

MENGANDUNG PEMUTIH

Kosmetik termasuk sediaan farmasi yang pembuatannya harus mengikuti persyaratan

keamanan dan kemanfaatan sesuai Undang-Undang Kesehatan serta Peraturan

Pelaksanaannya (Permenkes Nomor 72 Tahun 1998). Kosmetik merupakan suatu produk

yang mengandung berbagai macam zat aktif yang digunakanpada bagian luar badan

(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk

membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan melindungi supaya tetap

dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati

atau menyembuhkan suatu penyakit. Namun, kandungan zat tertentu pada produk

kosmetik justru dapat menyebabkan iritasi yang memicu tumbuhnya jerawat dan

menyebabkan timbulnya masalah kulit. Ada dua tipe reaksi yang disebabkan oleh

paparan kosmetik, yakni iritasi kulit dan alergi kulit. Keduanya ditandai oleh area

peradangan (kulit kemerahan, gatal, dan bengkak), tetapi iritasi kulit lebih sering terjadi

daripada alergi.

Tujuan dilakukannya riset ini adalah untuk pengembangan metode uji iritasi kulit secara in

vitro khususnya untuk kosmetik yang pada awalnya dilakukan dengan metode in vivo

dalam rangka menunjang kebijakan pengawasan obat dan makanan.Oleh karena itu,

pada tahun anggaran 2012 PROM melakukan riset iritasi kulit secara invitroterhadap

kosmetik yang mengandung pemutih. Riset ini dilakukan karena sesuai dengan European

Union Cosmetic Regulation, bahwa sejak tahun 2004 tidak boleh menggunakan hewan

(in vivo) untuk uji produk kosmetik dan mulai tahun 2015 di Indonesia akan dilarang

menggunakan hewan coba untuk pengujian kosmetik sehingga harus dikembangkan uji

alternatif yaitu menggunakan jaringan kulit buatan ataupun uji secarain vitro lainnya.

Pada riset ini digunakan jaringan kulit sintetis yang sudah tervalidasi yaitu Skinethic Skin

Irritation Test-42bis Using the Reconstructed Human Epidermis (RHE) model dari SkinEthic

laboratories, dengan prinsip pengukuran viabilitas sel menggunakan metode MTT yang

diukur menggunakan alat ellisa reader pada panjang gelombang 570 nm. Sampel

diperlakukan sterilisasi dengan dan tanpa penyinaran sinar UV.

Dari hasil riset iritasi kulit secara in vitro terhadap 4 jenis kosmetik pemutih yang meliputi :

1. Sampel berupa salep yang mengandung hidroqinon 4%

2. Sampel berupa lotion yang mengandung air purifikasi, propilen gliko, asam

laktat, poliisobutena terhidrogenase, trietanolamin, alkohol, dl-pantenol,

polisorbat 20, isopropil palmitat, tokoperil asetat, diazolidinil urea, propil

paraben, hidroksi etil selulosa, hidroksi propil metil selulosa, n-butil resorsinol,

retinol dan metil paraben.

3. Sampel berupa serum yang mengandung air, gliserin, etil heksil salisilat, niasinamid,

butil metoksidibenzoilmetan, isopropil isostearat, oktokrilen, hidroksi etil akrilat/ sodium

akriloildimetil taurat kopolimer, asam fenilbenzimidazol sulfonat, polietilen,

isoheksadekana, trietanolamin, benzil alkohol, pantenol, tokoferil asetat, stearil alkohol,

behenil alkohol, setil alkohol, etil paraben, fragrance, polisorbat 60, karbomer, steril

alkohol, polyethylene, isohexadecane, triethanolamine, benzyl alcohol, panthenol,

tocopheryl acetate, stearyl alcohol, behenyl alcohol, cetyl alcohol, ethylparaben,

fragrance, polysorbate 60, carbomer, cetearyl alcohol, cetearyl glucoside,

methylparaben, peg-100 stearate, propylparaben, disodium edta, linalool,

hydroxyisohexyl 3-cyclohexene carboxaldehyde, butylphenyl methylpropional, butylene

glycol, propylene glycol, benzyl salicylate, citronellol, alpha-isomethyl ionone,

ammonium polyacrylate, aloe barbadensis leaf extract, milk lipids, morus alba root

extract, coix lacryma-jobi ma-yuen seed extract, ceramide 3, ci 77891, ci 19140.

4. Sampel berupa lotion yang mengandung air, sikloheksasilosan oktokrilen, gliserin,

asam fenilbenzimidazol sulfonat, trietanolamin, setil alkohol, poliakrilodimetil taurat,

peg-100 stearate, polisorbat 60, gliseril stearat,asam terpalidin dikampor sulfonat,

kopolimer akrilat, asam stearat, disodium edta, mika, kalsium panten sulfonat, asam

kaprilol salisilat, askorbil glukosit, sodium sitrat, diazolidin urea, metilparaben,

propilparaben, titanium dioksid CL 77891, parfum, limone, linalol, hydroxyisohexyl 3-

cyclohexene carboxaldehyde, citronellol, benzyl benzoat, alpha-isomethyl ionone.

Ada satu yang menyebabkan iritasi terhadap kulit yaitu sampel yang mengandung retinol

(sampel 2), dan sterilisasi produk dengan sinar UV tidak berpengaruh terhadap sifat iritan

produk kosmetik

RISET EFEK MUTAGENIK TERHADAP ALAT KESEHATAN

Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan yang tidak

mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan

meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,

dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (Permenkes No 1190/

Menkes/Per/VIII/ 2010).

Tujuan dilakukan riset efek mutagenik terhadap alat kesehatan ini adalah untuk

mengetahui keamanan alat kesehatan yang digunakan oleh masyarakat, baik yang

digunakan oleh masyarakat dibawah pengawasan tenaga medis seperti penggunaan

NGT (NasoGastric Tube) pada pasien rawat inap, tanpa pengawasan tenaga medis

seperti penggunaan IUD (Intra Uterine Device)ataupun diantara keduanya yaitu kateter

tenchkoff pada pasien gagal ginjal. Penggunaan alat kesehatan dalam jangka waktu

lama, tentulah akan membuat suatu reaksi antara alat kesehatan dengan sel didalam

tubuh. Reaksi ini dapat bersifat positif maupun negatif. Reaksi negatif salah satunya

adalah kemungkinan alat kesehatan ini mampu mengeluarkan partikelnya yang bersifat

mutagen. Partiket yang bersifat mutagen ini berpotensi untuk menimbulkan bermacam

penyakit diantaranya adalah kanker.

Salah satu cara untuk mengetahui apakah suatu bahan bersifat mutagenik adalah

dengan melakukan uji mutagenisitas menggunakan metode Ames. Pada penelitian ini

dilakukan uji mutagenisitas menggunakan Metode Ames MPF (microplate format),

metode ini merupakan pengembangan dari metode Ames konvensional, pada metode

Ames MPF digunakan microplate, sehingga lebih mudah dalam pengerjaannya dan lebih

efisien. Metode Ames ini menggunakan bakteri yang sudah dimutasi sehingga tidak

mampu mensintesa asam amino esensial yaitu histidin, biotin atau triptofan untuk

pertumbuhannya. Bila bahan uji yang bersifat mutagen dipaparkan pada bakteri Ames,

maka bakteri tersebut akan mengalami mutasi balik dan kembali pada wildtype, dengan

demikian gen his dan gen trp yang termutasi akan mengalami mutasi balik, sehingga

kembali normal dan bakteri uji dapat mensintesis sendiri histidin, biotin atau triptofan yang

dibutuhkan dalam pertumbuhannya, yang ditunjukkan dengan pertumbuhan bakteri di

dalam media yang miskin histidin, biotin atau triptofan.

Dari hasil riset efek mutagenik dengan metode Ames terhadap 3 jenis alat kesehatan

yaitu :

1)NasoGastric Tube (NGT) merk A,

2) Intra Uterine Device(IUD) merk B

3) kateter tenchkoff merk C

Dan terhadap 3 strain bakteri :

1)Ames (Salmonella Thyphimurium TA100

2)TA98 dan E.coli uvrA), pada dosis 50 mg/kg (NGT, kateter tenchkoff) dan 100 mg/kg

(IUD) yang diekstraksi dengan salin dan DMSO dengan dan tanpa penambahan

lyophilized rat liver S9 didapat hasil bahwa tidak ditemukan pertumbuhan koloni revertan

sebanyak 2 kali base line, sehingga dapat disimpulkan bahwa NGT, IUD, kateter

tenchkoff tidak bersifat mutagenik.

RISET EFEK MUTAGENIK TERHADAP PRODUK GMO

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia, maka diperlukan semakin banyak

pula jumlah pangan yang dikonsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan yang semakin

membesar maka dibutuhkan pula kemajuan teknologi dalam bidang pertanian, sehingga

produktivitasnya meningkat. Salah satu kemajuan dibidang bioteknologi adalah

terciptanya produk rekayasa genetik atau produk GMO (Genetically Modified Organism).

GMO didefinisikan sebagai organisme yang telah mengalami perubahan pada materi

genetiknya, baik melalui penyisipan (insertion) maupun penghapusan (deletion) satu atau

beberapa fagmen DNA dengan menggunakan teknik-teknik dalam rekayasa genetika.

Teknik yang digunakan dalam hal ini adalah teknik DNA rekombinan, yaitu teknik

menggabungkan molekul-molekul DNA dari sumber yang berbeda menjadi satu molekul

sehingga diperoleh organisme dengan sifat fenotip yang diinginkan.

Tujuan dilakukan riset efek mutagenik terhadap produk GMO ini adalah untuk mengetahui

keamanan produk GMO, dimana wacana mengenai keamanan produk berteknologi GMO

inipun masih gencar diperdebatkan, baik pengaruhnya terhadap kesehatan manusia

maupun terhadap kelestarian lingkungan. Sedangkan publikasi tentang efek buruk dari

penggunaan GMO ini jarang sekali ditemukan, hanya ada beberapa artikel yang

menyebutkan bahwa produk asal GMO ini menyebabkan gangguan pencernaan dan

alergi.

Pada penelitian ini dilakukan uji mutagenisitas menggunakan Metode Ames MPF

(microplate format), metode ini merupakan pengembangan dari metode Ames

konvensional, pada metode Ames MPF digunakan microplate, sehingga lebih mudah

dalam pengerjaannya dan lebih efisien. Metode Ames ini menggunakan bakteri yang

sudah dimutasi sehingga tidak mampu mensintesa asam amino esensial yaitu histidin,

biotin atau triptofan untuk pertumbuhannya. Bila bahan uji yang bersifat mutagen

dipaparkan pada bakteri Ames, maka bakteri tersebut akan mengalami mutasi balik dan

kembali pada wildtype, dengan demikian gen his dan gen trp yang termutasi akan

mengalami mutasi balik, sehingga kembali normal dan bakteri uji dapat mensintesis

sendiri histidin, biotin atau triptofan yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya, yang

ditunjukkan dengan pertumbuhan bakteri di dalam media yang miskin histidin, biotin atau

triptofan.

Dari hasil riset efek mutagenik menggunakan metode Ames MPF terhadap 3 produk

pangan yang diduga mengandung GMO yang meliputi: keripik kentang yang berkode MP,

sereal jagung yang berkode KCF dan susu bayi soya yang berkode NSterhadap 3 strain

bakteri Ames (Salmonella Thyphimurium TA100, TA98 dan E.coli uvrA), pada dosis 5000,

2500, 1250, 625, 313 dan 156 µg/mL yang diekstraksi dengan salin dan DMSO dengan

dan tanpa penambahan lyophilized rat liver S9 didapat hasil bahwa tidak ditemukan

pertumbuhan koloni revertan sebayak 2 kali base line, sehingga dapat disimpulkan bahwa

keripik kentang (MP), sereal jagung (KCF) dan susu bayi soya (NS)tidak bersifat

mutagenik.

RISET GENOTOKSISITAS MENGGUNAKAN ALAT FLOWCYTOMETER

Riset genotoksisitas merupakan pengujian secara in vitro dan in vivo yang dirancang

untuk mendeteksi produk/senyawa/zatyang dapat menyebabkan kelainan genetik dengan

berbagai mekanisme. Adanya kelainan genetik ini dapat mengakibatkan berbagai macam

penyakit tergantung lokasi kelainan genetik yang terjadi. Jika terjadi pada sel somatik,

maka dapat mengakibatkan penyakin kanker, kardiovaskuler dan penuaan. Sedangkan

jika terjadi pada sel germinal akan mengakibatkan kemandulan, penyakit genetik seperti

cystic fibrosis, sickle cell anemia dan hemofilia.

Menurut European Medicines Agency (EMEA, 2007), diperlukan uji genotoksik terutama

untuk produk/senyawa/zat yang terindikasi mampu menyebabkan mutasi gen. Mutasi gen

(mutagen) sendiri dapat dideteksi dengan menggunakan Ames test. Uji mutagen dengan

ames test baru memberikan gambaran awal dari sifat mutagen suatu

produk/senyawa/zat, karena ames test menggunakan bakteri yang bersifat prokariyot,

sedangkan manusia bersifat eukariyot.

Tujuan dilakukan riset genotoksik ini adalah terhadap untuk mengetahui keamanan

produkalat kesehatan, dan merupakan salah satu aspek keamanan yang harus dinilai

yaitu sifat genotoksiknya, produk/senyawa/zat yang bersifat mutagen secara ames test.

Uji genotoksik dilakukan dengan cara memejankan produk/senyawa/zat kepada tikus,

baik secara akut maupun kronis, kemudian diakhir pengujian diambil darah tikus untuk

melihat terjadi displace kromatin, yang merupakan hasil dari rusak atau hilangnya

kromosom. Jika terjadi kerusakan atau hilangnya kromosom, maka sel akan membentuk

inti sekunder (mikronukleus) diluar inti utama pada sel yang membelah saat telofase.

Mikronukleus terbentuk secara spontan, tetapi jumlah mikronukleus yang tinggi dalam sel

mengindikasikan adanya paparan dari senyawa genotoksik. Mikronukleus biasanya

terlihat pada sel darah merah (eritrosit) yang kekurangan DNA. Adanya mikronukleus

dapat dideteksi dengan menggunakan flowcytometry. Flowcytometry adalah alat yang

mampu mengukur partikel secara individual.

BAHAN BAKU PEMBANDING KIMIA

Tahun 2012 Bidang Terapetik melakukan kegiatan pembuatan Baku Pembanding Kimia,

berdasarkan kebutuhan bahan baku pengujian di Balai Pengawas Obat dan Makanan di

seluruh Indonesia, yang diperoleh dari list rating kebutuhan bahan baku pembanding

berdasarkan pada hasil evaluasi kebutuhan Balai POM. Penetapan prioritas dilakukan

berdasarkan :

a. Baku pembanding yang dibutuhkan untuk pengujian.

b. Ketersediaan bahan baku (raw material) pada distributor.

c. Kemampuan uji periset PROM

d. Fasilitas laboratorium PROM.

Adapun pembuatan 10 (sepuluh) bahan baku pembanding kimia yang dapat dilakukan

yaitu : Methylisothiazolinone, Benzalkonium chloride, Triclocarban, Bithionol, Butyl

methoxy dibenzoylmethane, Phytonadione, Dehydro acetic acid, Iodo Propynyl Butyl

carbamate, Benzil alcohol dan Triethanolamine.

Bahan baku pembanding Kimia Methyl isothiazolinone digunakan sebagai pembanding

dalam identifikasi secara spektrofotometri inframerah, spektrofotometer ultraviolet dan

kromatografi cair kinerja tinggi. Serapan spektrofotometer ultraviolet : larutan baku primer

dan bahan baku Methyl isothiazolinone dalam metanol (0,0004 % ) menunjukkan serapan

maksimum pada panjang gelombang 276 nm. Serapan jenis baku primer (A 1%, 1 cm)

pada panjang gelombang maksimum adalah 217 - 221 nm (n=9; RSD= 0.873%).

Sedangkan serapan jenis bahan baku pada panjang gelombang maksimum 276 adalah

214 - 219 (n=9; RSD= 1.075%). Sedangkan identifikasi menggunakan kromatografi cair

kinerja tinggi : larutan baku primer dan bahan baku Methyl isothiazolinone dalam

methanol (1: 50.000) diperoleh pemisahan yang terbaik dengan menggunakan kolom

Oktadesilsilana (L1); 250 x 4,6 mm; 5 μm; fasa gerak : Asetonitril : 0,05 M KH2PO4

(30:70 v/v), pada panjang gelombang : 268 nm, laju alir: 1,0 ml/min, volume penyuntikan

: 20 µL dan temperatur 40 0 C . Waktu retensiyang diperoleh baku primer dan bahan

baku Methyl isothiazolinone pada menit : 5.48.

Serapan spektrofotometer ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Benzalkonium

chloride (0,025%) menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 269 dan

270 nm. Serapan jenis baku primer (A 1%, 1 cm) pada panjang gelombang maksimum

168 - 169 nm (n=9; RSD= 0.33%). Sedangkan serapan jenis bahan baku pada panjang

gelombang maksimum adalah 208 - 216 nm (n=9; RSD= 1.63 %).

Serapan spektrofotometer ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Triclocarban

(0,08%) menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 340 nm.

Serapan spektrofotometri ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku bithionol dalam

metanol (0.02%) menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 307 nm.

Serapan jenis baku primer (A 1%, 1 cm) pada panjang gelombang maksimum adalah

247-249 (n=9; RSD=0.328%). Sedangkan serapan jenis bahan baku bithionol pada

panjang gelombang maksimum adalah 249 (n=9; RSD=0.126).

Serapan spektrofotometri ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Butyl

Methoxydibenzoylmethane dalam metanol (0.02%) menunjukkan serapan jenis baku

primer (A 1%, 1 cm) pada panjang gelombang maksimum adalah 357 nm (n=5;

RSD=0.002%). Sedangkan serapan jenis bahan bakuButyl Methoxydibenzoylmethane

pada panjang gelombang maksimum adalah 357 (n=5; RSD=0.092).

Serapan spektrofotometer ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Phytonadione,

dalam metanol (0,2 % ) menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang

249.20 nm.

Serapan spektrofotometer ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Dehydro

acetic acid, dalam metanol (0,5 % ) menunjukkan serapan maksimum pada panjang

gelombang 307.80 dan 308.20 nm.

Serapan spektrofotometri ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Iodo Propynyl

Butyl carbamate dalam metanol (0.02%) menunjukkan serapan maksimum pada panjang

gelombang 226 nm dan 339.60.

Serapan spektrofotometri ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku Benzil alcohol

dalam metanol (0.4%) menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 268

dan 269.50 nm. Serapan jenis baku primer (A 1%, 1 cm) pada panjang gelombang

maksimum adalah 149 (n=9; RSD=0.55%). Sedangkan serapan jenis bahan baku

bithionol pada panjang gelombang maksimum adalah 138 (n=9; RSD=0.12).

Serapan spektrofotometri ultraviolet : larutan baku primer dan bahan baku

Triethanolamine.dalam metanol (0.4%) menunjukkan serapan maksimum pada panjang

gelombang 270 nm.

RISET PENGEMBANGAN METODE ANALISIS BENZO[A]PYRENE

DALAM PRODUK TEMBAKAU MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS

SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS)

Teknologi riset pengembangan metoda analisis benzopyrene dalam produk tembakau

berkembang sangat dinamis seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan inovasi

teknologi. Menyikapi perkembangan tersebut, aspek keamanaan bagi kesehatan manusia

perlu diperhatikan. Oleh karena itu peraturan pemerintah untuk menjamin keamanan

produk tembakau tersebut diterapkan dengan benar. Dalam implementasi peraturan

tentang rokok, PROM telah melakukan riset pengembanagan metode analisis

benzopyrene dalam produk tembakau dengan menggunakan kromatografi gas

spektorofotometri massa (GC-MS). Metode analisis yang dikembangkan adalah dengan

menggunakan sikloheksan sebagai pelarut pada produk tembakau dan melakukan

ekstraksi, preparasi clean up (SPE) dan derivatisasi.

Berdasarkan Peraturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang

Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi

Kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan validasi metode tersebut

agar tersedia metode analisis benzopyrene yang valid (absah) dan terpecaya.

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yitu tahap : persiapan, validasi metode

benzopyrene analisis dan pengujian sampel rokok. Instrumen yang digunakan untuk

menguji keberadaan senyawa benzopyrene adalah Gas Chromatography-Mass

Spektrometer (GC-MS) dengan sikloheksan sebagaipelarut dan benzopyrene – d12

sebagai baku internal. Parameter validasi yang diuji adalah Limit of Detection (LOD) dan

Limit of Quantitation (LOQ), linearitas, kecermatan (accuracy), keseksamaan (precision),

dan spesifisitas (selektivitas).

Hasil analisis uji benzopyrene pada produk tembakau dari sampel menunjukkan sampel

memiliki konsentrasi 17,171 ng/cig diatas nilai benzopyrene maksimum yang diijinkan

oleh WHO dengan nilai berkisar antara 0.01 ng/cig.

VALIDASI METODE ANALISIS S. aureus, Listeria monocytogenes DAN E.

coli

DALAM PANGAN DENGAN MENGGUNAKAN REAL TIME PCR

Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 Tentang

Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan

menyatakan bahwa pangan tercemar adalah pangan yang mengandung bahan

beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau

jiwa manusia.

Salah satu kejadian luar biasa yang ditangani oleh Badan POM adalah KLB Keracunan

Pangan. Pusat Riset Obat dan Makanan yang salah satu fungsinya adalah

mendukung program pengawasan keamanan pangan, perlu mengembangkan lebih

lanjut kajian dan penelusuran mikroba patogen penyebab keracunan pada

pangan.Salah satu metoda yang telah dikembangkan adalah menggunakan teknik

Polymerase Chain Reaction (PCR).

Tujuan riset pada tahun 2012 adalah (1) mengembangkan metode analisa tervalidasi

yang dapat mengisolasi dan mengamplifikasi DNA mikroba patogen Staphylococcus

aureus, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli dari susu cair dengan cara

penggunaan primer spesifik dan probe untuk meningkatkan akurasi hasil PCR dan (2)

optimasi suhu annealing, konsentrasi primer dan probe untuk memperoleh hasil

maksimal dalam proses amplifikasi PCR. Penggunaan bakteri ini disertai pula bakteri

kontrol dan akan digunakan untuk uji spesifisitas. Ekstraksi DNA dilakukan

menggunakan metode kit komersial (Qiagen) terhadap mikroba patogen Gram positif

dan bakteri Gram negatif. Selanjutnya bakteri patogen tersebut ditelusuri kembali

dengan menggunakan alat Real TimePolymerase Chain Reaction dan dilakukan

validasi metodenya.

Hasil optimasi konsentrasi primer dan probe L.monocytogenes dan E.coli O157:H7,

menunjukkan hasil nilai CT pada konsentrasi 100nM. DNA S.aureus yang belum

teramplifikasi kemungkinan tidak adanya produk PCR karena kondisi PCR yang belum

optimal atau tidak adanya DNA. Limit deteksi (LOD) untuk Listeria monocytogenes

adalah 1,30 copy/ml (R2 = 0,999) dan efesiensi 101,14; LOD untuk E. coli 0157:H7

adalah 1,34 copy/ml (R2 = 0,960) dengan efisiensi 82,60 dan LOD untuk S. aureus

adalah 1,34 copy/ml (R2 = 0,922).

PENGEMBANGAN METODE DETEKSI MIKOTOKSIN PADA PANGAN

(Patulin)

Peningkatan kejadian foodborne diseases di banyak negara pada abad belakangan ini,

berhubungan erat dengan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme pada pangan.

Perhatian khusus pada pangan sering difokuskan pada bahaya mikroorganisme, residu

pestisida, penggunaan yang berlebih dalam penyalahgunaan bahan tambahan pangan,

kontaminasi bahan kimia termasuk toxin biological dan sebagainya.Seperti halnya bakteri,

fungi mikrokospik juga dapat menyebabkan penyakit yang dapat dibedakan menjadi dua

macam yaitu infeksi kapang atau fungi mikrokospik yang disebut mikosis dan

mikotoksikosis atau intoksikasi yang disebabkan oleh tertelannya suatu hasil metabolisme

beracun dari kapang atau fungi. Dari kedua golongan ini, hanya mikotoksikosis yang

mungkin disebarkan melalui pangan dan racun yang diproduksi oleh kapang dan fungi

inilah yang disebut mikotoksin.

Salah satu jenis mikotoksin adalah patulin, yang dihasilkan oleh spesies tertentu dari

Penicillium, Aspergillus dan Byssochlamys. Penicillium expansum adalah jamur yang

paling umum terisolasi dari apel yang membusuk dan menyebabkan busuk selama

penyimpanan. Patulin telah dilaporkan mutagenik dan menyebabkan neurotoksik, efek

immunotoksik, genotoksik dan gastrointestinal pada hewan pengerat. Karena

toksisitasnya, Gabungan Food Agricultural Organization (FAO)/World Health Organization

(WHO) Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah menetapkan Provisional

Maximum Tolerable Daily Intake (PMTDI) untuk patulin dari 0,4 µg/kg berat badan/hari

(WHO, 1995). Jus dari buah matang apel merupakan sumber utama patulin, yang

biasanya disimpan pada suhu rendah sebelum pengolahan. Bahkan pada suhu di bawah

5°C beberapa spesies Penicillium dapat tumbuh dan menghasilkan patulin. Kontaminasi

patulin pada apel biasanya dikaitkan dengan daerah jaringan lunak dan meskipun

menghilangkan jaringan busuk dari buah dapat mengurangi tingkat patulin, penetrasi

tetap terjadi sampai kira-kira 1 cm ke dalam jaringan di sekitarnya (Welke et al., 2009).

WHO telah menetapkan konsentrasi maksimum yang dianjurkan adalah 50 µg/L patulin

dalam jus apel. Selain itu, setidaknya 15 negara Eropa telah menetapkan batas-batas

peraturan untuk patulin dalam berbagai makanan, biasanya apel dan produk apel,

menggunakan batas yang sama dari 50 µg/kg (FAO, 1996). Uni Eropa menetapkan

tingkat maksimum yang diperbolehkan untuk produk apel yang ditujukan untuk bayi dan

anak kecil adalah 10 µg/kg (The Commission of the European, 2006).

Penelitian pengembangan metode deteksi mikotoksin pada sampel pangan ini dibatasi

pada pengembangan metode analisis patulin yang terdapat pada jus apel.Tujuan umum

penelitian ini adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya patulin di dalam jus apel

dan memberikan gambaran tentang kontaminasi patulin pada jus apel di

Indonesia.sedangkan tujuan khusus adalah tersedianya metode preparasi sampel dan

metode analisis yang tervalidasi patulin pada jus apel.

Metode analisis cemaran patulin pada sampel pangan jus apel yang dikembangkan oleh

Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) telah divalidasi berdasarkan tujuh parameter

validasi, yaitu Uji kesesuaian Sistem (UKS), Spesifisitas, Linieritas, Keseksamaan

(presisi), kecermatan (akurasi) dan LOD. Hasil validasi metodepatulin pada jus apel yang

digunakan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pengujian berada dalam rentang

penerimaan; (i) nilai Resolusi (R) analit 2000 (syarat keberterimaan >1.5), (ii)efisiensi

kolom untuk analit 2500 (syarat keberterimaan > 2000), (iii) faktor ikutan (tailing factor)

1.5 (syarat keberterimaan<2), (iv) SBR (Simpangan baku relative-RSD) pada 5 kali

penyuntikanulang 1.5 % (syarat keberterimaan <2 %). Pada uji spesifitas (i)tidak terjadi

interferensi dari puncak larutan baku, puncak dari larutan uji dan puncak dari larutan hasil

urai (metabolit),(ii) puncak pelarut terpisah dengan baik dari puncak analit, (iii) pada

penyuntikan campuran larutan uji dan larutan baku diperoleh satu puncak yang solid dari

analit yang diuji.

Kata kunci: mikotoksin, patulin, jus apel

RISET SITOTOKSISITAS TERHADAP ALAT KESEHATAN

Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau implan yang tidak

mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan

meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,

dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh (Permenkes No 1190/

Menkes/Per/VIII/ 2010). International Standard mengeluarkan suatu pedoman yang

digunakan dalam uji keamanan alat kesehatan yang dituangkan dalam ISO 10993:

Biological evaluation of medical devices. Dimana pada pedoman ini disebutkan bahwa

untuk evaluasi keamanan alat kesehatan diperlukan beberapa pengujian antara lain:

Sitotoksisitas; Sensitisasi; Iritasi; Reaksi intrakutan; Toksisitas Sistemik;Toksisitas

subakut dan subkronik; Genotoksisitas;Implantasi; Kompatibilitas dengan darah.

Pesatnya perkembangan alat kesehatan dalam menunjang kesehatan perlu diiringi

dengan peningkatan pengawasan post market. Oleh karena itu dalam rangka menjamin

keamanan alat kesehatan, Badan POM telah dan akan terus meningkatkan pengawasan

alat kesehatan setelah produk tersebut beredar di pasaran. Untuk itu tahun anggaran

2012 ini melalui Pusat Riset Obat dan Makanan khususnya bidang Toksikologi akan

melakukan Riset Toksisitassecara In Vitro terhadap Alat Kesehatan yang beredar di

pasaran. Riset toksisitas secara in vitro ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keamanan

alat kesehatan terhadap sel manusia.

Adapun tujuan dilakukannya riset sitotoksisitas terhadap alat kesehatan ini adalah untuk

mengetahui respon dari sel ketika kontak langsung dengan sediaan uji. Selain itu, uji ini

juga dapat digunakan untuk mengestimasi dosis awal pada uji toksisitas akut secara oral

(Wilson, 2008), juga berguna untukmenentukan kadar senyawa atau zat sitotoksik yang

dapat menghambat pertumbuhan sel sampai 50% / IC50 (Inhibition Concentration-50).

Dari hasil riset sitotoksisitas menggunakan Vero cell dan BALB/3T3 cell clone A31

terhadap 6 jenis alat kesehatan yaitu NasoGastric Tube (NGT) merk A, Intra Uterine

Device(IUD) merk B dan kateter tenchkoff merk C, susuk KB merk D, disposable syrhing

merk E.

KAJIAN PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) :

“PEMBUATAN REAGEN KIT DALAM RANGKA PENINGKATAN FUNGSI DAN

KINERJA MOBIL LABORATORIUM KELILING”

Pusat Riset Obat dan Makanan dalam rangka peningkatan fungsi dan kinerja mobil

laboratorium keliling Badan POM, berperan untuk menyediakan peralatan yang

sederhana dan dengan cepat mampu menunjukkan hasil, yaitu perangkat uji cepat (rapid

test kit). Perangkat uji cepat untuk pengujian bahan berbahaya pada pangan yang

terdapat pada mobil laboratorium keliling masih merupakan perangkat uji cepat komersial,

sehingga perlu ketersediaan perangkat uji cepat yang efektif dengan efisien biaya.

Tujuan riset ini adalah untuk (1) meningkatkan pengawasan terhadap pangan jajanan

anak sekolah, (2) tersedianya reagen kit untuk pengujian formalin, boraks, rhodamin B

dan metanil yellow pada pangan jajanan anak sekolah, dan (3) tersedianya pedoman

atau tata cara penggunaan reagen kit .

Sampel pangan jajanan anak sekolah antara lain mie, bakso, es kelapa, es potong,

kerupuk, es sirup dan jelly. Metode yang digunakan adalah uji pendahuluan terhadap

beberapa metode dalam protokol untuk masing-masing senyawa target dengan prinsip uji

kimia analisis semi mikro, selanjutnya dilakukan optimasi metode dan penentuan LOD.

Reagen untuk formalin adalah phenylhydrazine hydrochloride dengan LOD 5 ppm, untuk

boraks adalah kertas kurkumin dengan HCl 3 N dan LOD yang diperoleh 50 ppm, untuk

metanil yellow digunakan benang wol yang dididihkan dengan NaOH 40% dan

direaksikan dengan HCl 50% dengan LOD yang diperoleh 2 ppm, dan untuk rhodamin B

digunakan antimony (III) chloride 1% dan HCl dengan LOD 0,5 ppm.