lapsus ht.docx

16
1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. 1 2.2. KLASIFIKASI Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC 7 adalah klasifikasi untuk orang dewasa umur > 18 tahun. Penentuan klasifikasi ini berdasarkan rata-tara dua kali pengukuran pada posisi duduk. 2 Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7. 3 Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu: 2 1. Hipertensi primer (esensial), penyebab hipertensi tidak diketahui (90-95% pasien) 2. Hipertensi sekunder, disebabkan oleh:

Upload: muh-iqbal-habibi

Post on 23-Oct-2015

32 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang

menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau

sistolik 140 mmHg.1

2.2. KLASIFIKASI

Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC 7 adalah klasifikasi untuk orang

dewasa umur > 18 tahun. Penentuan klasifikasi ini berdasarkan rata-tara dua

kali pengukuran pada posisi duduk.2

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC 7.3

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu:2

1. Hipertensi primer (esensial), penyebab hipertensi tidak diketahui (90-

95% pasien)

2. Hipertensi sekunder, disebabkan oleh:

a. Gangguan ginjal (2-6% dari seluruh pasien hipertensi)

Renal parenchymal disease: penyakit glomeruler, penyakit

tubulo-intersisial kronis, penyakit polikistik, uropati obstruktif

Renovascular disease: renal artery stenosis (RAS) karena

aterosklerosis dan displasia fibromuskuler, artritis, kompresi a.

Renalis oleh faktor ekstrinsik

2

Lain-lain: tumor yang menghasilkan renin, retensi Na ginjal

(Liddle’s syndrome)

b. Gangguan endokrin

Kelainan adreno-kortikal: aldosteronisme primer, hiperplasia

adrenal kongenital, sindrom Cushing

Adrenal-medullary tumors: pheochromocytoma

Thyroid disease: hipertiroid, hipotiroid

Hyperparathyroidism: hiperkalsemia

Akromegali

Carcinoid tumor

c. Exogenous medications and drugs

Kontrasepsi oral, simpatomimetik, glukokortikoid,

mineralokortikoid, OAINS, siklosporin, eritropoetin, MAO inhibitor,

dll

d. Kehamilan: preeklamsia dan eklamsia

e. Co-arctation of the aorta

f. Gangguan neurologi

Sleep apnea, peningkatan tekanan intrakranial (tumor otak),

gangguan afektik, spinal cord injury (Guillain-Barre syndrome),

disregulasi Baroreflex

g. Faktor psikososial

h. Intravascular volume overload

i. Hipertensi sistolik:

Hilangnya elastisitas aorta dan pembuluh darah besar

Hyperdinamic cardiac output: hipertiroid, insufisiensi aorta,

anemia, fistula arteriovenosus, beri-beri, penyakit paget tulang

2.3. PATOFISIOLOGI

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah:

1. Cardiac output

2. Volume darah

3. Resistensi pembuluh darah

3

a. Kelenturan dinding arteri

b. Diameter arteri

c. Viskositas darah

1. Sistem Neurosimpatis

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak di pusat vasomotor pada medulla di otak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras simpatis, yang berlanjut ke korda spinalis

dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di thorax

dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk

impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia

simpatis. Pada titik ini neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang,

yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,

dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah.5,6

2. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi. Jika

terjadi gangguan aliran sirkulasi darah pada ginjal, maka ginjal akan

banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Renin adalah enzim dengan

protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri turun sangat

rendah. Pengeluaran renin dapat disebabkan aktivasi saraf simpatis

(pengaktifannya melalui β1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri

ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri

ginjal), dan penurunan asupan garam ke tubulus distal.

Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu

angiotensinogen untuk melepaskan angiotensin I. Angiotensin I memiliki

sifat vasokonstriktor yang ringan, selanjutnya akan diaktifkan

angiotensin II oleh yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE)

yang terdapat di endotelium pembuluh paru. Angiotensin II adalah

vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga

mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya

4

selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan

diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara

bersama-sama disebut angiotensinase

Angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan

arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler

ginjal. Angiotensin II juga merangsang tubula proksimal nefron untuk

mereabsorbsi NaCl dan air. Hal tersebut akan mengurangi garam dan air

yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume

darah dan tekanan darah. Pengaruh lain angiotensin II adalah

perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak diatas ginjal,

yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada

tubulus distal nefron, yang menyebabkan reabsorbsi lebih banyak ion

natrium (Na+) dan air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah.

Hal tersebut akan memperlambat kenaikan voume cairan ekstraseluler

yang kemudian meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan

berhari-hari. Efek jangka panjang ini bekerja melalui mekanisme volume

cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat daripada mekanisme

vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke nilai

normal.5,6

5

2.4. MANIFESTASI KLINIS

2.5. TATALAKSANA

1. Rekomendasi Guideline Hipertensi 2014:4

a. Pasien berusia ≥ 60 tahun

Mulai terapi farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥

150mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg

Target sistolik < 150 mmHg dan diastolik < 90mmHg

(Rekomendasi  Kuat-kelas A)

b. Pasien berusia < 60 tahun

Mulai terapi farmakologis pada tekanan darah diastolik ≥ 90

mmHg dengan target < 90 mmHg (Untuk usia 30-59 tahun,

Rekomendasi  kuat -Grade A; Untuk usia 18-29 tahun, Opini

Ahli-kelas E)

c. Pasien berusia < 60 tahun

Mulai terapi farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg dengan target < 140 mmHg (Opini Ahli-kelas E)

d. Pasien berusia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis

Mulai terapi farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg

Target sistolik < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg (Opini

Ahli-kelas E)

e. Pasien berusia ≥ 18 tahun dengan diabetes,

Mulai terapi farmakologis pada tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg

Target sistolik < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg (Opini

Ahli-kelas E)

f. Pada populasi umum bukan kulit hitam, termasuk orang-orang

dengan diabetes,

Pengobatan antihipertensi awal harus mencakup diuretik tipe

thiazide, CCB, ACE inhibitor atau ARB (Rekomendasi sedang-

6

Grade B) Rekomendasi ini berbeda dengan JNC 7 yang mana

panel merekomendasikan diuretik tipe thiazide sebagai terapi

awal untuk sebagian besar pasien

g. Pada populasi umum kulit hitam, termasuk orang-orang dengan

diabetes,

Pengobatan antihipertensi awal harus mencakup diuretic  tipe

thiazide atau CCB. (Untuk penduduk kulit hitam umum :

Rekomendasi Sedang-kelas B, untuk pasien hitam dengan

diabetes : Rekomendasi lemah-kelas C)

h. Pada penduduk usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronis,

Pengobatan awal atau tambahan antihipertensi harus mencakup

ACE inhibitor atau ARB untuk meningkatkan outcome ginjal.

(Rekomendasi sedang-kelas B)

i. Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu satu bulan

pengobatan,

Tingkatkan dosis obat awal atau menambahkan obat kedua dari

salah satu kelas dalam Rekomendasi 6

Jika target tekanan darah  tidak dapat dicapai dengan dua obat,

tambahkan obat ketiga dari daftar. Jangan gunakan ACEI dan

ARB bersama-sama.

Jika target tekanan darah tidak dapat dicapai hanya dengan

menggunakan obat-obatan dalam Rekomendasi 6 karena

kontraindikasi atau kebutuhan untuk menggunakan lebih dari 3

obat untuk mencapai target tekanan darah, maka obat

antihipertensi dari kelas lain dapat digunakan.

2. Obat Anti Hipertensi

Kelas obat utama yang digunakan untuk mengendalikan tekanan

darah adalah :

a. Diuretik

Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan

diuresis. Pengurangan volume plasma dan Stroke Volume (SV)

7

berhubungan dengan dieresis dalam penurunan curah jantung

(Cardiac Output, CO) dan tekanan darah pada akhirnya.

Thiazide

Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi,

golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah.

Penderita dengan fungsi ginjal yang kurang baik Laju Filtrasi

Glomerolus (LFG) diatas 30 mL/menit, thiazide merupakan agen

diuretik yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah.

Dengan menurunnya fungsi ginjal, natrium dan cairan akan

terakumulasi maka diuretik jerat Henle perlu digunakan untuk

mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium tersebut. Hal

ini akan mempengaruhi tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan

tekanan darah dengan cara memobilisasi natrium dan air dari

dinding arteriolar yang berperan dalam penurunan resistensi

vascular perifer.

Diuretik Hemat Kalium

Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika

digunakan tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik

dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium thiazide atau jerat

Henle. Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan kalium

dan natrium yang disebabkan oleh diuretik lainnya.

Antagonis Aldosteron

Antagonis Aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi

lebih berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang

lama (hingga 6 minggu dengan spironolakton).

b. Beta Blocker

Mekanisme hipotensi beta bloker melalui kronotropik negatif dan

efek inotropik jantung dan inhibisi pelepasan renin dan ginjal.

Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan

kardioselektif pada dosis rendah dan mengikat baik reseptor β1

daripada reseptor β2. Hasilnya agen tersebut kurang merangsang

8

bronkhospasmus dan vasokontruksi serta lebih aman dari non

selektif β bloker pada penderita asma, penyakit obstruksi

pulmonari kronis (COPD), diabetes dan penyakit arterial perifer.

Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol memiliki aktivitas

intrinsik simpatomimetik (ISA) atau sebagian aktivitas agonis

reseptor β.

c. Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-inhibitor)

ACE membantu produksi angiotensin II (berperan penting dalam

regulasi tekanan darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa

jaringan dan ada pada beberapa tipe sel yang berbeda tetapi pada

prinsipnya merupakan sel endothelial. Kemudian, tempat utama

produksi angiotensin II adalah pembuluh darah bukan ginjal. Pada

kenyataannya, inhibitor ACE menurunkan tekanan darah pada

penderita dengan aktivitas renin plasma normal, bradikinin, dan

produksi jaringan ACE yang penting dalam hipertensi.

d. Penghambat Reseptor Angiotensin II (ARB)

Angiotensin II digenerasikan oleh jalur renin-angiotensin

(termasuk ACE) dan jalur alternatif yang digunakan untuk enzim lain

seperti chymases. Inhibitor ACE hanya menutup jalur renin-

angiotensin, ARB reseptor yang memperentarai efek angiotensin II.

Tidak seperti inhibitor ACE, ARB tidak mencegah pemecahan

bradikinin.

e. Antagonis Kalsium

CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan

menghambat saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan

sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstra seluler ke dalam sel.

Relaksasai otot polos vaskular menyebabkan vasodilatasi dan

mereduksi tekanan darah. Antagonis kanal kalsium dihidropiridin

dapat menyebabkan aktifasi refleks simpatetik dan semua golongan ini

(kecuali amlodipin) memberikan efek inotropik negative.

9

Verapamil menurunkan denyut jantung, memperlambat konduksi

nodus AV, dan menghasilkan efek inotropik negative yang dapat

memicu gagal jantung pada penderita lemah jantung yang parah.

Diltiazem menurunkan konduksi AV dan denyut jantung dalam level

yang lebih rendah daripada verapamil.

f. Alpha blocker

Prasozin, Terasozin, dan Doxazosin merupakan penghambat

reseptor α1 yang menginhibisi katekolamin pada sel otot polos

vascular perifer yang memberikan efek vasodilatasi. Kelompok ini

tidak mengubah aktivitas reseptor α2 sehingga tidak menimbulkan efek

takikardia.

g. VASO-dilator langsung

Hidralazine dan Minokxidil menyebabkan relaksasi langsung otot

polos arteriol. Aktivitasi refleks baroreseptor dapat meningkatkan

aliran simpatetik dari pusat vasomotor, meningkatnya denyut jantung,

curah jantung, dan pelepasan renin. Oleh karena itu efek hipotensi dari

vasodilator langsung berkurang pada penderita yang juga

mendapatkan pengobatan inhibitor simpatetik dan diuretik.

h. Inhibitor Simpatetik Postganglion

Guanethidin dan guanadrel mengosongkan norepinefrin dari

terminal simpatetik postganglionik dan inhibisi pelepasan norepinefrin

terhadap respon stimulasi saraf simpatetik. Hal ini mengurangi curah

jantung dan resistensi vaskular perifer .

Tatalaksana hipertensi meliputi tatalaksana non farmakologi dan

tatalaksana farmakologi. Tatalaksana non farmakologis meliputi penurunan

berat badan, pengaturan diet, dan meningkatkan aktivitas fisik. Tatalaksana

farmakologis baru dilaksanakan setelah tatalaksana non farmakologis belum

mencapai target tekanan darah.

3. Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi

10

11

2.6. PROGNOSIS

DAFTAR PUSTAKA

1. Prince, S. A., dan Wilson. L. M., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit volume 2. ECG: Jakarta

2. Yogiantoro, M., et al., Hipertensi. Dalam: Tjokroprawiro, A., et al., 2007.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga University Press: Surabaya. Hal.

210-7

3. U.S. Department of Health and Human Services, 2004. The Seventh Report of

the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure. NIH Publication No. 04-5230

4. James, P. A., et al., 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of

High Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to

the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA.

doi:10.1001/jama.2013.284427. Published online December 18, 2013.

5. Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi: 2. EGC:

Jakarta