lapsus epilepsi anak

38
EPILEPSI Definisi Epilepsi adalah suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak. 1 Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yaitu: 1,2 1. Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya 2. Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan selanjutnya 3. Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan konsekuensi sosial yang ditimbulkan. Ketiga elemen di atas harus diperhatikan karena dalam mentatalaksana seorang penyandang epilepsi, tidak hanya faktor bangkitan atau kejang yang perlu diperhatikan namun konsekuensi sosial yang ditimbulkan juga harus diperhatikan seperti dikucilkan oleh masyarakat, stigma bahwa penyakit epilepsi adalah penyakit menular, dan sebagainya. 2 1

Upload: noni-r-lubis

Post on 01-Jul-2015

668 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPSUS EPILEPSI ANAK

EPILEPSI

Definisi

Epilepsi adalah suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi

yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis

dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Sedangkan bangkitan epileptik

didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas

neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.1

Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yaitu:1,2

1. Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya

2. Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan selanjutnya

3. Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologis, dan

konsekuensi sosial yang ditimbulkan.

Ketiga elemen di atas harus diperhatikan karena dalam mentatalaksana seorang

penyandang epilepsi, tidak hanya faktor bangkitan atau kejang yang perlu diperhatikan

namun konsekuensi sosial yang ditimbulkan juga harus diperhatikan seperti dikucilkan oleh

masyarakat, stigma bahwa penyakit epilepsi adalah penyakit menular, dan sebagainya.2

Serangan epileptik adalah gejala yang timbul secara tiba-tiba dan menghilang secara

tiba-tiba pula. Serangan yang hanya bangkit sekali saja tidak boleh dianggap sebagai

serangan epileptik, tetapi serangan yang timbul secara berkala pada waktu-waktu tertentu

barulah dapat disebut serangan epileptik.2

Epidemiologi

Epilepsi dijumpai pada semua ras di dunia dengan insidensi dan prevalensi yang

hampir sama, walaupun beberapa peneliti menemukan angka yang lebih tinggi di negara

berkembang. Penderita laki-laki lebih banyak daripada penderita wanita, dan lebih sering

dijumpai pada anak pertama.3

Peneliti umumnya memperoleh insiden 20-70 per 100.000 per tahun dan prevalensi

sewaktu 4-10 per 1000 pada populasi umum. Prevalensi total yang dihitung berdasarkan

jumlah penduduk dalam suatu populasi yang pernah menderita epilepsi diperkirakan sekitar

1

Page 2: LAPSUS EPILEPSI ANAK

2-5% sehingga diperkirakan sebanyak 1 diantara 20 penduduk di dalam suatu populasi akan

mengalami kejang pada suatu saat dalam hidupnya dan 1 diantara 200 akan mengalami

epilepsi. Pada populasi anak diperkirakan 0,3-0,4% diantaranya mengalami epilepsi.4

Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang. Berdasarkan

asumsi bahwa Indonesia termasuk negara yang sedang berkembang, maka kejadian epilepsi

di Indonesia lebih tinggi daripada di negara maju/industri. Dari banyak studi menunjukkan

bahwa rata-rata prevalensi aktif 8,2 per 1.000 penduduk, sedangkan angka insidensi

epilepsi mencapai 50 per 100.000 penduduk. Bila jumlah penduduk Indonesia berkisar 220

juta, maka diperkirakan jumlah pasien epilepsi yang masih mengalami bangkitan atau

membutuhkan pengobatan sekitar 1,8 juta. Berkaitan dengan umur, grafik prevalensi

epilepsi menunjukkan pola bimodal. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup

tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagu pada

kelompok usia lanjut.5

Klasifikasi

Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan klasifikasi

sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-faktor tipe bangkitan

(umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia, dan situasi yang

berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi

berdasarkan gambaran klinis dan elektroensefalogram.1

Klasifikasi Internasional Bangkitan Epilepsi1

I. Bangkitan Parsial

A. Bangkitan Parsial Sederhana (tanpa gangguan kesadaran)

1. Dengan gejala motorik

2. Dengan gejala sensorik

3. Dengan gejala otonomik

4. Dengan gejala psikik

B. Bangkitan Parsial Kompleks (dengan gangguan kesadaran)

1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran

a. Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran

2

Page 3: LAPSUS EPILEPSI ANAK

b. Dengan automatisme

2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan

a. Dengan gangguan kesadaran saja

b. Dengan automatisme

C. Bangkitan Umum Sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik )

1. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum

2. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum

3. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial

4. kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum

II. Bangkitan Umum (konvulsi atau non-konvulsi)

1. Bangkitan lena

2. Bangkitan mioklonik

3. Bangkitan tonik

4. Bangkitan atonik

5. Bangkitan klonik

6. Bangkitan tonik-klonik

III.Bangkitan Epileptik yang tidak tergolongkan

Etiologi3,5

Etiologi epilepsi dapat dibagi atas 3 kelompok :

1. Epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui meliputi ± 50% dari penderita

epilepsi anak umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3

tahun. Biasanya tidak menunjukkan manifestasi cacat otak dn juga tidak bodoh.

Umumnya faktor genetic lebih berperan pada epilepsi idiopatik. Dengan berkembangnya

ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat – alat diagnostik yang canggih kelompok ini

makin kecil

2. Epilepsi simptomatik dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan

intracranial maupun ekstrakranial. Penyebab intracranial misalnya anomaly congenital,

trauma otak, neoplasma otak, lesi iskemia, ensefalopati, abses otak, jaringan parut.

Penyebab yang bermula ekstrakranial dan kemudian juga mengganggu fungsi otak

3

Page 4: LAPSUS EPILEPSI ANAK

misalnya gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan metabolism (hipoglikemia,

hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan

hidrasi.

3. Epilepsi kriptogenik dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk

disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran

klinik sesuai dengan ensefalopati difus.

Patofisiologi

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi

pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang

disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran sel neuron bergantung

pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K

dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali ion Ca, Na, Cl, sehingga di dalam

sel terdapat konsentrasi tinggi ion K dan konsentrasi rendah ion Ca,Na, dan Cl, sedangkan

keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah

yang menimbulkan potensial membran.2

Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrit-dendrit dan badan-

badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran neuron

berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang

memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang

menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan

listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat

dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino

butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan

terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik

apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan istirahat, membran neuron

mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial

akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan

listrik.2,3

4

Page 5: LAPSUS EPILEPSI ANAK

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau

menganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan

Na dari ruangan ekstra ke intraseluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi

membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan

listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan

epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti

akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar

fokus epileptik. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin

agar neuron-neuron tidak terus menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain

yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron

akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.2,3

Secara teoritis ada dua faktor yang dapat menyebabkan hal ini4:

a. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron penghambat kurang optimal hingga terjadi

pelepasan impuls epileptik secara berlebihan. Fungsi neuron penghambat bisa kurang

optimal antara lain bila konsentrasi GABA tidak normal. Otak pasien yang menderita

epilepsi ternyata memang mengandung konsentrasi GABA yang rendah. Hambatan oleh

GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik (IPSIs = inhibitory post synaptic

potentials) adalah lewat reseptor. Suatu hipotesa mengatakan bahwa aktivitas epileptik

disebabkan oleh hilang atau berkurangnya inhibisi oleh GABA. Zat ini merupakan

neurotransmitter inhibitorik utama di otak. Riset membuktikan bahwa perubahan pada

salah satu komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah

rangsangan.

b. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik berlebihan hingga terjadi pelepasan

impuls epileptik berlebihan juga. Kemungkinan lain adalah bahwa fungsi jaringan

neuron penghambat normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat.

Keadaan ini bisa ditimbulkan oleh meningkatnya konsentrasi glutamat di otak, sampai

berapa jauh peran peningkatan glutamat ini pada orang yang menderita epilepsi belum

diketahui secara pasti.

5

Page 6: LAPSUS EPILEPSI ANAK

Gejala3,7

1. Epilepsi umum

a. Major: grand mal (meliputi 75% kasus) meliputi tipe primer dan sekunder. Epilepsi

grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-klonik. Manifestasi

klonik : kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada

tidaknya aura, yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang.

Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi

sesuai dengan letak fokus epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan

tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,

mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya. Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang

kesadaran sehingga aktivitas penderita terhenti. Kemudian penderita mengalami kejang

tonik, otot-otot berupa berkontraksi sangat hebat, penderita jatuh, lengan fleksi dan

tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar

jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan

kejang klonik yang seolah-olah menggucang-guncang dan membanting-banting tubuh

penderita ke tanah. Kejang tonik-klonik berlangsung 2-3 menit. Selain kejang-kejang

terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif,

mulut berbuih, dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita

dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit kemudian penderita terbangun,

termenung, dan kalau tidak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan

dapat setiap jam sampai setahun sekali.

b. Minor :

Epilepsi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang

idiopatik. Meliputi kira-kira 3-4% dari kasus epilepsi. Umumnya timbul pada anak

sebelum pubertas (4-5 tahun). Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung

tak lebih dari 10 menit. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan.

Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya

penderita dapat melanjutkan akitvitas semula. Bangkitan petit mal yang tak

tertanggulangi 50% akan menjadi grand mal. Petit mal yang tidak akan timbul lagi pada

usia dewasa dapat diramalkan berdasarkan 4 ciri : timbul pada usia 4-5 tahun dengan

6

Page 7: LAPSUS EPILEPSI ANAK

taraf kecerdasan yang normal, harus murni dan hilang kesadaran hanya beberapa detik,

mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat, pola EEG khas berupa gelombang

runcing dan lambat dengan frekuensi 3 per detik.

c. Bangkitan mioklonus

Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang

terjadi berulang-ulang, bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui

apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap

rangsang sensorik.

d. Bangkitan akinetik

Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot dengan

tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat

berdiri kembali.

e. Spasme infantile.

Jenis epilepsi ini timbul pada bayi 3-6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki.

Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak

yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan

pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala ke atas dan kedepan, lengan

ekstensi, tungkai tertarik keatas, kadang-kadang disertai tangisan atau teriakan, miosis

atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.

f. Bangkitan motorik.

Fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu atau

sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilangnya kesadaran. Penderita seringkali

dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan,

kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Manifestasi ini disebut

Jacksonian Marche

2. Epilepsi parsial (20% dari seluruh epilepsi parsial)

a. Bangkitan sensorik

Bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada korteks sensorik.

Bangkitan somatosensorik dengan fokus terletak di gyrus postcentralis memberi gejala

kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan

7

Page 8: LAPSUS EPILEPSI ANAK

kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar

ke neuron sekitarnya dan mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.

b. Epilepsi lobus temporalis

Jarang terlihat pada usia 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali.

Manifestasi klinis fokalitas ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya terletak di

lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu

dan kawasan asosiatif antara ketiga indera tersebut dengan kawasan penglihatan.

Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik. Manifestasi klinis ialah sebagai

berikut : kesadaran hilang sejenak, dalam keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk

kealam pikiran antara sadar dan mimpi, dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang

terdiri dari halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai

beberapa jam.

Diagnosis

Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu9 :

1. Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksisimal menuju bangkitan epilepsi

atau bukan epilepsi.

2. Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah bangkitan yang ada

termasuk jenis bangkitan apa (klasifikasi)

3. Pastikan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, atau epilepsi

apa yang diderita oleh pasien dan tentukan etiologinya.

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinik dalam

bentuk bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) yang ditunjang oleh gambaran

epileptiform pada EEG. Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis

adalah sebagai berikut10 :

1. Anamnesis

• Pola atau bentuk bangkitan

• Lama bangkitan

• Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan

• Frekuensi bangkitan

8

Page 9: LAPSUS EPILEPSI ANAK

• Faktor pencetus

• Ada atau tidak adanya penyakit lain yang diderita sekarang

• Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama

• Riwayat pada saat dalam kandungan, persalinan dan perkembangan bayi atau anak

• Riwayat terapi epilepsi sebelumnya

• Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisis umum dan neurologis

Dilakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan secara pediatris dan neurologis.

Diperiksa keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, jantung, paru, perut, hati dan limpa,

anggota gerak dan sebagainya. Hal yang perlu diperiksa antara lain adanya tanda-tanda

dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, misalnya trauma kepala, infeksi

telinga atau sinusitis, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus,

kecanduan alcohol atau obat terlarang dan kanker. Pada pemeriksaan neurologis

diperhatikan kesadaran, kecakapan, motoris dan mental, tingkah laku, berbagai gejala

proses intrakranium, fundus okuli, penglihatan, pendengaran, saraf otak lain, sistem

motorik (kelumpuhan, trofik, tonus, gerakan tidak terkendali, koordinasi, ataksia),

sistem sensorik (parastesia, hipestesia, anastesia), refleks fisiologis dan patologis.

3. Pemeriksaan penunjang:

• Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)

Merupakan pemeriksaan yang mengukur arus listrik dalam otak. Rekaman EEG

sebaiknya dilakukan pada saat bangun, tidur dengan stimulasi fotik, hiperventilasi,

stimulasi tertentu sesuai pencetus bangkitan (pada epilepsi refleks).

• Pemeriksaan pencitraan otak

MRI merupakan prosedur pencitraan pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi

dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. MRI dapat mendeteksi sklerosis

hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa. Pemeriksaan MRI

diindikasikan untuk epilepsi yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan.

• Pemeriksaan laboratorium

o Pemeriksaan darah, meliputi hemoglobin, leukosit, hematokrit, trombosit dan apusan

darah tepi, elektrolit, kadar gula, fungsi hati, fungsi ginjal.

9

Page 10: LAPSUS EPILEPSI ANAK

o Pemeriksaan cairan serebrospinal, bila dicurigai adanya infeksi SSP

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan primer pada penderita epilepsi bertujuan agar kualitas hidup

optimal untuk pasien sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik

maupun mental yang dimilikinya dapat tercapai. Tujuan tersebut hanya akan dicapai

melalui beberapa upaya yang diolah serta diterapkan secara holistik antara lain adalah

menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan, mencegah timbulnya efek

samping, menurunkan angka kesakitan dan kematian serta mencegah timbulnya efek

samping obat anti epilepsi.5

Tatalaksana epilepsi meliputi 3 bidang3 :

1. Penegakan diagnosis yang mengenai jenis bangkitan, penyebabnya dengan tepat

2. Terapi

3. Rehabilitasi, sosialisasi, edukasi

Terapi dapat dibagi dalam 2 golongan :

1. Terapi kausal

Terapi kausal dapat dilakukan pada epilepsi simptomatik yang sebabnya dapat ditemukan,

misalnya :

o Infeksi SSP dan selaputnya, diberikan antibiotic atau obat-obat lain yang dapat

memberantas penyebabnya

o Pada neoplasma dan perdarahan di dalam rongga intrakranium mungkin diperlukan

tindakan operatif

o Pada gangguan peredaran darah otak pemberian oksigen mungkin dapat membantu

mengatasi keadaan hipoksia yang terjadi.

2. Terapi medikamentosa anti kejang3,5

Prinsip terapi farmakologik pasien epilepsi anak pada umumnya sama dengan

prinsip terapi farmakologik pasien dewasa yaitu:

1. Obat-obat anti epilepsi mulai diberikan bila:

Diagnosis epilepsi telah ditegakkan

10

Page 11: LAPSUS EPILEPSI ANAK

Pasien, terutama keluarga pasien telah menerima penjelasan tentang tujuan

pengobatan

Pasien maupun keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping

obat anti epilepsi yang akan timbul.

2. Terapi dimulai dengan monoterapi.

3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai mencapai dosis

efektif.

4. Bila dengan pemberian dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol bangkitan,

maka perlu ditambahkan obat anti epilepsi kedua. Bila obat anti epilepsi telah mencapai

kadar terapi maka obat anti epilepsi pertama diturunkan bertahan (tapering off), perlahan-

lahan.

5. Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi

dengan penggunaan dosis maksimal kedua obat anti epilepsi pertama.

6. Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi bila:

•Dijumpai fokus epilepsi yang luas pada EEG

• Pada pemeriksaan CT scan atau MRI dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan,

misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak, ensefalitis herpes

• Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan

otak

•Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)

• Riwayat bangkitan simptomatik

• Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP

• Bangkitan pertama berupa status epileptikus.

7. Efek samping obat-obat anti epilepsi perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan

interaksi farmakokinetik antar obat anti epilepsi.

Obat-obatan Epilepsi

a. Golongan Hidantoin

Fenitoin

Merupakan golongan hidantoin yang sering dipakai. Kerja obat ini antara lain

penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak.

11

Page 12: LAPSUS EPILEPSI ANAK

Indikasi : epilepsi umum khususnya grandma tipe tidur, epilepsi fokal dan dapat juga untuk

epilepsi lobus temporalis

Dosis : dewasa 300-600 mg/hari, anak 4-8 mg/hari, maksimal 300 mg/hari

b. Golongan barbiturate

Fenobarbital

Merupakan golongan barbiturate yang bekerja lama (long acting). Kerjanya membatasi

penjalaran aktivitas serangan dengan menaikkan ambang rangsang

Indikasi : epilepsi umum khusus epilepsi Grand Mal tipe sadar, epilepsi fokal

Dosis : dewasa 200 mg/hari, anak 3-5 mg/kgBB/hari

c. Golongan benzodiazepine

Diazepam

Dikenal sebagai obat penenang, tetapi merupakan obat pilihan utama status epileptic

Dosis : dewasa 2-10 mg im/iv, dapat diulang setiap 4 jam. Anak >5 tahun 5-10 mg im/iv,

anak 1 bulan-5 tahun 0,2-2 mg im/iv

d. Golongan suksinimid

Etosuksimid

Indikasi : epilepsi petit mal murni

Dosis : 20-30 mg.kgBB/hari

e. Golongan anti epilepsi lainnya

Sodium valproat

Indikasi :epilepsi petit mal murni, dapat pula untuk epilepsi mempunyai cara kerja

menstabilkan keluar masuknya natrium pada sel otak

Indikasi : dapat dipakai pada epilepsi Petit Mal, dan pada epilepsi Grand Mal dimana

seranganya sering datang berhubungan dengan siklus menstruasi

Dosis : sehari total 8-30 mg/kgBB

Karbamazepin

Indikasi : epilepsi lobus temporalis dengan epilepsi Grand Mal

Dosis : dewasa 800-1200 mg/hari

12

Page 13: LAPSUS EPILEPSI ANAK

Pemakaian Obat Anti Epilepsi pada Anak4

Penderita epilepsi cenderung untuk mengalami serangan kejang secara spontan,

tanpa faktor provokasi yang kuat atau yang nyata. Timbulnya bangkitan kejang yang tidak

dapat diprediksi pada penderita epilepsi selain menyebabkan kerusakan pada otak, dapat

pula menimbulkan cedera atau kecelakaan. Kenyataan inilah yang membuat pentingnya

pemberian antikonvulsan pada pasien epilepsi. Antikonvulsi digunakan terutama untuk

mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizure). Golongan obat ini lebih

tepat dinamakan anti epilepsi sebab jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.

Terdapat dua mekanisme anti epilepsi yang penting yaitu:

1) Mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus

epileptik

2) Mencegah letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.

Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk dalam golongan terakhir ini.

Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dipahami dengan baik. Berbagai obat

antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama yang

mempengaruhi sistem inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai

antiepilepsi.

Obat antiepilepsi terbagi dalam delapan golongan. Empat golongan antiepilepsi mempunyai

rumus dengan inti berbentuk cincin yang mirip satu sama lain yaitu golongan hidantoin,

barbiturate, oksazolidindion dan suksinimid. Akhir-akhir ini karbamazepin dan asam

valproat memegang peran penting dalam pengobatan epilepsi; karbamazepin untuk

bangitan parsial sederhana maupun kompleks, sedangkan asam valproat terutama untuk

bangkitan lena maupun bangkitan kombinasi lena dengan bangkitan tonik klonik.

13

Page 14: LAPSUS EPILEPSI ANAK

Penghentian Obat Anti Epilepsi4,5

Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam menghentikan terapi obat

entiepilepsi yaitu:

1) Syarat umum untuk menghentikan pemberian obat antiepilepsi :

Pasien menjalani terapi secara teratur dan telah bebas dari bangkitan selama

minimal dua tahun

Gambaran EEG normal

Dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan

dalam jangka waktu 3-6 bulan

Penghentian dimulai dari satu obat antiepilepsi yang bukan utama.

2) Kekambuhan setelah penghentian obat antiepilepsi. Kekambuhan setelah penghentian

obat antiepilepsi akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan sebagai berikut:

• Semakin tua usia

• Epilepsi simptomatik

• Gambaran EEG yang abnormal

• Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan

• Tergantung banyak sindrom epilepsi yang diderita; sangat jarang pada sindrom epilepsi

benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentro-temporal, 5-25% pada epilepsi lena

masa kanak-kanak, 25-75% epilepsi parsial kriptogenik/simptomatik, 85-95% pada

epilepsy mioklonik pada anak.

• Penggunaan lebih dari satu obat antiepilepsi

• Masih mendapatkan satu atau lebih bangitan setelah memulai terapi

• Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.

Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari

bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali maka

gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis obat anti terapi), kemudian

dievaluasi kembali.

14

Page 15: LAPSUS EPILEPSI ANAK

Prognosis5

Pasien epilepsi yang berobat teratur, 1/3 akan bebas dari serangan paling sedikit 2

tahun dan bisa lebih dari 5 tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan, pasien tidak

mengalami serangan epilepsi lagi, dikatakan telah mengalami remisi. Diperkirakan 30%

pasien tidak mengalami remisi meskipun minum obat dengan teratur. Sesudah remisi,

kemungkinan munculnya serangan ulang paling sering didapat pada sawan tonik-klonik dan

epilepsi parsial kompleks. Demikian pula usia muda lebih mudah mengalami relaps

sesudah remisi.

15

Page 16: LAPSUS EPILEPSI ANAK

DAFTAR PUSTAKA

1. Octaviana F. Epilepsi. Medicinus. Vol 21 Desember 2008. FKUI

2. Purba SJ. Epilepsi : Permasalahan di Reseptor atau Neurotransmitter. Medicinus. Vol 21 Desember 2008. FKUI

3. Machfoed, Hasan M. Epilepsi.http://www.journal.unair.ac.id [diakses tanggal 18 Agustus 2010]

4. Kari K, Nara P. Epilepsi Anak. http://www.portalkalbe.co.id [diakses tanggal 18 Agustus 2010]

5. Lazuardi S. Buku Ajar. Neurologi Anak. Dalam: editor Soetomenggolo T, Ismael S. Pengobatan Epilepsi. Jakarta: BP IDAI; 2000.pp 237-38

6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI; 2003. p. 855-59

7. Heafield MT. Epilepsy. BMJ. Edisi 8 April 2000. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1117894/ [diakses tanggal 18 Agustus 2010]

8. Ilae. Epilepsy. http://www.ilae-epilepsy.org/visitors/Documents/10-epilepsy.pdf [diakses tanggal 18 Agustus 2010]

9. Haslam HA. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3. Dalam: editor Behrman, Kliegman, Arvin. Epilepsi. Jakarta : EGC; 2000. pp 2067-68

10. Christian M. Korff   Douglas R. Nordli Jr. Current Pediatric Therapy, 18th ed. In: Burg DF, editor. Epilepsy. USA: Saunders; 2006.

16

Page 17: LAPSUS EPILEPSI ANAK

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama / No.MR : Adi Saputra / 580569

Umur : 9 tahun

Ayah / Ibu : Gunawan / Marisem

Suku : Jawa

Alamat : Desa Jayapura Kecamatan Bunga Raya, Siak

Tanggal Masuk : 15 Agustus 2010

ANAMNESIS : alloanamnesis

Diberikan oleh : Ibu kandung

Keluhan utama : Kejang sejak 2 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 2 jam SMRS, pasien tiba-tiba kejang pada seluruh tubuhnya, tubuh pasien seperti

bergetar, sebelumnya pasien tidak demam, sebelum kejang pasien sadar dan sedang

beraktifitas. Pasien dibawa ke Bidan dan diberikan obat yang dimasukkan melalui lubang

dubur, namun kejang tidak berhenti, pasien kemudian dibawa ke RSUD Siak (perjalanan

memerlukan waktu ± 1 jam), selama perjalanan pasien tetap kejang, di RSUD Siak pasien

diberikan oksigen, diberikan obat yang dimasukkan melalui lubang dubur 2 kali, kemudian

dipasang infuse, tidak ada dimasukkan obat lewati infus. Setelah diberikan obat tersebut,

kejang pasien tetap tidak berhenti, pasien dirujuk ke RSUD Pekanbaru. Selama kejang,

tubuh pasien tidak membiru, keluar buih dari mulut, nafas bertambah cepat, tubuh pasien

tidak panas. Di perjalanan (± 1 jam) kejang pasien berhenti, pasien sadar.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami kejang sebelumnya tiga kali. Kejang pertama terjadi pada usia 7

tahun (2 tahun yang lalu ), kejang kedua dan ketiga terjadi pada tahun yang sama. Kejang

terjadi pada seluruh tubuh, lamanya ± 1/2 jam, sebelum dan sesudah kejang pasien sadar,

17

Page 18: LAPSUS EPILEPSI ANAK

kejang tidak didahului demam. Pengobatan yang didapat saat kejang diberikan bidan

berupa obat yang dimasukkan melalui lubang dubur. Pasien tidak ada mengkonsumsi obat

kejang rutin.

Mata kanan pasien tidak bisa melihat sejak kecil

Riwayat trauma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami kejang

Riwayat Orang Tua

Ayah pasien : Pekerjaan swasta, pendidikan tamat SMP

Ibu pasien : Pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan tamat SMP

Kesan orang tua kurang mampu

Riwayat Kehamilan

Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara.

Lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 4300 gram panjang badan tidak diketahui,

langsung menangis, tidak biru.

Saat lahir kedua mata pasien terlihat tidak normal, bagian hitam di mata terlihat sangat

kecil, didiagnosis dokter sebagai kelainan kongenital dan tidak bisa diobati

Persalinan normal ditolong bidan dan tidak memeriksakan kehamilan ke bidan secara

teratur. Selama kehamilan, ibu pasien tidak pernah menderita penyakit tertentu, tidak

pernah merokok, minum jamu maupun minum-minuman keras.

Riwayat makan dan minum

ASI (+) sampai umur 1 tahun

Pasien makan dengan frekuensi 3x/hari, porsi 1 piring, terdiri dari lauk dan sayur, susu (-)

Riwayat Imunisasi

Imunisasi lengkap

18

Page 19: LAPSUS EPILEPSI ANAK

Riwayat Tumbuh Kembang

Tersenyum : 4 bulan

Tengkurap : 9 bulan

Merangkak : 10 bulan

Berjalan : 18 bulan

Bersuara : 18 bulan

Berbicara beberapa kata : 3 tahun

Bermain dengan orang lain : 3 tahun

Pertumbuhan fisik pasien normal

Perkembangan pasien di usia 9 tahun : kontak mata : sulit dinilai, berbicara hanya kata-

kata, tidak bisa merangkai kalimat dengan baik, vokal suara tidak jelas, tidak bisa

berinteraksi baik dengan teman sebaya, menghitung dan membaca tidak bisa, tidak bisa

mandi dan berpakaian sendiri. Tahun ini pasien akan bersekolah di SLB (Sekolah Luar

Biasa).

KEADAAN PERUMAHAN DAN TEMPAT TINGGAL

Tinggal di rumah sendiri, permanen dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 6

orang, ventilasi baik, sumber air minum dari sumur dengan jarak antara sumur dengan

septic tank ± 10m. Membuang sampah di tempat pembuangan sampah.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Komposmentis (GCS 15)

Vital Sign : BP=100/70 mmHg, T =37,2°C, HR=100 ×/i, RR = 22 ×/i

Status Gizi : TB : 125 cm BB : 30 kg

CDC : BB ideal 24 kg

Status Gizi : 24/30 x 100% : 125 % (Obesitas)

Lingkar Kepala : 51 cm (Normal)

Kepala

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

19

Page 20: LAPSUS EPILEPSI ANAK

Mata kiri dan kanan : Palpebra : edema (-/-)

Konjungtiva : tidak anemis

Sklera : tidak ikterik

Pupil : sulit dinilai

Kornea : Mikrokornea

Pergerakan Bola Mata : tidak beraturan dan tidak bisa

dikontrol

Telinga : Tidak ada kelainan bawaan, serumen (-), nyeri tekan

aurikuler (-)

Hidung : Bentuk simetris, sekret (-)

Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, tidak hiperemis

Palatum tidak terbelah.

Leher : Tidak terdapat pembesaran kelenjar, kaku kuduk (-)

Paru-paru

Inspeksi : bentuk dada normal, gerak nafas simetris, retraksi iga (-)

Palpasi : Fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rh -/-, wh -/-

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba pada linea midklavikula sinistra RIC V

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, reguler, bising jantung (-)

Abdomen

Inspeksi : Perut datar, venektasi (-)

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitourinarius: dalam batas normal

Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler < 2 ”

20

Page 21: LAPSUS EPILEPSI ANAK

Refleks : Refleks fisiologis : Patella (+/+)

Bisep (+/+)

Refleks patologis : Babinsky (-/-)

Pemeriksaan rangsang meningeal :

o Kaku kuduk : (-)

o Brudzinky I : (-)

o Brudzinky II : (-)

o Kernig Sign : (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah

Tanggal 15 Agustus 2010

Hb : 11,2 gr%

Ht : 35,2 vol%

Leukosit : 16.900/mm3

Trombosit : 380.000 /mm3

GDS : 72 mg/dl

Elektrolit :

Na+ : 139 umol/l

K+ : 4,1 umol/l

Ca++ : 0,64 umol/l

Pemeriksaan urin

protein : (-)

reduksi : (-)

bilirubin : (+)

urobilinogen : 3,2 µmol/l

BJ : 1,005

pH : 6,0

21

sedimen:eritrosit 0 /LPBleukosit 3-4 /LPBep cell 2-3 /LPBcylinder 0 /LPKkristal 0 /LPBbakteri (-)

kejernihan : jernihwarna : kuningnitrit : (-)keton : (-)blood : (-)

Page 22: LAPSUS EPILEPSI ANAK

HAL-HAL YANG PENTING DARI ANAMNESIS

Pasien kejang sejak 2 jam SMRS

Kejang bersifat umum, tonik klonik, sebelum kejang pasien sadar, tidak ada demam

sebelumnya

Pasien diterapi dengan obat supposituria (kemungkinan diazepam), 1 kali di bidan dan 2

kali di RS Siak, kejang tetap tidak behenti

Selama kejang sianosis (-), takipneu (+), hipepireksia (-)

Setelah kejang berhenti pasien sadar

Pasien pernah mengalami kejang sebelumnya, tiga kali, kejang bersifat umum, lamanya ±

1 jam, sebelum dan sesudah kejang pasien sadar, tidak didahului demam. Tidak ada

konsumsi obat rutin

Riwayat kehamilan dan persalinan normal

Riwayat perkembangan pasien tidak normal

HAL-HAL PENTING DARI PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : komposmentis (GCS 15)

Suhu : 37,2 °C

Status Gizi : Obesitas

Mata : Kornea : Mikrokornea

Pergerakan Bola Mata : Nistagmus

Refleks : Refleks fisiologis : Patella (+/+)

Bisep (+/+)

Refleks patologis : Babinsky (-/-)

Pemeriksaan rangsang meningeal :

o Kaku kuduk : (-)

o Brudzinky I : (-)

o Brudzinky II : (-)

o Kernig Sign : (-)

22

Page 23: LAPSUS EPILEPSI ANAK

HAL-HAL YANG PENTING DARI PENUNJANG

Leukosit : 16.900 / mm3

DIAGNOSIS KERJA

Status epileptikus + Gangguan Perkembangan+ Nistagmus

PEMERIKSAAN ANJURAN

CT Scan

Pungsi lumbal

TERAPI

MEDIKAMENTOSA : Depakene Syrup 2 x 1 cth

DIIT

Kebutuhan Energi : 1920 kal

Diit : Makanan Biasa

Anjuran : Konsultasi ke Fisioterapis

PROGNOSIS

QUO AD VITAM : Bonam

QUO AD FUNGSIONAM : Dubia ad malam

23

Page 24: LAPSUS EPILEPSI ANAK

FOLLOW UP

Hari/Tgl Subjektif Objektif Assesment TerapiSenin 16 Agust 2010

Kejang (-), Demam (-), Sakit kepala (-)

Komposmentis, TD : 110/60, T : 36,50C, HR : 90x/I, RR: 22x/iKaku kuduk (-)Reflex patologis (-)

Epilepsi+gangguan perkembangan + nistagmusKonsul mata

Depakene 2x1 cth

Rabu17 Agust 2010

Kejang (-), Demam (-), Sakit kepala (-)

Komposmentis, TD : 110/60, T : 36,30C, HR : 89x/I, RR: 22x/iKaku kuduk (-)Reflex patologis (-)

Epilepsi +gangguan perkembangan+nistagmus

Pasien boleh pulang

Depakene 2x1 cth

PEMBAHASAN

Dari anamnesa dapat disimpulkan bahwa pasien mengidap epilepsi, yang

disimpulkan dari riwayat kejang pasien yang terjadi 2 tahun yang lalu, dimana kejang tidak

didahului demam, kejang pertama tersebut terjadi pada usia 7 tahun dan kejang berlangsung

lama. Pasien tidak mendapat terapi rumatan atas keluhan tersebut. Etiologi epilepsi pada

pasien tidak diketahui.

Pasien tidak mendapatkan terapi kejang sesuai standar, terapi yang diberikan hanya

sampai pada diazepam rectal, sehingga kejang pasien tidak berhenti dan lebih dari 30

menit. Secara definisi, kejang yang terjadi pada pasien dapat digolongkan status

epileptikus, karena kejang lebih dari 30 menit, dan tidak kembalinya kesadaran selama

kejang, namun pasien sendiri tidak mendapatkan terapi maksimal sesuai prosedur, sehingga

lamanya kejang kemungkinan diakibatkan tidak maksimalnya terapi yang diberikan.

Etiologi kambuhnya serangan epileptik pada pasien ini dipikirkan karena tidak

dikonsumsinya obat antikonvulsan secara teratur dan dari leukositosis dari hasil

laboratorium menunjukkan terjadi infeksi pada pasien yang dapat merupakan salah satu

pencetus kambuhnya serangan epileptik. Kekurangan dalam pelaporan kasus ini adalah

24

Page 25: LAPSUS EPILEPSI ANAK

penulis tidak menemukan sumber infeksi pada pasien. Seharusnya pasien ini diberikan

antibiotik berdasarkan pemeriksaaan laboratorium yang menunjukkan leukositosis.

Kelainan mata pada pasien sudah terjadi sejak lahir, jadi bukan merupakan

komplikasi dari penyakit pasien. Pasien mengalami gangguan perkembangan, hal ini

kemungkinan merupakan kelainan bawaan,karena dari anamnesis yang didapat

perkembangan pasien terlambat dari kecil. Sebaiknya pasien mendapat terapi dari

fisioterapi agar pasien mampu untuk melakukan pekerjaan sehari-hari, seperti mengurus

kebersihan diri dan makan.

Perlu pemeriksaan CT Scan untuk menemukan apakah ada kelainan pada

intrakranial pasien, dan pungsi lumbal untuk mengetahui apakah terdapat infeksi SSP,

selanjutnya perlu diberikan terapi rumatan untuk mencegah kambuhnya kejang.

25