lapsus anak nefrotik sindrome

42
LAPORAN KASUS NEFROTIK SINDROM OLEH : Ria Wulandari S (10700195) PEMBIMBING : dr. Agus Boediono, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAK

Upload: erick-rangga-junior

Post on 04-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

TRANSCRIPT

Page 1: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

LAPORAN KASUS

NEFROTIK SINDROM

OLEH :

Ria Wulandari S (10700195)

PEMBIMBING :

dr. Agus Boediono, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD NGANJUK

FAKULTA KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2015

Page 2: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

STATUS PASIEN

A. ANAMNESA

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Dimas

Usia : 11 tahun

Alamat : Bagor

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SD kelas 6

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal MRS : 18 September 2015

2. KELUHAN UTAMA

Bengkak pada kedua kelopak mata

3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke poli anak RSUD Nganjuk dengan keluhan bengkak pada kedua

mata sejak 2 hari yang lalu. Perut semakin lama semakin membesar sejak ± 3 hari

yang lalu. Pasien juga mengeluh badan terasa sedikit lemas sejak ± 1 minggu. BAK

(+) normal dengan warna kuning jernih dan BAB (+) normal.

4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riwayat nefrotik sindrome sejak 1 tahun yang lalu

Riwayat kejang (-)

Riwayat alergi obat (-)

Riwayat alergi makanan (-)

5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit seperti ini

6. RIWAYAT PENGOBATAN

Telah diberi obat yang diberikan rutin dari poli klinik anak

Page 3: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

B. PEMERIKSAAN FISIK

Berat Badan : 22 kg

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign

Tensi : 110/90 mmHg

Nadi : 88 x/menit

RR : 22 x/menit

t : 36,5 ˚c

Kelapa-Leher

Mata : Palpebra : Oedem (+)

Konjungtiva : Anemis (-)

Sklera : Icterus (-)

Pupil : Isokor 3 mm/ 3 mm

Reflek cahaya : (+)/(+)

Telinga : dalam batas normal

Hidung : dalam batas normal ,Dypneu (-)

Mulut : dalam batas normal ,sianosis (-).

Leher : Massa (-), pembesaran KGB (-)

Thorax

Inspeksi : Bentuk : simetris

Pergerakan : simetris

Retraksi ICS : retraksi (-)

Palpasi : Pergerakan nafas : normal

Fremitus raba : normal

Fremitus suara : normal

Perkusi : suara ketuk sonor

Auskultasi : Cor : S1-S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : vesikuler +/+ , Rhonki -/- ,Wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : Asites (+) ,jejas (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : undulasi (+), nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba

Page 4: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

Perkusi : tympani, Shifting dullnes (+)

Ekstremitas : akral hangat : (+)

edema : Ektermitas superior :(-)/(-)

Ektermitas inferior (-)/(-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Urin Lengkap ( 22-05-2015 )

Makroskopis

Warna Kuning muda Kuning

Kejernihan jernih Jernih

Kimia

Berat jenis 1.015 1.000-1.030

pH 7.5 4,5-8,0

Leukosit Negative sel/uL Negative

Nitrit Negative Negative

Protein negative mg/dL Negative

Glukosa Negative mg/dL Negative

Keton Negative mg/dL Negative

Urobilinogen Negative mg/dL Negative (<1.0)

Bilirubin Negative mg/dL Negative

Eritrosit Negative /uL Negative

Sediment Flowcytometry

Eritrosit 0.9 /uL <= 5

Leukosit 2.4 /uL <= 10

Epitel 2.6 /uL < 3.5

Silinder 0.13 /uL <= 0.47

Bakteri 3.0 /uL <= 26.4

Lain-lain Negative

2. Pemeriksaan Urin Lengkap ( 15-07-2015 )

Makroskopis

Warna Kuning muda Kuning

Page 5: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

Kejernihan Agak Keruh Jernih

Kimia

Berat jenis 1.015 1.000-1.030

pH 6.5 4,5-8,0

Leukosit Negative sel/uL Negative

Nitrit Negative Negative

Protein (+) 1 mg/dL Negative

Glukosa Negative mg/dL Negative

Keton Negative mg/dL Negative

Urobilinogen (+) 1 mg/dL Negative (<1.0)

Bilirubin Negative mg/dL Negative

Eritrosit Negative /uL Negative

Sediment Flowcytometry

Eritrosit 6.4 H /uL <= 5

Leukosit 12.4 H /uL <= 10

Epitel 18.0 H /uL < 3.5

Silinder 3.91 H /uL <= 0.47

Bakteri 37.2 H /uL <= 26.4

Lain-lain AMM. URATE (+)

3. Pemeriksaan Urin Lengkap ( 29-07-2015 )

Makroskopis

Warna Kuning muda Kuning

Kejernihan jernih Jernih

Kimia

Berat jenis 1.015 1.000-1.030

pH 8.0 4,5-8,0

Leukosit Negative sel/uL Negative

Nitrit Negative Negative

Protein (+) 2 mg/dL Negative

Glukosa Negative mg/dL Negative

Keton +/- mg/dL Negative

Urobilinogen Normal mg/dL Negative (<1.0)

Bilirubin Negative mg/dL Negative

Page 6: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

Eritrosit Negative /uL Negative

Sediment Flowcytometry

Eritrosit Negative sel/LPB 0 - 1

Leukosit 0 - 1 sel/LPB 0 - 4

Epitel 0 - 1 sel/LPB < 15

Silinder Negative sel/LPK NEG/hyalin 0 - 2

Bakteri Negative Negative

Lain-lain Negative

4. Pemeriksaan Kimia Darah ( 18-09-2015 )

Albumin 1.28 L g/dL 3.50-5.20

5. Pemeriksaan Urin Lengkap ( 18-09-2015 )

Makroskopis

Warna Kuning muda Kuning

Kejernihan Agak Keruh Jernih

Kimia

Berat jenis 1.015 1.000-1.030

pH 8.0 4,5-8,0

Leukosit Negative sel/uL Negative

Nitrit Negative Negative

Protein (+) 4 mg/dL Negative

Glukosa Negative mg/dL Negative

Keton +/- mg/dL Negative

Urobilinogen Normal mg/dL Negative (<1.0)

Bilirubin Negative mg/dL Negative

Eritrosit Negative /uL Negative

Sediment Flowcytometry

Eritrosit 20.5 H /uL <= 5

Leukosit 16.5 H /uL <= 10

Epitel 73.2 H /uL < 3.5

Silinder 60.82 H /uL <= 0.47

Bakteri 86.8 H /uL <= 26.4

Lain-lain BENANG MUCUS (+)

Page 7: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

D. DIAGNOSIS

Sindroma Nefrotik

E. FOLLOW UP

Tanggal SOAP18/9/2015 S: bengkak pada kedua kelopak mata, BAK (+) normal dengan warna

kuning jernih, makan dan minum (+) normal

O: KU : cukup Kesadaran : Compos Mentis TD : 110/90 mmHg, N : 84 x/mnt, RR : 24 x/mnt, t : 36,6 ˚C Abdomen : Asites (+)

A: Nefrotik Sindrom

P: Inf. D5 ½ NS 1500cc/24 jam Inj. Lasix 1 x 15 mg Inj. Ampisilin 3 x 500 mg Transfusi Albumin 20% → 50 cc

19/ 9/ 2015 S: kedua kelopak mata masih bengkak, BAK (+) normal dengan warna kuning jernih, makan dan minum (+) normal

O: KU : cukup Kesadaran : Compos Mentis TD : 100/70 mmHg, N : 88 x/mnt, RR : 24 x/mnt, t : 36.8 ˚C Kepala dan Leher : Palpebra 0edem (+) Abdomen : Asites (+)

A: Nefrotik Sindrom

P: Inf. D5 ½ NS 1500cc/24 jam Inj. Lasix 1 x 15 mg Inj. Ampisilin 3 x 500 mg Transfusi Albumin 20% → 50 cc Konsul gizi Diet TKTP + ekstra albumin

Page 8: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

Tanggal SOAP21/9/2015 S: kedua kelopak mata masih bengkak, BAK (+) normal dengan warna

kuning jernih, makan dan minum (+) normal O: KU : cukup Kesadaran : Compos Mentis TD : 100/70 mmHg, N : 92 x/mnt, RR : 22 x/mnt, t : 36 ˚C Kepala dan Leher : Palpebra 0edem (+) Abdomen : Asites (+)

A: Nefrotik Sindrom

P: Inf. D5 ½ NS 1500cc/24 jam Inj. Lasix 1 x 15 mg Inj. Ampisilin 3 x 500 mg

22/9/2015 S: bengkak pada kedua kelopak mata berkurang, BAK (+) normal dengan warna kuning jernih, makan dan minum (+) normal

O: KU : cukup Kesadaran : Compos Mentis TD : 100/70 mmHg, N : 94 x/mnt, RR : 24 x/mnt, t : 36,1 ˚C Kepala dan Leher : Palpebra 0edem (+) Abdomen : Asites (+)

A: Nefrotik Sindrom

P: Inf. D5 ½ NS 1500cc/24 jam Inj. Lasix 1 x 15 mg Inj. Ampisilin 3 x 500 mg Transfusi Albumin 20% → 50 cc

23/9/2015 S: bengkak pada kedua kelopak mata (-), BAK (+) normal dengan warna kuning jernih, makan dan minum (+) normal

O: KU : baik Kesadaran : Compos Mentis TD : 110/90 mmHg, N : 80 x/mnt, RR : 24 x/mnt, t : 36,2 ˚C Kepala dan Leher : Palpebra 0edem (-) Abdomen : Asites (-)

A: Nefrotik Sindrom

P: Inf. D5 ½ NS 1500cc/24 jam Inj. Lasix 1 x 15 mg Inj. Ampisilin 3 x 500 mg Terapi Oral : Prednisolone 3-3-3

Page 9: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

25/9/2015 S: bengkak pada kedua kelopak mata (-), BAK (+) normal dengan warna kuning jernih, makan dan minum (+) normal

O: KU : baik Kesadaran : Compos Mentis TD : 100/70 mmHg, N : 94 x/mnt, RR : 24 x/mnt, t : 36,5 ˚C GDA : 340

A: Nefrotik Sindrom

P: Inf. D5 ½ NS 1500cc/24 jam Inj. Ampisilin 3 x 500 mg Terapi Oral : Prednisolone 3-3-3 Diet tinggi karbohidrat rendah garam + ekstra albumin

26/9/2015 S: bengkak pada kedua kelopak mata (-), BAK (+) normal dengan warna kuning jernih, makan dan minum (+) normal

O: KU : baik Kesadaran : Compos Mentis TD : 110/70 mmHg, N : 80 x/mnt, RR : 24 x/mnt, t : 36,2 ˚C

A: Nefrotik Sindrom

P: Terapi Oral : Prednisolone 3-3-3 Diet tinggi karbohidrat rendah garam + ekstra albumin Cek Urin Lengkap

Page 10: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI SINDROM NEFROTIK

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), sindroma nefrotik merupakan gangguan

klinis ditandai dengan peningkatan protein dalam urin secara bermakna

(proteinuria), penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema, dan

serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).

Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat merusak

membran kapiler glomerolus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas

glomerolus.

Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan

permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan

kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004)

2. EPIDEMIOLOGI

Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai pada usia

2-7 tahun. Rasio laki-laki ; perempuan= 2:1 sedangkan pada masa remaja dan dewasa

rasio ini berkisar 1:1.2 Penelitian di Selandia Baru menemukan insidens sindrom

nefrotik hampir 20 per 1 juta kasus pada anak-anak berusia dibawah 15 tahun. Pada

populasi tertentu, seperti di Finlandia atau Mennonite, sindrom nefrotik kongenital

dapat terjadi pada 1/10.000 atau 1/500 kelahiran. Berdasarkan ISKDC 84.5% dari

semua anak dengan sindrom nefrotik primer mempunyai gambaran histologik

sindrom nefrotik kelainan minimal, 9.5% glomerulosklerosis fokal, 2.5% mesangial,

3.5% nefropati membranosa atau penyebab lainnya.( Cohen EP, 2010)

3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap

sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya

etiologi dibagi menjadi :

a. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya

adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap

Page 11: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan

ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya

penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

b. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh :

Malaria kuartana atau parasit lainnya.

Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.

Glumerulonefritis akut atau kronik.

Trombosis vena renalis.

Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.

Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif

hipokomplementemik.

Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis,

sindrom Alport, miksedema.

Infeksi : hepatitis B, malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute

Bacterial Endocarditis, Cytomegalic Inclusion Disease, lepra, sifilis,

streptokokus, AIDS.

Toksin dan alergen: logam berat (Hg), Trimethadion, paramethadion,

probenecid, penisillamin, vaksin polio, tepung sari, racun serangga, bisa

ular.

Penyakit sistemik bermediasi imunologik: Lupus Eritematosus Sistemik,

purpura Henoch-Schonlein, sarkoidosis.

Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, Leukemia, tumor

gastrointestinal.

Penyakit perdarahan : Hemolytic Uremic Syndrome1

c. Sindrom nefrotik idiopatik

Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Berdasarkan

histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa

dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi :

Kelainan minimal

Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu.

Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding

kapiler glomerulus.

Page 12: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

Nefropati membranosa

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar

tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

Glomerulonefritis proliferatif

- Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel

mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan

sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.

- Dengan penebalan batang lobular.

Terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang

lobular.

- Dengan bulan sabit ( crescent)

Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai

kapsular dan viseral. Prognosis buruk.

- Glomerulonefritis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai

membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA

rendah. Prognosis buruk.

Lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas.

d. Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering disertai atrofi

tubulus. Prognosis buruk.

Faktor Resiko Sindrom Nefrotik

Adapun beberapa faktor yangdapat menyebabkan seseorang menderita Nephrotic

Syndrome adalah:

Penyakit atau keadaan tertentu  beberapa keadaan ataupun penyakit dapat

mempertinggi resiko untuk menderita Nephrotic Syndrome, contoh: diabetes,

amyloidosis dll.

Pengobatan atau obat-obatantertentu  penggunaan obat antiinflamasi dan obat

untuk mengobati infeksi juga dapat mempertinggi resiko untuk terkena Nephrotic

Syndrome.

Infeksi tertentu seperti HIV, Hepatitis B/C, dan Malaria.

(Mansjoer Arif. 2000)

Page 13: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

4. KLASIFIKASI

Klasifikasi berdasarkan etiologi:

I. Sindrom nefrotik pada anak-anak / infantil.

Sindrom nefrotik infantil adalah sindrom nefrotik yang terjadi pada usia tiga

bulan sampai satu tahun, sedangkan jika terjadi sebelum usia tiga bulan

disebut sebagai sindrom nefrotik kongenital. Indonesia dilaporkan ada enam

per 100.000 anak per tahun menderita sindrom nefrotik.

a. Sindrom nefrotik infantil

Sangat jarang ditemukan, sindrom ini dapat disebabkan nail patella

syndrome, pseudohermaphroditism, XY gonadal disgenesis, tumor

Wilms, intoksikasi merkuri, sindrom hemolitik uremik, dan infeksi

seperti sifilis, virus sitomegalo, hepatitis, rubela, malaria, dan

toksoplasmosis. Prognosis sindrom nefrotik infantil umumnya buruk

tetapi masih lebih baik daripada prognosis sindrom nefrotik kongenital

(Pardede S.O., 2002).

b. Sindrom nefrotik kongenital.

Merupakan penyakit familial, timbul dalam beberapa hari/ minggu

setelah lahir. Biasa menimbulkan kematian sebelum bayi berusia satu

tahun (Himawan S., 1979)

II. Sindrom nefrotik pada dewasa:

a) Glomerulonefritis primer (Sebagian besar tidak diketahui sebabnya).

Glomerulonefritis membranosa

Jarang menjadi penyebab SN pada anak tetapi sering pada dewasa.

Hampir semua pada orang dewasa. Pada mikroskop biasa terlihat

gambaran penebalan dinding kapiler, pada mikroskop elektron terlihat

kelainan membrana basalis. Kelainan ini jarang memberikan respon

terhadap steroid dan prognosis mortalitas lebih kurang 50%

(Himawan S., 1979).

Glomerulonefritis Kelainan Minimal

Merupakan penyebab utama SN anak-anak, Pada dewasa hanya 20%.

Dengan mikroskop biasa tidak tampak kelainan yang jelas pada

glomerulus sedangkan ada mikroskop elektron dapat dilihat sel epitel

kapiler glomerulus yang membengkak dan bervakuol. Fungsi ginjal

Page 14: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

biasanya tidak banyak terganggu dan tidak ada hipertensi

(Himawan S, 1979).

Penampakan yang tidak biasa yaitu hipertensi (30% pada anak-anak

dan50% pada dewasa), hematuri (20% pada anak-anak dan 30% pada

dewasa) dan penurunan fungsi ginjal (kurang dari 5% pada anak-anak

dan 30% pada dewasa) (Braunwald E., 2008).

Prognosis kelainan ini relatif paling baik. Pengobatannya ialah dengan

pemberian steroid. Sering mengalami remisi spontan, akan tetapi sering

pula kambuh (Himawan S., 1979).

Glomerulonefritis membranoproliferatif

Biasa ditemukan pada anak besar dan orang dewasa muda. Perjalanan

penyakit progresif lambat, tanpa remisi dan berakhir dengan payah

ginjal. Ciri khasnya adalah kadar komplemen serum yang rendah.

(Himawan S., 1979).

Glomerulonefritis pasca streptokok

b) Glomerulonefritis sekunder akibat:

1) Infeksi

i. HIV, hepatitis virus B dan C

ii. Sifilis, malaria, skistosoma

iii. Tuberkulosis, lepra

2) Keganasan

Adenokarsinoma paru, kanker payudara, kolon, bronkus, limfoma

hodgkin, myeloma multiple, dan karsinoma ginjal

3) Penyakit jaringan penghubung

Lupus eritematosus sistemik, arthritis reumatoid, MCTD (Mixed

connective tissue disease)

4) Efek Obat dan Toksin

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAIN), preparat emas, penisilamin,

kaptopril, heroin

5) Lain-lain: Diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklampsia, rejeksi

alograf kronik, refluks vesikoureter, atau sengatan lebah.

(Prodjosudjadi W., 2006).

Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab yang paling sering

(Prodjosudjadi W, 2006). Perlu diingat bahwa penyakit-penyakit yang termasuk

Page 15: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

golongan nefrosis, yaitu penyakit yang terutama mengenai tubulus, tidak ada yang

menyebabkan SN (Himawan S., 1979).

Menurut tinjauan dari Robson pada lebih dari 1400 kasus, beberapa jenis

glomerulonefritis primer merupakan penyebab dari 78% sindrom nefrotik pada orang

dewasa dan 93% pada anak-anak. Pada 22% orang dewasa keadaan ini disebabkan

oleh gangguan sistemik (terutama diabetes, amiloidosis, dan thrombosis vena renalis),

dimana ginjal terlibat secara sekunder atau karena mengalami respon abnormal

terhadap obat atau alergen lain (Wilson L.M.,1995).

5. PATOFISIOLOGI

Sindroma nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma, yang menimbulkan proteinuria,

hipoalbuminemia, hyperlipidemia, dan edema. Meningkatnya permeabilitas dinding

kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan

terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan

menurunnya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan

Intravaskuker berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut

menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah

aliran darah ke renal karena hypovolemic. Karena terjadi penurunan darah ke renal,

maka ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin-

angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretic hormone (ADH) dan sekresi

aldosterone yang kemudian terjadi retensi natrium dan air yang akan menyebabkan

edema/ascites.

Pada sindroma nefrotik terjadi peningkatan kolesterl dan trigliserida serum

akibat dari peningkatan produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan

penurunan tekanan onkotik plasma. Adanya hyperlipidemia juga akibat dari

meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul karena kompensasi

hilangnya protein, dan lemak yang banyak dalam urin (lipiduria). Hipoalbuminemia

disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme abumin

ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk

mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun.

Proteinuria merupakan kelainan dasar sndroma nefrotik. Proteinuria sebagian

besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dan hanya sebagian

kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas membrane

Page 16: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap

protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin.

Derajat proteinuria tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan

glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70kD melalui membrane

basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier (suatu polyanionic

glycosaminoglycan) dan size selective barrier.

Pada hyperlipidemia, kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL),

low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density

lipoprotein (HDL) dapat meningkat, noemal, atau menurun. Hal ini disebabkan

peningkatan sintesis lipis di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan

pengeluaran lipoprotein, VLDL,kilomikron dan intermediate density lipoprotein dari

darah. Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin

serum dan penurunan tekanan onkotik.

Lipiduria, lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin.

Sumber lemak ini berasal dari filtrate lipoprotein melalui membrane basalis

glomerulus yang permeable.

Edema sebagai salah satu manifestasi klinis dari sindroma nefrotiik

disebabkan oleh penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemia dan

retensi natrium (teori underfill). Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin,

aldosterone, hormone antidiuretic dan katekolamin plasma serta penurunan atrial

natriuretic peptide (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume

plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan eksresi fraksional natrium klorida

dan air yang menyebabkan edema berkurang.

Membran glomerulus yang normalnya impermeable terhadap albumin dan

protein lain menjadi permeable terhadap protein terutama labumin, yang melewati

membran dan ikut keluar bersama urin. Hal ini menurunkan kadar albumin di da;am

tubuh, menurunkan cairan osmotik koloid dalam kapiler yang mengakibatkan

akumulasi cairan di interstitial (edema) dan pembengkakan tubuh, biasanya pada

abdomen (ascites). Berpindahnya cairan dari plasma ke interstitial menurunkan

volume vaskuler, yang akan mengaktifkan stimulasi RAA dan sekresi ADH serta

aldosteron. Reabsorbsi tubulus ginjal terhadap air akan meningkatkan volume

intravaskuler (Smeltzer,et al, 2010; Shearer,Kaysen, 2001; Shearer, Stevenson, 2001).

6. MANIFESTASI KLINIS NEFROTIC SYNDROME

Page 17: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

Manifestasi klinis yang bisa ditimbulkan diantaranya adalah:

a. Anoreksia

b. Keletihan

c. Pucat

d. Diare

e. Nyeri abdomen

f. Penurunan haluran urine. Urine dapat tampak berbusa atau bergelembung

g. Periorbital (biasanya tanda pertama), edema pedal dan pratibial sampai edema

seluruh tubuh (anasarka), berat badan meningkat, asites dan efusi pleura.

Pembengkakan labia atau skrotum juga dapat terjadi. Dengan edema yang khas,

anak mungkin terlihat pucat dan mengalami gawat napas.

h. Kulit mengilat dengan vena menonjol

i. Penurunan tekanan darah yang ringan atau normal

j. Peningkatan kerentanan terhadap infeksi, terutama pneumonia, peritonitis,

selulitis, dan septikemia; anak rentan terhadap infeksi sekunder karena

imunoglobulin hilang melalui urine.

(Muscari, 2005)

Walaupun gejala pada akan bervariasi seiring dengan perbedaan proses penyakit,

gejala yang paling sering berkaitan dengan sindrom nefrotik adalah

1. Penurunan haluaran urine dengan urine berwarna gelap, berbusa

2. Retensi cairan dengan edema berat (edema fasiel, abdomen, area genital dan

ekstremitas)

3. Distensi abdomen karena edema edema dan edema usus yang mengakibatkan

kesulitan bernapas, nyeri abdomen, anoreksia dan diare

4. Pucat

5. Keletihan dan intoleran aktivitas

6. Nilai uji laboratorium abnormal

(Sowden, 2009)

Manifestasi klinis dari sindrom nefrotik (Baradero, 2009) adalah edema berat di

seluruh tubuh (anasarka), proteinuria berat, hipoalbuminemia dan hiperlipidemia.

Pasien juga mengalami anoreksia, dan merasa cepat lelah. Pasien wanita dapat

mengalami amenorea.

Page 18: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

Manifestasi klinis sindrom nefrotik

Fungsi Normal

Kapiler glomerular tidak

permeabel terhadap protein

serum. Plasma protein

membentu tekanan osmotik

koloid untuk menahan

cairan intraselular.

Patofisiologi

Kapiler glomerular

menjadi permeable

(berpori pori) terhadap

protein serum dan

mengakibatkan proteinuria

dan tekanan osmotik

serum menurun. Filtrasi

glomerular juga menurun

Manifestasi Klinis

Edema anasarka,

proteinuria berat,

hipoalbuminemia, dan

hiperlipidemia.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Tes dan prosedur yang digunakan untuk mendiagnosis sindrom nefrotik meliputi:

1.) Urine tes

Urinalisis dapat mengungkapkan kelainan pada urin, seperti sejumlah besar

protein, jika terdapat sindrom nefrotik. Sampel urin dikumpulkan selama 24 jam

untuk mengukur ukuran yang akurat dari protein dalam urin. Volume biasanya

kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment

kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.

Protein urin à >3,5g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari

Urinalisa à cast hialin dan granular, hematuria

Dipstick urin à positif untuk protein dan darah

Berat jenis urin à meningkat (normal : 285 mOsmol)

2.) Tes darah.

Jika pasien memiliki sindrom nefrotik, sebuah tes darah mungkin menunjukkan

rendahnya tingkat protein albumin (hipoalbuminemia) khusus dan, sering,

penurunan tingkat protein darah secara keseluruhan. Kehilangan albumin sering

dikaitkan dengan peningkatan kolesterol darah dan trigliserida darah. Kreatinin

Page 19: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

dan urea serum darah juga dapat diukur untuk menilai fungsi ginjal secara

keseluruhan. Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun.

Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat

sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau

pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fosfat dan magnesium

meningkat.

3.) Biopsi jaringan ginjal untuk pengujian.

Dokter mungkin menyarankan prosedur yang disebut ginjal biopsi untuk

mengambil sedikit sampel jaringan ginjal untuk pengujian. Selama biopsi ginjal,

jarum khusus dimasukkan melalui kulit dan masuk ke ginjal. Jaringan ginjal

dikumpulkan dan dikirim ke laboratorium untuk pengujian. Biopsi ginjal bisa

menunjukkan salah satu bentuk glomerulonefritis kronis atau pembentukan

jaringan parut yang tidak spesifik pada glomeruli

4.) Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan

5.) USG Ginjal, dan CT scan ginjal datau IVP untuk menunjukkan pengkisutan ginjal

6.) Anamnesis : bengkak seluruh tubuh,buang air kecil keruh•Pemeriksaan fisis:

edema anasarka,asites

7.) Laboratorium: Proteinuria masif >3,5 gram / 24 jam / 1,73

m2,hiperlipidemia,hipoalbuminemia (<3,5 gram/dl),lipiduria,hiperkoagulabilitas.

Diagnosis etiologi berdasarkan biopsi ginjal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Urinalisis,ureum,kreatinin,tes fungsi hati, profil lipid, DPL, elektrolit, gula darah,

hemostatis, pemeriksaan imunologi, biopsi ginjal, protein urin kuatitatif.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya. Mengobati infeksi

penyebab sindrom nefrotik dapat menyembuhkan sindrom ini. Jika penyebabnya

adalah penyakit yang dapat diobati (misalnya: penyakit Hodgkin atau kanker lainnya),

maka mengobatinya akan mengurangi gejala ginjal. Jika penyebabnya adalah

kecanduan heroin, maka menghentikan pemakaian heroin pada stadium awal sindrom

Page 20: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

nefrotik, bias menghilangkan gejala-gejalanya. Penderita yang peka terhadap cahaya

matahari, racun pohon ek, racun pohonivy atau gigitan serangga, sebaiknya

menghindari bahan-bahan tersebut. Desensitisasi bisa menyembuhkan sindrom

nefrotik akibat racun pohon ek, racun pohon ivy atau gigitan serangga. Jika

penyebabnya adalah obat-obatan, maka untuk mengatasi sindrom nefrotik, pemakaian

obat harus dihentikan.

Pengobatan yang umum adalah diet yang mengandung protein dan kalium

dengan jumlah yang normal dengan lemak jenuh dan natrium yang rendah. Protein 3-

5gr/kgBB/hari. Kalori rata-rata: 100kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema

berat. Bila tanpa edema diberi 1-2gr/hari. Pembatasan cairan terjadi bias terdapat

gejala gagal ginjal. Terlalu banyak protein akan meningkatkan kadar protein dalam air

kemih. ACE inhibitors (misalnya captopril,lisinopril) biasanya menurunkan

pembuangan protein dalam kandung kemih dan menurunkan kosentrasi lemak dalam

darah. Tetapi penderita yang mempunyai kelainan fungsi ginjal yang ringan atau

berat, obat tersebut dapat meningkatkan kadar kalium darah. Jika cairan tertimbun di

perut, untuk mengurangi gejala dianjurkan makan dalam porsi kecil tetapi sering.

Tirah baring dianjurkan bila ada edema hebat atau ada komplikasi. Bila edema

sudah berkurang atau tidak ada komplikasi maka aktifitas fisik tidak memperngaruhi

perjalanan penyakit. Sebaliknya tanpa ada aktifitas dalam jangka waktu yang lama

akan mempengaruhi kejiwaan anak.

Tekanan darah tinggi biasanya diatasi dengan diuretic. Diuretic juga dapat

mengurangi penimbunan cairan dan mengurangi pembengkakan jaringan,tetapi bisa

meningkatkan resiko terbentuknya pembekuan darah. Pemberian diuretic terbatas

pada anak dengan edema berat, gangguan pernapasan,gangguan gastrointestinal atau

obstruksi urethra yang disebabkan oleh edemahebat ini. Pada beberapa kasus SN yang

disertai anasarka, dengan pengobatankortikosteroid tanpa diuretik, edema juga

menghilang. Metode yang lebih aktifdan fisiologik untuk mengurangi edema adalah

yang merangsang dieresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin):

0,5-1gr/kgBB selama satu jam yang disusul kemudian oleh furosemid I.V

1-2mg/kgBB/hari. Pengobatan ini bisa diulangi selama 6 jam bila perlu. Diuretic yang

biasa dipakai adalah diuretic jangka pendek seperti furosemid atau asam etakrinat.

Pemakaian diuretic yang berlangsung lama dapat menyebabkan:

Hipovolemia

Hipokalemia

Page 21: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

Alkalosis

Hiperuricemia

Selain itu pengobatan juga bisa dilakukan dengan antibiotic maupun

kortikosteroid. Antibiotik diberikan apabila ada tanda-tanda infeksi sekunder.

Pengobatan dengan kortikosteroid terutama diberikan pada SN yang sensitif terhadap

kortikosteroid yaitu pada SNKM. Bermacam-macam cara yang dipakai tergantung

pengalaman dari tiap senter, tetapi umumnya dipakai cara yang diajukan oleh

International Colaborative Estudy of Kidney Disease in Children (ISKDC, 1976).

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-

gesa memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10%

kasus. Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14

hari.Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan

sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :

Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak

dengan sindrom nefrotik

Page 22: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan

untuk memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60mg/m2/hari

dengan dosis maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan

dosis rumatan sebesar 40 mg/m² /hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi

hari selama 4 minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.

a. Sindrom nefrotik serangan pertama

1. Perbaiki keadaan umum penderita:

Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke

bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan

penurunan fungsi ginjal.

Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau

albumin konsentrat.

Berantas infeksi.

Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema

anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu

aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat anti hipertensi.

2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah

diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita

mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi

spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau

kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu

waktu 14 hari.

b. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse

ditegakkan.

Perbaiki keadaan umum penderita.

1. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Page 23: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4

kali dalam masa 12 bulan.

Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m² /hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80

mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m²/48 jam, diberikan

selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4minggu. Setelah 4

minggu, prednison dihentikan.

2. Sindrom nefrotik kambuh sering

Sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali

dalam masa 12 bulan.

Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m²/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80

mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m²/48 jam,diberikan

selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4

minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m² /48 jam diberikan

selama 1 minggu, kemudian30 mg/m² /48 jam selama 1 minggu, kemudian

20 mg/m²/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m²/48 jam selama 6

minggu, kemudian prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral2-3

mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu

siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi

anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan awal, relapse

frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk

biopsi ginjal.

Prinsip pengobatan Sindrom Nefrotik

Patofisiologi Pengobatan

Page 24: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

1. Kerusakan glomerulus Imunosupresif

Antikoagulan

Anti agregasi trombosit

2. Kehilangan protein Diet rendah protein (hewani)

3. Hipoalbuminemia & penurunan tekanan

onkotik

Infuse salt poor human albumin

4. Sekresi aldosteron Diuretic spironolokton

5. Retensi natrium dan air Diuretic furosemid

Diet rendah garam

6. Sembab yang resisten Ultrafiltrasi

Sedangkan penatalaksanaan medik Sindroma Nefrosis menurut Arif Mansjoer,

2000 adalah sbb :

Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang

lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan

menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 –3gram / kgBB / hari.

Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan

diuretik, biasanya furosemid 1 mg / kgBB / hari. Bergantung pada beratnya

edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan

hididroklortiazid ( 25 –50 mg / hari ), selama pengobatandiuretik perlu

dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan

intravaskuler berat.

Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Studyof

Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :

a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg / hari luas

permukaan badan ( 1bp ) dengan maksimum 80 mg / hari.

b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan

dosis 40 mg / hari / 1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis

maksimum 60 mg / hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka

pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.

Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi.

Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.

9. Komplikasi

Page 25: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

1. Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Kadar kolesterol

pada umumnya meningkat sedangkan trigliserida bervariasi dari normal sampai

sedikit tinggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan oleh meningkatnya LDL

(low density lipoprotein) yaitu sejenis lipoprotein utama pengangkut kolesterol.

Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan oleh peningkatan sintesis hati tanpa

gangguan katabolisme hati. Mekanisma hiperlipidemia pada SN dihubungkan

dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati dan menurunnya

katabolisme.

2. Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai oleh akumulasi lipid pada debris

sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval (oval fat bodies) dan fatty cast.

Lipiduria lebih dikaitkan dengan protenuria daripada dengan hiperlipidemia.

3. Tromboemboli sering ditemukan pada SN akibat peningkatan koagulasi

intravascular. Pada SN akibat GNMP kecenderungan terjadinya trombosis vena

renalis cukup tinggi. Emboli paru dan trombosis vena dalam (deep vena

trombosis) sering dijumpai pada SN.

Terjadinya

4. Infeksi oleh kerana defek imunitas humoral, selular, dan gangguan system

komplemen. Oleh itu bacteria yang tidak berkapsul seperti Haemophilus

influenzae and Streptococcus pneumonia boleh menyebabkan terjadinya infeksi.

Penurunan IgG, IgA dan gamma globulin sering ditemukan pada pasien SN oleh

kerana sintesis yang menurun atau katabolisme yang meningkat dan bertambah

banyaknya yang terbuang melalui urine.

5. Gagal ginjal akut disebabkan oleh hypovolemia. Oleh kerana cairan berakumulasi

di dalam jaringan tubuh, kurang sekali cairan di dalam sirkulasi darah. Penurunan

aliran darah ke ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik dan

timbulnya nekrosis tubular akut.

6. Syok : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang

menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan syok.

(Wiguno Prodjosudjadi. 2006, Gunawan, C.A, Sukandar E, Sulaeman R., 1990)

Page 26: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

Referensi

1. Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica

Ester. Jakarta: EGC.

2. Smetlzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2002. Brunner & Suddart : Buku ajar

keperawatan Medikal Bedah Vol.1. Alih bahasa : Agung waluyo, dkk. Editor :

Monica Ester, Ellen Panggabean. Edisi 8. Jakarta : EGC.

3. Wiguno Prodjosudjadi, Divisi Ginjal Hipertensi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

edisi ke-4, Aru W.Sudoyo, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006

4. Cohen EP. Nephrotic Syndrome. [online] 20 December 2010 [cited 18 Januari

2011]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/244631-overview

5. Gunawan, C.A, Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Bagian/ SMF

Ilmu Penyakit Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Universitas

Mulawarman / RSUD A.Wahab Sjahranie Samarinda

6. Sukandar E, Sulaeman R. Sindroma nefrotik. Dalam : Soeparman, Soekaton U,

Waspadji S et al (eds). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;

1990. p. 282-305.

7. Marcellius S.K., Siti S. (Ed).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.

Jakarta, Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal.513-15

8. Mansjoer A., Kuspuji T., Rakhmi S., Wahyu I.W., Wiwiek S.,(Ed). 2001. Sindrom

nefrotic dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta. Penerbit

Media Aesculapius FKUI. Hal. 525-27

9. Pardede S.O., 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia kedokteran. No.134.

Hal. 32-37

10. Prodjosudjadi W., 2006. Sindrom Nefrotik dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A.,

Marcellius S.K., Siti S. (Ed).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.

Jakarta, Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal. 1174 - 81

Page 27: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

11. Baradero, 2009, Seri asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal, Jakarta:EGC,

http://books.google.co.id/books?

id=i9mAClWMwKIC&pg=PA43&dq=penyakit+nefrotik+sindrom&hl=id&sa=X&e

i=YbmlUem_FdHqrQeFo4GgCw&ved=0CDwQ6AEwBA#v=onepage&q=penyakit

%20nefrotik%20sindrom&f=false

12. Muscari, Keperawatan Pediatrik, 2005, Jakarta: EGC

http://books.google.co.id/books?

id=Xo5iH7MSZCIC&pg=PA352&dq=penyakit+nefrotik+sindrom&hl=id&sa=X&e

i=YbmlUem_FdHqrQeFo4GgCw&ved=0CEEQ6AEwBQ#v=onepage&q=penyakit

%20nefrotik%20sindrom&f=false

13. Sowden, 2009, Buku Saku Keperawatan Pediatri,

Jakarta:EGChttp://books.google.co.id/books?

id=j_ScFduyerMC&pg=PA442&dq=penyakit+nefrotik+sindrom&hl=id&sa=X&ei=

YbmlUem_FdHqrQeFo4GgCw&ved=0CC8Q6AEwAQ#v=twopage&q=penyakit

%20nefrotik%20sindrom&f=true

14. Caridi G, Bertelli R, Carrea A, et al. 2001. Prevalence, genetics, and clinical

features of patients carrying podocin mutations in steroid-resistant nonfamilial focal

segmental glomerulosclerosis. J Am Soc Nephrol; 12: 2742–46.

15. Green G, Kim J, Winkler C, et al. 2002. Genetic polymorphisms in CD2AP are

common in patients with glomerular disease. J Am Soc Nephrol; 13: 39 (abstr).

16. Karle SM, Uetz B, Ronner V, Glaeser L, Hildebrandt F, Fuchshuber A. 2002. Novel

mutations in NPHS2 detected in both familial and sporadic steroid-resistant

nephrotic syndrome. J Am Soc Nephrol; 13: 388–93.

17. Shearer GC, Kaysen GA. 2001. Proteinuria and plasma compositional changes

contribute to defective lipoprotein catabolism in the nephrotic syndrome by separate

mechanisms. Am J Kidney Dis: 37 (suppl 2): S119–22.

18. Shearer GC, Stevenson FT, Atkinson DN, Jones H, Staprans I, Kaysen GA. 2001.

Hypoalbuminemia and proteinuria contribute separately to reduced lipoprotein

catabolism in the nephrotic syndrome. Kidney Int; 59: 179–89.

19. Smeltzer, Suzanne C., Brenda G. Bare., Janice L.L., et al. 2010. Brunner &

Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 12 Ed. Vol 1. Philadelphia:

Wolters kluwer health / lippincott williams & wilkins.

Page 28: LAPSUS ANAK Nefrotik Sindrome

20. Anggraini, Shindy, (2012). Urinary System Disease : “Neprhotic Syndrome”.

http://blog.ub.ac.id/shinanri/2012/06/24/sindrom-nefrotik/, diakses tanggal 29 mei

2013 pkl 17.11