referat baby blues sindrome bg ryan

23
BAB I PENDAHULUAN Kehamilan dan periode setelah melahirkan merupakan transisi besar dalam hidup dengan perubahan dan tantangan pada seorang wanita. Perbedaan antara respons alami terhadap transisi ini dan pengobatan gangguan yang membutuhkan bisa sulit untuk dideteksi, baik untuk ibu baru dan untuk orang-orang di sekelilingnya. Bagi banyak wanita, pada periode ini terjadi peningkatan kerentanan psikologis dan kesusahan, yang terdeteksi di seluruh spektrum baik bagi kesejahteraan wanita itu, ikatan antara ibu dan anak, dan untuk seluruh keluarga. 1 Seorang wanita akan mengalami perubahan hormon dalam tubuhnya, rutinitas sehari-hari dan tidur pola. Tidaklah mengherankan bahwa banyak wanita merasa sedih, kewalahan dan menangis pada periode ini. 2 Literatur umumnya menggambarkan tiga jenis distress: postnatal blues/baby blues, depresi pasca melahirkan, dan psikosis pasca kelahiran. Baby blues (ketidakstabilan mood dan depresi ringan) adalah reaksi yang relatif normal dalam kehidupan yang dapat dianggap sebagai pelepas ketegangan setelah kelahiran. Ketidakstabilan emosional selama hari-hari pertama setelah lahir dialami oleh 50-80% dari semua wanita. Masalah tidur, gangguan konsentrasi, mudah menangis dan 1

Upload: momoesesha

Post on 15-Nov-2015

35 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

dfgbdhdgd

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Kehamilan dan periode setelah melahirkan merupakan transisi besar dalam hidup dengan perubahan dan tantangan pada seorang wanita. Perbedaan antara respons alami terhadap transisi ini dan pengobatan gangguan yang membutuhkan bisa sulit untuk dideteksi, baik untuk ibu baru dan untuk orang-orang di sekelilingnya. Bagi banyak wanita, pada periode ini terjadi peningkatan kerentanan psikologis dan kesusahan, yang terdeteksi di seluruh spektrum baik bagi kesejahteraan wanita itu, ikatan antara ibu dan anak, dan untuk seluruh keluarga.1Seorang wanita akan mengalami perubahan hormon dalam tubuhnya, rutinitas sehari-hari dan tidur pola. Tidaklah mengherankan bahwa banyak wanita merasa sedih, kewalahan dan menangis pada periode ini.2Literatur umumnya menggambarkan tiga jenis distress: postnatal blues/baby blues, depresi pasca melahirkan, dan psikosis pasca kelahiran. Baby blues (ketidakstabilan mood dan depresi ringan) adalah reaksi yang relatif normal dalam kehidupan yang dapat dianggap sebagai pelepas ketegangan setelah kelahiran. Ketidakstabilan emosional selama hari-hari pertama setelah lahir dialami oleh 50-80% dari semua wanita. Masalah tidur, gangguan konsentrasi, mudah menangis dan nafsu makan berkurang adalah tanda-tanda umum baby blues setelah melahirkan. Jika kondisi ini tidak hilang dalam waktu singkat, baby blues mungkin merupakan tanda munculnya depresi postnatal. Praktisi kesehatan dalam perawatan primer memainkan peran penting dalam mengenali reaksi baby blues mungkin parah dan berkepanjangan.1

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. DefinisiBaby blues/postnatal blues/ maternity blues adalah fenomena ringan dan sementara ditandai terutama oleh perasaan menangis, lelah, cemas, pelupa, kacau, overemotional, perubahan suasana hati dan tidak bersemangat yang terjadi selama hari-hari pertama masa nifas.3,4 Umumnya terjadi antar 7-10 hari pertama setelah melahirkan.5

2. EpidemiologiBaby blues sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis referensi di literatur kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai milk fever karena gejala disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini, baby blues syndrome atau sering juga disebut maternity blues atau postpartum blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan, dan ditandai dengan gejala-gejala seperti: reaksi depresi/sedih/disforia, menangis, mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. Gejala-gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun pada beberapa minggu atau bulan kemudian, bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.Baby blues ini dikategorikan sebagai sindrom gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksana sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya. Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai baby blues syndrome di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan..4

3. EtiologiEtiologi dari baby blues tidak dipahami dengan baik, banyak penelitian telah meneliti perubahan biologis yang dramatis terjadi selama persalinan, persalinan, dan periode postpartum langsung serta faktor-faktor psikososial dan kepribadian. Umumnya diyakini memiliki dasar biologis karena penurunan mendadak hormon ovarium setelah melahirkan yaitu estradiol dan progesteron tertentu.5,7 Harris (1994) juga mengatakan kemurungan (blues) ini dipicu oleh turunnya progesteron.6Studi yang dilakukan oleh Condon dan Watson (1987) pada 89 wanita tentang penyebab dan prediktor baby blues menemukan bahwa prediktor yang paling umum adalah rasa pesimisme pada akhir kehamilan mengenai persalinan dan periode segera setelah persalinan.7Penelitian lain yang dilakukan oleh O 'Hara dkk (1991) pada 182 wanita kaitan faktor biologi dan faktor psikososial dengan baby blues. Riwayat depresi sebelumnya dan pada keluarga, penyesuaian sosial yang buruk, peristiwa kehidupan yang penuh stres, depresi pramenstruasi, dan tingkat estriol bebas dan total yang asosiasi antara blues.7Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati dan Uke (2006) menjelaskan bahwa kemungkinan baby blues disebabkan oleh: pengalaman tidak menyenangkan pada periode kehamilan dan persalinan sebanyak 38,71%, faktor psikososial (dukungan sosial) sebanyak 19,35% dan kondisi bayi baru lahir sebanyak 16,13% serta faktor spiritual sebanyak 9,78%.8Individu yang berisiko mengalami baby blues antara lain:1. Mempunyai riwayat premenstrual syndrome atau depresi sebelum hamil.Perempuan dengan riwayat ini mempuyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya baby blues. Bloch (2005) mengidentifikasi faktor risiko yang menyebabkan gangguan mood ibu postpartum adalah gangguan mood pada trimester tiga.2. Stressor psikososial selama kehamilan atau persalinan3. Keadaan atau kualitas bayiKondisi kesehatan bayi akan menjadi tambahan stessor bagi ibu, bayi menjadi lebih membutuhkan perhatian, perawatan khusus dan lebih banyak membutuhkn biaya. Hal ini banyak dialami oleh ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.4. Melahirkan dibawah usia 20 tahunHal ini dikaitkan dengan kesiapan remaja dalam perubahan perannya sebagai ibu, antara lain kesiapan fisik, mental, finansial dan sosial.5. Kehamilan yang tidak direncanakan6. Dukungan sosial (terutama dari suami dan keluarga)Buruknya hubungan perkawinan dan tidak adekuatnya dukungan sosial akan mempengaruhi kondisi psikologis ibu.7. Status sosial ekonomiHal ini dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhn dan perawatan pada bayi.

4. Gambaran klinisKebanyakan wanita akan mengalami perubahan suasana hati dalam minggu-minggu setelah kelahiran anak. Kondisi ini biasanya ringan dan sementara, perubahan emosi pada hari puncak yaitu hari ke 4 atau ke 5 dan kembali normal pada hari ke 10 serta tidak disertai oleh keinginan bunuh diri.3,9 Baby blues perlu dibedakan dengan postpartum depression, dimana pada postpartum depression gejalanya lebih berat dan sering serta onsetnya lebih dari 2 minggu.10Beberapa gejala baby blues syndrome:10a. Dipenuhi oleh perasaan kesedihan dan depresi disertai dengan menangis tanpa sebab b. Mudah kesal, mudah tersinggung dan tidak sabar c. Tidak memiliki atau kurang bertenaga d. Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga e. Menjadi tidak tertarik dengan bayi atau menjadi terlalu memperhatikan dan kuatir terhadap bayinya f. Tidak percaya diri g. Sulit beristirahat dengan tenang atau tidur lebih lama h. Peningkatan berat badan yang disertai dengan makan berlebihan i. Penurunan berat badan yang disertai tidak mau makan j. Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinyaKeadaan ini akan terjadi beberapa hari saja setelah melahirkan dan biasanya akan berangsur-angsur menghilang dalam beberapa hari dan masih dianggap sebagai suatu kondisi yang normal terkait dengan adaptasi psikologis postpartum. Apabila memiliki faktor predisposisi dan pemicu lainnya maka dapat berlanjut menjadi depresi postpartum.8Tabel 2.1 perbandingan antara baby blues dengan depresi postpartum10KarakteristikBaby Blues SyndromePostpartum Depression

Insidens30-75% dari wanita yang melahirkan10-15% dari wanita yang melahirkan

Onset3 5 hari setelah melahirkanDalam waktu 3-6 bulan setelah melahirkan

DurasiHari sampai mingguBulan sampai tahun jika tidak diobati

Stressor terkaitTidak adaAda, terutama kurang dukungan

Pengaruh sosial dan budayaTidak ada; ada dalam semua budaya dan kelas sosioekonomiAda hubungan yang kuat

Riwayat gangguan moodTidak ada hubunganAda hubungan yang kuat

Riwayat gangguan mood dalam keluargaTidak ada hubunganAda hubungan

Rasa sedihAdaAda

Mood labilAdaSering pada awalnya kemudian depresi secara bertahap

AnhedoniaAdaSering

Gangguan tidurKadang-kadangHampir selalu

Keinginan untuk bunuh diriTidak adaKadang-kadang

Keinginan untuk menyakiti bayiJarangSering

Rasa bersalah, ketidakmampuanTidak ada, jika ada biasanya ringanSering dan biasanya berat

5. PatofisiologiPersalinan dilihat dari perspektif fisiologi akan menimbulkan perubahan sirkulasi hormonal secara dramatis. Perubahan hormonal ini secara biologis akan mempengaruhi kondisi emosional seorang wanita. Perubahan hormon tersebut antara lain adanya penurunan kadar hormon estrogen, progesteron dan endorphin setelah kelahiran plasenta serta tingginya kadar hormon prolaktin dan hormon glukokortikoid. Penurunan kadar estrogen dan progesteron pada periode lepasnya plasenta dapat menyebabkan disforia.8Penelitian yang dilakukan oleh OKeane (2011) dengan mengukur konsentrasi darah dari Corticotropin Releasing Hormone (CRH), Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), kortisol, progesteron dan estriol pada 70 wanita sehat selama trimester ketiga kehamilan, dan pada hari-hari 1-6 pasca persalinan. Blues skor meningkat puncaknya pada hari ke 5 dan berhubungan dengan ACTH dan berhubungan terbalik dengan kadar estriol selama hari pasca persalinan serta dengan penurunan dari kadar CRH. Hal ini membuktikan bahwa reaktivasi dari ACTH merupakan etiologi dari Blues.9Hubungan antara hipersekresi kortisol dan depresi merupakan salahsatu penelitian terlama dibidang psikologis biologis. Sekitar 50% pasien yang mengalami depresi memiliki tingkat kortisol yang meningkat. Neuron didalam nukleus paraventrikular melepaskan CRH yang merangsang pelepasan ACTH dari hipofisis anterior. ACTH dilepaskan bersama dengan -endorfin dan -lipoprotein, yaitu dua peptida yang disintesis dari protein sintesi asal prekursor yang sama dengan ACTH. Selanjutnya ACTH merangsang pelepasan kortisol dari korteks adrenal.10Sumbu Hipotalamic Pituitary Adrenal (HPA) abnormal sering terjadi pada depresi. Hal ini dipengaruhi dengan adanya peningkatan dari CRH dan atau arginine vasopressin (AVP) yang memberikan feed back negative pada glukokortikoid. Keadaan seperti ini dapat mengubah mood seseorang.9CRH dihasilkan oleh plasenta selama kehamilan dan merupakan hal utama dalam plasenta-pituitari-adrenal sirkuit. Kelenjar adrenal menjadi hipertrofi selama kehamilan dan kadar kortisol secara bertahap menurun setelah lahir. Sumbu HPA masih relatif hyporesponsive keseluruhan selama periode postpartum: mungkin sebagai akibat dari hipertrofi adrenal ini dan faktor-faktor penghambat otak lainnya, seperti oksitosin atau prolaktin.9 CRH dapat meningkatkan aktivitas lokomotor, menurunkan nafsu makan, menurunkan keinginan untuk tidur, meningkatkan kewaspadaan dan menurunkan keinginan seksual: perilaku sejalan dengan keadaan emosi yang sangat meningkat pada masa nifas.9

6. Kriteria diagnostikMenurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorders (DSM) IV, baby blues dikategorikan dalam Major Depression. Terdapat gejala berupa kesedihan, disfori, sering menangis dan ketergantungan untuk lengket. Kondisi ini berlangsung beberapa hari, perubahan emosi pada hari puncak yaitu hari ke 4 atau ke 5 dan kembali normal pada hari ke 10.3,10Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan alat bantu. Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validasi yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaan berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues. Kuesiner ini terdiri dari 10 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki 4 pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit, nilai scoring lebih besar 12 memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis postpartum blues. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggu kemudian.Baby blues syndrome adalah tekanan atau stress yang dialami oleh seorang wanita pasca melahirkan karena penderita beranggapan bahwa kehadiran bayi akan mengganggu atau merusak suatu hal dalam hidupnya seperti karier, kecantikan/penampilan dan aktivitas rutin yang dianggap penting dalam hidupnya. Penderita baby blues syndrome kebanyakannya adalah kalangan wanita karier, artis, model dan wanita modern tetapi sindrom ini tidak menutup kemungkinan menyerang pada wanita muda (pernikahan dini) dan semua wanita pasca melahirkan. Perubahan sikap yang negatif dengan kondisi emosional yang kurang terkontrol seperti sering marah, cepat tersinggung, dan menjauh dari bayi yang baru dilahirkan, susah tidur dan tiba-tiba sering menangis. Apabila ini tidak segera ditangani berdampak negatif terhadap kesehatan jiwa penderita.Sindrom ini umumnya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau empat setelah persalinan. Seseorang terdiagnosis baby blues syndrome apabila terlihat secara psikologis kejiwaannya seperti di bawah ini:1. Perasaan cemas, khawatir ataupun was was yang berlebihan, sedih, murung, dan sering menangis tanpa ada sebab (tidak jelas penyebabnya). 2. Seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala dalam beberapa kasus sering migrain. 3. Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus anak. 4. Adanya perasaan putus asaJika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi pasien mengalami postpartum depression. Apabila gejala diatas tidak disadari dan lama kelamaan tekanan atau stres yang dirasakan semakin kuat atau semakin besar maka penderita akan mengalami depresi pasca melahirkan yang berat. Jika telah mengalami hal ini maka diperlukan penanganan secara berkala, gejala dari depresi tersebut adalah: a. Kelelahan yang berkepanjangan, susah tidur, dan insomnia. b. Hilangnya perasaan bahagia dan minat untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan. c. Tidak memperhatikan diri sendiri dan menarik diri dari keluarga dan teman. d. Tidak memperhatikan atau bahkan perhatian yang berlebihan pada anak. e. Perasaan takut telah menyakiti anak. f. Tidak tertarik pada seks.g. Perasaan berubah-ubah dengan ekstrim, terganggu proses berpikir dan konsentrasi. h. Kesulitan dalam membuat keputusan sederhana.Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara langsung postpartum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simptom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi postpartum blues bila memenuhi kriteria dan gejala yang ada. Kekuranganhormone thyroid yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahanluar biasa (fatique) ditemukan juga pada ibu yang mengalami postpartum blues mempunyai jumlah kadar thyroid yang sangat rendah.Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudahmerupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan alat bantu.Endinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validasi yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin.Pertanyaan-pertanyaan berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah sertamencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues.Kuesiner initerdiri dari 10 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan memiliki 4 pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satusesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu.Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata rata dapat diselesaikandalam waktu 5 menit, nilai scoring lebih besar 12 memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis postpartum blues. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 minggukemudian.117. Penatalaksanaan Tidak ada perawatan khusus untuk baby blues jika tidak ada gejala yang signifikan. Empati dan sukungan keluarga serta staf kesehatan diperlukan. Jika gejala tetap ada lebih 2 minggu diperlukan bantuan profesional.12Konsultasi kejiwaan umumnya tidak diperlukan. Namun, pasien harus diinstruksikan untuk menghubungi dokter kandungan atau primary care providernya jika gejala menetap lebih dari dua minggu untuk menidentifikasi dini gangguan afektif yang lebih parah. Wanita dengan riwayat penyakit jiwa, terutama depresi postpartum harus dipantau lebih dekat karena mereka berisiko lebih tinggi untuk terkena penyakit nifas yang signifikan.Disebabkan keparahan postpartum blues biasanya ringan dan menghilang secara spontan, tidak ada pengobatan khusus selain dukungan dan reassurance yang diindikasikan. Gejala-gejala yang timbul mungkin menyebabkan penderitaan tetapi biasanya tidak mempengaruhi kemampuan ibu untuk berfungsi dan merawat bayinya.Konsultasi kejiwaan umumnya tidak diperlukan.Namun, pasien harus diinstruksikan untuk menghubungi dokter kandungan atau primary care providernya jika gejala menetap lebih dari dua minggu untuk menidentifikasi dini gangguan afektif yang lebih parah. Wanita dengan riwayat penyakit jiwa, terutama depresi postpartum harus dipantau lebih dekat karena mereka berisiko lebih tinggi untuk terkena penyakit nifas yang signifikan.1Postpartum blues seringkaliterabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang berjuangsendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan adasuatu yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apayang sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya untuk minta pertolongan, seringkali hanya mendapatkansaran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum obatatau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembiramenyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.Penangganan gangguan mental pascasalin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penangganan gangguan mental pada momen-momenlainnya. Para ibu yang mengalami postpartum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi.Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan.Mungkin juga merekamembutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali merasa gembiramendapat pertolongan praktis.Dengan bantuan dari teman dan keluarga,mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutinsehari-hari,atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikandengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi.Bila memangdiperlukan dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yangberpengalaman dalam bidang tersebut.Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dansegera memberikan penangganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk kepada para ahli psikologi/konseling bila memangdiperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu:dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan caramemberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penangganannya.Postpartum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenangdengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal menguruskan bayi, membicarakan rasa cemas danmengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penangganan para ibu yang mengalami postpartum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis,konseling, emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secaraintelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin padasaat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan ditingkat perilaku, emosional, intelektual, social dan psikologissecara bersama-sama dengan melibatkan lingkungannya yaitu: suami,keluarga, dan juga teman dekatnya.11

BAB IIIKESIMPULAN

Baby blues syndrome atau sering disebut juga dengan istilah maternity blues atau postpartum blues adalah gangguan emosi ringan yang biasanya terjadi dalam kurun waktu 2 minggu atau 14 hari setelah ibu melahirkan. Banyak faktor yang bisa menyebabkan baby bluessyndrome, yaitu: dari ibu, bayi yang di lahirkan dan lingkungan sekitar. Ketidakseimbangan hormonal, hormon thyroid, perubahan gaya hidup juga dilaporkan sebagai faktor yang menyebabkan baby blues syndrome. Baby blues ditandai perasaan sedih, seperti menangis, perasaan kesepian atau menolak bayi, cemas, bingung, lelah, merasa gagal dan tidak bisa tidur. Baby blues relatif ringan dan biasanya berlangsung 2 minggu. Perbedaan dengan syndrome of postpartum distress adalah pada frekuensi, intensitas dan lamanya durasi gejala.Dalam postpartum depression, gejala yang lebih sering, lebih intens dan lebih lama. Seseorang terdiagnosis baby blues syndrome apabila terlihat secara psikologis kejiwaannya seperti di bawah ini: Perasaan cemas, khawatir ataupun was was yang berlebihan, sedih, murung, dan sering menangis tanpa ada sebab (tidak jelas penyebabnya). Seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala dalam beberapa kasus sering migrain. Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus anak. Adanya perasaan putus asaJika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi pasien mengalami postpartum depression. Apabila gejala diatas tidak disadari dan lama kelamaan tekanan atau stres yang dirasakan semakin kuat atau semakin besar maka penderita akan mengalami depresi pasca melahirkan yang berat.Meskipun gejalanya cukup ringan bila dibandingkan dengan postpartum depression, bukan berarti sindrom ini bisa di abaikan begitu saja. Penanganan yang bisa dilakukan antara lain: istirahat yang cukup, berolahraga teratur, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan yang paling penting adalah melakukan relaksasi agar emosi tetap terjaga.DAFTAR PUSTAKA

1. Glavin, Kari. 2011. Screening and prevention of postnatal depression dalam perinatal depression oleh maria graciela.. Rijeka: Croatia. Intech.

2. Highet, Nicole dan Carol Purtell. 2011. Beyond the baby blues: Latest developments in perinatal mental health for maternal child and family health nurses working with women and their families in the perinatal period. Australian Journal of Child and Family Health Nursing. 8 (3). p 10-2.

3. DelRosario, Genevieve A., Postpartum depression: Symptoms, diagnosis, and treatment approaches. JAAPA FEBRUARY 2013 26(2) . p 50-4.

4. Gonidaki, Fragiskos.2011. Postpartum Depression and Maternity Blues in Immigrants. dalam perinatal depression oleh maria graciela. Rijeka: Croatia. Intech.

5. Buttner, Melissa M., Michael W. O'Hara and David Watson. 2012. The Structure of Women's Mood in the Early Postpartum. Assessment 2012 19: 247.

6. Cunningham, F Gary., et al, 2006, Obstetri Williams, Edisi 21, EGC, Jakarta.

7. Lewis, Freda. 2002. Psychiatric ilness in women: emerging treatments and research. Washington DC. American Psychiatrix Publishing.

8. Machmudah. 2010. Pengaruh persalinan dengan komplikasi terhadap kemungkinan terjadinya postpartum blues di Kota Semarang. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta.

9. V. OKeane. 2011. Changes in the Maternal Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis During the Early Puerperium may be Related to the Postpartum Blues. Journal of Neuroendocrinology 23, 11491155.

10. Sadock BJ, Sadock VA. 2010. Kaplan & Sadocks Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta. EGC.

11. Cox, J.L., Holden, J.M., and Sagovsky, R. 1987. Detection of postnatal depression: Development of the 10-item Edinburgh Postnatal Depression Scale. [Online].. http://www.fremantlemedicarelocal.com.au/wp-content/uploads/2012/05/Postnatal-Depression-Scale-guide-for-health-professionals.pdf. [diakses pada tangga 08 Februari 2014].

12. Bahiyatun. 2009. Buku ajar asuhan kebidanan nifas normal. Jakata . EGC.

1

14