sindrome nefrotik .docx

25
DISKUSI TOPIK SINDROMA NEFROTIK Dibimbing Oleh : dr. Jonny, Sp.PD. KGH.Mkes. MM Disusun Oleh : Annisa Rizki Ratih Pratiwi (UPN) I Gusti Ayu Ary NW (UPN) Annesya Chintya Sirait (UPN) Mittha Airlina Solihadin (UPN) Restu Widyastuti (UPN) Delvi Aprinelda (UPN) Atya Shabrina Monika (YARSI) Emir Yonas (YARSI) Mellisa Trixiana (UKRIDA) Karen Afian (UPH) Holy Fitria Ariani (UPH) DISKUSI TOPIK SINDROMA NEFROTIK| 1

Upload: annisa-rizki-ratih-pratiwi

Post on 16-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

DISKUSI TOPIKSINDROMA NEFROTIK

Dibimbing Oleh :dr. Jonny, Sp.PD. KGH.Mkes. MM

Disusun Oleh :Annisa Rizki Ratih Pratiwi (UPN)I Gusti Ayu Ary NW (UPN)Annesya Chintya Sirait (UPN)Mittha Airlina Solihadin (UPN)Restu Widyastuti (UPN)Delvi Aprinelda (UPN)Atya Shabrina Monika (YARSI)Emir Yonas (YARSI)Mellisa Trixiana (UKRIDA)Karen Afian (UPH)Holy Fitria Ariani (UPH)

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit DalamRUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTOPERIODE MEI AGUSTUS 2015SINDROMA NEFROTIKSindroma nefrotik klasik ditandai dengan adanya proteinuria berat, hematuria minimal, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia edema dan hipertensi. Jika tidak terdiagnosis atau diobati maka beberapa sindrom ini akan secara progresif merusak gromerulus yang menyebabkan penurunan dari GFR, menjadi gagal ginjal. Terapi untuk setiap penyebab sindroma nefrotik terlampirkan pada pembahasan penyakit disetiap individu dibawah ini. Secara umum, semua pasien dengan hiperkolesterolemia sekunder pada sindroma nefrotik harus diberikan terapi dengan agen penurun lipid karena hal ini merupakan faktor resiko untuk penyakit kardiovaskuler. Edema yang sekunder pada resistensi garam dan air dapat dikontrol dengan pemberian diuretik, menghindari terjadinya penurunan volume intravaskular. Komplikasi vena sekunder pada hiperkoagulasi yang terkait pada sindrom nefrotik dapat diobati dengan pemberian antikoagulan. Penurunan dari berbagai serum yang mengikat protein, seperti pada tiroid yang terkait globulin, mengarahkan terjadinya perubahan pada tes fungsional. Terakhir, proteinuria sendiri dihipotesikan akan menjadi nefrotoksik dan pengobatan untuk proteinuria tersebut adalah dengan Renin Angiotensin inhibitor yang dapat menurunkan sistem eksresi protein di urin. Minimal Change disease (Perubahan penyakit minimal)Minimal change disease (MCD), terkadang diketahui sebagai nil lession (lesi yang tidak ada), karena 7090 % dari sindroma nefrotik didapati pada anak-anak tetapi 10-15% dari sindrom nefrotik terjadi pada dewasa. MCD biasanya memperlihatkan tanda awal dari terjadinya gangguan pada ginjal namun dapat juga dikaitkan dengan beberapa kondisi lain, termasuk penyakit Hodgkin, alergi, atau penggunaan agen anti inflamasi nonsteroid, nefritis interstisial secara signifikan sering menyertai kasus yang terkait dengan penggunaan non steroid. MCD pada biopsi ginjal menunjukkan jelas adanya lesi pada glomerulus yang dilihat dengan menggunakan mikroskop dan hasil negatif didapati pada pemeriksaan dengan menggunaakan mikroskop immunofluoresen atau terkadang menunjukkan sejumlah kecil IgM didalam mesangium. (Gambar e14-1) (lihat skema Glomelural 4).

Mikroskop elektron biasanya dengan konsisten menunjukkan adanya gambaran penghilangan dari proses yang terjadi pada epitel podosit yang didukung oleh adanya kelemahan dari celah membran yang berpori-pori. Patofisiologi dari terbentuknya lesi tidak dapat dipastikan. Beberapa setuju bahwa adanya sitokin yang beredar, diharapkan dapat mengubah respon sel-T pada kapiler dan keutuhan podosit. Dasar dari terbentuknya imun sitokin pada proses infalamasi adalah secara tidak langsung dan didukung dengan pertanda sebelum terjadi alergi, yang biasanya terjadi pada infeksi virus dan pada frekuensi tinggi pengurangan inflamasi dengan steroid. Gambaran klinis MCD tampak dengan timbulnya edema dan sindrom nefrotik disertai dengan adanya sedimen urin aselular. Rata-rata ekskresi protein urin dalam 24 jam adalah 10 gram dengan hipoalbuminemia berat. Gambaran klinis jarang termasuk hipertensi (30% pada anak-anak, 50% di orang dewasa), hematuria mikroskopik (20% pada anak-anak, 33% pada orang dewasa), atopi atau gejala alergi (40% pada anak-anak, 30% pada orang dewasa) dan penurunan fungsi ginjal ( 300 mg albuminuria) 5-10 tahun setelah onset awal albuminuria. Mikroalbuminuria merupakan faktor risiko yang kuat untuk kejadian kardiovaskular dan kematian pada pasien dengan DM tipe 2. Banyak pasien dengan DM tipe 2 dan mikroalbuminuria tidak dapat bertahan karena suatu penyakit berhubungan dengan kardiovaskular sebelum terjadi proteinuria atau kegagalan ginjal. Proteinuria pada nefropati diabetik dapat menjadi variabel, Mulai dari 500 mg sampai 25 g / 24 jam, dan sering dikaitkan dengan sindrom nefrotik. Lebih dari 90% pasien dengan DM tipe 1 dan nefropati menderita retinopati diabetes, sehingga tidak adanya retinopati pada pasien DM tipe 1 dengan proteinuria dipertimbangkan diagnosis selain nefropati diabetik; hanya 60% dari pasien DM tipe 2 dengan nefropati memiliki retinopati diabetik. Terdapat korelasi yang sangat signifikan antara retinopati dan adanya nodul Kimmelstiel-Wilson. Selain itu juga, secara karakteristik, pasien dengan nefropati diabetik yang lebih lanjut memiliki ginjal berukuran normal hingga besar, berbeda dengan penyakit glomerular lain di mana ukuran ginjal biasanya mengecil. Nefropati diabetik biasanya didiagnosis tanpa biopsi ginjal. Setelah timbulnya proteinuria, fungsi ginjal menurun tak terelakkan, dengan 50% pasien mencapai gagal ginjal lebih 5-10 tahun; dengan demikian, dari tahap awal mikroalbuminuria, biasanya membutuhkan waktu 10-20 tahun untuk mencapai stadium akhir penyakit ginjal. Hipertensi dapat memprediksi pasien mana yang akan berkembang menjadi nefropati, dengan adanya hipertensi mempercepat laju penurunan fungsi ginjal. Begitu terjadi gagal ginjal, bagaimanapun, kemungkinan untuk bertahan hidup dengan dialisis jauh lebih kecil untuk pasien dengan diabetes dibandingkan dengan pasien dialisis lainnya. Prognosis lebih baik pada DM tipe 1 yang mendapat donor hidup.Terdapat bukti baik yang mendukung manfaat kontrol gula darah dan tekanan darah serta penghambatan sistem renin-angiotensin dalam memperlambat perkembangan nefropati diabetik. Pada pasien dengan DM tipe 1, kontrol intensif gula darah dapat mencegah perkembangan nefropati diabetik. Belum ada bukti jelas yang mendukung kontrol gula darah intensif pada pasien DM tipe 2, terhadap progresifitas nefropati diabetik.Dengan mengontrol tekanan darah sistemik dapat menurunkan efek samping ginjal dan kardiovaskular pada populasi berisiko tinggi. Sebagian besar pasien dengan nefropati diabetik membutuhkan tiga atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai tujuan ini. Obat yang menghambat sistem renin-angiotensin, terlepas dari efeknya terhadap tekanan darah sistemik, telah terbukti dalam berbagai uji klinis besar dapat memperlambat perkembangan nefropati diabetik tahap awal maupun tahap lanjut (proteinuria dengan mengurangi filtrasi glomerulus). Seperti yang diketahui angiotensin II meningkatkan resistensi arteriol eferen dan begitu juga tekanan kapiler glomerular, satu kunci mekanisme untuk efisiensi ACE inhibitors atau angiotensin recepto blockers (ARBs) adalah mengurangi hipertensi glomerular. Pasien yang menderita DM tipe 1 selama 5 tahun, yang sudah menunjukkan albuminuria atau penurunan fungsi ginjal seharusnya diberi pengobatan golongan ACE inhibitors. Pada pasien DM tipe 2 dengan mikroalbuminuria atau proteinuria dapat diberikan ACE inhibitor atau ARBs. Terdapat sedikit bukti bermakna yang mendukung terapi dengan kombinasi dua obat (ACE inhibitors, ARBs, renin inhibitors, atau antagonis aldosterone) dapat menekan beberapa komponen sistem renin-angiotensin. Penyakit Deposisi Glomerulus Diskrasia sel plasma menghasilkan rantai ringan imunoglobulin yang berelebih terkadang mengarah pada pembentukan deposit glomerulus dan tubulus yang menyebabkan proteinuria berat dan gagal ginjal; hal yang sama berlaku untuk akumulasi serum fragmen protein amyloid A terlihat pada beberapa penyakit inflamasi. Secara kelompok luas, pasien proteinuri memiliki penyakit deposisi glomerulus. Penyakit deposisi rantai-ringan Karakteristik biokimia dari rantai ringan nefrotoksik yang diproduksi pada pasien dengan keganasan rantai ringan, sering memberi pola tertentu pada cedera ginjal; baik endapan nefropati (Gambar. e14-17), yang menyebabkan gagal ginjal tetapi tidak dengan proteinuria berat atau amiloidosis, atau penyakit deposisi rantai ringan (Gambar. e14-16), yang menghasilkan sindrom nefrotik dengan gagal ginjal. Pasien ini pada akhirnya akan menghasilkan rantai ringan kappa yang tidak memiliki fitur biokimia yang diperlukan untuk membentuk fibril amiloid. Sebaliknya, mereka membuat sendiri dan membentuk endapan granular sepanjang kapiler glomerulus dan mesangium, membran tubular basement, dan kapsul Bowman. Ketika dominan di glomerulus, sindrom nefrotik berkembang, dan sekitar 70% dari pasien berkembang menjadi pasien yang memerlukan tindakan dialisis. Deposito rantai ringan tidak fibrillar dan tidak terwarnai dengan Kongo merah, tetapi mereka mudah dideteksi dengan antibodi anti - rantai ringan menggunakan imunofluoresensi atau deposito granular pada mikroskop elektron. Kombinasi penataan ulang rantai ringan, membuat sifat sendiri pada pH netral, dan metabolisme yang abnormal mungkin berkontribusi dalam terbentuknya deposisi. Pengobatan untuk penyakit deposisi rantai ringan yaitu dengan pengobatan penyakit utama. Begitu banyak pasien dengan deposisi rantai ringan yang mengalami perburukan menjadi gagal ginjal, prognosis keseluruhan suram.

Amiloidosis ginjal Kebanyakan amiloidosis ginjal baik dari hasil deposito fibrillar primer rantai ringan imunoglobulin dikenal sebagai amiloid L (AL), atau sekunder untuk deposito fibrillar serum amyloid A (AA) protein fragmen (Bab. 112). Meskipun keduanya terjadi untuk alasan yang berbeda, patofisiologi klinis mereka sangat mirip dan akan dibahas bersama-sama. Amiloid menginfiltrasi hati, jantung, saraf perifer, carpal tunnel, faring atas, dan ginjal, menghasilkan kardiomiopati restriktif, hepatomegali, macroglossia, dan proteinuria berat kadang-kadang dikaitkan dengan trombosis vena ginjal. Dalam AL amiloidosis sistemik, juga disebut amiloidosis primer, rantai ringan dihasilkan lebih oleh klonal diskrasia sel plasma yang dibuat menjadi fragmen oleh makrofag sehingga mereka bisa melakukan agregasi sendiri pada pH yang asam. Jumlah yang tidak proporsional pada rantai ringan (75%) adalah dari kelas lambda. Sekitar 10% dari pasien ini memiliki myeloma terbuka dengan lesi tulang litik dan infiltrasi sumsum tulang dengan > 30% sel plasma; Sindrom nefrotik adalah umum, dan sekitar 20% dari pasien berkembang menjadi pasien yang memerlukan dialisis. AA amiloidosis kadang-kadang disebut amiloidosis sekunder dan juga sebagai sindrom nefrotik. Hal ini karena pengendapan beta-pleated amiloid serum A protein, sebuah reaktan fase akut yang fungsi fisiologisnya meliputi transportasi kolesterol, menarik sel kekebalan tubuh, dan aktivasi metalloprotease. Empat puluh persen dari pasien dengan AA amiloid memiliki rheumatoid arthritis, dan 10% memiliki ankylosing spondylitis atau psoriasis arthritis; sisanya berasal dari penyebab yang lebih rendah lainnya. Penyakit ini kurang umum di negara-negara Barat, tetapi lebih sering terjadi pada daerah Mediterania, terutama di Sephardic dan Irak Yahudi, adalah demam mediterania familial (FMF). FMF disebabkan oleh mutasi pada gen pengkodean pyrin, sedangkan sindrom Muckle-Wells, kelainan terkait, hasil dari mutasi pada cryopyrin; kedua protein penting dalam apoptosis leukosit awal peradangan; protein tersebut dengan domain pyrin merupakan bagian dari jalur baru yang disebut inflammasome tersebut. Mutasi reseptor di tumor necrosis factor receptor 1 (TNFR1) -associated sindrom periodik juga memproduksi peradangan kronis dan amiloidosis sekunder. Fragmen dari amiloid A serum protein dan membuat sendiri dengan melampirkan reseptor untuk produk canggih akhir glikasi di lingkungan ekstraseluler; Sindrom nefrotik adalah umum, dan sekitar 40-60% pasien berkembang menjadi dialisis. AA dan AL amiloid fibril terdeteksi dengan Kongo merah atau secara lebih rinci dengan mikroskop elektron (Gambar. E14-15). Saat ini dikembangkan serum gratis rantai ringan, tes nefelometri berguna dalam diagnosis dini dan tindak lanjut dari perkembangan penyakit. Biopsi dari hati atau ginjal yang terlibat menentukan diagnostik 90% dari ketika probabilitas pretest tinggi; lemak pada pada abdomen positif pada aspirasi sekitar 70% saat itu, tapi ternyata kurang baik ketika mencari AA amiloid. Deposito amiloid didistribusikan bersama pembuluh darah dan di daerah mesangial ginjal. Perawatan untuk amiloidosis primer tidak terlalu efektif; melphalan dan transplantasi sel induk autologus hematopoietik dapat menunda perjalanan penyakit di sekitar 30% dari pasien. Amiloidosis sekunder juga tidak dapat dihentikan kecuali penyakit primer dapat dikendalikan. Beberapa obat baru dalam pembangunan yang mengganggu pembentukan fibril mungkin tersedia di masa depan.Fibrillary-Immunotactoid glomerulopathy Fibrillary-immunotactoid glomerulopathy jarang terjadi (30nm. Dalam kedua kasus, deposito fibrillar / mikrotubular imunoglobulin oligoclonal atau oligotypic dan melengkapi muncul dalam mesangium dan sepanjang dinding kapiler glomerulus. Noda kongo merah yang negatif. Penyebab "nonamyloid" glomerulopathy sebagian besar idiopatik; laporan glomerulonefritis immunotactoid menggambarkan hubungan sesekali dengan leukemia limfositik kronis atau limfoma sel B. Kedua gangguan muncul pada orang dewasa pada dekade keempat dengan moderat untuk proteinuria berat, hematuria, dan berbagai lesi histologis, termasuk DPGN, MPGN, MGN, atau glomerulonefritis mesangioproliferative. Hampir setengah dari pasien berkembang menjadi gagal ginjal selama beberapa tahun. Tidak ada konsensus tentang pengobatan penyakit yang jarang ini. Penyakit ini telah dilaporkan kambuh setelah transplantasi ginjal pada sebagian kecil kasus.

Fabrys diseaseFabrys disease adalah penyakit keturunan yang disebabkan oleh penimbunan glikolipid dari hasil metabolisme lemak. Penyakit ini adalah penyakit kelainan terkait kromosom x akibat kesalahan metabolisme bawaan globotriaosylceramide sekunder karena adanya defisiensi lisosom galactosidase. Penyebabnya adalah gen rusak yang dibawa oleh kromosom x sehingga penyakit ini hanya terjadi pada pria yang hanya memiliki 1 kromosom x. Penyakit ini menyebabkan gangguan pada pembuluh darah, jantung, otak, dan ginjal. Gejala yang terjadi akibat penimbunan glikolipid menyebabkan angiokeratoma, yaitu merupakan pertumbuhan kulit yang jinak di batang tubuh bagian bawah, acroparesteshias, hypohydrosis, kornea mata seperti berawan yang mengakibatkan gangguan dalam penglihatan, nyeri seperti terbakar pada tungkai dan lengan, dan episode demam yang masih mungkin terjadi.Kematian dapat terjadi akibat gagal ginjal dan penyakit stroke yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Penyakit ini dapat didiagnosa pada janin dengan cara memeriksa amniosintesis. Untuk meredakan nyeri dapat diberikan analgetik. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan namun peneliti sedang menyelidiki suatu pengobatan dimana kekurangan enzim yang terjadi dapat diganti melalui pemberian enzim. Penyakit ini rata rata memiliki umur kematian sekitar 50 tahun. Hemizygote dengan mutasi hypomorfic kadang kadang tampak pada dekade ke 4 sampai dengan dekade ke 6 dengan keterlibatan satu organ. Kadang-kadang, mutasi galactosidase dominan negative atau heteozygote wanita dengan inaktivasi kromosom terkait X muncul dengan keterlibatan 1 organ yang ringan. Biopsi ginjal menunjukkan pembesaran sel epitel viseral glomerular yang terbungkus dengan vakuola jernih berukuran kecil yang berisikan globotriaosylceramide. Vakuola dapat pula ditemukan pada epitel parietal dan tubular. Secara pasti biopsi ginjal menunjukkan adanya FSGS.Nefropati pada Fabrys disease secara tipikal muncul pada dasawarsa ke tiga ditandai dengan proteinuria ringan sampai sedang kadang kadang disertai hematuria secara mikroskopik atau sindroma nefrotik. Urinalisis dapat menunjukkan oval fat boddies. Biopsi ginjal penting untuk diagnosis definitif. Progresivitas ke arah gagal ginjal terjadi pada dasawarsa ke empat atau ke lima. Tata laksana dengan pemberian penghambat sistem renin angiotensin direkomendasikan. Pengobatan secara rekombinan dengan dapat membersikan deposit endotel mikrovascular dari globotriasylseramide yang berasal dari ginjal, jantung dan kulit. Derajat dari keterlibatan organ pada saat proses pergantian enzim merupakan hal yang penting pada pasien dengan keterlibatan organ lanjut. Pada pasien dengan keterlibatan organ lanjut, perkembangan penyakit masih tetap terjadi meskipun terapi pergantian enzim telah diberikan. Respon variabel pada terapi enzim mungkin terjadi karena adanya netralisasi dari antibodi atau adanya perbedaan pada penyerapan terhadap enzim yang diberikan. Pada pasien cangkok ginjal dengan Fabrys disease kelangsungan hidupnya sama seperti pada pasien yang disebabkan oleh penyakit gagal ginjal stadium akhir. DISKUSI TOPIK SINDROMA NEFROTIK| 16