laporan sek 3 blok 4

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju, khususnya pada bidang obat-obatan, saat ini telah banyak ditemukan berbagai jenis obat. Namun, saat ini banyak persepsi masyarakat yang salah mengenai obat. Masyarakat menilai, obat adalah bahan yang digunakan untuk menyembuhkan atau menghilangakan rasa sakit. Sesungguhnya obat adalah senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit atau gangguan atau menimbulkan suatu kondisi tertentu yang justru merugikan pengguna obat. Ilmu mengenai cara membuat, memformulasikan, menyimpan, dan menyediakan obat disebut farmasi. Sedangkan farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa (dalam ilmu kedokteran disebut obat) terhadap sel hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu farmakologi difokuskan pada 2 sub disiplin yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakokinetik adalah hal-hal yang dialami obat yang diberikan pada suatu makhluk hidup, yang meliputi absorbsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi. Farmakodinamik adalah pengaruh obat terhadap sel hidup,

Upload: nurbeta

Post on 05-Aug-2015

131 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Sek 3 Blok 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju,

khususnya pada bidang obat-obatan, saat ini telah banyak ditemukan berbagai

jenis obat. Namun, saat ini banyak persepsi masyarakat yang salah mengenai

obat. Masyarakat menilai, obat adalah bahan yang digunakan untuk

menyembuhkan atau menghilangakan rasa sakit. Sesungguhnya obat adalah

senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit

atau gangguan atau menimbulkan suatu kondisi tertentu yang justru merugikan

pengguna obat. Ilmu mengenai cara membuat, memformulasikan, menyimpan,

dan menyediakan obat disebut farmasi. Sedangkan farmakologi adalah ilmu

mengenai pengaruh senyawa (dalam ilmu kedokteran disebut obat) terhadap sel

hidup, lewat proses kimia khususnya lewat reseptor.

Dalam ilmu farmakologi difokuskan pada 2 sub disiplin yaitu

farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakokinetik adalah hal-hal yang dialami

obat yang diberikan pada suatu makhluk hidup, yang meliputi absorbsi,

distribusi, biotransformasi, dan ekskresi. Farmakodinamik adalah pengaruh obat

terhadap sel hidup, organ, atau makhluk, secara keseluruhan erat berhubungan

dengan fisiologi, biokimia, dan patologi. Sedangkan farmakogenetik adalah

pengaruh faktor genetik individu terhadap metabolisme obat dalam tubuh.

Oleh karena itu, dalam proses metabolisme obat dalam tubuh

dipengaruhi ketiga hal tersebut, sehingga dapat dimungkinkan antar individu

akan memberikan respon yang berbeda terhadap obat yang sama. Seperti kasus

dalam skenario 3 berikut ini:

Page 2: Laporan Sek 3 Blok 4

Ny. S, 30 tahun, obese, dirawat di RS. Penderita tidak bisa tidur, muntah-

muntah, diare, serta kulit terlihat merah dan gatal-gatal. Sebelumnya, selama

satu minggu Ny. S mengkonsumsi obat teh pelangsing yang diminum sebelum

makan. Ny. S masih menyusui. Anak yang disusui juga menderita muntah, gatal,

dan gelisah (rewel).

Pemeriksaan klinis pada Ny. S didapatkan: kulit kemerahan, berat badan

80 kg, tinggi 150 cm, tensi 110/70 mmHg. Pemeriksaan laboraturium: SGOT 125

IU (normal: 40 IU); SGPT 200 IU (normal: 40 IU).

Teman Ny. S juga minum obat serupa, dan dapat menurunkan berat

badan, tetapi tidak ada keluhan berarti.

B. Rumusan Masalah

1. Mengapa terjadi tanda klinis pada Ny S? Adakah hubungannya dengan

obat yang diminum pasien?

2. Mengapa respon tiap orang terhadap suatu obat berbeda-beda?

3. Apa hubungan SGOT dan SGPT yang meningkat dengan obat teh

pelangsing?

4. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik obat?

C. Tujuan

1. Mampu menjelaskan konsep farmakodinamik yang meliputi proses

interaksi obat, hubungan antara dosis dan respon, serta reaksi obat yang

tidak diinginkan

2. Mampu menjelaskan konsep farmakokinetik yang meliputi absorbsi,

distribusi, biotransformasi, dan ekskresi.

3. Mampu menjelaskan farmakogenetik yang terkandung beberapa hal

antara lain enzim-enzim yang terlibat dalam katabolisme obat , variasi

genetik gen penyandi enzim yang mendegradasi obat, dan implikasi klinis

polimorfisme

Page 3: Laporan Sek 3 Blok 4

4. Mampu merencanakan tindakan promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif untuk penyakit metabolisme dan nutrisi

D. Manfaat

1. Mengetahui dasar konsep farmakologi yang meliputi farmakokinetik,

farmakodinamik dan farmakogenetik

2. Mengetahui tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif pada

penyakit metabolisme obat

Page 4: Laporan Sek 3 Blok 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. FARMAKOKINETIK

Absorbsi

Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke

dalam darah. Tempat pemberian obat dapat dilakukan pada saluran cerna (mulut

sampai dengan rectum), kulit, paru, otot dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara

pemberian obat melalui per oral, dengan cara ini tempat absorbsi obat utama

adalah usus halus karena memiliki permukaan absorbsi yang sangat luas yaitu 200

m2.

Pemberian onbat dibawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam

lemak, karena, luas permukaan absorpsinya kecil, sehingga obat harus melarut dan

diabsorpsi sangat cepat, missal nitrogliserin. Karena darah dari mulut langsung ke

vena kava superior dan tidak melalui vena porta, maka obat yang diberikan

sublingual ini tidak mengalami metabolisme lintas pertama oleh hati.

Pada pemberian obat melalui rectal, misalnya untuk pasien yang tidak sadar

atau muntah, hanya 50% darah dari rectum yang melalui vena porta sehingga

eliminasi lintas pertama oleh hati juga hanya 50%. Akan tetapi, absorpsi obat melalui

mukosa rectum seringkali tidak teratur dan tidak lengkap, dan banyak obat

menyebabkan iritasi mukosa rectum.

Dengan suntikan intramuscular atau subkutan, obat langsung masuk

interstisium jaringan otot atau kulit pembuluh darah kapiler darah sistemik.

Dinding pembuluh darah kapiler yang terdiri dari satu lapis sel endotel memiliki

celah antar sel yang cukup besar untuk melewatkan obat yang kebanyakan

mempunyai berat molekul antara 100 sampai 1000. obat yang larut lemak masuk ke

dalam darah kapiler dengan melintasi membrane sel endotel secara difusi pasif.

Hanya obat yang larut air masuk darah melalui celah antar sel endotel bersama air,

dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan besar molekulnya.

Absorpsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagian barier

absorpsi adalah membrane sel epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua

Page 5: Laporan Sek 3 Blok 4

membran sel di tubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian, agar dapat

melintasi membrane sel tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan lemak

(setelah lebih dulu larut dalam air). Kecepatan difusi berbanding lurus dengan

derajat kelarutan lemak molekul obat.

Kebanyakan obat merupakan elektrolit lemah, yakni asam lemah atau basa

lemah. Dalam air, elektrolit lemah ini akan terionsisasi menjadi bentuk ionnya.

Derajat ionisasi obat tergantung pada konstanta ionisasi obat dan pada pH dimana

larutan berada.

Untuk asam lemah, pH yang tinggi (suasana basa) akan meningkatkan

ionisasiny, dan mengurangi bentuk nonionnya, sebaliknya untuk basa lemah pH yang

rendah (suasana asam) akan meningkatkan ionisasinya. Hanya bentuk nonion yang

mempunyai kelarutan lemak, sehingga hanya bentuk nonion yang dapat diabsorpsi.

Oleh karena bentuk nonion dan bentuk ion berada dalam kesetimbangan, maka

setelah bentuk ion diabsorpsi, kesetimbangan akan bergeser ke arah bentuk nonion

sehingga absorpsi akan berjalan terus sampai habis.

Zat-zat makanan dan obat-obat yang strukturnya mirip makanan, yang tidak

dapat/sukar berdifusi pasif memerlukan transporter membrane untuk dapat

melintasi membrane agar dapat diabsorpsi dari saluran cerna maupun direabsorpsi

dari lumen tubulus ginjal. Secara garis besar terdapat 2 jenis transporter untuk obat

yaitu transporter untuk efflux atau eksport obat disebut ATP-Binding Cassette

Transporter terdiri dari P-glikoprotein dan Multidrug Resistance Proteins. Yang

terakhit yaitu transporter untuk uptake obat yang terdiri dari Organic anion

transporting polypeptide A-C 8, Organic anion transporter 1-4 dan Organic Cation

transporter 1-2.

Distribusi

Dalam darah obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai ikatan

seperti ikatan hidrofobik, van der waals, hydrogen dan ionic. Protein plasma terdiri

dari albumin, yang mengikat obat-obat asam, obat-obat netral, bilirubin dan asam-

asam lemak. Albumin memiliki 2 tempat ikatan yaitu site I yang mengikat warfarin,

fenilbutazon, fenitoin, asam valproat, tolbutamid, sulfonamid, dan bilirubin dan site

II mengikat diazepam dan benzodiazepine lainnya, dan asam-asam karboksilat,

Page 6: Laporan Sek 3 Blok 4

penisilin dan derivatnya. Protein plasma lainnya adalah α-glikoprotein yang

mengikat obat-obat basa, CBG yang mengikat kortikosteroid dan SSBG yang

mengikat hormone kelamin.

Obat yang terikat pada protein plasma akan dibawa oleh darah ke seluruh

tubuh. Kompleks obat-protein terdisosiasi dengan sangat cepat. Obat bebas akan ke

luar ke jaringan ke tempat kerja obat, ke jaringan tempat depotnya, ke hati dan ke

ginjal.

Di jaringan, obat yang larut air akan tetap berada di luar sel (cairan

interstisial), sedangkan obat yang larut lemak akan berdifusi melintasi membrane sel

dan masuk ke dalam sel, tetapi karena perbedaan pH di dalam sel dengan di luar sel

maka obat-obat asam lebih banyak diluar sel sedangkan obat-obat basa di dalam sel.

Ikatan dengan protein plasma kuat untuk obat yang lipofilik dan lemah

untuk obat yang hidrofilik. Ikatan dengan protein plasma ini terutama penting untuk

obat-obat yang lipofilik agar dapat di bawah oleh darah ke seluruh tubuh karena

obat lipofilik jika tidak terikat protein akan segera berdifusi ke luar dari pembuluh

darah.

Metabolisme Obat

Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di RE (Mikrosom)

dan sitosol. Tempat metabolism yang lain (Ekstrahepatik) yaitu: dinding usus,

ginjal, paru, darah, otak, kulit, dan juga flora usus.

Tujuan metabolisme adalah mengubah obat yang nonpolar (larut

lemak) menjadi polar (larut air) sehingga dapat dieksresikan melalaui ginjal.

Setelah dimetabolisme obat bisa menjadi inaktif, lebih aktif, kurang aktif,

atau menjadi toksik.

Reaksi metabolisme terdiri dari dua fase yaitu reaksi fase I dan fase II.

1. Reaksi fase I terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Pada fase ini

obat dibubuhi gugus polar seperti : gugus hidroksil, karboksil, amino,

Page 7: Laporan Sek 3 Blok 4

dsb sehingga menjadi polar dan akibatnya obat menjadi inaktif,

kurang aktif, atau ,lebih aktif. Reaksi metabolisme yang terpenting

adalah oksidasi oleh enzim cytocrhome P450 (CYP).

2. Reaksi fase II merupakan konjugasi dengan substrat endogen : asam

glukoronat, asam sulfat, asam asetat,atau asam amino. Obat akan

menjadi sangat polar dan akibatnya obat akan menjadi inaktif. Reaksi

fase II yang terpenting adalah glukuronidasi melalui enzim UDP-

glukuroniltransferase (UGT) yang terutama terjadi di mikrosom hati.

Obat dapat mengalami reaksi fase I dan II, fase I saja, atau fase II saja.

Obat yang sudah memiliki gugus polar tidak perlu mengalami reaksi fase I.

Obat yang sudah mengalami reaksi fase I sudah cukup polar untuk

dieksresikan melalui ginjal.

Jika enzim mengalami kejenuhan pada kisaran dosis terap, maka pada

peningkatan dosis obat akan terjadi lonjakan kadar obat dalam plasma, yang

disebut farmakokinetik nonliniear.

Interaksi dalam metabolism berupa induksi atau inhibisi enzim

metabolism, terutama enzim CYP. Induksi berarti peningkatan sintesis enzim

metabolism pada tingkat transkripsi sehingga terjadi peningkatan kecepatan

metabolism obat yang menjadi substrat enzim yang bersangkutan, akibatnya

diperlukan peningkatan dosis obat tersebut, berarti terjadi toleransi

farmakokinetik.

Metabolisme obat akan terganggu pada pasien penyakit hati seperti

sirosis, hati berlemak, dan kanker hati.

Enzim-enzim metabolisme mencapai kematangan setelah tahun

pertama kehidupan, kecuali enzim UGT untuk bilirubin (UGT1A1) mencapai

nilai dewasa pada dekade kedua kehidupan.

Page 8: Laporan Sek 3 Blok 4

Ekskresi

Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui

ginjal dalam bentuk utuh atau bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh

merupakan cara eliminasi obat melalui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3

proses yaitu filtrasi glomelurus, sekeresi aktif di tubulus proksimal dan reabsorpsi

pasif di sepanjang tubulus.

Filtrasi glomelurus menghasilkan ultrafiltrat yakni plasma minus protein, jadi

semua obat bebas akan keluar dalam ultrafiltrat sedangkan yang terilat protein

tetap tinggal dalam darah. Sekresi aktif dari dalam darah ke lumen tubulus proksimal

terjadi melalui transporter membrane P-gp dan MRP yang terdapat di membrane sel

epitel dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organic dan konyugat

dan P-gp untuk kation organic dan zat netral.

Reabsorpsi pasif terjadi di sepanjang tubulus untuk bentuk nonion obat yang

larut lemak. Oleh karena derajat ionisasi bergantung pada pH larutan maka hal ini

dimanfaatkan untuk mempercepat ekskresi ginjal pada keracunan suatu obat asam

atau basa.

Ekskresi melalui ginjal akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal.

Pengurangan fungsi dapat dihitung berdasarkan pengurangan klirens kreatinin.

Dengan demikian pengurangan dosis obat pada gangguan fungsi ginjal dapat

dihitung.

Ekskresi obat yang penting lainnya adalah melaui empedu ke dalam usus

dan keluar bersama feses. Transporter membran P-gp dan MRP terdapat di

membran kanalikulus sel hati da mensekresi aktif obat-obat dan metabolit ke dalam

empedu dengan selektivitas berbeda, yakni MRP untuk anion organic dan konyugat

dan P-gp untuk kation organic, steroid, kolesterol dan garam empedu. P-gp dan MRP

juga terdapat di membrane sel usus maka sekresi langsung obat dan metabolit dari

darah ke lumen usus juga terjadi.

Ekskresi dalam ASI, saliva , keringat dan air mata secara kuantitatif tidak

besar. Ekskresi ini bergantung pada difusi pasif dari bentuk nonion yang larut lemak

Page 9: Laporan Sek 3 Blok 4

melalui sel epitel kelenjar dan pada pH. Ekskresi dalam ASI meskipun sedikit, penting

artinya karena dapat menimbulkan efek samping pada bayi yang menyusu pada

ibunya. ASI lebih asam daripada plasma, maka lebih banyak obat-obat basa dan

lebih sedikit obat-obat asam terdapat dalam ASI daipada dalam plasma. Kadar obat

dalam saliva sama dengan kadar obat dalam darah sehingga saliva bisa digunakan

untuk mengukur kadar obat dalam plasma bila darah sukar didapat.

B. FARMAKODINAMIK

Farmakodinamik menjelaskan mengenai nasib obat di dalam tubuh. Tujuan

mempelajari farmakodinamik adalh untuk meneliti efek utama obat, mengetahui

interaksi obat dalam sel, dan mengetahui urutan peristiwa efek dan respon yang

terjadi (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007).

1. Interaksi Langsung

Terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada tempat atau reseptor

yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan hasil

efek akhir yang sama atau hampir sama.

2. Interaksi Tidak Langsung

Terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan obat obyek,

tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat

obyek.(Ganiswarna, et al., 1995)

C. FARMAKOGENETIK

Farmakogenetik merupakan studi tentang respon seseorang yang berbeda

dari suatu obat karena genetik yang dimilki. Farmakogenetik ini untuk memahami

bagaimana komponen genetik seseorang yang menentukan seberapa baiknya kerja

obat terhadap tubuh mereka. Selain itu hal ini bertujuan supaya membuat obat per

individu. Farmakogenetik bisa didiskripsikan sebagai obat secara personal (Dono,

2008).

Page 10: Laporan Sek 3 Blok 4

D. FARMAKOTERAPI

1.Isoniazid(INH)

INH menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting

dinding sel mikobakterium. Di hati, INH terutama mengalami asetilasi, dan pada

manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik. INH dapat

menimbulkan ikterus dan kerusakan hati yang fatal akibat terjadinya nekrosis

multilobular. Penderita yang mendapat INH hendaknya selalu diamati dan dinilai

kemungkinan adanya gejala hepatitis, kalau perlu dilakukan pemeriksaan SGOT. Efek

nonterapi INH dapat dicegah dengan pemberian piridoksin dan pengawasan yang

cermat. Untuk tujuan terapi, INH harus diberikan dengan obat lain. Untuk

pencegahan, dapat diberikan tunggal.

2.Rifampicin

Rifampicin aktif terhadap sel yang bertumbuh. Kerjanya menghambat DNA-

dependent RNA polymerase dari mikobakteria dan mikroorganisme lain. Rifampicin

jarang menimbulkan efek nonterapi, namun pada penderita penyakit hati kronik,

alkoholisme, dan usia lanjut insidensi ikterus bertambah. Rifampicin tampaknya

meningkatkan hepatotoksisitas INH teutama pada asetilator lambat.

(Ganiswara,et.al,2001).

Efek sampingnya yang terpenting tetapi tidak sering terjadi adalah penyakit

kuning (icterus), terutama bila dikombinasikan dengan INH yang juga agak toksis

bagi hati. Pada penggunaan lama, dianjurkan untuk memantau fungsi hati secara

periodik. Obat ini agak sering juga menyebabkan gangguan saluran cerna seperti

mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut dan diare, begitu pula gejala gangguan

SSP dan reaksi hipersensitasi (Tjay, 2003)

3.Etambutol

Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Jika ada efek nonterapi,

biasanya berupa gangguan penglihatan, dan peningkatan kadar asam urat darah.

Efek nonterapi ini mungkin diperkuat oleh INH dan piridoksin.

Page 11: Laporan Sek 3 Blok 4

4.Pirazinamid

Efek samping yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Gejala pertama

adalah peningkatan SGOT dan SGPT. Jika jelas timbul kerusakan hati, terapi dengan

pirazinamid harus dihentikan. (Ganiswara et.al., 2001).

E. Faktor Pengaruh Respon Tubuh Terhadap Kerja Obat

Adanya perbedaan kerja obat karena farmakogenetik disebabkan karena :

1. Adanya perbedaan individual baik jumlah reseptor maupun affinitas obat untuk

dapat terikat pada reseptor tersebut.

2. Adanya perbedaan pola absorpsi, distribusi, biotransformasi maupun ekskresi

obat, hingga dosis yang sama dapat menyebabkan berbedanya kadar obat

dalam plasma pasien bersangkutan. Perbedaan genetik ini biasanya disebabkan

polimorfismus enzim-enzim tertentu, di mana terbentuk isoenzim dengan

aktivitas enzim yang berbeda.

3. Selain farmakogenetik, aspek farmakokinetik, makanan dan minuman, keadaan

penyakit, dan kontak dengan senyawa kimia tertentu juga mempengaruhi

perbedaan respon tubuh terhadap kerja obat yang berbeda terhadap masing-

masing individu. (Widianto, 1985).

Page 12: Laporan Sek 3 Blok 4

BAB III

PEMBAHASAN

Pada skenario di atas, seorang pasien Ny.S mengkonsumsi obat teh pelangsing

yang diminum selama 1 minggu. Pasien tersebut kemudian mengalami muntah-muntah,

diare, tidak bisa tidur serta kulit terlihat merah dan gatal-gatal yang disebabkan

penggunaan obat teh pelangsing tersebut. Dengan pemberian obat yang sama, seorang

pasien lainnya tidak mengalami gejala atau tanda klinis yang sama.

Adanya perbedaan efek obat antar penderita itu bisa diakibatkan oleh variasi

genetik penderita yang termanifestasi sebagai variasi dalam hal enzim metabolisme obat

dan tempat obat bereaksi, berupa reseptor, enzim atau transporter. Selama ini

diperkirakan bahwa perbedaan dalam kapasitas metabolisme obat masing-masing

individu disebabkan oleh perbedaan struktur gen tunggal (monogenic), dan efek

farmakokinetik dari obat. Namun demikian, secara keseluruhan efek farmakologik suatu

pengobatan tidaklah bersifat monogenic, akan tetapi lebih merupakan efek gabungan

dari beberapa gen yang menyandi protein atau enzim-enzim yang bertanggung jawab

terhadap jalur metabolisme obat, disposisi, dan responnya.

Beberapa penyebab lain seperti patogenisitas, keparahan suatu penyakit,

interaksi obat, umur, status gisi, fungsi ginjal dan hati, juga menjadi faktor berbagai

perbedaan dalam efek dan respon obat. Berbagai faktor tersebut diatas, seperti kelainan

bawaan yang menyebabkan perbedaan dalam respon obat, dan perbedaan

polimorfisme secara genetik dalam target obat (reseptor obat), telah diketahui dapat

berpengaruh besar terhadap hasil pengobatan dan toksisitas obat.

Pada kasus dalam skenario disebutkan bahwa hasil pemeriksaan SGOT (125 IU)

dan SGPT (200 IU) Ny. S mengalami kenaikan dari normal (40 IU). SGOT (Serum Glutamic

Oxaloacetic Transaminase) mengandung aspartat transaminase dan SGOT akan

meningkat apabila terjadi gangguan kerusakan jaringan (infark miokardium) dan radang

hati. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) mengandung alanin transaminas dan

SGPT akan meningkat pada gangguan mononukleosis infeksiosa dan radang hepatik. Dari

Page 13: Laporan Sek 3 Blok 4

skenario diatas, SGOT dan SGPT meningkat karena adanya gangguan sistemik yang

terjadi akibat dari konsumsi obat teh pelangsing tersebut.

Obat mengalami proses farmakokinetik dalam tubuh meliputi : liberasi, absorpsi,

distribusi, metabolisme atau biotransformasi, dan ekskresi. Dalam biotransformasi obat

yang bersifat lipofilik supaya dapat menembus membran intestinal diubah menjadi

hidrofilik oleh hepatosit lewat proses biokimiawi yang melibatkan jalur oksidatif utama

enzim sitrokom P -450 sehingga dapat diekskresikan keluar tubuh. Hati menjadi

reservoar sebagian besar obat-obatan yang diabsorpsi tubuh. Banyak reaksi

hepatoseluler melibatkan sistem enzim sitokrom P-450 yang mengandung heme dan

dapat membuat ikatan kovalen obat dengan enzim yang tak punya peran. Kompleks

enzim-obat ini bermigrasi ke permukaan sel di dalam vesikel-vesikel untuk berperan

sebagai imunogen sasaran serangan sel T sitotoksik, merangsang respon imun multifaset

dan berbagai sitokin ( Sudoyo et al, 2006).

Page 14: Laporan Sek 3 Blok 4

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda terhadap obat yang

digunakan tergantung pada faktor penderita yaitu umur, berat badan,

luas permukaan badan, jenis kelamin, ras, genetik, sensivitas individual,

dan obesitas.

2. Alergi dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.

3. Obesitas dapat berpengaruh pada fatty liver sehingga terjadi penimbunan

lemak yang berada di hati yang menyebabkan metabolisme obat

terganggu.

4. Farmakokinetik meliputi absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi.

B. Saran

1. Bila muncul efek samping dari suatu obat turunkan dosisnya jika masih

dimungkinkan, namun bila efek samping tetap muncul maka yang harus

dilakukan adalah segera hentikan dan ganti dengan obat lainnya yang

memiliki kesamaan fungsi namun tidak mengandung bahan yang

mengakibatkan efek samping yang sama dengan obat sebelumnya.

2. Penggunaan obat mengikuti pola therapetik rasional sesuai motto

Farmakoterapi : Memilih obat yang tepat dan cara penggunaan yang

tepat, Dosis regimen yang tepat, BSO yang efektif, Waktu yang tepat,

Pada penderita yang tepat, faktor obat disesuaikan faktor penderita.

3. Therapi dengan obat berguna untuk profilaktik, simptomatik, kausatif.

Ketiga-tiganya harus dipilih secara tepat, digunakan sesuai motto

farmakoterapi tersebut.

Page 15: Laporan Sek 3 Blok 4

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008 . Interaksi Obat Dalam Klinik. http://www.farklin.com.

Dorland, W.A. Newman. 2005. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.

Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Universitas Indonesia.

Kustiwinarni. 2008. Kuliah Penunjang: Metabolisme Purin dan Pirimidin.

Surakarta: Fakultas Kedokteran UNS.

Nungki. 2008. Farmakogenomik - Disposisi Obat, Target Obat dan Efek

Samping Obat.

http://biotekfaunsoed.wordpress.com/2008/04/11/farmakogenomik-

disposisi-obat-target-obat-dan-efek-samping-obat/.

Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4 jilid I & III.

Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Tjay, Tan Hoan., Rahrdja, Kirana. 2007. Obat – obat Penting Khasiat,

Penggunaan, dan Efek – efek Sampingnya. Jakarta: Gramedia