laporan e blok 19

58
KATA PENGANTAR Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen pembimbing yang telah membimbing tutorial pertama di blok 19 ini sehingga proses tutorial dapat berlangsung dengan sangat baik. Tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua, yang telah memberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario E di blok 19 ini hingga selesai. Ucapan terima kasih juga kepada para teman-teman sejawat di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya atas semua semangat dan dukungannya sehingga perjalanan blok per blok yang seharusnya sulit dapat dilewati dengan mudah. Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua. Palembang, 23 September 2013 Penyusun Kelompok B4 1

Upload: icamelisa

Post on 20-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan E Blok 19

KATA PENGANTAR

Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen pembimbing

yang telah membimbing tutorial pertama di blok 19 ini sehingga proses tutorial dapat berlangsung

dengan sangat baik.

Tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua,

yang telah memberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlahnya

sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario E di blok 19 ini hingga selesai.

Ucapan terima kasih juga kepada para teman-teman sejawat di Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya atas semua semangat dan dukungannya sehingga perjalanan blok per blok

yang seharusnya sulit dapat dilewati dengan mudah.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna. Oleh

karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di

penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan sumbangan

pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 23 September 2013

Penyusun Kelompok B4

1

Page 2: Laporan E Blok 19

DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………. 1

Daftar Isi ………………………………………………………………………….....… 2

BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang…………………………………………………..… 3

BAB II : Pembahasan

2.1 Data Tutorial………………………………………………..…….... 4

2.2 Skenario Kasus………………………………………….......……... 5

2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah.............………………………………...... 6

II. Identifikasi Masalah...........……………………………….... 6

III. Analisis Masalah...............................………….......……...... 8

IV. Learning Issues ...………………...…………………........... 21

V. Kerangka Konsep..................…………………………….... 38

BAB III : Penutup

3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA

2

Page 3: Laporan E Blok 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok Neurosensoris yang berada dalam

blok 19 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk

menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK di

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan

pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario

ini.

3

Page 4: Laporan E Blok 19

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Rusmiyati Sp.PK

Moderator : Chynta Rahma Vanvie

Sekretaris Papan : Salsabil Dhia Adzhani

Sekretaris Meja : Citra Maharani

Hari, Tanggal : Senin, 23 September 2013

Rabu, 25 September 2013

Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan

2. Dilarang makan dan minum

4

Page 5: Laporan E Blok 19

2.2 Skenario kasus

SKENARIO E BLOK 19 TAHUN 2013

Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan 13kg, dibawa ke RS dengan keluhan kejang. Dari catatan dari rekam medis didapatkan penderita masih sering mengalami serangan kejang saat datang ke RS. Setelah diberikan diazepam per rektal dua kali dan intravena satu kali kejang juga belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan drip fenitoin. Kejang tidak didahului atau disertai demam. Pascakejang anak tidak sadar.

Setelah delapan jam perawatan di rumah sakit, kesadaran penderita mulai membaik, namun masih malas bicara serta tatapan seringkali kosong.

Dari anamnesis dengan ibu penderita, sekitar dua puluh menit sebelum masuk RS penderita mengalami bangkitan di mana seluruh tubuh penderita tegang, mata mendelik ke atas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini berlangsung kurang lebih lima menit. Setelahnya penderita tidak sadar. Penderita kemudian dibawa ke RS. Sekitar 10 menit setelah bangkitan pertama saat masih dalam perjalanan ke rumah sakit, bangkitan serupa berulang sampai penderita tiba dirumah sakit. Jarak antara rumah dengan rumah sakit kurang lebih 10 kilometer. Setelah mendapat obat kejang seperti yang telah disebutkan di atas, kejang berhenti. Pascakejang penderita tidak sadar. Sekitar 3 jam di RS, penderita mulai sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan Nampak lemah dan penderita sering tersedak.

Riwayat penyakit sebelumnya:Saat berusia Sembilan bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi. Dilakukan

pemeriksaan cairan serebrospinal dan penderita didiagnosis menderita meningitis. Penderita di rawat di RS selama 15 hari.

Pada usia satu tahun penderita mengalami kejang yang tidak disertai demam sebanyak dua kali. Pada usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang dusertai demam tidak tinggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah enam bulat berobat, orang tua menghentikan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah bisa bicara lancer, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.

Pemeriksaan fisik:Anak Nampak sadar, suhu 37C, TD: 90/45mmHg (normal untuk usia), nadi 100x/menit, laju nafas 30x/menit.

Pemeriksaan Neurologis:Mulut penderita mengot ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih Nampak dan kedua kelopak mata menutup penuh saat dipejamkan. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah terjadi deviasi ke kanan dan disertai tremor lidah. Pergerakan lengan dan tungkai kanan Nampak terbatas dan kekuatannta lebih lemah disbanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot dan reflex fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat, serta ditemukan reflex Babinski di kaki sebelah kanan.

5

Page 6: Laporan E Blok 19

2.3 Paparan

I. Klarifikasi Istilah

1. Kejang: manifestasi klinik karena disfungsi serebral akibat imbalance dari system eksitasi dan inhibisi dari sel neuron di otak sehingga terjadi pelepasan muatan listrik yang bersifat paroksismal dan hipersinkron serta intermiten.

2. Rekam medis: Kumpulan data pasien dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pengobatan ( riwayat pasien )

3. Diazepam: Benzodiazepin yang digunakan sebagai agen anti ansietas sedatif, agen anti panik, agent anti tremor, relaksant otot rangka.

4. Drip fenitoin: anti konvulsan yang digunakan untuk mengatasi berbagai bentuk epilepsy dan kejang akibat bedah saraf (tetes demi tetes)

5. Kelojotan: konstraksi otot atau sekelompok otot yang seperti kejang.6. Bangkitan: episode awal timbulnya kejang7. Cairan serebrospinal: cairan yang terkandung dalam ventrikel otak, ruang sub-arachnoid

dan kanalis sentralis medulla spinalis.8. Meningitis: Radang pada membran yang membungkus otak dan medulla spinalis9. Asam valproate: pengontrol kejang10. Tremor lidah: gemetar atau menggigil yang involunteer (pada lidah)11. Tersedak: Tersumbatnya trakhea seseorang oleh benda asing atau cairan.12. Tonus: Kontraksi otot yang ringan dan terus menerus13. Reflex fisiologis: refleks yang normal terjadi14. Reflex Babinski: dorsofleksi ibu jari kaki pada perangsangan telapak kaki, terjadi pada

lesi yang mengenai traktus piramidalis.

II. Identifikasi Masalah

NO KENYATAAN KESESUAIAN

1 Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan

13 kg, dibawa ke RS dengan keluhan kejang. Dari

catatan dari rekam medis didapatkan penderita

masih sering mengalami serangan kejang saat

datang ke RS.

TSH

2 Setelah diberikan diazepam per rektal dua kali

dan intravena satu kali kejang juga belum teratasi.

Kejang berhenti setelah diberikan drip fenitoin.

Kejang tidak didahului atau disertai demam.

Pasca kejang anak tidak sadar.

TSH

3 Setelah delapan jam perawatan di rumah sakit,

6

Page 7: Laporan E Blok 19

kesadaran penderita mulai membaik, namun

masih malas bicara serta tatapan seringkali

kosong.

TSH

4 Dari anamnesis dengan ibu penderita, sekitar dua

puluh menit sebelum masuk RS penderita

mengalami bangkitan di mana seluruh tubuh

penderita tegang, mata mendelik ke atas,

kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh.

Bangkitan ini berlangsung kurang lebih lima

menit. Setelahnya penderita tidak sadar.

TSH

5 Sekitar 10 menit setelah bangkitan pertama saat masih dalam perjalanan ke rumah sakit, bangkitan serupa berulang sampai penderita tiba dirumah sakit. Jarak antara rumah dengan rumah sakit kurang lebih 10 kilometer.

TSH

6 Setelah mendapat obat kejang seperti yang telah disebutkan di atas, kejang berhenti. Pascakejang penderita tidak sadar. Sekitar 3 jam di RS, penderita mulai sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan Nampak lemah dan penderita sering tersedak.

TSH

7 Riwayat penyakit sebelumnya:

Saat berusia Sembilan bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi. Dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan penderita didiagnosis menderita meningitis. Penderita di rawat di RS selama 15 hari.

Pada usia satu tahun penderita mengalami kejang yang tidak disertai demam sebanyak dua kali. Pada usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang dusertai demam tidak tinggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah enam bulat berobat, orang tua menghentikan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah bisa bicara lancer, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.

TSH

8 Pemeriksaan fisik: SH

7

Page 8: Laporan E Blok 19

Anak Nampak sadar, suhu 37C, TD: 90/45mmHg (normal untuk usia), nadi 100x/menit, laju nafas 30x/menit.

9 Pemeriksaan Neurologis:

Mulut penderita mengot ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih Nampak dan kedua kelopak mata menutup penuh saat dipejamkan. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah terjadi deviasi ke kanan dan disertai tremor lidah. Pergerakan lengan dan tungkai kanan Nampak terbatas dan kekuatannta lebih lemah disbanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot dan reflex fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat, serta ditemukan reflex Babinski di kaki sebelah kanan.

TSH

TSH = Tidak Sesuai Harapan

SH = Sesuai harapan

III. Analisis Masalalah

1. Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan 13 kg, dibawa ke RS dengan keluhan

kejang. Dari catatan dari rekam medis didapatkan penderita masih sering mengalami

serangan kejang saat datang ke RS.

a. Hubungan usia jenis kelamin dengan keluhan?Data mengenai insidensi kejang agak sulit diketahui. Diperkirakan bahwa 10% orang akan mengalami paling sedikit satu kali kejang selama hidup mereka dan sekitar 0,3% sampai 0,5% akan didiagnosis mengidap epilepsi (didasarkan pada kriteria dua atau lebih kejang spontan/tanpa pemicu). Laporan-laporan spesifik-jenis kelamin mengisyaratkan angka yang sedikit lebih besar pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Insidensi berdasarkan usia memperlihatkan pola konsisten berupa angka paling tinggi pada tahun pertama kehidupan, penurunan pesat menuju usia remaja, dan pendataran secara bertahap selama usia remaja, dan pendataran secara bertahap selama usia pertengahan untuk kembali memuncak pada usia setelah 60 tahun

b. Sebutkan klasifikasi kejang!

8

Page 9: Laporan E Blok 19

KLASIFIKASI ILAE 1981

Serangan parsial

Serangan parsial sederhana (kesadaran baik).- Motorik- Sensorik- Otonom- Psikis

Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran.- Gangguan kesadaran saat awal serangan.

Serangan umum sekunder- Parsial sederhana menjadi tonik klonik.- Parsial kompleks menjadi tonik klonik- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik klonik.

Serangan umum.- Absans (lena)- Mioklonik- Klonik- Tonik- Atonik.

Tak tergolongkan.

KLASIFIKASI ILAE 1989

Berkaitan dengan letak fokus

Idiopatik (primer)- Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik benigna)- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital- Primary reading epilepsy“.

Simptomatik (sekunder)- Lobus temporalis- Lobus frontalis- Lobus parietalis- Lobus oksipitalis- Kronik progesif parsialis kontinua

Kriptogenik

Umum

Idiopatik (primer)- Kejang neonatus familial benigna- Kejang neonatus benigna- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi- Epilepsi absans pada anak- Epilepsi absans pada remaja- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga.- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak.

Kriptogenik atau simptomatik.- Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia).- Sindroma Lennox Gastaut.- Epilepsi mioklonik astatik- Epilepsi absans mioklonik

9

Page 10: Laporan E Blok 19

Simptomatik- Etiologi non spesifik

- Ensefalopati mioklonik neonatal- Sindrom Ohtahara

- Etiologi / sindrom spesifik.- Malformasi serebral.- Gangguan Metabolisme.

Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum.

Serangan umum dan fokal- Serangan neonatal- Epilepsi mioklonik berat pada bayi- Sindroma Taissinare- Sindroma Landau Kleffner

Tanpa gambaran tegas fokal atau umum Epilepsi berkaitan dengan situasi

- Kejang demam- Berkaitan dengan alkohol- Berkaitan dengan obat-obatan- Eklampsi.- Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)

c. Etiologi dan mekanisme terjadinya kejang?Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang.

Mekanisme dasar kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal ini disebabkan oleh : 1. Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan arus listrik yang berlebihan2. Berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat3. Meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmitter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang. Status epileptikus terjadi karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat inhibisi yang tidak sempurna.

d. Berat badan normal anak usia 3 tahun?11,3 - 18,3 kg (normal)

2. Setelah diberikan diazepam per rektal dua kali dan intravena satu kali kejang juga belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan drip fenitoin. Kejang tidak didahului atau disertai demam. Pasca kejang anak tidak sadar.a. Bagaimana mekanisme kerja obat diazepam?

Berkeja pada sistem GABA yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA reseptor benzodiazepine dalam seluruh system saraf pusat, terdapat dengan kecepatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital di hippocampus dan dalam otak kecil pada reseptor ini. Benzodiazepine akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepine dengan afinitasnya pada tempat ikatan dengan adanya interaksi benzodiazepine, afinitas GABA terhadap

10

Page 11: Laporan E Blok 19

reseptornya akan meningkat dan dengan ini kerja GABA akan meningkat dengan aktifnya reseptor GABA. Saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel, meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.

b. Indikasi penggunaan sediaan diazepam?Diazepam digunakan untuk memperpendek dalam mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba. Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.

c. Mengapa kejang tidak hilang setelah diberi diazepam?Karena diazepam pemberian rektal tidak bermanfaat untuk mengatasi kejang akut. Kadar puncak lambat tercapai dan kadar plasmanya rendah. Indikasi ntuk terapi bangkitan parsial sederhana.

d. Mekanisme kerja fenitoin?Fenitoin merupakan obat golongan antiepilepsi. Mekanisme kerja utamanya pada korteks motoris yaitu menghambat penyebaran aktivitas kejang. Kemungkinan hal ini disebabkan peningkatan pengeluaran natrium dari neuron dan fenitoin cenderung menstabilkan ambang rangsang terhadap hipereksitabilitas yang disebabkan perangsangan berlebihan atau kemampuan perubahan lingkungan di mana terjadi penurunan bertahap ion natrium melalui membran. Ini termasuk penurunan potensiasi paska tetanik pada sinaps. Fenitoin menurunkan aktivitas maksimal pusat batang otak yang berhubungan dengan fase tonik dari kejang tonik-klonik (grand mal). Waktu paruh plasma setelah pemberian oral rata-rata adalah 22 jam (antara 7-42 jam).

e. Mengapa kejang tidak didahului atau disertai demam?Epilepsi dapat terjadi kepada anak yang lahir dari keluarga yang mempunyai riwayat epilepsi.Selain itu juga anak-anak dengan kelainan neurologis sebelum kejang pertama datang, baik dengan atau tanpa demam. Dari riwaya tpenyakit anak ini pernah mengalami kejang demam dikarenakan meningitis dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otak sehingga terjad igangguan impuls, Eksitasi > inhibisi. Sehingga kejang berikutnya menjadi kejang berulang, atau epilepsi akibat gejala sisa.

f. Mengapa pasca kejang anak tidak sadar?Hipermetabolik di otak menyebabkan otak memerlukan energy (ATP) yang lebih banyak.

Sehingga, otak akan merasa capek dan anak menjadi tidak sadar.

3. Setelah delapan jam perawatan di rumah sakit, kesadaran penderita mulai membaik, namun masih malas bicara serta tatapan seringkali kosong.

a. Mengapa kesadaran penderita mulai membaik, namun masih malas bicara serta tatapan seringkali kosong?Hal ini merupakan manifestasi dari pengonsumsian obat berbahan sedatif

11

Page 12: Laporan E Blok 19

4. Dari anamnesis dengan ibu penderita, sekitar dua puluh menit sebelum masuk RS penderita mengalami bangkitan di mana seluruh tubuh penderita tegang, mata mendelik ke atas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini berlangsung kurang lebih lima menit. Setelahnya penderita tidak sadar.

a. Etiologi dan mekanisme dari keluhan bangkitan, mata mendelik keatas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh?

Gejala kejang bergantung pada lokasi fokus di otak. Bila fokus terletak di korteksmotorik,

maka gejala yang timbul akan terjadi kedutan otot (kelojotan)

5. Sekitar 10 menit setelah bangkitan pertama saat masih dalam perjalanan ke rumah sakit, bangkitan serupa berulang sampai penderita tiba dirumah sakit. Jarak antara rumah dengan rumah sakit kurang lebih 10 kilometer.

a. Apakah dampak dari kejang yang berulang?- Penurunan IQ anak- Kerusakan otak permanen- Parese dikarenakan terjadinya gangguan pada jaras motorik

6. Setelah mendapat obat kejang seperti yang telah disebutkan di atas, kejang berhenti. Pascakejang penderita tidak sadar. Sekitar 3 jam di RS, penderita mulai sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan Nampak lemah dan penderita sering tersedak.

a. Mengapa lengan dan tungkai sebelah kanan nampak lemah?Pergerakan abnormal lengan dan tungkai kanan terjadi karena terjadi hemiparese dextra tipe sentral. Hal ini dapat terjadi karena proses kejang yang berlarut dapat mengakibatkan kondisi hipoksia di korteks terkait. Sehingga terjadi gangguan pada jaras motorik yang mengakibatkan lengan dan tungkai tampak lemah.

12

Page 13: Laporan E Blok 19

b. Mengapa penderita sering tersedak?Gangguan keseimbangan membrane sel neuron difusi Na dan K berlebih depolarisasi

membrane dan lepas muatan listrik berlebih kejang kesadaran menurun reflek

menelan menurun (gangguan pada N. Vagus) sering tersedak

7. Riwayat penyakit sebelumnya:

Saat berusia Sembilan bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi. Dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan penderita didiagnosis menderita meningitis. Penderita di rawat di RS selama 15 hari.

Pada usia satu tahun penderita mengalami kejang yang tidak disertai demam sebanyak dua kali. Pada usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang dusertai demam tidak tinggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah enam bulat berobat, orang tua menghentikan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah bisa bicara lancer, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.

a. Apa hubungan pernah menderita meningitis dengan keluhan sekarang?Riwayat pernah menderita meningitis pada usia 9 bulan dapat menjadi penyebab epilepsy simtomatik. Kejang demam pada usia 18 bulan juga merupakan penyebab dari epilepsi simtomatik. Infeksi menimbulkan suatu jaringan parut yang mendasari perangsangan daerah korteks serebri tertentu sehingga timbul serangan epilepsi

b. Mengapa kejang pertama kali disertai demam tinggi? Kejang pertama itu berkaitan dengan meningitis ( radang pada selaput meningen ) sehingga demam yg terjadi adalah karena proses inflamasi akibat meningitis. Kejang yang terjadi saat kecil dikarenakan inflamasi yg berlanjut di meningen.

c. Jelaskan mekanisme kerja asam valproate!Valproat menyebabkan hiperpolarisasi potensial istirahat membran neuron, akibat peningkatan daya konduksi membrane untuk kalium. Efek anti konvulsi valproat didasarkan meningkatnya kadar asam gama amino butirat (GABA) di dalam otak.

d. Apa efek samping dari penggunaan asam valproate?Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual,

muntah, anorexia, dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin

ditimbulkan adalah pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan.

Asam valproat mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang

berat dari penggunaan asam valproat adalah hepatotoksik. Hyperammonemia (gangguan

metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar amonia dalam darah) umumnya

terjadi 50%, tetapi tidak sampai menyebabkan kerusakan hati.

e. Indikasi pemberian asam valproate?Asam valproat adalah obat pilihan utama untuk pengobatan epilepsi umu seperti serangan umum lena, untuk serangan mioklonik, serangan tonik-klonik umum, dan juga epilepsi parsial misalnya bangkitan parsial kompleks, terutama bila serangan ini merupakan bagian

13

Page 14: Laporan E Blok 19

dari sindrom epilepsi umum primer. Sedangkan terhadap epilepsi fokal lain efektivitasnya kurang memuaskan. Obat ini juga dapat digunakan untuk semua jenis serangan lainnya. Penggunaan untuk anak kecil harus dibatasi karena obat ini bersifat hepatotoksik.Valproat telah diakui efektivitasnya sebagai obat untuk bangkitan lena, tetapi bukan merupakan obat terpilih karena efek toksiknya terhadap hati. Valproat juga efektif untuk bangkitan mioklonik dan bangkitan tonik-klonik.

f. Bagaimana dampak penghentian obat asam valproate?Penghentian secara mendadak dapat menyebabkan kejang berulang pada penderita. Utamanya pemeberhentian penggunaan obat anti epilepsy adalah setelah 2 tahun bebas kejang atau lebih. Serta pengurangan dosis secara bertahap

i. Bagaimana cara pemeriksaan cairan serebrospinal pada bayi?Pemeriksaan cairan serebrospinal atau punksi lumbal adalah upaya pengeluaran cairan

serebrospinal dengan memasukan jarum kedalam ruang subarakhnoid. Test ini dilakukan

untuk pemeriksaan cairana serebrospinal, mengukur dan mengurangi tekanan cairan

serebrospinal, menentukan ada tidaknya darah pada cairan serebrospinal, untuk mendeteksi

adanya blok subarakhnoid spinal, dan untuk memberikan antibiotic intrathekal kedalam

kanalis spinal terutama kasus infeksi.

Alat dan Bahan

1. Sarung tangan steril

2. Duk berlubang

3. Kassa steril, kapas, dan plester

4. Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet

5. Antiseptik: povidon iodine dan alkohol 70%

6. Tabung reaksi untuk menampung cairan serebrospinal

Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi

ditarik ke arah lutut), ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik ke arah dahi),

dan sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan tempat tidur

Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L4 dan L5 setinggi intervertebrale

yaitu dengan menemukan garis potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan

garis antara kedua spina iskhiadika anterior superior (SIAS) kiri dan kanan (pada bayi).

14

Page 15: Laporan E Blok 19

Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan

larutan povidon iodin diikuti dengan larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di

mana daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka.

Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah

memakai sarung tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi

tersebut selama 1 menit.

Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan jarum

perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum

terbuka ke atas sampai menembus duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoid

berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5-2,5 cm pada

bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3-5 tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm.

Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan

yang lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan

untuk pemeriksaan.

Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester

8. Pemeriksaan Neurologis:

Mulut penderita mengot ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih nampak dan kedua kelopak mata menutup penuh saat dipejamkan. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah terjadi deviasi ke kanan dan disertai tremor lidah. Pergerakan lengan dan tungkai kanan Nampak terbatas dan kekuatannta lebih lemah disbanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot dan reflex fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat, serta ditemukan reflex Babinski di kaki sebelah kanan.

a. Jelaskan interpretasi dari pemeriksaan neurologis!Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi

Mulut penderitamengot

kesebelah kiri

Tidak mengot /simetris Abnormal :terdapat

gangguan pada N.VII

(N.Facialis ) ,N.trigeminus

dan otot m.masseter, m.

temporalis, m.pterigoideus

medialis, dan m.

pterigoideus lateral

Lipatan dahi masih nampak

dan kelopak mata dapat

Kelopak mata dapat

ditutup penuh saat

Normal

15

Page 16: Laporan E Blok 19

menutup penuh saat

dipejamkan

dipejamkan

Saat penderita

mengeluarkan lidah terjadi

deviasi kekanan dan disertai

tremor lidah

Tidak terdapat deviasi dan

tremor lidah

Abnormal :terdapat

gangguan pada N.XII

(N.Hypoglossus) dan

terdapat kelemahan salah

satu sisi M. genioglussus

Pergerakan lengan dan

tungkai kanan nampak

terbatas dan kekuatannya

lebih lemah dibanding

sebelah kiri. Lengan dan

tungkai kanan dapat sedikit

diangkat,namun sama sekali

tidak dapat melawan

tahanan dari

pemeriksa.Lengan dan

tungkai kiri dapat melawan

tahanan kuat sewajar

usianya

Pergerakan lengan dan

tungkai tidak terbatas atau

leluasa dan kekuatannya

dapat melawan tahanan

Abnormal :meunjukkan

terdapat kelemahan dan

kekakuan otot

Tonus otot dan reflex

fisiologis lengan dan

tungkai kanan

meningkat ,serta ditemukan

reflex babinsky di kaki

sebelah kanan

Tonus otot dan refleks

fisiologis lengan dan

tungkai normal dan tidak

ditemukan refleks

babinsky.

Abnormal

b. mekanisme mulut mengot ke sebelah kiri?Mulut mengot ke sebelah kiri dikarenakan parese nervus VII dextra sehingga lipatan nasolabialis pada bibir kanan hilang dan mulut nampak mengot ke kiri.

c. mekanisme lidah deviasi ke kanan dan disertai tremor lidah? Lesi pada satu nervus hipoglosus akan akan memperlihatkan di sisi pipi lateral:Bila lidah itu dijulurkan keluar akan tampak bahwa ujung lidah itu memperlihatkan deviasi ke sisi yang sakit. Deviasi ujung lidah ke sisi yang sakit timbul karena kontraksi M. genioglussus di sisi kontralateral (bila M. genioglossus kanan dan kiri berkontraksi dan kedua otot itu sama kuatnya, maka lidah itu akan dijulurkan lurus ke depan, Bila satu otot

16

Page 17: Laporan E Blok 19

adalah lebih lemah dari yang lainnya, maka akan timbul deviasi dari ujung lidah ke sisi otot yang lumpuh).

d. Jelaskan mekanisme dari pergerakan abnormal lengan dan tungkai kanan!Pergerakan abnormal lengan dan tungkai kanan terjadi karena terjadi hemiparese dextra tipe sentral. Hal ini dapat terjadi karena proses kejang yang berlarut dapat mengakibatkan kondisi hipoksia di korteks terkait.

e. mekanisme reflex Babinski di kaki sebelah kanan?

Babinsky refleks → lesi pada UMN dikarenakan kerusakan pada saluran corticospinal

Proses perjalanan aferen:Nociception terdeteksi dalam S1 dermatome dan berjalan ke atas tibial syaraf ke sciatic syaraf ke L5-S1 dan sinaps anterior untuk menimbulkan respon motor.Proses eferen : Respon motorik melalui L5-S1 akar ke syaraf sciatic ke bifurcation. Ibu Jari flexi dikarenakan innervasi oleh syaraf tibial. Ibu Jari extensi (extensor hallicus longus, extensor digitorum longus) di innervasi oleh syaraf peroneal. Kehilangan reflkes pada plantar normal dewasa akan turun karena adanya penurunan kontrol pada pyramidalis,yang dikenal sebagai tanda dari refleks Babinski.

f. bagaimana cara pemeriksaan reflex Babinski pada anak? - Anak berbaring terlentang- gores sisi lateral telapak kaki dan tumit hingga metatarsal jari lima- reaksi positif apabila terjadi dorsofleksi jari I diikuti gerakan saling menjauh (fanning) dari jari lainnya

g. Indikasi pemeriksaan Babinski? Untuk memeriksa gangguan pada UMN (Upper Motor Nueron)

10. Apa saja diagnosa bandingnya ?- Sinkop- Drop attack- Narcolepsi- Kelainan psikiatrik- Breath holding spells- Sindroma neurologis periodik tanpa gangguan kesadaran

11. Apa diagnosis kerjanya?Epilepsy hemipharesis dextra tipe central serta pharesis nervus 7 dan 12 tipe sentral dikarenakan status epileptikus.

12. Bagaimana cara mendiagnosis dan apa saja pemeriksaan penunjangnya?

17

Page 18: Laporan E Blok 19

13. Jelaskan patogenesis!Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptik.Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

Ada dua jenis neurotransmiter, yakni neurotransmiter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter inhibisi yang menimbulkan

18

Page 19: Laporan E Blok 19

hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.Diantara neurotransmitter-neurotransmiter eksitasi dapat disebut glutamat, aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmiter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin.Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang.Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron.Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik

14. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?

15. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini ? Insiden sedikit lebih besar pada laki – laki dibandingkan dengan perempuan. Insidensi berdasarkan usia memperlihatkan pola konsisten berupa angka paling tinggi pada tahun pertama kehidupan, penurunan pesat menuju usia remaja, dan pendataran secara bertahap selama usia pertengahan untuk kembali memuncak pada usia setelah 60 tahun. Lebih dari 75% pasien dengan epilepsy mengalami kejang pertama sebelum usia 20 tahun. Apabila kejang pertama terjadi setelah usia 20 tahun maka ganggua kejang tersebut biasanya sekunder.

19

Page 20: Laporan E Blok 19

16. Bagaimana etiologi dan faktor risiko pada kasus ini ? Etiologi :-Infeksi, seperti AIDS dan meningitis - Pengaruh genetik- Trauma pada kepala- Kejang-kejang berkepanjangan pada saat anak-anak- Demam tinggi pada saat anak-anak dalam waktu yang lama

Faktor risiko :- Usia- Jenis kelamin- Riwayat keluarga- Cedera kepala- Stroke dan penyakit vaskular lain

- Infeksi pada otak

17. Apa manifestasi klinis pada kasus ini? Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 30oC atau lebih. Kejang khas menyeluruh, tonik-tonik lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pascakejang. Kejang demam yang menetap lebih lama 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Ketika demam tidak lagi ada pada saat anak sampai di rumah sakit, tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. Jika ada keragu-raguan berkenaan dengan kemungkinan meningitis, pungsi lumbal dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis (CSS) terindikasi. Infeksi virus saluran pernapasan atas, roseola dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang paling sering. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi.

18. Bagaimana pencegahan pada kasus ini? - Mendapatkan pengetahuan terkini dengan memberi perhatian lebih pada janin pada masa prenatal untuk membantu mencegah kerusakan otak janin- Mencegah terjadinya cedera kepala dengan menhimbau bagi anak-anak atau dewasa untuk mengenakan sabuk pengaman dan helm apabila sedang berkendara- Tidak mengonsumsi alkohol

19. Apa saja komplikasi pada kasus ini ?

- Status epileptikus

- Radang paru akibat terisap makanan/air liur saat kejang

- Cedera akibat jatuh atau luka saat menjalankan mesin

- Kesulitan belajar dikarenakan penuruna IQ

- Kerusakan otak permanen

20. Apa prognosis kasus ini ? Prognosis umumnya baik, 70 – 80% pasien yang mengalami epilepsy akan sembuh, dan

kurang lebih dari jumlah separuh pasien akan bisa lepas obat

20

Page 21: Laporan E Blok 19

- 20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis pengobatan semakin sulit

5 % di antaranya akan tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari

Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami retardasi mental, dan gangguan psikiatri

dan neurologik prognosis malam

21. Berapa SKDI pada kasus ini ? 3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaantambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaanlaboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapipendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

IV. Learning Issue

1. UMN LMN

Nervus Facialis

Muncul sebagai dua radix dari permukaan anterior otak belakang di antara pons dan medulla oblongata. Radix berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior bersama nervus vestibulocochlearis dan masuk ke meatus acusticus internus pada pars petrosa ossis temporalis. Pada dasar meatus, saraf ini masuk ke dalam canalis facialis yang berjalan ke lateral melintasi telinga dalam. Kemudian n. facialis menempel pada telinga tengah dan aditus ad antrum tympanicum kemudian keluar dari canalis melalui foramen stylomastoideum. Saraf ini kemudin berjalan ke depan melalui glandula parotis ke daerah distribusinya. Nervus facialis mempersarafi otot-otot wajah, pipi, dan kulit kepala; m. stylohyoideus; venter posterior m. digastricus; dan m. stapedius telinga tengah. Radix sensorik membawa serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah, dasar mulut, dan palatum. Serabut-serabut sekretomotorik parasimpatis mempersarafi glandula submandibularis dan sublingualis, glandula lakrimalis, dan kelenjar-kelenjar hidung serta palatum. Jadi, n. facialis mengatur ekspresi wajah, salivasim dan lakrimasi serta merupakan jalur pengecap dari bagian anterior lidah, dasar mulut, dan palatum.

Nervus Hypoglossus

N. hypoglossus adalah saraf motorik. Saraf ini muncul pada permukaan anterior medulla oblongata di antara pyramis dan olive, melewati fossa cranii posterior, dan meninggalkan cranium melalui canalis hypoglossi. Kemudian saraf ini berjalan ke bawah dan depan pada leher untuk mencapai lidah. N. hypoglossus mempersarafi otot-otot lidah (kecuali m. palatoglossus) dan dengan demikian mengatur bentuk dan gerakan lidah.

Upper motor neuron dan Lower motor neuron

Berdasarkan letak anatomis, motoneuron pada sistem saraf somatis terbagi menjadi dua,

yakni Upper Motorneuron (UMN) dan Lower Motorneuron (LMN). Upper motor neuron

21

Page 22: Laporan E Blok 19

adalah semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke lower motorneuron dan terbagi

menjadi susunan piramidalis dan extrapiramidalis. Upper motorneuron berjalan dari

korteks serebri sampai dengan medulla spinalis sehingga kerja dari upper motorneuron

akan mempengaruhi aktifitas dari lower motorneuron (Sidharta, 2009).

Lower motor neuron adalah neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik pada

bagian perjalanan terakhir ke sel otot skeletal, hal ini, yang membedakan dengan upper

motorneuron. Lower motorneuron mempersarafi serabut otot dengan berjalan melalui radix

anterior, nervus spinalis dan saraf tepi. Lower motorneuron memiliki dua jenis yaitu alfa-

motorneuron memiliki akson yang besar, tebal dan menuju ke serabut otot ekstrafusal

(aliran impuls saraf yang berasal dari otak/medulla spinalis menuju ke efektor), sedangkan

gamma-motorneuron memiliki akson yang ukuran kecil, halus dan menuju ke serabut otot

intrafusal (aliran impuls saraf dari reseptor menuju ke otak/medulla spinalis). Begitu

halnya dengan nervi cranialis merupakan dari LMN karena nervus-nervus cranialis ini

sudah keluar sebelum medulla spinalis yaitu di pons dan medulla oblongata (Sidharta,

2009 ; Snell, 2007).

Jaras piramidal dan ekstra piramidal

Sistem saraf somatis secara umum melibatkan tiga tingkat neuron (neuron descendens).

Neuron tingkat satu sistem saraf somatis berada di sistem saraf pusat tempat impuls

tersebut berasal. Neuron tingkat pertama memiliki badan sel di dalam cortex cerebri atau

berada di tempat asal impuls. Neuron tingkat kedua adalah sebuah neuron internuncial

(interneuron) yang terletak di medulla spinalis. Akson neuron tingkat kedua pendek dan

bersinaps dengan neuron tingkat ketiga di columna grisea anterior (Snell, 2002).

Secara fungsi klinis tractus descendens dibagi menjadi tractus pyramidals dan

extrapyramidals. Tractur pyramidals terdiri dari tractus corticospinal dan tractus

corticobulbar. Tractus extrapyramidals dibagi menjadi lateral pathway (traktus

rubrospinal) dan medial pathway ( traktus vestibulospinal, tektospinal, retikulospinal).

Medial pathway mengontrol tonus otot dan pergerakan kasar daerah leher, dada dan

ekstremitas bagian proksimal (Martini, 2006).

Traktus kortikospinal

Serabut tractus corticospinal berasal dari sel pyramidal di cortex cerebri. Dua pertiga

serabut ini berasal dari gyrus precentralis dan sepertiga dari gyrus postcentralis. Serabut

22

Page 23: Laporan E Blok 19

desendens tersebut lalu mengumpul di corona radiata, kemudian berjalan melalui crus

posterius capsula interna. Pada medulla oblongata tractus corticospinal nampak pada

permukaan ventral yang disebut pyramids. Pada bagian caudal medulla oblongata tersebut

85% tractus corticospinal menyilang ke sisi kontralateral pada decussatio pyramidalis

sedangkan sisanya tetap pada sisi ipsilateral walaupun akhirnya akan tetap bersinaps pada

neuron tingkat tiga pada sisi kontralateral pada medulla spinalis. Tractus corticospinalis

yang menyilang pada ducassatio akan membentuk tractus corticospinal lateral dan yang

tidak menyilang akan membentuk tractus corticospinal anterior (Snell, 2002).

Tractus Corticobulbar

Serabut tractus corticobulbar mengalami perjalanan yang hampir sama dengan tractus

corticospinal, namun tractus corticobulbar bersinaps pada motor neuron nervus cranialis

III, IV, V, VI, VII, IX, X, XI, XII. Tractus coricobulbar menjalankan fungsi kontrol

volunter otot skelet yang terdapat pada mata, dagu, muka dan beberapa otot pada faring

dan leher. Seperti halnya dengan tractus corticospinal, tractus corticobulbar pun mengalami

persilangan namun persilangannya terdapat pada tempat keluarnya motor neuron tersebut.

(Martini, 2006)

Medial Pathway

Medial Pathway (jalur medial) mempersarafi dan mengendalikan tonus otot dan

pergerakan kasar dari leher, dada dan ekstremitas bagian proksimal. Upper motor neuron

jalur medial berasal dari nukleus vestibularis, colliculus superior dan formasio retikularis.

(Martini, 2006).

Nukleus vestibularis menerima informasi dari N VIII dari reseptor di vestibulum untuk

mengontrol posisi dan pergerakan kepala. Tractus descendens yang berasal dari nukleus

tersebut ialah tractus vestibulospinalis. Tujuan akhir dari sistem ini ialah untuk menjaga

postur tubuh dan keseimbangan. (Martini, 2006).

Colliculus superior menerima sensasi visual. Tractus descendens yang berasal dari

colliculus superior disebut tractus tectospinal. Fungsi tractus ini ialah untuk mengatur

refleks gerakan postural yang berkaitan dengan penglihatan (Snell, 2002).

Formasio retikularis ialah suatu sel-sel dan serabut-serabut saraf yang membentuk jejaring

(retikular). Jaring ini membentang ke atas sepanjang susunan saraf pusat dari medulla

spinalis sampai cerebrum. Formatio reticularis menerima input dari hampir semua seluruh

sistem sensorik dan memiliki serabut eferen yang turun memengaruhi sel-sel saraf di

23

Page 24: Laporan E Blok 19

semua tingkat susunan saraf pusat. Akson motor neuron dari formatio retikularis turun

melalui traktus retikulospinal tanpa menyilang ke sisi kontralateral. Fungsi dari tractus

reticulospinalis ini ialah untuk menghambat atar memfasilitasi gerakan voluntar dan

kontrol simpatis dan parasimpatis hipotalamus (Martini 2006; Snell, 2002)

Lateral Pathway

Lateral Pathway (jalur lateral) berfungsi sebagai kontrol tonus otot dan presisi pergerakan

dari ekstremitas bagian distal. Upper motor neuron dari jalur lateral ini terletak dalam

nukleus ruber (merah) yang terletak dalam mesencephalon. Akson motor neuron dari

nukleus ruber ini turun melalui tractus rubrospinal. Pada manusia tractus rubrospinal kecil

dan hanya mencapai corda spinalis bagian cervical.

Saraf Kranialis

Saraf kranialis adalah saraf perifer yang berpangkal pada otak dan batang otak. Fungsinya

sensorik motorik dan khusus. Yang dimaksud dengan fungsi khusus adalah fungsi yang

bersifat pancaindra seperti, penghiduan, penglihatan, pengecapan, pendengaran dan

keseimbangan. Saraf kranialis terdiri atas 12 pasang. Saraf kranialis pertama langsung

berhubungan dengan otak. Saraf kranialis kedua dan ketiga berpangkal di mesensefalon,

saraf kranialis keempat, kelima, keenam dan ketujuh berinduk di pons dan saraf kranialis

kedelapan sampai kedua belas berasal dari medula oblongata (Sloane, 2004).

2. Epilepsi

EPILEPSI

A. Definisi

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya

muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivatreversibel .Epilepsi adalah gangguan kronik

otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang

yangdisebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifatreversibel dengan

berbagai etiologi .

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologidengan ciri-ciri

timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepasmuatan listrik neron-neron otak secara

berlebihan dengan berbagaimanifestasi klinik dan laboratorik.

B. Epidemiologi

24

Page 25: Laporan E Blok 19

Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang,

37 juta orang diantaranya adalah epilepsi primer,dan 80% tinggal di negara berkembang.

Laporan WHO (2001)memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi

aktif diantara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka

prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi dinegara-negara berkembang.Hasil penelitian

Shackleton dkk (1999) menunjukkan bahwa angkainsidensi kematian di kalangan penyandang

epilepsi adalah 6,8 per 1000orang. Sementara hasil penelitian Silanpaa dkk (1998) adalah

sebesar 6,23 per 1000 penyandang.

C. Etiologi

Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :a.Kelainan yang terjadi selama perkembangan

janin/kehamilan ibu, sepertiibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak

janin,mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera. b.Kelainan yang terjadi pada

saat kelahiran, seperti kurang oksigen yangmengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena

tindakan.c.Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak d.Tumor otak

merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.e.Penyumbatan

pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak f.Radang atau infeksi pada otak dan

selaput otak g.Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose

danneurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulangh.Kecendrungan

timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkankarena ambang rangsang serangan yang

lebih rendah dari normalditurunkan pada anak 1.Epilepsi Primer (Idiopatik)Epilepsi primer

hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga

bahwa terdapat kelainanatau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area

jaringan otak yang abnormal.Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui

(Idiopatik). Sering terjadi pada:a.Trauma lahir, Asphyxia neonatorum b.Cedera Kepala, Infeksi

sistem syaraf c.Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohold.Demam, ganguan metabolik

(hipoglikemia, hipokalsemia,hiponatremia)e.Tumor Otak f.Kelainan pembuluh darah1.Epilepsi

Sekunder (Simtomatik)Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada

jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan

parut sebagai akibat kerusakan otak padawaktu lahir atau pada masa perkembangan anak,

cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme

dannutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitaminB6), faktor-faktor

toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia,gangguan sirkulasi, dan neoplasma.

25

Page 26: Laporan E Blok 19

D.Gejala Penyakit Epilepsi

Karena epilepsi disebabkan oleh tidak normalnya aktivitas sel otak, kejang-kejang dapat

berdampak pada proses kordinasi otak anda. Kejang-kejang dapat menghasilkan :

Kebingungan yang temporer

Gerakan menghentak yang tidak terkontrol pada tangan dan kaki

Hilang kesadaran secara total

Perbedaan gejala yang terjadi tergantung jenis kejang-kejang. Pada banyak kasus, orang dengan

epilepsi akan cenderung memiliki jenis kejang-kejang yang sama setiap waktu, jadi gejala yang

terjadi akan sama dari kejadian ke kejadian.

Dokter mengklasifikasikan kejang-kejang secara parsial atau general, berdasarkan bagaimana

aktivitas otak yang tidak normal dimulai. Pada beberapa kasus, kejang-kejang dapat dimulai

secara parsial dan kemudian menjadi general.

Kejang-kejang parsial (sebagian)

Ketika kejang-kejang muncul sebagai hasil dari aktifitas otak yang tidak normal pada satu

bagian otak tersebut, ilmuan menyebutnya kejang-kejang parsial atau sebagian. Kejang-kejang

jenis ini terdiri dari dua kategori.

Simple partial seizures (kejang-kejang parsial sederhana). Kejang-kejang ini tidak

menghasilkan kehilangan kesadaran. Kejang-kejang ini mungkin akan mengubah emosi atau

berubahnya cara memandang, mencium, merasakan, mengecap, atau mendengar. Kejang-

kejang ini bisa juga menghasilkan hentakan bagian tubuh secara tidak sengaja, seperti tangan

atau kaki, dan gejala sensorik secara spontan seperti perasaan geli, vertigo dan berkedip

terhadap cahaya.

Complex partial seizures (kejang-kejang parsial kompleks). Kejang-kejang ini menghasilkan

perubahan kesadaran, itu karena anda kehilangan kewaspadaan selama beberapa waktu.

26

Page 27: Laporan E Blok 19

Kejang-kejang general

Kejang-kejang yang melibatkan seluruh bagian otak disebut kejang-kejang general. Empat tipe

dari kejang-kejang general adalah:

Absence seizures (juga disebut petit mal). Kejang-kejang ini memiliki dikarakteristikan oleh

gerakan tubuh yang halus dan mencolok, dan dapat menyebabkan hilangnya kesadaran secara

singkat.

Myoclonic seizures. Kejang-kejang ini biasanya menyebabkan hentakan atau kedutan secara

tiba-tiba pada tangan dan kaki.

Atonic seizures. Juga dikenal dengan drop attack, kejang-kejang ini menyebabkan hilangnya

keselarasan dengan otot-otot dan dengan tiba-tiba collapse dan terjatuh.

Tonic-clonic seizures (juga disebut grand mal). Kejang-kejang yang memiliki intensitas

yang paling sering terjadi. Memiliki karakteristik dengan hilangnya kesadaran, kaku dan

gemetar, dan hilangnya kontrol terhadap kandung kemih.

E.Penyebab & Faktor Risiko

Penyebab Epilepsi

Pengaruh genetik

Beberapa tipe epilepsi menurun pada keluarga, membuatnya seperti ada keterkaitan dengan

genetik.

Trauma pada kepala

Kecelakaan mobil atau cedera lain dapat menyebabkan epilepsi.

Penyakit medis

Stroke atau serangan jantung yang menghasilkan kerusakan pada otak dapat juga menyebabkan

epilepsi. Stroke adalah penyebab yang paling utama pada kejadian epilepsi terhadap orang yang

berusia lebih dari 65 tahun.

27

Page 28: Laporan E Blok 19

Demensia

Menyebabkan epilepsi pada orang tua.

Cedera sebelum melahirkan

Janin rentan terhadap kerusakan otak karena infeksi pada ibu, kurangnya nutrisi atau

kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan kelumpuhan otak pada anak. Dua puluh

persen kejang-kejang pada anak berhubungan dengan kelumpuhan otak atau tidak normalnya

neurological.

Perkembangan penyakit

Epilepsi dapat berhubungan dengan perkembangan penyakit lain, seperti autis dan down

syndrome.

Faktor risiko terkena Epilepsi

Faktor yang mungkin dapat meningkatkan risiko epilepsi adalah :

Usia

Epilepsi biasanya terjadi pada masa awal usia anak-anak dan setelah usia 65 tahun, tapi kondisi

yang sama dapat terjadi pada usia berapapun.

Jenis kelamin

Lelaki lebih berisiko terkena epilepsi daripada wanita.

Catatan keluarga

Jika anda memiliki catatan epilepsi dalam keluarga, anda mungkin memiliki peningkatan risiko

mengalami kejang-kejang.

Cedera kepala

Cedera ini bertanggung jawab pada banyak kasus epilepsi. Anda dapat mengurangi risikonya

dengan selalu menggunakan sabuk pengaman ketika mengendarai mobil dan menggunakan

helm ketika mengendarai motor, bermain ski, bersepeda atau melakukan aktifitas lain yang

berisiko terkena cedera kepala.

28

Page 29: Laporan E Blok 19

Stroke dan penyakit vaskular lain

Ini dapat menyebabkan kerusakan otak yang memicu epilepsi. Anda dapat mengambil beberapa

langkah untuk mengurangi risiko penyakit-penyakit tersebut, termasuk adalah batasi untuk

mengkonsumsi alkohol dan hindari rokok, makan makanan yang sehat dan selalu berolahraga.

Infeksi pada otak

Infeksi seperti meningitis, menyebabkan peradangan pada otak atau tulang belakang dan

menyebabkan peningkatan risiko terkena epilepsi.

Kejang-kejang berkepanjangan pada saat anak-anak

Demam tinggi pada saat anak-anak dalam waktu yang lama terkadang dikaitkan dengan kejang-

kejang untuk waktu yang lama dan epilepsi pada saat nanti. Khususnya untuk mereka dengan

catatan sejarah keluarga dengan epilepsi.

F. Patofisiologi

1.PatofisiologiKejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihandari sebuah

fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibatsuatu keadaan patologik.

Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak

tengah, talamus, dankorteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkanlesi

di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.Di tingkat membran sel, sel fokus

kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :a.Instabilitas

membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.b. Neuron-neuron

hipersensitif dengan ambang untuk melepaskanmuatan menurun dan apabila terpicu akan

melepaskan muatanmenurun secara berlebihan.c.Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan,

hipopolarisasi, atau selangwaktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihanasetilkolin

atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).d.Ketidakseimbangan ion yang mengubah

keseimbangan asam-basaatau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi

neuronsehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguankeseimbangan ini menyebabkan

peningkatan berlebihanneurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter

inhibitorik.Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segerasetelah kejang

sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhanenergi akibat hiperaktivitas

neuron.Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-

sel saraf motorik dapatmeningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak

29

Page 30: Laporan E Blok 19

meningkat,demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul dicairan

serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang.Asam glutamatmungkin mengalami deplesi

selama aktivitas kejang.Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi.Bukti

histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifatneurokimiawi bukan

struktural.Belum ada faktor patologik yang secarakonsisten ditemukan.Kelainan fokal pada

metabolisme kalium danasetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat

peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokustersebut lambat

mengikat dan menyingkirkan asetilkolin

G.Diagnosis

MRI (Magnetic resonance imaging) Menggunakan magnet yang sangat kuat untuk

mendapatkan gambaran dalam tubuh/otak seseorang. Tidak menggunakan Sinar-X. MRI lebih

peka daripada CT Scan.

EEG (electroencephalography) alat untuk memeriksa gelombang otak. Prinsip kerja EEG

adalah dengan mendeteksi perubahan muatan secara tiba-tiba dari sel neuron yang ditandai

dengan adanya interictal spike-and-wave pada hasil EEG. Namun seperti halnya tes penunjang

lainnya, tetap dibutuhkan kombinasi data klinis dengan data EEG untuk menegakkan diagnosis

epilepsi. Pada 30-50% pasien epilepsi dapat ditemukan A single EEG tracing. Selain

penggunaan dalam penegakan diagnosis EEG juga digunakan untuk monitoring pasien post-

operasi lesi epileptogenik.

H.Tatalaksana

Non farmakologi:

1.Amati faktor pemicu

2.Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol,

perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.

Farmakologi : menggunakan obat-obat antiepilepsi

Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:

1.Inaktivasi kanal Na menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan muatan listrik

Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat

Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:

30

Page 31: Laporan E Blok 19

1.agonis reseptor GABA meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja reseptor

GABA contoh: benzodiazepin, barbiturat

2.menghambat GABA transaminase konsentrasi GABA meningkat contoh: Vigabatrin

3.menghambat GABA transporter memperlama aksi GABA contoh: Tiagabin

4.meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien mungkin dg

menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool contoh: Gabapentin

Pilihan obat untuk gangguan kejang spesifik

Tipe seizure Terapi

pilihan

pertama

Obat alternatif

Seizure parsial Karbamazepi

n

Fenitoin

Lamotrigin

Asam

valproat

okskarbanzep

in

Gabapentin

Topiramat

Levetiracetam

Zonisamid

Tiagabin

Primidon

Fenobarbital

Felbamat

kejan

g

umu

m

Absens Asam

valproat

Etosuksimid

Lamotrigin

Levetiracetam

Mioklon

ik

Asam

valproat

Lamotrigin,

31

Page 32: Laporan E Blok 19

Klonazepam topiramat,

felbamat,

zonisamid,

levetiracetam

Tonik-

klonik

Fenitoin

Karbamazepi

n

Asam

valproat

Lamotrigin,

topiramat,

primidon,

fenobarbital,

okskarbanzepi

n,

Levetiracetam

Penggolongan obat antiepilepsi

(1)   Hidantoin

Fenitoin

Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan menghambat kanal sodium (Na+) yang mengakibatkan

influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang . dan menghambat terjadinya

potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron. Dosis awal penggunaan fenitoin 5

mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari tiap 6  jam . Efek samping yang sering

terjadi pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada SSP, sehingga mengakibatkan lemah,

kelelahan, gangguan penglihatan (penglihatan berganda), disfungsi korteks dan mengantuk.

Pemberian fenitoin dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh dan

nystagmus. Salah satu efek samping kronis yang mungkin terjadi adalah gingival hyperplasia

(pembesaran pada gusi). Menjaga kebersihan rongga mulut dapat mengurangi resiko gingival

hyperplasia (14).

(2)   Barbiturat

32

Page 33: Laporan E Blok 19

Fenobarbital

Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-klonik

Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya menimbulkan gangguan perilaku pada anak-

anak telah mengurangi penggunaannya sebagai obat utama. Dosis awal penggunaan

fenobarbital 1-3 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg 1kali sehari . Efek

samping SSP merupakan hal yang umum terjadi pada penggunaan fenobarbital. Efek samping

lain yang mungkin terjadi adalah kelelahan, mengantuk, sedasi, dan depresi. Penggunaan

fenobarbital pada anak-anak dapat menyebabkan hiperaktivitas. Fenobarbital juga dapat

menyebabkan kemerahan kulit, dan Stevens-Johnson syndrome .

(3)   Deoksibarbiturat

Primidon

Primidon digunakan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik . Primidon mempunyai

efek penurunan pada neuron eksitatori . Efek anti kejang primidon hampir sama dengan

fenobarbital, namun kurang poten. Dosis primidon 100-125 mg 3 kali sehari . Efek samping

yang sering terjadi antara lain adalah pusing, mengantuk, kehilangan keseimbangan, perubahan

perilaku, kemerahan dikulit, dan impotensi (11).

(4)   Iminostilben

(a)    Karbamazepin

Karbamazepin secara kimia merupakan golongan antidepresan trisiklik . Karbamazepin

digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan tonik-klonik . Dosis pada

anak  dengan usia kurang dari 6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 6-12 tahun

dosis awal 200 mg 2 kali sehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg. Sedangkan pada 

anak usia lebih dari 12 tahun dan dewasa 400 mg 2 kali sehari . Efek samping yang sering

terjadi pada penggunaan karbamazepin adalah gangguan penglihatan (penglihatan berganda),

pusing, lemah, mengantuk, mual, goyah (tidak dapat berdiri tegak) dan Hyponatremia. Resiko

terjadinya efek samping tersebut akanmeningkat seiring dengan peningkatan usia .

(5)   Asam valproat

Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens, kejang

mioklonik, dan kejang tonik-klonik . Asam valproat dapat meningkatkan GABA dengan

33

Page 34: Laporan E Blok 19

menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat juga  berpotensi

terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta

mempengaruhi kanal kalium . Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari . Efek

samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual, muntah,

anorexia, dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan adalah

pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asam valproat mempunyai efek

gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang berat dari penggunaan asam valproat adalah

hepatotoksik. Hyperammonemia (gangguan metabolisme yang ditandai dengan peningkatan

kadar amonia dalam darah) umumnya terjadi 50%, tetapi tidak sampai menyebabkan kerusakan

hati (10).

(6)   Benzodiazepin

Benzodiazepin digunakan dalam terapi kejang (11). Benzodiazepin merupakan agonis GABAA,

sehingga aktivasi reseptor benzodiazepin akan meningkatkan frekuensi pembukaan reseptor

GABAA (7). Dosis benzodiazepin untuk anak usia 2-5 tahun 0,5 mg/kg, anak usia 6-11 tahun

0,3 mg/kg, anak usia 12 tahun atau lebih 0,2 mg/kg (11), dan dewasa 4-40 mg/hari (7). Efek

samping yang mungkin terjadi pada penggunaan benzodiazepin adalah cemas, kehilangan

kesadaran, pusing, depresi, mengantuk, kemerahan dikulit, konstipasi, dan mual (11).

(7)   Obat antiepilepsi lain

(a)   Lamotrigin

Lamotrigin merupakan obat antiepilepsi generasi baru dengan spektrum luas yang memiliki

efikasi pada parsial dan epilepsi umum . Lamotrigin tidak menginduksi atau menghambat

metabolisme obat anti epilepsi lain.  Mekanisme aksi utama lamotrigin adalah blokade kanal

Na, menghambat aktivasi arus Ca2+ serta memblok pelepasan eksitasi neurotransmiter asam

amino seperti glutamat dan aspartat.  Dosis lamotrigin 25-50 mg/hari . Penggunaan lamotrigin

umumnya dapat ditoleransi pada pasien anak, dewasa, maupun pada pasien geriatri. Efek

samping yang sering dilaporkan adalah gangguan penglihatan (penglihatan berganda), sakit

kepala, pusing, dan goyah (tidak dapat berdiri tegak). Lamotrigin dapat menyebabkan

kemerahan kulit terutama pada penggunaan awal terapi 3-4 minggu. Stevens-Johnson syndrome

juga dilaporkan setelah menggunakan lamotrigin .

(b)   Topiramat

34

Page 35: Laporan E Blok 19

Topiramat digunakan tunggal atau tambahan pada terapi kejang parsial, kejang mioklonik, dan

kejang tonik-klonik. Topiramat mengobati kejang dengan menghambat kanal sodium (Na+),

meningkatkan aktivitas GABAA, antagonis reseptor glutamat AMPA/kainate, dan menghambat

karbonat anhidrase yang lemah . Dosis topiramat 25-50 mg 2 kali sehari . Efek samping

utama yang mungkin terjadi adalah gangguan keseimbangan tubuh, sulit berkonsentrasi, sulit

mengingat, pusing, kelelahan, paresthesias (rasa tidak enak atau abnormal). Topiramat dapat

menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi anorexia dan penurunan berat badan .

3. Patofisiologi Epilepsi

Patofisiologi Epilepsi Umum

- Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara lengkap adalah

epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset dimulai usia 3-8 tahun

dengan karakteristik klinik yang menggambarkan pasien “bengong” dan aktivitas normal

mendadak berhenti selama beberapa detik kemudian kembali ke normal dan tidak ingat

kejadian tersebut. Terdapat beberapa hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal

dari thalamus, hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian

menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara thalamus dan

korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras thalamo-kortikal akibat adanya

mutasi ion calsium sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara

normal aktivitas ritmik pada korteks terjadi pada saat tidur non-REM.

- Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya mutasi genetik. Mutasi genetik

terjadi sebagian besar pada gen yang mengkode protein kanal ion (tabel). Contoh: Generalized

epilepsy with febrile seizure plus, benign familial neonatal convulsions.

-

- Tabel. Mutasi kanal ion pada beberapa jenis epilepsiKanal Gen Sindroma

Voltage-gatedKanal Natrium SCN1A,

SCN1B,SCN2A, GABRG2

Generalized epilepsies with febrile seizures plus

Kanal Kalium KCNQ2, KCNQ3

Benign familial neonatal convulsions

Kanal Kalsium CACNA1A, CACNB4CACNA1H

Episodic ataxia tipe 2Childhood absence epilepsy

Kanal Klorida CLCN2 Juvenile myoclonic epilepsyJuvenile absence epilepsyEpilepsy with grand mal seizure on

35

Page 36: Laporan E Blok 19

awakeningLigand-gatedReseptor asetilkolin

CHRNB2, CHRNA4

Autosomal dominant frontal lobe epilepsi

Reseptor GABA

GABRA1, GABRD

Juvenile myoclonic epilepsy

-

- Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion natrium (natrium

influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga terjadi aktivitas depolarisasi dan

repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika terjadi mutasi pada kanal Na seperti yang

terdapat pada generalized epilepsy with febrile seizures plus, maka terjadi natrium influks yang

berlebihan sedangkan kalium efluks tetap seperti semula sehingga terjadi depolarisasi dan

repolarisasi yang berlangsung berkali-kali dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron. Hal

yang sama terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana terdapat mutasi kanal

kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan hipereksitasi pada sel

neuron.

Patofisiologi Epilepsi Parsial

- Patofisiologi epilepsi parsial yang dapat diterangkan secara jelas adalah epilepsi lobus

temporal yang disebabkan oleh sklerosis hipokampus. Pada sklerosis hippokampus terjadi

hilangnya neuron di hilus dentatus dan sel piramidal hipokampus. Pada keadaan normal terjadi

input eksitatori dari korteks entorhinal ke hippokampus di sel granula dentatus dan input

inhibitori dari interneuron di lapisan molekular dalam (inner layer molecular). Sel granula

dentatus relatif resisten terhadap aktivitas hipersinkroni, dan dapat menginhibisi propagasi

bangkitan yang berasal dari korteks entorhinal.

- Pada sklerosis hippocampus terjadi sprouting akson mossy-fiber balik ke lapisan molekular

dalam (karena sel pyramidalis berkurang). Mossy fibers yang aberant ini menyebabkan sirkuit

eksitatori yang rekuren dengan cara membentuk sinaps pada dendrit sel granula dentatus

sekelilingnya. Di samping itu interneuron eksitatori yang berada di gyrus dentatus berkurang

(yang secara normal mengaktivasi interneuron inhibitori), sehingga terjadi hipereksitabilitas.

- Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi neurogenesis postnatal di hippocampus.

Suatu bangkitan mencetuskan peningkaBeberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi

neurogenesis postnatal di hippocampus. Suatu bangkitan mencetuskan peningkatan aktivitas

mitosis di daerah proliferatif gyrus dentatus sehingga terjadi diferensiasi sel granula dentatus

baru dan pada akhirnya terjadi ketidakseimbangan eksitasi dan inhibisi. Teori patofisiologi

yang lain adalah terjadi perubahan komposisi dan ekspresi reseptor GABAa. Pada keadaan

normal, reseptor GABAa terdiri dari 5 subunit yang berfungsi sebagai inhibitori dan 36

Page 37: Laporan E Blok 19

menyebabkan hiperpolarisasi neuron dengan cara mengalirkan ion klorida. Pada epilepsy lobus

temporal, terjadi perubahan ekspresi reseptor GABAa di sel granula dentatus berubah sehingga

menyebabkan sensitivitas terhadap ion Zinc meningkat dan akhirnya menghambat mekanisme

inhibisi.

- Mekanisme epilepsi lain yang dapat diterangkan adalah terjadinya epilepsi pada cedera otak.

Jika terjadi suatu mekanisme cedera di otak maka akan terjadi eksitotoksisitas glutamat dan

menigkatkan aktivitas NMDA reseptor dan terjadi influx ion calsium yang berlebihan dan

berujung pada kematian sel. Pada plastisitas maka influx ion calsium lebih sedikit dibandingkan

pada sel yang mati sehingga tidak terjadi kematian sel namun terjadi hipereksitabilitas neuron.

VI. KERANGKA KONSEP

37

Page 38: Laporan E Blok 19

BAB III

PENUTUP

I. Kesimpulan

38

Page 39: Laporan E Blok 19

Seorang anak laki – laki, usia 3 tahun dibawa ke RS dengan keluhan kejang dikarenakan menderita epilepsy hemiparesis dextra tipe central serta paresis nervus 7 dan 12 tipe sentral dikarenakan status epileptikus.

DAFTAR PUSTAKA

- Guyton, Arthur C. dan John E. Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC.

39

Page 40: Laporan E Blok 19

- Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

- S. Snell, Richard. 2006.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

- Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 2006. Jakarta: EGC

- PDSPDI.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

- Guyton, Arthur.C.2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta : EGC.Edisi 11.Terjemahan

40