laporan perah malam.docx

28
BAB II KEGIATAN PRAKTIKUM Pengukuran Data Fisiologis dan Lingkungan Temperatur Rektal. Pengukuran temperatur rektal ternak dilakukan dengan memasukkan thermometer yang skalanya telah dinolkan kedalam rektum kurang lebih sepertiga bagian selama 1 menit sebanyak 3 kali, kemudian hasilnya dirata-rata. Frekuensi Respirasi. Pengukuran frekuensi respirasi dilakukan dengan melihat kembang kempisnya perut atau dengan mendekatkan punggung telapak tangan didepan hidung ternak untuk merasakan hembusan nafas selama 1 menit sebanyak 3 kali, kemudian hasilnya dirata-rata. Frekuensi Pulsus. Pengukuran frekuensi pulsus dilakukan dengan meraba pada arteri caudal atau coxigeal tengah dari permukaan ventral ekor sampai terasa denyutan arterinya, dilakukan selama 1 menit sebanyak 3 kali, kemudian hasilnya dirata-rata. Pengukuran Kondisi Lingkungan. Pengamatan lingkungan dilakukan dengan mengukur suhu kandang dan kelembaban dengan menggunakan thermohygrometer. Hasil keduanya kemudian dicatat. Pengamatan Tingkah Laku Sapi Perah Frekuensi Minum dan Volume Air Minum. Praktikan

Upload: adam

Post on 21-Feb-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

peternakan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Perah Malam.docx

BAB IIKEGIATAN PRAKTIKUM

Pengukuran Data Fisiologis dan LingkunganTemperatur Rektal. Pengukuran temperatur rektal ternak dilakukan

dengan memasukkan thermometer yang skalanya telah dinolkan kedalam

rektum kurang lebih sepertiga bagian selama 1 menit sebanyak 3 kali,

kemudian hasilnya dirata-rata.

Frekuensi Respirasi. Pengukuran frekuensi respirasi dilakukan

dengan melihat kembang kempisnya perut atau dengan mendekatkan

punggung telapak tangan didepan hidung ternak untuk merasakan

hembusan nafas selama 1 menit sebanyak 3 kali, kemudian hasilnya

dirata-rata.

Frekuensi Pulsus. Pengukuran frekuensi pulsus dilakukan dengan

meraba pada arteri caudal atau coxigeal tengah dari permukaan ventral

ekor sampai terasa denyutan arterinya, dilakukan selama 1 menit

sebanyak 3 kali, kemudian hasilnya dirata-rata.

Pengukuran Kondisi Lingkungan. Pengamatan lingkungan

dilakukan dengan mengukur suhu kandang dan kelembaban dengan

menggunakan thermohygrometer. Hasil keduanya kemudian dicatat.

Pengamatan Tingkah Laku Sapi PerahFrekuensi Minum dan Volume Air Minum. Praktikan mengukur

volume air yang ada di tempat minum ternak kemudian mengukur volume

air yang diminum dengan cara mengukur volume air yang tersisa. Volume

air yang diminum adalah volume air semula dikurangi volume air sisa /

hasil pengukuran. Frekuensi minum dihitung dari berapa kali ternak minum

setiap jamnya, kemudian hasil masing-masing dicatat.

Frekuensi Urinasi dan Volume Urinasi. Ketika sapi melakukan

urinasi, urine yang keluar ditampung dengan ember dan kemudian diukur

volumenya, sedangkan frekuensi urinasi dihitung berapa kali ternak

melakukan urinasi setiap jamnya, kemudian hasilnya dicatat.

Page 2: Laporan Perah Malam.docx

Frekuensi Defekasi dan Berat Defekasi. Ketika sapi melakukan

defekasi, feses yang keluar ditampung dengan ember dan ditimbang

beratnya, sedangkan frekuensi defekasi dihitung berapa kali ternak

melakukan defekasi setiap jamnya, kemudian hasilnya dicatat.

Lama Remastikasi. Waktu remastikasi dihitung sejak sapi mulai

melakukan remastikasi sampai berhenti remastikasi.

Jumlah Kunyahan per-bolus. Jumlah kunyahan per-bolus dihitung

sejak ternak remastikasi sampai deglutisi per-bolus, dilakukan sebanyak 3

kali dan hasilnya dirata-rata kemudian dicatat.

Waktu Berdiri dan Lama Berdiri. Waktu berdiri dicatat saat sapi

mulai berdiri dan akhir berdiri dicatat saat sapi mulai berbaring, sedangkan

lama berdiri dihitung sejak sapi berdiri sampai berbaring, kemudian

hasilnya dicatat.

Waktu Berbaring dan Lama Berbaring. Waktu berbaring dicatat

saat sapi mulai berbaring dan akhir berbaring dicatat saat sapi mulai

berdiri, sedangkan lama berbaring dihitung sejak sapi mulai berbaring

sampai berdiri lagi, kemudian hasilnya dicatat.

Page 3: Laporan Perah Malam.docx

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN

Pengukuran Data Fisiologis Dan Lingkungan Sapi PerahTemperatur Rektal

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data

rata-rata temperatur rektal sapi PFH sebagai berikut :

Tabel 1. Rata-rata temperatur rektal sapi PFH

Pukul Temperatur Rektal (0C)Sakura Kamboja Turi Lili

18.00 38,3 37,8 39,2 37,3320.00 38,167 37,83 39,53 36,8322.00 38,33 38,43 39,6 36,824.00 38,6 37,8 39,23 37,4301.00 38,03 37,93 39,13 36,3602.00 38,13 37,83 39,42 36,8304.00 38,067 38,17 37,9 36,3306.00 37,6 37,83 38,97 36,33

Grafik 1. Rata-rata temperatur rektal sapi PFH

18,00 20,00 22,00 24,00 01,00 02,00 04,00 06,0034

35

36

37

38

39

40

sakura kambojaturilili

Berdasarkan data temperatur rektal sapi PFH diketahui bahwa rata-

rata temperatur rektal Sakura adalah antara 38,60C sampai dengan

37,60C, Kamboja 37,80C sampai dengan 38,430C, Turi 39,10C sampai

Page 4: Laporan Perah Malam.docx

dengan 39,60C, dan Lili 36,330C sampai dengan 37,430C. Menurut Yani

dan Purwanto (2006), pada malam hari, suhu rektal akan terus mengalami

penurunan, sedangkan pada pagi sampai sore suhu rektal mengalami

kenaikan. Pernyataan tersebut sudah sesuai dengan temperatur rektal

dari data yang didapat meskipun temperatur rektal pada masing-masing

sapi ada yg naik tetapi itu tidak begitu signifikan dan masih menunjukkan

bahwa temperatur rektal terus menurun pada malam hari. Ada banyak

faktor yang menyebabkan suhu tubuh sapi PFH meningkat, salah satunya

adalah karena cekaman panas. Menurut Yani dan Purwanto (2006),

peningkatan denyut jantung merupakan respon dari tubuh ternak untuk

menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih

dingin. Pernapasan merupakan respons tubuh ternak unutk membuang

atau mengganti panas dengan udara sekitarnya. Jika kedua respo

tersebut tidak berhasil, maka suhu organ tubuh ternak akan meningkat

sehingga ternak akan mengalami cekaman panas.

Frekuensi RespirasiBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data rata-

rata frekuensi respirasi sapi PFH sebagai berikut :

Tabel 2. Rata-rata frekuensi respirasi sapi PFH

Pukul Frekuensi Respirasi (kali/menit)Sakura Kamboja Turi Lili

18.00 30,3 26 31,67 31,3320.00 25,3 19,67 33,33 3922.00 31,67 23 31,67 40,3324.00 23,3 27 37,67 36,6601.00 28 25,67 53,67 3602.00 17,3 24,3 52,33 4404.00 21,67 23,3 61 47,3306.00 22 22 52,67 27,66

Grafik 2. Rata-rata frekuensi respirasi sapi PFH

Page 5: Laporan Perah Malam.docx

18 20 22 24 1 2 4 60

10

20

30

40

50

60

70

Sakura Kamboja Turi Lili

Berdasarkan data frekuensi respirasi sapi PFH tersebut diketahui

bahwa rata-rata frekuensi respirasi Sakura adalah 21,67 kali/menit sampai

dengan 31,67 kali/menit, Kamboja 22 kali/menit sampai dengan 27

kali/menit, Turi 31,67 kali/menit sampai dengan 61 kali/menit, Lili 27,66

kali/menit sampai dengan 47,33 kali/menit. Menurut Sudrajad dan Adiarto

(2011), frekuensi respirasi normal antara 24 sampai 32 kali/menit. Naiknya

frekuensi respirasi merupakan salah satu tanda sapi perah mengalami

stres panas. Tujuan dari respirasi adalah untuk memaksimalkan

pengeluaran panas karena sapi perah berada di kandang dengan

kelembaban tinggi. Tingginya frekuensi respirasi ini terjadi karena 2 faktor

penyebab, yaitu ketidaknyamanan saat datangnya petugas pengamat,

dan ketidaknyamanan akibat perubahan kondisi temperatur dan

kelembaban.

Frekuensi PulsusBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data rata-

rata frekuensi respirasi sapi PFH sebagai berikut :

Page 6: Laporan Perah Malam.docx

Tabel 3. Rata-rata frekunsi pulsus sapi PFH

Pukul Frekuensi Pulsus (kali/menit)Sakura Kamboja Turi Lili

18.00 70 52,3 62,33 66,6720.00 68,67 67 67,33 7322.00 63,67 63 56,67 5624.00 48 70,67 66,33 6101.00 65 68,67 63,67 57,6702.00 57,3 65,67 58 5204.00 58 63,3 66,67 7106.00 50,3 60,67 59,67 75,67

Grafik 3. Rata-rata frekuensi pulsus sapi PFH

18,00 20,00 22,00 24,00 01,00 02,00 04,00 06,000

10

20

30

40

50

60

70

80

Sakura Kamboja Turi Lili

Frekuensi menggambarkan kuat lemahnya kerja jantung dalam

tubuh (Sudrajad dan Adiarto, 2011). Berdasarkan data frekuensi respirasi

sapi PFH tersebut diketahui bahwa rata-rata frekuensi pulsus Sakura

adalah 48 kali/menit sampai dengan 70 kali/menit, Kamboja 52,33

kali/menit sampai dengan 70,67 kali/menit, Turi 56,67 kali/menit sampai

dengan 67,33 kali/menit, Lili 52 kali/menit sampai dengan 75,67 kali/menit.

Menurut Sudrajad dan Adiarto (2011), frekuensi pulsus normal pada sapi

perah adalah antara 54 sampai 84 kali/menit.

Pengukuran Lingkungan Kandang

Page 7: Laporan Perah Malam.docx

Tabel 4. Kelembaban kandang dan temperatur kandang

Dari data terserbut dapat diketahui bahwa kelembaban kandang berkisar

antara 58% sampai dengan 83%, sedangkan temperatur kandang berkisar

antara 22,20C sampai dengan 25,10C. Suhu dan kelembaban kandang

sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan tingkah laku dari sapi

perah tersebut. Menurut Yani dan Purwanto (2006), suhu dan kelembaban

udara merupakan dua faktor iklm yang mempengaruhi produksi sapi

perah, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan air,

keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak. Menurut

Yani et.al., (2007), sapi bangsa Friesian Holstein (FH) yang ada di

Indonesia didatangkan dari negara-negara Eropa yang memiliki iklim

sedang (temperate) dengan kisaran suhu rendah berkisar 5 sampai 250C,

sehingga sangat peka terhadap perubahan iklim mikro (suhu dan

kelembaban udara). Apabila sapi FH ditempatkan pada lokasi yang

memiliki suhu tinggi dan kelembaban udara yang tidak mendukung maka

sapi tersebut akan mengalami cekaman panas yang berakibat pada

menurunnya produktivitas sehingga potensi genetiknya tidak dapat tampil

secara optimal. Sapi-sapi perah di daerah subtropis temperatur ideal

adalah antara 30-60 (-1,110 – 15,560C) dengan kelembaban udara rendah

(<80%) dan temperatur kritis sekitar 80-850F (26,670-29,440C). Apabila

temperatur udara naik di atas 600F yaitu sampai temperatur 800F

pengaruhnya terhadap produksi susu setiap individu adalah kecil

(Soetarno, 2000).

Pengamatan Tingkah Laku Sapi Perah

Pukul Kelembaban Kandang (%) Temperatur Kandang (0C)18.00 58 25,120.00 66 24,222.00 69 23,924.00 73 23,301.00 73 23,302.00 73 23,204.00 78 22,806.00 83 22,2

Page 8: Laporan Perah Malam.docx

Frekuensi dan volume minum.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data

frekuensi minum dan volume minum sapi PFH sebagai berikut :

Tabel 5. Data hasil pengamatan minum sapi perah

Waktu

Frekuensi minum (kali) Volume minum (ml)

Sakura Kamboja Turi Lili Sakura Kamboj

a Turi Lili

18.00-

19.00

- - - - - - - -

19.00-

20.00

- - - - - - - -

20.00-

21.00

- - 1 - - - 9000 -

21.00-

22.00

1 1 - 2 7200 9750 - 16640

22.00-

23.00

- - 1 - - - 12600

-

23.00-

24.00

1 - - - 1800 - - -

24.00-

01.00

2 - - - 10800 - - -

01.00-

02.00

- - - - - - - -

02.00-

03.00

- - - - - - - -

03.00-

04.00

- - - - - - - -

04.00-

05.00

- - - - - - - -

05.00-

06.00

- - - 1 - - - 12480

Total 4 1 2 3 19800 9750 2160 2912

Page 9: Laporan Perah Malam.docx

0 0

Dari data hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa

frekuensi minum sapi Sakura selama 12 jam (18.00 – 06.00) sebanyak 4

kali minum, sapi Kamboja sebanyak 1 kali, sapi Turi sebanyak 3 kali, dan

sapi Lili sebanyak 3 kali minum. Menurut Yani dan Purwanto (2006),

konsumsi air minum sapi perah dewasa pada lingkungan nyaman sekitar 3

– 3,5 liter/kilogram bahan kering dan akan meningkat pada kondisi

cekaman panas. Pada kondisi tidak nyaman dengan suhu lingkungan

malam hari sekitar 240C dan siang hari sekitar 33,340C, sapi dara

mengkonsumsi air minum sebanyak 10,58 - 12,76% dari bobot

badan.Pemberian air minum dingin dapat meningkatkan produksi susu sapi

Holstein sebesar 10,86% dari 22,1 pada air minum 100C.

Frekuensi dan volume urinasi.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data

frekuensi urinasi dan volume urin sapi PFH sebagai berikut :

Tabel 6. Data hasil pengamatan urinasi sapi perah

WaktuFrekuensi urinasi (kali) Volume urinasi (ml)

Sakura

Kamboja Turi Lili Sakur

aKamboj

a Turi Lili

18.00-

19.00

- - - 1 - - - 440

19.00-

20.00

- - - - - - - -

20.00-

21.00

- - 1 1 - - 3740 1600

21.00-

22.00

1 1 - - 4430 4650 - -

22.00-

23.00

- - 1 - - - 4940 -

23.00-

24.00

- - - - - - - -

Page 10: Laporan Perah Malam.docx

24.00-

01.00

1 - - 1 3300 - - 2500

01.00-

02.00

- - - - - - - -

02.00-

03.00

- 1 1 - - 4750 4000 -

03.00-

04.00

- - - - - - - -

04.00-

05.00

1 - 1 1 4600 - 2500 3880

05.00-

06.00

- - - 1 - - - 1900

Total 3 2 4 5 12330 9400 15200

10370

Dari data hasil pengamatan tersebut dapat diketahui volume urinasi

sapi Sakura selama 12 jam ialah 12,33 liter, sapi Kamboja sebanyak 9,4

liter, sapi Turi sebanyak 15,2 liter, dan sapi Lili sebanyak 10,37 liter.

Menurut Soeharsono (2010), total output urine pada sapi yang tidak

sedang laktasi adalah 7 liter sedangkan untuk yang sedang laktasi adalah

11 liter.

Frekuensi dan volume defekasi.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data

frekuensi urinasi dan volume urin sapi PFH sebagai berikut :

Tabel 7. Data hasil pengamatan defekasi sapi perah

Waktu Frekuensi defekasi (kali) Berat defekasi (kg)

Sakura Kamboja Turi Lili Sakura Kamboja Turi Lili18.00-19.00

- - - - - - - -

19.00-20.00

- - - - - - - -

20.00-21.00

- - 1 1 - - 2 2

21.00- 1 1 - - 2 2 - -

Page 11: Laporan Perah Malam.docx

22.00

22.00-23.00

- 1 1 1 - 1 1,5 1,6

23.00-24.00

- - - - - - - -

24.00-01.00

1 - - 1 1,5 - - 2

01.00-02.00

- - 1 - - - 2 -

02.00-03.00

- 1 - - - 2 - -

03.00-04.00

- - - - - - - -

04.00-05.00

1 1 1 1 2 1 1,8 1,5

05.00-06.00

- - - - - - - -

Total 3 4 4 4 5,5 6 7,3 7,1

Dari data hasil pengamatan tersebut dapat diketahui frekuensi dan

volume defekasi sapi perah selama 12 jam (18.00-06.00) adalah pada

Sakura 3 kali defekasi dengan volume 5,5 kg, Kamboja 4 kali defekasi

dengan volume 6 kg, Turi 4 kali defekasi dengan volume 7,3 kg, dan Lili 4

kali defekasi dengan volume 7,1 kg. Menurut Soeharsono (2010), total

output feces untuk sapi yang tidak sedang laktasi adalah 12 liter

sedangkan untuk sapi yang sedang laktasi sebanyak 19 liter.

Lama berbaring.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan data

frekuensi urinasi dan volume urin sapi PFH sebagai berikut :

Tabel 8. Data hasil pengamatan waktu berbaring sapi

Waktu Waktu berbaring sapi (menit)

Sakura Kamboja Turi Lili18.00-19.00 - 60 13 3

19.00-20.00 - 60 8 66

20.00-21.00 218 60 15 56

21.00-22.00 - 60 30 37

Page 12: Laporan Perah Malam.docx

22.00-23.00 - 40 17 34

23.00-24.00 - 40 10 100

24.00-01.00 175 73 20 90

01.00-02.00 - 87 14 75

02.00-03.00 - 60 59 54

03.00-04.00 - 63 43 61

04.00-05.00 152 60 10 -

05.00-06.00 51 60 25 28

Total 596 723 261 547

Dari data hasil praktikum tersebut dapat diketahui bahwa lama

berbaring sapi-sapi tersebut selama 12 jam (18.00-06.00) adalah pada

sapi Sakura selama 596 menit, sapi Kamboja selama 723 menit, sapi Turi

selama 261 menit, dan sapi Lili selama 547 menit.

Lama remastikasi dan kunyahan per bolus.

Berdasarkan hasil praktikum, didapatkan data lama remastikasi dan

rata-rata kunyahan per bolus sapi perah sebagai berikut.

Tabel 9. Lama remastikasi dan rata-rata kunyahan per bolus.

Waktu Total menit Kunyahan per bolus (kali/menit)

Sakura Kamboja Turi Lili Sakura Kamboja Turi Lili18.00-19.00

32 - 15 7 32,3 - 21,3 16

19.00-20.00

20 20 8 8 23,67 25,67 24,67 12,66

20.00-21.00

17 - 20 12 22,67 - 29,3 10,33

21.00-22.00

14 43 15 20 21 18,67 28 8,33

22.00-23.00

15 19 10 44 28,33 22,67 41,3 17

23.00-24.00

25 19 18 15 33,67 20,67 28 5,33

24.00- 11 3 - 10 32,3 20 - 24,33

Page 13: Laporan Perah Malam.docx

01.0001.00-02.00

17 - 24 27 23 - 29,3 27

02.00-03.00

39 - - 25 38,3 - - 23,67

03.00-04.00

24 18 28 25 29,3 23,6 29,67 21

04.00-05.00

- 12 10 15 - 21,3 37 32

05.00-06.00

28 10 - 20 26,67 30,3 - 21

Total 242 144 148 228 311,21 182,88 268,54 238,58

Dari data hasil praktikum tersebut dapat diketahui bahwa lama

berbaring sapi-sapi tersebut selama 12 jam (18.00-06.00) adalah pada sapi

Sakura adalah 242 menit, sapi Kamboja 144 menit, sapi Turi 148 menit

dan sapi Lili 228 menit dengan kunyahan bolus rata-rata masing-masing

sapi perah yaitu 28 kali, 23 kali, 30 kali dan 19 kali. Menurut Soeharsono

(2010), begitu makanan sampai di dalam mulut, terjadi proses

pengunyahan atau remastikasi. Proses ini sama seperti pada proses

mastikasi, akan tetapi proses remastikasi atau pengunyahan kembali ini

lebih lama dibandingkan dengan sewaktu mastikasi. Rahang bergerak

pada gerakan ventrolateral menggiling, dan tiap bolus dikunyah antara 30-

35 kali dan yang paling sering antara 50-70 kali dengan rata-rata gerakan

rahang 56,4 kali. Jumlah gerakan ini bergantung kepada jenis makanan

yang dikonsumsi. Makanan yang banyak mengandung serat kasar

dikunyah lebih lama daripada yang sedikit mengandung serat kasar.

Penyakit dan PencegahannyaMastitis.

Radang ambing hamper selalu merupakan radang infeksi,

berlangsung secara akut, subakut maupun kronik, ditandai dengan

kenaikan sel didalam air susu dan disertai perubahan patologis atas

kelenjarnya sendiri (Subronto, 2003)

Page 14: Laporan Perah Malam.docx

Ambing seekor sapi betina kadang menjadi panas dan sangat

keras. Kadang-kadang dihasilkan susu yang mengandung darah atau

yang paling ringan dihasilkan air susu yang kental (lumpy). Penyebab

penyakit mastitis adalah bakteri yang dapat menular dari seekor hewan ke

hewan lain karena keadaan sanitasi yang kurang baik. Infeksi dapat terjadi

pada satu kuartir saja yang kemudian berkembang dan bersifat patal.

Mastitis pada tahap awal dapat diobati dengan menggunakan antibiotik.

Antibiotik disuntikkan ke dalam kanal puting yang terinfeksi (Blakely dan

David, 1991).

Pencegahan mastitis terutama ditunjukan pada kebersihan

kandang, kebeersihan sapi, serta pengelolaan ternak. Pencegahan yang

terpenting yaitu pendidikan terhadap peternak akan prinsip prinsip

pencegahan penyakit, control air susu yang di edarkan serta tindakan

ikutan bila jumlah sel yang ditemukan terlalu tinggi. Penggunaan CMT

sudah waktunya dilaksanakan saecara bersama sama di Indonesia

(Subronto, 2003).

Diare (white scour)Penyakit ini dianggap berasal dari adanya invasi bacteria tau virus.

Tetapi hasil hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaannya jauh lebih

rumit dari itu. Peyebabnya adalah kompleks, mulai dari bakteri, virus dan

keadaan lingkugan, kepadatan ternak terlalu tinggi, kekurangan kolostrus,

terlalu banyak pakan, difensiasi vitamin A serta adanya parasit (Blakely

dan David, 1991).

Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu pemberian vitamin A dan

D dalam jumlah cukup terhadap induk sebelum melahirkan, menyediakan

lingkungan yang bersih, melakukan disinfeksi terhadap kandang serta

melakukan isolasi terhadap sapi sapi penderita. Kunci dari penyakit ini

yatu dengan terapi elektrolit (Blakely dan David, 1991).

Kembung.Kembung merupakan keadaan yang tidak sehat yang menimbulkan

rasa tidak nyaman dan menimbulkan kematian ternak ruminansia. Tanda-

Page 15: Laporan Perah Malam.docx

tanda kembung adalah pembengkakan dalam ukuran yang abnormal pada

bagian sisi sebelah kiri dari seekor hewan. Keadaan yang parah

menyebabkan tekanan pada diafragma dan paru-paru hingga menyulitkan

pernapasan. Sebab tidak jelas, tetapi umumnya difahami bahwa pakan

konsentrat yang terlalu banyak merupakan penyebab timbulnya kembung.

Ada dua jenis kembung, yaitu bentuk gas dan bentuk gelembung gas.

Kembung yang disebabkan oleh gas dapat diatasi dengan berbagai cara

seperti mengajak sapi berjalan-jalan, diberi pipa slang masuk melalui

esophagus atau menusuk rumen dengan alat tertentu hingga gas keluar.

Jenis kembung yang berupa gelembung dapat diatasi dengan suat zat

yang dikenal sebagai surfaktan. Minyak nabati dan bahan sabun bubuk

detergen juga dapat digunakan. Namun demikian yang dianjurkan adalah

suatu surfaktan yang khusus seperti poloxalene. Zat itu biasanya

dimasukkan lewat mulut, atau dalam keadaan terpaksa dapat disuntikkan

langsung ke dalam rumen dengan menembusi dindingnya. Usaha-usaha

pencegahan dapat dilakukan dengan member jerami kering sebelum sapi

dilepas di padang leguminosa dengan pemberian surfaktan (Blakely dan

David, 1991).

Milk fever.Masalah ini timbul pada saat atau setelah kelahiran pertama, tetapi

jarang pada kelahiran kedua. Sapi betina memperlihatkan keadaan yang

sangat lemah, matanya nampak galak, serta hilangnya kesadaran dengan

leher atau kepala terlipat ke arah badan seperti anjing yang sedang tidur.

Suhu badannya biasanya berada di bawah normal. Penyebabnya adalah

defisiensi mineral kalsium yang timbul karena kebutuhan yang sangat

besar akan mineral itu untuk memproduksi susu. Pengobatannya berupa

penyuntikan garam kalsium secara intravenous atau penyuntikan udara ke

dalam ambing guna menekan produksi susu agar kebutuhan mineral

kalsium berkurang. (Blakely dan David, 1991).

Kutuan

Page 16: Laporan Perah Malam.docx

Penyakit ini disebabkan karena tungau demodex merupakan

parasit kulit dari berbagai ternak, yang hidup didalam folikel rambut dan

kelenjar lemak. Pada sapi ditandai dengan bentukan bintil keras

berukuran kecil. Obat yang digunakan untuk membunuh tungau ini

biasanya tidak selalu menjanjikan. Obatnya antara lain Akarisid dan

insektisida (Subronto, 2003).

Bruselosis.Terjadinya keguguran setelah kebuntingan 5 bulan merupakan

petunjuk kunci untuk menemukan penyakit ini. Seekor sapi betina setelah

keguguran masih mungkin bunting lagi, tetapi tingkat kelahirannya akan

rendah dan tidak teratur. Kadang-kadang fetus yang dikandung dapat

mencapai tingkatan atau bentuk yang sempurna tetapi pedet itu biasanya

lahir mati dan plasentanya tetap tertahan (tidak keluar) disertai keadaan

metritis. Sapi jantan juga dapat terserang penyakit ini melalui skrotum

yang tampak membengkak dan berwarna merah, dengan istilah orchitis,

infeksi bruselosis pada sapi jantan dapat menyebabkan keadaan steril.

Baik sapi jantan maupun betina , penyebab penyakit ini adalah bakteri

Brucella abortus. Vaksin Strain 19 dapat memberikan kekebalan terhadap

penyakit bruselosis (Blakely dan David, 1991).

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)Penyakit mulut dan kuku merupakan penyakit yang bersifat akut,

disertai demam, sangat menular, serta ditandai dengan pembentukan

vesikel vesikel pada selaput lender mulut, hidung dan pada kulit diantara

ataupun didekat teracak. Penyakit disebabkan oleh picorna-virus, yang

memiliki 7 tipe A, O, C, Asia 1 dan SAT 1,2,3 (Subronto, 2003).

Pengendalian dilakukan dengan melaksanakan peraturan

peraturan yang berlaku dan vaksinasi. Dalam keadaan ekstream

permberantasan dilakukan dengan pemotongan hewan ternak yang

tertular serta dilakukan karantina terhadap daerah yang tertular (Subronto,

2003)..

Page 17: Laporan Perah Malam.docx

Pengenalan AlatAlat IdentifikasiIdentifikasi tipe permanen.

Agar dimiliki catatan atau recording yang baik maka diperlukan cara

cara identifikasi pada sapi induk maupun anak anaknya. Banyak pilihan

yang tersedia untuk identifikasi seperti pemasangan anting telinga, tattoo,

foto dengan marka berwarna, dan yang popular dengan pemberian cap

atau Branding (Blakely dan David, 1991).

Branding merupakan alat untuk identifikasi pada anak atau induk

sapi. Ada dua macam alat branding ini yaitu hot branding dan freeze

branding. Hot branding adalah pemberian cap besi panas, cap besi harus

benar-benar panas, lalu ditempelkan pada tubuh ternak selama lima detik.

Freeze branding menggunakan besi tembaga yang disimpan dalam es

kering atau Nitrogen cair. Kulit yang akan dicap dicukur terlebih dahulu

dan dicuci dengan alkohol sebelum dicap. Cap ditempelkan selama tiga

puluh detik (Blakely dan David, 1991).

Alat bantu handling.Berbagai kegiatan seperti pemotongan tanduk, vaksinasi, kastrasi,

penimbangan, pembatan identifiksasi erta pengobatan terhadap sapi-sapi

yang sakit memerlukan kemampuan pengendalian yang ketat terhadap

tiap-tiap ekor sapi yang bersangkutan. Pada waktu dulu pengendalian

ketat itu dilakukan dengan bantuan tali, seperti dalam hal menjerat sapi

dalam suatu petak kandang (pen) dengan menggunakan dua tali, yang

ujungnya masing-masing ditarik ke arah yang berlawanan (Blakely dan

David, 1991).

Alat manipulasi reproduksiKastrasi dengan menggunakan pisau yang tajam telah lama

dipraktekkan oleh para peternak. Skrotum terlebih dahulu dicuci dengan

larutan antiseptik lalu disayat pada bagian bawah. Testikel lalu

dikeluarkan dari skrotum dan salurannya diputuskan. Luka yang

Page 18: Laporan Perah Malam.docx

ditimbulkan lalu diobati untuk mencegah infeksi dan mempercepat

kesembuhan (Blakely dan David, 1991).

Cara kastrasi yang lain adalah dengan menggunakan elastrator

atau penjepit burdizoo. Elastrator digunakan untuk merentangkan suatu

cincin karet yang kuat lalu dipasangkan pada skrotum di atas testikel.

Saluran di bawah cincin itu aliran darahnya terputus hingga testikel itu

tidak berfungsi. Cara kerja burdizoo juga hampir sama yaitu memutuskan

saluran dengan penjepit hingga aliran darah menuju testikel terputus.

Selain menggunakan pisau dan burdizoo, terdapat juga cara kimiawi yang

efektif untuk kastrasi pedet jantan. Suatu preparat suntik yang nama

dagangnya Chem-cast adalah suatu larutan kimia paten untuk

penyuntikan langsung ke dalam testikel sapi jantan muda yang beratnya di

bawah 75 kg (Blakely dan David, 1991).

Page 19: Laporan Perah Malam.docx

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum di atas dapat

disimpulkan bahwa kondisi ternak sapi perah dara maupun laktasi

tergolong normal. Data fisiologi menunjukkan kisaran yang normal.

Kondisi lingkungan kandang kurang optimal dikarenakan suhu lingkungan

kandang masih terlalu tinggi yaitu berkisar antara 22,20C sampai 25,30C

dengan kelembaban udaranya sangat tinggi antara 57 sampai 83%,

sehingga berpengaruh terhadap produksi susu dan tingkah laku ternak

sapi perah itu sendiri. Frekuensi minum rata-rata berkisar antara 1 sampai

4 kali dengan volume minum 9 sampai 19 liter, frekuensi defekasi berkisar

antara 3 sampai 4 kali dengan berat feses 5,5 sampai 7,3 kg, lama

remastikasi antara 144 sampai 286 menit dengan kunyahan per bolus

antara 17 sampai 41 kali, dan lama berbaring sapi perah berbeda beda

setiap sapi tergantung keadan sapi tersebut.

SaranSaran kami adalah sebaiknya laporan dikerjakan berkelompok

dengan beberapa aturan karena data yang harus dikerjakan terlalu

banyak sehingga kami kesulitan dalam mencari referensi sebagai

pembanding data yang ada dan waktu yang diberikan cukup pendek.