ahmad azmi_a3_manajemen ternak perah

31
LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN TERNAK PERAH Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah di Laboratorium Lapang Sumbersekar Disusun oleh: Ahmad Azmi Khoirul Umam (115050100111132) FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014

Upload: ahmadazmee11

Post on 26-Dec-2015

314 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ternak perah

TRANSCRIPT

Page 1: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN TERNAK PERAH

Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah di Laboratorium Lapang

Sumbersekar

Disusun oleh:

Ahmad Azmi Khoirul Umam (115050100111132)

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2014

Page 2: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sapi perah merupakan golongan hewan ternak ruminansia yang dapat

mendukung pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu.

Pemeliharaan sapi perah beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan

yang sangat pesat. Perkembangan ini senantiasa di dorong oleh pemerintah agar

swasembada susu tercapai secepatnya.

Dalam meningkatkan kualitas serta kuantitas produksi sapi perah, ada

beberapa faktor penting yang harus di terapkan secara profesional yaitu perlunya

penanganan manajemen pemeliharaan sapi perah yang baik. Karena hal tersebut

mempunyai peran penting dalam peningkatan kualitas produk susu sapi perah.

Salah satu aspek yang mempunyai pengaruh penting terhadap peningkatan

produksi susu sapi adalah pemeliharaan atau penanganan sapi perah masa kering

kandang.

Pemeliharan sapi perah tidak terlepas dari perawatan dan

pemeliharaannya. Sapi ternak memiliki pemeliharaan khusus yang sangat beda

perawatannya dengan sapi potong.Manajemen pemeliharaan pedet, dara, sapi

kering dan induk laktasi sapi perah merupakan pelaksanaan pemeliharaan ternak

setiap hari yang kegiatannya meliputi pemberian pakan dan minum, sanitasi

kandang, pelaksanaan perkawinan, pemerahan, pembersihan dan kesehatan sapi,

dan sistem perkandangan.

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah memberi pengetahuan kepada praktikan

dalam melakukan manajemen peternakan sapi perah ditempat praktikum dan

membandingkan dengan litelatur.

1.3.Manfaat

Manfaat dari praktikum ini adalh mendapat pengetahuan dan pengalaman

secara langsung selama 7 hari berkaitan manajemen produksi terna perah di

laboratorium lapang sumber sekar fakultas peternakan universitas brawijaya.

Page 3: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Pedet Pra Sapih

2.1.1. Pakan Pedet (susu)

Berdasarkan hasil pengamatan pedet prasapih tidak dilakukan karena tidak

terdapat pedet prasapih. Namun, apabila pedet lahir pekerja kandang menyusukan

pedet secepat mungkin dengan mengarahkan pedet pada puting induknya supaya

segera mendapatkan kolostrum, Apabila pedet lahir sehat dan kuat biasanya 30

sampai dengan 60 menit setelah lahir sudah dapat berdiri. Menurut Soetarno

(2003) Pedet waktu lahir tidak memiliki kekebalan untuk melawan penyakit. Oleh

karena itu 30 sampai dengan 60 menit setelah lahir pedet segera diberi minum

kolustrum. Kolostrum adalah susu yang dihasilkan oleh sapi setelah melahirkan

sampai sekitar 5 sampai dengan 6 hari. Kolostrum sangat penting untuk pedet

setelah lahir karena kolustrum mengandung zat pelindung atau antibodi yang

dapat menjaga ketahanan tubuh pedet dari penyakit berbahaya

Menurut purwanto (2006) jumlah pemberian setiap ekor pedet setiap hari

masing-masing sebanyak 3 liter, 4 liter dan 5 liter berturut-turut mulai umur 5- 30

hari, 31-60 hari dan 61-90 hari. Mulai umur 3 minggu pedet diajarkan makan

rumput. Pemberian rumput dilakukan setiap hari dengan jumlah pemberian

masing-masing0,25 kg/ekor, 0,5 kg/ekor dan 1 kg/ ekor secara berturut-turut

mulai umur 21-30 hari, 31-60 hari dan 61-90 hari. Rumput yang diberikan pada

pedet adalah rumput yang muda dan telah dipotong kecil-kecil.

Berdasarkan hasil praktikum manajemen pemeliharaan pedet meliputi

pemberian susu dari induknya dimana pedet tidak menyusu secara langsung pada

induknya, tetapi diberi susu dengan menggunakan ember susu atau botol dot susu.

Tetapi pada tempat praktikum tidak terdapat pedet pra sapih. Menurut Siregar

(2003) Pengelolaan pedet sapi perah rakyat pada kebanyakan peternak tidak

memisahkan pedet dan induknya setelah lahir. Hanya bagian kecil yang

memisahkan pedet dari induknya setelah lahir. Model pemeliharaan yang kurang

baik menyebabkan kematian mencapai 23-25% sampai pedet umur 4 bulan.

Page 4: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Di Laboratorium lapang Sumbersekar, apabila pada awal menyusu pedet

mengalami kesulitan maka dapat dilatih dengan menggunakan ember terbuka dan

memerlukan kesabaran. Caranya mula-mula pedet dibiarkan menjilat atau

mengisap jari telunjuk yang dibasahi kolostrum. Selanjutnya jari telunjuk yang

dihisap-isap, perlahan-lahan dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam ember yang

berisi kolostrum dan dibiarkan beberapa menit mengisap-isap jari telunjuk dan

kolostrum turut terserap sedikit-sedikit. Kemudian jari telunjuk perlahan-lahan

dilepas dari pedet. Perlakuan demikian perlu diulang-ulang sehingga akhirnya

pedet mau minum kolostrum dari ember tanpa bantuan lagi atau dengan

menggunakan botol yang diberi selang karet lunak.

Kolostrum buatan diberikan pada pedet apabila induk tidak dapat

menghasilkan kolostrum. Kolostrum buatan sekali minum terdiri dari campuran ½

liter susu murni + 1 sendok teh minyak ikan + 1 sendok teh kastroli + 1 telur yang

dikocok didalam ¼ liter air hangat. Pemberian kolustrum buatan diberikan 3 kali

sehari selama 3 sampai dengan 4 hari (Soetarno, 2003).

2.1.2 Bobot Badan

Pedet periode prasapih memerlukan pakan cair dan kering dan sebaiknya

diberikan campuran biji-bijian kering ketika berumur tiga hari. Pemberian pakan

kering lebih awal sangat penting untuk menstimulasi perkembangan rumen.

Target pemeliharaan pedet periode prasapih adalah mencapai bobot badan 65 kg

pada saat umur 8 minggu atau umur sapih. Pedet mengkonsumsi pakan kasar

minimal 1 kg/hari. Setelah disapih konsumsi konsentrat pedet sekitar 2 kg/hari.

Pedet pada periode ini diusahakan mencapai pertambahan bobot badan harian 0,7

kg (Anonymous, 2006).

2.1.3 Kandang

Pedet yang berusia 0 – 4 bulan harus dibuatkan kandang sendiri agar tidak

bercampur dengan pedet atau sapi lainnya. Dapat pula dibuatkan penyekat atau

penghalang antar kandang. Hal ini disebabkan pedet sangat rentan terhadap

penyakit yang disebabkan oleh perubahan cuaca dan pedet memiliki naluri

Page 5: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

menyusu sehingga jika disatukan dapat saling mngisap dan menjilat. Kandang

pedet lazimnya dibuat dari bahan bambu atau kayu berukuran 95 x 150 x 130 cm.

2.2 Pedet post Sapih

2.2.1 Pakan dan Minum

Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7

Pagi (kg) 28 28 28 28 28 28 28

Sore (kg) 28 28 28 28 28 28 28

Berdasarkan praktikum bahwa sistem pemberian pakan pada pedet post

sapih sama dengan dengan sapi yang lain namun kapasitas yang berbeda yaitu

lebih banyak konsentrat untuk tujuan masa siap dikawinkan atau bunting awal.

Pemberian pakan pada pedet post sapih akan sangat mempengaruhi

perkembangan pedet post sapih, baik perkembangan bagian tubuhnya maupun alat

reproduksinya.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ensminger (1992) yang menytakan

bahwa pedet post sapih adalah sapi pada masa antara lepas sapih sampai laktasi

pertama kali yaitu berkisar antara umur 12 minggu sampai dengan 2 tahun.

Siregar (1998) menambahkan bahwa pada masa lepas sapih, berarti sapi sudah

tidak mendapatkan susu lagi dari induk sehingga untuk memenuhi kebutuhannya

dibutuhkan pakan yang dapat menggantikan kebutuhan akan susu tersebut. Jadi,

pada perawatan pedet post sapih lebih diutamakan pada pemberian pakan yang

tepat yang nantinya dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang

optimal

Pakan pedet lepas sapih (4-8 bulan) sudah dapat disediakan/diberikan

pakan konsentrat dan dan hijauan/rumput. Pemberian pakan dan air kepada pedet

lepas sapih sebaiknya tidak terbatas (ad libitum). Hal ini disebebakan pedet berada

dalam kandang koloni,sehingga apabila daya pakannya baik akan tumbuh lebih

cepat. Namun, patokan pemberian pakan kepada pedet adalah konsentrat 11,5%

dan hijauan 10% dari bobot hidup. Susunan konsentrat untuk pedet lepas sapih

terdiri atas 26% bungkil kelapa, 24% bungkil kedelai, 25% dedak halus dan 25%

ampas tapioka.

Page 6: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

2.2.2 Bobot Badan

No Sapi 1 2 3

Lingkar Dada (cm) 138 134 126

Bobot Badan (kg) 222 206 162

Berdasarkan hasil pengamatan bobot badan pedet post sapih yang ada dilokasi

peternakan mempunyai bobot badan rata-rata 200 kg dengan umur 4-5 bulan.

Menurut purwanto (2006) pada sapi perah bobot sapih pedet pada umur 90 hari

mencapai 60,64 kg dari rata-rata bobot lahir sebesar 26,78 kg dengan pertambahan

bobot badan rata-rata sebesar 33,86 kg/ekor,90 hari atau 0,36 kg/ekor/hari

sehingga dengan pemeliharaan yang baik pedet lepas sapih akan dapat mencapai

bobot badan ideal rata-rata 200 kg selama 2-3 bulan. Hal ini sesuai dengan

hidajanti (2000) pada pemeliharaan pedet lepas sapi dengan pemberian pakan

sesuai kebutuhan dengan bobot badan awal rata-rata 72-128 kg akan

menghasilkan bobot badan akhir rata-rata 200-220 kg selama pemeliharaan 3

bulan.

2.2.3 Kandang

Kandang yang diperlukan untuk pedet lepas sapih yang berusia 4 – 8 bulan

berupa kandang sistem kelompok di dalam kandang koloni. Hal ini dimaksudkan

agar sapi-sapi remaja lebih bebas bergerak sehingga tulang dan badannya kuat dan

tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan pakan. Karenanya tempat pakan,

tempat minum dan tempat berteduh dibuat terpisah.

Pedet yang sudah besar dapat dimasukkan atau dipelihara dalam kandang

kelompok yang juga dilengkapi dengan tempat pakan dan minum secara

individual sehingga mereka mendapatkan pakan dan minuman secara merata dan

tidak terganggu satu sama lain. Pedoman ukuran atau kapasitas kandang

kelompok untuk pedet umur 4 sampai dengan 8 minggu adalah 1 m/ ekor, dan

umur 8 sampai dengan 12 minggu adalah 1,5 m/ ekor. Ketinggian dinding keliling

1 meter. Setiap kelompok sebaiknya tidak melebihi 4 ekor. Karena dapat menekan

penyebaran penyakit, terutama scours (Sugeng, 2003).

Page 7: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Bahan atap kandang dapat digunakan asbes, seng, genting, daun ijuk, daun

alang alang dan lain-lain. Sudut kemiringan atap untuk sapi perah 30º. Bahan

lantai kandang dibuat dari beton kasar dengan kemiringan 5º, bahan lantai

kandang berupa beton (Siregar, 2003). Menurut Girisanto (2006) bahan atap

kandang yang ideal di daerah tropis adalah genting , karena genting mudah

didapat, tahan lama, dan antara genting terdapat celah-celah sehingga sirkulasi

udara cukup baik. Namun kelemahan dari genting adalah harganya yang cukup

mahal jika dibandingkan dengan daun ijuk.

2.3. Pemeliharaan Sapi Laktasi

2.3.1 Bangsa Sapi

Sapi perah adalah jenis sapi yang dapat menghasilkan air susu melebihi

dari kebutuhan anaknya dan merupakan salah-satu dari ternak perah yang mampu

merubah makanan menjadi air susu yang sangat bermanfaat bagi anak-anaknya

maupun bagi manusia. Sapi perah yang banyak dipelihara adalah sapi jenis Fries

Holland (FH), sedangkan di Indonesia lebih banyak ditemukan sapi Peranakan

Friesien Holstein ( PFH ), yang merupakan hasil persilangan antara sapi Friesien

Holstein ( FH ) dengan sapi lokal yang ada di Indonesia (Siregar, 1998).

Berdasarkan praktikum yang kami lakukan di lab lapang, bahwa semua

ternak perah yang terdapat pada laboraturium adalah jenis sapi PFH. Dijelaskan

lebih lanjut bahwa sapi PFH ini mempunyai ciri-ciri fisik mirip sapi FH antara

lain yaitu warna belang hitam putih, tanduk pendek yang menjurus ke depan, pada

dahi terdapat warna putih yang berbentuk segitiga dan mempunyai sifat tenang

dan jinak. Sapi PFH digolongkan sebagai ternak tipe dwiguna, yaitu sebagai

penghasil susu sekaligus sebagai penghasil daging dengan persentase karkas dapat

mencapai 59,3 %.

Hal ini sesuai dengan (Blakely dan Bade, 1994) Sapi PFH sangat menonjol

karena banyaknya jumlah produksi susu namun kadar lemaknya rendah, kapasitas

perut besar sehingga mampu menampung pakan banyak, mempunyai kemampuan

yang tinggi dalam mengubah pakan menjadi susu.

Page 8: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

2.3.2 Tingkat Laktasi Dan Umur Sapi

No sapi 1 2 3 4

Tingkat laktasi 5 4 4 3

Umur sapi 6 4,5 4,5 3

Rataan produksi susu 11.5 8,5 6,4 7,6

Di Laboratorium Lapang Sumbersekar, terdapat 4 sapi laktasi yang

memiliki tingkat laktasi dan umur sapi yang berbeda antara satu sama lain, hal ini

dapt dijelaskan bahwa pada sapi 1 memasuki tingkat laktasi bulan ke-6 dengan

umur sapi 4 tahun, sapi 2 memasuki tingkat laktasi bulan ke-5 dengan umur sapi 6

tahu, sapi 3 memasuki tingkat laktasi bulan ke-3 dengan umur sapi 3 tahun,

sementara sapi 4 memasuki tingkat laktasi bulan ke-4 dengan umur sapi 5 tahun.

Dengan tingkat laktasi dan umur sapi yang berbeda ini menunjukkan produksi

susu yang berbeda antara satu sapi dengan yang lainnya.

Tingkat laktasi dan umur sapi berpengaruh terhadap produksi yang di

hasilkan oleh se ekor ternak sapi perah. Hal ini di karenakan perkembangan

ambing pada stiap periode laktasi akan menambah jumlah produksi susu. Begitu

juga dengan umur sapi. Ternak akan mencapai produksi yang optimal pada umur

antara 3-6 tahun.

Hal ini sesuai dengan (Anggraeni, Fitriyani, Atabany, dan Komala, 2008),

Dilaporkan bahwa rata-rata produksi susu sapi FH per ekor per hari di BPPT

Cikole, Lembang, Jawa Barat pada periode laktasi pertama adalah 11,9 ± 2,7 kg,

laktasi kedua adalah 15,4 ± 3,2 kg, laktasi ketiga adalah 17,3 ± 4,1 kg, laktasi

keempat adalah 15,4 ± 3,7 kg, dan laktasi kelima adalah 14,3 ± 3,9 kg.

Umur sapi perah saat beranak pertama atau laktasi pertama menentukan

jumlah produksi susu yang dihasilkan pada periode laktasi tersebut, begitu juga

jumlah produksi susu selama sapi perah tersebut hidup. Standar optimal umur

bangsa sapi perah FH untuk beranak pertama adalah 27 bulan. Sapi yang beranak

pada umur yang tua (3 tahun) akan menghasilkan susu yang lebih banyak dari

pada sapi yang beranak umur muda (2 tahun). Produksi susu akan terus meningkat

dengan bertambahnya umur sampai sapi berumur 7 atau 8 tahun, walaupun ini

Page 9: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

sangat ditentukan oleh breed ternak dan kemudian setelah umur tersebut produksi

susu akan menurun sedikit demi sedikit sampai sapi berumur 11 atau 12 tahun

produksi susunya akan rendah sekali. Meningkatnya produksi susu tiap laktasi

dari umur 2 tahun sampai 7 tahun itu disebabkan bertambah besarnya sapi karena

pertumbuhan, jumlah tenunan-tenunan dalam ambing juga bertambah.

Dari hasil praktikum di peroleh hasil produksi yang tertera pada tabel

berikut:

Nama

sapi

Sabtu (L) Minggu(L) Senin (L) Selasa (L) Rabu (L) Kamis (L) Jum’at (L)

pagi sore pagi sore pagi Sore pagi sore pagi sore pagi sore pagi sore

Danang 4 3 5,65 3,6 2,65 5,3 4,95 2,7 5 2,5 5,1 2,65 4,5 2,3

Eggi 5,9 3,1 6 3,1 4,65 3,05 5,85 3 6 3 5,3 2,95 4,65 3,2

Sis 10 4,4 10,2 4,5 8,5 6,3 9,8 4 6.9 4,2 9 4,35 10 5,6

Suwok 6,9 4,75 7,4 4,1 8,6 3,7 7 5,5 6 4,25 6,5 5,75 6,9 4,7

2.3.3 Bulan Laktasi Dan Persistensi

Masa laktasi dimulai sejak sapi itu berproduksi sampai masa kering tiba.

Dengan demikian, masa laktasi berlangsung selama 10 bulan atau kurang lebih

305 hari, setelah dikurangi hari-hari untuk memproduksi colostrum. Dengan

demikian semasa laktasi berlangsung 309 hari ini diawali dengan produksi

colostrum 4 – 5 hari, sehingga produksi susu biasa berlangsung 309 hari – 4 = 305

hari.

Bulan laktasi merupakan berapa lama laktasi pada ternak selama satu

periode laktasi. Pada awal laktasi produksi susu mengandung kolostrum, dan

setiap harinya akan meningkat dan mencapai puncak pada bulan ke 3-4.

Kemudian akan menurun pada bulan bulan berikutnya. Hingga akhirnya di

keringkan.

Persistensi susu sangat dipengaruhi oleh keseimbangan tiga hormon yaitu

Prolactin, Thyroxine dan Growth Hormon. Apabila salah satu lebih, hormon yang

disekresikan lebih kecil dari rata – rata optimal, akan berpengaruh terhadap

persistensi. Untuk meningkatkan produksi susu selaa laktasi, peternak dapat

Page 10: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

melakukan seleksi sapi mereka dengan memilih sapi – sapi selain puncak

produksinya tertinggi, juga dipilih persistensinya yang bagus, (Campbell, 1975).

2.3.4 Bobot Badan dan BCS

Di Laboratorium Lapang Sumbersekar ini sapi laktasi memiliki bobot

badan dan tingkat nilai Body Condition Score (BCS) yang bermacam-macam, hal

ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Nomor Sapi 1 2 3 4

Bobot Badan

(kg)

491 491 543 561

BCS 2,5 3 2 2

Jika dilihat dari pendapat (Anonimus, 1995) yang menyatakan bahwa bobot sapi

betina dewasa mencapai 625 kg dengan produksi susu sangat tinggi mencapai

4500-5000 liter/ ekor/ laktasi sangat berbeda dengan kondisi yang ada di

Laboratorium Lapang Sumbersekar karena bobot badan paling tinggi diantara

keempat sapi laktasi ini yang paling tinggi adalah bobot badan dari sapi keempat

yang hanya memiliki bobot bdan sebesar 561kg, hal ini pula terbukti dengan

rataan produksi susu yang dihasilkan oleh sapi-sapi perah di Laboratorium Lapang

sumbersekar yang hanya 10 liter/ekor/hari dengan produksi 3000 liter/ekor/tahun.

Hal inilah yang sangat menyulitkan peternakan di Indonesia untuk dapat

memenuhi kebutuhan susu nasional, karena produksi susu yang masih rendah

karena bobot badan sapi laktasi yang belum mencapai optimal.

Metode Body Condition Score adalah suatu metode pengukuran kritis

terhadap keefektifan sistem pemberian pakan pada sapi perah, bertujuan untuk

mengetahui pencapaian standar kecukupan cadangan lemak tubuh yang akan

mempengaruhi dalam penampilan produksi susu, efisiensi reproduksi dan herd

longevity. Pelaksanaan pemeriksaan kondisi tubuh pada bibit sapi perah diperoleh

melalui estimasi penilaian secara visual terhadap kuantitas jaringan lemak kulit,

perhitungan nilai BCS sebesar 5 poin (1 sampai 5) dengan penambahan nilai 0,25

(Quarter point) dihitung berdasarkan kondisi subcutan lemak tubuh pada pangkal

ekor dan sekitar tulang belakang, hips,ribs, pin bone.

Page 11: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Pada sapi laktasi BCS standarnya adalah 2,75-3,75 yang harus di

jaga agar ternak tidak terlalu kurus dan juga tidak terlalu gemuk. Ternak perah

laktasi yang BCS nya di bawah 2,75, produksinya akan cenderung rendah. Ternak

akan mengkonsentrasikan pakan yang di konsumsinya untk memulihkan kondisi

tubuhnya. Begitu juga ternak yang BCSnya lebih dari 3,75 , pakan yang di

konsumsinya banyak di gunakan untuk pembntukan daging daripada

pembentukan susu.

2.3.5 Pakan

Pada hasil praktikum yang telah dilaksanakan bahwa pemberian pakan

yang di berikan pada ternak sapi perah, di jadikan satu proses pemberian. Yakni

dari 4 ekor sapi laktasi, 6 ekor sapi kering dan dara bunting, dberikan pakan

berupa konsentrat 20 kg, pakan tambahan ( kulit kedelai) 284 kg, dan rumput

gajah 190 kg per hari. Hal ini sangat tidak sesuai dengan prosedur ataupun

manajemen yang harus di lakukan pada sapi dengan periode produksi yang

berbeda. Antara sapi laktasi, sapi kering, dan sapi dara bunting mempunyai

kebutuhan nutrisi yang berbeda. Oleh karena itu seharusnya pemberian pakan di

pisahkan sesuai periode produksi. Agar kebutuhan nutrisi ternak pada setiap

periode produksi dapat terpenuhi dengan cukup dan optimal.

Menurut(Soedono dan Sutardi, 2003) Sapi perah laktasi dengan produksi

susu tinggi harus diberi ransum dengan jumlah banyak dan berkualitas

dibandingkan dengan sapi perah yang produksi susunya rendah. Hal ini

disebabkan oleh tingginya kebutuhan nutrien pada sapi perah yang produksinya

tinggi.

Pakan diperlukan oleh sapi laktasi untuk kebutuhan hidup pokok dan

produksi susu. Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Konsentrat

berpengaruh terhadap kadar berat jenis susu dan produksi, sehingga semakin

tinggi nilai konsentrat berat jenis susu akan tinggi, sedangkan hijauan akan

berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan terutama lemak yang

dihasilkan

Pakan sapi perah terdiri dari hijauan leguminosa dan rumput yang

berkualitas baik serta dengan konsentrat tinggi kualitas dan palatabel (Blakely dan

Page 12: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Bade, 1994). Pemberian pakan dimaksudkan agar sapi dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya sekaligus untuk pertumbuhan dan reproduksi. Pemberian pakan

hendaknya mencukupi kebutuhan dan harus efisien, sehingga tidak menimbulkan

kerugian (Djarijah, 1996).

Ransum induk laktasi pada dasarnya terdiri dari hijauan (leguminosa

maupun rumput-rumputan dalam keadaan segar atau kering) dan konsentrat yang

tinggi kualitas dan palatabilitasnya. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam

penyusunan ransum sapi adalah ransum cukup mengandung protein dan lemak,

perlu di perhatikan sifat supplementary effect dari bahan pakan ternak, dan ransum

tersusun dari bahan pakan yang dibutuhkan ternak (Siregar, 1998).

Konsumsi pakan hijauan

Pagi (kg)/ekor Sore (kg)/ekor

11 11,06

11,13 10,86

11,06 10,88

10,74 11,13

11 11,15

10,88 11,13

10,88 11,25

2.3.6 Kebuntingan

Berdasarkan hasil pengamatan terdapat sapi perah dalam keadaan bunting,

tingkat kebuntingan bervariasi mulai dari bulan kebuntingan ke 7 sampai ke 9.

Pada praktikum , sapi yang bunting ada 2 ekor. Dengan kebuntingan kira-kira 8

bulan. Menurut Soeparno (2004) Pemeliharaan betina bunting merupakan salah

satu upaya penting yang harus dilakukan dalam upaya peningkatan produktivitas

ternak. Pemeliharaan ternak bunting perlu lebih diintensifkan utamanya dalam hal

pemberian pakan dan perawatan (hindari dari terjatuh dan benturan atau kondisi

kandang yang kurang baik). Namun pada kenyataannya pemeliharaan ternak

bunting di Laboratorium Lapang Sumbersekar masih sangat kurang baik. Karena

jika dilihat, sapi yang sedang bunting masih dalam satu kandang dengan sapi yang

Page 13: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

tidak bunting, begitu juga dalam hal pemberian pakan, ternak yang sedang

bunting ataupun tidak tetap diberikan pakan dalam jumlah dan kualitas yang

sama. Karena menurut Soeparno (2004) proses pemeliharaan kebuntingan ini

sangat penting karena embrio ternak cukup labil utamanya pada umur

kebuntingan muda. Hasil penelitian Ayalon (1978) dalam Hunter (1995)

menunjukkan kematian embrional pada umur 35 – 42 hari pada domba mencapai

31%. Alasan utama perlunya pemeliharaan betina bunting yang lebih insentif

karena betina bunting tersebut merupakan penentu kualitas anakan yang akan

dihasilkan.Beberapa cara untuk memelihara ternak bunting adalah dengan

perbaikan pakan dan pemisahan induk bunting.

2.3.7 Suhu Lingkungan

Suhu lingkungan akan sangat mempengaruhi produksi susu. Hal ini di

sebabkan peningkatan suhu akan dapat menurunkankan produksi susu. Ini

berkaitan dengan konsumsi pakan pada suhu dingin dan suhu panas. Pada suhu

dingin, konsumsi pakan cenderung meningkat, sehingga nutrisi yang masuk dalam

tubuh juga akan meningkat. Sehingga produksi susu yang di hasilkan akan

mengalami peningkatan juga. Sebaliknya, jika suhu lingkungan naik dan

cenderung panas, ternak akan mengurangi metabolisme dalam tubuhnya dengan

cara memperbanyak konsumsi air minumnya daripada konsumsi pakan. Dengan

banyaknya air minum yang di konsumsi maka tingkat metabolisme pun bisa di

tekan. Hal ini berpengaruh pada nutrisi yang masuk ke dalam tubuhnya. Sehingga

produksi susu yang di hasilkan akan cenderung menurun.

Konsumsi air minum sapi perah laktasi dipengaruhi oleh ukuran tubuh,

produksi susu yang dihasilkan, kelembaban udara dan kadar air pakan. Pemberian

air minum pada sapi perah dilakukan secara add libitum (Muldjana, 1985).Abidin

(2002) menytakan bahwa suhu yang optimal untuk pemeliharaan sapi PFH adalah

10 – 27oC.

Page 14: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Dan di bawah ini merupakan tabel suhu dan kelembaban yang di ukur

pada pagi dan siang hari saat praktikum:

Sabtu Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at

pagi sore pagi sore Pagi sore pagi sore pagi sore pagi sore pagi sore

Suhu 0 21 32 20 28 22 30 22 30 22 30 23 31 21 29

Kelembaban% 91 65 83 85 91 71 91 65 92 72 91 59 91 71

Dari tabel di atas sudah sangat jelas bahwa suhu dan kelembaban sangat

berpengaru pada produksi. Pada pagi hari ketika suhu dingin, maka produksi susu

akan mengalami peningkatan. Begitu juga pada waktu sore hari ketika suhu udara

panas, akan mengalami penurunan produksi. Ini selain juga di pengaruhi oleh

interval pemerahan.

2.3.8 Frekuensi Pemerahan

Pemerahan sapi diLaboratorium Lapang Sumbersekardilaksanakan dua

kali sehari dengan interval pemerahan 8 jam dan 16 jam. Pemerahan dilaksanakan

pada pagi hari pukul 05.30 WIB dan siang hari pukul 13.00 WIB. Sapi yang

sedang berproduksi memiliki jadwal pemerahan setiap hari yang pada umumnya

di lakukan 2 kali sehari (Anonimus, 1995). Jadwal pemerahan yang teratur dan

seimbang akan memberikan produksi susu yang lebih baik dari pada pemerahan

yang tidak teratur dan seimbang.

Sebelum pemerahan dilakukan, ambing dicuci terlebih dahulu agar susu

tidak terkontaminasi dengan kotoran. Kemudian peralatan yang digunakan yaitu

:ember, minyak kelapa sebagai pelicin dan penyaring susu disiapkan. Menurut

Siregar (1995), bahwa sebelum pemerahan, puting diolesi dengan pelicin.

Frekuensi pemerahan merupakan jumlah pemerahan yang di lakukan pada

setiap harinya. Biasanya frekuensi pemerahan di lakukan sebanyak 2 kali sehari.

Tetapi untk sapi yang berproduksi tinggi dapat di lakukan pemerahan dengan

lebih dari 2 kali sehari. Hal ini bertujuan agar produksi susu yang di hasilkandan

yang di keluarkan saat proses pemerahan menjadi optimal.

Page 15: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Pemerahan susu biasanya dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari.

Interval waktu yang sama antara pemerahan pagi dan sore hari akan memberikan

perubahan komposisi susu yang relatif sedikit, sedangkan interval waktu

pemerahan yang berbeda akan menghasilkan komposisi susu yang berbeda juga.

Pemerahan dilakukan dengan menggunakan tangan dan mesin. Pemerahan

dengan tangan dilakukan dengan metode strippen. Hal ini sesuai dengan pendapat

Sindoredjo (1960) yang menyatakan bahwa pemerahan dengan tangan dapat

dilakukan dengan 3 cara pemerahan yaitu Whole hand, Strippen dan Knivelen.

Nugroho (2008) menambahkan bahwa proses pemerahan dengan mesin,

menggunakan bentuk mesin yang menyerupai cakar (claw) dengan empat

mangkuk puting (teatcups) berbentuk tabung yang terbuat dari besi dan karet,

tabung vakum dan pulsator.

Sapi biasanya diperah dua kali setiap hari. Peningkatan frekuensi

pemerahan menjadi tiga kali sehari menaikkan produksi susu sebanyak 10 hingga

25 % dan pemerahan empat kali sehari menambah lagi produksi sebanyak 5

sampai 15 %. Peningkatan produksi susu ini bernilai atau tidak dihubungkan

dengan penambahan biaya tenaga kerja, pakan, dan peralatan yang tergantung

pada keadaan peternakan tersebut. Kerja bernilai ekonomis bila frekuensi

pemerahan lebih dari dua kali sehari terhadap sapi yang diperah pada tempat

dengan pelepas cangkir otomatik. Hasil susu menjadi tiga kali lebih besar

dibandingkan tingkat awal laktasi. Kebutuhan pakan meningkat sesuai dengan

jumlah hasil susu.

Pemerahan dua kali sehari produksi susu meningkat 40 % daripada

pemerahan satu kali, pemerahan tiga kali lebih tinggi 5 - 20 % daripada dua kali

dan pemerahan empat kali lebih tinggi 5 - 10% daripada pemerahan tiga kali (Zee,

2009).

2.3.9 Interval Pemerahan

Interval pemerahan ( jarak pemerahan ) dari pagi jam 06.00 sampai jam

15.00 interval antara pagi ke sore adalah Jumlah pemerahan setiap hari

berpengaruh terhadap produksi susu.

Page 16: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Sapi yang diperah dua kali sehari dengan selang 10 dan 14 jam

menghasilkan susu kira-kira 1 %, lebih sedikit daripada rata-rata sapi yang

diperah pada selang 12 dan 12 jam. Sapi penghasil tinggi dapat memperlihatkan

halangan lebih besar dalam menghasilkan susu. Sapi penghasil rendah yang

diperah pada selang 16 dan 8 jam menghasilkan hanya 1,3 % lebih sedikit susu

daripada sapi yang sama diperah dengan selang 12 dan 12 jam. Selang 16 dan 8

jam mengurangi produksi susu sebanyak 4 sampai 7 % pada sapi penghasil tinggi

dan dara. Peternak yang memerah 80 hingga 200 sapi tidak berkelompok di ruang

perah mungkin memerah individu sapi dengan selang tidak sama setiap hari.

Pengelompokan sapi berdasarkan hasil susu atau tingkat fisiologis menyebabkan

sapi penghasil tinggi dan dara dapat diperah dengan selang 12 dan 12 jam

Pemerahan yang baik dapat diatur antara 11-13 jam, 10-14 jam jika ada

interval selain itu tidak dianjurkan karena perbedaan yang terlalu besar akan

berpengaruh buruk terhadap produksinya. Adanya jarak pemerahan akan

menyebabkan produksi susu di pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan

produksi susu di siang hari (Syarif dan Sumoprastowo, 1985).

2.3.10 Persiapan Dan Proses Pemerahan

Fase persiapan yang harus dilakukan antara lain sapi yang akan diperah

harus dibersihkan dari segala macam kotoran, tempat dan peralatan harus telah

disediakan dan dalam keadaan yang bersih ( Muljana ,1985). Peralatan yang harus

disediakan adalah ember tempat pemerahan susu, bangku kecil untuk pemerah,

tali tambang pengikat kaki sapi perah, milk can untuk penampung susu, saringan

untuk menyaring susu dari kotoran dan bulu-bulu sapi. Selanjutnya menenangkan

sapi, mengikat ekornya dan mencuci ambing dengan air hangat serta melakukan

massage untuk merangsang keluarnya air susu. Sebelum pemerahan dimulai,

pemerah harus melakukan cuci tangan dengan bersih dan mengeringkannya.

(Siregar, 1998). Pemerahan yang baik dapat diatur antara 11-13 jam, 10-14 jam

jika ada interval selain itu tidak dianjurkan karena perbedaan yang terlalu besar

akan berpengaruh buruk terhadap produksinya. Adanya jarak pemerahan akan

menyebabkan produksi susu di pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan

produksi susu di siang hari (Syarif dan Sumoprastowo, 1985).

Page 17: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Adnan (1984), menyatakan bahwa untuk menjaga agar kandungan bakteri

dalam susu segar dapat serendah mungkin, semua peralatan yang dipakai untuk

penanganan air susu segar harus diusahakan tetap bersih. (Sugeng, 1992)

menambahkan bahwa langkah-langkah sebelum melakukan pemerahan yaitu: a)

cuci alat-alat dengan air pada suhu 50 derajat atau lebih; b) pembersihan

dikerjakan dengan deterjen alkali atau deterjen asam; c) kemudian alat-alat

tersebut dicuci lagi dengan air hangat untuk menghilangkan residu yang telah

dapat dilepaskan oleh deterjen

Pemerahan sapi dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pemerah

atau dengan tangan. Proses pemerahan yang baik, dilakukan dalam interval yang

teratur, cepat, lembut, pemerahan dilakukan sampai tuntas, dan menggunakan

prosedur sanitasi, serta efisien dalam penggunaan tenaga kerja (Prihadi, 1996).

Menurut Muljana (1985), pemerahan manual (dengan tangan) dilakukan dengan

memegang pangkal puting susu antara ibu jari dan jari tengah, kemudian kedua

jari kita tekan pelan dan menariknya ke bawah hingga air susu keluar, dan cara

yang mempergunakan lima jari yaitu ibu jari diatas dan keempat jari lainnya

memegang puting dan menarik-nariknya dengan pelan hingga air susu dapat

keluar dengan baik. Proses pemerahan dengan mesin, menggunakan bentuk mesin

yang menyerupai cakar (claw) dengan empat mangkuk puting (teatcups)

berbentuk tabung yang terbuat dari besi dan karet, tabung vakum dan pulsator

(Nugroho, 2008). Syarief dan Bagus (2011) menyatakan bahwa cara kerja mesin

perah berbeda dengan pemerahan dengan tangan atau penyedotan oleh pedet.

Pengeluaran susu melalui pengisapan oleh sistem vakum mesin, kemudian

pulsator akan mengatur mekanisme vakum dan tekanan yang terputus setiap detik.

Perbandingan antara waktu tabung membuka dan menutup disebut dengan rasio

pulsation . Susu yang sudah keluar dari puting akan disalurkan ke tempat

penampungan yang disebut tabung/ ember susu. Susu dari ember susu kemudian

dipindahkan ke tangki utama melalui prinsip kerja mekanik pompa. Di dalam

tangki susu kemudian didinginkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

Page 18: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

2.3.11 Penyakit

Mastitis merupakan penyakit peradangan pada kelenjar susu dan dapat

menyebabkan pembengkakan sehingga susu tidak dapat keluar melalui puting.

Penyebab penyakit ini adalah bakteri Streptococcus cocci dan Staphylococcus

cocci. Gejala spesifik penyakit ini adalah adanya peradangan pada saluran

kelenjar susu dan terjadi perubahan fisik dan kimiawi dari susu (Anonimus,

2002). Dalam keadaan yang parah, mastitis dapat mematikan puting susu,

sehingga tidak berfungsi lagi. Sapi perah yang terkena mastitis mula-mula

ditandai dengan perubahan susu. Susu berubah menjadi encer dan pecah,

bergumpal dan kadang-kadang bercampur dengan darah dan nanah (Siregar

,1995). Pengobatan yang dilakukan terhadap penyakit ini adalah dengan

memberikan obat antibiotik yang merupakan campuran antara antibiotic

Penzavet® dengan aquades dengan perbandingan 1:10. Sapi perah yang

menderita mastitis diberikan obat tersebut dengan cara di suntikkan pada puting

yang menderita mastitis dengan dosis 10 cc per puting. Selain itu dilakukan

pemerahan pada puting dalam keadaan bersih, dan susu yang diperah harus

sampai habis dan tidak ada susu yang tersisa di dalam puting tersebut .

2. Milk Fever

Milk Fever merupakan penyakit yang disebabkan gangguan metabolisme

sapi betina menjelang atau pada saat melahirkan atau setelah melahirkan (72 jam

setelah beranak ) yang ditandai dengan kekurangan kalsium dalam darah.

Penyebabnya adalah kekurangan Ca (hipokalsemia) yang akut. Hal ini

menimbulkan gangguan metabolisme mineral yakni metabolisme Ca yang bisa

berakibat kepada seluruh tubuh. Penyerapan yang berlebihan terhadap ion Ca oleh

kelenjar susu dan dapat juga disebabkan kelenjar paratiroid pada leher yang

mengatur tinggi rendahnya kadar ion Ca dalam darah sehingga fungsinya tidak

normal. Dalam keadaan normal kadar Ca dalam darah 8-12 mg per 100 ml darah,

dalam keadaan hipokalsemia kadar Ca dalam darah menurun menjadi 3-7 mg per

100 ml darah (Anonimus,2002). Gejala terjadi hipokalsemia adalah penurunan

suhu tubuh ,langkah yang kaku, ketidaksanggupan untuk berdiri, lipatan leher

seperti huruf S,penghentian proses partus, dan kematian yang terjadi dalam waktu

6-12 jam apabila tidak diobati.

Page 19: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

3. Brucellosis

Brucellosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri

genus Brucella. Pada sapi, penyakit ini dikenal pula sebagai penyakit keluron atau

keguguran menular dan penyakit ini belum banyak dikenal di masyarakat. Di

Laboratorium Lapang Sumbersekarbanyak induk sapi yang mengalami penyakit

ini. Penyakit ini disebabkan karena faktor reproduksi.yang kurang diperhatikan.

Reproduksi di Laboratorium Lapang Sumbersekar pada dasarnya dilakukan

dengan menggunakan dua pejantan yang sering kali dipakai untuk mengawini

sapi-sapi betina di peternakan ini. Oleh karena itu dengan mudah penyakit ini

tersebar pada sapi-sapi induk maupun induk yang sehat sekalipun. Penularan yang

utama melalui perkawinan alami serta juga dapat melalui pakan dan minum yang

diberikan dan peralatan kandang yang digunakan sehari-harinya.

Girisonta (1980) mengemukakan bahwa induk yang mengalami

brucellosis seharusnya dipisahkan dari induk yang sehat. Kebersihan kandang,

tempat pakan dan minum serta peralatan kandang perlu diperhatikan. Sapi-sapi

penderita penyakit ini perlu perlakuan khusus dengan cara maelakuakan vaksinasi

dengan menggunakan vaksin “Strain 19” (Strain buch) serta melakukan sanitasi

kandang dengan larutan formalin atau lisol dengan dicampur air secukupnya.

2.3.12 Stress

Heat stress pada sapi terjadi ketika beban panas tubuh melebihi

kemampuan sapi untuk mengeliminasi panas tersebut. Indikasi pertama terjadinya

heat stress, meningkatnya frekuensi nafas secara signifikan melebihi 80 kali/

menit. Akibat dari heat stress adalah meningkatnya frekuensi nafas, naiknya suhu

tubuh, keluar air keringat, dan nafsu untuk air minum meningkat. Heat stress

menyebabkan penurunan aliran darah ke seluruh tubuh, turunnya nafsu makan (

feed intake ), produksi susu turun, aktivitas sapi berkurang, dan perfomance

reproduksi menurun. Partameter yang bisa digunakan untuk melihat kejadian heat

stress; frekuensi nafas melebihi 80 kali/ menit, suhu tubuh meningkat diatas 39,2

°C, menurunnya produksi susu sampai dengan 10%, dan menurunya asupan bahan

kering ( dry matter intake ).

Page 20: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Heat loss merupakan mekanisme keluarnya panas dari dalam tubuh ,

dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan suhu tubuh sapi yang disebabkan aktifitas

semua organ dalam tubuh. Ada 3 cara pelepasan panas yaitu produksi panas

karena metabolisme tubuh, keluarnya panas secara wajar ( sensible ) dan

keluarnya panas secara latent. Produksi panas akan meningkat jika kapasitas

prosuksi / metabolisme meningkat. Pada kondisi lingkungan panas, sapi akan

mengurangi produksi panas dari metabolisme dengan pakan rendah serat.

Sensible Heat loss terjadi jika panas tubuh lebih tinggi dari suhu lingkungan,

panas tubuh akan keluar dengan cara radiasi, konveksi dan konduksi. Hal ini

tergantung pada suhu lingkungan, luas permukaan tubuh sapi, jaringan tubuh dan

resistensi terhadap udara. Latent heat loss, terjadi keluarnya keringat dari kulit

atau menguapnya ( evaporasi ) panas dari hidung.

Beberapa prinsip untuk mengurangi heat stress, secara genetik sapi

Friesen Holstein lebih cocok di daerah dingin, dan kurang bisa optimal produksi

susu di daerah panas. Ketersediaan air cukup ditempat yang sesuai, dingin dan

bersih. Jarak kandang ke tempat pemerahan yang tidak terlalu jauh ( mengurangi

jarak tempuh ). Memberikan atap atau naungan pada kandang atau ditengah

kandang seperti ( housing area dan holding pen ). Di tempat pemerahan (Milking

center ), diharapkan sapi tidak mengantri untuk diperah terlalu lama, tersedia

ventilasi yang cukup, tersedia pendingin di holding pen dan pada jalan keluarnya

sapi. Untuk kandang freestall harus disediakan ventilasi cukup dan pendingin.

Ada beberapa metode untuk menghindari heat stress dan lingkungan kandangnya:

1. Mensiasati pakan, feed additif, dan obat

Dalam kondisi suhu siang hari atau kemarau, boleh jadi pakan yang diberikan

dengan takanan Metabolisme Energi yang lebih rendah. Hal ini bertujuan

mengurangi panas dari proses metabolisme. Jika dalam satu populasi sapi

menunjukkan ekspresi kepanasan ( contoh : panting ), maka pemberian imbuhan

pakan yang dapat menurunkan panas bisa menjadi pilihan. Seperti pemakaian

acetaminophen sebagai imbuhan pakan, selain untuk mensiasati heat stress juga

bertujuan meningkatkan asupan bahan kering oleh usus. Namun jika hanya ada

Page 21: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

beberapa individu yang mengalami panting, pemberian penurun panas secara

injeksi menjadi pilihan yang tepat.

2. Mengusahakan atap agar tetap dingin

Kandang sapi perah seharusnya dipilihkan dari bahan yang dapat menyerap panas,

maka dihindari atap seperti seng. Teknis lainnya dengan memberi sprinkle air ke

atap, mengurangi jarak dengan sumber panas, temperatur atap dapat diturunkan

menjadi 280 C dengan sprinkle air 1,5 liter per meter2 atap.

3. Pembuatan saluran ventilasi

Saluran ventilasi membantu pertukaran udara dengan cepat dan kecepatan angin.

Ventilasi dilengkapi dengan exhaust fan besar untuk menyedot panas, kipas akan

mendorong panas keluar dan pengeluaran panas dengan cara konveksi

4. Melalui pipa bawah tanah ( under ground pipe )

Pada prinsipnya temperatur bawah tanah lebih rendah dari pada temperatur

atmosfir. Udara yang dingin masuk melalui pipa tersebut dengan kedalaman 1.5 –

2 meter kemudian dialirkan ke kandang sapi. Teknik ini dapat menurunkan suhu 8

– 100 C, dan tujuan utama teknik ini untuk mengatasi perubahan suhu yang terlalu

ekstrim.

5. Menyediakan kolam untuk berendam

Suhu tubuh sapi yang panas akan turun dengan cara berendam atau masuk ke

kolam air. Keluarnya panas terjadi secara konduksi dan evaporasi. Namun cara ini

harus banyak dikaji dengan kemungkinan banyaknya penyakit yang bisa

ditimbulkan seperti mastitis.

2.3.13 Kebersihan Kandang Dan Ternak

Usaha pemeliharaan kesehatan dilakukan melalui kebersihan kandang,

kebersihan ternak, peralatan dan petugas kandang. Gerak badan atau exercise

diperlukan oleh sapi kering kandang setiap hari selama 1-2 jam di lapangan untuk

mendapatkan sinar matahari. Program kesehatan dalam peternakan sapi perah

harus dijalankan secara teratur, terutama di wilayah yang sering terjadi penyakit

menular, seperti TBC, brucellosis, penyakit mulut dan kuku, dan radang limpa.

Page 22: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Pemeliharaan yang tidak baik dapat menyebabkan kematian pada anak sapi,

terutama yang baru berumur 2 – 3 minggu (Sudono dan Sutardi, 2003).

Pada praktikum yang kami lakukan, Kandang setiap hari pagi dan sore

harus di bersihkan. Begitu juga dengn lingkungan kandang. Dengan

membersihkan kandang dan lingkungan setiap hari maka penyebaran bibt

penyakit dapat di cegah. Kontaminasi bakteri juga bisa di hindarkan. Sehingga

ternak dapat menjadi sehat serta kualitas susu yang di hasilkan memiliki kualitas

yang baik.

Selain kebersihan kandang, kebersihan ternak juaaga harus di perhatikan.

Hal ini yang akan berpengaruh langsung terhadap kualitas susu yang di hasilkan.

Pembersihan ternak di lakukan pada setiap pagi dan sore sebelum di lakukan

pemerahan. Tetapi dalam praktikum yang kami lakukan hanya membersihkan

ambing saja. Dan tidak seluruh badan. Ini tidak sesuai dengan prosedur yang

harus di lakukan. Di karenakan, seharusnya seluruh badan juga harus di bersihkan.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soedono dan Sutardi (2003) yang

menyatakan bahwa beberapa hal yang perlu dilakukan untuk pencegahan penyakit

antara lain karantina ternak yang sakit, vaksinasi, penjagaan kebersihan kandang

dan peralatan, drainase yang lancar serta lantai yang tidak dingin dan tidak

lembab.

2.3.14 Penanganan Dan Pemanfaatan Limbah

Kandang yang baik harus memiliki saluran pembuangan limbah atau feses

sapi. Saluran pembuangan limbah yang ideal adalah dengan lebar 30 cm, yang

berfungsi yntuk mengalirkan kotoran sapi ke saluran biogas (bila di peternakan

terdapat instalasi biogas) atau ke saluran penampungan kotoran untuk dijual

sebagai pupuk kandang.

Limbah kandang yang berupa kotoran ternak, baik padat (feses) maupun

cair (air kencing, air bekas mandi sapi, air bekas mencuci kandang dan prasarana

kandang) serta sisa pakan yang tercecer merupakan sumber pencemaran

lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbah kandang dalam jumlah

yang besar dapat menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu penanganan

Page 23: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

khusus agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Sarwono dan Arianto,

2002).

Pada praktikum, pengolahan limbah yang dilakukan dengan mengolah

menjadikan sebagai biogas. Kotoran di masukan dalamdigester, kemudian di

proses selama 60-90 hari, hingga muncul gas. Dan gas nya di gunakan sebagai

sumber energi bagi penerangan.

Pengolahan kotoran sapi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara,

tergantung dari bahan tambahan yang digunakan. Jika limbah sapi dijadikan

komoditas sampingan, harus dipersiapkan tempat khusus pengolahan kompos

yang disesuaikan dengan tata letak kandang, sehingga memudahkan

penanganannya

Saat ini, limbah kandang padat yang dijadikan kompos atau pupuk organik

banyak diminati masyarakat. Hal ini disebabkan harga pupuk kimia relatif mahal

dan merusak sifat fisik tanah. Pengolahan limbah sapi menjadi kompos jika

dilakukan dengan benar akan menjadi sumber penghasilan tambahan. Pengolahan

limbah sapi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari bahan

tambahan yang digunakan (Sudono, 2003).

2.3.15 Kualitas Susu Di Lokasi Praktikum

Sapi perah akan menghasilkan susu setiap laktasi. Setiap laktasi akan

menghasilkan kualitas susu yang relatif berbeda. Kadar lemak dan bahan kering

susu akan menurun berturut-turut sebesar 0,2% dan 0,4% terutama laktasi pertama

sampai laktasi kelima.

Penilaian kualitas susu ada dua macam yaitu secara fisik dan kimiawi.

Penilaian kualitas susu secara kimiawi diantaranya dapat berdasarkan kadar

lemak, bahan kering, berat jenis dan kadar protein. Kualitas susu yang tercantum

dalam peraturan pemerintah (milk codex) yaitu minimal kadar lemak 2,7% ,

bahan kering 12,10%, berat jenis 1,028 dan protein 3,00%. Susu dengan kadar

lemak yang lebih rendah dari standar yang telah ditentukan, maka susu dikatan

tidak normal. (Sudono, 2003).

Page 24: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Pada praktikum yang telah kami lakukan, setelah dilakukanpemerahan

pada pagi hari kami melakukan uji kualitas susu yang berasal dari tempat

praktikum.

Nama 12-5-2014 13-5-2014 14-5-2014 16-5-2014

Lemak Protein Lemak Protein Lemak Protein Lemak Protein

Danang 1,00 2,76 4,8 3,6 3,7 2,55 4,5 2,35

Egi 4,02 2,72 2,9 4,2 3,5 2,72 4,2 2.25

Sis 3,84 2,56 4 3,51 4,0 2,42 4,45 2.75

Suwok 3,79 2,53 3,9 3,6 3,95 2,52 3,90 2,21

Dari data di atas menunjukan bahwa kandungan nutrisi susu yang berasal

dari tempat praktikum masih dalam standar. Adanya perbedaan kualitas setiap

harinya di pengaruhi oleh kondisi ternak masing masing, tingkat konsumsi ternak

setiap harinya. Selain itu produktifitas juga berpengaruh terhadap kualitas,

semakin tinggi produktifitas susu, biasanya kualitas susu yang di hasilkan

cenderung rendah. Selain itu juga di pengaruhi oleh periode laktasi dan juga bulan

laktasi.

2.4 Sapi Periode Kering

Sejak awal kebuntingan, induk memerlukan perhatian penuh dari peternak.

Keberhasilan pedet yang dilahirkan dan perkembangannya lebih lanjut ditentukan

oleh kondisi awal yang baik seperti tubuh yang sehat dan kuat. Perhatian utama

untuk induk bunting adalah menjaga kondisi tubuh tetap sehat dan kuat. Untuk itu

induk bunting perlu diberi kesempatan istirahat, sehabis berproduksi diberi

makanan yang cukup dan baik, kesehatan dijaga dengan baik, khususnya agar

terhindar dari penyakit mastitis.

Sapi laktasi yang sedang bunting sekitar 7 bulan, meskipun produksi

susunya tinggi sebaiknya dikeringkan. Masa kering sangat penting bagi induk

yang pernah melahirkan dan berproduksi. Pengeringan ini penting untuk

mengembalikan kondisi ambing dan memberi kesempatan perggantian sel-sel

epitelium yang aus selama laktasi yang sedang berjalan serta untuk mencapai

Page 25: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

kondisi tubuh yang prima keitika kelak melahirkan (Mukhtar,2006). Apabila

seekor sapi perah tidak mempunyai periode masa kering diantara periode laktasi,

maka prosuksi susu pada periode berikutnya akan berkurang.

Pengeringan adalah menghentikan pemerahan selama ± 8 minggu

menjelang sapi melahirkan kembali pada sapai-sapi yang mengalami periode

laktasi kedua dan seterusanya. Periode yang kering, maka yang optimal bila masa

istirahat dapat diberikan kepada organ yg mengeluarkan susu dan gizi dalam

makanan dan pakan ternak dapat digunakan sangat dibutuhkan untuk

mendapatkan bobot dari sapi dan tepat perkembangan janin bukan produksi susu.

Ini adalah masa untuk membersihkan penyakit kronis, memungkinkan sapi untuk

membangun sebuah cadangan tubuh daging sebelum melahirkan anak sapi dan

mencukupi dalam tubuhnya yang habis dari sumber mineral (Anonim, 2009)

Selama masa kering dimaksudkan untuk:

1. Agar tubuh induk dapat membentuk makanan cadangan berupa vitamin-vitamin

seperti vitamin A yang dapat dimanfaatkan oleh anak yang baru lahir, lewat

kolostrum bersama antibodi yang sangat penting basi kesehatan pedet.

2. Agar tubuh induk dapat mengisi kembali vitamin-vitamin, mineral, dan lain-

lain untuk kebutuhan induk sendiri, sehingga kondisinya tetap sehat dan kuat

walaupun mengalami masa laktasi yang berat.

3. Agar kondisi tubuh menjadi baik, sehingga akan memberikan jaminan

kelangsungan produksi susu tetap baik dan bahkan dapat meningkat.

4. Agar pertumbuhan dan kesehatan anak dalam kandungan tetap terjamin. Sebab

janin akan tumbuh baik apabila mendapatkan zat-zat makanan yang cukup dari

induk.

(AAK, 1995)

Periode yang kering dapat dibagi menjadi tiga bagian :

1. Diluar periode pengeringan (pertama 4 sampai 10 hari)

Page 26: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

2. Yang kering atau “jauh” pada masa (waktu 30-40 hari)

3. Transisi atau periode “close-up” (21 hari terakhir sebelum melahirkan anak

sapi)

(Gamroth, M. Dan Carroli, D. 1995)

2.4.2 Pakan

Pada saat sapi perah dalam kondisi kering, kebutuhan akan konsumsi

pakan penting untuk di perhatikan. Hal ini di maksudkan untuk menjaga

kesehatan sapi itu sendiri serta untuk menjaga kesehatan kandungan ternak

tersebut. Pada kondisi ini komposisi ransum perlu dilakukan perhitungan secara

optimal guna untuk meminimalkan problem metabolik pada atau setelah beranak

serta untuk meningkatkan produksi susu pada masa laktasi berikutnya.

Secara umum pada konsisi kering ini, ternak diberikan sedikit hijauan dan

pengurangan bahkan penghentian pemberian konsentrat pada masa awal kering,

sedangkan pada akhir masa kering hijauan diberikan dalam jumlah seperti biasa

dan diikuti dengan penambahan konsentrat. Ransum harus diformulasikan untuk

memenuhi kebutuhannya yang spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus,

pertambahan bobot badan. Panda kondisi ini konsumsi BK ransum harian yang

diberikan pada ternak tidak boleh melebihi dari 2% berat badan, konsumsi hijauan

minimal 1% berat badan. Setengah dari 1% BB (konsentrat) per hari biasanya

cukup untuk program pemberian pakan sapi kering. Pada masa kering, sapi perah

harus di tekan jangan sampai terlalu gemuk atau BCS nya melebihi standar untuk

sapi bunting (2,5 – 3). Hal ini dimaksudkan agar sapi tersebut tidak ada kendala

dalam proses kelahiran nantinya. Komposisi hijauan kualitas rendah, seperti grass

hay, baik diberikan pada kondisi ini dengan tujuan untuk membatasi konsumsi

hijauan. Pada kondisi kering kebutuhan protein yang dikonsumsi sapi perah

sebesar 12 % sudah cukup untuk menjaga kesehatan ternak tersebut. Kebutuhan

Ca dan P sapi kering harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian yang

berlebihan; kadang-kadang ransum yang mengandung lebih dari 0,6% Ca dan

0,4% P meningkatkan kejadian milk fever. Trace mineral, termasuk Se, harus

disediakan dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang

Page 27: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

cukup dalam ransum untuk mengurangi kejadian milk fever, mengurangi retained

plasenta, dan meningkatkan daya tahan pedet. Sedikit konsentrat perlu diberikan

dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu sebelum beranak, bertujuan

Mengubah bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya menjadi

populasi campuran pencerna hijauan dan konsentrat dan Meminimalkan stress

terhadap perubahan ransum setelah beranak.

Page 28: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan (Lokasi Praktikum)

Sebaiknya dalam usaha untuk mengembangkan sebuah usaha peternakan

sapi perah yang diharapkan produksi susu tinggi sebaiknya peternank atau

pengelola Laboratorium Lapang Sumbersekar dapat memperhatikan semua aspek

dari mulai pemeliharaan pedet hingga penanganan sapi laktasi. Hal yang

terpenting adalah selalu memperhatikan Bibit, Pakan, Manajemen Pemeliharaan,

sehingga diharapkan produksi susu sapi perah dapat ditingkatkan.

3.2 Kesimpulan (Kegiatan Praktikum)

Dari hasil semua kegiatan praktikum yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa serangkaian praktikum Manajemen Pemeliharaan Ternak

Perah cukup baik, namun harus dilakukan lebih lagi seperti halnya yang ada di

PKL sehingga dapat diharapkan praktikan dapat merasakan PKL mini yang

sesungguhnya.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.

Anonimus. 1995. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius.

Yogyakarta.

Page 29: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Anonimus .1996. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah .Kanisius. Yogyakarta.

Anonimus . 2002. Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.

Blakely, J dan D.H, Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi ke empat. Di terjemahkan

oleh Srigandono, B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Budiharjo dan Ernawati, 2002. Intergrasi Padi dengan Sapi Potong. Badan

Penelitian dan pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jawa

Tengah.

Djarirah, A.S. 1996. Pengembangan Persusuan dan Dampak Bagi

PengembanganOperasi dan Peternak. Penebar Swadaya. Jakarta

Djojowidagdo, S. 1982. Mastitis Mikotik, Radang Kelenjar Susu oleh

Cendawanpada Ternak Perah. Warta Zoa 1 : 9 – 12. Kanisius.

YogYakarta.

Girisonta. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah .Kanisius. Yogyakarta.

Hadiwiyoto, S. 1983. Tekhnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty.

Yogyakarta.

Kusnadi, U. 1983. "Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah yang Tergabung dalam

Koperasi di Daerah Istimewa Yogyakarta", Proceeding Pertemuan

IlmiahRuminansia Besar. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan.Bogor.

Mukhtar, A. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah . Lembaga Pengembangan

Pendidikan (LPP) dan (UNS Press). Surakarta.

Muljana, B.A. 1987. Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Perah. CV.Aneka

Ilmu. Semarang.

Sarwono, B. dan H.B.Arianto. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, A.G.A. 1995. Pengaruh Cuaca dan Iklim Pada Produksi Susu. Institut

Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan. Jakarta.

Page 30: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Siregar D.A. 1996. Usaha Ternak Sapi. Kanisius Yogyakarta.

Siregar S. B. 1993. Sapi Perah, Jenis, Tekhnik Pemeliharaan dan Analisis Usaha.

Angkasa, Bandung.

Siregar S. B. 1996. Konsep Peraturan Makanan Ternak tentang Standar

MakananSapi Perah. Usaha Angkasa. Bandung.

Sitorus, P.E. 1983. Perbandingan Produktivitas Sapi Perah Impor di Indonesia.

Laporan Khusus Kegiatan Penelitian Periode Tahun 1982-1983. Balai

Penelitian Ternak. Bogor

Soebandryo. 2001. Pemanfaatan Limbah Ternak. Trobos, edisi 11 hlm 7. Jakarta

Sudono, A. 1983. Perkembangan Ternak Ruminansia Besar Ditinjau dari

IlmuPemuliaan Ternak Perah di Indonesia. Proceeding Pertemuan

IlmiahRuminansia Besar. Puslitbangnak. Bogor.

Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Sapi Perah. Cetakan ke 1. Jurusan Ilmu

Sudono, A. 2003. Keuntungan Dalam Pengolahan Limbah Ternak. Trobos.

Jakarta.

Produksi Ternak. Fakultas Peternakan IPB . Bogor.

Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi

PerahSecara Intensif . Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sugeng, Y.B. 2001. Laporan Feasibility Study Sapi Perah di Daerah

SumateraUtara, Survey Agro Ekonomi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutardi, T. 1983. Pengaruh Kelamin dan Kondisi Tubuh Terhadap

HubunganBobot Badan dengan Lingkat Dada pada Sapi Perah. Media

Peternakan,Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sutardi, T. 1984. Konsep Pembakuan Mutu Ransum Sapi Perah. Institut Pertanian

Bogor, Fakultas Peternakan. Jakarta.

Syarief, M.Z. dan Sumoprastowo, C.D.A. 1985. Ternak Perah. CV.Yasaguna.

Page 31: Ahmad Azmi_a3_manajemen Ternak Perah

Jakarta.

Toelihere, M.Z. 1985. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Universitas

Indonesia Press. Jakarta.

Widodo. 2003. Bioteknologi Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.

Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di

DaerahTropis.Diterjemahkan oleh Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Zainuddin, G. 1982. Hijauan Makanan Ternak, Apa dan Bagaimana. Swadaya

Warta Persusuan Indonesia. Jakarta