manajemen ternak perah

Upload: dani-muzani-nur

Post on 15-Oct-2015

288 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Bla Bla

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUMMANAJEMEN TERNAK PERAHManajemen Pemeliharaan Sapi Perah di Laboratorium Lapang Sumbersekar, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang

Oleh:

Dani Muzani Nur(115050100111012)

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANGMei, 2014

BAB IPENDAHULUAN

Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan sapi perah yang produksi susunya tinggi dengan persentase kadar lemak yang rendah apabila dibandingkan dengan bangsa sapi perah lainnya. Produksi susu sapi perah dipengaruhi oleh faktor genetik (sifat keturunan) dan faktor lingkungan. Kemampuan sapi perah dalam memproduksi susu dipengaruhi oleh 30% genetik dan 70% lingkungan. Manajemen pemeliharaan meliputi manajemen perkandangan dan sanitasi lingkungan, manajemen pemberian pakan, manajemen pemerahan, pengaturan perkawinan dan penanganan penyakit serta pencegahannya.Susu merupakan hasil utama dari ternak perah, dengan kandungan gizi yang lengkap dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Nilai gizi yang terkandung antara lain karbohidrat, protein, lemak, mineral, kalsium, vitamin A, asam amino esensial maupun non esensial, dan sebagianya. Produksi susu yang dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Indonesia masih sangat rendah, karenanya diperlukan peningkatan hasil, baik kualitas maupun kuantitasnya.Peningkatan permintaan susu yang tidak diimbangi dengan bertambahnya populasi sapi, tentu saja mengakibatkan kebutuhan akan susu tidak terpenuhi. Pemenuhan produksi susu dengan penambahan ternak sapi perah membutuhkan waktu yang lama. Hal ini membuktikan bahwa pengembangan usaha ternak sapi perah memiliki peluang dan prospek usaha yang sangat cerah. Meskipun demikian, prospek usaha ternak sapi perah yang sangat menjanjikan di Indonesia ini tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan tanpa memperhatikan tata laksana pemeliharaan sapi perah itu sendiri.Manajemen pemeliharaan induk laktasi sapi perah merupakan pelaksanaan pemeliharaan ternak setiap hari yang kegiatannya meliputi pemberian pakan dan minum, sanitasi kandang, pelaksanaan perkawinan, pemerahan, pembersihan dan kesehatan sapi, dan sistem perkandangan.Efisien pengembangbiakan dan pengembangan usaha ternak perah hanya dapat dicapai apabila peternak memiliki perhatian terhadap tata laksana pemeliharaan dan manajemen pengelolaan yang baik. Faktor manajemen inilah yang memegang peranan penting dalam usaha ternak perah. Maka dari itu adanya kegiatan magang ini diharapkan bisa mengetahui semua manajemen yang berkaitan dengan perusahaan peternakan karena sangat penting bagi mahasiswa untuk menunjang pengetahuan dan pengalaman dilapangan sebelum terjun kedunia usaha peternakan nantinya.

BAB IIHASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Pedet pra SapihDi Laboratorium lapang Sumbersekar, apabila pedet lahir pekerja kandang menyusukan pedet secepat mungkin dengan mengarahkan pedet pada puting induknya supaya segera mendapatkan kolostrum, Apabila pedet lahir sehat dan kuat biasanya 30 sampai dengan 60 menit setelah lahir sudah dapat berdiri. Pedet waktu lahir tidak memiliki kekebalan untuk melawan penyakit. Oleh karena itu 30 sampai dengan 60 menit setelah lahir pedet segera diberi minum kolustrum. Kolostrum adalah susu yang dihasilkan oleh sapi setelah melahirkan sampai sekitar 5 sampai dengan 6 hari. Kolostrum sangat penting untuk pedet setelah lahir karena kolustrum mengandung zat pelindung atau antibodi yang dapat menjaga ketahanan tubuh pedet dari penyakit berbahaya (Soetarno, 2003). Di Laboratorium lapang Sumbersekar, apabila pada awal menyusu pedet mengalami kesulitan maka dapat dilatih dengan menggunakan ember terbuka dan memerlukan kesabaran. Caranya mula-mula pedet dibiarkan menjilat atau mengisap jari telunjuk yang dibasahi kolostrum. Selanjutnya jari telunjuk yang dihisap-isap, perlahan-lahan dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam ember yang berisi kolostrum dan dibiarkan beberapa menit mengisap-isap jari telunjuk dan kolostrum turut terserap sedikit-sedikit. Kemudian jari telunjuk perlahan-lahan dilepas dari pedet. Perlakuan demikian perlu diulang-ulang sehingga akhirnya pedet mau minum kolostrum dari ember tanpa bantuan lagi atau dengan menggunakan botol yang diberi selang karet lunak. Kolostrum buatan diberikan pada pedet apabila induk tidak dapat menghasilkan kolostrum. Kolostrum buatan sekali minum terdiri dari campuran liter susu murni + 1 sendok teh minyak ikan + 1 sendok teh kastroli + 1 telur yang dikocok didalam liter air hangat. Pemberian kolustrum buatan diberikan 3 kali sehari selama 3 sampai dengan 4 hari (Soetarno, 2003). Di Laboratorium lapang Sumbersekar, pedet setelah umur 1 hari dipisahkan dari induknya dan ditempatkan di kandang pedet. Pemberian susu pedet dijatah sesuai kebutuhan pedet. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Martoyo (1985) yang menyatakan bahwa pedet di dipelihara bersamaan dengan induk, hal ini dimaksudkan agar pedet dapat leluasa menyusu pada induknya. Susu merupakan makanan bergizi tertinggi bagi pedet. Pemberian susu sebaiknya dibatasi karena kelebihan susu akan mengakibatkan diare. Menurut Martoyo (1985), sejak umur satu minggu sampai sekitar 1 bulan susu yang diberikan sekitar 10 % berat badan perhari dan diberikan 2 kali sehari. Mulai umur tiga minggu pedet mulai dilatih dengan disediakan pakan konsentrat. Hal ini dimaksudkan agar merangsang perkembangan rumen, sehingga dapat cepat berfungsi. Air minum dapat mulai diberikan pada umur tiga minggu. 2.1.2 Bobot BadanPedet periode prasapih memerlukan pakan cair dan kering dan sebaiknya diberikan campuran biji-bijian kering ketika berumur tiga hari. Pemberian pakan kering lebih awal sangat penting untuk menstimulasi perkembangan rumen. Target pemeliharaan pedet periode prasapih adalah mencapai bobot badan 65 kg pada saat umur 8 minggu atau umur sapih. Pedet mengkonsumsi pakan kasar minimal 1 kg/hari. Setelah disapih konsumsi konsentrat pedet sekitar 2 kg/hari. Pedet pada periode ini diusahakan mencapai pertambahan bobot badan harian 0,7 kg (Anonymous, 2006).

2.1.3 KandangPedet yang berusia 0 4 bulan harus dibuatkankandangsendiri agar tidak bercampur dengan pedet atau sapi lainnya. Dapat pula dibuatkan penyekat atau penghalang antar kandang. Hal ini disebabkan pedet sangat rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh perubahan cuaca dan pedet memiliki naluri menyusu sehingga jika disatukan dapat saling mngisap dan menjilat. Kandang pedet lazimnya dibuat dari bahan bambu atau kayu berukuran 95 x 150 x 130 cm.

2.2 Pedet post Sapih2.2.1 PakanPakan pedet lepas sapih (4-8 bulan) sudah dapat disediakan/diberikan pakan konsentrat dan dan hijauan/rumput. Pemberian pakan dan air kepada pedet lepas sapih sebaiknya tidak terbatas (ad libitum). Hal ini disebebakan pedet berada dalam kandang koloni,sehingga apabila daya pakannya baik akan tumbuh lebih cepat. Namun, patokan pemberian pakan kepada pedet adalah konsentrat 11,5% dan hijauan 10% dari bobot hidup. Susunan konsentrat untuk pedet lepas sapih terdiri atas 26% bungkil kelapa, 24% bungkil kedelai, 25% dedak halus dan 25% ampas tapioka.2.2.2 Bobot BadanMilk Replacer atau Pengganti Air Susu (PAS) Pada fase pemberian susu untuk pedet, air susu sapi asli dapat diganti menggunakan Milk Replacer/PAS. Milk Replacer yang baik kualitasnya dapat memberikan pertambahan bobot badan yang sama dengan kalau diberi air susu sampai umur 4 minggu. Namun kadang-kadang pemberian milk replacer mengakibatkan sapi lambat dewasa kelamin dan sering mengakibatkan pedet kegemukan. Milk replacer yang baik dibuat dari bahan baku yang berasal dari produk air susu yang baik seperti ; susu skim, whey, lemak susu dan serealia dalam jumlah terbatas. Milk replacer sebaiknya diberikan pada saat pedet berusia antara 3 5 minggu dan jangan diberikan kepada pedet yang berusia kurang dari 2 minggu. Pedet yang berusia kurang dari 2 minggu belum bisa mencerna pati-patian dan protein selain casein (protein susu).2.2.3 KandangKandangyang diperlukan untuk pedet lepas sapih yang berusia 4 8 bulan berupa kandang sistem kelompok di dalam kandang koloni. Hal ini dimaksudkan agar sapi-sapi remaja lebih bebas bergerak sehingga tulang dan badannya kuat dan tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan pakan. Karenanya tempat pakan, tempat minum dan tempat berteduh dibuat terpisah.

2.3.1 Bangsa Sapi

Bangsa sapi perah yang dipelihara di Laboratorium Lapang Sumbersekar adalah sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) yang merupakan hasil perkawinan yang tidak direncanakan antara sapi-sapi FH dengan sapi-sapi lokal khususnya di Pulau Jawa. Jumlah sapi yang dipelihara di Laboratorium Lapang Sumbersekar pada saat kegiatan praktikum berlangsung adalah 13 ekor, yang terdiri dari 4 ekor sapi laktasi, 3 ekor sapi dara, 3 ekor sapi kering dan 3 ekor pedet. Ciri-ciri sapi FH yaitu warna belang hitam putih, kaki berwarna putih, tanduk menjurus ke depan, pada dahi terdapat warna putih berbentuk segitiga, sifat tenang dan jinak (Mukthar, 2006)Tanda-tanda sapi ini menyerupai sapi FH dengan produksi susu lebih rendah dan badannya lebih kecil. Lebih lanjut ditambahkan pula bahwa sapi PFH merupakan hasil persilangan secara grading up antara sapi betina lokal dengan pejantan FH murni (Anonimus,1995).Keunggulan-keunggulan dari sapi perah antara lain: mutu genetik yang tinggi diperoleh dari genetik pejantannya, mampu beradaptasi dilingkungan tropis yang diperoleh dari genetik induknya, produksi susu yang cukup tinggi dengan persistensi produksi yang baik karena memiliki mutu genetik yang tinggi serta ditunjang dengan kemampuan beradaptasi di daerah tropis, umur beranak pertama yang ideal dengan calving interval yang tidak panjang (rata-rata 12,6 bulan). Pertautan ambing yang kuat didukung dengan keempat puting yang simetris dan kaki belakang yang kokoh sehingga akan memperpanjang daya laktasi dan banyaknya susu yang dipancarkan.Ciri-ciri khusus yang terdapat pada sapi PFH yaitu: warna bulu hitam belang putih, dada, perut bawah, kaki dan ekor berwarna putih, berambing besar, kepala besar, sempit dan lurus, tanduk kecil, pendek menjurus ke depan, pada dahi terdapat tanda atau bentuk segitiga berwarna putih, temperamen sapi betina tenang dan jinak, sedangkan sapi jantan agak liar, bobot sapi betina dewasa mencapai 625 kg sedangkan sapi jantan dewasa mencapai 800 kg, produksi susu sangat tinggi mencapai 4500-5000 liter/ ekor/ laktasi (Anonimus, 1995) .

2.3.2 Tingkat Laktasi dan Umur Sapi

Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi setelah melahirkan anak. Kira-kira setengah jam setelah melhirkan, produksi susu sudah keluar. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Namun, sampai dengan 4-5 hari pertama produksi susu tersebut masih berupa colustrum yang tidak boleh dikonsumsi manusia. Tetapi colustrum tersebut khusus untuk pedet, karena kandungan zat-zatnya sangat sesuai untuk pertumbuhan dan kehidupan awal.Masa laktasi dimulai sejak sapi tiu berproduksi sampai masa kering tiba. Dengan demikian, masa laktasi berlangsung selama 10 bulan atau kurang lebih 305 hari, setelah dikurangi hari-hari untuk berproduksi colustrum.Di Laboratorium Lapang Sumbersekar, terdapat 4 sapi laktasi yang memiliki tingkat laktasi dan umur sapi yang berbeda antara satu sama lain, hal ini dapt dijelaskan bahwa pada sapi 1 memasuki tingkat laktasi bulan ke-6 dengan umur sapi 4 tahun, sapi 2 memasuki tingkat laktasi bulan ke-5 dengan umur sapi 6 tahu, sapi 3 memasuki tingkat laktasi bulan ke-3 dengan umur sapi 3 tahun, sementara sapi 4 memasuki tingkat laktasi bulan ke-4 dengan umur sapi 5 tahun. Dengan tingkat laktasi dan umur sapi yang berbeda ini menunjukkan produksi susu yang berbeda antara satu sapi dengan yang lainnya.

2.3.3 Bulan Laktasi dan Persistensi

Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi setelah melahirkan anak. Kira-kira setengah jam setelah sapi itu melahirkan, produksi susu sudah keluar. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Namun, sampai dengan 4 5 hari yang pertama produksi susu tersebut masih berupa colostrum yang tidak boleh dikonsumsi manusia. Tetapi colostrum tersebut khusus untuk pedet, karena kandungan zat-zatnya sangat sesuai untuk pertumbuhan dan kehidupan awal.Masa laktasi dimulai sejak sapi itu berproduksi sampai masa kering tiba. Dengan demikian, masa laktasi berlangsung selama 10 bulan atau kurang lebih 305 hari, setelah dikurangi hari-hari untuk memproduksi colostrum. Dengan demikian semasa laktasi berlangsung 309 hari ini diawali dengan produksi colostrum 4 5 hari, sehingga produksi susu biasa berlangsung 309 hari 4 = 305 hari. Persistensi susu sangat dipengaruhi oleh keseimbangan tiga hormon yaitu Prolactin, Thyroxine dan Growth Hormon. Apabila salah satu lebih, hormon yang disekresikan lebih kecil dari rata rata optimal, akan berpengaruh terhadap persistensi. Untuk meningkatkan produksi susu selaa laktasi, peternak dapat melakukan seleksi sapi mereka dengan memilih sapi sapi selain puncak produksinya tertinggi, juga dipilih persistensinya yang bagus, (Campbell, 1975).

2.3.4 Bobot Badan dan BCS

Ciri-ciri khusus yang terdapat pada sapi FH yaitu: warna bulu hitam belang putih, dada, perut bawah, kaki dan ekor berwarna putih, berambing besar, kepala besar, sempit dan lurus, tanduk kecil, pendek menjurus ke depan, pada dahi terdapat tanda atau bentuk segitiga berwarna putih, temperamen sapi betina tenang dan jinak, sedangkan sapi jantan agak liar, bobot sapi betina dewasa mencapai 625 kg sedangkan sapi jantan dewasa mencapai 800 kg, produksi susu sangat tinggi mencapai 4500-5000 liter/ ekor/ laktasi (Anonimus, 1995).Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk pemeliharaan sapi dengan melihat body condition scoring, nilai BCS yang ideal adalah 3,5 (skala 1-5). Jika BCS lebih dari 4 dapat menyebabkan gangguan setelah melahirkan seperti mastitis, retensi plasenta, distokia, ketosis dan panaritium. Sedangkan kondisi tubuh yang kurus menyebabkan produksi susumenurun dengan kadar lemak yang rendah. Selain itu faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam kesehatan sapi perah adalah lingkungan yang baik, pemerahan yang rutin dan peralatan pemerahan yang baik.Di Laboratorium Lapang Sumbersekar ini sapi laktasi memiliki bobot badan dan tingkat nilai Body Condition Score (BCS) yang bermacam-macam, hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini:Nomor Sapi1234

Bobot Badan (kg)491491543561

BCS2,5322

Jika dilihat dari pendapat (Anonimus, 1995) yang menyatakan bahwa bobot sapi betina dewasa mencapai 625 kg dengan produksi susu sangat tinggi mencapai 4500-5000 liter/ ekor/ laktasi sangat berbeda dengan kondisi yang ada di Laboratorium Lapang Sumbersekar karena bobot badan paling tinggi diantara keempat sapi laktasi ini yang paling tinggi adalah bobot badan dari sapi keempat yang hanya memiliki bobot bdan sebesar 561kg, hal ini pula terbukti dengan rataan produksi susu yang dihasilkan oleh sapi-sapi perah di Laboratorium Lapang sumbersekar yang hanya 10 liter/ekor/hari dengan produksi 3000 liter/ekor/tahun. Hal inilah yang sangat menyulitkan peternakan di Indonesia untuk dapat memenuhi kebutuhan susu nasional, karena produksi susu yang masih rendah karena bobot badan sapi laktasi yang belum mencapai optimal.Pun halnya dengan BCS yang dimiliki oleh sapi perah yang ada di Laboratorium Lapang Sumbersekar yang hanya memliki rataan BCS sebesar 3, hal ini tetu sangat kurang untuk memenuhi standar BCS yang telah ditentukan sebesar 3,5. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Soebandi, (2006) yang menyatakan bahwa nilai BCS untuk sapi perah yang ideal adalah 3,5 (skala 1-5). Jika BCS lebih dari 4 dapat menyebabkan gangguan setelah melahirkan seperti mastitis, retensi plasenta, distokia, ketosis dan panaritium. Sedangkan kondisi tubuh yang kurus menyebabkan produksi susumenurun dengan kadar lemak yang rendah. Selain itu faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam kesehatan sapi perah adalah lingkungan yang baik, pemerahan yang rutin dan peralatan pemerahan yang baik.

2.3.5 Pakan

Sapi perah laktasi dengan produksi susu tinggi harus diberi ransum dengan jumlah banyak dan berkualitas dibandingkan dengan sapi perah yang produksi susunya rendah. Hal ini disebabkan oleh tingginya kebutuhan nutrien pada sapi perah yang produksinya tinggi. Pakan yang diberikan untuk sapi laktasi di Laboratorium Lapang Sumbersekar terdiri atas hijauan (rumput gajah), dan konsentrat.Sapi Laktasi di Laboratorium Lapang Sumbersekar diberikan konsentrat dengan mencampur sendiri dari bahan-bahan dasar ransum diantaranya bekatul, ampas kecap, ampas bir, tebon jaung, kulit kopi, tepung jagung, onggok, premik, urea, garam, kalsium/ phosphor.Konsentrat diberikan dua kali sehari setelah pemerahan yaitu pada pukul 05.30 WIB dan dan siang hari pada pukul 13.00 WIB sebelum pemerahan sebanyak 15kg /ekor /hari. Menurut Blakely dan Bade (1994), pakan konsentrat diberikan lebih dulu sebelum hijauan, dimaksudkan agar proses pencernaan terhadap konsentrat bisa relatif lebih singkat waktunya sehingga retensi nutrisi yang diperoleh akan lebih besar dan mempunyai efek perangsang terhadap mikroba rumen. Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1985), pakan penguat atau konsentrat berfungsi untuk menutupi kekurangan zat gizi dalam rumput atau hijauan, karena pakan penguat terdiri dari berbagai bahan pakan biji-bijian dan hasil ikutan dari pengolahan hasil pertanian maupun industri lainnya.Pakanhijauan yang diberikan yaitu berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum) dengan frekuensi pemberian dua kali sehari setelah pemberian konsentrat sebanyak 12 kg /ekor / hari. Sapi Laktasi membutuhkan sejumlah serat kasar yang sebagian besar berasal dari hijauan sebagai sumber energi yang akan mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan. Sebelum hijauan diberikan dilakukan pemotongan atau chooping terlebih dahulu sepanjang 5-10 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1995) yang menyatakan bahwa hijauan yang dipotong-potong dapat meningkatkan kecernaan dari hijauan dan dapat meningkatkan konsumsi pakan (palatabilitas).Perbandingan hijauan dan konsentrat dalam ransum yang diberikan adalah 60%:40% (dalam BK). Menurut Siregar (1993) imbangan antara hijauan dan konsentrat yang baik dalam formula ransum sapi yang sedang berproduksi susu dengan tetap mempertahankan kadar lemak dalam batas normal adalah 60:40.

2.3.6 Kebuntingan

Pemeliharaan betina bunting merupakan salah satu upaya penting yang harus dilakukan dalam upaya peningkatan produktivitas ternak. Pemeliharaan ternak bunting perlu lebih diintensifkan utamanya dalam hal pemberian pakan dan perawatan (hindari dari terjatuh dan benturan atau kondisi kandang yang kurang baik). Namun pada kenyataannya pemeliharaan ternak bunting di Laboratorium Lapang Sumbersekar masih sangat kurang baik. Karena jika dilihat, sapi yang sedang bunting masih dalam satu kandang dengan sapi yang tidak bunting, begitu juga dalam hal pemberian pakan, ternak yang sedang bunting ataupun tidak tetap diberikan pakan dalam jumlah dan kualitas yang sama. Karena menurut Soeparno (2004) proses pemeliharaan kebuntingan ini sangat penting karena embrio ternak cukup labil utamanya pada umur kebuntingan muda. Hasil penelitian Ayalon (1978) dalam Hunter (1995) menunjukkan kematian embrional pada umur 35 42 hari pada domba mencapai 31%. Penelitian lain dari Toelihere (1981) menunjukkan bahwa kematian embrional dalam minggu pertama kebuntingan mencapai 25%. Kematian embrional ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain kondisi pakan, ketidakseimbangan hormonal dan beberapa penyakit seperti Vibriosis dan Bruchelosis (Toelihere,1981). Alasan utama perlunya pemeliharaan betina bunting yang lebih insentif karena betina bunting tersebut merupakan penentu kualitas anakan yang akan dihasilkan. Beberapa cara untuk memelihara ternak bunting adalah dengan perbaikan pakan dan pemisahan induk bunting.

2.3.7 Suhu Lingkungan

Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor cuaca atau iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak (Hafez, 1968; Esmay, 1978).

McDowell (1974) menyatakan bahwa untuk kehidupan dan produksinya, ternak memerlukan suhu lingkungan yang optimum. Zona termonetral suhu nyaman untuk sapi Eropa berkisar 17 21C ( Hafez, 1968); 13 18C (McDowell, 1972); 4 25C (Yousef, 1985), 5 25C (Jones & Stallings, 1999).

Pada Laboratorium Lapang Smbersekar umumnya memiliki suhu yang sejuk dengan kelembababn yang optimum, hal ini dapat dibuktikan dengan tabel dibawah ini:

Pagi:Hari ke-1234567

Suhu20242318202621

Kelembaban92919291915591

Malam:Hari ke-1234567

Suhu30312929312929

Kelembaban70707070685558

Dari tabel diatas bisa dilihat jika suhu dan kelembaban yang ada di Laboratorium Lapang Sumbersekar sangat memenuhui persyaratan bagi suatu wilayah untuk pemeliharaan sapi perah yang pada umumnya berstandar di suhu 18 C - 25 C. Sehingga dari sini dapat disimpulkan bahwa Laboratorium Lapang Sumbersekar sangat layak untuk dijadikan sebuah usaha peternakan sapi perah.

2.3.8 Pemerahan

Pemerahan sapi di Laboratorium Lapang Sumbersekar dilaksanakan dua kali sehari dengan interval pemerahan 8 jam dan 16 jam. Pemerahan dilaksanakan pada pagi hari pukul 05.30 WIB dan siang hari pukul 13.00 WIB. Sapi yang sedang berproduksi memiliki jadwal pemerahan setiap hari yang pada umumnya di lakukan 2 kali sehari (Anonimus, 1995). Jadwal pemerahan yang teratur dan seimbang akan memberikan produksi susu yang lebih baik dari pada pemerahan yang tidak teratur dan seimbang.Sebelum pemerahan dilakukan, ambing dicuci terlebih dahulu agar susu tidak terkontaminasi dengan kotoran. Kemudian peralatan yang digunakan yaitu :ember, minyak kelapa sebagai pelicin dan penyaring susu disiapkan. Menurut Siregar (1995), bahwa sebelum pemerahan, puting diolesi dengan pelicin. Menurut Blakely dan bade (1992) bahwa proses pelepasan susu akan terganggu bila sapi merasa sakit dan ketakutan. Selain itu tangan pemerah harus bersih, dan kuku tidak boleh panjang, karena dapat melukai puting susu dan juga untuk menghindari terkontaminasinya susu oleh kotoran yang mengandung bakteri. Metode pemerahan yang digunakan adalah sebagai berikut :a. Whole Hand, dengan cara jari memegang puting susu pada pangkal puting diantara ibu jari dan telunjuk dengan tekanan diawali dari atas yang diikuti jari tengah, jari manis dan kelingking seperti memeras. Pemerahan secara Whole hand membutuhkan waktu rata-rata 6,64 menit untuk memerah seekor sapi dan cara ini digunakan untuk sapi yang putingnya panjang. b. Strippen, dengan cara puting dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk yang digeserkan pada pangkal puting bawah sambil dipijat. Pemerahan secara Strippen rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memerah seekor sapi adalah 7,72 menit dan cara ini digunakan untuk sapi yang ukuran putingnya pendek.Cara pemerahan tersebut sesuai dengan pendapat Syarief dan Sumoprastowo (1985) yang menyatakan bahwa whole hand merupakan cara terbaik untuk sapi yang memiliki puting panjang dan produksi susu tinggi sedangkan cara Strippen biasa digunakan untuk sapi yan putingnya pendek.

2.3.11 PenyakitPenyakit yang sering menyerang sapi perah laktasi di Laboratorium Lapang Sumbersekar adalah mastitis, hipokalsemia (milk fever), cacingan, abses, brucellosis.

1. Mastitis

Mastitis merupakan penyakit peradangan pada kelenjar susu dan dapat menyebabkan pembengkakan sehingga susu tidak dapat keluar melalui puting. Penyebab penyakit ini adalah bakteri Streptococcus cocci dan Staphylococcus cocci. Gejala spesifik penyakit ini adalah adanya peradangan pada saluran kelenjar susu dan terjadi perubahan fisik dan kimiawi dari susu (Anonimus, 2002). Dalam keadaan yang parah, mastitis dapat mematikan puting susu, sehingga tidak berfungsi lagi. Sapi perah yang terkena mastitis mula-mula ditandai dengan perubahan susu. Susu berubah menjadi encer dan pecah, bergumpal dan kadang-kadang bercampur dengan darah dan nanah (Siregar ,1995).

Pengobatan yang dilakukan terhadap penyakit ini adalah dengan memberikan obat antibiotik yang merupakan campuran antara antibiotic Penzavet dengan aquades dengan perbandingan 1:10. Sapi perah yang menderita mastitis diberikan obat tersebut dengan cara di suntikkan pada puting yang menderita mastitis dengan dosis 10 cc per puting. Selain itu dilakukan pemerahan pada puting dalam keadaan bersih, dan susu yang diperah harus sampai habis dan tidak ada susu yang tersisa di dalam puting tersebut .

2. Milk Fever

Milk Fever merupakan penyakit yang disebabkan gangguan metabolisme sapi betina menjelang atau pada saat melahirkan atau setelah melahirkan (72 jam setelah beranak ) yang ditandai dengan kekurangan kalsium dalam darah. Penyebabnya adalah kekurangan Ca (hipokalsemia) yang akut. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme mineral yakni metabolisme Ca yang bisa berakibat kepada seluruh tubuh. Penyerapan yang berlebihan terhadap ion Ca oleh kelenjar susu dan dapat juga disebabkan kelenjar paratiroid pada leher yang mengatur tinggi rendahnya kadar ion Ca dalam darah sehingga fungsinya tidak normal. Dalam keadaan normal kadar Ca dalam darah 8-12 mg per 100 ml darah, dalam keadaan hipokalsemia kadar Ca dalam darah menurun menjadi 3-7 mg per 100 ml darah (Anonimus,2002).Gejala terjadi hipokalsemia adalah penurunan suhu tubuh ,langkah yang kaku, ketidaksanggupan untuk berdiri, lipatan leher seperti huruf S,penghentian proses partus, dan kematian yang terjadi dalam waktu 6-12 jam apabila tidak diobati.Sapi yang menderita hipokalsemia di Laboratorium Lapang Sumbersekar diobati dengan cara penyuntikan intra muskuler pada bagian leher, sehingga kalsium yang diberikan dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Obat yang di berikan antara lain seperti calcium magnesium, biosolamine, penzavet , dan vitamin B12.

3. Cacingan

Sapi laktasi di Laboratorium Lapang Sumbersekar diberikan obat cacing secara periodik yaitu setiap 4-6 bulan sekali untuk mencegah sapi-sapi tersebut terserang penyakit cacingan. Jenis obat cacing yang digunakan yaitu Kalbazen-c yaitu obat cacing hati. Obat cacing diberikan dengan dosis 25-35 cc per ekor. Menurut Siregar (1995) gejala-gejala yang timbul pada penyakit cacingan adalah penurunan berat badan ,kondisi tubuh lemah, bulu kasar, nafsu makan menurun, perut buncit dan diare.

4. Abses

Abses disebabkan oleh luka-luka yang tidak segera diobati. Gejalanya berupa pengelupasan kulit yang terluka dan berupa pembengkakan dan kadang-kadang bernanah. Hal ini sering disebabkan sapi terpeleset di lantai yang licin. Pengobatan yang dilakukan yaitu hanya dengan memberikan obat luka luar/ spray gusanex pada bagian yang terluka secara teratur sampai luka tersebut mengering/sembuh. 5. Brucellosis

Brucellosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri genus Brucella. Pada sapi, penyakit ini dikenal pula sebagai penyakit keluron atau keguguran menular dan penyakit ini belum banyak dikenal di masyarakat. Di Laboratorium Lapang Sumbersekar banyak induk sapi yang mengalami penyakit ini. Penyakit ini disebabkan karena faktor reproduksi.yang kurang diperhatikan. Reproduksi di Laboratorium Lapang Sumbersekar pada dasarnya dilakukan dengan menggunakan dua pejantan yang sering kali dipakai untuk mengawini sapi-sapi betina di peternakan ini. Oleh karena itu dengan mudah penyakit ini tersebar pada sapi-sapi induk maupun induk yang sehat sekalipun. Penularan yang utama melalui perkawinan alami serta juga dapat melalui pakan dan minum yang diberikan dan peralatan kandang yang digunakan sehari-harinya.

Girisonta (1980) mengemukakan bahwa induk yang mengalami brucellosis seharusnya dipisahkan dari induk yang sehat. Kebersihan kandang, tempat pakan dan minum serta peralatan kandang perlu diperhatikan. Sapi-sapi penderita penyakit ini perlu perlakuan khusus dengan cara maelakuakan vaksinasi dengan menggunakan vaksin Strain 19 (Strain buch) serta melakukan sanitasi kandang dengan larutan formalin atau lisol dengan dicampur air secukupnya.

2.3.12 Stress

Heat stress pada sapi terjadi ketika beban panas tubuh melebihi kemampuan sapi untuk mengeliminasi panas tersebut. Indikasi pertama terjadinya heat stress, meningkatnya frekuensi nafas secara signifikan melebihi 80 kali/ menit. Akibat dari heat stress adalah meningkatnya frekuensi nafas, naiknya suhu tubuh, keluar air keringat, dan nafsu untuk air minum meningkat. Heat stress menyebabkan penurunan aliran darah ke seluruh tubuh, turunnya nafsu makan ( feed intake ), produksi susu turun, aktivitas sapi berkurang, dan perfomance reproduksi menurun. Partameter yang bisa digunakan untuk melihat kejadian heat stress; frekuensi nafas melebihi 80 kali/ menit, suhu tubuh meningkat diatas 39,2 C, menurunnya produksi susu sampai dengan 10%, dan menurunya asupan bahan kering ( dry matter intake ).Heat loss merupakan mekanisme keluarnya panas dari dalam tubuh , dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan suhu tubuh sapi yang disebabkan aktifitas semua organ dalam tubuh. Ada 3 cara pelepasan panas yaitu produksi panas karena metabolisme tubuh, keluarnya panas secara wajar ( sensible ) dan keluarnya panas secara latent. Produksi panas akan meningkat jika kapasitas prosuksi / metabolisme meningkat. Pada kondisi lingkungan panas, sapi akan mengurangi produksi panas dari metabolisme dengan pakan rendah serat. Sensible Heat loss terjadi jika panas tubuh lebih tinggi dari suhu lingkungan, panas tubuh akan keluar dengan cara radiasi, konveksi dan konduksi. Hal ini tergantung pada suhu lingkungan, luas permukaan tubuh sapi, jaringan tubuh dan resistensi terhadap udara. Latent heat loss, terjadi keluarnya keringat dari kulit atau menguapnya ( evaporasi ) panas dari hidung.Beberapa prinsip untuk mengurangi heat stress, secara genetik sapi Friesen Holstein lebih cocok di daerah dingin, dan kurang bisa optimal produksi susu di daerah panas. Ketersediaan air cukup ditempat yang sesuai, dingin dan bersih. Jarak kandang ke tempat pemerahan yang tidak terlalu jauh ( mengurangi jarak tempuh ). Memberikan atap atau naungan pada kandang atau ditengah kandang seperti ( housing area dan holding pen ). Di tempat pemerahan (Milking center ), diharapkan sapi tidak mengantri untuk diperah terlalu lama, tersedia ventilasi yang cukup, tersedia pendingin di holding pen dan pada jalan keluarnya sapi. Untuk kandang freestall harus disediakan ventilasi cukup dan pendingin.Ada beberapa metode untuk menghindari heat stress dan lingkungan kandangnya:1. Mensiasati pakan, feed additif, dan obatDalam kondisi suhu siang hari atau kemarau, boleh jadi pakan yang diberikan dengan takanan Metabolisme Energi yang lebih rendah. Hal ini bertujuan mengurangi panas dari proses metabolisme. Jika dalam satu populasi sapi menunjukkan ekspresi kepanasan ( contoh : panting ), maka pemberian imbuhan pakan yang dapat menurunkan panas bisa menjadi pilihan. Seperti pemakaian acetaminophen sebagai imbuhan pakan, selain untuk mensiasati heat stress juga bertujuan meningkatkan asupan bahan kering oleh usus. Namun jika hanya ada beberapa individu yang mengalami panting, pemberian penurun panas secara injeksi menjadi pilihan yang tepat.2. Mengusahakan atap agar tetap dinginKandang sapi perah seharusnya dipilihkan dari bahan yang dapat menyerap panas, maka dihindari atap seperti seng. Teknis lainnya dengan memberi sprinkle air ke atap, mengurangi jarak dengan sumber panas, temperatur atap dapat diturunkan menjadi 280 C dengan sprinkle air 1,5 liter per meter2 atap.3. Pembuatan saluran ventilasiSaluran ventilasi membantu pertukaran udara dengan cepat dan kecepatan angin. Ventilasi dilengkapi dengan exhaust fan besar untuk menyedot panas, kipas akan mendorong panas keluar dan pengeluaran panas dengan cara konveksi4. Melalui pipa bawah tanah ( under ground pipe )Pada prinsipnya temperatur bawah tanah lebih rendah dari pada temperatur atmosfir. Udara yang dingin masuk melalui pipa tersebut dengan kedalaman 1.5 2 meter kemudian dialirkan ke kandang sapi. Teknik ini dapat menurunkan suhu 8 100 C, dan tujuan utama teknik ini untuk mengatasi perubahan suhu yang terlalu ekstrim.5. Menyediakan kolam untuk berendamSuhu tubuh sapi yang panas akan turun dengan cara berendam atau masuk ke kolam air. Keluarnya panas terjadi secara konduksi dan evaporasi. Namun cara ini harus banyak dikaji dengan kemungkinan banyaknya penyakit yang bisa ditimbulkan seperti mastitis.

2.3.13 Kebersihan Kandang dan TernakKegunaan bangunan kandang sangat penting sebab fungsi kandang untuk menghindari ternak dari terik matahari, hujan, terpaan angin, dan gangguan binatang buas atau ancaman dari luar (Sugeng, 2001). Kandang yang berada di. CV. Mawar Mekar Farm sudah cukup baik sebab sirkulasi udara dapat keluar masuk dangan lancar dan mendapatkan sinar matahari yang cukup, sehingga keadaan kandang tidak terlalu lembab. Kelembaban yang ada di dalam kandang berkisar 65-93% dan di luar kandang sekitar 66-94%. Keadaan ini tidak sesuai karena kelembaban yang ideal adalah 60-70 % (Sudono et al.,2003).

Konstruksi kandang sudah cukup baik sebab dapat diketahui dari cara pekerja dalam membersihkan kandang , memberikan pakan, pemerahan tidak mengalami kesulitan. Keadaan ini sesuai dengan pendapat Mulyana (1985) bahwa konstruksi kandang dapat mempermudah aktifitas pekerja kandang dalam pemberian pakan ,pembersihan dan pemerahan .Kandang sapi laktasi terdiri dari tiga buah bangunan dengan luas 155,4 m yang berisi sekitar 45 ekor sapi, untuk setiap kandangnya berisi 15 ekor, sehingga luas per ekor 3,2 m. Hal ini melebihi pendapat Sudono et al, (2003) yang menyatakan bahwa setiap sapi membutuhkan luas 2,8 m, untuk kenyamanan bagi ternak yang ada di dalamnya, sehingga ternak dapat berproduksi secara maksimal.Tipe kandang untuk sapi laktasi di CV. Mawar Mekar Farm adalah kandang semi monitor tipe dua baris (two row plane) yang saling membelakangi (tail to tail). Menurut konstruksinya kandang sapi perah dapat dibedakan menjadi dua yaitu kandang tunggal yang terdiri dari satu baris dan kandang ganda yang terdiri atas dua baris yang saling berhadapan (head to head) atau berlawanan (tail to tail) (Anonimus, 2002). Ditambahkan oleh Siregar (1995) bahwa apabila jumlah sapi perah yang dipelihara sudah lebih dari 10 ekor lebih baik menggunakan kandang konvensional dengan tipe dua baris . Keuntungan dari kandang tipe dua baris adalah lebih mudah dalam pemberian pakan terutama hijauanAtap kandang sapi laktasi di CV. Mawar Mekar Farm berbentuk monitor dan berbahan asbes dan genting. Bahan atap ini sesuai dengan pendapat Siregar (1995) yang menyatakan bahwa bahan atap dapat digunakan asbes, seng, genting, daun tebu, daun ijuk, dan alang-alang. Bahan atap kandang pada daerah yang bersuhu dingin sebaiknya berupa asbes atau seng. Sudut kemiringan untuk atap kandang sapi laktasi adalah 31,3.Lantai kandang sapi laktasi di buat dari semen beton dengan kemiringan lantai 3. Bahan lantai kandang sesuai dengan pendapat Siregar (1995) yang menyatakan bahwa bahan untuk lantai kandang berupa semen beton atau kayu. Ditambahkan oleh Syarief dan Sumoprastowo (1985) bahwa lantai kandang hendaknya mempunyai struktur rata ,kasar, dan tidak licin dengan tujuan agar sapi tidak mudah terpeleset atau jatuh.Tempat pakan dan tempat minum diletakkan memanjang, dan untuk tempat pakan sapi laktasi memiliki ukuran panjang 1,81 m ,lebar 0,68 m, dan kedalamannya 0,39 m. untuk tempat minumnya memiliki ukuran panjang 0,60m ,lebar 0,68 m ,dan kedalaman 0,39 m.Kandang sapi laktasi dibuat dengan sistem terbuka sehingga udara dapat keluar masuk. Dinding yang ada di peternakan ini adalah penyekat antara kandang satu dengan kandang lainnya yang merupakan tempat pakan dengan ketinggian 75 cm. Bahan yang digunakan dalam pembuatan dinding adalah semen beton sehingga diharapkan dapat bertahan lama dan mudah dibersihkan. Jarak gang yang ada di tengah baris kandang adalah 1-1,20 cm. Hal ini sudah sesuai dengan pendapat Untung (1996) bahwa gang yang ada di tengah harus memiliki lebar 1 m untuk deretan sapi yang berhadapan. Selokan dibuat tepat di belakang jajaran sapi dari ujung ke ujung kandang dengan kedalaman 10 cm, lebar 25 cm.

2.3.14 Penanganan dan Pemanfaatan Limbah

Di Laboratorium Lapang Sumbersekar, limbah (feses) yang dihasilkan di alirkan langsung ke ladang hijauan untuk kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk di lahan hijauan pakan. Selanjutnya feses yang mengalir melewati ladang hijauan ditampung kedalam bak penampung feses yang dikelola oleh pekerja kandang dan hasil pengolahannya dijual sebagai pupuk tanaman yang telah dikemas dalam karung. Jarak tempat penampungan feses 1 dengan kandang laktasi I adalah 1m, dibatasi dengan tembok beton, jarak limbah feses I dengan kandang laktasi II adalah 3 m. Jarak tempat penampungan limbah feses II dengan kandang laktasi II adalah 6 m, jarak limbah feses I dengan kandang laktasi II adalah 13 m.Jarak kandang dengan penampungan feses tidak sesuai dengan pendapat Djarijah (1996), yang menyatakan bahwa feses ditampung di suatu tempat penampungan feses yang padat sedangkan airnya dapat dipergunakan sebagai pupuk. Jarak antara kandang dengan kolam penampungan feses adalah 10 m. Setiap peternakan harus memperhatikan kelestarian lingkungan, maka peternak harus memiliki bak atau lubang penampungan limbah (sisa pakan dan kotoran ternak) limbah tidak boleh dialirkan ke sungai yang airnya dipergunakan oleh penduduk, tetapi ke dalam suatu penampung khusus atau "septic tank".

2.3.15 Kualitas Susu

Rata-rata produksi susu per ekor per hari dari hasil pemerahan pagi dan siang adalah 5-6 liter. Produksi yang dicapai menunjukkan rata-rata produksi rendah dan tidak sesuai dangan pendapat Sudono (1995) yang menyatakan bahwa produksi susu rata-rata sapi perah di Indonesia 10 liter per ekor per hari dengan kadar lemak 3,65%. Untuk mencapai produksi susu yang tinggi dengan tetap mempertahankan kadar lemak susu dalam batas normal, perbandingan antara hijauan dan konsentrat dalam ransum sapi perah laktasi adalah sekitar 60%:40%.Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu yaitu : umur ternak, kondisi sapi waktu beranak, banyaknya ransum waktu diberikan pada ternak yang sedang laktasi, pemerah, jadwal pemerahan yang dilakukan, kesehatan ternak, besarnya ternak, masa birahi, waktu perkawinan, dan heriditas (kemampuan yang diturunkan induk kepada anak untuk memproduksi susu yang tinggi ).Produksi susu yang dihasilkan pada pemerahan pagi hari lebih banyak dari pada produksi susu yang dihasilkan pada siang hari. Pada pagi hari sebanyak 2-3 liter/ekor, sedangkan pada siang hari sebanyak 1-2 liter/ekor. Di Laboratorium Lapang Sumbersekar produksi susu pada pemerahan pagi umumnya lebih banyak di banding dengan pemerahan siang hari, karena pada malam hari keadaan sapi lebih tenang. Dari hasil pengamatan selama kegiatan magang, diketahui berat jenis susu adalah 1,025 dengan kadar lemak 3,5%.Menurut Widodo (2003) bahwa komposisi pakan diketahui dapat mempengaruhi komposisi susu. Beberapa diantaranya adalah jumlah atau tipe dari pakan berserat seperti limbah tanaman yang dipanen, rasio pakan konsentrat dan hijauan serta komposisi karbohidrat dan lemak pakan. Sudono et al., (2003) menambahkan bahwa pakan yang terlalu banyak konsentrat akan menyebabkan kadar lemak susu rendah dan pakan yang terlalu banyak mengandung hijauan menyebabkan kadar lemak tinggi, karena kadar lemak susu tergantung dari kandungan SK dalam pakan.Di Laboratorium Lapang Sumbersekar setelah pemerahan dilakukan, susu hasil perahan disaring terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam ember penampung susu dan ditutup rapat. Kemudian pemasaran hasil produksi susu tersebut dilakukan dengan cara menyalurkannya pada pelanggan yang berada di wilayah Solo dan Karanganyar, setiap pagi pukul 05.00WIB dan siang pukul 13.00 WIB. Harga susu per liter yaitu Rp 4.200,- untuk pelanggan dan untuk pembeli umum atau pengecer dihargai Rp 5.000,-. Selain dipasarkan hasil pemerahan susu tersebut juga digunakan sendiri yaitu untuk diberikan pada beberapa pedet yang ada. Pemberian untuk satu ekor pedet 2 liter per hari karena pedet ini belum mendapat pakan tambahan. Unuk pedet yang berumur di atas 1 bulan hingga 3 bulan diberikan susu dengan jumlah pemberian sebanyak 3 liter/ekor/hari karena pedet ini telah dilatih makan konsentrat dan hijauan muda. Kemudian untuk cara pemberiannya yaitu dengan menggunakan ember.

2.4 Sapi Periode Kering

Sejak awal kebuntingan, induk memerlukan perhatian penuh dari peternak. Keberhasilan pedet yang dilahirkan dan perkembangannya lebih lanjut ditentukan oleh kondisi awal yang baik seperti tubuh yang sehat dan kuat. Perhatian utama untuk induk bunting adalah menjaga kondisi tubuh tetap sehat dan kuat. Untuk itu induk bunting perlu diberi kesempatan istirahat, sehabis berproduksi diberi makanan yang cukup dan baik, kesehatan dijaga dengan baik, khususnya agar terhindar dari penyakit mastitis.Sapi laktasi yang sedang bunting sekitar 7 bulan, meskipun produksi susunya tinggi sebaiknya dikeringkan. Masa kering sangat penting bagi induk yang pernah melahirkan dan berproduksi. Pengeringan ini penting untuk mengembalikan kondisi ambing dan memberi kesempatan perggantian sel-sel epitelium yang aus selama laktasi yang sedang berjalan serta untuk mencapai kondisi tubuh yang prima keitika kelak melahirkan (Mukhtar,2006). Apabila seekor sapi perah tidak mempunyai periode masa kering diantara periode laktasi, maka prosuksi susu pada periode berikutnya akan berkurang.Pengeringan adalah menghentikan pemerahan selama 8 minggu menjelang sapi melahirkan kembali pada sapai-sapi yang mengalami periode laktasi kedua dan seterusanya. Periode yang kering, maka yang optimal bila masa istirahat dapat diberikan kepada organ yg mengeluarkan susu dan gizi dalam makanan dan pakan ternak dapat digunakan sangat dibutuhkan untuk mendapatkan bobot dari sapi dan tepat perkembangan janin bukan produksi susu. Ini adalah masa untuk membersihkan penyakit kronis, memungkinkan sapi untuk membangun sebuah cadangan tubuh daging sebelum melahirkan anak sapi dan mencukupi dalam tubuhnya yang habis dari sumber mineral (Anonim, 2009)Selama masa kering dimaksudkan untuk:1. Agar tubuh induk dapat membentuk makanan cadangan berupa vitamin-vitamin seperti vitamin A yang dapat dimanfaatkan oleh anak yang baru lahir, lewat kolostrum bersama antibodi yang sangat penting basi kesehatan pedet.2. Agar tubuh induk dapat mengisi kembali vitamin-vitamin, mineral, dan lain-lain untuk kebutuhan induk sendiri, sehingga kondisinya tetap sehat dan kuat walaupun mengalami masa laktasi yang berat.3. Agar kondisi tubuh menjadi baik, sehingga akan memberikan jaminan kelangsungan produksi susu tetap baik dan bahkan dapat meningkat.4. Agar pertumbuhan dan kesehatan anak dalam kandungan tetap terjamin. Sebab janin akan tumbuh baik apabila mendapatkan zat-zat makanan yang cukup dari induk.(AAK, 1995)Periode yang kering dapat dibagi menjadi tiga bagian :1. Diluar periode pengeringan (pertama 4 sampai 10 hari)2. Yang kering atau jauh pada masa (waktu 30-40 hari)3. Transisi atau periode close-up (21 hari terakhir sebelum melahirkan anak sapi)(Gamroth, M. Dan Carroli, D. 1995)

2.4.2 PakanPada saat sapi perah dalam kondisi kering, kebutuhan akan konsumsi pakan penting untuk di perhatikan. Hal ini di maksudkan untuk menjaga kesehatan sapi itu sendiri serta untuk menjaga kesehatan kandungan ternak tersebut. Pada kondisi ini komposisi ransum perlu dilakukan perhitungan secara optimal guna untuk meminimalkan problem metabolik pada atau setelah beranak serta untuk meningkatkan produksi susu pada masa laktasi berikutnya.Secara umum pada konsisi kering ini, ternak diberikan sedikit hijauan dan pengurangan bahkan penghentian pemberian konsentrat pada masa awal kering, sedangkan pada akhir masa kering hijauan diberikan dalam jumlah seperti biasa dan diikuti dengan penambahan konsentrat. Ransum harus diformulasikan untuk memenuhi kebutuhannya yang spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus, pertambahan bobot badan. Panda kondisi ini konsumsi BK ransum harian yang diberikan pada ternak tidak boleh melebihi dari 2% berat badan, konsumsi hijauan minimal 1% berat badan. Setengah dari 1% BB (konsentrat) per hari biasanya cukup untuk program pemberian pakan sapi kering. Pada masa kering, sapi perah harus di tekan jangan sampai terlalu gemuk atau BCS nya melebihi standar untuk sapi bunting (2,5 3). Hal ini dimaksudkan agar sapi tersebut tidak ada kendala dalam proses kelahiran nantinya. Komposisi hijauan kualitas rendah, seperti grass hay, baik diberikan pada kondisi ini dengan tujuan untuk membatasi konsumsi hijauan. Pada kondisi kering kebutuhan protein yang dikonsumsi sapi perah sebesar 12 % sudah cukup untuk menjaga kesehatan ternak tersebut. Kebutuhan Ca dan P sapi kering harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian yang berlebihan; kadang-kadang ransum yang mengandung lebih dari 0,6% Ca dan 0,4% P meningkatkan kejadian milk fever. Trace mineral, termasuk Se, harus disediakan dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang cukup dalam ransum untuk mengurangi kejadian milk fever, mengurangi retained plasenta, dan meningkatkan daya tahan pedet. Sedikit konsentrat perlu diberikan dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu sebelum beranak, bertujuan: Mengubah bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya menjadi populasi campuran pencerna hijauan dan konsentrat; Meminimalkan stress terhadap perubahan ransum setelah beranak.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan (Lokasi Praktikum)Sebaiknya dalam usaha untuk mengembangkan sebuah usaha peternakan sapi perah yang diharapkan produksi susu tinggi sebaiknya peternank atau pengelola Laboratorium Lapang Sumbersekar dapat memperhatikan semua aspek dari mulai pemeliharaan pedet hingga penanganan sapi laktasi. Hal yang terpenting adalah selalu memperhatikan Bibit, Pakan, Manajemen Pemeliharaan, sehingga diharapkan produksi susu sapi perah dapat ditingkatkan.

3.2 Kesimpulan (Kegiatan Praktikum)Dari hasil semua kegiatan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa serangkaian praktikum Manajemen Pemeliharaan Ternak Perah cukup baik, namun harus dilakukan lebih lagi seperti halnya yang ada di PKL sehingga dapat diharapkan praktikan dapat merasakan PKL mini yang sesungguhnya.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.

Anonimus. 1995. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta.

Anonimus .1996. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah .Kanisius. Yogyakarta. Anonimus . 2002. Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.

Blakely, J dan D.H, Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi ke empat. Di terjemahkan oleh Srigandono, B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Budiharjo dan Ernawati, 2002. Intergrasi Padi dengan Sapi Potong. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jawa Tengah.

Djarirah, A.S. 1996. Pengembangan Persusuan dan Dampak Bagi Pengembangan Operasi dan Peternak. Penebar Swadaya. Jakarta

Djojowidagdo, S. 1982. Mastitis Mikotik, Radang Kelenjar Susu oleh Cendawan pada Ternak Perah. Warta Zoa 1 : 9 12. Kanisius. YogYakarta.

Girisonta. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah .Kanisius. Yogyakarta.

Hadiwiyoto, S. 1983. Tekhnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty. Yogyakarta.

Kusnadi, U. 1983. "Efisiensi Usaha Peternakan Sapi Perah yang Tergabung dalam Koperasi di Daerah Istimewa Yogyakarta", Proceeding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Mukhtar, A. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah . Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) dan (UNS Press). Surakarta.

Muljana, B.A. 1987. Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Perah. CV.Aneka Ilmu. Semarang.

Sarwono, B. dan H.B.Arianto. 2002. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siregar, A.G.A. 1995. Pengaruh Cuaca dan Iklim Pada Produksi Susu. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan. Jakarta.

Siregar D.A. 1996. Usaha Ternak Sapi. Kanisius Yogyakarta.

Siregar S. B. 1993. Sapi Perah, Jenis, Tekhnik Pemeliharaan dan Analisis Usaha. Angkasa, Bandung.

Siregar S. B. 1996. Konsep Peraturan Makanan Ternak tentang Standar Makanan Sapi Perah. Usaha Angkasa. Bandung.

Sitorus, P.E. 1983. Perbandingan Produktivitas Sapi Perah Impor di Indonesia. Laporan Khusus Kegiatan Penelitian Periode Tahun 1982-1983. Balai Penelitian Ternak. Bogor

Soebandryo. 2001. Pemanfaatan Limbah Ternak. Trobos, edisi 11 hlm 7. Jakarta

Sudono, A. 1983. Perkembangan Ternak Ruminansia Besar Ditinjau dari Ilmu Pemuliaan Ternak Perah di Indonesia. Proceeding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Puslitbangnak. Bogor.

Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Sapi Perah. Cetakan ke 1. Jurusan Ilmu

Sudono, A. 2003. Keuntungan Dalam Pengolahan Limbah Ternak. Trobos. Jakarta.

Produksi Ternak. Fakultas Peternakan IPB . Bogor.

Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif . Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sugeng, Y.B. 2001. Laporan Feasibility Study Sapi Perah di Daerah Sumatera Utara, Survey Agro Ekonomi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutardi, T. 1983. Pengaruh Kelamin dan Kondisi Tubuh Terhadap Hubungan Bobot Badan dengan Lingkat Dada pada Sapi Perah. Media Peternakan, Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sutardi, T. 1984. Konsep Pembakuan Mutu Ransum Sapi Perah. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan. Jakarta.

Syarief, M.Z. dan Sumoprastowo, C.D.A. 1985. Ternak Perah. CV.Yasaguna. Jakarta.

Toelihere, M.Z. 1985. Ilmu Kebidanan pada Ternak Sapi dan Kerbau. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Widodo. 2003. Bioteknologi Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.

Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.Diterjemahkan oleh Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Zainuddin, G. 1982. Hijauan Makanan Ternak, Apa dan Bagaimana. Swadaya Warta Persusuan Indonesia. Jakarta