laporan penelitian ipd 8

Upload: gitapuspitasari

Post on 09-Mar-2016

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gambaranb ankel brachial index

TRANSCRIPT

LAPORAN PENELITIAN

GAMBARAN ANKLE BRACHIAL INDEX PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

Pembimbing Tim:

dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD KGEH FINASIMAnggota Tim:

Richesio Sapata Tomokumoro 11.2014.003

Imania Lidya Pratiwi 11.2014.100Jodie Josephine 11.2014.111

Gita Puspitasari 11.2014.147

Marintan Butarbutar 11.2014.260 FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAMJakarta, Desember 2015KATA PENGANTARPuji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebab oleh berkat dan rahmat-Nyaproposal penelitian ini dapat terselesaikan.Proposal penelitian yang berjudul GAMBARAN ANKLE BRACHIAL INDEX PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 ini dibuat dengan sebagai salah satu kontribusi Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana dalam penelitian di bidang Ilmu Penyakit Dalam.Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana yang telah memberi kesempatan untuk mengembangkan penelitian di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUD Koja.Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari proposal penelitian ini.Untuk itu diharapkan saran dan kritik yang membangun agar proposal ini dapat disempurnakan lagi. Penulis berharap proposal penelitian ini dapat diterima dan selanjutnya penelitian ini dapat dilakukan.

Jakarta, Desember 2015

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................................ 2

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

I.1Latar Belakang .................................................................................... 4

I.2Rumusan Masalah .............................................................................. 5

I.3Pertanyaan Penelitian ......................................................................... 5

I.4Tujuan Penelitian ................................................................................ 5

I.6Manfaat Penelitian .............................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

II. 1Tinjauan Pustaka ................................................................................ 6

II. 2Kerangka Teori ................................................................................ 14

II. 3Kerangka Konsep ............................................................................. 14

BAB III METODA PENELITIAN

III. 1Disain ............................................................................................... 15

III.2Tempat dan Waktu ........................................................................... 15

III. 3Populasi dan Sampel ........................................................................ 15

III.4Besar Sampel .................................................................................... 15

III. 5Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................ 15

III. 6Identifikasi Variabel ......................................................................... 16

III. 7Batasan Operasional ......................................................................... 16

III. 8Alur Penelitian ................................................................................. 18

III. 9Cara Kerja ........................................................................................ 18

III. 10Analisis Data .................................................................................... 18

III. 11Masalah Etika dan Jadwal Penelitian ............................................... 19

BAB IV HASIL

BAB V PEMBAHASAN

BAB VI KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 21

LAMPIRAN

LEMBAR PENGESAHANPROPOSAL PENELITIAN DENGAN JUDUL

GAMBARAN ANKLE BRACHIAL INDEX PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2Disetujui pada tanggal:Ketua Program Studi Penyakit Dalam

Dekan

BAB I

PENDAHULUAN

I.1Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik dengan karaterisktik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Secara epidemiologi diabetes seringkali tidak terdeteksi sehingga morbiditas dan mortalitas dini tyerjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Faktor resiko secara epidemiologi adalah bertambahnya usia, lebih banyak dan lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmanai dan hiperinsulinemia. Semua faktor tersebut berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2. 1Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun kompilikasi vaskular kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Manisfestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina, glomerulus ginjal, syaraf dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar bermanisfetasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Penyakit yang terjadi pada tungkai bawah disebut dengan PAP (penyakit arteri perifer). Penyakit arteri perifer (PAP) adalah salah satu komplikasi yang sangat sering dari makrovaskular. PAP merupakan manisfestasi dari aterosklerosis yang ditandai oleh penyakit penyumbatan aterosklerotik pada extremitas bawah. PAP juga merupakan petanda adanya penyakit aterosklerotik ditempat lain seperti pembuluh darah yang mendarahi otak, jantung dan organ lain yang kesemuanya mengancam nyawa. Faktor resiko terjadinya PAP antara lain merokok, diabetes melitus, usia tua, dislipidemia, hipertensi, hiperhomosisteinemia, dan peningkatan fibrinogen. Gejala klinis yang sering muncul pada PAP adalah klaudikasio intermiten, yang merupakan stadium II dari klasifikasi Fontaine. Untuk mendiagnosis PAP bisa dilakukan pemeriksaan Ankle Brachial Indez (ABI). Pemeriksaan ultrasonografi doppler dengan menghitung ABI sangat berguna untuk mengetrahui adanya PAP, sering kali PAP tidak ada keluhan klasik klaudikasio. ABI digunakan untuk memprediksi resiko kejadian kardiovaskular.

Di RSUD Koja, banyak ditemui pasien Diabetes Mellitus (DMT2) dengan gejala Penyakit Arteri Perifer (PAP). Untuk mengukur kejadian PAP pada pasien DMT2, dilakukan pemeriksaan skor ABI.I.2Rumusan Masalah

Di RSUD Koja pasien penyakit Diabetes Mellitus (DM) banyak ditemukan, namun selama ini penilaian ABI pada pasien diabetes belum rutin dilakukan. Karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana gambaran nilai ABI pada pasien Diabetes Mellitus.I.3Pertanyaan PenelitianPertanyaan umum:

Bagaimanakah gambaran nilai ABI pada pasien DM di RSUD Koja?

Pertanyaan khusus:

1. Bagaimana profil pasien DM di RSUD Koja?

2. Faktor risiko apa saja yang didapatkan pada penyakit arteri perifer di RSUD Koja?I.4Tujuan PenelitianTujuan umum:

Diketahuinya gambaran nilai ABI pada pasien DM di RSUD Koja.

Tujuan khusus:

Diketahuinya profil penyakit DM dengan PAD di RSUD Koja.

Dikethuinya faktor risiko apa saja yang didapatkan pada penyakit arteri perifer di RSUD Koja.I.5Manfaat Penelitian Dengan diketahuinya gambaran ABI pada penyakit DM di RSUD Koja, maka dapat diketahui gambaran nilai ABI pada pasien DM di RSUD Koja.

Dengan diketahuinya gambaran ABI pada penyakit DM di RSUD Koja, maka diagnosa penyakit PAD dapat ditegakkan lebih tepat.

Sebagai syarat kelulusan stase IPD RSUD Koja.BAB IITINJAUAN PUSTAKA,KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEPII.1Tinjauan PustakaII.I.I Penyakit Arteri Perifer Penyakit Arteri Perifer (PAP) merupakan kondisi yang disebabkan oleh pengurangan aliran darah pada arteri perifer, dimana hal ini tidak membedakan apakah sudah bergejala atapun belum dikeluhkan. Secara anatomi penyakit arteri di luar arteri pada otak dan jantung bisa disebt sebagai arteri perofer, sehingga sebenarnya penyakit pada arteri-arteri di ekstremitas atas, arteri karotis di luar kepala, arteri mesenterika, dan arteri pada ginjal di masukan juga pada PAP namun sehari-hari yang dimaksud dengan PAP ini hanyalah yang melibatkan ektsremitas bawah. Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas berturut-turur patofisiologi, faktor resiko, gejala klinis, perjalanan alami, klasifikasi, diagnosis banding, dll. PAP disebabkan oleh obstruksi aliran darah pada percabangan arteri diluar sirkulasi intrakranial dan sirkulasi koroner . obstruksi in terjadi akibat proses aterotrombosis. Manisfestasi klinis iutama yang dapat disebabkan oleh aterotrombosis adalah (1) stroke iskemik, yaitu kematian otak akibat kekurangan pasokan oksigen dan nutrisi, (2) Transien Ischemic attack (TIA), yaitu kekurangan pasokan oksigen dan nutrisi ke otak yang bewrsifat sementara, (3) infark mikard, yaitu serangan jantung/ kematian sel di jantung akibat kekurangan oksigen dan nutrisi, (4) angina yaitu rasa sakit didada sebelah kiri yang menjalar, disebabkan oleh kekurangan pasokan oksigen dan nutrisi ke jantung secara sesaar, dan (5) Penyakit arteri perifer, seperti klaudikasio intermiten, rest pain, dan gangren. Klasifikasi PAP berdasarkan progresifitas perjalanan gejala klinis menurut Fontaine dapat di lihat pada tabel 1. 1Tabel 1. Klasifikasi Fontaine Penyakit Arteri Perifer 1Fontaine Classification of PAD

Stadium IAsimptomatik

Stadium IIKlaudikasio intermiten

Stadium IIINyeri saat istirahat/ nyeri malam hari

Stadium IVNekrosis/ gangrene

II.I.2

Patofisiologi

Terdapat dua tipe kerusakan vascular pada pasien dengan peyakit diabetes mellitus, yaitu tipe non-occlusive dari mikrosirkulasi dimana dijumpai pada kapiler, arteriol dari ginjal, retina, dan saraf perifer. Tipe kedua, tipe occlusive, yang dijumpai pada makroangiopati di arteri koroner dan pembuluh darah perifer dimana hal ini ditandai dengan proses aterosklerosis. Proses aterosklerosis dari diabetes mellitus disebabkan oleh disfungsi endotel, diabetes terhadap platelet dan akibatnya pada koagulasi dan rheology. 1

Gambar 1. Proses aterogenesis pada DM 1

Pada gambar datas menggambarkan proses-proses yang terjadi pada diabetes, yaitu hiperglikemia, kelebihan pembebasan dari asam lemak bebas, dan insulin resisten. Semuanya ini akan membahayakan dengan kejadian efek-efel metaboolik pada sel endotel. Aktivasi dari sistem akan memperburuk sel endotel, memperhebat vasokonstriksi, peningkatan peradangan dan cenderung terjadinya trombosis. Penurunan nitric oxide (NO), peningkataan kadar endothelin-1 dan angiotensin II menyebabkan peningkatan tonus vaskular dan pertumbuhan dari sel otot polos dan migrasinya. Aktivasi dari traskripsi faktor nukleus kappa beta dan protein 1 akan menginduksi peradangan dan aktivasi protein 1 menginduksi ekspresi gen yang dibebaskan dengan pembebasan leukosit-attracting chemokines, pengingkatan produksi sitorkin pro inflamasi memperkuat ekspresi adhesi molekul sel. Peningkatan produksi faktor jaringan dan PIA-1 akan mebuat keadaan protrombotik , sementara itu terjadi juga aktivasu penurunan endothelium-derived nitric oxide dan prostacyclin favor plarelet activation. 1,2II.I.3Diabetes Melitus Tipe 2 dan gangguan fungsi endotel Lapisan sel endotel berperan aktif dalam memproduksi zat vasodilatator yang disebut endothelium derived relaxing factors (EDRF) yang dikenal juga sebagai Nitric Oxide (NO), berfungsi untuk modulasi hubungan antara elemen sel darah dan dinding pembuluh darah, memperantarai keseimbangan normal atara thrombosis dan fibrinolisis, pasien dengan DMT2 menujukan ketidaknormalan dari fungsi endotel.3Sebab paling utama adalah gangguan dari bioavailabilitas dari NO dimana akan menggangu pembuluh darah yang menyebabkan aterosklerosis. Mekanisme yang berkonstribusi yaitu hiperglikemi, resistensi insulin, dan produksi Free Fatty Acid (FFA).Hiperglikemi menghambat endothelium nitric oxide sintetase (eNOS) dan memingkatkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS), yang memperburuk hemostasis yang dijaga endothelium, transport glukosa didawn regulasi dari hiperglikemia. Resistensi insulin akan berperan pada hilangnya hemostasis normal NO melalui pembebasan berlebihan dari FFAs. FFAs bisa memperburuk efek hemostasis pembuluh darah normal, termasuk aktivasi protein kinase C (PCK), penghambatan dari phospatidil inositol kinase (PI-3 kinase)(sebagai agonis pathway eNOS) dan produksi ROS. 3Efek disfungsi endotel terjadi aktivasi RAGE (Receptor advance glycation End Product), peningkatan keadaan/keseimabangan peradangan lokal dari pembuluh darah.Diperantari oelh peningkatan factor transkripsi, NF-kB danAktivator protein-1.Peningkatan pro inflamasi local ini, bersama-sama dengan hilangnya fungsi normal NO yang dihubungkan dengan peningkatan kemotaksis leukosit, adhesi, transmigrasi, dan transformasi dalam sel foam. Proses belakangan inilah yang memperhebat peningkatan stress oksidatif. Transformasi sel foam meurpakan prekusor pembetukan artheroma. 3Diabetes juga berhubungan dengan abnormalitas dari fungsi Vascular Smooth Muscle (VSCM), dimana terdapat aktivasi proaterogenik dari VSCM melalui mekanisme yang sama dengan sel endotel, termasuk penurunan PI-3 kinase, juga peningkatan stress oksidatif dan upregulasi PKC, RAGE, dan NF-kB, sehingga menyebabkan formasi lesi aterosklerosis. Efek ini juga meningkatkan apoptosis VSCM dan produksi jaringan, sementara menurunkan sintesis de novo dari komponen stabil plaq, seperti kolagen. Kejadian ini memperkuat proses aterosklerosis dan dihubungkan dengan desabilitsasi dari plaque dan presipitasi dari kejadian klinis. 3II.I 4 Diabetes Melitus dan Platelet

Trombosit berperan terhadap terjadinya thrombosis. Kelaianan pada trombosis akan mempengaruhi disrupsi dari plaq dan atero thrombosis. Pada pasien dengan DMT2, ambilan trombosit akan glukosa meninggi pada keadaan hiperglikemi dan menghasilan stress oksidatif, sehingga aggregasi trombosit menguat pada DM. Kelainan lain pada trombosit pada DM juga di jumpai peningkatan glokoprotein 1 b dan II b/IIIa yang sangat penitng pada trombosis lewat peran mereka pada adhesi dan aggregasi 4II.I.5 Diabetes Melitus, Koagulasi dan Theologi

Ini dihubungkan dengan peningkatan produksi dari fakyor jaringan dari sel endotel, proliferasi VSMCs dan juga peningkatan dari konsentrasi faktor VII plasma, sementara itu pada hiperglikemia terjadi juga penurunan konsentrasi antirtombin dan protein C, dimana ini akan memperburuk fungsi fibrinolitik dan kelebihan dari PAI-1 . Gangguan rheologi pada pasien DM dihubungkan dengan peningkatan viskositas dan fibrinogen. Dan ini akan meningkatkan resiko aterogenesis melalui perburukan efek dari pembuluh darah sebagai pengaruh dari sel darah (rheologi). Gangguan ini menyebabkan terjadinya aterosklerosis pada pasien DM yang dalam hal ini berhubungan dengan lamanya DM dan perburukan dari kontrol gula darah. 3,4

Lesi aterosklerotik paling sering terjadi pada shear stress yang rendah, bahkan akan lebih hebat pada yang sgear stress tidak di jumpai. Pada posisi ini kemampuan vascular wal turnover dan juga transport pro inflamasi yaitu pro ateroskleotik dari dinding pembuluh darah menjadi sangat rendah.

II.I.6 Faktor-faktor Resiko pada PAD a. Usia Prevalensi dari PAP meningkat dengan tajam sesuai dengan pertambahan usia, dari 3 % pada pasien yang lebih muda dari 60 tahun hingga 20% pada pasien yang lebih tua dari 75 tahun. Data dari studi Framingham menghasilkan bahwa prevalensi dari PAP meningkat 10 kali pada laki-laki usia 30-44 tahun hingga 65-74 tahun dan hamper 20 kali lipat pada wanita pada kelompok umur yang sama. Untuk klaudikasio intermiten, prevalensi meningkat dengan peningkatan usia dan dihubungkan dengan peran peningkatan komorbditas yang lain.4,5b. Hipertensi Pada studi Framingham menunjukanpeningkatan2,5-4 kali lipat resiko klaudiokasio intermiten dengan hipertensi. Tekanan darah yang proporsional pada studi dibetes membuktikan pengurnagn dari kejadian kardiovaskular pada PAP. Pada guidelines terbaru dari JNC pada deteksi, evaluasi, dan pengobatan hipertensu, PAP dipikirkanbersamaan pada resiko terjadinya iskemia jantung, ini menyokong penggunaan terapi agressif tekanan darah. 4,5c. Rokok Penggunaan rokok merupakan hal yang peling penting dalam merubah faktor resiko pada perkembangan dari penyakit aterosklerosis.Jumlah dan lamanya rokok berkolerasi secara langsung dengan perkembangan progresifitas PAP.Peranannya adalah efek aterogenik dari rokok. Efek tersebut adalah akibat gabungan aktivasi dari system simpatetik, efek vasokonstriksi, oksidasi dari LDL kolesterol, penghabatan pembebasan dari plasminogen activator dari endothelium, peningkatan kadar fibrinogen, peningkatan aktivitas trombosit, peningkatan ekspresi dari factor jaringan, dan disfungsi endotel. Hubungan sebab akibat dari penggunaan rokok dengan perkembangan PAD adalah regresi PAP terjadi setelah menyetop rokok. Penghentian rokok menghasilkan perbaikan dari tekanan di ankle dan toleransi latihan pada pasien dengan klaudiokasio intermitten lebih awal 10 bulan setelah stop rokok.Pengehntian rokok ini juga mempunyai efek besar pada penurunan resiko komplikasi, termasuk progresitifitas dari PAP, infark otot jantung dan imortalitas. 4,5d. Dislipidemia Studi PARTNERS menemukan prevalensi PAP meningkat 66% pada pasien dislipidemia. Pada Framingham Heart Study peningkatan kadar kolesterol total dihubungkan dengan peningkatan 2 kali klaudiokasio intrermiten. Dari studi mengenai lipid mengkonfirmasi dislipoproteinemia yang terjadi adalah kombinasi penurunan HDL dan peningkitan trigliserida. Pada National Colesterol Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP-III), pada deteksi, evaluasi dan pengobatan dari kolesterol yang tinggi [pada darah PAP diperkirakan sebagai resiko yang sama dengan penyekit arteri koroner. Pada banyak studi tentang statin, terbukti statin bisa mengurangi ketebalan dari pembuluh darah. Ini meninjukan bahwa penyakit aterosklerosis bisa diperlambat dengan pemberian statin. 4,5

II.I.8 Gejala Klinis

Kurang dari 50 % pasien dengan penyakit arteri perifer bergejala, mulai dari cara berjalan yang lambat atau berat, bahkan sering kali tidak terdiagnosis karena gejala tidak khas. Gejala klinis tersering adalah klaudikasio intermiten pada tungkai yang ditandai dengan rasa pegal, nyeri , kram otot, atau rasa lelah otot. Biasanya timbul sewaktu melakukan aktifitas dan berkurang setelah istirahat beberapa saat. Lokasi klaudikasio terjadi pada distal dari tempat lesi penyempitan atau sumbatan.6

Klaudikasio pada daerah betis timbul pada pasien dengan penyakit pada pembuluh darah daerah femoral dan poplitea. Keluhan lebih sering terjadi pada tungkai bawah dibandingkan tungkai atas. Insiden tertinggi penyakit arteri obstruktif sering terjadi pada tungkai bawah. Dengan gejala klinis nyeri pada saat istirahat dan dingin pada kaki. Sering kali gejala tersebut muncul malam hari ketika sedang tidur dan membaik setelah posisi dirubah. Jika iskemi berat nyeri dapat menetap walaupun sedang istirahat. Tanda fisik pemeriksaan fisik dari gangguan pembuluh darah disebut sangat kritis bila ditemukan tanda klasik 5Ps, yaitu :pulselessness, paralysis, paraesthesia, pain dan pallor. Apabila sirkulasi darah tidak diperbaiki, akan mulai terjadinya ulkus yang awalnya kering, berwarna keabuan atau hitam sehingga akhirnya menjadi tisu mati atau gangren. Untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit arteri perifer dinilai gambaran klinis yang dialami pasien dengan menggunakan klasifikasi dari Fontaine. 6II.I. 9 Penegakan Diagnosis PAP

Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk mendiagnosis PAD diperlukan pemeriksaan objektif.Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menidagnosis penyakit arteri perifer; yaitu dengan Ankle Brachial Index(ABI),CT-Angiography (CTA) dan Magnetic Resonance Angiography (MRA), Contrast Angiography (CA). ABI merupakan metode yang sederhana, murah, dan non invasive untuk mendiagnosis penyakit PAP. Pemeriksaan ini menggunakan Doppler USG utnuk mengukur tekanan darah sistolik pada kaki dan lengan atas. Tekanan arteri dapat direkam disepanjang tungkai dengan memakai manset spygmomanometrik dan menggunakan alat doppler untuk auskultasi atau merekam aliran darah. Normal tekanan sistolik di semua ekstremitas sama. Tekanan pada pergelangan kaki sedikit lebih tinggi dibandingkan tangan. Jika terjadi stenosis yang signifikan, tekanan darah sistolik di kaki akan menurun. Jika dibandingkan rasio tekanan arteri pergelangan kaki dan tangan , pada keadaan normal ABI >0,9. 7Tabel. 2 Nilai Ankle Brachial Index (ABI)1Keparahan penyakitABI

IstirahatLatihan

Normal>0.9>0.9

Ringan0.8-0.90.5-0.9

Sedang0.5-0.790.15-0.49

Berat 60 tahun lebih beresiko dibanding dengan orang yang < 60 tahun. Terutama para orang tua yang lebih dari 60 tahun yang disertai dengan penyakit diabetes dan hipertensi. Namun hasil penelitian yang kami dapatkan tidak sesuai. Presentasi yang didapatkan pada kelompok usia 40-60 tahun dengan lebih dari 60 tahun yaitu sama sama 25%. Namun orang dengan usia > 60 tahun, hanya dengan 20 pasien ternyata ada 5 yang beresiko. hal ini menunjukan bahwa ternyata sampel yang kami dapatkan untuk pasien yang lebih dari 60 tahun masih terlalu sedikit sehingga hasil yang didapatkan juga tidak sesuai teori. Hal ini dapat disebabkan karena kemungkinan variabel usia dipengaruhi oleh variabel lain.5

Orang yang berusia 65 tahun atau lebih (Framingham Heart Study ) dan orang-orang berusia 70 tahun atau lebih memiliki peningkatan risiko untuk menderita PAP.5 Hal ini disebabkan karena lamanya paparan terhadap faktor-faktor aterogenik dan efek kumulatif penuaan pada pembuluh darah. Aterosklerosis biasanya didahului oleh adanya disfungsi endotel. Endotelium sehat, normalnya berfungsi untuk mempertahankan homeostasis pembuluh darah dengan menghambat kontraksi sel otot polos, proliferasi tunika intima, trombosis, dan adhesi monosit. Endotel memiliki peranan penting dalam meregulasi proses inflamasi dalam pembuluh darah yang normal, yakni menyediakan permukaan antitrombotik yang menghambat agregasi platelet dan memfasilitasi aliran darah. Endothelium normal mengatur proses trombosis melalui pelepasan oksida nitrat, yakni NO, yang menghambat aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi, serta mediator lain dengan kegiatan antitrombotik. Disfungsi endotel berhubungan dengan sebagian besar faktor risiko penyakit kardiovaskular, yang terkait dengan terjadinya mekanisme sentral pembentukan lesi aterosklerotik. Penurunan kemampuan endotel untuk bervasodilatasi juga dikaitkan dengan faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular. Zat yang diperdebatkan sebagai zat paling penting yang berperan dalam proses relaksasi pembuluh darah adalah Nitrat Oksida (NO). NO tidak hanya terlibat dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, tetapi juga memediasi penghambatan aktivasi trombosit, adhesi, dan agregasi; mencegah proliferasi otot polos pembuluh darah; dan mencegah adhesi leukosit pada endotel. Aktivitas biologis NO ternyata terganggu pada pasien dengan penyakit vaskular aterosklerotik koroner dan pembuluh darah perifer.5

Dari 81 sampel penelitian, jumlah perempuan adalah 48 orang dan laki-laki 33 orang. Dari 48 jumlah sampel perempuan didapatkan 29% beresiko pada penyakit arteri perifer sedangkan pada pria terdapat 15% dari seluruh sampel yang ada. Ini menunjukan bahwa resiko pada wanita lebih besar dibanding pria.

The National Health and Nutrition Examination Survey, sebuah survei di Amerika Serikat pada hasil penelitianya menemukan informasi 21 bahwa ABI 0,90 umumnya lebih sering terdapat pada ras kulit hitam non - Hispanik (7,8 %) dibandingkan dengan ras kulit putih (4,4 %).25 Prevalensi PAD, baik yang simptomatik maupun asimptomatik, sedikit lebih besar pada pria daripada wanita , terutama pada kelompok usia yang lebih muda. Pada pasien dengan klaudikasio intermiten, rasio laki-laki dibandingkan dengan wanita adalah antara 1 : 1 dan 2 : 1. Rasio ini meningkat pada beberapa studi setidaknya hingga 3 : 1 pada tahap penyakit yang lebih parah, seperti critical limb ischemia kronis. Namun demikian, terdapat penelitian lain yang menyatakan bahwa prevalensi PAP pada wanita maupun laki-laki adalah sama.9

Penelitian kami berbeda karena hasil penelitian menunjukan wanita lebih banyak dibanding pria. Namun hal yang mendukung adalah pada wanita terdapat CRP yang lebih tinggi dibanding pria. Peningkatan kadar C-reactive protein merupakan penanda serologis peradangan sistemik yang berhubungan dengan PAP. Physicians 'Health Study' menyatakan, orang yang memiliki konsentrasi C-reactive protein pada kuartil tertinggi memiliki peningkatan risiko 2,1 kali lipat menderita PAP dibanding orang yang sehat. Penelitian ini juga mencatat bahwa terdapat tingkat protein C-reactive yang tinggi pada individu penderita PAP dan konsentrasi paling tinggi didapat pada pasien yang membutuhkan operasi vaskuler. 9

Dari 81 sampel yang didapatkan, diketahui bahwa ada 30 orang yang merokok dan 51 orang yang tidak merokok. Dari 30 orang yang merokok ada 23, 2%orang yang beresiko terhadap Penyakit Arteri Perifer, sedangkan pada orang yang tidak merokok ada 23,6 % orang yang beresiko. penelitian ini tidak sesuai dengan teori. Dimana pada teori mengatakan bahwa orang yang merokok memiliki resiko yang lebih besar. Namun ada 76,8 % orang yang merokok mempunyai hasil ABI yang normal. 6

Dari penelitian lain yang didapatkan, Pada penelitian ini terdapat 48 orang (78,7%) yang tidak merokok memiliki nilai ABI normal, sedangkan 13 orang (21,3%) yang tidak merokok memiliki nilai ABI tidak normal. Pasien dengan riwayat merokok terdapat 30 orang (76,9%) dengan nilai ABI normal dan 9 orang (23,1%) dengan nilai ABI tidak normal. Nilai P = 0,512 menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara variabel riwayat merokok dan nilai ABI.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang kita dapatkan. Bahwa tidak ada hubungan bermakna pada orang yang merokok dan peningkatan ABI. 6Merokok merupakan salah satu faktor risiko utama PAP, terutama pada penderita usia muda. Merokok dapat menyebabkan kerusakan pada endotel, mendorong terjadinya koagulasi, dan mempercepat terjadinya aterosklerosis. Cardiovascular Health Study menyatakan, perokok memiliki risiko relatif sebesar 2,5 kali lebih besar untuk menderita PAP dibanding non perokok. Studi lain menyatakan bahwa mantan perokok memiliki risiko relatif tujuh kali lipat untuk menderita PAP dan perokok aktif sebesar 16 kali lipat bila dibandingkan dengan pasien non perokok. Hasil yang didaptkan tidak sesuai teori Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan bermakna antara merokok dan kejadian PAP. 5 Hal ini dapat terjadi karena data yang diperoleh hanya berdasarkan pada riwayat merokok pasien tanpa megetahui jumlah dan lamanya pasien merokok. Sebagian besar pasien yang berobat jalan di Poliklinik Endokrin Metabolik yang didapatkan berdasarkan anamnesis pernah memiliki riwayat merokok, namun setelah meyandang DMT2 pasien mengurangi intensitas merokok. Sebagian pasien berhenti merokok sama sekali setelah menyandang DMT2. Penghentian rokok menghasilkan perbaikan tekanan darah di ankle dan mempunyai efek besar pada penurunan komplikasi, termasuk progresivitas PAP, infark otot jantung, dan mortalitas. 6

Dari 81 sampel penilitian, didapatkan bahwa terdapat 19 orang yang mengomsumsi alkohol dan 62 orang yang tidak mengomsumsi alkohol. Dari 19 orang yang mengomsumsi alkohol, 15,7 % diantaranya memiliki resiko untuk Penyakit Arteri Perifer. Sedangkan dari 62 orang yang tidak mengomsumsi alkohol, terdapat 27,4 orang yang beresiko untuk penyakit Arteri Perifer. 10

Pada penelitian lain didapatkan hubungan pada laki-laki peminum berat yang mengkonsumsi alkohol >60g/hari memiliki resiko menderita Penyakit Arteri Perifer. Sedangkan konsumsi alkohol dalam jumlah terbatas 60g/hari dapat meningkatkan resiko Penyakit Arteri Perifer (ABI 60g/hari). Namun hal ini perlu di kaji dan diteliti lebih lanjut. 10

Pada penelitian didapatkan dari 81 sampel, untuk tekanan darah normal yaitu ada 43 orang dan yang prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 berjumlah 38 0rang. Dari hasil yang didapatkan dari 38 orang yang memiliki tekanan darah yang tinggi, 7 diantaranya memiliki resiko terjadinya PAP, sekitar 18%. Hal ini tidak mendukung penelitian. Hampir setiap studi menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara hipertensi dan PAP, dan sebanyak 50% sampai 92% dari pasien dengan PAP memiliki riwayat hipertensi. Pada laki-laki dan wanita dengan hipertensi, risiko terjadinya klaudikasio juga meningkat 2,5 hingga 4 kali lipat. Hipertensi menyebabkan perubahan yang kompleks dalam struktur dinding arteri. Pada penderita hipertensi, fungsi endotel mengalami gangguan, jaringan elastin pada dinding arteri digantikan oleh jaringan kolagen, dan terdapat hipertrofi medial. Semua faktor ini berkontribusi terhadap penurunan komplians vaskular. Hipertensi menyebabkan terjadinya proses aterosklerosis yang lebih agresif yang terjadi di seluruh sirkulasi, dan merupakan faktor risiko penyakit serebrovaskular dan penyakit koroner. Hipertensi juga diakui sebagai faktor risiko utama untuk terjadinya PAP. Tekanan darah yang tinggi menyebabkan arteri berdilatasi dan teregang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan cedera pada endotel. Disfungsi endotel menyebabkan abnormalitas tonus otot polos pembuluh darah, proliferasi sel otot polos pembuluh darah, gangguan koagulasi dan fibrinolisis serta inflamasi persisten. Hipertensi terkait dengan ketidak-imbangan hemostasis. Pasien dengan hipertensi memiliki kadar fibrinogen, plasminogen activator inhibitor-1 (PAi-1), tissue plasminogen activator (TPA), fibrinogen dan trombomodulin yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu normotensi. Oleh karena itu pasien dengan hipertensi lebih rentan terhadap proses aterotrombotik. Mekanisme gangguan hemostasis pada hipertensi belum sepenuhnya dimengerti. Namun demikian, ini diduga disebabkan oleh shear stress, disfungsi endotel dan aktivitas Ang-II. Ang-II menstimulasi ekspresi berlebihan dari PAi-1 yang menyebabkan gangguan fibrinolisis. 8

Hasil penelitian yang didapatkan tidak sesuai dengan teori yang ada, hal ini disebabkan karena semua pasien yang menjadi sampel kami yang memiliki riwayat hipertensi sedang dalam perawatan intensive sehingga mereka juga rutin mengomsumsi obat-obatan penurun tekanan darah selama mereka berada di Rumah Sakit sehingga kebanyakan pasien yang diperiksa tekanan darahnya sudah mencapai normal. 8

Dari 81 orang, BMI dengan hasil kurang ada 19 orang, hasil normal ada 42 orang, hasil lebih ada 7 orang dan hasil obesitas ada 13 orang. Secara keseluruhan dari penelitian, orang dengan gizi lebih dan obesitas yang memiliki resiko untuk penyakit arteri perifer adalah 20% sedangkan yang orang yang gizi lebih dan obesitas yang memiliki ABI normal adalah 80%. Penelitian ini tidak sesuai dengan teori. Pada penelitian lainnya yang dilakukan terdapat 12 orang (75,0 %) dengan IMT normal yang memiliki nilai ABI normal, dan hanya 4 orang (25,0 %) dengan nilai ABI tidak normal. Sampel obesitas ditemukan 66 orang (78,6 %) dengan nilai ABI normal dan 18 orang (21,4 %) dengan nilai ABI tidak normal. hasial penelitian ini sama dengan penelitian yang kami lakukan yang menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara variabel IMT dan nilai ABI. 2

Obesitas merupakan konstributor terhadap aterosklerosis koroner. Pada penelitian di Jepang menunjukkan bahwa obesitas sentral merupakan faktor penting untuk menentukan adanya resistensi insulin yang dihubungkan dengan komponen sindrom metabolik. Katzmarzyk menunjukkan bahwa lingkar pinggang merupakan komponen utama terjadinya PAP dan risiko kardiovaskular lainnya (P = 0,015). 19 Pada penelitian ini, tidak terdapat hubungan bermakna antara obesitas dan kejadian PAP. Hal ini dapat disebabkan karena keterbatasan penelitian ini yang hanya melakukan pengukuran berdasarkan Indeks Massa Tubuh.2BAB VI KESIMPULAN Gambaran nilai ABI pada pasien DMT2 di RSUD Koja adalah didapatkan 76,6% pasien dengan ABI normal, 14,8% pasien dengan derajat ABI ringan, 8,6% pasien dengan derajat ABI sedang dan tidak ada pasien dengan derajat ABI berat. Pasien DMT2 di RSUD Koja yang memiliki faktor resiko Penyakit Arteri Perifer , selain jenis kelamin dan usia yaitu alkohol, merokok, hipertensi dan status gizi yang lebih. Gambaran ABI terhadap faktor resiko mayoritas berjenis kelamin perempuan 48 (59,3%), dengan rentang usia 40-60 tahun sebanyak 66 (81,4%), dan memiliki status gizi normal 42 (51,9%). Kurang lebih 27 subjek yamg hipertensif 27 (35,7%) dan siubjek yang memiliki riwayat alkohol 19 (23,5%), riwayat merokok 30 (37,0%). Menurut hasil penelitian ini yang mendukung faktor resiko PAP adalah jenis kelamin, sementara faktor resiko lain masih belum dapat mendukung pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA1. Antono D, Ismail D. Penyakit arteri perifer. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 5. Jakarta: Interna publishing; 2009.h. 1831-6. 2. Lamina C, Meisinger C, Heid IM, Rantner B, Doring A, Lowel H, et al. Ankle brachial index and peripheral arterial disease. Gesundheitswesen; 2005.p.67.

3. Joshu A, Beckman, Mark A, Creager,Libby P. Diabetes and atherosclerosis epiemiologi, pathophysiology, and management. JAMA; 2002.p.2570-81.4. Almahameed A. Peripheral Arterial Disease : Recognition and Medical Managment. Cheleveland Clinic Journal of Medicine. 2006;73;621-38. 5. Waspadji S, Guan H, Liu ZM, Cheng SW, Rhee SY, Palmers P, et al. Multicountry study on the prevalence and clinical features of peripheral arterial disease in asian type 2 diabetes patients at high risk of atherosclerosis. Diabetes research and clinical practice; 2006.p.82-92.

6. Norman PE, Davis WA, Bruce DG. Peripheral arterial disease and risk of cardiac death in type 2 diabetes. Diabetes care; 2006.p.575-80.

7. Vascular Disease Foundation. Ankle Brachial Index. Available from:http://vasculardisease.org/peripherial-artery-disease/pad-diagnosis/ankle-brachial-index/. Diakses pada tanggal 28 Desember 2015. 8. Sihombing B. Prevalensi penyakit arteri perifer pada populasi penyakit diabetes melitus di Puskesmas Kota Medan Januari-Juli 2008.[Tesis]. Medan: Universitas Sumatra Utara; 2008. 9. Jade SH, Dphil RK, Weisman S, Conte M. Gender-Specific Risk Factors for Peripheral Artery Disease in a Voluntary Screening Population. J Am Heart Assoc, vol10(1161); 2014:p.71-76.10. Sie X, Ma YT, Yang YN, Li XM, Liu F, Huang D, et all. Alcohol Consumption and Ankle-to-Brachial Index: Result from the Cardiovascular Risk Survey. PloS One, vol.5(12); 2010:p.1-7.

FORMULIR ISIAN PENELITIAN

Nama

:

Jenis Kelamin

:a. Laki-lakib. PerempuanUsia

: Numerik: ... tahun Kategorik:

a. 60Riwayat Alkohol:a. Yab. TidakRiwayat merokok:a. Yab. TidakTekanan Darah:

Numerik: mmHg Kategorik:

a. 160/100IMT

: Numerik: kg/m2 Kategorik:a. Gizi kurangb. Gizi normalc. Gizi lebihd. Obesitas

ABI

: Numerik: Kategorik:a. Normal b. Ringanc. Sedangd. BeratFaktor Resiko

Hipertensi

Diabetes mellitus

Kebiasaan merokok

Alkohol

Usia

Jenis kerlamin

BBR

Contrast Angiography

Magnetik resonance

CT-angiography

Penyakit arteri perifer

Anamnesis, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan Penunjang

Ankle-Brachial Index

Faktor Resiko

Hipertensi

Diabetes mellitus

Kebiasaan merokok

Alkohol

Usia

Jenis kerlamin

BBR

Ankle-Brachial Index

Penyakit arteri perifer

Anamnesis, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan Penunjang

Inap PD dan Rawat Inap selain PD namun dikonsulkan ke PD

Form informed consent + form penelitian

Pemeriksaan ABI

0