laporan penanganan telur-sub 1.docx

23
LAPORAN PRAKTIKUM PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN - B “UJI KUALITAS TELUR DAN PENGOLAHAN TELUR” Disusun Oleh : 1. Yulistra Naftali Eka Putra P27833113040 2. Vebrina Arvianti P27833113010 3. Nurfarida Safitri P27833113018 4. Safitri Praneliani P27833113027 5. Sella Puspita P27833113042 SUB I KELOMPOK B KELAS A SEMESTER IV KEMENTRIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

Upload: sipitnawang

Post on 01-Oct-2015

365 views

Category:

Documents


28 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUMPENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN - BUJI KUALITAS TELUR DAN PENGOLAHAN TELUR

Disusun Oleh : 1. Yulistra Naftali Eka PutraP278331130402. Vebrina ArviantiP278331130103. Nurfarida SafitriP278331130184. Safitri PranelianiP278331130275. Sella Puspita P27833113042

SUB I KELOMPOK B KELAS ASEMESTER IV

KEMENTRIAN KESEHATAN RIPOLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYAJURUSAN KESEHATAN LINGKUNGANPRODI DIII KESEHATAN LINGKUNGAN2015BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANGTelur merupakan produk hasil peternakan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Selain mudah diperoleh, harganya relatif lebih murah dibandingkan protein hewani asal ternak yang lain. Telur memiliki kandungan gizi yang lengkap seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Guilmaineau dan Kulozik (2006) menyatakan kuning telur segar mengandung sekitar 48,5% bahan kering yang terdiri dari 32% protein dan 64% lemak. Telur juga merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Protein telur memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan standar untuk menentukan mutu protein dari bahan lain. Keunggulan telur sebagai produk peternakan yang kaya gizi, juga merupakan suatu kendala karena termasuk bahan pangan yang mudah rusak (Winarno dan Koswara, 2002). Telur secara umum mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Tetapi disamping adanya hal-hal yang menguntungkan itu, telur memiliki sifat yang mudah rusak. Telur dikelilingi oleh kulit setebal 0,2 - 0,4 mm yang berkapur dan berpori-pori. Kulit telur ayam berwarna putih-kuning sampai coklat, telur bebek berwarna kehijauan dan warna kulit telur burung putuh ditandai dengan adanya bercak-bercak (totol-totol) dengan warna tertentu. Bagian sebelah dalam kulit telur ditutupi oleh dua lapisan yang menempel satu dengan yang lain, tetapi keduanya akan terpisah pada ujung telur yang tumpul membentuk kantung udara. Kantung udara mempunyai diamater sekitar 5 mm pada telur segar dan bertambah besar ukurannya selama penyimpanan. Putih telur atau albumen merupakan bagian telur yang berbentuk seperti gel, mengandung air. (S. Koswara, 2009)Telur terdiri dari tiga komponen utama, yaitu bagian kulit telur 8 11%, putih telur (albumen) 57 65% dan kuning telur (yolk) 27 32%. Putih telur terdiri atas tiga lapisan yang berbeda, yaitu lapisan tipis putih telur bagian dalam (30%), lapisan tebal putih telur (50%), dan lapisan tipis putih telur luar (20%). Pada telur segar, lapisan putih telur tebal bagian ujungnya akan menempel pada kulit telur. Putih telur tebal dekat kuning telur membentuk struktur seperti kabel yang disebut kalaza. Kalaza juga dapat memberikan petunjuk tentang kesegaran telur, dimana pada telur yang bermutu tinggi kenampakan kalaza lebih jelas. Jika sebutir telur dengan mutu yang tinggi dan masih segar dipecahkan, kuning telurnya akan utuh dan tinggi, dan terletak ditengah-tengah lapisan tebal putih telur. Sebaliknya telur yang telah lama disimpan dan mutunya rendah, jika dipecahkan akan menghasilkan lapisan putih telur yang tipis mengelilingi kuning telur yang rata atau pecah. Kuning telur berbatasan dengan putih telur dan dibungkus oleh suatu lapisan yang disebut membran vitelin. Membran ini tersusun oleh protein yang disebut keratin. Umumnya kuning telur berbentuk bulat, berwarna kuning atau oranye, terletak pada pusat telur dan bersifat elastis. (S. Koswara, 2009)Kuning telur pada telur segar berbentuk utuh dikelilingi oleh membran vitelin yang kuat. Telur dari berbagai jenis unggas memiliki fungsi yang sama, yaitu menyediakan kebutuhan hidup mahluk baru. Oleh sebab itu komposisi telur-telur unggas tersebut hampir sama. Perbedaan komposisi kimia antar spesies terutama terletak pada jumlah dan proporsi zat-zat yang dikandungnya, yang umumnya dipengaruhi oleh keturunan, makanan dan lingkungannya. Pada umumnya telur mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. (S. Koswara, 2009)Mutu telur. Pengawasan mutu telur dapat dilakukan terhadap keadaan fisik, kesegaran isi telur, pemeriksaan kerusakan dan pengukuran komposisi fisik. Keadaan fisik dari telur mencakup hal ukuran (berat, panjang, dan lebar), warna (putih, agak kecoklatan, coklat), kondisi kulit telur (tipis dan tebal), rupa (bulat dan lonjong) dan kebersihan kulit telur. Kesegaran isi telur merupakan kondisi dimana bagian kuning telur dan putih telur yang kental berada dalam keadaan membukit bila telur dipecahkan dan isinya diletakkan di atas permukaan datar yang halus, misalnya kaca. Penetapan kesegaran isi telur dapat dilakukan dengan metode subyektif (candling) dan cara obyektif (memecah telur), untuk menentukan kondisi telur baru atau lama. Secara subyektif mutu telur utuh dapat dinilai dengan cara candling yaitu dengan meletakkan telur dalam jalur sorotan sinar (matahari atau lampu listrik) yang kuat, sehingga memungkinkan pemeriksaan kulit dan bagian dalam telur. Di tingkat pengecer umumnya dilakukan dengan cara peneropongan dengan sumber cahaya matahari atau lampu pijar. Dengan cara ini adanya keretakan kulit telur dapat ditemukan, juga posisi kuning telur, ukuran dan dan posisi kantung udara, bintik bintik darah, kerusakan oleh mikroorganisme dan pertumbuhan jamur. Kelemahan cara ini adalah hanya dapat mengetahui kerusakan yang menonjol saja dan dalam jumlah besar cara ini tidak praktis. Metode obyektif dilakukan dengan cara memecahkan telur dan menumpahkan isinya pada bidang datar dan licin (biasanya kaca), kemudian dilakukan pengamatan pada kuning dan putih telur termasuk juga ukurannya. Pemeriksaan terhadap kerusakan juga merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk penilaian mutu telur. Cacat atau kerusakan pada telur antara lain adanya bintik hitam pada permukaan kulit, retak (kulit pecah), perubahan ukuran kantung udara, dan adanya kebusukan. Sedangkan yang dimaksud dengan pengukuran komposisi fisik adalah menentukan persentase kulit, putih telur dan kuning telur terhadap tulur utuh. (S. Koswara, 2009)Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Oleh sebab itu usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur. Telur akan lebih bermanfaat bila direbus setengah matang dari pada direbus matang atau dimakan mentah. Telur yang digoreng kering juga kurang baik, karena protein telur mengalami denaturasi/ rusak, berarti mutu protein akan menurun. Macam-macam telur adalah: telur ayam (kampung dan ras), telur bebek, puyuh dan lain-lain. Kualitas telur ditentukan oleh: 1) kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, posisi kuning telur, dan ada tidaknya noda atau bintik darah pada putih atau kuning telur) dan 2) kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan kulit telur). Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2 minggu di ruang terbuka. Kerusakkan tersebut meliputi kerusakan yang nampak dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan pertama berupa kerusakan alami (pecah, retak). Kerusakan lain adalah akibat udara dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik. Sebab lain adalah karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur, yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya. Kerusakan telur terutama disebabkan oleh kotoran yang menempel pada kulit telur. Cara mengatasi dengan pencucian telur sebenarnya hanya akan mempercepat kerusakan. Jadi pada umumnya telur yang kotor akan lebih awet daripada yang telah dicuci. Penurunan mutu telur sangat dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kelembaban ruang penyimpanan. Prinsip pengawetan telur adalah untuk mencegah masuknya bakteri pembusuk ke dalam telur. Beberapa proses pengawetan telur utuh yang diawetkan bersama kulitnya antara lain :1) proses pendinginan;2) proses pembungkusan kering;3) proses pelapisan dengan minyak;4) proses pencelupan dalam berbagai cairan.Untuk menjaga kesegaran dan mutu isi telur, diperlukan teknik penanganan yang tepat, agar nilai gizi telur tetap baik serta tidak berubah rasa, bau, warna, dan isinya. (Anonim)Telur asin adalah telur utuh yang diawetkan dengan adonan/ larutan yang dibubuhi garam. Dalam praktikum ini ada 3 cara pembuatan telur asin yaitu :1) Telur yang direndam dengan larutan garam jenuh 2) Telur asin dengan adonan garam dari batu bata yang telah dihaluskan.3) Telur asin dengan adonan garam dari abu gosok

1.2 TUJUAN Mampu mengidentifikasi kualitas telur melalui uji pemeriksaan telur utuh dan uji pemeriksaan isi telur Mengetahui prosedur pengolahan pembuatan telur asin dan tahapan penting yang memerlukan pengendalian untuk memperoleh produk berkualitas.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Telur merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Kerusakan telur dapat terjadi pada fisiknya, maupun isinya. Pelindung luar telur adalah cangkang yang mudah pecah karena benturan dan tekanan. Apabila cangkang ini sudah rusak, maka isinya tidak akan bertahan lama. Telur mengandung zat gizi yang cukup tinggi, hal ini akan membuat telur sebagi media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga kerusakan telur akibat pembusukan sering terjadi, walaupun cangkangnya masih utuh, karena cangkang telur mempunyai pori-pori sehingga mudah dimasuki mikrobia (Mahendradratta, M. 2007 dan Winarno, F.G. 1998). Disamping itu kadar air telur masih terlalu tinggi yaitu 87 % pada putih telur, dan 59 % pada kuning telur (Soewedo, 1983). Sebagai bahan makanan, telur juga memiliki karakteristik sebagaimana bahan makan lainnya. Diantara sekian bahan makanan asal hewani, telur relatif lebih tahan lama pada kondisi penyimpanan suhu kamar karena telur memiliki kulit yang mampu melindungi isinya. (Suharyanto, 2009)Cara untuk mempertahankan kualitas telur agar tidak cepat mengalami kerusakan terutama kerusakan akibat pembusukan dalam jangka waktu yang relatif panjang antara lain dengan pengawetan melalui proses pengasinan telur, sehingga didapatkan telur asin. Disamping sebagai upaya untuk mengawetkan, pengasinan telur ini juga akan menambah cita rasa telur (Desrosier, N. W. 1988). Banyak jenis telur yang dikonsumsi masyarakat, namun yang banyak diawetkan melalui pengasinan adalah jenis telur itik. Hal ini dikarenakan telur itik mempunyai kulit yang relatif lebih tebal dan rasa telur asin yang lebih enak dan lebih disukai dibandingkan dengan jenis telur yang lain, sehingga secara ekonomis lebih menguntungkan.Telur asin merupakan salah satu bahan pangan kaya protein yang mudah dicerna, mudah dalam penggunaannya dan disukai oleh masyarakat. Secara umum telur dikonsumsi untuk lauk pauk sehingga telur mempunyai peranan penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat terutama untuk kecukupan protein hewaninya. (Catur Budi H, 2010)Penggaraman merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-. Penambahan garam dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba yaitu sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel dan plasmolisis sel terhadap CO2. Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim, dan menurunkan aktivitas air (aw atau kandungan air bebas dalam bahan pangan). Proses pengasinan yang berhasil dengan baik ditentukan oleh karakteristik telur asin yang dihasilkan. Telur asin tersebut bersifat stabil, aroma dan rasa telurnya terasa nyata, penampakan putih dan kuning telurnya baik (Winarno dan Koswara, 2002). Tekanan osmotik dalam larutan garam atau adonan lebih besar daripada tekanan osmotik dalam telur, sehingga larutan garam dapat masuk ke dalam telur. Garam yang digunakan dalam pengasinan adalah NaCl. Mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut: garam NaCl di dalam larutan mengion menjadi Na + dan Cl-. Kedua ion tersebut berdifusi kedalam telur melalui lapisan kutikula, bunga karang, lapisan mamilari, membran kulit telur, putih telur, membran vitelin, dan selanjutnya ke dalam kuning telur (Sukendra, 1976).Pengasinan telur merupakan salah satu upaya untuk mengawetkan telur segar (memperpanjang masa simpan), membuang bau amis telur (terutama telur bebek) serta menciptakan rasa yang khas. Ada banyak macam pengasinan telur, secara tradisional masyarakat kita telah mengawetkan telur dengan cara pengasinan menggunakan adonan garam, yaitu garam yang dicampur dengan komponen-komponen lainnya seperti abu gosok, batu bata merah, kapur, tanah liat dan sebagainya. Selain itu pengasinan telur juga dapat dilalakukan dengan menggunakan media cair yaitu dengan larutan garam jenuh (Astawan, 1988).Telur asin yang dinilai berkualitas tinggi memiliki ciri-ciri bagian kuning telur berwarna jingga terang hingga kemerahan, "kering" (jika digigit tidak mengeluarkan cairan), tidak menimbulkan bau amis, dan rasa asin tidak menyengat. Pada dasarnya proses pembuatan telur asin ini ada beberapa cara. Namun kebanyakan orang lebih memilih dengan cara direndam atau di balut dalam adonan garam dicampur dengan serbuk bata merah, tanah liat, atau abu gosok. Untuk mengetahui secara pasti kondisi telur yang akan diasinkan, maka perlu dilakukan pemeriksaan seperti terlebih dahulu bahwa telur-telur yang akan diperiksa tersebut merupakan telur yang belum pernah dierami sama sekali. Disamping itu, harus dihindari juga penggunaan telur yang telah mengalami keretakan atau pecah kulit, karena selama dalam perendaman putih telurnya akan menerobos keluar dan membuat larutan perendamannya berbau busuk. (Ade, 2008)

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 PELAKSANAAN PRAKTIKUMHari: Senin, 9 Maret 2015- Senin, 16 Maret 2015Waktu: 07.30 - SelesaiTempat: Laboratorium Penyehatan Makanan dan Minuman Jurusan Kesehatan Lingkungan Surabaya

3.2 ALAT DAN BAHANAlat : Candling/ senter Baskom Sendok Amplas Kompor Pipet steril ukur 10 ml Tabung reaksi Erlenmeyer Lampu spirtus Timbangan Gelas ukur Beaker glass Alumunium foil Kertas coklat Tali rami Autoclave Panci Kapas Mortir dan Alu Spatula

Bahan : Telur bebek Garam Air Aquades Alkohol Media Pepton Water (PW) Media Selenit Broth Base (SBB) Media Eosin Metylene Blue (EMB)

3.3 PROSEDUR KERJAPemeriksaan Telur utuh dengan Candling dan Isi telur1. Menempatkan telur pada alat candling (senter) dan nyalakan lampunya2. Mengamati keadaan kulit (kebersihan, keretakan), kantung udara (volume, posisi), putih telur, kuning telur3. Mencatat semua hasil pengamatan 4. Menimbang setiap jenis telur utuh, kemudian pecahkan salah satu telur di atas piring5. Mengamati kondisi putih telur dan kuning telur (kejernihan, warna)6. Menggambar keseluruhan isi telur7. Memisahkan putih dan kuning telur8. Mengukur dimensi putih dan kuning telur (kuning dan diameternya).

Pembuatan Telur Asin dengan Perendaman dengan Garam Jenuh1. Membersihkan telur bebek dari kotoran yang menempel2. Mengamplas permukaan telur3. Memanaskan 1500 ml air hingga mencapai suhu 80oC 4. Memasukkan 300 gram garam hingga larut5. Menambahkan garam secara terus-menerus hingga garam tidak dapat larut/ jenuh/ garam mengendap kemudian menghitung jumlah total garam yang ditambahkan6. Mendinginkan larutan garam jenuh hingga mencapai suhu 28oC dalam suatu wadah baskom7. Merendam telur bebek dalam larutan garam tersebut selama 7 hari8. Melakukan perendaman pada suhu ruang yang sejuk, kering yang terhindar dari sinar matahari9. Mencuci telur, kemudian rebus telur tersebut.

Pemeriksaan Bakteriologis (Salmonella sp) pada Telur Sebelum dan Setelah di Asinkan Telur sebelum proses pengasinan1. Membuat media dan mensterilkan alat/ bahan yang akan digunakan 2. Memecahkan telur dan meletakkan pada piring steril, kocok hingga tercampur3. Ambil sampel sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet steril4. Tuangkan dalam erlenmeyer yang berisi pepton water sebagai pengencer, goyangkan agar tercampur merata5. Ambil 2 mata ose, kemudian tanamkan dalam tabung reaksi yang berisi selenit broth base sebagai media penyubur. Untuk kontrol tidak diberi perlakuan6. Beri etiket, dan inkubasi selama 1x24 jam dengan suhu 35-37oC7. Setelah 1x24 jam, amati apakah ada perubahan. Ada atau tidak endapan/ perubahan warna menjadi keruh. Jika ada, dilanjutkan ke media EMB. Jika tidak ada, maka segera buang dan cuci. Telur setelah proses pengasinan1. Membuat media dan mensterilkan alat/ bahan yang akan digunakan 2. Merebus telur asin, kemudian di belah menjadi 2 bagian3. Timbang sampel telur sebanyak 10 gram dengan menggunakan timbangan, lakukan secara steril4. Haluskan dengan mortir dan alu, tambahkan pepton water sedikit demi sedikit5. Tuangkan dalam erlenmeyer yang berisi pepton water sebagai pengencer, goyangkan agar tercampur merata6. Ambil 2 mata ose, kemudian tanamkan dalam tabung reaksi yang berisi selenit broth base sebagai media penyubur. Untuk kontrol tidak diberi perlakuan7. Beri etiket, dan inkubasi selama 1x24 jam dengan suhu 35-37oC8. Setelah 1x24 jam, amati apakah ada perubahan. Ada atau tidak endapan/ perubahan warna menjadi keruh. Jika ada, dilanjutkan ke media EMB. Jika tidak ada, maka segera buang dan cuci.

3.4 HASIL PRAKTIKUMPraktikumHasil dan Keterangan

Pemeriksaan telur utuh dan isi telurPermukaan kulit telur halus, pori-pori kecilKulit telur tidak retak, tidak berlubangKulit telur tidak terlalu bersihRongga udara kecilKuning telur berada di bawah, putih telur berada diatasBerat telur 41 gram

Kuning telur berwarna orange/ jingga Putih telur berwarna bening/ transparan, cerahDiameter kuning telur 4,5 cm dan tinggi 2,3 cmDiameter putih telur 10 cm dan tinggi 1,5 cm

Proses pembuatan telur asinMembuat larutan garam jenuh, kemudian merendam telur bebek dalam baskom yang diisi dengan larutan garam tersebut, di rendam selama 7 hari. Setelah 7 hari, telur asin di cuci dan direbus.

Pemeriksaan bakteriologis SalmonellaSebelum proses pengasinanPemeriksaan bakteriologis Salmonella negatif (-), tidak terjadi perubahan warna pada media Selenit Broth Base

Setelah proses pengasinanPemeriksaan bakteriologis Salmonella negatif (-), tidak terjadi perubahan warna pada media Selenit Broth Base

Tabel 1. Hasil PraktikumHasil uji organoleptik telur asin rebus (Perendaman dengan larutan garam) NoPenilaianP1P2P3P4P5Rata-rataKeterangan

1Tampak fisik887887,8Menarik, kuning telur berwarna jingga/ orange cerah, putih telur berwarna putih bersih tak ada noda

2Tekstur787787,4Lembut, dan cukup masir

3Aroma/ Bau676676,4Sedikit amis, khas telur asin pada umumnya

4Rasa889898,4Rasa asinnya cukup

Tabel 2 Hasil Uji OrganoleptikPada praktikum ini dilakukan pemeriksaan telur utuh dengan cara candling, pengamatan isi telur, pembuatan telur asin dan pemeriksaan bakteri Salmonella pada telur tersebut sebelum dan setelah dilakukan proses pengasinan. Praktikum pembuatan telur asin dilakukan dengan 3 metode/ cara yaitu: telur yang direndam dengan larutan garam jenuh, telur asin dengan adonan garam dari batu bata yang telah dihaluskan, dan telur asin dengan adonan garam dari abu gosok. Sub kelompok 1 melakukan praktikum pembuatan telur asin dengan cara direndam dengan larutan garam jenuh, pada prinsipnya ketiga cara ini sama yaitu membuat telur memiliki rasa asin atau proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin dengan cara difusi.Telur asin hasil praktikum dengan cara direndam dengan larutan garam jenuh sebagai berikut: Permukaan telur tidak terdapat perubahan warna yang menonjol, warna telur tetap seperti khas telur bebek pada umumnya, hanya saja pada kuning telur/ yolk terdapat garis-garis melingkar (seperti garis kontur), mungkin karena proses difusi oleh larutan garam. Pada perlakuan menggunakan metode garam, abu sekam dan tepung batu bata warna pada yolk membentuk lingkaran tipis yang lebih gelap pada lingkaran (pinggiran) yolk dibandingkan warna yang berada pada tengah yolk. Secara keseluruhan tidak terdapat perubahan yang nyata pada warna disetiap perlakuannya. Aroma khas telur pada semua hasil perlakuan tidak berubah, hanya saja terdapat sedikit amis. Aroma amis diperoleh dari telur itik yang digunakan dimana telur itik memiliki aroma amis yang kuat dibanding dengan telur yang dihasilkan oleh unggas lainnya. Telur asin yang dihasilkan memiliki rasa asin yang cukup, tidak terlalu asin dan juga tidak tawar, sesuai dengan yang diharapkan.Tekstur dan kenampakan dari metode/ cara yang digunakan tidak terdapat perubahan drastis, telur yang dihasilkan yaitu memiliki tekstur yang cukup masir dan lembut serta kenampakan khas telur asin pada umumnya.BAB IVPENUTUP

4.1 KESIMPULANDari praktikum yang dilakukan, telur merupakan produk hasil peternakan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Selain mudah diperoleh, harganya relatif lebih murah dibandingkan protein hewani asal ternak yang lain. Telur memiliki kandungan gizi yang lengkap seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Namun telur sangat mudah mengalami kerusakan/ busuk. Teknik pengolahan telur dengan cara pengasinan dapat memperpanjang masa simpan, mempertahankan kualitas, mengurangi bau amis dari telur bebek, memiliki rasa yang lebih khas sehingga menambah cita rasa, dan meningkatkan nilai tambah dari telur. Ada beberapa cara dalam membuat telur asin, salah satunya adalah dengan direndm dalam larurtan garam jenuh, cara ini cukup baik karena dapat menghasilkan telur asin yang baik, dan juga merupakan cara yang praktis.

4.2 SARANGaram yang digunakan hendaknya garam beryodium. Dalam pembuatan larutan garam, sebaiknya banyaknya garam yang ditambahkan diperkirakan/ dihitung dengan tepat agar menghasilkan telur asin dengan rasa asin yang cukup.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Telur Asin. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Gedung II BPP Teknologi, Jakarta. http://www.warintek.ristek.go.id/pangan/ikan,%20daging,%20telor%20dan%20udang/telur_asin.pdf Diakses pada tanggal 13 Maret 2015 Pukul 00:33Azizah, Rifa. 2014. Laporan Praktikum Pembuatan Telur Asin Mata Kuliah Teknologi Hasil Ternak Unggas. Program Studi Menejemen Bisnis Unggas, Jurusan Peternakan. http://www.academia.edu/9115505/LAPORAN_PRAKTIKUM_PEMBUATAN_TELUR_ASIN_PROGRAM_STUDI_MENEJEMEN_BISNIS_UNGGAS_JURUSAN_PETERNAKAN. Diakses pada tanggal 17 Maret 2015 Pukul 18:59Ginting, Nurzainah. 2007. Penuntun Praktikum Teknologi Hasil Ternak. Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1049/1/07002688.pdf Diakses pada tanggal 12 Maret 2015 Pukul 15:24Handayani, CB. 2010. Pengaruh Teknik Inkubasi Pada Pembuatan Telur Asin Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptiknya. Fakultas Pertanian Univet Bantara Sukoharjo. No.1/Volume 19/2010. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=268334&val=7107&title=Pengaruh%20Teknik%20Inkubasi%20Pada%20Pembuatan%20Telur%20Asin%20Terhadap Diakses pada tanggal 13 Maret 2015 Pukul 00:44Jiwanggoro, A, dkk. 2013. Pengaruh Lama Maserasi Kuning Telur Pada Pembuatan Tepung Kuning Telur Puyuh Menggunakan Berbagai Level Etanol Terhadap Daya Dan Stabilitas Buih. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1143 -1149. http://jos.unsoed.ac.id/index.php/jip/article/download/704/368. Diakses pada tanggal 12 Maret 2015 Pukul 23:44Juwaedah, Ade. 2008. Jurusan Pendidikan KESEJAHTERAAN KELUARGA, Fakultas Pendidikan Teknik Dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia. http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/196005041986012-ADE_JUWAEDAH/telur_asin_jadi.pdf. Diakses pada tanggal 13 Maret 2015 Pukul 00:42Suharyanto. 2009. Pengolahan Bahan Pangan Hasil Ternak. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. https://suharyanto.files.wordpress.com/2008/03/pengolahan-bahan-pangan-hasil-ternak.pdf Diakses pada tanggal 13 Maret 2015 Pukul 00:18

LAMPIRAN

Gambar 2. Mengamplas permukaan telurGambar 1. Telur yang sudah di cuci, siap untuk di asinkan

Gambar 4. Merendam telur dalam larutan garam jenuh, selama 7 hari.Gambar 3. Pembuatan larutan garam jenuh

Gambar 6. Hasil telur asin setelah direbusGambar 5. Merebus telur hasil pengasinan

Pemeriksaan bakteriologis

Gambar 8. Menambahkan pepton water sedikit demi sedikitGambar 7. Menghaluskan telur asin yang telah direbus dengan mortir

Gambar 10. Mengambil 2 mata ose sampel yang ada di erlenmeyerGambar 9. Menuangkan pada erlenmeyer

Gambar 12. Hasil inkubasi, menunjukkan hasil negatifGambar 11. Menanam dalam media selenit broth base, di inkubasi selama 1x24 jam dengan suhu 35-37oC