juknis penanganan telur f1

16
Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 1 Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 Balai Persuteraan Alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telur ulat sutera merupakan bahan baku yang sangat penting untuk keperluan pembuatan benang sutera, yang pada saat ini merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam rangka penciptaan bahan baku untuk kain sutera. Untuk mendapatkan benang sutera dengan kualitas yang tinggi, maka sejak awal perlu dilakukan penanganan telur ulat sutera. Penanganan telur ulat sutera secara baik akan menyebabkan hasil kokon yang tinggin dengan kualitas baik dan selanjutnya akan dapat menghasilkan benang sutera dengan kualitas yang baik serta rendemen yang tinggi. Untuk penanganan ini tidak cukup hanya pada saat produksi telurnya saja, namun sampai dengan bagaimana cara perlakukan penanganan pasca produksi yang meliputi pengepakan dan pengangkutannya hingga sampai ke petani dan dipelihara sesuai dengan persyaratan-persyaratan teknis yang diperlukan. Penanganan telur ulat sutera sangat diperlukan sebab pada masa-masa yang akan datang cukup banyak permintaan petani akan telur ulat sutera dengan produksi yang tinggi dan berkualitas baik. Buku petunjuk teknis ini disusun untuk keperluan melengkapi hal-hal yang berkaitan dengan penanganan dimaksud dan merupakan pegangan dari para produsen yang bergerak di bidang telur ulat sutera. B. Maksud dan Tujuan Buku Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 ini disusun dengan maksud sebagai pedoman, arahan dan pegangan bagi para produsen telur ulat sutera. Adapun tujuan yang akan dicapai adalah agar produsen dapat menghasilkan telur

Upload: bpaadmin

Post on 12-Jul-2015

3.486 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 Balai Persuteraan Alam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Telur ulat sutera merupakan bahan baku yang sangat penting untuk

keperluan pembuatan benang sutera, yang pada saat ini merupakan salah satu

kegiatan yang penting dalam rangka penciptaan bahan baku untuk kain sutera.

Untuk mendapatkan benang sutera dengan kualitas yang tinggi, maka sejak awal

perlu dilakukan penanganan telur ulat sutera.

Penanganan telur ulat sutera secara baik akan menyebabkan hasil kokon

yang tinggin dengan kualitas baik dan selanjutnya akan dapat menghasilkan benang

sutera dengan kualitas yang baik serta rendemen yang tinggi. Untuk penanganan ini

tidak cukup hanya pada saat produksi telurnya saja, namun sampai dengan

bagaimana cara perlakukan penanganan pasca produksi yang meliputi pengepakan

dan pengangkutannya hingga sampai ke petani dan dipelihara sesuai dengan

persyaratan-persyaratan teknis yang diperlukan.

Penanganan telur ulat sutera sangat diperlukan sebab pada masa-masa yang

akan datang cukup banyak permintaan petani akan telur ulat sutera dengan

produksi yang tinggi dan berkualitas baik.

Buku petunjuk teknis ini disusun untuk keperluan melengkapi hal-hal yang

berkaitan dengan penanganan dimaksud dan merupakan pegangan dari para

produsen yang bergerak di bidang telur ulat sutera.

B. Maksud dan Tujuan

Buku Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1 ini disusun dengan maksud

sebagai pedoman, arahan dan pegangan bagi para produsen telur ulat sutera.

Adapun tujuan yang akan dicapai adalah agar produsen dapat menghasilkan telur

Page 2: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

2

ulat sutera dengan mutu yang baik dan dapat disalurkan kepada konsumen sesuai

dengan kebutuhan serta terjamin kualitasnya.

C. Pengertian-Pengertian

Beberapa pengertian yang akan dipakai dalam Petunjuk Teknis Penanganan

Telur F1 ini antara lain:

1. Chorion adalah selaput terluar pada telur yang bersifat kuat dan kukuh serta

tebal

2. Hibernasi adalah perlakuan dengan cara penyimpanan dengan waktu dan

temperatur tertentu (penetasan buatan) yang dilakukan terhadap telur ulat

sutera

3. Inkubasi adalah suatu perlakuan dimana telur ulat sutera diletakkan ke dalam

ruangan yang bersuhu 25 OC dengan kelembaban 80 %

4. Kotak telur adalah tempat pengepakan telur yang berbentuk kotak dengan

ukuran 20 x 10 cm terbuat dari kayu yang terbungkus dari kain kasa yang

dapat diisi telur ulat sutera sebanyak 20.000 – 25.000 butir (setara 12 – 13

gram)

5. Refrigertaor adalah mesin pendingin yang digunakan untuk mengawetkan

telur ulat sutera

6. Treatment ruangan adalah perlakuan pencelupan telur ke dalam air yang

telah dipanaskan (± 40 OC )

7. Telur sertifikasi adalah telur yang telah diperiksa (diteliti) kualitasnya dan

dianggap aman untuk disalurkan

Page 3: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

3

BAB II

DASAR-DASAR PENANGANAN TELUR F1

A. Morfologi dan Fisologi Telur Ulat Sutera

Telur ulat sutera berbentuk bulat, dengan panjang 1,3 mm; lebar 1 mm;

tebal 0,5 mm dan berat 0,6 gram. Telur diliputi oleh kulit telur yang pada salah

satu ujungnya terdapat microphyl tempat masuknya sperma ke dalam telur. Telur

menampakkan warna yang berbeda-beda menurut jenis ulatnya. Warna telur

merupakan paduan warna dari warna kulit telur, serasa dan kuning telur.

Di bawah kulit telur terdapat selaput vitellina yang tipis dan transparant.

Di sebelah dalam selaput vitellina terdapat seroso dan embrio, sedang kuning telur

terletak di tengah. Embrio berubah-ubah bentuk dalam proses pertumbuhan. Warna

putih telur kekuning-kuningan, dua sampai tiga hari setelah peletakkan telur

warnanya berubah menjadi merah kecoklatan. Tanda-tanda telur yang akan

menetas terdapat bintik-bintik biru.

Telur ulat sutera kaya dengan zat yang penuh mengandung lemak dan zat-

zat lain yang menjadi sumber bahan untuk pertumbuhan sel telur tersebut. Telur

diliputi oleh selaput bersifat kuat dan kukuh serta tebal dinamakan chorion dan

bagian dalam chorion terdapat selaput tipis yang disebut selaput telur. Chorion

terdiri dari choriorinin yaitu suatu zat putih telur yang mirip dengan keratin.

Telur ulat sutera yang hibernasi akan mengalami masa istirahat (dormancy)

dan telur yang tidak mengalami hibernasi embrionya akan berkembang dengan tidak

mengalami masa istirahat.

B. Perkembangan Embrio

Perkembangan embrio dalam telur ulat sutera sangat kuat kaitannya

dengan penyimpanan dan penanganan telur. Hal ini sangat mempengaruhi

keberhasilan penyimpanan dan pentasan telur. Telur yang disimpan dalam

temperatur tertentu dimana tingkat perkembangan embrio tidak sesuai dapat

Page 4: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

4

menyebabkan penetasan telurnya kurang baik, sehingga dapat mengakibatkan

produksi kokonnya rendah.

1. Pembentukan Telur

Di bagian dalam telur, primordial reproductive cells yang berkembang

memisah pada tahap awal dari pertumbuhan embrio akan mencapai tahap

oogonium. Dan akan berkembang terus menjadi sel telur dan membentuk sel

telur dalam larva (pada pertengahan tahap ke-4) akan mencapai oogonium

dan kemudian masing-masing akan berkembang menjadi satu sel telur

pertama dan 7 nurse cells yang diselubungi oleh tunic cells.

2. Pembentukan embrio 2 jam setelah peneluran (suhu 25 OC)

Inti sel telur bersatu dengan inti sperma membentuk zigote, kemudian

mengalami pembelahan sel akan pindah ke bagian marginal dan membentuk

bagian sel tunggal ini akan terus berkembang dan akan berpisah menjadi

benih berbentuk sabuk dan bagian lainnya (sekitar 20 jam kemudian).

Kemudian benih berbentuk sabuk ini mulai mengkerut dari bagian kiri dan

kanannya ke arah bagian perut telur. Kekerutan ini akan berlangsung terus

dan dari bagian kiri kanan akan nampak semacam ”pelintiran”. Pada tahap

ini dapat dibedakan dengan jelas antara bagian kepala dan ekor. Dari

bentuknya, tahap ini dinamakan tahap pembentukkan ”embrio”. Ini akan

terjadi 30 jam setelah peneluran atau 15 jam setelah treatment biasa.

3. Pembentukan Organ

Pada tahap ini bermacam orgam terbentuk dalam tubuh embrio. Bagi telur

yang ditreatment dengan cara biasa, 30 jam kemudian setelah treatment

akan timbul lekukan saraf pada bagian garis tengah embrio dan mass

mesoderma berpisah ke samping kiri kanan.

Pada tahapan ini akan mulai nampak rahang dan dada dari embrio. Dalam

waktu yang sama kepala akan mebentuk segi empat. Bersamaan dengan

proses pertumbuhannya, bagian rahang dan dada akan memanjang dan

bagian kaki mulai nampak pada bagian perut.

Page 5: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

5

Embrio akan berada dalam tahap ini untuk waktu yang agak lama sebelum

memasuki tahap emrio berbalik. Proses ini akan terjadi 35 jam setelah

treatment.

4. Tahap embrio berbalik

Setelah melewati tahap pembentukan organ, tubuh embrio yang panjang

nampak menonjol dan mulai membentuk pembuluh pernafasan dan kelenjar

sutera. Pada saat yang sama segmen rahang mulai terbentuk dan nampak

perbedaan antara bagian yang akan menjadi kepala dan dada. Selanjutnya,

embrio yang tadinya berada di bagian perut telur dan memanjang sepanjang

lingkaran telur, akan mulai berputar dan bergerak ke belakang sambil

menghadap ke arah bagian perut sedikit demi sedikit dan berakhir pada

posisi yang hampir sama dengan posisi larva. Ini terjadi 3 – 5 hari setelah

treatment.

5. Tahap Penyempurnaan

Setelah selesai berbalik, embrio selanjutnya membentuk bermacam organ

seperti bulu kasar, pembentukan gigi taring, pembentukan warna mata,

pertumbuhan batang tenggorokan, pigmentasi dan rahang.

Permukaan kepala menjadi teratur dan berwarna coklat dan bagian pusat

menjadi tertutup rapat. Pada tahap ini tampak melalui kulit telur, bagian

kepala menjadi kebiru-biruan dan kemudian bagian tubuh mulai berwarna

menyebabkan seluruh tubuh menjadi kebiru-biruan. Ini terjadi 8 hari setelah

treatment atau sesaat sebelum penetasan.

Page 6: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

6

Gambar 1. Perkembangan Embrio Telur Ulat Sutera

Page 7: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

7

C. Syarat-Syarat Produsen untuk Menangani Telur F1

Departemen Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan

No. P.56/Menhut-II/2007 tentang Pengadaan dan Peredaran Telur Ulat Sutera pada

tanggal 7 Desember 2007. Dalam Permenhut tersebut disebutkan tentang

pengadaan, pemuliaan, pelepasan, sertifikasi dan peredaran telur ulat sutera.

Pada dasarnya ada beberapa persyaratan untuk menjadi produsen telur F1,

antara lain:

1. Mempunyai tenaga teknis yang terampil dalam hal penyimpanan telur ulat

sutera

2. Mempunyai sarana dalam hal penyimpanan telur antara lain refrigerator yang

lengkap

3. Sanggup mentaati petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Balai Persuteraan

Alam persuteraan Alam

4. Ditunjuk atau mendapat ijin sebagai produsen telur ulat sutera dari

Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan

Page 8: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

8

BAB III

TEKNIK PENYIMPANAN TELUR

A. Tanpa Penyimpanan

Pelaksanaan cara ini adalah merupakan cara yang terbaik untuk

pemeliharaan ulat sutera. Hal ini disebabkan telur tidak melalui lagi masa istirahat

(penyimpanan), karena akan dapat mempengaruhi penetasan telur (kalau

penyimpanan kurang hati-hati).

Telur-telur yang baru diletakkan oleh kupu-kupu dibiarkan selama 15 jam

pada suhu 25 OC, kemudian langsung ditreatment HCl, lalu dicuci dan dikeringkan

kemudian dimasukkan ke dalam ruang inkubasi/disalurkan kepada petani. Menurut

pengamatan, daya tetas telur ini rata-rata di atas 90 %.

bertelur 15 jam treatment Inkubasi/penyaluran

25 OC 25 OC

B. Penyimpanan Sebelum Treatment HCl

Cara ini dimaksudkan untuk menunda penetasan telur tanpa mempengaruhi

daya tetas dan daya tahan ulat sutera selama pemeliharaan. Telur tersebut akan

disimpan pada suhu rendah, apabila suhu dinaikkan, maka pembentukkan embrio

akan aktif kembali. Untuk mempercepat penetasan tersebut maka perlu dibantu

dengan treatment.

Cara ini ada 3 perlakuan:

1. Penyimpanan sebelum treatment selama 20 jam – 7 hari

2. Penyimpanan sebelum treatment selama 60 hari

3. Penyimpanan sebelum treatment selama 25 - 35 hari

Proses pelaksanaan adalah sebagai berikut, setelah peneluran, telur

dibiarkan pada suhu 25 OC dan keadaan ini dibiarkan selama 40 s/d 50 jam atau bila

keadaan telur telah berubah warna menjadi merah kecoklatan. Penyimpanan akan

Page 9: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

9

lebih aman jika terleih dahulu disimpan pada suhu 15 OC selama 6 – 12 jam.

Selanjutnya dapat disimpan selama 25 – 35 hari pada suhu 5 OC.

Untuk mendapatkan penyimpanan selama 60 hari, telur yang telah

diletakkan dibiarkan selama 40 – 50 jam pada suhu 25 OC lalu dimasukkan ke dalam

refrigerator dengan suhu 5 OC. Selanjutnya disimpan pada suhu 25 OC selama 2O

hari dengan kelembaban harus dipertahankan berkisar antara 80 – 90 %. Jadi

penyimpanan ini akan dapat bertahan sampai 40 hari.

Untuk telur yang penyimpanannya selama 20 jam – 7 hari, maka telur yang

telah diletakkan dibiarkan selama 40 – 50 jam pada suhu 25 O C lalu dimasukkan

ke dalam refrigerator dengan suhu 5 OC.

Untuk lebih jelasnya ketiga perlakuan di atas dapat dilihat pada gambar di

bawah ini:

1. Penyimpanan sebelum treatment (20 jam – 7 hari)

bertelur treatment inkubasi/penyaluran

25 OC 25 OC

20 jam – 7 hari

2. Penyimpanan sebelum treatment selama 60 hari

Bertelur 40 – 50 jam

25 OC

6 – 12 jam

25 OC

4O hari 3–6 jam treatment inkubasi

25 OC 25O C

2O hr

2,5 OC

Page 10: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

10

3. Penyimpanan sebelum treatment selama 25 - 35 hari

Bertelur 4O – 5O jam

25 OC 25 OC

2 – 6 jam 3–6 jamtreatment inkubasi

15 OC 25 OC 25 OC

25 - 35 hari

5 OC

C. Penyimpanan Telur Setelah Treatment

Penyimpanan telur setelah treatment perlu dilakukan dengan hati-hati

karena dapat mengakibatkan kegagalan dalam penetasan. Cara ini ada 2 perlakuan :

1. Penyimpanan setelah treatment selama 2O hari

Setelah telur selesai ditreatment segera dikeringkan (dianginkan) dalam

waktu yang singkat, kemudian disimpan kedalam refrigerator dengan suhu 5O

C dan dapat bertahan selama 2O hari.

Bertelur 15 jam Treatment 18 Jam inkubasi

25 OC 25 OC 25 OC 25 OC

12 jam

2O hari 15 OC

5 OC

Page 11: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

11

2. Penyimpanan setelah treatment selama 3O hari

Sementara bila diinginkan waktu yang lebih lama (30 hari) telur tersebut

disimpan pada suhu 2,5 OC.

Bertelur 15 jam Treatment 18 Jam Inkubasi

25 OC

2O hari 2 jam

5 OC 15 OC

1O hari

2,5 OC

D. Penyimpanan Sebelum dan Sesudah Treatment

Penyimpanan sebelum dan sesudah treatment perlu penanganan dengan

hati-hati, merngingat adanya perbedaan suhu yang sangat tinggi. Jika salah dalam

menentukan lama masa penyimpanan dan tinggi suhu peralihan, maka akan banyak

terjadi telur yang mati (tidak menetas).

Penyimpanan dengan cara ini dimaksudkan untuk menunda perkembangan

embryo, karena itu harus diusahakan agar perbedaan suhu tidak terlalu drastis dan

untuk memperkecil tekanan terhadap telur maka lama penyimpanan ulang

ditentukan tidak lebih dari 10 hari.

Cara ini ada 2 macam :

1. Penyimpanan sebelum dan sesudah treatment selama 12 jam

Telur ulat sutera yang telah mengalami penyimpanan kemudian akan

ditreatment memrlukan suhu peralihan 15 OC sebelum diletakkan pada suhu

25 OC setelah treatment, maka penyimpanan ulang (5 OC) hendaknya

dilaksanakan tidak lebih dari 12 jam.

Page 12: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

12

Telur Reishin 6 – 12 jam Treatment 12 jam inkubasi/penyaluran

15 OC 15 OC 15 OC

2. Penyimpanan sebelum dan sesudah treatment selama 48 – 110 jam

Bila menginginkan penyimpanan 48 – 110 jam kemudian, maka terlebih

dahulu telur diletakkan pada suhu 15 OC selama 6 – 12 jam, kemudian

disimpan pada suhu 5 OC.

Bertelur Reishin 6 - 12 jam Treatment

15 OC

6-12 jam inkubasi

15 OC

42-98 jam inkubasi

10 hari

E. Penyimpanan Telur Secara Hibernasi

Penyimpanan telur secara hibernasi adalah salah satu cara penyimpanan

telur dengan waktu dan temperatur tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan

beberapa cara antara lain :

1. Penyimpanan telur selama 40 – 70 hari

Setelah peletakan telur oleh induk kupu-kupu, telur dibiarkan selamam 1 – 3

hari, ada suhu 25 OC kemudian disimpan pada suhu 5 OC selama 40 – 70 hari,

setelah melewati masa tersebut, telur dikeluarkan untuk diinkubasi. Cara ini

tidaklah begitu baik (penetasan tidak secara serentak).

Page 13: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

13

1 – 3 hari inkubasi

25 OC 25 OC

4O – 7O hari

5 OC

2. Penyimpanan telur selama 150 hari

Setelah peletakan telur, telur tersebut disimpan pada suhu 25 OC selama 3

hari, begitupun pada suhu 15 OC, 10 O C dan 5O C masing-masing selama 3

hari. Setelah memasuki hari yang ke -50 , telur tersebut disimpan pada suhu

2,5 OC selama 90 hari kemudian setelah memasuki hari yang ke-140 , telur

tersebut dipindahkan pada suhu 5 OC, 10 OC, 15 OC dan 2 OC masing-masing

selama 1 hari dan selanjutnya telur-telur tersebut segera diinkubasi.

3. Penyimpanan telur selama 180 hari

Setelah peletakan telur, telur dibiarkan pada suhu 25 OC selama 20 – 30 hari,

kemudian disimpan pada suhu dingin dengan menurunkan suhunya secara

bertahap, yakni setiap tahapan sekitar 2,5 OC sampai mencapai suhu

terendah 5 OC dan dibiarkan selama 60 hari. Untuk mencegah masih adanya

telur yang belum aktif sebaiknya telur tersebut disimpan pada suhu 2,5 OC

selama 60 hari. Bila jumlah seluruh penyimpanan kurang dari 100 hari

Page 14: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

14

(termasuk suhu 5 OC dan 2,5 OC), maka sebaiknya dilakukan treatment ringan

untuk mendapatkan penetasan yang serentak. Akan tetapi jika dibiarkan

pada suhu rendah lebih dari 120 hari, treatment ringan tidak perlu

dilakukan.

Page 15: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

15

BAB IV

PENANGANAN PASCA PRODUKSI TELUR F1

A. Pengepakan

Setelah telur dikeringkan diambil sampel masing-masing 0,1 gram,

kemudian dihitung telur yang dibuahi dan tak dibuahi. Pemeriksaan ini dilakukan

sebagai dasar dalam transaksi dan standar pemeliharaan.

Berdasarkan pemeriksaan ini telur ditimbang dengan seksama kemudian

dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari kayu yang terbungkus dengan kain

kasa, kemudian kotak telur tersebut ditutup rapi.

Gambar 2. Kotak telur produksi KPSA Perum Perhutani

B. Labelisasi

Maksud dari pemberian label adalah untuk mencegah adanya telur yang

beredar ke petani tanpa melalui pemeriksaan penyakit Pebrine (sertifikasi).

Pemberian label biasanya ditempelkan pada lubang/bagian atas dari kotak telur

untuk memudahkan petani dalam mengenalnya.

Page 16: Juknis penanganan telur f1

Petunjuk Teknis Penanganan Telur F1

16

Contoh label adalah sebagai berikut:

KODE NOMOR

JENIS

TGL. PENELURAN

JUMLAH TELUR INDUK (± 25.000 BUTIR)

MACAM TREATMENT

TGL PEMERIKSAAN

PENYAKIT PEBRINE

BEBAS

PENYAKIT

TGL PERKIRAAN MENETAS

PRODUKSI

ALAMAT

C. Pengangkutan Telur

Untuk mendapatkan hasil telur dengan kualitas yang baik sampai di

konsumen, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Telur yang dikirim perlu dipak secara rapi, sirkulasi udara harus baik, serta

dihindarkan dari cahaya matahari secara langsung dan terkena air.

2. Pengiriman telur dilaksanakan setelah ada permintaan dari

penyalur/konsumen

3. Telur yang disalurkan adalah telur-telur yang sudah mendapat sertifikasi dari

Balai Persuteraan Alam Persuteraan Alam dan dinyatakan aman untuk

disalurkan kepada konsumen

4. Pengiriman telur dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan perusahaan

ekspedisi dengan pesawat udara, kapal laut atau angkutan darat. Pemilihan

alat angkutan dipertimbangkan menurut jumlah permintaan dan lamanya

waktu pengiriman, disesuaikan dengan tanggal penetasan dan paling lama 9

hari setelah treatment.