f1 af dedy

45
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “ Atrial Fibrilasi “. Dalam makalah ini kami menjelaskan mengenai pentingnya pemahaman mengenai kasus atrial fibrilasi. Adapun tujuan kami menulis makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas dari dokter pendamping yang membimbing kami. Tujuan utama dari makalah ini sendiri lebih difokuskan pada penjelasan rinci mengenai defenisi, etiologi, penanganan segera, komplikasi dan prognosis atrial fibrilasi. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan tugas kami untuk kedepannya. Mudah-mudahan tugas ini bermanfaat bagi kita 1

Upload: annisa-lenggogeni

Post on 13-Apr-2016

240 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

cardio

TRANSCRIPT

Page 1: F1 AF DEDY

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat

rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “

Atrial Fibrilasi “.

Dalam makalah ini kami menjelaskan mengenai pentingnya pemahaman

mengenai kasus atrial fibrilasi. Adapun tujuan kami menulis makalah ini yang utama

untuk memenuhi tugas dari dokter pendamping yang membimbing kami. Tujuan

utama dari makalah ini sendiri lebih difokuskan pada penjelasan rinci mengenai

defenisi, etiologi, penanganan segera, komplikasi dan prognosis atrial fibrilasi.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

diharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan tugas kami untuk

kedepannya. Mudah-mudahan tugas ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi staf

puskesmas dan masyarakat argamakmur.

Argamakmur, Agustus 2015

Penyusun

1

Page 2: F1 AF DEDY

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Atrial fibrilasi (AF) merupakan suatu aritmia jantung paling umum yang

melibatkan peran dari bagian-bagian jantung, terutama atrium1. Pengertian kata

AF berasal dari fibrillating atau bergetarnya otot-otot jantung atrium, jadi bukan

merupakan suatu kontraksi yang terkoordinasi. Hal ini sering diidentifikasi

dengan peningkatan denyut jantung dan ketidakteraturan irama jantung.

Sedangkan untuk indicator untuk mementukan ada tidaknya AF adalah tidak

adanya gelombang P pada elektrokardiogram (EKG), yang secara normal ada saat

kontraksi atrium yang terkoordinasi2.

Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling umum ditemukan dalam

praktek klinis3. Hal ini juga menyumbang 1/3 dari penerimaan pasien rumah sakit

untuk gangguan irama jantung4. Hal itu juga sesuai dengan pernyataan bahwa

tingkat penerimaan untuk AF telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir5.

Sedangkan untuk presentase stroke yang berasal dari AF berkisar 6-24% dari

semua stroke iskemik, sedangkan 3-11% dari mereka yang secara struktural

terdiagnosis AF, memiliki jantung yang normal6. Dari sekitar 2,2 juta orang di

Amerika Serikat, ditemukan kurang lebih 160.000 kasus baru setiap tahun. Pada

prevalensi umum AF, terdapat peningkatan seiring dengan bertambahnya usia,

yaitu sekitar 1-2%. Pada usia kurang dari 50 tahun (<50 tahun), prevalensi AF

kurang lebih berkisar pada nilai presentase 1 % dan kemudian meningkat menjadi

9 % pada usia 80 tahun. AF lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan

dengan wanita, walaupun sebenarnya tidak ada kepustakaan yang mengatakan

adanya perbedaan yang relevan antara jenis kelamin pria dengan wanita yang

mempengaruhi prevalensi AF7.

Pada dasarnya, jantung bisa melakukan kontraksi karena adanya system

konduksi sinyal elektrik yang berasal dari nodus sino-atrial (SA). Pada AF, nodus

2

Page 3: F1 AF DEDY

SA tidak mampu melakukan fungsinya secara normal, hal ini menyebabkan tidak

teraturnya konduksi sinyal elektrik dari atrium ke ventrikel. Akibat dari hal

tersebut, detak jantung menjadi tidak teratur dan terjadi peningkatan denyut

jantung. Keadaan ini dapat terjadi dan berlangsung dari menit ke minggu atau

dapat terjadi sepanjang waktu selama bertahun-tahun. Kecenderungan alami dari

AF sendiri adalah kecenderungan untuk menjadi kondisi kronis dan menyebabkan

adanya komplikasi lain8.

AF seringkali tanpa disertai adanya gejala, tapi terkadang AF dapat

menyebabkan palpitasi, penurunan kesadaran, nyeri dada dan gagal jantung

kongestif. Orang dengan AF biasanya memiliki peningkatan signifikan risiko

stroke (hingga >7 kali populasi umum). Pada AF, risiko stroke meningkat tinggi,

hal ini dikarenakan adanya pembentukan gumpalan di atrium sehingga

menurunkan kemampuan kontraksi jantung, khususnya pada atrium kiri jantung9.

Disamping itu, tingkat peningkatan risiko stroke tergantung juga pada jumlah

faktor risiko tambahan. Tetapi, banyak orang dengan AF memang memiliki faktor

risiko tambahan dan AF juga merupakan penyebab utama dari stroke10.

AF dapat diobati dengan pengobatan yang baik dengan memperlambat

denyut jantung atau mengembalikan irama jantung kembali normal. Elektrik

kardioversi juga dapat digunakan untuk mengkonversi irama jantung AF kembali

ke irama jantung yang normal. Disamping hal tersebut, bedah dan terapi berbasis

kateter juga dapat digunakan untuk mencegah terulangnya AF dalam individu-

individu tertentu.

1.2 Tujuan Kegiatan

1.2.1 Mengidentifikasi masalah kesehatan Atrial Fibrilasi

1.2.2 Memberikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga tentang Atrial

Fibrilasi, mulai dari defenisi, etiologi, penanganan awal dan

penanganan di pusat pelayanan kesehatan, komplikasi serta

prognosisnya.

1.2.3 Sebagai salah satu tugas dokter internsip di Puskesmas Argamakmur.

3

Page 4: F1 AF DEDY

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi, Persarafan dan Pembuluh Darah Jantung

a. Anatomi Jantung

Jantung adalah organ berotot dan berongga yang berfungsi memompa

darah melalui pembuluh darah dengan frekuensi denyut yang ritmik. Jantung

manusia dewasa mempunyai berat yang hampir sama antara satu orang

dengan orang yang lain, yaitu kurang lebih sekitar 300-350 gr. Jantung secara

normal terletak didalam rongga toraks, yang berada diantara sternum di

sebelah anterior dan vertebra di sebelah posterior, sedangkan pada bagian

inferior berbatasan dengan diafragma11,12.

Anatomi jantung dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu anatomi

eksternal dan anatomi internal10,11,12.

1. Anatomi Eksternal

Anatomi eksternal jantung dapat dikatakan sebagai bagian lapisan-

lapisan pada jantung. Pada dasarnya terdapat tiga bagian lapisan pada

jantung, yaitu pericardium, miokardium dan endokardium.

Lapisan perikardium merupakan lapisan jantung bagian luar yang

terbuat oleh jaringan ikat yang tebal. Lapisan ini terdiri dari 2 lapisan yaitu

perikardium parietal yang berada dibagian luar dan perikardium visceral

yang berada dibagian dalam. Ruangan diantara perikardium parietal dan

perikardium visceral dinamakan rongga perikardial yang berisi cairan

perikardium encer. Fungsi rongga tersebut adalah sebagai ruang

kompsensasi pergerakan jantung.

Lapisan kedua adalah lapisan miokardium, yang merupakan

lapisan paling tebal dan lapisan yang terdiri atas otot-otot jantung. Lapisan

ini terdiri dari 3 macam otot, yaitu otot atrium, otot ventrikel dan otot serat

khusus. Otot atrium mempunyai karakteristik otot yang lebih tipis

4

Page 5: F1 AF DEDY

dibandingkan dengan otot ventrikel, hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh

fungsi kontraktilitas jantung berkaitan dengan fungsi pompa darah ke

seluruh tubuh. Otot atrium dan otot ventrikel mempunyai kinerja kontraksi

yang sama, sedangkan otot serat khusus lebih tergantung dari rangsang

konduksi jantung.

Lapisan yang terakhir adalah lapisan endokardium. Lapisan ini

adalah suatu lapisan yang terdiri dari membran tipis di bagian luar yang

membungkus jantung. Lapisan ini terdiri dari jaringan epitel (endotel) dan

berhubungan langsung dengan jantung.

2. Anatomi Internal

Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri,

ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Bagian kanan (atrium dan ventrikel

kanan) dan kiri (atrium dan ventrikel kiri) jantung dipisahkan oleh suatu

sekat yang dinamakan septum cordis. Disamping itu, jantung juga

mempunyai 4 buah katup jantung, yang terdiri dari katup trikuspidalis,

katup mitral/bikuspidalis, katup semilunar pulmonalis dan katup semilunar

aorta.

a. Atrium Kanan

Atrium kanan merupakan ruang pada jantung yang berfungsi

untuk menampung darah vena yang mengalir melalui vena kava

inferior dan vena kava superior. Kedua vena kava bermuara pada

tempat yang berbeda, vena kava superior bermuara pada dinding

bagian supero-posterior atrium kanan, sedangkan vena kava inferior

bermuara pada dinding bagian infero-latero-posterior atrium kanan.

b. Ventrikel Kanan

Ventrikel kanan merupakan ruangan setelah atrium kanan.

Darah vena akan dialirkan dari atrium kanan ke ventrikel kanan, yang

sebelumnya melewati katup atrio-ventrikular kanan atau triskupidalis.

c. Atrium Kiri

5

Page 6: F1 AF DEDY

Atrium kiri merupakan ruangan yang menerima darah (bersih)

yang berasal dari paru-paru. Atrium kiri menerima darah dari empat

vena pulmonalis yang bermuara pada dinding postero-posterior atau

postero-lateral.

d. Ventrikel Kiri

Ventikel kiri merupakan bagian ruangan pada jantung yang

berfungsi memompa darah ke seluruh bagian organ tubuh. Ventrikel

kiri mempunyai tebal lapisan sebesar 2-3 kali lipat dibandingkan

dengan ventrikel kanan. Hal ini dipengaruhi oleh fungsi pompa darah

ventrikel kanan dan kiri.

e. Katup Semilunar

Katup semilunar terdiri dari dua katup, yaitu katup semilunar

pulmonalis dan katup semilunar aorta. Kedua katup ini mempunyai

bentuk katup yang sama, tetapi secara antomis katup semilunar aorta

lebih tebal dibandingkan dengan katup semilunar pulmonalis. Katup

semilunar pulmonalis berfungsi sebagai sekat antara ventrikel kanan

dengan paru-paru, sedangkan katup semilunar aorta berfungsi sebagai

sekat antara ventrikel kiri dengan aorta. Setiap katup terdiri dari tiga

daun katup, untuk katup semilunar pulmonalis terdiri dari daun katup

anterior, dekstra dan sinistra. Sedangkan katup semilunar aorta terdiri

dari daun katup koroner dekstra, koroner sinistra dan non-koroner.

f. Katup Atrio-Ventrikuler

Katup Atrio-ventrikuler terdiri dari dua katup, yaitu katup

trikuspidalis dan katup bikuspidalis atau mitral. Katup trikuspidalis

terdiri dari tiga daun katup yang berbeda ukuran pada setiap daun

katup. Ketiga daun katup ini adalah katup anterior, septal dan katup

posterior. Katup ini terletak sebagai sekat antara atrium kanan dengan

ventrikel kanan. Sedangkan katup bikuspidalis (mitral) terletak sebagai

sekat antara atrium kiri dengan ventrikel kiri. Katup bikuspidalis

6

Page 7: F1 AF DEDY

(mitral) mempunyai dua daun katup, yang terdiri dari daun katup

mitral anterior dan posterior.

Aliran darah yang melewati kedua katup tidak hanya diatur

oleh kedua katub ini, tetapi lebih diatur oleh interaksi antara atrium,

annulus fibrosus, daun katup, korda tandinea, otot papillaris dan otot

ventrikel. Keenam komponen ini merupakan rangkaian unit fungsional

dalam proses aliran darah, sehingga bila terjadi gangguan pada salah

satu komponen akan mengakibatkan gangguan hemodinamik yang

serius.

Gambar 1. Anatomi Jantung

b. Persarafan Jantung

Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom, yaitu serabut saraf

simpatis dan serabut saraf parasimpatis. Serabut saraf simpatis mempersarafi

daerah atrium, ventrikel dan pembuluh darah koroner. Sedangkan serabut

7

Page 8: F1 AF DEDY

saraf parasimpatis mempersarafi nodus sino-atrial, atrio-ventrikuler dan otot-

otot atrium11,12.

Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis

torakal III-VI dan diperantarai oleh norepinefrin. Sedangkan persarafan

parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di medulla oblongata dan

diperantarai oleh asetilkolin. Secara fungsional, saraf simpatis mempengaruhi

kinerja dari otot ventrikel, sedangkan saraf parasimpatis lebih berperan dalam

mengontrol irama dan menurunkan laju denyut jantung.

c. Pembuluh Darah Jantung

Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh

koroner, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini,

baik arteri koroner kanan atau arteri koroner kiri keluar dari sinus valsava

aorta. Arteri koroner kiri akan bercabang menjadi arteri sirkumfleks kiri dan

arteri desendens anterior kiri yang memperdarahi sebagian besar bagian

proksimal RBB (right bundle branch), LBB (left bundle branch) dan fasikulus

anterior LBB. Sedangkan arteri koroner kanan akan bercabang menjadi arteri

atrium anterior kanan yang memperdarahi nodus sino-atrial dan arteri koroner

desendens posterior yang memperdarahi nodus atrio-ventrikuler dan fasikulus

posterior LBB. Pembuluh darah balik dari otot jantung adalah vena koroner.

Vana koroner ini berjalan berdampingan dengan arteri koroner yang akan

masuk atau bermuara ke dalam atrium kanan melalui sinus koronarius11,12,13.

8

Page 9: F1 AF DEDY

Gambar 2. Pembuluh Darah Jantung

2. Fisiologi dan Sistem Konduksi Jantung

a. Fisologi Jantung

Jantung berkontraksi atau berdenyut dengan irama yang ritmik, akibat

adanya potensial aksi (otoritmisitas). Terdapat dua jenis khusus sel otot

jantung, yaitu 99% sel-sel kontraktil yang melakukan kerja mekanik

(kontraksi), tetapi tidak menghasilkan potensial aksi dan 1 % sel-sel otoritmik

yang tidak melakukan kerja mekanik (tidak berkontraksi), tetapi mempunyai

fungsi dalam mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi11,12,13.

Aksi potensial otot jantung yang memicu suatu proses kontraksi

mekanik jantung dinamakan excitation contraction coupling. Kontraksi otot

jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada sel-sel otoritmik. Potensial

aksi dimulai dari proses dopalarisasi, proses plateau dan proses repolarisasi.

Ketiga proses ini merupakan rangkaian proses potensial aksi yang harus ada

untuk memicu kontraksi otot jantung11.

Potensial aksi dimulai dari proses depolarisasi, dimana terjadi

pembukaan saluran Na+ secara cepat. Proses masuknya ion Na+ menyebabkan

perubahan potensial membran sel-sel otoritmik, mulai dari -70 mv hingga +30

mv. Setelah mencapai ambang batas perubahan potensial, saluran Na+ akan

segera menutup yang kemudian diikuti pembukaan saluran Ca2+. Pembukaan

9

Page 10: F1 AF DEDY

saluran Ca2+ terjadi secara lambat, yang menyebabkan proses plateau dan

influks Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler atau sel-sel otoritmik.

Setelah beberapa saat, saluran Ca2+ akan menutup dan terjadi pembukaan

saluran K+. Pembukaan saluran K+ menyebabkan terjadinya proses

repolarisasi, yang ditandai dengan keluarnya atau effluks K+ ke

ekstraseluler12,13,14.

Gambar 3. Fisiologi Potensial Aksi Jantung

Proses kontraktilitas otot jantung terjadi pada fase plateau proses

potensial aksi, dimana terjadi penutupan saluran Na2+ dan pembukaan saluran

Ca2+ secara lambat. Proses kontraktilitas otot jantung ini terjadi akibat influks

Ca2+ atau kenaikan konsentrasi Ca2+ bebas intraseluler. Pada dasarnya terdapat

dua mekanisme yang dapat menerangkan hal tersebut, yaitu Ca2+ ekstraseluler

berdifusi kedalam intraseluler akibat pembukaan saluran Ca2+ selama fase

plateu pada potensial aksi jantung dan Ca2+ yang dikeluarkan dari cadangan

intraseluler (sarcoplamic reticulum) akibat rangsangan masuknya Ca2+ yang

berasal dari ekstraseluler13,14.

10

Page 11: F1 AF DEDY

Peningkatan Ca2+ dalam intraseluler mengakibatkan adanya ikatan

Ca2+ dengan troponin. Ikatan antara Ca2+ dengan troponin, mengakibatkan

kontraksi otot-otot jantung. Selama kontraksi otot jantung, filamen-filamen

tebal (miosin) dan tipis (aktin) akan saling menggeser untuk memperpendek

tiap sarkomer. Berkurangnya ikatan antara Ca2+ dengan troponin akan

menyebabkan stimulasi proses relaksasi otot jantung. Pada fase ini, Ca2+ yang

tidak berikatan dengan troponin akan disimpan kembali di dalam sarcoplamic

reticulum dan sebagian Ca2+ keluar ke ekstraseluler. Proses keluarnya Ca2+ ke

ekstraseluler terjadi karena adanya pertukaran dengan ion Na2+ yang berada di

ekstraseluler. Kemudian ion Na+ yang telah masuk kedalam intraseluler akan

bertukaran secara aktif dengan ion K+ melalui proses Na+- K+-ATPase13,14.

Gambar 4. Fisiologi kontraksi dan Relaksasi Otot Jantung

b. Sistem Konduksi Jantung

Pada dasarnya yang menyebabkan adanya potensial aksi hingga

menimbulkan kontraktilitas otot jantung adalah adanya impuls atau

rangsangan elektrik. Sistem konduksi jantung terdiri dari nodus sino-atrial,

nodus atrio-ventrikuler, berkas his, berkas cabang kanan-kiri dan serabut

purkinje. Rangsangan atau sinyal elektrik pertama jantung berawal di nodus

sino-atrial (Nodus SA) yang berada di latero-superior atrium kanan.

11

Page 12: F1 AF DEDY

Terjadinya sinyal elektrik pada nodus SA menyebabkan kontraksi dari atrium,

baik atrium kanan ataupun atrium kiri. Kontraksi yang bersamaan antara

atrium kanan dan kiri dipengaruhi oleh penjalaran rangsangan elektrik melalui

traktus inter-atrial yang merupakan cabang dari nodus SA. Nodus SA

memiliki kemampuan mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) tercepat

bila dibandingkan dengan sistem konduksi jantung yang lain, yaitu sebesar

60-100 potensial aksi/menit. Kemampuan ini menyebabkan nodus SA sebagai

pengontrol utama rangsangan elektrik jantung (overdrive pacemaker) dan

mengendalikan sistem konduksi jantung7,9.

Sistem penjalaran rangsangan elektrik harus terkoordinasi dengan baik

untuk menimbulkan proses mekanik atau pemompaan yang efisien. Penjalaran

sinyal elektrik harus memenuhi tiga kriteria, diantaranya adalah :

a. Rangsangan dan kontraksi atrium harus sudah selesai sebelum kontraksi

ventrikel dimulai

b. Rangsangan otot-otot jantung dikoordinasi untuk memastikan setiap

pasangan atrium dan pasangan ventrikel berkontraksi sebagai satu

kesatuan

c. Pasangan atrium dan ventrikel harus saling terkoordinasi sebagai satu

sinsitium.

Sinyal elektrik dari nodus SA kemudian akan diteruskan ke nodus

atrio-ventrikuler (nodus AV). Rangsangan elektrik ini dihantarkan melalui

traktus internodal (internodal anterior, posterior dan medial). Nodus AV

merupakan satu-satunya penghubung sistem konduksi antara atrium dengan

ventrikel. Disamping itu, nodus AV juga mempunyai kemampuan

mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) kedua tercepat, yaitu sebesar 40-

60 potensial aksi/menit. Hal ini memungkinkan nodus SA sebagai pengontrol

dan pengendali sistem konduksi jantung apabila terjadi blok pada rangsangan

elektrik nodus SA. Secara fisiologis, nodus AV sebenarnya memiliki

keterlambatan penjalaran sinyal elektrik, yaitu sebesar 0,08-0,12 detik.

Keterlambatan ini sebenarnya mempunyai fungsi dalam memberikan waktu

12

Page 13: F1 AF DEDY

atrium untuk berkontraksi sempurna dan memberikan waktu dalam proses

mengosongkan voleme atrium ke dalam ventrikel (memberi waktu pengisian

ventrikel), sebelum ventrikel terdepolarisasi dan berkontraksi8,9,10.

Sistem konduksi setelah nodus AV adalah berkas his. Berkas his

sebenarnya dapat dikatakan sebagai sekelompok serabut purkinje yang berasal

dari nodus AV, yang berjalan sepanjang septum interventrikuler menuju ke

ventrikel. Berkas his akan bercabang menjadi dua bagian, yaitu berkas cabang

kanan dan berkas cabang kiri. Berkas cabang kanan (RBB/right bundle

branch) merupakan percabangan dari berkas his. RBB bercabang sebagai

struktur tunggal di lapisan subendokardium di sisi bagian kanan. Kemudian

RBB akan terbagi menjadi tiga cabang, yaitu RBB cabang anterior, posterior

dan lateral. Bagian RBB lateral akan berjalan menuju dinding lateral ventrikel

kanan dan menuju bagian bawah septum interventrikuler, yang kemudian

akan membentuk anyaman purkinje atau serabut purkinje. Berbeda dengan

RBB, berkas cabang kiri (LBB/left bundle branch) mempunyai dua struktur

percabangan. Kedua struktur percabangan LBB ini berjalan di

subendokardium di sisi bagian kiri dan kemudian masing-masing percabangan

akan membentuk suatu struktur bangunan seperti pada percabangan RBB,

yaitu serabut purkinje. Penjalaran sinyal elektrik menuju ventrikel melewati

berkas his dan serabut purkinje berjalan sangat cepat. Disamping itu, serabut

purkinje juga mempunyai peran dalam menjaga keseimbangan koordinasi

kontraktilitas (sinsitium) antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri5,7,9,14.

13

Page 14: F1 AF DEDY

Gambar 5. Sistem Konduksi Jantung

3. Atrial Fibrilasi

a. Definisi

Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang

ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan

frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial

fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial

yang tidak terkoordinasi dan deteriorisasi fungsi mekanik atrium. Keadaan ini

menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung2,5,6.

b. Klasifikasi

Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial

fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu2 :

a. AF deteksi pertama

Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama.

Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF

sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.

b. Paroksismal AF

14

Page 15: F1 AF DEDY

AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode

pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF

jenis ini juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam

waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi.

c. Persisten AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang

dari 7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu

penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali

normal.

d. Kronik/permanen AF

AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada

permanen AF, penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena

dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama sinus yang normal.

Gambar 6. Pola Klasifikasi Atrial Fibrilasi

Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association),

AF juga sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu

AF akut dan AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu

berlangsungnya atau onset yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik

sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari 48 jam.

15

Page 16: F1 AF DEDY

c. Etiologi

Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-

faktor, diantaranya adalah5,6 :

a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium

1. Penyakit katup jantung

2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium

3. Hipertrofi jantung

4. Kardiomiopati

5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor

pulmonal chronic)

6. Tumor intracardiac

b. Proses infiltratif dan inflamasi

1. Pericarditis/miocarditis

2. Amiloidosis dan sarcoidosis

3. Faktor peningkatan usia

c. Proses infeksi

1. Demam dan segala macam infeksi

d. Kelainan Endokrin

1. Hipertiroid

2. Feokromositoma

e. Neurogenik

1. Stroke

2. Perdarahan subarachnoid

f. Iskemik Atrium

1. Infark miocardial

g. Obat-obatan

1. Alkohol

2. Kafein

h. Keturunan/genetik

d. Tanda dan Gejala

16

Page 17: F1 AF DEDY

Pada dasarnya AF, tidak memberikan tanda dan gejala yang khas pada

perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan denyut

jantung, ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik.

Disamping itu, AF juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh

penurunan oksigenisasi darah ke jaringan, seperti pusing, kelemahan,

kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada. Tetapi, lebih dari 90% episode dari AF

tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut7,8,9.

e. Faktor Resiko

Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF, diantaranya

adalah :

a. Diabetes Melitus

b. Hipertensi

c. Penyakit Jantung Koroner

d. Penyakit Katup Mitral

e. Penyakit Tiroid

f. Penyakit Paru-Paru Kronik

g. Post. Operasi jantung

h. Usia ≥ 60 tahun

i. Life Style

f. Patofisiologi

Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan

multiple wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses

depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal,

fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior.

Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava

superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik

yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu potensial aksi

yang dicetuskan oleh nodus SA7,9,14.

Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi

yang berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple

17

Page 18: F1 AF DEDY

wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada

proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal

elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry,

sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode

refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa

dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan

pemendekan periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga

faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan

peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF7,9,14.

Gambar 7. A. Proses Aktivasi Lokal Atrial Fibrilasi dan B. Proses Multiple Wavelets

Reentry Atrial Fibrilasi

g. Penatalaksanaan

Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol

ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan

menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi

merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk AF.

Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang

berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut

jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan

farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik

(Electrical Cardioversion)8,10.

a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)

18

Page 19: F1 AF DEDY

Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk

mencegah adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan adalah

jenis antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat ini

berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh

darah serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai

untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai macam,

diantaranya adalah :

1. Warfarin

Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam

proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau

mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat cepat

diserap hingga mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1

jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan

cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk D), yang kemudian

diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.

2. Aspirin

Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari

trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin

terminal. Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi

endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah

yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi,

penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan

pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah,

terutama faktor II, VII, IX dan X.

b. Mengurangi denyut jantung

Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan

peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis

kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual ataupun

kombinasi.

19

Page 20: F1 AF DEDY

1. Digitalis

Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung

dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung

menjadi lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat

sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini

mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi atrium

yang abnormal.

2. β-blocker

Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem

saraf simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk

meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan

berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.

3. Antagonis Kalsium

Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas

jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam

intraseluler melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.

c. Mengembalikan irama jantung

Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat

dilakukan untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya,

kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk

mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada

dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi

(Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical

Cardioversion).

1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)

a. Amiodarone

b. Dofetilide

c. Flecainide

20

Page 21: F1 AF DEDY

d. Ibutilide

e. Propafenone

f. Quinidine

2. Electrical Cardioversion

Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua

pelat logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari terapi

listrik ini adalah mengembalikan irama jantung kembali normal atau

sesuai dengan NSR (nodus sinus rhythm).

3. Operatif

a. Catheter ablation

Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan

sayatan pada daerah paha. Kemudian dimasukkan kateter kedalam

pembuluh darah utma hingga masuk kedalam jantung. Pada bagian

ujung kateter terdapat elektroda yang berfungsi menghancurkan

fokus ektopik yang bertanggung jawab terhadap terjadinya AF.

b. Maze operation

Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter ablation,

tetapi pada maze operation, akan mengahasilkan suatu “labirin”

yang berfungsi untuk membantu menormalitaskan system

konduksi sinus SA.

c. Artificial pacemaker

Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang

ditempatkan di jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan

denyut jantung.

h. Pembahasan

AF sebenarnya merupakan bagian dari aritmia, yaitu suatu keadaan

abnormalitas dari irama jantung yang ditandai dengan pola pelepasan sinyal

elektrik yang sangat cepat dan berulang. Keadan ini secara umum bisa

21

Page 22: F1 AF DEDY

diakibatkan oleh gangguan potensial aksi, gangguan konduksi ataupun bisa

gangguan dari keduanya. Pada AF, gangguan terjadi pada ketidakteraturan

irama jantung dan peningkatan denyut jantung. Secara umum, gangguan AF

dapat dikatakan sebagai takikardi, karena denyut jantung pada AF mencapai

lebih dari 100x/menit. Takikardi sendiri dapat dikategorikan menjadi dua,

yaitu takikardi supraventrikuler dan takikardi ventrikuler. AF merupakan

takikardi supraventrikuler, dimana gangguan potensial aksi ataupun konduksi

berasal dari sistem konduksi diatas berkas HIS, yang meliputi nodus SA,

nodus AV dan berkas HIS sendiri. Sedangkan takikardi ventrikuler lebih

disebabkan tidak hanya dari sistem konduksi serabut purkinje, tetapi peran

takikardi supraventrikuler juga bisa menyebabkan takikardi ventrikuler.

Takikardi supravenrikuler tidak hanya AF, tetapi meliputi ekstrasistol

atium, flutter atrium dan takikardi supraventrikuler. Pada AF, mekanisme

terjadinya melalui 2 proses, yaitu aktivasi lokal atau multiple wavelets reentry.

Pada aktivasi lokal lebih didominasi karena adanya fokus ektopik pada vena

pulmonalis superior, sedangkan multiple wavelets reentry lebih cenderung

disebabkan oleh pembesaran atrium, pemendekan periode refractory dan

penurunan kecepatan konduksi. Selain itu, sebenarnya masih ada faktor lain

yang mempengaruhi terjadinya AF, yaitu detak jantung prematur, aktivitas

saraf otonom, iskemik atrium, konduksi anisotropik dan peningkatan usia.

Terjadinya AF akan menimbulkan disfungsi hemodinamik jantung,

yaitu hilangnya koordinasi aktivitas mekanik jantung, ketidakteraturan respon

ventrikel dan ketidakteraturan denyut jantung. Ketiga hal ini akan

berpengaruh pada penurunan cardiac output, karena kontraksi jantung tidak

sempurna walaupun terjadi proses depolarisasi yang berulang. Hilangnya

koordinasi proses mekanik lebih disebabkan karena cepat dan seringnya

depolarisasi. Depolarisasi yang cepat dan berulang pada AF mempunyai sifat

yang tidak sempurna, sehingga proses kontraktilitas jantung juga tidak bisa

maksimal. Selain itu, peningkatan depolarisasi dan denyut jantung pada

atrium akan direspon secara fisiologis oleh ventrikel dengan penurunan

22

Page 23: F1 AF DEDY

denyut jantung. Hal ini bertujuan untuk mengurangi peningkatan potensial

aksi pada atrium yang menyebabkan ketidakteraturan penerimaan denyut pada

ventrikel. Penurunan denyut pada ventrikel terjadi karena proses fisiologis

yang diperankan oleh sistem nodus AV. Nodus AV akan memperantarai

proses ini dengan meningkatkan kinerja sistem saraf parasimpatis dan

menurunkan kinerja saraf simpatis pada sistem konduksi AV. Sedangkan

untuk ketidakteraturan denyut jantung akibat AF, memang diakibatkan dari

peningkatan depolarisasi dan masuknya sinyal elektrik secara berulang-ulang.

Efek dari terjadinya AF disamping ketidakteraturan denyut jantung

dan peningkatan denyut jantung, tromboembolisme juga merupakan efek yang

berbahaya pada jantung akibat dari AF. Tromboembolisme terjadi akibat dari

3 faktor, yaitu statis, disfungi endotel dan hiperkoagulasi. Mekanisme ini

terjadi dari statis dan kerusakan endotel darah akibat kontraksi dan aliran

darah yang tidak sempurna. Selain itu adanya hiperkoagulasi meningkatkan

adanya proses bekuan darah yang merupakan bagian penyebab dari

tromboembolisme.

23

Page 24: F1 AF DEDY

BAB III

PERENCANAAN

Pencegahan dan Penanggulangan Atrial Fibrilasi (AF) pada pasien adalah

dengan memberikan penyuluhan mengenai Atrial Fibrilasi dengan materi antara lain

penegertian, penyebab, pencegahan, pengenalan tanda-tanda, dan penanganan segera.

Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan irama

jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan menghindari/mencegah adanya

komplikasi tromboembolisme.

Rencana Tindakan :

1. Penyuluhan kepada orang dewasa mengenai penegertian, penyebab, pencegahan,

pengenalan tanda-tanda, dan penanganan segera AF.

2. Melatih memeriksa nadi dan menegenali tanda-tanda nadi yang tidak teratur.

3. Memberikan penyuluhan mengenai tanda-tanda bahaya yang dapat terjadi pada

AF dan segera mencari pertolongan medis.

4. Memberikan penyuluhan tentang faktor-faktor resiko yang dapat meningkatkan

kejadian AF seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner,

Penyakit Katup Mitral, Penyakit Tiroid, Penyakit Paru-Paru Kronik, Post.

Operasi jantung, Usia ≥ 60 tahun, dan Life Style.

24

Page 25: F1 AF DEDY

BAB IV

PELAKSANAAN

Proses intervensi yang dapat dilakukan pada keluarga dan pasien dengan

atrial fibrilasi harus mencakup berbagai aspek berikut:

4.1 Edukasi

Edukasi ini dilakukan kepada pasien dan keluarganya. Edukasi mencakup hal-

hal di bawah ini:

- Menjelaskan apa saja yang menjadi faktor resiko atrial fibrilasi, dengan

demikian diharapkan dengan mengetahui dan mengendalikan faktor resiko

tersebut.

- Peran keluarga

Karena pengobatan atrial fibrilasi memerlukan pengobatan jangka panjang,

diperlukan kerjasama antara pasien dan keluarganya (mengingatnya selalu

siap sedia obat untuk mengatasi serangan AF)

4.2 Medikamentosa

Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol

ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan

menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme.

a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme) Warfarin, Aspirin

b. Mengurangi denyut jantung Digitalis, β-blocker, Antagonis Kalsium

c. Mengembalikan irama jantung

a. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia) seperti :

Amiodarone, Dofetilide, Flecainide, Ibutilide, Propafenone,

Quinidine

b. Electrical Cardioversion

c. Operatif : Catheter ablation, Maze operation, Artificial pacemaker

25

Page 26: F1 AF DEDY

BAB V

MONITORING DAN EVALUASI

5.1 Monitoring dan Evaluasi

Monitoring yang dapat dilakukan terhadap pasien adalah dengan mengamati

tanda dan gejala AF. Pada dasarnya AF tidak memberikan tanda dan gejala yang khas

pada perjalanan penyakitnya. Umumnya gejala dari AF adalah peningkatan denyut

jantung, ketidakteraturan irama jantung dan ketidakstabilan hemodinamik. Disamping

itu, AF juga memberikan gejala lain yang diakibatkan oleh penurunan oksigenisasi

darah ke jaringan, seperti pusing, kelemahan, kelelahan, sesak nafas dan nyeri dada.

Tetapi, lebih dari 90% episode dari AF tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut.

Evaluasi terhadap pengobatan umumnya memerlukan pengawasan yang

teratur dari tenaga kesehatan yaitu dokter ahli jantung.

5.2 Pengambilan Kesimpulan

- Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang ditandai

dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi

denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit.

- Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi

dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu AF deteksi pertama, paroksismal AF,

persisten AF dan kronik/permanen AF.

- Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple

wavelet reentry.

a. Aktivasi lokal merupakan mekanisme AF yang berasal dari fokus ektopik

yang dominan (vena pulmonalis superior), dimana fokus ektopik ini

menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi aktivitas potensial aksi

nodus SA pada atrium.

b. Multiple wavelet reentry merupakan proses potensial aksi yang berulang-

ualng, melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi, tidak tergantung pada adanya

26

Page 27: F1 AF DEDY

fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal dan dipengaruhi oleh

pembesaran atrium, pemendekan periode refractory serta penurunan

kecepatan konduksi.

- Terjadinya AF akan menimbulkan disfungsi hemodinamik jantung, yaitu

hilangnya koordinasi aktivitas mekanik jantung, ketidakteraturan respon

ventrikel dan ketidakteraturan denyut jantung.

- Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol ketidakteraturan

irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung dan

menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme.

27

Page 28: F1 AF DEDY

PENUTUP

Demikianlah yang dapat penulis paparkan tentang Atrial Fibrilasi. Penulis

menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kelemahan dalam karya tulis ilmiah

ini. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan referensi tang dibutuhkan.

Akhir kata dengan segala kekurangan yang penulis miliki, maka saran dan

kritik yang bersifat membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya.

Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermafaat bagi penulis khususnya, dan bagi

pembaca pada umumnya.

28

Page 29: F1 AF DEDY

DAFTAR PUSTAKA

1. Wyndham CRC (2000). "Atrial Fibrillation: The Most Common arrhythmia".

Texas Heart Institute Journal 27 (3): 257-67.

2. "Atrial Fibrillation (for Professionals)". American Heart Association, Inc. 2008-

12-04. Archived from the original on 2009-03-28.

3. Fuster V, Rydén LE, Cannom DS, et al. (2006). "ACC/AHA/ESC 2006

Guidelines for the Management of Patients with Atrial Fibrillation: a report of the

American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on

Practice Guidelines and the European Society of Cardiology Committee for

Practice Guidelines (Writing Committee to Revise the 2001 Guidelines for the

Management of Patients With Atrial Fibrillation): developed in collaboration with

the European Heart Rhythm Association and the Heart Rhythm Society".

Circulation 114 (7): 257–354.

4. Friberg J, Buch P, Scharling H, Gadsbphioll N, Jensen GB. (2003). "Relationship

between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patients with

nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter".Circulation Journal 67 (1):

68–72.

5. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse K ( January 2003). “Relationship

between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with

nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter”. Circulation Journal 67.

6. Sanfilippo AJ, Abascal VM, Sheehan M, Oertel LB, Harrigan P, Hughes RA dan

Weyman AE (1990). "Atrial enlargement as a consequence of atrial fibrillation A

prospective echocardiographic study" . Circulation 82 (3): 792–7.

7. Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalaml.

Ed.3. Jakarta. EGC, 1522-27.

8. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial fibrillation

mortality: United States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol. 155 (9): 819–26.

29

Page 30: F1 AF DEDY

9. Blackshear JL, Odell JA (February 1996). "Appendage obliteration to reduce

stroke in cardiac surgical patients with atrial fibrillation". Ann. Thorac. Surg. 61

(2): 755–9.

10. Wolf PA, Dawber TR, Thomas HE, Kannel WB (1978). "Epidemiologic

assessment of chronic atrial fibrillation and risk of stroke: the Framingham

study". Neurology 28 (10): 973–7.

11. Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: 287-305.

12. Ganong William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC: 682-

712.

13. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson (2000). Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit) Buku 2, Edisi 4. EGC: 770-89, 813-93.

14. Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC:

1418-87.

30