laporan pelilinan pada produk pasca panen

14
UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN LAPORAN PRAKTIKUM NAMA : AJENG WIDYANINGRUM NIM : 111510501111 GOLONGAN / KELOMPOK : RABU SORE / 6 ANGGOTA : RUDI HARTONO (111510501117) ACARA : PELAPISAN LILIN DAN PENYIMPANAN PADA SUHU RENDAH PRODUK HORTIKULTURA TANGGAL PRAKTIKUM : 2012 TANGGAL PENYERAHAN : 6 DESEMBER 2012

Upload: ajeng-widy

Post on 06-Aug-2015

802 views

Category:

Documents


26 download

DESCRIPTION

Pelilinan pada buah dan sayur

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pelilinan pada Produk Pasca Panen

UNIVERSITAS JEMBERFAKULTAS PERTANIANJURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

LAPORAN PRAKTIKUM

NAMA : AJENG WIDYANINGRUM

NIM : 111510501111

GOLONGAN / KELOMPOK : RABU SORE / 6

ANGGOTA : RUDI HARTONO (111510501117)

ACARA : PELAPISAN LILIN DAN PENYIMPANAN

PADA SUHU RENDAH PRODUK

HORTIKULTURA

TANGGAL PRAKTIKUM : 2012

TANGGAL PENYERAHAN : 6 DESEMBER 2012

Page 2: Laporan Pelilinan pada Produk Pasca Panen

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata

pencaharian sebagai petani. Tanaman sayuran merupakan salah satu komoditas

pertanian yang banyak dibudidayakan oleh petani Indonesia. Produksi sayuran di

Indonesia merupakan yang terbesar ketiga setelah Australia dan Cina dengan pr

oduksi sayuran pada tahun 2000 sebesar 7.072.136 ton (BPS 2007).

Hortikultura, terutama sayuran merupakan sumber provitamin A, vitamin C,

dan mineral dan terutama dari kalsium dan besi. Selain hal tersebut sayuran juga

merupakan sumber serat yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh.

Sayuran juga dapat memberikan kepuasan terutama dari segi warna dan

teksturnya. Disisi lain sayuran adalah hasil pertanian yang apabila selesai dipanen

tidak ditangani dengan baik akan segera rusak.

Di indonesia kehilangan buah-buahan cukup tinggi, 25 - 40 %. untuk

menghasilkan buah-buahan dengan kualitas yang baik, disamping ditentukan oleh

perlakuan selama penanganan on-farm, ditentukan juga oleh faktor penanganan

pasca panen yang secara umum mulai dari pemanenan, pengumpulan, sortasi,

pembersihan dan pencucian, grading, pengemasan, pemeraman, penyimpanan dan

pengangkutan.

Komoditas sayuran harus sesegera mungkin diberi penanganan pasca panen

agar kualitasnya tetap terjaga dan memperkecil berbagai bentuk kehilangan.

Secara spesifik penanganan pasca panen terhadap sayuran meliputi pencucian,

perbaikan bentuk kulit permukaan ( curing ), sortasi, penghilangan warna hijau

( degreening ), pelilinan, pengemasan, dan pendinginan.

Perlakuan dengan menggunakan lilin atau emulsi lilin buatan pada produk

hortikultura yang mudah busuk yang disimpan telah banyak dilakukan. Tujuan

pelilinan pada produk yang disimpan ini terutama adalah untuk mengambat

sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga produk yang disimpan tidak

cepat kehilangan berat karena adanya proses transpirasi.

Page 3: Laporan Pelilinan pada Produk Pasca Panen

Lilin yang digunakan adalah lilin alami sehingga buah dapat dimakan

langsung tanpa perlu menghilangkan lapisan lilin tersebut. CMC adalah salah satu

zat yang umum digunakan pada bahan makanan sebagai zat pengemulsi yang

memenuhi syarat sebagai bahan lilin alami tersebut.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini antara lain:

1. Memahami kegunaan dari pelapisan lilin pada produk hortikultura.

2. Mampu melaksanakan prosedur pelapisan lilin dan penyimpanan pada suhu

rendah produk hortikultura.

3. Mampu melakukan analisis pengaruh pelapisan lilin dan penyimpanan suhu

rendah terhadap kemunduran mutu produk hortikultura.

Page 4: Laporan Pelilinan pada Produk Pasca Panen

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam hidupnya, buah akan mengalami tiga tahap perkembangan yaitu

tahap pertumbuhan (growth), tahap pema-sakan atau dewasa (maturasion) dan

tahap penuaan atau lewat masak (senescence). Perkembangan dan pertumbuhan

buah se-penuhnya terjadi pada saat buah masih berada di pohon, tetapi

pematangan dan penuaan dapat terjadi baik sebelum mau-pun setelah buah

dipetik (Santosa dan Halopi, 2011).

Secara umum mutu buah ditentukan oleh beberapa persyaratan mutu

yaitu ukuran, warna, bentuk, kondisi, tekstur, citarasa (flavor) dan nilai

nutrisi. Mutu buah yang baik diperoleh bila pemungutan hasilnya dilakukan pada

tingkat kemasak-an yang tepat. Buah yang belum masak, bila dipungut akan

menghasilkan mutu yang rendah dan proses pematangan yang tidak teratur.

(Santosa dan Halopi, 2011).

Kerusakan tersebut dapat diperlambat dengan menghambat proses respirasi.

Proses respirasi dapat dihambat dengan membatasi buah tersebut untuk kontak

dengan oksigen (Sudjata,dkk, 1996). Salah satu cara untuk mempertahankan mutu

dan kesegaran produk hortikultura adalah dengan melapisi buah dengan lilin.

Pelapisan lilin dengan kepekatan dan ketebalan yang sesuai dapat menghindarkan

keadaan aerobik pada buah dan memberikan perlindungan yang diperlukan

terhadap luka dan goresan pada permukaan buah (Pantastico, 1986). Pelapisan

kulit buah dengan emulsi lilin yang dikenal dengan istilah edible film adalah

lapisan tipis yang menyatu dengan bahan pangan, layak dima-kan dan dapat

diuraikan oleh mikroorga-nisme. Edible film dibentuk sebagai pelapis pada

permukaan bahan makanan atau bagian bahan yang berbeda aktivitas airnya.

Edible film berfungsi untuk menghambat absorbsi atau transfer uap air dan gas

seperti CO2 dan O2, memperbaiki struktur mekanika bahan pangan dan sebagai

bahan tambahan pangan yang memberi efek antioksidan, antimikrobia dan flavour

(Rachmawati, 2010).

Beberapa syarat yang diperlukan untuk lilin sebagai bahan pelapis antara

lain: tidak mempengaruhi bau dan rasa buah yang dilapisi, mudah kering, tidak

Page 5: Laporan Pelilinan pada Produk Pasca Panen

mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal,

murah harganya, dan tidak beracun (Furness, 1997).

Bahan yang dipakai dalam pelilinan adalah yang bersifat pengemulsi

( emulsifier) yang berasal dari campuran tidak larut lilin-air dan yang lainnya

adalah larutan lilin-air ( solvent wax). Bahan yang bersifat pengemulsi ini lebih

banyak digunakan kerena lebih tahan terhadap perubahan suhu dibandingkan

dengan larutannya yang mudah terbakar. Selain itu, penggunaan emulsi lilin-air

tidak mengharuskan dilakukannya pengeringan buah terlebih dahulu setelah

proses pencucian. Untuk menjaga buah dari serangan mikroba maka kedalam

emulsi lilin-air dapat ditambahkan bakterisida atau fungisida. Jenis-jenis emulsi

lilin air yang biasa digunakan antara lain adalah lilin tebu ( sugarcane wax), lilin

karnauba ( carnauba wax ), terpen resin termoplastik, shellac, sedangkan

emulsifier yang banyak digunakan adalah tri-etanolamin dan asam oleat.

Ada beberapa cara pelilinan dengan memakai emusi lilin-air pada

sayuran buah adalah dengan cara pembusaan ( foaming ), penyemprotan

( spraying ), pencelupan ( dipping), atau dengan cara disikat (brushing ). Cara

yang paling banyak digunakan adalah dengan cara pembusaan dan penyikatan

karena pengerjaannya lebih mudah dan praktis (Samad,2006).

Page 6: Laporan Pelilinan pada Produk Pasca Panen

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum Teknologi Panen dan Pasca Panen dengan judul “Modifikasi

Atmosfer dengan Pengemasan Untuk Produk Hortikultura” dilaksanakan pada

hari kamis, tanggal 2012 pukul 15.30 di Jurusan Budidaya Pertaniaan Universitas

Jember.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

1. Ruang pendingin

3.2.2 Bahan

1. Buah Tomat

2. Buah Pisang

3. Timun

4. Plastik LDPE

3.3 Cara Kerja

1. Memilih salah satu jenis buah dan sayuran daun sebagai bahan percobaan.

2. Mengemas bahan dengan jumlah atau berat tertentu dengan plastik LDPE

dengan kedua ketebalan berbeda.

3. Mengecek kebocoran udara pada bagian sambungan kemasan plastik.

4. Menempatkannya pada suhu dingin dan suhu kamar.

5. Mengulang perlakuan tersebut sebanyak dua kali.

6. Mengamati perubahan mutu bahan percobaan selama periode penyimpanan.

Page 7: Laporan Pelilinan pada Produk Pasca Panen

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.2 Pembahasan

Berdasarkan praktikum dan pengamatan yang telah dilakukan, terbukti

bahwa penyimpanan produk hortikultura yang dilapisi lilin lebih tahan terhadap

pembusukan dari pada yang tidak dilapisi lilin. Perubahan warna dan struktur

produk yang dilapisi lilin juga lebih baik dari pada yang tidak dilapisi lilin. Warna

pada produk yang dilapisi lilin bahkan ada yang tidak berubah selama

penyimpanan. Begitu juga dengan struktur produk. Struktur produk yang dilapisi

lilin tetap keras selama masa penyimpanan.Hal ini sesuai dengan jurnal oleh

Hasbullah (2008), mengatakan bahwa pelapisan lilin selain dapat berfungsi untuk

mencegah hilangnya air dari komoditi dan mengatur kebutuhan oksigen untuk

respirasi, pelapisan lilin juga berfungsi sebagai pelindung dari kontaminasi

mikroorganisme perusak dan penutup luka/goresan pada permukaan buah serta

mengkilapkan permukaan buah.

CMC adalah ester polimer selulosa yang larut dalam air dibuat dengan

mereaksikan Natrium Monoklorasetat dengan selulosa basa. Natrium

Page 8: Laporan Pelilinan pada Produk Pasca Panen

karboxymethyl selulosa merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas

oleh industri makanan adalah garam Na karboxyl methyl selulosa murni kemudian

ditambahkan Na kloroasetat untuk mendapatkan tekstur yang baik. Selain itu juga

digunakan untuk mencegah terjadinya retrogradasi dan sinetesis pada bahan

makanan. Adapun reaksi pembuatan CMC adalah sebagai berikut:

ROH + NaOH R-ONa + HOH

R-ONa + Cl CH2COONa RCH2COONa + NaCl

Carboxy Methyl Cellulose (CMC) merupakan turunan selulosa yang mudah

larut dalam air. Oleh karena itu CMC mudah dihidrolisis menjadi gulagula

sederhana oleh enzim selulase dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol oleh

bakteri.Carboxy Methyl Cellulose (CMC) adalah turunan dari selulosa dan ini

sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik.

Fungsi CMC ada beberapa terpenting, yaitu sebagai pengental, stabilisator,

pembentuk gel,sebagai pengemulsi, dan dalam beberapa hal dapat merekatkan

penyebaran antibiotik. Penggunaan CMC di Indonesia sebagai bahan penstabil,

pengental, pengembang, pengemulsi dan pembentuk gel dalam produk pangan

khususnya sejenis sirup yang diijinkan oleh Menteri Kesehatan RI, diatur menurut

PP. No. 235/ MENKES/ PER/ VI/ 1979 adalah 1-2%. Sebagai pengemulsi, CMC

sangat baik digunakan untuk memperbaiki kenampakan tekstur dari produk

berkadar gula tinggi. Sebagai pengental, CMC mampu mengikat air sehingga

molekul-molekul air terperangkap dalam struktur gel yang dibentuk oleh CMC.

Page 9: Laporan Pelilinan pada Produk Pasca Panen

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan kegiatan praktikum serta pengamatan yang telah dilakukan,

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Produk hortikultura yang disimpan dengan perlakuan dilapisi lilin lebih tahan

lama daripada yang tidak dilapisi lilin. Hal ini dikarenakan pelapisan lilin

berfungsi sebagai pencegah hilangnya air dari komoditi, mengatur kebutuhan

oksigen, pelindung dari kontaminasi mikroorganisme perusak, penutup

luka/goresan pada permukaan produk, dan mengkilapkan permukaan buah.

2. CMC adalah ester polimer selulosa yang larut dalam air dibuat dengan

mereaksikan Natrium Monoklorasetat dengan selulosa basa.

5.2 Saran

Opo saran’e?

Page 10: Laporan Pelilinan pada Produk Pasca Panen

DAFTAR PUSTAKA

Furness, C. 1997. How to Make Beeswax Candles. British Bee Publ.: Geddington, UK.

Hasbullah, dkk. 2008. Lama Pemanasan Metode Vapor Heat Treatment (VHT) dan Pelilinan untuk Mempertahankan Mutu Pepaya Selama Penyimpanan. Jurnal Keteknikan Pertanian. Vol XXII (1) : 41-46.

Pantastico, ErB. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Rachmawati, M. 2010. Kajian Sifat Kimia Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw) dengan Pelapisan Khitosan Selama Penyimpanan untuk Memprediksi Masa Simpannya. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol VI (1) : 20-24.

Rukmana, R. 1997. Budidaya Alpukat. Kanisius: Yogyakarta.

Sihombing, DTH. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Suhaidi, I. 2008. Pelapisan Lilin Lebah untuk Mempertahankan Mutu Buah Selama Penyimpanan. Jurnal Penelitian Rekayasa. Vol I (1) : 47-50.