pasca panen nilam

20
111 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam PASCA PANEN NILAM Ma’mun Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 I. PEMANENAN Panen nilam dilakukan pada saat umur tanaman 6-8 bulan (panen pertama) dan umur 3-4 bulan panen berikutnya. Batang nilam dipotong, sebaiknya menggunakan gunting setek, ukuran potongan 15-20 cm di atas permukaan tanah dengan meninggalkan 1 batang utama. Terna nilam yang sudah dipanen dibersihkan dari bahan lain seperti rumput dan tanah. II. PENANGANAN BAHAN 2.1. Pengeringan Tujuan pengeringan adalah mengurangi kandungan air di dalam bahan. Pada proses pengeringan sebagian besar air dalam terna menguap dan meninggalkan ruang kosong pada bahan. Akibat adanya ruang kosong ini maka jaringan bahan mengkerut dan sel minyak pecah sehingga minyak mudah keluar pada proses penyulingan. Penyulingan daun segar tidak dianjurkan karena rendemen minyak yang dihasilkan rendah. Sel-sel yang mengandung minyak sebagian terdapat di permukaan dan sebagian lagi di bagian dalam dari daun. Pada penyulingan daun segar hanya didapat minyak yang berada di permukaan saja. Pengeringan akan memberikan rendemen minyak yang lebih besar karena dinding-dinding sel lebih mudah ditembus uap. Pengeringan dilakukan dengan cara menghamparkan terna nilam di atas lantai jemur yang dibuat dari semen, atau alas tikar atau menggunakan rak bambu. Hamparan/lapisan terna nilam tidak terlalu tebal (maksimum 20 cm). Selama penjemuran, terna nilam harus dibulak-balik agar

Upload: a3pelawi

Post on 14-May-2017

295 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: PASCA PANEN NILAM

111 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

PASCA PANEN NILAM

Ma’mun

Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111

I. PEMANENAN

Panen nilam dilakukan pada saat umur tanaman 6-8 bulan (panen

pertama) dan umur 3-4 bulan panen berikutnya. Batang nilam dipotong,

sebaiknya menggunakan gunting setek, ukuran potongan 15-20 cm di atas

permukaan tanah dengan meninggalkan 1 batang utama. Terna nilam yang

sudah dipanen dibersihkan dari bahan lain seperti rumput dan tanah.

II. PENANGANAN BAHAN

2.1. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah mengurangi kandungan air di dalam

bahan. Pada proses pengeringan sebagian besar air dalam terna menguap

dan meninggalkan ruang kosong pada bahan. Akibat adanya ruang kosong

ini maka jaringan bahan mengkerut dan sel minyak pecah sehingga minyak

mudah keluar pada proses penyulingan. Penyulingan daun segar tidak

dianjurkan karena rendemen minyak yang dihasilkan rendah. Sel-sel yang

mengandung minyak sebagian terdapat di permukaan dan sebagian lagi di

bagian dalam dari daun. Pada penyulingan daun segar hanya didapat

minyak yang berada di permukaan saja. Pengeringan akan memberikan

rendemen minyak yang lebih besar karena dinding-dinding sel lebih mudah

ditembus uap.

Pengeringan dilakukan dengan cara menghamparkan terna nilam di

atas lantai jemur yang dibuat dari semen, atau alas tikar atau menggunakan

rak bambu. Hamparan/lapisan terna nilam tidak terlalu tebal (maksimum 20

cm). Selama penjemuran, terna nilam harus dibulak-balik agar

Page 2: PASCA PANEN NILAM

112 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

pengeringannya merata. Penjemuran dilakukan sampai kadar air dalam

terna nilam mencapai 12-15%, ditandai dengan warna daun nilam menjadi

abu-abu kehijaun dan timbulnya aroma minyak nilam yang lebih tajam.

Lama penjemuran yang memadai adalah 2 kali (hari) masing-masing

selama 5 jam. Hasil penelitian Balittro menunjukkan bahwa pengeringan

terna nilam selama 5 jam yang dilakukan selama 2 hari berturut-turut

menghasilkan kadar minyak terbesar dan kadar patchouli alkohol yang

cukup tinggi (Tabel 1). Penjemuran dapat pula dikombinasikan dengan

pengering-anginan (pelayuan). Penjemuran selama 2 jam yang diikuti

dengan pengering-anginan selama 9 hari menghasilkan minyak lebih tinggi,

hanya waktunya lebih lama (Tabel 2).

Tabel 1. Pengaruh cara pengeringan terhadap kadar dan mutu minyak nilam

Cara pengeringan Kadar

minyak (%)

Kadar patchouli alcohol

(%)

Dijemur 2 hari @ 5 jam

Dijemur 2 hari @ 7 jam Dijemur 2 jam dan dilayukan 7 hari

3,75

2,65 2,52

31,58

33,52 32,93

Sumber : Hobir et al. (2003)

Tabel 2. Pengaruh cara pengeringan terna terhadap rendemen dan kadar patchouli alkohol minyak nilam.

Cara pengeringan Rendemen minyak

**) (%, v/b)

Kadar patchouli

alkohol (%)

Dijemur (jam)

Dilayukan (hari)

2 3

6 9

4,51

5,23 6,39

33,9

34,2 35,1

4 3

6 9

4,36

4,51 5,20

30,0

31,4 35,1

6 3

6 9

3,99

5,18 5,49

28,4

31,4 36,2

*) daun tanpa cabang dan batang. **) berdasarkan terna kering Sumber: Hernani dan Risfaheri (1989)

Page 3: PASCA PANEN NILAM

113 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Pada tabel 2, rendemen minyak yang dihasilkan lebih tinggi, hal ini

disebabkan bahan yang digunakan hanya terdiri dari daun nilam, tanpa

cabang dan batang.

Selama pengeringan, sebagian daun nilam ada yang rontok, daun-

daun tersebut harus diikut sertakan dalam penyulingan. Pengeringan perlu

mendapat perhatian karena akan menentukan mutu minyaknya. Lama

pengeringan sangat ditentukan oleh intensitas sinar matahari, tempat

penjemuran dan tebal lapisan bahan yang dijemur.

a. Perajangan

Terna nilam terdiri dari batang, cabang, ranting dan daun nilam.

Seluruh bagian terna nilam harus dimasukkan ke dalam ketel suling. Tujuan

perajangan adalah untuk meratakan distribusi bahan dalam ketel suling

sehingga dapat dicegah terjadinya jalur uap dalam ketel suling sehingga

aliran uap dapat merata di dalamnya. Perajangan terna juga dapat

meningkatkan daya muat tangki suling. Untuk tangki suling kapasitas kecil

perajangan terna sangat dianjurkan, tetapi pengaruhnya relatif kecil dalam

usaha meningkatkan rendemen minyak. Perajangan bisa dilakukan dengan

menggunakan golok atau alat pemotong. Ukuran panjang rajangan sekitar

5 – 10 cm. Komposisi antara batang dan daun nilam akan berpengaruh

terhadap minyak yang dihasilkan. Pada Tabel 3 dapat dilihat pengaruh

perbandingan bobot batang dan daun dalam terna terhadap rendemen

minyak hasil penyulingan. Dari tabel tersebut terlihat bahwa semakin besar

persentase bobot batang dan ranting dalam terna akan semakin rendah

rendemen minyak hasil penyulingan. Perbandingan yang baik antara batang

dan daun adalah 33% batang dan 66% daun atau 1 : 2.

Hal ini disebabkan kandungan minyak dalam batang, cabang atau

ranting jauh lebih kecil (0,4 - 0,5%) dibandingkan dalam daun (5 - 6%).

Page 4: PASCA PANEN NILAM

114 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Tabel 3. Pengaruh bobot batang dan ranting nilam dalam terna terhadap

rendemen minyak

Bobot batang dan ranting

(%)

Rendemen minyak *)

(%, v/b)

33 50

60 67

3,03 2,56

2,05 1,85

Sumber: Rusli (2002) *) Berdasarkan terna kering. .

III. PENYULINGAN

a. Teori dasar penyulingan Penyulingan minyak atsiri adalah suatu proses pengambilan

(pemisahan) minyak dari bahannya dengan bantuan uap air. Pemisahan

minyak tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan titik didih (tekanan

uap) di antara komponen-komponen bahan. Di dalam alat suling terdapat

minyak dan air, dimana keduanya bersifat tidak dapat bercampur.

Hubungan antara air dan minyak pada penyulingan dapat dinyatakan dalam

persamaan matematik sebagai berikut :

B

B

A

B

AA Wx

M

Mx

P

PW

Dimana : A = minyak. B = air

WA dan WB = berat komponen A dan B dalam kondensat

MA dan MB = berat molekul zat/cairan A dan B

PA dan PB = tekanan uap bagian A dan B

Dari persamaan di atas, akan dapat diperkirakan jumlah uap air yang

diperlakukan untuk menyuling suatu bahan jika tekanan dan berat molekul

masing-masing komponen/cairan diketahui pada suhu penyulingan. Dengan

mengetahui kadar minyak dalam bahan dan melalui persamaan di atas,

maka kebutuhan uap air yang diperlukan pada proses penyulingan dapat

diketahui.

Page 5: PASCA PANEN NILAM

115 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Minyak atsiri bersifat mudah menguap, yang terdiri dari campuran zat

atau senyawa kimia yang mudah menguap, dengan komposisi dan titik didih

yang berbeda-beda. Dengan demikian, berdasarkan persamaan matematik

di atas dapat dirancang kondisi penyulingan (lama penyulingan, suhu dan

tekanan) yang diperlukan.

b. Jenis-Jenis Penyulingan

Pada umumnya penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan

3 cara:

1. Penyulingan dengan cara direbus, bahan terendam di dalam air.

2. Penyulingan secara dikukus, pada sistem ini bahan berada pada jarak

tertentu di atas permukaan air.

3. Penyulingan dengan uap langsung dimana bahan berada dalam ketel

suling dan uap air dialirkan dari ketel uap ke bagian bawah ketel

suling.

Untuk minyak nilam, cara penyulingan yang dianjurkan adalah cara

(2) dan (3), tergantung pada kondisi (modal, areal pertanaman dan situasi

lapang). Kapasitas tangki suling umumnya dinyatakan dalam volume,

misalnya dalam liter. Kerapatan (bulk density) terna nilam kering berkisar

antara 90 - 120 g/liter, tergantung dari persentase daun dan kadar airnya.

c. Peralatan Penyulingan

c.1. Alat penyulingan cara dikukus

Bagian utama dari alat penyulingan ini adalah tungku pemanas, tangki

suling, pendingin dan pemisah/penampung minyak (Gambar 1). Kapasitas

ketel suling untuk cara ini sebaiknya hanya sampai 150 kg terna kering atau

sekitar 1.600 liter volume efektif. Hal ini disebabkan kecepatan penyulingan

umumnya rendah karena untuk menguapkan air hanya alas ketel suling saja

yang dapat dipanaskan. Seperti diketahui sampai batas tertentu makin besar

kecepatan penyulingan makin banyak minyak yang akan tersulingkan. Nilai

maksimum kadar minyak nilam dalam destilat adalah 0,12 - 0,13%. Untuk

meningkatkan kecepatan penyulingan, gas hasil pembakaran sebelum

Page 6: PASCA PANEN NILAM

116 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

dibuang melalui cerobong pembuangan, terlebih dahulu dialirkan melalui

pipa ke dalam air di bagian bawah ketel suling sehingga panasnya dapat

dipakai untuk menguapkan air lagi. Disamping itu kecepatan penyulingan

juga dipercepat, jika alat penyuling diperlengkapi dengan sistem kohobasi,

dimana kondensat sesudah dipisah dari minyak pada pemisah/ penampung

minyak dikembalikan lagi ke dalam ketel penyuling.

Pada penyulingan dengan sistem kohobasi jumlah air penyulingan

yang dipakai relatif sedikit karena kondensat sesudah dipisahkan minyaknya

dalam penampung minyak, air secara otomatis dikembalikan ke dalam ketel

suling. Jadi selama proses penyulingan boleh dikatakan tidak ada air

penyuling yang hilang. Hal ini berarti menghemat bahan bakar karena air

yang dipakai jumlahnya relatif sedikit tiap kali penyulingan. Air bekas

penyulingan bisa dipakai lagi untuk 2 - 3 kali penyulingan.

Gambar 1. Alat penyulingan secara dikukus

Page 7: PASCA PANEN NILAM

117 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

1. Tungku pemanas

Tungku untuk memanaskan air umumnya dibuat dari bata tahan api

atau dari plat besi yang di dalamnya diberi bahan tahan api (silika slag).

Tungku ini juga berfungsi sebagai penyangga ketel suling. Bahan bakar yang

digunakan dapat berupa kayu, tempurung kelapa, minyak residu, oli bekas

dan sebagainya. Tungku harus diperlengkapi cerobong asap, pintu api dan

lobang buangan abu sisa pembakaran, dan sebaiknya tungku dibangun

rendah dari permukaan tanah.

2. Ketel suling

Bahan konstruksi dapat berupa plat besi digalvanis, carbon steel dan

terbaik dari besi tahan karat (stainless steel). Bentuk dari ketel dapat berupa

silinder atau silinder konikal (besar ke atas). Bentuk silinder konikal

digunakan untuk memudahkan membongkar bahan sesudah penyulingan

dengan bantuan katrol. Untuk keperluan ini plat berlobang penahan

terna/daun nilam dilengkapi dengan rantai besi atau jaring.

Pada penyulingan dengan sistem kohobasi dimana air bekas

penyulingan dialirkan kembali ke ketel suling secara otomatis maka

penggunaan air untuk penyulingan akan sangat berkurang. Untuk

menghindari kehilangan panas sebaiknya ketel suling diberi isolator misalnya

tanah liat yang dijepit dengan bambu atau bahan lainnya yang mudah

didapatkan.

3. Pendingin

Pipa pendingin sebaiknya dari besi tahan karat, kalau tidak dari

carbon steel yang relatif tahan asam/karat, daya pakai panjang dan daya

hantar panas baik. Pemakaian pipa ledeng kurang baik karena mudah

berkarat. Tipe pendingin dapat berupa lingkaran (coil), segi empat dan

banyak pipa (multitubular) seperti terlihat pada Gambar 2. Pendingin tipe

coil dan segi empat umumnya direndam dalam bak air yang terbuat dari

beton atau besi plat (air selalu mengalir). Sedangkan tipe multitubular

menggunakan pipa silinder besar yang terbuat dari besi tahan karat sebagai

bak pendingin.

Page 8: PASCA PANEN NILAM

118 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Meskipun harga alat pendingin multitubular agak mahal, tetapi

mempunyai beberapa keunggulan antara lain daya mendinginkan sangat

baik, membutuhkan tempat sedikit/kompak, mudah dibersihkan,

memudahkan penggunaan sistem kohobasi dan dapat digunakan lebih dari

satu ketel penyuling. Disamping itu kalau ada kebocoran dapat segera

diketahui. Sistem ini sangat cocok untuk penyulingan berkapasitas besar.

Gambar 2. Bermacam-macam tipe pendingin

4. Penampung dan pemisah minyak

Sama halnya dengan pendingin, bahan untuk pemisah minyak

hendaknya dibuat dari besi tahan karat. Berbagai tipe alat pemisah minyak

telah dibuat sesuai dengan sifat minyak yang disuling. Salah satu yang telah

dibuat di Balittro adalah tipe pemisah minyak “serbaguna” (Gambar 3). Tipe

ini dapat digunakan untuk minyak yang bobot jenisnya lebih berat maupun

ringan dari air.

Pemisah minyak ini berbentuk segi empat dan terdiri 3 ruangan dan

diperlengkapi dengan kran pengambilan minyak pada tiap ruangan, kalau

pemisahan minyak pada ruangan pertama belum sempurna, maka

dipisahkan lagi pada ruangan kedua dan selanjutnya di ruang ketiga.

Pemisah minyak ini sangat cocok untuk penyulingan dengan kecepatan

tinggi karena biasanya minyak teremulsi di dalam air. Suhu destilat yang

ditampung pada pemisah minyak hendaknya tidak lebih dari 40o C.

Page 9: PASCA PANEN NILAM

119 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Gambar 3. Penampung/Pemisah minyak serbaguna

C.2. Alat suling dengan uap langsung

Bagian utama dari alat ini adalah ketel uap, ketel suling, pendingin

dan pemisah minyak (Gambar 4a dan 4b). Penyulingan biasanya dilakukan

dengan tekanan uap agak tinggi karena kapasitas ketel suling cukup besar,

yang bisa mencapai 6.000 liter, dimana tekanan dan jumlah uap air yang

diperlukan dapat diatur dan suhu penyulingan lebih tinggi (tergantung dari

tekanan uap). Berbagai tipe alat penyuling sistem ini sudah dikembangkan

sesuai dengan sifat bahan/minyak yang disuling.

1. Ketel uap

Tipe dan kapasitas ketel uap bermacam-macam dari yang sederhana

buatan lokal sampai yang besar/buatan pabrik. Tipe sederhana (buatan

bengkel kecil) umumnya berbentuk silinder gepeng, dibuat dari plat besi dan

diletakkan horizontal di atas tungku bata. Agar ketel uap bekerja efektif dan

bertekanan yang lebih besar dari 1 atm, sebaiknya di dalamnya dilengkapi

pipa api/gas, sehingga kecepatan penyulingan dapat ditingkatkan, yang

menyebabkan waktu penyulingan dapat dipersingkat. Untuk ini ketel uap

harus dilengkapi dengan pengukur tekanan (manometer), klep keselamatan

(safety valve) dan pipa penduga (pengukur air dalam ketel).

Page 10: PASCA PANEN NILAM

120 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Ketel buatan pabrik umumnya berkapasitas besar, dapat mencapai

5.000 kg uap/jam. Ketel uap ini biasanya untuk memproduksi minyak nilam

secara besar-besaran. Biasanya satu ketel uap dapat mensuplai uap untuk

beberapa ketel suling dalam waktu bersamaan.

Gambar 4a. Penyulingan dengan uap langsung (tanpa tekanan)

Gambar 4b. Penyulingan dengan uap langsung (skala besar)

Page 11: PASCA PANEN NILAM

121 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

2. Ketel suling

Bahan konstruksi untuk ketel suling sama dengan sistem dikukus dan

berhubung kapasitasnya lebih besar maka sebaiknya perbandingan diameter

ketel dan tinggi efektif maksimal 1 : 1,5 dan terna nilam tidak perlu difraksi

dalam tangki karena terna cukup banyak mengandung batang dan cabang

nilam. Untuk memudahkan membongkar bahan sebaiknya untuk ketel besar

bentuknya konikal dan diperlengkapi dengan katrol. Disamping itu pada

pipa keluar destilat dipasang klep pengaman dan manometer. Untuk

mendistribusikan uap air, di bawah plat berlobang penahan bahan dipasang

pipa baik dalam bentuk “+” atau lingkaran dan pipa ini diberi lobang-lobang

kecil bagian atasnya (dipakai kalau penyulingan menggunakan tekanan lebih

dari satu atm).

3. Pendingin

Alat pendingin yang digunakan pada prinsipnya sama dengan

penyulingan secara dikukus. Hanya saja kalau kapasitas ketel suling besar

maka air dalam bak pendingin harus mengalir. Sedangkan kalau

menggunakan alat pendingin tipe multitubular dan tekanan penyulingan

cukup tinggi maka dianjurkan alat pendingin diperlengkapi dengan pipa

(vent) untuk mengeluarkan uap air karena air pendingin cukup panas.

4. Pemisah/penampung minyak

Penampung minyak sama dengan yang digunakan pada penyulingan

cara dikukus. Hanya saja untuk penyulingan dengan tekanan relatif tinggi

dan kecepatan penyulingan besar, maka ruangan pemisah minyak minimum

tiga ruangan, agar pemisahan minyak sempurna. Pada kondisi ini biasanya

minyak teremulsi sehingga agak sukar terpisah dari air dalam waktu singkat

selama penyulingan.

Bahan konstruksi alat suling akan mempengaruhi mutu minyak

terutama dalam karakteristik warnanya. Alat penyuling dari bahan plat besi

(MS) tanpa digalvanis akan menghasilkan minyak yang berwarna gelap dan

keruh karena karat. Oleh sebab itu dianjurkan untuk menggunakan alat

Page 12: PASCA PANEN NILAM

122 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

suling yang dibuat dari besi tahan karat (stainless steel), plat besi yang

digalvanis atau carbon steel, setidaknya untuk pipa pendingin dan pemisah

minyak agar dihasilkan minyak yang lebih terang dan jernih.

IV. PELAKSANAAN PENYULINGAN

Setelah terna nilam dimasukkan ke dalam ketel suling, sebaiknya

dibasahi dengan air agar terna dapat dipadatkan (terna kering sulit

dipadatkan). Pembasahan dan pemadatan dilakukan secara bertahap selama

pengisian terna ke dalam ketel suling. Kepadatan terna nilam berkisar antara

90 - 120 gram/l, tergantung dari banyaknya batang/cabang nilam. Perlu

diingat bahwa pada penyulingan daun nilam kering akan menyerap air

sebanyak bobotnya. Oleh sebab itu pada penyulingan yang menggunakan

sistem kohobasi hal ini harus diperhatikan agar tidak terjadi kekurangan air

selama penyulingan.

Gambar 5. Bagan alir proses penyulingan minyak nilam

Page 13: PASCA PANEN NILAM

123 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Lama penyulingan tergantung dari cara, kapasitas ketel suling dan

kecepatan penyulingan. Untuk penyulingan secara dikukus lamanya antara

5-10 jam. Sedangkan untuk penyulingan dengan uap langsung lamanya

berkisar antara 4-6 jam.

Lama penyulingan dapat diperkirakan dengan dasar bahwa

kandungan minyak nilam maksimal dalam destilat adalah 0,12 %. Jadi

dengan mengamati kecepatan penyulingan maka perkiraan lama

penyulingan dapat dihitung. Untuk penyulingan secara dikukus kecepatan

penyulingan yang baik/ideal adalah 0,6 kg uap/kg daun nilam. Pada

penyulingan dengan uap langsung, tekanan uap mula-mula adalah 1,0

atmosfir, kemudian dinaikan secara bertahap dan akhir penyulingan 2,5-3

kg/cm2. Hal ini disebabkan fraksi berat antara lain patchouli alkohol sebagian

besar baru akan tersuling pada suhu tinggi atau kalau waktu penyulingan

cukup lama. Patchouli alkohol adalah fraksi yang menentukan mutu minyak

nilam, makin besar kandungannya dalam minyak akan makin tinggi mutu

minyak nilam.

Di daerah Aceh dengan penyulingan uap langsung tetapi pada

tekanan atmosfir (biasa) rendemen minyak yang dihasilkan 2,2-2,5%

dengan lama penyulingan 6-8 jam. Sedangkan penyulingan nilam pada

tekanan 1,5 kg/cm2 ketel suling menghasilkan rendemen 3% dengan lama

penyulingan 4 jam. Gambar 5 menunjukkan bagan alir proses penyulingan

minyak nilam.

V. PENANGANAN MINYAK HASIL PENYULINGAN

Minyak nilam yang baru disuling biasanya masih mengandung

sejumlah air yang teremulsi di dalam minyak dan menyebabkan minyak

menjadi keruh. Minyak tersebut harus disaring dengan kertas saring atau

dengan kain sablon. Di industri, penyaringan dalam jumlah besar biasanya

mengunakan filter press. Air dalam minyak dapat pula dihilangkan dengan

menambahkan Na2SO4 anhidris, diaduk beberapa lama, didiamkan dan

Page 14: PASCA PANEN NILAM

124 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

akhirnya disaring. Bila minyak dibiarkan lama bercampur dengan air dapat

terjadi proses hidrolisis dan merubah komponen tertentu di dalam minyak.

5.1. Pengemasan minyak

Kemasan sementara minyak nilam yang baik adalah botol gelas yang

berwarna atau jerigen plastik yang massive dan tidak tembus cahaya

misalnya terbuat dari campuran polipropilen dan polivinil khlorida atau PVC

resin dan sebagainya. Untuk ekspor dapat dipakai kemasan aluminium atau

drum besi yang dilapisi timah putih. Pengisian kemasan hendaknya dengan

ruang kosong di atasnya (head space) 5 - 10%.

5.2. Penyimpanan minyak

Minyak yang sudah dikemas, harus disimpan dalam ruangan yang

bersih, tidak lembab, tidak langsung kena sinar matahari dan terpisah dari

bahan-bahan yang beraroma, seperti lateks dan sebagainya. Minyak nilam

yang baru disuling aromamya masih kurang enak, semakin lama disimpan

aromanya makin enak/berkembang aromanya dan mutunya makin baik.

Sebelum digunakan biasanya minyak nilam disimpan paling sedikit selama

satu tahun.

VI. KARAKTERISTIK DAN MUTU MINYAK NILAM

Sebagaimana minyak atsiri lainnya, minyak nilam tersusun dari

berbagai senyawa kimia, antara lain patchouli alkohol, pogostol, bulnesol,

nor-patchoulenol, patchoulen, bulnesen, benzaldehid, terpen dan lain-lain.

Komposisi kimia tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam maupun

pengolahan. Oleh karena itu kualitas minyak atsiri sangat sensitif terhadap

perubahan, baik yang disebabkan faktor lingkungan, perbedaan cuaca,

kekurangan unsur hara tanaman ataupun proses pengolahan. Komposisi

kimia tersebut membentuk karakteristik yang berbeda pada setiap minyak.

Dalam perdagangan, standar mutu minyak atsiri dinyatakan dalam

sifat organoleptik dan sifat fisiko-kimia. Pemberlakuan standar mutu

merupakan faktor penting dalam menghadapi persaingan perdagangan,

terutama di dunia internasional. Disamping itu, penerapan standar mutu

Page 15: PASCA PANEN NILAM

125 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

minyak atsiri dapat mengurangi praktek-praktek pemalsuan minyak nilam

dengan bahan-bahan lain.

Standar Mutu Minyak Nilam (SNI 06-2385-2006) yang merupakan

pegangan dalam perdagangan minyak nilam baik di dalam negeri maupun

untuk ekspor (Tabel 4). Rendahnya produktivitas dan mutu minyak antara

lain disebabkan rendahnya mutu genetik tanaman, teknologi budidaya yang

sederhana, gangguan hama penyakit, serta teknik panen dan pasca panen

yang kurang tepat.

Dalam dunia flavour dan fragrance penilaian secara organoleptik

berperanan penting. dikarenakan banyak senyawa kimia yang menunjukan

adanya penyimpangan mutu tetapi secara analisis fisiko-kimia tidak

terdeteksi; tetapi dengan uji organoleptik oleh orang yang telah terlatih

dapat terdeteksi

Tabel 4. Standar mutu minyak nilam (SNI 06-2385-2006)

Karakteristik Syarat

Warna Kuning muda sampai cokelat tua

Bobot jenis, 25o/25oC 9.943 - 0.983

Indeks bias, 20oC 1.504 - 1.514

Kelarutan dalam etanol 90% pada suhu

25oC + 3oC

Larutan jernih dalam perbandingan

volume 1 s/d 10 Bilangan asam, maks. 5.0

Bilangan ester, maks. 10.0

Kadar Patchouli alkohol, min. 30 %

Kadar Fe, maks. 25 ppm

VII. PEMALSUAN MINYAK NILAM

Dalam perdagangan, ada kalanya minyak nilam dicampur dengan

bahan-bahan asing untuk menambah jumlah minyak. Penambahan bahan-

bahan tersebut dapat merubah karakteristik minyak sehingga mutunya

menjadi lebih rendah. Bahan-bahan yang sering digunakan dalam

memalsukan minyak nilam adalah minyak lemak seperti minyak kelapa,

minyak tanah, minyak keruing dan pelarut organik. Pada konsentrasi

tertentu, adanya bahan asing tersebut dapat diidentifikasi secara

Page 16: PASCA PANEN NILAM

126 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

organoleptik. Tetapi pada konsentrasi yang lebih rendah, identifikasi harus

dilakukan dengan analisis fisiko kimia bahkan dengan metode kromatografi

gas. Hasil evaluasi yang dilakukan Laboratorium Balai Penelitian Tanaman

Obat dan Aromatik, dari jumlah sampel minyak nilam yang masuk dari

berbagai daerah di Indonesia hingga tahun 2003, teridentifikasi 40%

mengandung lemak, 40% mengandung keruing dan 20% mengandung

pelarut organik. Namun pada perkembangan berikutnya, pencampuran

minyak keruing ke dalam minyak nilam sudah berkurang.

VIII. PEMURNIAN MINYAK

Secara umum yang dimaksud pemurnian adalah menghilangkan

bahan/benda asing yang mengotori suatu zat/senyawa. Pada minyak atsiri

bahan yang mengotorinya antara lain adalah debu, oksida logam (karat),

resin dan sebagainya yang terlarut, terdispersi atau teremulsi di dalamnya.

Adakalanya minyak atsiri sengaja dicampur dengan bahan lain untuk

memperbesar volumenya tetapi mutunya rendah. Pengotoran minyak yang

terbanyak adalah karat besi (Fe2O3) yang menyebabkan minyak berwarna

gelap. Pengotoran minyak umumnya bersifat fisika-kimia dapat dikurangi

dengan cara penyulingan ulang (rektifikasi) dan cara pengendapan

(flokulasi). Rektifikasi dapat dilakukan dengan cara penyulingan kering pada

kondisi vakum atau dengan cara hidrodistilasi. Pada proses hidrodistilasi ini

minyak dicampur dengan air dan disuling kembali. Cara pemanasannya

sebaiknya menggunakan pipa pemanas uap air (sistem tertutup) untuk

menghindari kerusakan minyak. Bisa juga digunakan pemanasan dengan api

langsung, hanya saja pemakaian air pencampur harus cukup banyak.

Pemurnian minyak secara flokulasi khusus digunakan untuk

menghilangkan karat (Fe2O3) yang terkandung dalam minyak. Pemucatan

atau pemurnian minyak dengan cara hidrodistilasi/penyulingan ulang selain

untuk menghilangkan karat juga untuk minyak yang berubah warna karena

oksidasi/polimerisasi.

Page 17: PASCA PANEN NILAM

127 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

8.1. Penyulingan ulang (hidrodistilasi)

Prinsip pemurnian minyak dengan cara hidrodistilasi ini sama dengan

penyulingan biasa dimana minyak dicampur dengan air dalam perbandingan

tertentu sesuai dengan sifat minyak kemudian baru disuling. Untuk minyak

nilam perbandingannya adalah 1 bagian minyak nilam dan 3 bagian air.

Alat pemurnian minyak ini terdiri dari tungku/pemanas, ketel suling,

pendingin, pemisah minyak dan kohobasi (Gambar 6). Bahan konstruksi alat

ini hendaknya dari besi tahan karat dan sebaiknya diperlengkapi dengan

sistem kohobasi agar dapat bekerja secara terus menerus.

Gambar 6. Alat pemurnian minyak atsiri dengan cara hidrodistilasi

Cara penyulingan ulang/hidrodistilasi ini sesuai untuk minyak yang

tidak banyak mengandung ester/fraksi berat seperti minyak serai wangi,

serai dapur, lada, pala, jeruk purut dan sebagainya. Pada pemurnian minyak

nilam, daun cengkeh dan kenanga (warna gelap) dihasilkan minyak kembali

(recovery) berturut-turut 98,91 dan 98%, dengan warna minyak lebih cerah

dengan kadar Fe2O3 sekitar 55 ppm.

Page 18: PASCA PANEN NILAM

128 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

8.2. Alat flokulasi

Tujuan utama pemurnian minyak atsiri secara flokulasi ini adalah

untuk menghilangkan logam terutama karat (Fe2O3) yang terkandung di

dalamnya. Chelating agent (bahan penggumpal) yang banyak digunakan

adalah asam tartarat karena daya gumpalnya untuk membentuk garam

komplek dengan Fe2O3 cukup besar. Pada Gambar 7, disajikan susunan alat

pemurnian minyak atsiri dengan metode flokulasi. Bagian utama dari alat ini

adalah motor pengaduk, ketel reaksi dan ketel pengendapan dengan bahan

konstruksi dari besi tahan karat (stainless steel). Pada pemurnian minyak

nilam yang keruh (transmisi cahaya 16,2%) dihasilkan minyak bening

(transmisi cahaya 17,7%) dengan perolehan minyak (recovery) 97,2%.

Sedangkan kadar Fe dalam minyak turun dari 236 ppm menjadi 96 ppm.

Asam tartarat yang digunakan sebanyak 1% dan dalam bentuk larutan

dalam etanol. Untuk menghilangkan karat (Fe2O3) dalam minyak, proses

flokulasi lebih mudah dan ekonomis dibandingkan cara penyulingan ulang

(hidrodistilasi).

Gambar 7. Alat pemurnian minyak nilam secara flokulasi

Page 19: PASCA PANEN NILAM

129 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

IX. KEGUNAAN MINYAK NILAM

Pemakai terbesar minyak atsiri dan turunan minyak atsiri di dunia

adalah industri perasa dan pewangi (flavor dan fragrance). Produk-produk

flavor dan fragrance tersebut selanjutnya digunakan oleh industri-industri

produk konsumen seperti kosmetik, sabun, ditergent, sigaret, shampoo,

makanan/minuman dalam kemasan dan sebagainya. Konsumen terbesar

minyak atsiri dan turunan minyak atsiri tersebut terdapat di pusat-pusat

produksi di Amerika Serikat dan Eropa (Gunawan 2002 ; Paulus 2010).

Minyak nilam, menurut Lawless (2002) secara tradisional digunakan

untuk pewangi kertas linen dan pakaian. Dalam industri, secara ekstensif

minyak nilam digunakan dalam pembuatan kosmetik, dan digunakan sebagai

fiksatif dalam sabun dan parfum, terutama parfum tipe oriental. Minyak

nilam juga digunakan dalam industri makanan, minumam beralkohol dan

softdrink. Kandungan senyawa-senyawa kimia di dalam minyak nilam

bersifat antimikrobial, bactericidal, antiviral, fungicidal, antiseptik, antitoksik,

carminatif, diuretic, tonik, stimulan dan lain-lain. Dalam perawatan kulit,

minyak nilam juga digunakan untuk mengobati jerawat, kulit pecah-pecah,

ekseem, infeksi cendawan, perawatan rambut, penolak serangga, dan

mengobati luka.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, W. 2002. Persyaratan Mutu Dan Kontribusi Minyak Atsiri dan

Turunannya Pada Industri Flavour Dan Fragrance. PT. Indesso Aroma.

Workshop Nasional Minyak Atsiri. Guenther, E. 1987. The Essential Oils (Terjemahan). Universitas Indonesia

Press. Lawless, J. 2002. The Encyclopedia Of Essential Oils. Thorsons, London.

Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. P.N. Balai Pustaka.

Ma’mun. 2008. Pemurnian Minyak Nilam dan Minyak Daun Cengkeh Secara Kompleksometri. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan, Bogor.

Page 20: PASCA PANEN NILAM

130 Status Teknologi Hasil Penelitian Nilam

Ma’mun. 2003. Identifikasi Pemalsuan Minyak Nilam di Rantai Tataniaga.

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Ma’mun and Molide Rizal. 2007. Quality and Contamination of Essential Oils from Several Production Areas of Indonesia. International Seminar On Essential Oil.

Paulus, J. Rusli. 2010. Peluang Pemakaian Minyak Atsiri Baru Indonesia

untuk Perisa dan Pewangi. Asosiasi Flavor dan Fragran Indonesia.

Konferensi Nasional Minyak Atsiri. Rusli, S. 2002. Diversifikasi Ragam Dan Peningkatan Mutu Minyak Atsiri.

Workshop Nasional Minyak Atsiri. Rusli, S. 1989. Rekayasa Alat Penyuling Minyak Atsiri Hemat Energi. Balai

Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat. Rusli, S. 1999. Penanganan Bahan dan Penyulingan Minyak Nilam. Balai

Penelitian Tanaman Rempah Dan Obat.

Rusli, M. 2007. Cara Produksi yang Baik Minyak Nilam. Direktorat Industri Kecil dan Menengah.

Sait, S. 1990. Identifikasi Pemalsuan Minyak Atsiri Secara Kromatografi Gas. Balai Besar Indutri Hasil Pertanian.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press.

Standar Nasional Indonesia, 2006. Standar Mutu Minyak Nilam. Badan Standarisasi Nasional.