laporan peb (autosaved) kiki
DESCRIPTION
anestesiTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS ANESTESI
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Cucu
Umur : 29 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
RM : 15263555
Tgl MRS : 30 mei 2015
Dokter Anestesi : dr. Andika Sp.An
Dokter Bedah : dr. Triono Sp.OG
B. PERSIAPAN PRE-OPERASI
1. Anamnesa
a. A (Alergy)
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan, makanan dan asma;
b. M (Medication)
Tidak sedang menjalani pengobatan penyakit tertentu;
c. P (Past Medical History)
Riwayat DM (-), hipertensi (-), sakit yang sama dan riwayat operasi (-)
d. L (Last Meal)
Pasien terakhir makan jam pre-operasi;
e. E (Elicit History)
Pasien datang ke RSUD Kota Tasikmalaya pada tanggal 30 Mei 2015
dibawa keluarganya dengan keluhan perut terasa mulas sejak 5 hari
SMRS. Sudah periksa ke dokter spesialis kandungan. Kesan Hipertensi
Gestasional.
2. Pemeriksaan Fisik Pre Operasi
Status Generalisata :
• KU : Tampak sakit Sedang
• Kesadaran : CM
1
Tanda Vital:
TD : 171/98 mmHg
Nadi : 120 x/menit
Pernapasan : 16 x/menit
Suhu : 36,6°C
Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (-)
Hidung : PCH (-), Epitaksis (-)
Bibir : Mukosa bibir kering (+), Sianosis (-),
Mulut : Gigi Palsu (-), gigi goyang (-)
Leher
Pembesaran KGB(-), Retraksi Suprasternal (-)
Thorax
Inspeksi : Normochest, bentuk dan gerakan simetris kiri =
kanan
Palpasi : Vokal fremitus dextra=sinistra
Perkusi : Sonor
Auskultasi : VSB, Rh(-)/(-), Wh(-)/(-).
Cor Bj I & II reguler. Murmur (-), galop (-)
Abdomen
Status Lokalis
• Ekstremitas
Edema (+/+), Sianosis (-/-), Akral Dingin (-/-), CRT < 2 detik (+)
Status Lokalis
Regio Abdomen
Inpeksi : Buncit hamil, striae gravidarum (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal. Denyut jantung janin (+)
Palpasi : Tinggi fundus Uterus (TFU) 30 cm
2
Hasil Pemeriksaan Laboratorium tangal 28 Mei 2015
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai
Normal
Satuan Metode
Hematologi
C28 Waktu Perdarahan
(BT)
2.30 1-3 Menit Duke
C27 Waktu Pembekuan
(CT)
4.00 1-7 Menit Slide Test
G28 Golongan Darah O Slide Test
G29 Rhesus POSITIF Slide Test
H01 Hemoglobin 11.3 P: 12-16; L:
14-18
g/dl Auto Analyzer
H14 Hematokrit 34 P: 35-45; L:
40-50
% Auto Analyzer
H15 Jml Leukosit 8.400 5.000-
10.000
/mm3 Auto Analyzer
H22 Jml Trombosit 171.000 150.000-
350.000
/mm3 Auto Analyzer
KARBOHIDRAT
K01 Glukosa Sewaktu 113 76-110 mg/dl GOD – POD
FAAL GINJAL
K04 Ureum 45 15-45 mg/dl Urease
Klinetik UV
K05 Keratini 1.00 P: 0.5-0.9;
L: 0.7-1.12
mg/dl Kinetic Jaffe
FAAL HATI/JANTUNG
K11 SGOT (ASAT) 33 P: 10-31; L:
10-38
U/L/37^ Klinek UV-
IFCC
K12 SGPT (ALAT) 35 P: 9-32; L:
9-40
U/L/37^ Klinek UV-
IFCC
ELEKTROLIT
K27 Natrium 145 135-145 mmol/L ISE
K28 Klium 4.1 3.5-5.0 mmol/L ISE
K29 Kalsium 0.94 0.80-1.10 mmol/L ISE
3
Urin Rutin dan Sedimen
KIMIAWI
- Protein : Positif 1
- Glukosa : Negatif
- Urobilinogen: Positif/Normal
- Bilirubin : Negatif
- Nitrit : Negatif
- Keton : Negatif
- Leukosit : Negatif
- Darah : Negatif
- pH : 6.5
- Berat Jenis
MAKROSKOPIK
- Warna : Kuning
- Kekeruhan : Agak
Keruh
MIKROSKOPIK/SEDIMEN
- Leukosite 0-3
- Eritrosit 0-2
- Sel Epitel 0-3
- Silinder Granula 0-
1 /LPK
- Kristal
- Bakteri
- Lain-lain
Diagnosis : G3P1A1 H 40-41 minggu (HPHT) dengan PEB
Kesimpulan : ASA II E
C. LAPORAN ANESTESI (DURANTE OPERATIF)
Diagnosis pra-bedah : G3P1A1 H 40-41 minggu (HPHT) dengan
PEB
Jenis Pembedahan : SC + IUD
Jenis Anestesi : RA/ Spinal Anestesi
Premedikasi : Ondansetron 4 mg
Medikasi Induksi : Bupivacain 15 mg
Maitenance : O2 2-3 liter/menit
4
Respirasi : Kontrol
Posisi : Supine
Cairan Perioperatif
Maintenance Cairan = 4 : 2 : 1
Kebutuhan Basal 10 x 4 = 40 cc
10 x 2 = 20 cc
40 x 1 = 40 cc +
100 cc/jam
Defisit Cairan Puasa = Puasa jam x maintenance cairan
= 3 x 100 cc/jam
= 300 cc
Insensible Water Loss= Jenis Operasi x Berat Badan
= 8 x 60 kg
= 480 cc
Kebutuhan cairan 1 jam pertama
= (½ x puasa) + IWL + maintenance
= (½ x 300) + 480 + 100 cc
= 730 cc
EBV = BB x Konstanta wanita dewasa
= 60 x 65
= 3.900 cc
Diuresis = 50 cc
• Tindakan Regional Anestesi dengan spinal
- Jenis anestesi : Regional Anestesi (RA)
- Premedikasi : Ondansetron 4 mg
- Medikasi : Bupivacain spinal 15 mg
5
• Teknik anestesi :
* Pasien dalam posisi duduk tegak dan kepala menunduk.
* Dilakukan desinfeksi di sekitar daerah tusukan di regio vertebra lumbal 3-4.
* Dengan jarum spinal no. 27 pada regio vertebra lumbal 3-4.
* Approach median
* darah (-)
* LCS keluar (+) jernih
- Respirasi : Spontan
- Posisi : Supine
- Jumlah cairan yang masuk : (HES 500 cc + RL 500 cc)
- Perdarahan selama operasi : ± 500 cc
• Pemantauan selama anestesi :
- Mulai anestesi : 21.30
- Mulai operasi : 21.40
- Selesai operasi : 22.30
• Cairan yang masuk durante operasi
- HES : 500 cc
- RL : 500 cc
6
Cek Vital Sign Setiap 15 menit
TIME SATURASI HEART RATE TENSI
21.30 99 120 171/98
21.45 100 100 144/76
22.00 100 91 119/68
22.15 99 93 120/69
22.30 100 112 140/72
Pasien diperbolehkan pindah ruang (keluar dari ruangan operasi) bila
Aldrete Score ≥ 8
D. POST-OPERASI
Setelah pasien dinilai dengan Aldrete Score dan didapatkan nilai Aldrete
Score ≥ 8, maka pasien diperbolehkan pindah ruangan.
Infuse : RL 20 gtt/menit
Analgetik Tramadol 100 mg dan ketorolac 60 mg diberikan perdrip
dalam 500 cc RL
Monitoring Post-operasi :
Tensi : 147/75 mmHg
Nadi : 113 x/menit
Respirasi : 23 x/menit
Suhu : afebris
E. FOLLOW UP P ASCA OPERASI
1. Hari Pertama Beberapa Jam Post-Operasi (31 Mei 2015)
Pasien dirawat di ruang 1 kamar 4
Pasien tidak puasa
Pasien diberikan cairan infus RL 20 gtt/menit
7
Analgetik ketorolac 60 mg dan tramadol 100 mg diberikan perinfus
dengan cara didrip
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD = 130/80
N = 70 x/menit
S = 35.6o C
R = 16 x/menit
F. PEMBAHASAN
1. Pre-Operatif
a. Anamnesa
Keluhan utama perut terasa mulas sejak 5hari SMRS.
Riwayat asma, hipertensi, diabetes, penyakit jantung disangkal oleh
pasien.
b. Pemeriksaan Fisik
Berat badan : 60kg
Nadi : 120x/menit
Tekanan Darah : 171/98 mmHg
Nafas : 16 x/menit
Suhu : Afebriso C
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal.
Abdomen : Status Lokalis
Ekstremitas : Edema (+/+)
8
c. Pemeriksaan Penunjang
- BT, CT : Dalam batas normal
- HB : Dalam batas normal
- HT, Trombosit, Leukosit : Dalam batas normal
- Gula darah sewaktu : Sedikit meningkat
- Ureum, kreatinin : Dalam batas normal
- SGOT, SGPT : Sedikit meningkat
- Na, K, Ca : Dalam batas normal
- Diagnosa : G3P1A1 H 40-41 minggu (HPHT)
dengan PEB
2. Anestesi : Ternilai ASA II E
ASA (American Society of Anesthesiologists) merupakan suatu klasifikasi
untuk menilai kebugaran fisik seseorang.
3. Rencana Anestesi : Regional Anestesi / spinal
Premedikasi : Ondancetron 4 mg
Loading cairan dengan Voluven 500cc
4. Durante Operatif
Teknik Anestesi : Spinal
Obat Anestesi : Bupivacain 15mg
Maitenance : O2 2-3 liter/menit
Dengan banyaknya organ yang mengalami perubahan patologis, evaluasi
pre anestesi dilakukan lebih dini karena tindakan pembedahan Caesar pada
preeklampsia dapat dilakukan secara semi elektif atau darurat. Pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menentukan pilihan cara
anestesinya. Pemeriksaan laboratorium meliputi, ureum, creatinin, fungsi liver .
Monitoring dilakukan terhadap fungsi vital ibu, yaitu tekanan darah, saturasi O2
9
dan EKG. Serta dilakukan pemasangan kateter urin untuk memonitor pemberian
cairan.
Premedikasi jarang diberikan terutama pada penderita dengan keadaan
umum yang buruk, atau karena keterbatasan waktu. Namun pada beberapa kasus
dapat diberikan premedikasi secara intravena atau intramuskular dengan
antikolinergik disertai pemberian antasida, antagonis reseptor H2 atau
metoclopramide, walaupun tidak efektif dan menguntungkan. Pada pasien ini
diberikan premedikasi yaitu ondansentron sebanyak 4 mg secara intravena.
Pemberian obat anti mual dan muntah ini sangat diperlukan dalam operasi
seksiosesarea cito dimana merupakan usaha untuk mencegah adanya aspirasi.
Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien obstetri diperlukan beberapa
pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis
dan lamanya pembedahan dan bidang kedaruratan. Metode anestesi sebaiknya
seminimal mungkin mendepresi janin, sifat analgesi cukup kuat, tidak
menyebabkan trauma psikis terhadap ibu dan bayi, toksisitas rendah, aman,
nyaman, relaksasi otot tercapai tanpa relaksasi rahim dan memungkinkan ahli
obstetri bekerja optimal. Pada pasien ini digunakan teknik Regional Anestesi
(RA) dengan spinal anestesi. Teknik ini sederhana, cukup efektif.1,2,3 .
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL yang merupakan anestesi lokal
golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit
atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses
konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Mula kerja lambat
dibandmg lidokain, tetapi lama kerja 1-2 jam. Setelah itu posisi pasien dalam
keadaan terlentang (supine).4 .
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala
menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis
yang menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara
vertebra lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian
disterilkan tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27-
gauge ditusukkan dengan arah median, barbutase positif dengan keluarnya LCS
10
(jernih) kemudian dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara
perlahan-lahan.1
Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan
tekanan darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan
darah sebesar 20-30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi merupakan
salah satu efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja syaraf
simpatis. Bila keadaan ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan, bolus
ephedrin 5-15mg secara intravena, dan pemberian oksigen. Sesaat setelah bayi
lahir dan plasenta diklem di beri oksitosin bertujuan untuk mencegah perdarahan
dengan merangsang kontraksi uterus secara ritmik atau untuk mempertahankan
tonus uterus post partum, dengan waktu partus 3-5 menit. ..
Ketorolac 30 mg secara intravena diberikan sesaat sebelum operasi selesai.
Ketorolac adalah golongan NSAID (Non steroidal anti-inflammatory drug) yang
bekerja menghambat sintesis prostaglandin. Ketorolac diberikan untuk mengatasi
nyeri akut jangka pendek post operasi, dengan durasi kerja 6-8 jam.4 .
Pada pasien ini berikan cairan infus RA. (ringer asetat) sebagai cairan fisiologis
untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. HES juga diberikan untuk
mempertahankan circulating blood volume. .
Setelah operasi selesai, pasien bawa ke ruangan . Pasien berbaring dengan
posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah spinal headache, karena efek obat
anestesi masih ada. Observasi post seksio sesarea dilakukan selama 2 jam, dan
dilakukan pemantauan secara ketat meliputi vital sign (tekanan darah, nadi, suhu
dan respiratory rate), dan memperhatikan banyaknya darah yang keluar dari jalan
lahir.
11
PREEKLAMSI
Preeklampsia merupakan penyakit sistemik. Preeklampsia ditandai dengan
adanya hipertensi yang disertai proteinuria, terjadi pada kehamilan setelah minggu
ke 20 dari kehamilan (terjadi lebih awal jika ada penyakit trophoblast) dan dapat
juga terjadi segera setelah kelahiran.
Hipertensi selama kehamilan menurut American College of Obstetrician and
Gynecologist adalah berdasarkan :5
a) Kenaikan tekanan sistolik 30 mm Hg
b) Kenaikan tekanan diastolik 15 mm Hg c) Kenaikan Mean Arterial Pressure 20 mm Hg dari nilai baseline
sebelumnya.
Namun jika tidak didapatkan data baseline tersebut, maka pada 2 kali
pengukuran dengan interval 6 jam, diagnosis hipertensi selama kehamilan dapat
ditegakkan dengan kriteria sebagai berikut :
a) Tekanan sistolik 140 mm Hg atau lebih b) Tekanan diastolik 90 mm Hg atau lebih c) Mean Arterial Pressure 105 mm Hg atau lebih
Klasifikasi hipertensi selama kehamilan.
I. Pregnancy-induced hypertension
A. Preeclampsia
1. Mild
2. Severe
B. Eclampsia
II. Chronic hypertension preceding pregnancy (any etiology)
III. Chronic hypertension with superimposed pregnancy-induced hypertension
IV. Gestational hypertension
12
Preeklampsia dibagi menjadi ringan dan berat. Preeklampsia disebut berat
jika ditandai dengan adanya satu atau lebih hal-hal berikut:567
1. tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih
2. tekanan darah diastolic 110 mmHg atau lebih
3. proteinuria 5 g atau lebih dalam urine 24 jam atau 3+, 4+
4. produksi urin 24 jam kurang dari 500 ml
5. gangguan serebral atau penglihatan
6. edema pulmonal atau sianosis
7. nyeri epigastrik
8. gangguan fungsi hati
9. trombositopenia
ETIOLOGI
Patogenesis preeklampsia tidak begitu dimengerti hingga saat ini tetapi
preeklampsia merupakan gangguan sistemik yang hanya terjadi jika ada jaringan
plasenta yang iskemik. Hal ini sepertinya memperlihatkan adanya 4 komponen
genetik tetapi belum ada gen khas pereklampsia yang dapat diidentifikasi hingga
saat ini. Pada preeklampsia, vaskularisasi maternal tidak berespons dengan baik
terhadap implantasi dan pertumbuhan plasenta pada awal kehamilan. Pada
kehamilan normal, terjadi invasi trophoblast endovascular ke segmen desidua dari
arteri-arteri spiralis.
Gelombang migrasi kedua invasi tersebut ke segmen miometrium arteri-
arteri spiralis terjadi pada minggu ke 16 masa gestasi.Pada kehamilan normal
arteri spiralis dari miometrium menjadi distensi karena kehilangan tonus muskular
dindingnya, sementara pada preeklampsia perubahan vaskular ini hanya terjadi
pada segmen desidua, sehingga kemampuan muskuloelastik dari segmen
miometrium tidak berubah dan tetap konstriksi, sehingga terjadi peningkatan
13
resistensi vascular uterus yang menyebabkan penurunan 30-40% aliran darah ke
uterus dibandingkan dengan kehamilan normal. Hal tersebut akan menyebabkan
penurunan perfusi plasenta yang akan mengakibatkan timbulnya infark-infark
pada plasenta yang merupakan predisposisi terjadinya gangguan dalam
pertumbuhan janin.5,6
Beberapa peneliti telah mengemukakan bahwa kerusakan terhadap sel
endotel vascular akan melepaskan substansi peptide (fibronectin atau endothelin).
Penyebab rusaknya sel endotel vascular tersebut disebabkan karena adanya
pelepasan faktor-faktor atau mitogen yang berasal dari jaringan plasenta yang
iskemik. Kerusakan sel endotel, yang terjadi tidak hanya terhadap sel endotelium
vaskular maternal tapi juga endotelium miokardial maternal dan endotelium
vaskular plasenta, berhubungan dengan berkurangnya sintesis substansi
vasorelaxing, peningkatan produksi vasokonstriktor dan gangguan sintesis
antikoagulan endogen yang membantu aggregasi platelet dan proses pembekuan
darah.
Fibronectin atau endothelin, peptide yang dilepaskan oleh sel endothelium
yang rusak, menyebabkan vasokonstriksi dan gangguan dinding endothelium
kapiler sehingga terjadi kebocoran cairan dan protein serta agregasi platelet.
Kadar fibronectin yang meningkat pada preeklampsia-eklampsia menurun jelas
48 jam setelah persalinan. Turunnya tekanan onkotik koloid dan proteinuria
berhubungan dengan peningkatan kadar fibronectin, yang menunjukkan bahwa
adalah kerusakan endotel, bukan proteinuria, yang merupakan mekanisme primer
5 dari hipoproteinuria dan penurunan tekanan onkotik koloid pada
preeklampsia.5,6,7
Pada preeklampsia-eklampsia terjadi ketidakseimbangan antara produksi
dan kadar yang ada di sirkulasi dari prostaglandin (prostacyclin dan
thromboxane). Produksi thromboxane, yang berhubungan dengan vasokonstriksi,
agregasi platelet, penurunan aliran darah uterus dan peningkatan aktivitas uterus,
14
meningkat sementara produksi prostacyclin yang mempunyai efek sebaliknya
menurun.
Ketidakseimbangan antara thromboxane dan prostacyclin ini mungkin
berhubungan dengan kerusakan sel endothelium. Pemberian obat yang dapat
menurunkan produksi thromboxane atau zat yang dapat menghambat sintesis
thromboxane terlihat dapat mengurangi insiden dan kegawatan preeklampsia.
Prostaglandin A1, yaitu vasopressor prostaglandin dengan kemampuan sama
dengan prostacyclin, sangat efektif menurunkan mean arterial pressure pada
preeklampsia berat yang sedang dalam proses induksi persalinan. Pada
preeklampsia peningkatan dalam produksi progesterone oleh plasenta
berhubungan dengan penurunan produksi prostacyclin oleh plasenta. Apapun
patogenesis yang tepat dari preeklampsia, ini adalah penyakit sistemik yang secara
klinik terlihat jelas dengan adanya perubahan pada sistem organ-organ mayor.
KESIMPULAN
15
G3P1A1 40-41 minggu usia 29 tahun dilakukan tindakan sectio cesarea pada tanggal 30 Mei 2015 di bedah sentral atas indikasi PEB. Teknik anestesi dengan spinal anestesi merupakan teknik anestesi sederhana, cukup efektif.Anestesi dengan menggunakan Bupivacain spinal 15 mg untuk maintenance dengan oksigen 2-3 liter/menit. Untuk mengatasi nyeri digunakan ketorolac sebanyak 30 mg dan untuk mengurangi mual diberikan ondansetron 4 mg. Perawatan post operatif dilakukan dibangsal dan dengan diawasi vital sign, tanda-tanda perdarahan. Dengan pemberian keterolak 60 mg dan tramadol 100 mg.
DAFTAR PUSTAKA
16
.1. Latief A Latief ; Kartini A Suryadi dan M Ruswan Dachlan. Petunjuk Praktis
Anestesiologi, Jakarta : Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2002
2. Chris Ankcorn dan William F Casey. Spinal anaesthesia-a practical guide.
Available from : http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u03/u03_003.htm.
3. Himendra. Teori anestesiologi, Bandung : Yayasan Pustaka Wina. 1994
4. Edward Morgan dan Maged S. Mikhail. Clinical anaethesiology second
edition, USA : Prentice-Hall International, Inc. 1996.
5. Miller RD: Millers Anesthesia. Anesthesia for obstetrics:7th edition.
6. Shah AK: Preeclampsia and Eclampsia. Neurology 2004, eMedicine.com.
7. Balestrieri PJ: Preeclampsia. http://www.gasnet.anesthesiology.com, 2001.
17