laporan observasi sosiologi
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
1/17
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar BelakangTradisi yang berbeda dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain menyebabkan
seseorang mengalami culture shockketika harus berpindah lingkungan. Karena menghadapi
perbedaan tradisi yang mencolok dapat menyebabkan disorientasi dan frustasi (Stolley,
2005:41). Hal itu dapat dilihat dari perbedaan cara bersikap dan berperilaku individu di
setiap lingkungan yang ditempatinya.
Di Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim, keberadaan pondok
pesantren bukanlah hal yang aneh. Hampir disetiap kota di Indonesia terdapat pondok
pesantren. Entah itu pondok yang dikelola oleh kyai lokal maupun pondok yang diasuh olehkyai terkenal. Jenis lembaga pendidikan agama ini memiliki tradisi yang berbeda dari
lembaga pendidikan lain. Bahkan, tradisi pondok pesantren di tiap daerah juga berbeda.
Pada pondok pesantren di Jawa tradisi unggah-ungguhatau tata krama menjadi
hal mutlak. Kyai menduduki kelas sosial yang paling tinggi. Ustadz yang mengajar para santri
berada di bawah kyai. Sedangkan para santri adalah komunitas paling bawah dalam strata
sosial di pondok pesantren. Selain tata krama, di dalam pondok juga diberlakukan peraturan
keagamaan yang ketat. Apalagi yang berkaitan dengan pergaulan antar lawan jenis.
Kebanyakan pondok tidak mempersilahkan adanya hubungan antar lawan jenis diluar
pernikahan karena itu tidak sesuai dengan syariat agama Islam.UIN Maliki Malang adalah satu-satunya universitas negeri yang dapat menerima
calon mahasiswa lulusan pondok pesantren. Maka dari itu, tradisi di UIN Maliki Malang ini
diusahakan tidak jauh berbeda dari tradisi pondok pesantren dengan tetap
mempertahankan cara-cara menuntut ilmu di universitas pada umumnya. Pada tahun
pertama berkuliah di sini, para mahasiswa diharuskan untuk bertempat tinggal di asrama
atau biasa disebut mahadyang berarti pondok. Sehingga para mahasiswa lulusan pondok
pesantren yang berkuliah disini tidak mengalami perubahan tradisi yang terlalu mencolok.
Meskipun tahun pertama telah tinggal di mahadbukan berarti tradisi pondok
pesantren tetap melekat pada kehidupan masing-masing individu. Karena di UIN Maliki
Malang ini kita dapat bergaul dengan lawan jenis diluar kawasan mahad, maka banyak
mahasiswa lulusan pondok pesantren yang mulai meninggalkan tradisi di pondok pesantren.
Yang dulunya sangat menjaga hubungan antar lawan jenis sekarang malah begitu mudahnya
akrab dengan teman lawan jenis. Walaupun tidak semua mahasiswa lulusan pondok
pesantren mengalami hal itu, namun fenomena ini tetap memiliki daya tarik yang tidak
pernah habis untuk diobservasi dari sisi psikologis maupun sosialnya.
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
2/17
2
1.2Rumusan Masalah1. Apa saja yang mempengaruhi proses sosialisasi terhadap lawan jenis mahasiswa
lulusan pondok pesantren di UIN Maliki Malang?
2. Bagaimana peran dan proses sosialisasi masing-masing mahasiswa lulusan pondokpesantren di UIN Maliki Malang?
3. Apa dampak sosial yang terjadi pada pelaku sosialisasi terhadap lawan jenismahasiswa lulusan pondok pesantren di UIN Maliki Malang?
1.3Tujuan Observasi1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi terhadap
lawan jenis mahasiswa lulusan pondok pesantren di UIN Maliki Malang.
2 Untuk mengetahui peran dan proses sosialisasi masing-masing mahasiswa lulusanpondok pesantren di UIN Maliki Malang.
3 Untuk mengetahui dampak sosial yang terjadi pada pelaku sosialisasi terhadap lawanjenis mahasiswa lulusan pondok pesantren di UIN Maliki Malang.
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
3/17
3
BAB II
REVIEW TEORI SOSIOLOGI
2.1 Interaksi dan Proses Sosial
Sosialisasi adalah proses sosial yang abadi dari pembelajaran pola, perilaku, dan
ekspetasi kebudayaan. Lewat sosialisasi, kita belajar nilai-nilai budaya, norma, dan peran-
peran. Para sosiolog dan yang lainnya telah mengembangkan dan mendebatkan beberapa
teori untuk menjelaskan proses sosial dan implikasinya. Teori tersebut (Stolley, 2005:61)
adalah sebagai berikut:
a. Teori Looking-Glass SelfCharles Horton Cooley (1864-1929), mengembangkan konsep looking-glass self.
Berdasar pada pemikiran Cooley, masyarakat menyediakan sebuah cerminan singkat;
atau melihat kaca (looking-glass), yang merefleksikan kepada kita siapa kita. Kita
membentuk citra diri berdasarkan pada bagaimana kita mempersepsikan orang lain
melihat kita. Jika kita berpikir orang lain melihat kita sebagai seseorang yang cantik atau
humoris contohnya, kita akan melihat diri kita pada keadaan tersebut.
b. Teori I and MeGeorge Herbert Mead (1863-1931), mengembangkan sebuah konsep dari kedirian
yang merupakan pusat untuk pengertian kita pada proses sosialisasi dan
pengembangan interaksionisme simbolik. Menurut Mead (1934), kita tidak terlahir
dengan diri kita. Kita mengembangkan diri kita lewat pengalaman sosial dan interaksi.
Ada dua kata dalam teori kedirian ini yaitu Idan me. Imerupakan sesuatu yang
spontan, impulsif, dan pelaku yang kreatif. Sedangkan meadalah bagian dari kita yang
menyesuaikan diri, merefleksikan dan bertindak karena reaksi orang lain. Secara
mudahnya dapat dipahami seperti ini: ketika Imelakukan sesuatu, maka hal itu akan
menggambarkan me, dan orang lain akan menilai perilaku tersebut.
c. Teori Kepribadian dan Perkembangan SosialTeori ini berasal dari pengembangan teori-teori psikologi seperti teori milik
Sigmund Freud (1950), Erik Erikson (1985), Jean Piaget (1896-1980), Lawrence Khlberg
(1984), dan Carol Gilligan (1982). Teori-teori psikologi ini menjadi target berbagai
kritikan. Para pengkritik berargumen bahwa teori-teori tersebut dengan luasnya
mendasarkan pada studi tentang pria (tidak termasuk Gilligan) dan kelas dan cenderung
untuk menyamaratakan penemuan dari kebudayaan Barat kepada kebudayaan lain.
Meskipun begitu, teori-teori tersebut penting didalam penyampaian bahwa sosialisasi
adalah proses perkembangan.
Proses sosial adalah setiap interaksi sosial yang berlangsung dalam suatu jangka
waktu, sedemikian rupa hingga menunjukkan pola-pola pengulangan hubungan perilaku
dalam kehidupan masyarakat (Norma, 2011:57). Sosialisasi umumnya merujuk kepada
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
4/17
4
proses dimana orang-orang belajar keterampilan, pengetahuan, nilai-nilai, motivasi, dan
peran dari sebuah kelompok yang mereka ikut di dalamnya atau komunitas dimana mereka
tinggal (Wikibooks, 2006:60). Secara garis besar, proses sosial bisa dibedakan ke dalam dua
jenis, yaitu proses sosial yang asosiatif, dan proses sosial yang disosiatif (Norma, 2011:57).
Proses sosial asosiatif proses sosial yng mengindikasikan adanya gerak pendekatanatau penyatuan. Bentuk-bentuk proses sosial asosiatif terdiri dari empat macam (Norma,
2011:57-64), yaitu:
a. KooperasiKooperasi berasal dari dua kata Latin, coyang berarti bersama-sama, dan operani
yang berarti bekerja. Kooperasi merupakan perwujudan minat dan perhatian orang
untuk bekerja bersama-sama dalam suatu kesepahaman, sekalipun motifnya sering dan
bisa tertuju kepada kepentingan diri sendiri.
b. AkomodasiAkomodasi adalah suatu proses ke arah tercapainya persepakatan sementara
yang dapat diterima kedua belah pihak yang tengah bersengketa. Dalam proses
akomodasi, masing-masing pihak tetap saja memegang teguh pendirian masing-masing
namun sampai kepada kesepakatan untuk saling tak sepakat, dan atas dasar toleransi
atas perbedaan masing-masing itu lalu mempertahankan kelangsungan interaksi
sosialnya. Inilah proses yang oleh Summer (1907) disebut antagonistic cooperation
(kerja sama dalam suatu permusuhan). Akomodasi sebagai proses sosial dapat
berlangsung dalam beberapa bentuk1.
c. AsimilasiPada proses asimilasi terjadi proses peleburan kebudayaan, sehingga pihak-pihak
atau warga-warga dari dua-tiga kelompok yang tengah berasimilasi akan merasakan
adanya kebudayaan tunggal yang dirasakan sebagai milik bersama. Perbedaan-
perbedaan yang ada akan digantikan oleh kesamaan paham budayawi, dan karena juga
akan digantikan oleh kesatuan pikiran, perilaku, dan mungkin juga tindakan. Proses
Bentuk-bentuk akomodasi sebagai berikut:
Pemaksaan (coersion), ialah proses akomodasi yang berlangsung melalui cara pemaksaan sepihak dan yangdilakukan dengan mengancam saksi. Contohnya adalah perbudakan.
Kompromi (compromise), ialah proses akomodasi yang berlangsung dalam bentuk usaha pendekatan olehkedua belah pihak yang sadar menghendaki akomodasi, kedua belah pihak bersedia mengurangi tuntutanmasing-masing sehingga dapat diperoleh kata sepakat mengenai titik tengah penyelesaian.
Penggunaan jasa perantara (mediation), ialah suatu usaha kompromi yang tidak dilakukan sendiri secaralangsung, melainkan dengan bantuan pihak ketiga, yang mencoba mempertemukan dan mendamaikan pihak-
pihak yang bersengketa atas dasar itikat kompromi kedua belah pihak.
Penggunaan jasa penengah (arbitrate), sama dengan perantara, hanya saja perantara itu sekedarmempertemukan kehendak kompromistis kedua belah pihak, penengah ini menyelesaikan sengketa dengan
membuat keputusan-keputusan penyelesaian atas dasar ketentuan-ketentuan yang ada.
Peradilan (adjudication), ialah suatu usaha penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh pihak ketiga yangmemang mempunyai wewenang sebagai penyelesai sengketa seperti seorang hakim.
Pertenggangan (tolerantion), ialah suatu bentuk akomodasi yang berlangsung tanpa manifestasi persetujuanformal macam apapun.
Stalemate, adalah suatu bentuk akomodasi, di mana pihak-pihak yang bertentangan sama-sama memilikikekuatan yang seimbang, hingga mereka tiba pada posisi maju tidak bisa, mundur pun tak bisa.
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
5/17
5
asimilasi tidaklah akan terjadi apabila antarkelompok tidak tumbuh sikap toleransi dan
saling berempati.
d. AmalgamasiAmalgamasi merupakan proses sosial yang melebur dua kelompok budaya
menjadi satu, yang pada akhirnya melahirkan sesuatu yang baru. Tak usah dikatakanlagi, amalgamasi itu jelas akan melenyapkan pertentangan-pertentangan yang ada
dalam kelompok.
Proses-proses sosial yang disosiatif (Norma, 2011:65-70) meliputi:
a. KompetisiProses ini adalah proses sosial yang mengandung perjuangan untuk
memperebutkan tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya terbatas, yang semata-mata
bermanfaat untuk mempertahankan suatu kelestarian hidup.
b. KonflikBerbeda hal dengan kompetisi yang selalu berlangsung dalam suasana damai,
konflik adalah suatu proses sosial yang berlangsung dengan melibatkan oranng-orang
atau kelompok-kelompok yang saling menantang dengan ancaman kekerasan.
c. KontravensiKontravensi berasal dari kata Latin, contadan venire, yang berarti menghalangi
atu menantang. Dalam kontravensi dikandung usaha untuk merintangi pihak lain
mencapai tujuan. Yang diutamakan dalam kontravensi adalah menggagalkan
tercapainya tujuan pihak lain.
Secara teoritis, tindakan sosial dan interaksi sosial adalah dua konsep yang berbeda
arti. Tidakan sosial adalah hal-hal yang dilakukan individu atau kelompok di dalam interaksi
dan situasi sosial tertentu. Sedang yang dimaksud dengan interaksi sosial adalah proses di
mana antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan
kelompok berhubungan satu dengan yang lain (Suyanto & Ariadi, 2011:20).
Ada dua syarat bagi terjadinya suatu interaksi sosial, yaitu terjadinya kontak sosial
dan komunikasi. Terjadinya suatu kontak sosial tidaklah semata-mata tergantung dari
tindakan, tetapi juga tergantung kepada adanya tanggapan terhadap tindakan tersebut.
Sedangkan aspek terpenting dari komunikasi adalah bila seseorang memberikan tafsiran
pada sesuatu atau perikelakuan orang lain (Suyanto & Ariadi, 2011:16).
Faktor-faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial menurut H. Abu Ahmadi
(2007) adalah:
a) Faktor ImitasiImitasi pada hakikatnya adalah proses belajar seseorang dengan cara meniru atau
mengikuti perilaku orang lain. Dalam hal ini bukan hanya sikap yang ditiru namun
penampilan (performance), tingkah laku (behaviour), maupun gaya hidup (lifestyle),
bahkan apa saja yang dimiliki orang tersebut.
b) Faktor SugestiYang dimaksud sugesti disini ialah pengaruh psikis, baik yang datang dari dirinya
sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya daya kritik.
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
6/17
6
Sugesti akan mudah terjadi apabila pikiran kita sedang mangalami hambatan atau
kebuntuan berpikir. Selain itu, pandangan atau norma-norma yang dianut sebagian besar
masyarakat juga sangat mudah diterima apabila ia termasuk bagian masyarakat yang
mempercayai norma tersebut. Meskipun kita tidak termasuk bagian masyarakat yang
menganut norma tersebut kita juga akan mudah menerima sugesti dari pandangan yngminoritas.
c) Faktor IdentifikasiIdentifikasi dalam psikologi berarti keinginan untuk menjadi sama (identik) dengan
orang lain, baik secara lahiriyah maupun secara batiniah. Proses identifikasi ini mula-mula
berlangsung secara tidak sadar (dengan sendirinya) kemudian irrasional, yaitu
berdasarkan perasaan-perasaan atau kecenderungan-kecenderungan dirinya yang tidak
diperhitungkan secara rasional, dan yang ketiga identifikasi berguna untuk melengkapi
sistem norma-norma, cita-cita, dan pedoman-pedoman tingkah laku orang yang
mengidentifikasi itu.d) Faktor Simpati
Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain.
Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan
seperti juga pada proses identifikasi. Dorongan utama dalam simpati adalah ingin
mengerti dan kerja sama dengan orang lain.
Banyak ahli sosiologi sepakat bahwa interaksi sosial adalah syarat utama bagi
terjadinya aktivitas sosial dan hadirnya kenyataan sosial. Max Weber melihat kenyataan
sosial sebagai sesuatu yang didasarkan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan sosial
(Johnson, 1986:214-215 dalam Suyanto & Ariadi, 2011:20).
2.2 Norma
Norma diturunkan dari nilai-nilai sosial kita. Kata norma memiliki akar yang sama
dengan kata normal, dan cara termudah untuk mengenali norma-norma yang berlaku
ditengah-tengah masyarakat adalah mencari tahu apa yang dianggap normal oleh
kebanyakan orang (Boeree, 2006:135).
Norma merupakan aturan yang dipakai bersama atau harapan dalam menetapkan
perilaku yang tepat di dalam bermacam-macam situasi. Kita butuh norma untuk memelihara
kestabilan tatatertib sosial. Keduanya dilakukan secara langsung dan melarang beberapa
perilaku (Hechter dan Opp, 2011 dalam Stolley, 2005:46). Norma memberitahu kita apa
yang seharusnya dilakukan (menunggu atau berjalan, membayar pajak tepat waktu,
menghormati orang yang lebih tua, dll); norma juga memberitahu kita apa yang seharusnya
tidak dilakukan (memukul suami/istri, memaki dengan keras pada saat pelayanan gereja,
melanggar lampu merah, dll).
Norma dipergunakan sebagai standar untuk menilai baik dan buruknya suatu
perilaku, pandangan, keyakinan, atau bahkan perasaan, di dalam kelompok sosial yangmenganut norma tersebut (Boeree, 2006:134).
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
7/17
7
Norma formal telah ditetapkan, peraturan tertulis. Hukum adalah norma formal,
begitu juga buku pedoman pegawai, syarat ujian masuk perguruan tinggi, dan tanda
dilarang berlari di kolam renang. Norma formal adalah pertanyaan paling spesifik dan jelas
dari bermacam-macam tipe norma, dan paling keras memaksa. Tetapi norma formal yang
datar bersifat memaksa untuk bermacam-macam tingkatan, tergambar di dalamkebudayaan (OpenStax, 2012:62).
Ada banyak norma formal, tetapi daftar dari norma informal (perilaku sambil lalu
yang umum dan luas untuk menyesuaikan diri) lebih panjang. Orang-orang mempelajari
norma informal dengan observasi, imitasi, dan sosialisasi umum. Beberapa norma informal
dikatakan secara langsung (OpenStax, 2012:62).
Norma, dan reaksi sosial terhadap pelanggaran, bervariasi dalam kekuatan dan
intensitasnya (Sumner, 1906 dalam Stolley, 2005:46-47). Dibawah ini adalah macam-macam
norma menurut Sumner:
a. FolkwaysFolkwaysmerupakan norma yang lemah yang seringnya informal diturunkan dari
generasi sebelumnya. Folkwaysbisa juga dianggap sebagai norma tanpa dasar-dasar
moral. Folkwayssering berurusan dengan perilaku sehari-hari dan sopan santun.
Kebanyakanfolkwaystidak tertulis dan tidak disebutkan. Kita belajar dari bimbingan
langsung dan tindakan yang dilakukan untuk memperkuat perilaku yang disetujui.
b. Tata kelakuan (mores)Tata kelakuan adalah yang mewujudkan pandangan moral dan inti kelompok. Tata
kelakuan merupakan norma-norma yang dipegang teguh. Moresmewakili standar yang
dipegang teguh tentang apa yang benar dan salah. Moresdianggap sebagai pelanggaran
moral yang signifikan dan sering diformalkan sebagai hukum. Moresterkuat secara
hukum dilindungi dengan hukum atau norma-norma formal lainnya. Orang yang
melanggar moresdipandang sebagai orang yang memalukan. Bahkan mereka dihindari
atau dilarang dalam beberapa kelompok. Konsekuensi dari pelanggaran norma ini parah,
dan bisa berakhir dengan pengusiran. Contoh morespada banyak kebudayaan adalah
larangan pembunuhan, perampokan, dan penyerangan.
c. TabuTabu adalah norma yang begitu keberatan bahwa mereka dilarang keras. Tabu sering
terpikirkan dan hal yang paling dipertimbangkan dalam suatu budaya. Contoh umum
termasuk inses(perkawinan antara dua orang yang berkerabat dekat dan dianggap
melanggar adat, hukum, atau agama) serta kanibalisme.
Sedangkan menurut Soetandyo Wignjosoebroto (2011), pengklasifikasian norma
sosial meliputifolkways, mores, dan hukum.
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
8/17
8
a) FolkwaysDiterjemahkan menurut arti kata-katanya,folkwaysitu berarti tata cara (ways) yang
lazim dikerjakan atau diikuti oleh rakyat kebanyakan (folk). Walaupunfolkwaysitu
semula memang merupakan suatu kebiasaan dan kelaziman belaka (yaitu sesuatu yang
terjadi secara berulang-ulang dan ajeg di alam realita), namun karena dikerjakan secaraberulang-ulang, maka berangsur-angsur terasa kekuatannya sebagai hal yang bersifat
standar, yang karenanyasecara normatifwajib dijalani.
b) MoresDibandingkan dengan norma-normafolkwaysyang biasanya dipandang relatif kurang
begitu pentingdan oleh karenanya dipertahankan oleh ancaman-ancaman sanksi yang
tidak seberapa kerasmaka apa yang disebut moresitu dipandang lebih esensial bagi
terjaminnya kesejahteraan masyarakat. Pelanggaran terhadap moresselalu disesali
dengan sangat, dan orang selalu berusaha dengan amat kerasnya agar morestidak
dilanggar.c) Hukum
Pada kebanyakan masyarakat, di samping adanyafolkwaysdan mores, diperlukan
pula adanya segugus kaidah yang lain, yang lazim disebut hukum, untuk menegakkan
keadaan tertib sosial. Berbeda halnya denganfolkwaysdan mores, pada hukum didapati
adanya organisasi-politik khususnya, yang secara formal dan berprosedur bertugas
memaksakan ditaatinya kaidah-kaidah sosial yang berlaku. Inilah organisasi yang lazim
dikenal dengan nama badan peradilan.
Dalam pandangan para antropolog, agama merupakan sumber nilai moral dan
kaidah sosial masyarakat. Nilai-nilai agamayang umumnya sangat disakralkan
merupakan orientasi utama dari mana sistem hukum dan kaidah sosial dibentuk dan
dilembagakan masyarakat (Mashud, 2011:253).
Di dalam berbagai ritus keagamaan tertanam pelaksanaan sentimenyang
menopang norma dan nilai-nilai yang fundamental dan karena itu memantapkan kembali
norma tersebut dalam kesadaran para penganutnya. Dalam kegiatan timbal balik yang saling
memperkuat ini, kepercayaan beragama memberikan sanksi norma tingkah laku dan
menyediakan pembenahan terakhir. Sedang ritus agama menanamkan dan melaksanakan
sikap-sikap pengungkapan dan oleh karena itu akan memperkuat sikap memiliki dan
menghormati di mana norma yang demikian itu dianut. Jadi, melalui sanksi dan pembaruan
norma-norma dasar, agama memberikan dasar strategis bagi pengendalian sosial dalam
menghadapi kecenderungan penyimpangan dan pengungkapan dorongan-dorongan yang
berbahaya bagi stabilitas masyarakat (Mashud, 2011:254).
2.3 Tradisi dan Kebudayaan
Kebudayaan adalah kepercayaan dan perilaku yang dilakukan bersama-sama oleh
sebuah kelompok sosial (OpenStax College, 2012:56). Menurut para sosiolog, kebudayaan
terdiri dari seluruh ide, kepercayaan, perilaku, dan produk-produk, serta menegaskan, jalan
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
9/17
9
hidup suatu kelompok sosial. Kebudayaan meliputi apapun yang manusia ciptakan dan miliki
karena interaksi yang terjadi diantara mereka (Stolley, 2005:41).
Kebudayaan membentuk persepsi masyarakat tentang berbagai hal termasuk cara
berpikir, cara berperilaku, cara menilai sesuatu, tradisi yang kita pegang, dan hukum yang
kita buat. Setiap kebudayaan terdiri dari material dan non material. Semua hal yang dapat
diraba (nyata) yang dihasilkan oleh interaksi antar manusia disebut material kebudayaan.
Hal itu termasuk pakaian, buku, seni, bangunan, kuliner, alat-alat, dll. Non material
kebudayaan adalah segala sesuatu yang tidak dapat diraba yang tercipta dari hasil interaksi
antar manusia. Ide, bahasa, nilai-nilai, kepercayaan, kebiasaan, dan institusi sosial
merupakan contoh dari non material kebudayaan (Stolley, 2005:42).
Unsur-unsur kebudayaan terdiri dari (OpenStax College, 2012:61):
a. Nilai-nilai dan KepercayaanNilai adalah standar kebudayaan untuk melihat mana yang baik dan pantas di dalam
masyarakat. Sedangkan kepercayaan adalah ajaran atau keyakinan yang dianggap benar
oleh orang-orang. Individu-individu di dalam sebuah masyarakat mempunyai
kepercayaan yang spesifik, tetapi mereka juga berbagi nilai-nilai bersama.
b. NormaNorma adalah bagaimana cara berperilaku agar sesuai dengan apa yang masyarakat
tetapkan sebagai baik, benar, dan penting, dan sebagian besar anggota masyarakat
menganutnya.
c. Simbol dan BahasaSimbol dapat diartikan seperti gerak-gerik, tanda, benda, sinyal, dan kata-kata
membantu orang-orang untk mengerti dunia. Simbol memberikan petunjuk untuk
memahami pengalaman. Bahasa adalah sistem simbolik yang ditransmisikan melalui
komunikasi dan melalui budaya.
Kebudayaan berubah ketika sesuatu yang baru (katakanlah, rel kereta api atau
smartphone) membuka cara hidup yang baru dan ketika ide-ide baru memasuki suatu
kebudayaan (katakanlah, sebagai hasil dari perjalanan atau globalisasi). Kebudayaan dapat
berubah disebabkan dua hal dibawah ini (OpenStax, 2012:69-70):
a. Inovasi (Penemuan dan Penciptaan)Sebuah inovasi mengarah kepada suatu objek atau konsep awal dari sebuah
penampilan dalam masyarakat. Ada dua cara yang tepat dalam mendatangkan sebuah
ide ataupun benda inovatif yaitu, penemuan dan penciptaan.
Penemuan adalah yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu tentang aspek yang ada
pada kenyataan. Contohnya pada 1610, ketika Galileo melihat melalui teleskopnya dan
menemukan planet Saturnus, planet itu telah ada disana, tetapi hingga waktu itu, belum
ada yang tahu tentang keberadaan planet tersebut.
Hasil invensi muncul ketika sesuatu yang baru telah dibentuk dari objek atau konsepyang ada (ketika benda-benda diletakkan bersama di dalam sebuah adab secara
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
10/17
10
keseluruhan). Pada akhir 1800an dan awal 1900an, alat-alat listrik telah diinvensi dengan
langkah yang mencengangkan.
Sosiolog William F. Ogburn menciptakan istilah ketertinggalan budayauntuk
merujuk kepada masa yang lalu diantaranya ketika sesuatu yang baru dari material
kebudayaan telah dikenalkan dan ketika hal itu menjadi bagian yang telah diterima darinon material kebudayaan (Ogburn:1957).
b. Difusi dan GlobalisasiPasar dunia telah didominasi oleh perusahaan multinasional pada 1980an, sebuah
keadaan baru dari urusan-urusan pada saat itu. Integrasi dari perdagangan internasional
dan pasar uang sebagai globalisasi. Peningkatan komunikasi dan perjalanan udara telah
lebih jauh membuka pintu untuk hubungan bisnis internasional, memfasilitasi alirannya
tidak hanya yang baik tetapi juga informasi dan orang-orang dengan baik
(Scheuerman:2010).
Disepanjang proses globalisasi ada difusi, atau, penyebaran material dan nonmaterial kebudayaan. Ketika globalisasi merujuk pada integrasi pasar, difusi
menghubungkan proses yang serupa untuk integrasi kebudayaan internasional.
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
11/17
11
BAB III
LAPORAN OBSERVASI
3.1Setting Lingkungan SosialObservasi ini saya lakukan di lingkungan kampus UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang yang mayoritas mahasiswanya lulusan pondok pesantren. Meskipun begitu, sistem
pembelajaran di kampus ini laki-laki dan perempuan belajar dalam satu kelas, entah itu
kelas reguler ataupun kelas Bahasa Arab atau PPBA. Selain lulusan pondok pesantren, di
kampus ini juga banyak mahasiswa yang berasal dari sekolah umum. Maka dari itu,
mahasiswa dari kedua latar belakang tersebut berbaur dalam lingkungan sosial di kampus
ini menciptakan lingkungan sosial yang beragam termasuk cara bergaul dengan lawan jenis.
3.2Gambaran Latar Belakang Kehidupan Sosial SubyekKarena disini subyek yang saya teliti adalah mahasiswa lulusan pondok pesantren,
maka yang akan saja paparkan hanya latar belakang mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang yang berasal dari pondok pesantren saja. Di pondok pesantren, para santri
menjalankan kehidupan sesuai dengan syariat Islam. Meskipun tidak semua pondok
mempunyai cara yang sama dalam mendidik para santrinya.
3.3Gambaran tentang Realitas Sosial yang TerjadiPergaulan di kampus yang berbeda dengan di pondok pesantren juga berdampak
pada cara bergaul para mahasiswa lulusan pondok pesantren di UIN Maulana Malik Ibrahim
Malang. Jika di pondok pesantren pergaulan antara laki-laki dan perempuan sangat diatur,
berbeda halnya dengan di kampus yang bebas. Meskipun pada tahun pertama diwajibkan
bertempat tinggal di mahad, tetapi hal itu tidak dapat mempertahankan kondisi pergaulan
antar lawan jenis seperti di pondok pesantren. Hal itu dikarenakan kelas belajar untuk kuliah
reguler dan Program Pengembangan Bahasa Arab (PPBA) disatukan antara mahasiswa dan
mahasiswi. Sehingga interaksi antar lawan jenis secara intens tidak terelakkan setiap
harinya.
3.4Bentuk-bentuk Permasalahan Sosial yang TerjadiDari proses sosialisasi antar lawan jenis yang terjadi pada mahasiswa lulusan
pondok pesantren di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, terdapat permasalahan sosial
yang muncul, diantaranya perubahan cara bersosialisasi atau bergaul mahasiswa lulusan
pondok pesantren dengan lawan jenisnya serta berubahnya pola pikir terhadap pergaulan
antar lawan jenis.
Cara bersosialisasi mahasiswa lulusan pondok pesantren dengan lawan jenisnya di
kampus telah mengalami perubahan dari cara bergaul mereka dengan lawan jenis di pondok
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
12/17
12
pesantren. Di pesantren, ketika bertatap muka dengan lawan jenis yang bukan mahram
mereka akan menundukkan muka. Sebisa mungkin untuk menjaga pandangan dan sikap
ketika berada di hadapan lawan jenis.
Mengobrol dengan candaan dan basa-basi merupakan salah satu aktivitas interaksi
sosial di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Di kampus, lawan jenis berinteraksi dengan
menatap muka secara langsung hingga berduaan sudah menjadi hal biasa. Banyak hal
aktivitas akademik yang membutuhkan interaksi antar lawan jenis seperti diskusi, rapat,
kerja kelompok, dll.
Cara berpikir mahasiswa yang dulunya mondokdi pesatren terhadap lawan jenis
yang bukan mahramyang menganggap bahwa yang bukan mahramitu tidak boleh didekati.
Hal itu sesuai dengan syariat Islam yang mengatur pergaulan lawan jenis yang bukan
mahramdan diterapkan di dalam pondok pesantren. Berbeda cara pandang terjadi ketika
mereka telah berada di kampus. Meskipun tidak semua merubah cara berpikir mereka.
Mereka yang berubah pemikirannya sudah tidak mengganggap yang bukan mahramitu
haram untuk didekati. Bebasnya pergaulan merupakan bukti dari perubahan cara berpikir
tersebut.
3.5Penyebab Munculnya Masalah SosialPenyebab munculnya permasalahan sosial yang terjadi adalah dikarenakan keadaan
dan sistem belajar di kampus yang mendukung munculnya masalah sosial serta kebiasaan
atau perilaku mahasiswa bukanlulusan pondok pesantren dan senior yang mempengaruhi
perilaku mahasiswa lulusan pondok pesantren khususnya junior atau mahasiswa baru.
Sistem belajar di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang mencampurkan antara
mahasiswa dan mahasiswi dalam satu kelas serta penyamarataan dalam perlakuan
akademik menjadi salah satu penyebab munculnya masalah sosial. Sistem pembelajaran
seperti itu menuntut para mahasiswa dan mahasiswinya untuk saling berinteraksi di dalam
kelas maupun di luar kelas. Kegiatan yang menuntut adanya interaksi antar lawan jenis yaitu
diskusi, kerja kelompok, maupun presentasi.
Selain itu peran mahasiswa yang bukan lulusan pondok pesantren dan senior di UINMaulana Malik Ibrahim Malang juga ikut andil dalam memunculkan masalah sosial diatas.
Karena di kampus ini tidak membedakan latar belakang pendidikan masing-masing
mahasiswa. Mahasiswa yang lulus tidak dari pondok pesantren memiliki cara berpikir dan
bergaul yang lebih bebas daripada mahasiswa lulusan pondok pesantren. Hal itu
mempengaruhi mahasiswa lulusan pondok pesantren. Mereka meniru cara pandang dan
bergaul para senior dan mahasiswa bukan lulusan pondok pesantren yang mereka anggap
keren.
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
13/17
13
3.6Dampak Riil Masalah Sosial dalam Kehidupan Sosial MasyarakatDampak riil masalah sosial dalam kehidupan sosial masyarakat meliputi dampak
positif dan dampak negatif. Dampak positif yang terjadi seperti:
Terbukanya pergaulan antar lawan jenis dapat mengharmoniskan hubungankomunikasi. Tentunya juga meluaskan pergaulan di kalangan mahasiswadan sekitarnya.
Selain itu, pembatasan pergaulan yang dilakukan beberapa observan jugadapat membentengi keimanan dan diri mereka dari kemaksiatan.
Dampak negatif yang terjadi antara lain:
Terlalu terbukanya pergaulan dengan tidak dibarengi kesadaran dankewaspadaan akan kejahatan dan hal-hal negatif lainnya dapat
menjerumuskan mahasiswa kedalam kemaksiatan.
Pembatasan pergaulan yang terlalu ketat juga akan mengakibatkanrendahnya kemampuan sosialisasi seseorang di masyarakat.
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
14/17
14
BAB IV
ANALISA, PEMBAHASAN, DAN SOLUSI
4.1 Analisa
Dari observasi yang telah dilakukan penulis, dapat diketahui bahwa proses sosialisasi
yang terjadi antar lawan jenis untuk mahasiswa lulusan pondok pesantren sebenarnya
mayoritas tidak menemui masalah ketika berinteraksi dengan lawan jenis pertama kalinya di
luar pondok pesantren. Karena menurut mereka, ketika di pondok pesantren pembatasan
pergaulan lawan jenis tidak terlalu dijaga ketat, tetapi tetap dibatasi. Oleh karena itu, ketika
telah berada di kampus mereka tidak memiliki masalah dengan pergaulan mereka dengan
lawan jenis.
Selain itu, ada juga beberapa mahasiswa yang kaget ketika telah berada di kampus
karena pondok pesantren tempat mereka dahulu menimba ilmu memiliki peraturan dan
pembatasan yang lebih ketat terhadap masalah pergaulan antar lawan jenis. Kelompok ini
memiliki masalah berinteraksi dengan lawan jenis ketika harus mengerjakan tugas kelompok
atau hal-hal lain yang mengharuskan mereka berinteraksi dengan lawan jenis. Hal-hal yang
muncul ketika mereka menemui masalah dalam bersosialisasi adalah rasa gugup,
kecanggungan dalam bersikap, dan berkomunikasi.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, terdapat hal-hal yang
mempengaruhi proses sosialisasi yang terjadi antar lawan jenis pada mahasiswa lulusan
pondok pesantren di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, diantaranya sistem peraturan
atau pembatasan pergaulan antar lawan jenis di pondok pesantren tempat mereka
menimba ilmu dahulu dan sistem pembelajaran di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang
tidak memisahkan antara mahasiswi dan mahasiswa dalam proses pembelajaran seperti
tugas kelompok, diskusi, dll.
Selain itu ketika mereka mengikuti organisasi ataupun Unit Kegiatan Mahasiswa di
kampus juga diharuskan berinteraksi dengan lawan jenis terutama senior. Ada dari observan
yang kemudian mengubah cara pandangnya terhadap hal ini dan mulai terbuka dengan
lawan jenis. Hal itu didasari oleh argumen bahwa pembatasan pergaulan dengan lawan jenis
dapat merugikan dirinya ketika harus melaksanakan tugas dari dosen ataupun ketika
bersosialisasi di kampus.
Yang lain ada juga yang tetap mempertahankan keyakinan yang mereka bawa dari
pondok pesantren. Ketika berinteraksi dengan lawan jenis, mereka memberlakukan
pembatasan terhadap dirinya sendiri dengan tidak memandang lawan jenis dan berbicara
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
15/17
15
seperlunya saja. Mereka berkeyakinan bahwa melakukan interaksi yang berlebihan
terhadap lawan jenis akan menjerumuskan mereka ke dalan kemaksiatan.
4.3 Solusi
Solusi yang dapat penulis sarankan kepada kedua macam kelompok observanadalah:
Bagi observan yang terbuka dalam pergaulan, diharapkan tetap waspada dalammenjaga diri terhadap hal-hal yang negatif. Begitu juga dalam memilih teman harus
selektif agar tidak menimbulkan pengaruh negatif atas diri kita.
Bagi observan yang membatasi pergaulannya, diharapkan dapat lebih luwes lagidalam bergaul agar tidak kaku dalam bersosialisasi, tetapi jangan tinggalkan nilai-
nilai luhur yang telah kalian terima dari pondok pesantren.
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
16/17
16
BAB V
KESIMPULAN
Proses sosialisasi antar lawan jenis yang terjadi pada mahasiswa lulusan pondok
pesantren di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini memiliki dua cara yang berbeda. Ada
yang mengalami perubahan dari tradisi pergaulan di pondok pesantren dan ada pula yang
statis. Yang mengalami perubahan cara bersosialisasi tidak lepas dari faktor pergaulan di
kampus serta sistem pembelajaran kampus. Hal itu berdampak pada perubahan sikap dan
pola berpikir tentang pergaulan lawan jenis.
-
7/22/2019 laporan observasi sosiologi
17/17
17
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi, Haji. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta
Boeree, C. George. 2006. Dasar-dasar Psikologi Sosial. Jogjakarta: Prismasophie
College, OpenStax. 2012. Introduction to Sociology. Houston, Texas: OpenStax College
Mashud, Mustain. 2011. Pranata Agama dalam Narwoko dan Suyanto (Eds). Sosiologi Teks
Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana
Norma, Siti. 2011. Proses Sosial dalam Narwoko dan Suyanto (Eds). Sosiologi Teks Pengantar
dan Terapan. Jakarta: Kencana
Suyanto, Bagong dan Ariadi, Septi. 2011. Interaksi dan Tindakan Sosial dalam Narwoko dan
Suyanto (Eds). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana
T. Cragun, Ryan dan Cragun, Deborah. 2006. Introduction to Sociology. Wikibooks
Wignjosoebroto, Soetandyo. 2011. Norma dan Nilai Sosial dalam Narwoko dan Suyanto
(Eds). Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana
Stolley, Kathy S. 2005. The Basics of Sociology. London: Greenwood Press