laporan observasi pemilu

18
Laporan Observasi PROSES PELAKSANAAN PEMILU Di Dusun Wonoroto Kabupaten Wonosobo MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Dosen Pengampu : DIDI PRAMONO Disusun oleh: ELIV KURNIAWAN (5302413008) UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2013/2014

Upload: eliev-kurniawan

Post on 28-Dec-2015

239 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

Tentang laporan observasi pemilu 2014

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Observasi Pemilu

Laporan Observasi

PROSES PELAKSANAAN PEMILU

Di Dusun Wonoroto Kabupaten Wonosobo

MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Dosen Pengampu : DIDI PRAMONO

Disusun oleh:

ELIV KURNIAWAN (5302413008)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2013/2014

Page 2: Laporan Observasi Pemilu

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

hidayah dan karunia-Nya, sehingga laporan hasil observasi Pelaksanaan Pemilu 09 April

2014 ini dapat terselsaikan. Laporan ini disusun sebagai tugas mandiri mata kuliah umum

Pendidikan Kewarganegaraan dengan kegiatan observasi di TPS daerah, Desa Tracap,

Kecamatan Kaliwiro, Kabupaten Wonosobo.

Dalam hal ini, Penulis menyadari laporan ini tidak dapat tersusun dan terselesaikan

dengan baik, oleh karena itu saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan agar

kedepannya penulisan laporan dapat tersusun dan terselesaikan dengan lebih baik lagi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Panitia Pemilu Desa Tracap yang telah

membantu melancarkan kegiatan observasi ini, juga kepada teman teman yang selalu

memberi dukungan dan saran. Dan semoga laporan observasi ini dapat memberi manfaat bagi

pembacanya.

Semarang, 13 April 2014

Penulis

Page 3: Laporan Observasi Pemilu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara demokrasi, dimana pemerintahan berasal dari rakyat,

oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pelaksanaan pemerintahan oleh rakyat ini merupakan

bentuk dari demokrasi yang prosedural yang artinya akan terjadi persaingan partai politik

dan atau suatu usaha meyakinkan rakyat oleh para calon pemimpin politik agar memilih

mereka untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan, baik legislatif atau eksekutif di

daerah maaupun kota. Dalam menunjang pelaksanaan demokrasi yang prosedural tadi

maka diadakanlah pemilihan umum (pemilu) untuk memilih calon calon pemimpin

negara yang baik dan dapat membawa negara kearah yang lebih baik.

Pada teorinya pemilu digunakan rakyat untuk memilih calon pemimpin yang

benar benar sesuai dengan hati nuraninya, untuk memilih pemimpin yang menurut

mereka mampu mewakili aspirasi rakyat. Namun pada praktiknya justru rakyat dibuat

kebingungan untuk menentukan pilihannya, salah satunya dikarenakan adanya

pelanggaran yang dilakukan calon legislatif, seperti memberikan uang suap yang mereka

sebut dengan uang sumbangan yang bertujuan untuk menarik hati para rakyat untuk

memilihnya sebagai calon legislatif, atau yang dikenal dengan istilah money politic.

Sehingga menimbulkan kemungkinan bahwa suara yang dihasilkan pada pemilu bukan

benar benar suara rakyat. Angka golput yang semakin tinggi dan tingkat antusiame rakyat

pada pemilu yang terkesan acuh tak acuh menimbulkan berbagai macam pertanyaan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pemilu di masyarakat indonesia sekarang, terutama di Dusun Wonoroto,

Desa Tracap, Kabupaten Wonosobo?

2. Bagaimana tanggapan masyarakat, terutama masyarakat Dusun Wonoroto, Desa

Tracap dalam menggunaan hak pilih?

Page 4: Laporan Observasi Pemilu

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui keadaan dan pelaksanaan pemilu di Indonesia, terutama di Dusun

Wonoroto, Desa Tracap, Kabupaten Wonosobo.

2. Memahami tanggapan masyarakat Dusun Wonoroto, Desa Tracap, Kabupaten

Wonosobo mengenai penggunaan hak pilihnya.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui apakah pemilu itu sudah berfungsi

seperti semestinya di dalam masyarakat, atau justru menyeleweng dari kaidah pemilu

itu sendiri.

Page 5: Laporan Observasi Pemilu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat pada negara dalam sistem

demokrasi adalah Pemilihan Umum (Pemilu). Rakyat sebagai pemegang kedaulatan berhak

menentukan warna dan bentuk pemerintahan serta tujuan yang hendak dicapai sesuai

konstitusi yang berlaku. Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan

untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD

Kabupaten/Kota. Setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan

wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan MPR, disepakati untuk dilakukan langsung

oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan kedalam rezim pemilu. Pada umumnya istilah

pemilu lebih sering merujuk kepada pemilihan anggota legislatif dan presiden yang diadakan

setiap 5 tahun sekali.

2.1 Pengertian Pemilu

Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia merupakan suatu proses pergantian

kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang

digariskan konstitusi. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan

konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat

(demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses

pengambilan keputusan kenegaraan

Sebuah negara berbentuk republik memiliki sistem pemerintahan yang tidak

pernah lepas dari pengawasan rakyatnya. Demokrasi adalah sebuah bentuk pemerintahan

yang terbentuk karena kemauan rakyat dan bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat

itu sendiri. Demokrasi merupakan sebuah proses, artinya sebuah republik tidak akan

berhenti di satu bentuk pemerintahan selama rakyat negara tersebut memiliki kemauan

yang terus berubah. Ada kalanya rakyat menginginkan pengawasan yang superketat

terhadap pemerintah, tetapi ada pula saatnya rakyat bosan dengan para wakilnya yang

terus bertingkah karena kekuasaan yang seakan-akan tak ada batasnya. Berbeda dengan

monarki yang menjadikan garis keturunan sebagai landasan untuk memilih pemimpin,

pada republik demokrasi diterapkan azas kesamaan di mana setiap orang yang memiliki

Page 6: Laporan Observasi Pemilu

kemampuan untuk memimpin dapat menjadi pemimpin apabila ia disukai oleh sebagian

besar rakyat. Pemerintah telah membuat sebuah perjanjian dengan rakyatnya yang ia

sebut dengan istilah kontrak sosial. Dalam sebuah republik demokrasi, kontrak sosial atau

perjanjian masyarakat ini diwujudkan dalam sebuah pemilihan umum. Melalui pemilihan

umum, rakyat dapat memilih siapa yang menjadi wakilnya dalam proses penyaluran

aspirasi, yang selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara.

2.2 Fungsi, Makna dan Tujuan Pemilu

a) Fungsi Pemilu

Pemilu tidak hanya berfungsi untuk memilih dan mengganti anggota legislatif

serta presiden, namun juga memiliki arti tersendiri bagi Indonesia sebagai negara

Demokrasi,yaitu :

1. Media bagi rakyat untuk menyuarakan pendapatnya.

2. Mengubah kebijakan.

3. Mengganti pemerintahan.

4. Menuntut pertanggungjawaban.

5. Menyalurkan aspirasi lokal, sebagai sumber demokrasi di Indonesia

b) Makna Pemilu

Sebagai bangsa yang ingin maju dan mendabakan peubahan, pemilu juga

memiliki makna yang tidak dapat diacuhkan begitu saja,

1. Pemilu menujukan seberapa besar dukungan rakyat kepada pejabat atau

partai politik.

2. Sarana bagi kita untuk melakukan kesepakatan politik baru dengan partai

politik, wakil rakyat, dan penguasa.

3. Sebgai sarana mempertajam kesepakatan pemerintah dan anggota legislatif

terhadap aspirasi rakyat.

Page 7: Laporan Observasi Pemilu

c) Tujuan Pemilu

1. Melaksanakan kedaulatan rakyat.

2. Sebagai perwujudan hak asasi politik rakyat.

3. Untuk memilih wakil wakil rakyat yang duduk di DPR, DPD,dan DPRD

serta memilih presiden dan wakil presiden.

4. Melaksankan pergantian personal pemerintahan secara damai, aman, dan

tertib (secara konstitusional).

5. Menjamin kesinambungan pembangunan sosial.

2.3 Asas dan Sistem Pemilu di Indonesia

a) Asas Pemilu

Pemilihan umum di indonesia menganut asas “Luber” yang merupakan singkatan dari

“ Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia ” . Asas Luber sudah ada sejak zaman Orde

Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan

tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga

negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih

diharuskan memberikan usaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian

rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh

sipemilih itu sendiri.

Kemudian di era reformasi berkembang pula asa “Jurdil” yang merupakan singkatan

dari “Jujur dan Adil”. Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus

dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara

yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara

pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih.

Asas adil adalah perlakuan yang sama erhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada

pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas

jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi

juga penyelenggara pemilu.

Page 8: Laporan Observasi Pemilu

b) Sistem Pemilu di Indonesia

Pada pelaksanaan pemilu di Indonesia, pemilu di Indonesia menggunakan

kombinasi dari dua varian sistem pemilu dalam ilmu politik, yaitu kombinasi antara

Single member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya

disebut system distrik) dan Multy member constituency (satu daerah pemlihan

memilih beberapa wakil, biasanya dinamakan system perwakilan berimbang atau

system proporsional ).

Hal ini terlihat pada satu sisi menggunakan sistem distrik, antara lain pada Bab

VII pasal 65 tentang tata cara Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan

DPRD Kabupaten/Kota dimana setiap partai Politik peserta pemilu dapat mengajukan

calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota dengan

memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.

Disamping itu juga menggunakan sistem berimbang, hal ini terdapat pada Bab

V pasal 49 tentang Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPR, DPRD

Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dimana : Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk provinsi yang

bersangkutan dengan ketentuan :

a. Provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1000.000 (satu juta) jiwa

mendapat 35 (tiga puluh lima) kursi.

b. Provinsi dengan julam penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan

3.000.000 (tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi.

c. Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan 5.000.000

(lima juta) jiwa mendapat 55 (lima puluh lima) kursi.

d. Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 7.000.000

(tujuh juta) jiwa mendapat 65 (enam puluh lima) kursi.

e. Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan

9.000.000 (sembilan juta) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh lima) kursi.

f. Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.000 (sembilan juta) sampai dengan

12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi.

g. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa

mendapat 100 (seratus) kursi.

Page 9: Laporan Observasi Pemilu

BAB III

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Melalui proses pengamatan dan pembauran secara langsung dalam kegiatan pesta

demokrasi 9 April 2014 di Dusun Wonoroto, Desa Tracap, Kabupaten Wonosobo penulis

dalam hal ini menemukan data sebagai berikut :

1. TPS untuk daerah dusun Wonoroto ini hanya ada satu, ini di karenakan luas Dusun

Wonoroto yang tidak terlalu luas dan jumlah masyarakat yang tidak terlalu banyak

juga. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, TPS ini ditempatkan di ruangan sekolah,

yaitu di Aula SD Negeri 2 Tracap. Ini diputuskan atas mufakat bersama dengan

mempertimbangkan letak SD Negeri 2 Tracap yang strategis, yaitu terletak ditengah

Dusun dan dekat dengan jalan raya. Sehingga memudahkan proses persiapan dan

waktu pemilihan.

2. Para masyarakat Dusun Wonoroto ini sebagian besar menggunakan hak pilihnya pada

waktu pagi hari yaitu sekitar pukul 07.00 – 09.00 WIB, ini disebabkan karena

sebagian besar masyarakatnya yang bermata pencaharian petani. Mereka memiliki

waktu luang ketika pagi hari dan sebagian waktu siang sampai sore digunakan mereka

untuk menggarap ladang dan sawah.

3. Di Dusun Wonoroto juga terdapat masyarakat atau penduduk yang merantau, mulai

dari mahasiswa yang kuliah diluar kota hingga mereka yang bekerja di luar kota yang

tidak dapat setiap waktu kembali kerumah. Sebagian besar dari mereka ada yang

menyempatkan diri untuk pulang kekampung halaman demi untuk menggunakan hak

suaranya, selain itu ada juga mereka yang pulang untuk mengurus formulir A5 guna

melakukan hak pilihnya di tempat lain, hal ini sebagian besar dilakukan oleh

mahasiswa yang kuliah di lura kota.

4. Adanya anggota golput ( golongan putih ) dan Money Politic yang mencoreng citra

pesta demokrasi di Dusun Wonoroto. Ini terindikasi dari tutur masyarakatnya secara

langsung yang justru berbincang dengan terang terangan mengenai kedua hal ini.

Page 10: Laporan Observasi Pemilu

5. Selain Golput dan money politic juga hilangnya beberapa Asas dari pemilu, salah

satunya adalah Rahasia. Mereka yang tidak golput dan menggunakan hak pilihnya

justru terang-terangan bercerita tentang pilihan wakil rakyatnya, yang seharusnya itu

menjadi rahasia dan hanya diri mereka yang tau.

Dengan data di atas kita sebagai warga negara indonesia telah mengetahui bagaimana

realita tentang pemilu di daerah pedesaan, yaitu Dusun Wonoroto, Kabupaten Wonosobo.

Mugkin tidak jauh berbeda dengan kegiatan pemilu yang diselenggarakan didaerah

perkotaan. Tapi dengan melihat apa yang terjadi di dalam kegiatan pesta demokrasi ini tetap

mencerminkan bagaimana pelaksanaan pemilu di masyarakat itu sendiri.

Kegiatan pemilu di daerah pedesaan juga dipersiapkan oleh panitia KPU secara

matang matang, mulai dari tempat hingga bagaimana proses pemilihan akan berlangsung.

Dengan sebagian besar mata pencaharian masyarakat pedesaan adalah petani, ini juga

mempengaruhi waktu penggunaan hak suara didalam pemilu. Sebagian besar petani memiliki

waktu luang adalah ketika dipagi hari, dimana mereka belum berkutat dan berkegiatan di

ladang mereka yang biasanya memakan waktu hingga sore. Hal ini juga memberi kesan

positif bagaimana tanggapan masyarakat dan antusiasme masyarakat Dusun Wonoroto ini

dalam menanggapi pemilu. Mereka tetap menggunakan hak pilihnya meski harus melawan

pagi yang biasanya digunakan untuk merileksasikan tubuh mereka sebelum beraktivitas

Sebagai warga negara yang baik dan memikirkan tentang kemajuan bangsa memang

kita harus menggunakan hak pilih kita sebagai bentuk kedaulatan rakyat dan pembangunan

pemerintah yang lebih baik, apapun itu alasannya termasuk tinggal di luar kota atau luar

wilayah pemilihannya. Dalam masalah ini KPU telah mempermudah cara untuk pindah

tempat memilih / TPS. Kita hanya perlu mengurus formulir A5-KPU di KPU kabupaten/kota

tujuan tempatnya pindah yang kemudian Panitia Pemungut Suara (PPS) akan menerbitkan

formulir C6 atau undangan memilih kepada pemilih pindah untuk dibawa ke TPS pada hari

pemungutan suara, 9 April 2014.

Fenomena golput semakin menjadi. Ini juga terjadi di TPS Dusun Wonoroto.

Golongan Putih atau lebih dikenal dengan golput merupakan sebuah fenomena yang selalu

mengiringi pesta demokrasi pemilu raya di Indonesia. Setiap diadakannya pemilu pasti ada

saja masyarakat yang tak menggunakan hak pilihnya atau sering disebut sebagai golput.

Padahal semua pandangan menyebutkan bahwa golput itu harus dihindari demi terciptanya

Page 11: Laporan Observasi Pemilu

demokrasi yang stabil dan berkualitas. Adanya fenomena Golput ini seharusnya bisa kita

cegah dari awal dengan melihat berbagai faktor penyebabnya. Golput ini bisa terjadi karena

dua alasan yang umum yakni karena kesengajaan dan kesalahan teknis pada proses pemilu.

Di Masyarakat dusun wonoroto, ada yang golput karena mereka malas mendatangi

tempat pemilu/ TPS. Mereka berpikiran lebih baik kerja dari pada repot repot ke TPS untuk

melakukan hal yang menurut dia tidak penting. Menurut mereka kerja lebih jelas hasilnya

dari pada menggunakan hak suaranya untuk memilih orang yang tidak dikenali mereka, hal

ini menujukan bahwa ada pandangan apatis dari masyarakat mengenai pemilu itu sendiri.

Sehingga menurut penulis ada 3 hal pokok yang membuat masyarakat melakukan golput.

1. Pandangan Subyektif Terhadap Calon Legsilatif

Sebagian besar masyarakat akan menilai caleg berdasarkan track record

mereka dalam dunia politik, hal inilah yang biasanya menjadi bias.

Masyarakat cenderung menilai para caleg berdasarkan kata hati mereka baik

itu secara penampilan, sosok maupun cara caleg tersebut bekerja. Padahal

belum tentu semua yang mereka lihat terbukti nyata pada kehidupan yang

sebenarnya. Oleh karena itu banyak juga caleg yang tak mereka kenal justru

diacuhkan begitu saja tanpa menilai terlebih dahulu visi dan misi yang dimiliki

oleh tiap-tiap caleg. Jadi intinya masyarakat akan memilih caleg yang menurut

mereka sesuai saja, ketika tidak ada yang sesuai maka mereka akan

memutuskan untuk tidak memilih atau Golput.

2. Kesalahan Teknis

Tak ada yang sempurna, mungkin inilah gambaran alasan yang kedua. Pada

dasarnya pemilu sudah dirancang sedemikan rupa untuk bisa dimanfaatkan

oleh masyarakat yang memiliki hak pilih untuk menentukan siapa yang ingin

mereka pilih nantinya. Namun terkadang kesalahan masih sering terjadi pada

penetapan Daftar Pemilih Tetap, Kertas suara yang rusak maupun kecurangan

yang lainnya. Dalam beberapa pemilu terakhir hal yang paling sering terjadi

adalah jumlah calon DPT lebih banyak dibandingkan dengan orang yang

memang menjadi DPT itu sendiri. Biasanya hal ini disebabkan karena adanya

dua KTP yang dimiliki oleh kaum urban, yang paling sering terjadi biasanya

di Jakarta dimana setiap orang yang memiliki KTP jakarta pasti akan terdaftar

untuk jadi DPT. Sementara didaerahnya sendiri mereka juga terdaftar menjadi

Page 12: Laporan Observasi Pemilu

DPT sehingga satu orang otomatis memiliki dua suara. Padahal orang tersebut

pasti hanya menggunakan salah satunya saja sehingga hal ini membuat angka

golput semakin tinggi. Untungnya pada pemilu 2014 ini pemerintah telah

melakukan revolusi KTP dengan diberlakukannya KTP Elektronik yang

bertujuan untuk mengantisipasi KTP dobel tersebut sehingga angka golput

bisa dicegah.

3. Sikap Apatisme Terhadap Pemilu

Sikap apatis atau ketidakpedulian merupakan gejala negatif yang makin

berkembang di masyarakat sekarang. Biasanya sikap apatisme ini timbul

karena kekecewaan terhadap partai politik ataupun tokoh politik yang ada

sekarang ini. Hal ini mendorong masyarakat untuk acuh terhadap pemilu raya

sehingga angka golput menjadi tinggi. Dalam berbagai survei yang telah

dilakukan, sebagian besar sikap apatisme ini timbul biasanya pada kalangan

pemuda. Mereka biasanya tak mau ambil pusing terhadap sistem politik

maupun demokrasi yang sedang dibangun di Indonesia. Apalagi para pemuda

juga memiliki sensifitas yang sangat tinggi terhadap setiap peristiwa yang

terjadi di dunia politik indonesia. Dan keadaan politik yang semakin carut

marut serta kasus korupsi dimana-mana, tentu akan membuat para pemuda

semakin benci dengan perpolitikan tanah air sehingga menimbulkan sikap

apatisme yang tentunya akan meningkatkan angka golput. Sebenarnya ini

semua bisa dicegah dengan adanya sosialisasi di sekolah atau kampus-kampus

diseluruh indonesia. Isinya bisa berupa seminar maupun kampanye anti

golput, karena suara pemuda merupakan satu dari yang terbesar melebihi

angka 40% dari total DPT nasional.

Tiga penyebab golput tersebut seharusnya bisa segera kita evaluasi dan menjadi

cerminan nyata untuk demokrasi di negeri ini. Bagaimanapun juga Indonesia membutuhkan

suara semua rakyatnya untuk membuat negeri ini menjadi lebih baik. Perubahan kearah

positif bisa diwujudkan hanya dengan dukungan masyarakat yang tinggi. Dan tingginya

angka golput tersebut menunjukkan bahwa masyarakat kurang antusias dalam membuat

negeri ini menjadi lebih baik.

Page 13: Laporan Observasi Pemilu

Selain Golput, di dusun Wonoroto juga terindikasi adanya money politik, ini

terbukti dari uraian salah satu masyarakat Wonoroto yang merupakan teman penulis

sendiri. mereka mengaku mendapat uang yang menurut mereka bernama Uang

sumbangan dari kader kader caleg, yang kemudian mereka disuruh untuk menggunakan

hak suaranya untuk memilih caleg yang memberikan uang tersebut.

Politik uang atau money politik adalah suatu bentuk pemberian atau janji

menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih

maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.

Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah

bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau

bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang

dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan

gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka

memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan.

Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat dan

kemiskinan membuat politik uang semakin menjadi. Tingkat kesejahteraan di masyarak

pedesaan itu biasanya rendah, sehingga politik uang ini marak terjadi di daerah pedesaan

termasuk Dusun Wonoroto ini. Meningkatkan kesadaran masyarakat merupakan indikator

penting untuk memudarkan berkembangnya praktek money politic, karena sebagian

besar masyarakat hanya memikirkan keuntungan sendiri tanpa menyadari efek yang

timbul di masa depan. Praktek money politic dapat menghancurkan masa depan negara

ini karena praktek money politic ini akan cukup menguras keuangan suatu partai atau

perorangan yang mencalonkan diri pada pemilu sehingga setelah terpilih di pemilu akan

memicu niat untuk tindak korupsi.

Dengan melihat ini, penulis juga berpendapat bahwa masyarak pada umumnya

terutama masyarakat pedesaan masih kurang mengerti tentang artinya demokrasi dan

kedaulatan rakyat. Mereka cenderung lebih memikirkan diri sendiri dari pada kepentingan

nasional. Ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang menerima politik uang dan

melakukan perintahnya. Masyarakat juga kurang paham tentang kaidah pemilu itu sendiri.

Pemilu adalah untuk mencari pemimpin bangsa yang lebih baik dan melaksanakan

kedaulatan raakyat. Namun pada praktiknya sebagian besar masyarakat tak acuh dengan

arti pemilu itu sendiri. Asas pemilu adalah “Luber Jurdil” yaitu, Langsung, Umum,

Page 14: Laporan Observasi Pemilu

Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil “ . Namun pada asas Bebas ini tidak dicerminkan sama

sekali. Mereka memilih caleg yang bukan merupakan pilihan mereka sendiri, namun dari

kemauan orang lain yang mengaturnya. Tentu unsur bebas disini hilang. Asas rahasia juga

tidak berjalan dengan semestinya, ini mungkin kurang sadar nya masyarakat itu sendiri,

yang seharunya pilihan wakilnya menjadi rahasia nya sendiri justru diceritakan bersama.

Page 15: Laporan Observasi Pemilu

Foto

Page 16: Laporan Observasi Pemilu
Page 17: Laporan Observasi Pemilu

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pesta demokrasi atau pemilu

belum berjalan sesuai dengan kaidahnya. Masyarakat secara umum belum menyadari

apa itu Pemilu di suatu negara demokrasi. Masih banyak masyarakat yang memiliki

ego tinggi tanpa memahami kedaulatan rakyat yang melibatkannya dalam membentuk

pemerintahan di negara ini. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pendidikan politik

didalam masyarakat. Masih banyak masyarakat yang apatis terhadap pemilu raya ini,

masih banyak masyarakat yang menjadi golongan putih, dan masih banyak juga

masyarakat yang menerima politik uang, sehingga sangat diperlukan pendidikan

politik bagi masyarakat guna menyadari dan menjadikan Indonesia menjadi negara

Demokrasi yang murni.

4.2 Saran

Pemerintah atau partai politik seharusnya menggunakan dana kampanye untuk

tidak hanya membuat aacara hiburan semata untuk masyarakat. Seharusnya

pemerintah atau partai politik lebih menekankan ke pendidikan politik ke masyarakat

yang masih sangat kurang demi menunjang masyarakat yang cerdas akan politik dan

tidak mudah untuk dimanfaatkan golongan tertentu.

Page 18: Laporan Observasi Pemilu

Daftar Pustaka

1. Andrain, Charles F, 1992. Kehidpan Politik dan Perubahan Sosial. Yogyakarta :

Tiara Wacana.

2. Sunarto.dkk, 2012.Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Semarang :

Pusat Pengembangan MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri Semarang.

3. http://id.wikipedia.org/wiki/Politik_uang

4. http://adisanjaya24.blogspot.com/2010/06/money-politic-dalam-demokrasi-suatu.html

5. http://njimetamorphose.blogspot.com/2010/03/money-politik-di-indonesia.html