laporan sosiologi pertanian

101
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sosiologi pertanian adalah suatu pengetahuan sistematis dari suatu hasil penerapan metode ilmu dalam mempelajari masyarakat pedesaan, struktur sosial dan organisasi sosial, dan juga sistem perubahan dasar masyarakat dan proses perubahan sosial yang terjadi. Tapi dalam pengertian ini tidak hanya cukup mempelajari saja, tetapi kita harus benar-benar paham tentang penyebab terjadinya dan dampak atau akibat dari segala tindakan sosial yang terdapat pada desa tersebut (Nasution, 1983). Sosiologi pertanian cenderung mengarah pada kehidupan keluarga petani yang mencakup dalam hubungannya dengan kegiatan pertanian di kehidupan bermasyarakat, misalnya tentang pola-pola pertanian, kesejahteraan masyarakat, kebiasaan atau adat istiadat, grup sosial, organisasi sosial, pola komunikasi dan tingkat pendidikan masyarakat serta struktur sosialnya. B. Tujuan Praktikum Praktikum sosiologi pertanian ini bertujuan untuk melatih mahasiswa mengenal lebih dalam perilaku masyarakat desa, kelembagaan hubungan kerja agraris dan luar pertanian, kekosmopolitan petani, 1

Upload: arzzz

Post on 24-Jun-2015

3.255 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Sosiologi Pertanian

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sosiologi pertanian adalah suatu pengetahuan sistematis dari suatu hasil

penerapan metode ilmu dalam mempelajari masyarakat pedesaan, struktur

sosial dan organisasi sosial, dan juga sistem perubahan dasar masyarakat dan

proses perubahan sosial yang terjadi. Tapi dalam pengertian ini tidak hanya

cukup mempelajari saja, tetapi kita harus benar-benar paham tentang

penyebab terjadinya dan dampak atau akibat dari segala tindakan sosial yang

terdapat pada desa tersebut (Nasution, 1983).

Sosiologi pertanian cenderung mengarah pada kehidupan keluarga

petani yang mencakup dalam hubungannya dengan kegiatan pertanian di

kehidupan bermasyarakat, misalnya tentang pola-pola pertanian, kesejahteraan

masyarakat, kebiasaan atau adat istiadat, grup sosial, organisasi sosial, pola

komunikasi dan tingkat pendidikan masyarakat serta struktur sosialnya.

B. Tujuan Praktikum

Praktikum sosiologi pertanian ini bertujuan untuk melatih mahasiswa

mengenal lebih dalam perilaku masyarakat desa, kelembagaan hubungan kerja

agraris dan luar pertanian, kekosmopolitan petani, kelembagaan pedesaan,

pola komunikasi, organisasi sosial dan adat istiadat yang ada.

C. Waktu dan Tempat Pelaksanan

Praktikum Sosiologi Pertanian dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2009

sampai dengan 30 Mei 2009, yang dilaksanakan di Desa Sambirejo,

Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri

1

Page 2: Laporan Sosiologi Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jika suatu daerah mempunyai suatu sistem regristasi yang baik, maka

jumlah penduduk pada akhir suatu periode waktu dari suatu daerah yang

bersangkutan dapat diperkirakan dengan menghitung jumlah penduduk pada suatu

periode ditambah selisih antara kelahiran dan selisih antara yang akan datang

dengan yang pindah atau pergi (Rusli, 1994).

Dalam kehidupan sehari-hari terlihat jelas perbedaan masyarakat pedesaan

dengan masyarakat perkotaan. Ditinjau dari indikator, terlihat masih

berlangsungnya kesenjangan kesejahteraan antara orang-orang desa dengan kota.

Bahkan untuk indikator, sekalipun skor kesejahteraannya mengisyaratkan adanya

perbaikan, tapi perbedaan tersebut sangat mencolok. Prosentase penduduk berusia

10 tahun keatas yang bisa baca tulis jumlahnya lebih beasr di kota daripada di

desa. Keadaan kesejahteraan bayi dan anak balita di kota jauh lebih baik daripada

teman-teman mereka yang ada di desa. Kelayakan rumah di kota jauh lebih baik

daripada keadaan rumah di desa. Indeks mutu hidup di kota jauh lebih baik

daripada di desa. Hal ini membuktikan betapa masih memprihatinkan kesenjangan

sosial antara masyarakat desa dan kota (Dumairy, 1997).

Dalam masyarakat desa terdapat dua kelompok sosial ekonomi. Pertama,

kelompok yang mampu melakukan usaha-usaha yang memberikan kehidupan

yang relatif memadai untuk mereka sendiri. Mereka ini biasanya adalah orang-

orang yang mempunyai lahan pertanian yang luas. Kedua adalah kelompok yang

secara sosial ekonomi dikategorikan miskin karena tidak mampu mengangkat diri

mereka sendiri pada tingkat yang disebut layak (Hagul, 1992).

Dalam Perkembangan Sosiologi di Indonesia gejala pelapisan sosial

(Social Stratification) agak lambat dipersepsikan dengan jelas, hal yang

menimbulkan kesan seakan-akan kita agak enggan melihat masyarakat kita

berlapis-lapis. Singkatnya penggambaran pelapisan sosial dari waktu ke waktu

sungguh penting dalam usaha kita sebagai bangsa mewujudkan masyarakat yang

adil dan makmur, dihitung dari sekarang bahkan dalam kurun waktu yang kurang

dari 14 tahun (Tjondronegoro, 1999).

2

Page 3: Laporan Sosiologi Pertanian

Perempuan sebagai pekerja dalam suatu produksi rumah tangga. Di desa

peran yang diberikan perempuan dalam usaha tani keluarga di sektor pertanian

dan pada sektor luar pertanian itu ditemukan beragam “industri” rumah tangga.

Tenaga kerja perempuan dalam perannya itu adalah tenaga kerja tanpa upah

(Anonim, 2009).

Sebagian (makhluk yang selalu hidup bersama-sama manusia membentuk

organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka

capai sendiri. Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh

masyarakat baik yang berbadan hukum ataupun yang tidak berbadan, yang

berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan

Negara (Anonim, 1994).

3

Page 4: Laporan Sosiologi Pertanian

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Praktikum

Pada dasarnya pelaksanaan praktikum ini merupakan latihan penelitian

dengan menggunakan metode dasar deskriptif analisis, yaitu metode yang

memusatkan perhatian pada permasalahan yang ada pada masa sekarang dan

bertitik tolak dari data yang dikumpulkan, dianalisis, dan disimpulkan dalam

konteks teori-teori yang ada dan dari penelitian terdahulu.

B. Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara, mahasiswa mendatangi responden. Wawancara dipandu

dengan kuisioner yang telah tersedia. Usahakan memperoleh data yang

obyektif. Data penunjang dapat diperoleh dari masyarakat, baik mengenai

sejarah desa maupun fenomena sosial yang ada.

2. Observasi, dengan melakukan pengamatan secara langsung atas keadaan

responden serta keadaan yang terjadi di daerah penelitian atau praktikum.

3. Pencatatan data-data yang diperlukan terutama monografi desa.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Data primer : data yang diperoleh secara langsung dari petani atau

responden dengan wawancara menggunakan kuisioner. Keseluruhan

jumlah petani responden berjumlah 28 orang yang terdiri dari:

25 orang petani responden yang terdiri dari petani pemilik penggarap,

penyewa, penyakap, dan buruh tani.

3 orang tokoh masyarakat yang terdiri dari pamong desa, sesepuh desa,

dan tokoh agama.

2. Data sekunder : data yang diambil dengan cara mencatat lansung data yang

ada di instansi terkait, misalnya data monografi desa.

4

Page 5: Laporan Sosiologi Pertanian

D. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan

menggunakan distribusi frekuensi. Pada kasus tertentu mahasiswa dapat

menulis secara lebih mendalam dan komprehensif, oleh karena itu disarankan

mahasiswa untuk menggali data lebih mendalam melalui indepth interview.

Penjelasan berdasarkan teori-teori atau hasil penelitian yang relevan

5

Page 6: Laporan Sosiologi Pertanian

IV. HASIL DAN ANALISIS HASIL

A. Keadaan Umum

1. Sejarah Desa

Desa Sambirejo

2. Kondisi Geografis

a. Lokasi Desa

1. Kondisi Desa Sambirejo secara geografis adalah sebagai berikut :

Ketinggian tanah dari permukaan laut : 650 M

Banyaknya curah hujan : 3100 mm/th

Topografi (dataran rendah, tinggi) : dataran rendah

Suhu udara rata-rata : 18 0C – 26 0C

2. Desa Sambirejo Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri

memiliki batas – batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Pablengan

Sebelah Selatan : Sungai/ Kec. Jumantono

Sebelah Barat : Desa Dawung/ Desa Plosorejo

SebelahTimur : Desa Karangbangun

3. Jarak dari Pusat Administras

Desa Sambirejo terletak cukup strategis, karena Desa

Sambirejo dekat dengan jalan raya. Dibandingkan dengan desa

yang lainnya Desa Sambirejo mempunyai jarak dari pusat

administrasi yang dekat, yaitu sebagai berikut:

1). Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : 0,5 Km

2). Jarak dari Ibukota Kabupaten : 15 Km

3). Jarak dari Ibukota Propinsi Dati I : 130 Km

b. Topografi

Desa Sambirejo terletak pada ketinggian 650 M di atas

permukaan laut. Dilihat dari topografinya Desa Sambirejo merupakan

daerah dataran rendah, oleh karena itu suhu rata-rata pada daerah

Sambirejo relative sejuk yaitu berkisar antara 18-26 C. Desa Sambirejo

Page 7: Laporan Sosiologi Pertanian

juga memiliki curah hujan kira-kira 3100 mm/th. Pertanian di Desa

Sambirejo sangat tergantung dengan curah hujan karena di daerah

tersebut termasuk daerah tadah hujan.

3. Kependudukan

a. Pertambahan Penduduk dan Mobilitas Penduduk

Dalam suatu daerah, pertambahan penduduk dan mobilitas

penduduk dipengaruhi oleh kelahitan, kematian, kedatangan, dan

kepergian.

Tabel 1 Pertambahan Penduduk dan Mobilitas Penduduk di Desa Matesih

Tahun Awal

MobilitasPertambahan

pendudukLahir

(L)

Mati

(M)

Datang

(I)

Pergi

(E)

2004 0 30 25 18 8 15

2007 7736 43 32 3 58 21

2008 7757 55 31 29 39 10

Σ 15493 128 88 50 105 46

5164,3 42,67 29,33 16,67 35 15,33

Sumber : Data Sekunder

Pertambahan penduduk dengan rumus = (L - M) + (I - E)

Tahun 2004 : pertambahan penduduk = (30 –25) + (18 –8) = 15

Tahun 2007 : pertambahan penduduk = (43 – 32) + (3 – 58) = - 44

Tahun 2008 : pertambahan penduduk = (55 – 31) + (29 – 39) = 14

Data hasil pengamatan mengenai pertambahan penduduk dan

mobilitas penduduk dapat diketahui bahwa pertambahan penduduk

Desa Matesih pada 3 tahun terakhir yaitu dari tahun 2004 , 2007, 2008

paling sedikit dicapai pada tahun 2007 yaitu pertambahan sebanyak -

Page 8: Laporan Sosiologi Pertanian

44 pertambahan penduduk yang berarti bahwa mobilitas penduduk itu

negatif sehingga jumlah penduduk yang lahir di Desa Matesih lebih

besar dari jumlah penduduk yang meninggal dan jumlah penduduk

yang datang lebih kecil dari jumlah penduduk yang pindah. Mobilitas

penduduk dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang lahir, mati, datang

dan pergi. Mobilitas penduduk yang terjadi di Desa Matesih tiap tahun

mengalami perubahan. Mobilitas berpengaruh pada pertambahan

jumlah penduduk dan efek kedepannya berpengaruh terhadap

kesejahteraan masyarakat.

Hasil pengamatan terhadap keadaan pertambahan penduduk

Desa Matesih dapat menghasilkan data yang tidak sama dengan data

Monografi desa, hal ini terjadi karena di dalam laporan pertambahan

penduduk di awal pada tahun 2004 diasumsikan bahwa pertambahan

penduduk sebesar 0 pertambahan. Hal ini sengaja dibuat agar dalam

memahami keadaan dan kondisi penduduk Desa Matesih dalam segi

jumlah penduduk dan pertambahan penduduk menjadi ledih mudah

dan lebih jelas.

Selain itu hasil analisis yang berbeda dengan data monografi

Desa Matesih disebabkan oleh adanya penduduk yang datang dan telah

menetap namun data tersebut tidak di laporkan, selain itu adanya

penduduk yang lahir dan meninggal dunia yang tanpa pencatatan pula

oleh petugas desa (perangkat desa) sebagai data dari kelurahan desa

tersebut.

Pertumbuhan penduduk adalah keseimbangan dinamis antara

kekuatan-kekuatan yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang

mengurangi jumlah penduduk. Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran, kematian, dan

Imigrasi. Faktor kelahiran dan kematian disebut faktor alami

sedangkan Imigrasi disebut faktor non alami (Suyitro, 1997).

b. Kepadatan Penduduk

Page 9: Laporan Sosiologi Pertanian

Kepadatan penduduk terdiri dari kepadatan penduduk secara

geografis dan kepadatan penduduk secara agraris.

Tabel 2 Kepadatan Penduduk di Desa MatesihTahun Jumlah

PendudukLuas Wilayah

( km2)

Kepadatan Penduduk

(Jiwa/ km2)

Luas Lahan (ha)

Kepadatan Agraris

(Jiwa/ha)

2004 7721 2746,1 2,8116 269,61 28,64

2007 7720 2746,1 2,8112 269,61 28,63

2008 7712 2746,1 2,8083 269,61 28,6

Sumber : Data Sekunder

Kepadatan Penduduk

Tahun 2004: = 2,8116 jiwa/km2

Tahun 2007: = 2,8112 jiwa/km2

Tahun 2008

Rata – rata

: = 2,8083 jiwa/km2

: 2,8104 jiwa/km2

Kepadatan Agraris

Tahun 2004: = 28,64 jiwa/ha

Tahun 2007: = 28,63 jiwa/ha

Tahun 2008

Rata – rata

: = 28,6 jiwa/ha

: 28,62 jiwa/ha

Data hasil pengamatan mengenai kepadatan penduduk

diketahui jumlah penduduk dari tahun ke tahun terus berkurang

Page 10: Laporan Sosiologi Pertanian

walaupun hanya sedikit sehingga hal ini akan mempengaruhi

kepadatan penduduk baik kepadatan geografis maupun kepadatan

agraris. Kepadatan penduduk geografis menunjukkan jumlah

penduduk yang menempati satu wilayah seluas 1 km2. Rata – rata

kepadatan penduduk geografis dalam tiga tahun terakhir adalah 2,8104

jiwa/km2. Berarti dalam tiap-tiap luasaan wilayah 1 km2 terdapat 2

sampai 3 jiwa menggarap.

Demikian juga dengan kepadatan agrarisnya, selama tiga tahun

terakhir ini juga terus bertambah. Kepadatan penduduk agraris

menunjukkan jumlah orang yang terdapat dalam 1 ha luas lahan

pertanian. Rata – rata yang diperoleh selama lima tahun adalah 28,62

jiwa/ha, hal ini berarti dalam 1 ha luas lahan pertanian terdapat 28

sampai 29 jiwa yang menempatinya.

Apabila kepadatan di daerah ini terus meningkat, dampak yang

ditimbulkan yaitu semakin meningkatnya tuntutan kebutuhan sandang,

pangan, papan, dan lain – lain. Selain itu masalah sosial, ekonomi,

politik, dan budaya akan semakin kompleks.

Faktor yang mempengaruhi semakin bertambahnya kepadatan

penduduk di Desa Matesih ini adalah semakin bertambahnya penduduk

dari tahun ke tahun. Ditambah lagi kesuburan tanah pertanian dan letak

desa yang sangat strategis.

Masalah penduduk yang terus meningkat memang sangat

mempengaruhi pembangunan di masa mendatang, diperkirakan pada

awal abad 21 kawasan Asia Pasifik akan dihuni oleh sekitar 4,2 milyar

manusia atau 80 % dari total penduduk dunia. Diharapkan jumlah itu

bisa ditekan serendah-rendahnya dengan menurunkan tingkat

pertumbuhan jumlah penduduk (Mardun, 1996).

c. Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin

Keadaan penduduk dapat dilihat dari jenis kelaminnya,

bagaimanakah perbandingan antar jumlah penduduk laki-laki dengan

jumlah penduduk perempuan.

Page 11: Laporan Sosiologi Pertanian

Tabel 3 Keadaan Penduduk menurut Jenis Kelamin di Desa Matesih

TahunJenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan

2004

2007

2008

3.687

3.711

3.703

4.034

4.009

4.009

Σ 11.011 12.052

3.700 4.017

% 47,74 52,26

Sumber : Data Sekunder

Sex Ratio =

Tahun 2004 sex ratio = = 91,40%

Tahun 2007 sex ratio = = 92,57%

Tahun 2008 sex ratio = = 92,37%

Rata – rata = 92,11%

Data hasil pengamatan mengenai keadaan penduduk menurut

jenis kelamin di Desa Matesih kita dapat mengetahui bahwa jumlah

penduduk perempuan lebih banyak dari pada penduduk laki-laki. Rata-

rata sex ratio selama 3 tahun mulai tahun 2004, 2007, 2008 di Desa

Matesih adalah 92,11 yang berarti bahwa bila terdapat 92 penduduk

laki-laki maka ada 100 penduduk perempuan.

Efek atau dampak dari perbedaan jumlah penduduk laki – laki

dan perempuan antara lain adalah dengan adanya kesetaraan gender

atau kebebasan yang sama antara laki – laki dan perempuan dalam

memperoleh atau mencari pekerjaan, selain itu dengan adanya

Page 12: Laporan Sosiologi Pertanian

perbedaan jumlah tersebut menjadikan posisi laki – laki sangat penting

terutama dalam hal pengolahan sawah dan kerja – kerja yang

mengharuskan tenaga yang besar. Perbedaan jumlah antara jumlah

laki – laki dan perempuan juga dapat mengakibatkan adanya kesulitan

dalam mencari pekerja laki – laki untuk menggarap sawah, sehingga

kadang perempuan yang menggantikan.

Jenis kelamin penduduk dibedakan menjadi laki-laki dan

perempuan. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat

menunjukkan beberapa hal antara lain. Sex ratio yaitu nilai

perbandingan antar jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah

penduduk perempuan ( Sumitro, 1993).

d. Keadaan Penduduk Menurut umur

Tidak semua umur merupakan usia produktif, usia produktif

adalah penduduk yang berumur 15 – 65 tahun.

Tabel 4 Keadaan penduduk menurut umur di Desa Matesih

Umur 2004 2007 2008

0 – 4 487 322 326

5 – 9 562 508 500

10 -14 527 545 545

15 – 19 573 578 577

20 – 24 743 597 592

25 – 29 727 567 467

30 – 34 502 574 577

35 – 39 624 763 760

40 – 44 627 578 578

45 – 49 514 555 554

50 – 54 591 572 573

Page 13: Laporan Sosiologi Pertanian

55 - 59 307 570 469

60 + 937 1224 1194

∑ 7721 7720 7712

∑ produktif 5208 5354 5147

∑ non produktif 2513 2366 2565

Sumber : Data Sekunder

ABT (Angka Beban Tanggungan) =

ABT tahun 2004 = = 48,25%

ABT tahun 2007 = = 44,19%

ABT tahun 2008 = = 49,83%

Rata –rata = 47,42%

Angka Beban Tanggungan adalah perbandingan jumlah

penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia produktif .

Dari data diatas dapat diketahui bahwa ABT dari tahun ke tahun

mengalami perubahan, jumlah penduduk usia tidak produktif terbesar

dapat dilihat pada tahun 2008 (ABT 49,83%) sedangkan jumlah

penduduk usia produktif terbayak pada tahun 2007 (ABT 44,19%).

Perubahan ini dikarenakan jumlah penduduk produktif dan non

produktif selalu berubah dikarenakan adanya kematian, merantau atau

meninggalkan kampung halaman dan menetap di desa lain, serta

migrasi ke daerah lain karena alasan pernikahan dan lain sebagainya.

Rata – rata ABT dalam tiga tahun terakhir adalah 47,42%. Hal ini

menunjukkan tingkat ketergantungan penduduk usia non produktif

terhadap usia produktif sebesar 47,42% atau dalam 100 orang di Desa

Matesih terdapat 47 orang yang bergantung terhadap yang lainnya.

Page 14: Laporan Sosiologi Pertanian

Data hasil pengamatan mengenai keadaan penduduk menurut

umur maka dapat dipahami bahwa dari 100 orang Desa Matesih

menanggung beban tanggungan sebesar 47,42% yang berarti bahwa

tingkat kesejahteran penduduk Desa Matesih belum dikatakan baik

karena masih banyak warga yang menjadi tanggungan warga lain di

Desa Matesih tersebut.

Angka beban tanggungan akan semakin besar bila penduduk

usia non produktif makin besar bila dibandingkan penduduk usia

produktif. Makin besar ABT makin besarlah beban tanggungan untuk

orang-orang yang belum dan tidak produktif lagi (Marbun, 1996).

e. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan di daerah pedesaan umumnya masih

rendah, begitu juga di Desa Matesih rata-rata hanya sampai SLTP dan

hanya sedikit yang sampai Perguruan Tinggi. Berikut ini disajikan

secara rinci tentang keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di

Desa Matesih :

Tabel 5 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Matesih

Pendidikan 2004 2007 2008

TK 525 256 267

Page 15: Laporan Sosiologi Pertanian

SD

SLTP

SLTA

Akademi / PT

615

810

488

200

696

765

527

197

696

765

527

298

Σ 2638 2441 2553

Sumber : Data Sekunder

Data hasil pengamatan mengenai keadaan penduduk menurut

tingkat pendidikan di Desa Matesih dapat diketahui bahwa tamatan

terbanyak adalah SD. Biasanya yang hanya tamat SD adalah para

orang tua, sedangkan anak-anaknya sebagian besar tamat SLTP / SMU

karena mengikuti wajib belajar 9 tahun. Jumlah penduduk yang

berpendidikan sampai PT masih sangant sedikit. Hal ini dikarenakan

kurangnya pengetahuan penduduk mengenai arti penting pendidikan

dan biasanya jika sudah tamat SLTP mereka langsung bekerja. Dari

tahun ketahun jumlah penduduk yang tamat pendidikan baik TK, SD,

SLTP, SMU, Akademi maupun PT mengalami peningkatan karena

jumlah penduduk yang terus menerus bertambah dari tahun ketahun

akibat adanya kelahiran dan datangnya penduduk baru dan menetap.

Tingkat pendidikan warga Desa Matesih relatif masih rendah,

hal ini terjadi karena banyak diantara warga tidak meneruskan

pendidikan setelah mereka lulus dari sekolah tingkat SLTP/sederajat

(Wajib belajar 9 tahun). Namun ada juga dari mereka yang

meneruskan pendidikan sampai pada tingkat SLTA/sederajat, namun

dengan presentase yang sangat kecil sekali disbanding dengan

penduduk yang putus sekolah setelah mengenyam pendidikan tingkat

SLTP atau penduduk yang sama sekali tidak pernah duduk di bangku

sekolah.

Menurut Dumory (1997), taraf pendidikan penduduk Indonesia

pada umumnya masih rendah. Sampai tahun 1991 lebih dari ¾

Page 16: Laporan Sosiologi Pertanian

penduduk yang berusia lebih dari 10 tahun tidak sempat mengenyam

pendidikan SLTP bahkan lebih dari 20 % penduduk berusia lebih dari

10 tahun tidak sekolah sama sekali. Dalam perspektif sparsial,

penduduk yang berusia lebih dari 10 tahun yang tidak sempat

mengenyam pendidikan SLTP jauh lebih banyak diperkotaan. Pola

ketimpangan pendidikan yang terjadi menyebabkan keadaan pedesaan

selalu memprihatinkan ( Dumory, 1997).

f. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian.

Manusia dalam memenuhi kebutuhannya memiliki mata

pencaharian yang beragam, begitu juga di Desa Matesih rata-rata

bermata pencaharian wiraswasta dan petani. Berikut ini disajikan

secara rinci tentang keadaan penduduk menurut mata pencaharian di

Desa Matesih :

Tabel 6 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Matesih

Mata Pencaharian 2004 2007 2008

PNS 129 222 222

Page 17: Laporan Sosiologi Pertanian

ABRI

Swasta

Wiraswasta

Petani

Pertukangan

Buruh tani

Pensiunan

Angkutan

Jasa

Lainnya

12

175

760

521

14

120

36

74

25

-

17

259

922

326

135

230

39

167

158

12

17

259

922

326

135

230

39

167

158

12

∑ 1866 2487 2487

Sumber : Data Sekunder

Data hasil pengamatan mengenai kedaan penduduk menurut

mata pencaharian di Desa Matesih dapat diketahui bahwa sebagian

besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani. Frekuensi tani

pada tahun 2007 dan 2008 sama besarnya yaitu 326 dan frekuensi

buruh tani tahun 2007 dan 2008 sama besar yaitu 230. Hal ini

disebabkan karena Desa Matesih yang sebagian besar berupa areal

pertanian dengan tingkat pendidikan yang masih rendah, pekerjaan

yang cocok hanyalah sebagai petani. Sebagai petani mereka tidak

perlu gelar pendidikan atau sekolah tinggi karena menurut mereka jika

mempunyai ketrampilan seperti mencangkul sudah bisa bekerja

sebagai petani. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai PNS dan ABRI

sangat sedikit, Hal ini disebabkan rendahnya tingkat pendidikan yang

mereka punya.

Sementara jika dikorelasikan dengan pekerjaan responden

( PNS, wiraswasta, petani, mburuh tani, jasa dll ). Dampak positif

Page 18: Laporan Sosiologi Pertanian

globalisasi dan komunikasi adalah kemajuan pembangunan, dapat

meningkatkan semangat belajar. Wawasan luas dan pengetahuan yang

luas dan pengetahuan yang luas pula ( Bintarto, 1993 ).

g. Keadaan Penduduk menurut Agama

Masyarakat pedesaan sudah menganut agama, kebanyakan dari

masyarakat sudah tidak mengenal atheis dan mungkin hanya sebagian

kecil saja yang masih menganut kejawen. Berikut ini disajikan secara

rinci tentang keadaan penduduk menurut agama di Desa Matesih

Tabel 7 Keadaan Penduduk Menurut Agama di Desa Matesih

Agama 2004 2007 2008

Islam

Kristen

Katolik

Hindu

Budha

7417

237

67

-

-

7390

246

73

-

4

7385

243

73

-

4

∑ 7721 7720 7712

Sumber : Data Sekunder

Sebagian besar penduduk Desa Matesih beragama Islam,

jumlah tertinggi tahun 2004 (7417 orang), sedangkan yang menganut

agama Kristen hanya sedikit namun diantara warga mempunyai

ikatan-ikatan yang kuat, memiliki sifat-sifat komunal (gotong royong,

tolong menolong) dan bersifat relegius. Semua warga desa masih

saling mengenal dengan dekat dan rapat, semua seperti keluarga

sendiri dan tolong menolong dilakukan tanpa pamrih.

Warga Desa Matesih mayoritas beragama Islam, sehingga

kehidupan sehari-hari warga serta bentuk/jenis kegiatan warga

dipengaruhi oleh ajaran agama Islam. Hal itu jelas terlihat dengan

adanya kegiatan-kegiatan kerohanian agama Islam seperti pengajian-

Page 19: Laporan Sosiologi Pertanian

pengajian, tahlilan, yasinan, serta kegiatan kerohanian lain yang sering

sekali dilaksanakan oleh warga Desa Matesih secara rutin.

Adanya perbedaan agama yang dianut oleh warga / masyarakat

kadang dapat munculnya penggolongan sosial pada masyarakat,

berdasarkan agama yang dianut. Secara sosiologis penggolongan

kelompok agama merupakan penggolongan horisontal atau datar,

kelompok penganut suatu agama tidak lebih tinggi statusnya daripada

penganut agama lain, sehingga perbedaan agama tidak boleh dijadikan

penyebab terjadinya kesenjangan antar pemeluk agama yang berbeda

( Samuel, 1997 ).

4. Struktur Organisasi Pemerintah Desa.

Struktur organisasi pemerintahan Desa Matesih yaitu struktur

organisasi pemerintahan desa dengan 3 seksi.

BPD KEPALA DESA

Page 20: Laporan Sosiologi Pertanian

Gambar 1 Struktur Organisasi Pemerintah Desa Matesih

Di bawah ini adalah nama – nama Pejabat Desa :

- Kepala Desa : Suharna

- Sekretaris Desa : Parwoto, SH

- Kaur Umum : Daryono

- Kaur Keuangan : Sukatno

- Kasi Pemerintahan, Ketentraman, dan Keamanan : Sri Handayani

- Kasi Perekonomian dan Pemerintahan : Kristianto

- Kasi Kesejahteraan Rakyat : Ganang Purnomo

- Kadus Cangkring : Sugiyono

- Kadus Banaran : Hardi

- Kadus Krapyak : Parwoto

- Kadus Kuncung : Sunarno

- Kadus Lor Pasar : Warno

KEPALA DUSUN KEPALA DUSUN KEPALA DUSUN

SEKDES

KAUR

UMUM

KAUR

KEUANGAN

KASI KESEJAHTERAAN

RAKYATKASI PEREKONOMIAN

DAN PEMBANGUNAN

KASI PEMERINTAHAN,

KETENTRAMAN DAN

KETERTIBAN

Page 21: Laporan Sosiologi Pertanian

- Kadus Bayam : Sri Hadi S.

- Kadus Moyoretno : Ratman

- Kadus Sidoadi : Tarso Wiyono

- Kadus Panderejo : Sugeng Yulianto

- Kadus Pandean : Agus Jarwadi

- Kadus Mranggen : Warsito

- Kadus Kalongan : Widodo, ST

- Kadus Sabrang Kulon : Tukimin

- Kadus Sabrang Wetan : Larno

Adapun perangkat-perangkat desa Matesih dalam struktur

organisasi pemerintahan desa tersebut antara lain:

a) Kepala Desa memiliki tugas melakukan pembinaan ketentraman dan

ketertiban masyarakat desanya, pembinaan tugas – tugas pemrintahan

lainnya yang ditugaskan oleh pemerintah dan pemda, penyelenggaraan

koordinasi fungsional di desa. Berewajiban memelihara dan

meningkatkan keamanan dan ketertiban di wilayah desanya,

memelihara dan meningkatkan hasil – hasil pembangunan di desanya,

melaksanakan tugas – tugas lain di bidang pemerintahan,

pembangunan, dan kemasyarakatan. Berhak mendapatkan gaji atau

upah berupa tanah bengkok 5 hektar, mengajukan pencalonan,

pengangkatan ,atau pemberhentian perangkat desa kepad pejabat yang

berwenang, mewakili desanya di dalam dan diluar pengadilan,

mengatur tata tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan dan

pembangunan desa.

b) Carik Berkewajiban sebagai tangan kanan kepala desa. Tugas dan

wewenangnya membantu tugas kepala desa. Berhak mendapat gaji

atau upah berupa tanah bengkok seluas 2,5 hektar.

c) Kaur Pemerintahan tugas dan wewenangnya mengawasi

kependudukan. Berkewajiban mengurusi urusan tanah. Berhak

mendapatkan gaji berupa tanah bengkok seluas 1 hektar.

Page 22: Laporan Sosiologi Pertanian

d) Kaur Pembangunan tugas dan wewenangnya merancang bangunan –

bangunan desa, mengusulkan suatu bangunan. Berkewajiban

mengawasi kegiatan pembangunan masyarakat dan berhak

mendapatkan upah berupa tanah bengkok seluas 1 hektar.

e) Kaur Keuangan tugas dan wewenangnya mengelola keuangan RTD

( Rumah Tangga Desa ). Kewajibannya mencatat pengeluaran dan

pemasukan desa. Berhak mendapatkan gaji berupa tanah bengkok

seluas 1 hektar.

f) Kaur Kesra tugas dan wewenangnya mengurusi kemasyarakatan,

olahraga, dan seni. Kewajibannya mendatakan segala sesuatu yang

berhubungan dengan kemasyarakatan, olahraga, dan seni. Berhak

mendapatkan gaji berupa tanah bengkok seluas 1 hektar.

g) Kebayan tugas dan wewenangnya menyampaikan undangan,

menyampaikan pesan, menarik PBB. Kewajibannya membawahi dan

memimpin beberapa RT. Berhak mendapatkan gaji tanah bengkok

seluas 1 hektar.

h) Jogo Boyo tugas wewenang dan kewajibannya menagani masalah

keamanan. Berhak mendapatkan gaji tanah bengkok seluas 1 hektar.

i) Ulu – ulu tugas wewenang dan kewajibannya mencarikan stok air,

menangani masalah pengairan. Berhak mendapatkan gaji berupa tanah

bengkok seluas 1 hektar.

j) Modin tugas wewenang dan kewajibannya menagani masalah

pencatatan nikah, talak, cerai serta kematian. menagani kegiatan

keagamaan. Berhak mendapatkan upah berupa tanah bengkok seluas 1

hektar.

5. Sarana dan Prasarana

Tabel 8 Sarana Transportasi di Desa Matesih

Sarana Transportasi 2004 2007 2008

Page 23: Laporan Sosiologi Pertanian

Sepeda

Sepeda motor

Mobil pribadi

Truck

Angkota/Angkudes

Bus Umum

Lain-lain

280

278

14

14

26

31

43

232

739

153

19

9

26

31

232

742

155

18

9

26

36

∑ 686 1209 1218

Sumber : Data Sekunder

Sarana transportasi yang biasa dan sering digunakan oleh warga

Desa Matesih ialah : sepeda, sepeda motor, mobil pribadi,

angkota/angkudes, bus umum, truck, dan lain-lain. Berdasarkan tabel

dapat dipahami bahwa rata-rata penduduk Desa Matesih memiliki sepeda

dan banyak juga yang telah menggunakan sepeda motor sebagai alat

transportasi mereka sehari-hari. Jumlah penduduk yang memiliki sepeda

motor dan mobil dari tahun ke tahun semakin bertambah, hal ini berarti

tingkat ekonomi yang mereka miliki semakin meningkat dan dari data

tersebut Desa Matesih mampu dikatakan sebagai daerah yang mempunyai

penduduk dengan tingkat kehidupan dan kesejahteraan yang cukup.

Data hasil pengamatan mengenai sarana transportasi juga dapat

dipahami bahwa dengan adanya sarana transportasi yang mereka miliki

maka memudahkan mereka untuk dapat menjalankan aktifitas mereka

serta mampu memudahkan mereka untuk menyinkat waktu serta tenaga

untuk menempuk perjalanan menuju tempat yang mereka tuju atau tempat

mereka beraktifitas.

Tabel 9 Sarana Perhubungan di Desa Matesih

Sarana Perhubungan 2004 2007 2008

Page 24: Laporan Sosiologi Pertanian

Jalan:

Dusun

Desa

Kabupaten

Propinsi

Jembatan

Stasiun kereta api

terminal

55

8

-

8

8

-

1

80

56

8

1

-

1

-

2

68

56

8

1

-

1

-

2

6

Sumber : Data Sekunder

Sarana perhubungan yang ada di Desa Matesih ialah jalan (antar

dusun/lingkungan, jalan desa, serta jalan menuju kabupaten) dan jembatan.

Berdasarkan tabel monografi tahun 2007 dan 2008 tidak ada perubahan

sistem pembangunan yang terlalu nyata melainkan pembangunan dan

sarana perhubungan yang ada di Desa Matesih dari tahun ke tahun hampir

sama. Pada tahun 2004 belum ada jalan kabupaten yang menghubungkan

Desa Matesih dengan daerah disekitarnya, sehingga mereka harus memilih

jalan memutar untuk menuju daerah yang bersangkutan. Pada tahun 2007

di Desa Matesih mulai membangun jalan kabupaten untuk

menghubungkan daerah yang ada disekitarnya dengan kabupaten sehingga

Desa Matesih menjadi desa yang strategis.

Prasarana perhubungan merupakan faktor utama dalam

perkembangan desa. Evaluasi terhadap lancarnya jalan cukup memberi

gambaran orbitasi pedesaan. Prasarana perhubungan lebih khusus,

universal serta berperan penting bagi hubungan antar desa dengan kota

terutama di dalam lalu lintas ekonomi. Prasarana perhubungan meliputi

jalan aspal, jalan batu, jalan desa, jalan tanah dll

(Sajogyo dan Pudjiwati, 1991).

Tabel 10 Sarana Perekonomian di Desa Matesih

No Nama Jumlah

Page 25: Laporan Sosiologi Pertanian

2004 2007 2008

1. Perdagangan:

-Toko

-Warung

-Kaki lima

-Super market

-Pasar desa

-Pasar Kota

141 145 145

172 176 177

19 40 41

3 2 3

- 1 1

- - -

2. Perkoperasian:

-Lumbung desa

-Koperasi simpan pinjam

-KUD

-Badan kredit

1 1 1

4 4 4

- Ada Ada

3 4 4

3. Bidan 6 6 6

4. Dokter 5 3 3

5. Pengacara - 5 5

∑ 354 387 389

Sumber : Data Sekunder

Sarana perekonomian di Desa Matesih berupa toko, warung,

perkoperasian lumbung desa, KUD, dan koperasi simpan pinjam serta

bidan dan dokter di bidang kesehatan serta pengacara. Jumlah warung

meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan

yaitu dari jumlah warung yang awalnya ada 172 warung menjadi 176

warung. Hal ini terjadi karena adanya sejumlah penduduk/warga yang

berkeinginan untuk menambah pendapatan, selain itu hal yang

mempengaruhi pertambahan jumlah warung ialah karena jumlah penduduk

yang terus bertambah. Hal itu menyebabkan tingkat kebutuhan masyarakat

Desa Matesih yang semakin bertambah pula. Wirausaha berpikir bahwa

jika membuka usaha pertokoan dan sejenisnya akan ada peluang untuk

berkembang dan berhasil.

Page 26: Laporan Sosiologi Pertanian

Industri rumah tangga juga meningkat disebabkan karena

penghasilan dari usaha pertanian tidak atau kurang begitu menguntungkan

bagi masyarakat, sehingga mereka mencari tambahan. Ditambah lagi harga

beras yang selalu berubah – ubah, disaat panen melimpah harganya malah

anjlok. Tentu saja hal ini menyulitkan dalam pengelolaannya, karena jika

tidak dijual dalam waktu lama akan rusak. Adanya industri rumah tangga

juga dipengaruhi kemampuan wirausaha masyarakat yang semakin baik,

karena hasilnya cukup menguntungkan maka di dikuti oleh penduduk yang

lain. Pedagang desa tersebut umumnya melengkapi kebutuhan dagangnya

ke penjual dari warung.

Institusi ekonomi berperan dalam melaksanakan produksi dan

distribusi barang dan jasa di dalam masyarakat. Dalam masyarakat kita

jumpai berbagai macam bentuk organisasi yang terlibat dalam proses

produksi dan distribusi barang dan jasa. Kita mengenal adanya perusahaan

besar ( raksasa ) semisal kelompok perusahaan Gudang Garam, Lippo

maupun perusahaan kecilditinjau dari modal dan tenaga kerja semisal

industri tikar anyaman, gerabah, dsb ( Sunarto, 1993 ).

Tabel 11 Sarana Komunikasi di Desa Matesih

Sarana Komunikasi 2004 2007 2008Kantor telekomKantor posKantor pos pembantuPemancar radioPemancar telepon selulerStasiun relley televisiWartelWarnet

----2-6-

---22-4-

---25-4-

∑ 8 8 11

Sumber : Data Sekunder

Data hasil pengamatan mengenai sarana komunikasi di Desa

Matesih dapat dipahami bahwa penduduk Desa Matesih telah maju dan

telah mampu mengakses informasi. Selain itu mulai tahun 2004 telah ada

wartel di Desa Matesih yang jumlahnya 6 buah dan berkurang pada tahun

berikutnya (pada tahun 2007) yaitu sebanyak 4 buah wartel, hal ini

Page 27: Laporan Sosiologi Pertanian

disebabkan karena semakin maraknya telepon seluler yang mudah diakses

dan lebih praktis, sedangkan frekuensi hubungan antara warga dengan

kerabat (orang lain) yang jaraknya jauh mengalami peningkatan sehingga

sarana komunikasi seperti telepon seluler sangat dibutuhkan.Sehingga

dapat dipahami bahwa dengan adanya sarana-sarana komunikasi yang ada

di Desa Matesih tersebut mampu memudahkan warga untuk

berkomunukasi dengan warga lain kaitannya dengan dibangunnya

pemancar telepon seluler di Desa Matesih. Pesawat TV dan radio

mempermudah penduduk Desa Matesih dalam mendapatkan informasi-

informasi yang ada.

Tabel 12 Sarana Pendidikan di Desa Matesih

Sarana Pendidikan 2004 2007 2008

Kelompok Bermain

TK

SD

SLTP/Mts

SMA/MA

Institut/Sekolah Tinggi

Akademi

Universitas

-

6

5

2

-

-

-

-

-

7

6

3

-

-

-

-

-

7

6

3

-

-

-

-

∑ 13 16 16

Sumber : Data Sekunder

Sarana pendidikan di Desa Matesih berupa sekolahan TK, SD,

SLTP/Mts pada tahun 2004 sampai 2007 mengalami peningkatan,

sedangkan pada tahun 2007 ke 2008 tidak mengalami peningkatan.

Umumnya masyarakat Desa Matesih menjalani wajib belajar 9 tahun

sehingga sewaktu akan memasuki jenjang sekolah SLTP mereka keluar

dari desa mencari sekolah yang ada di luar desa (daerah

kecamatan/kabupaten).

Data hasil pengamatan mengenai sarana pendidikan di Desa

Matesih maka dapat dipahami bahwa dengan adanya fasilitas pendidikan

Page 28: Laporan Sosiologi Pertanian

berupa bangunan sekolah tersebut anak anak penduduk desa dapat

bersekolah dengan jarak antara sekolah dan rumah yang dekat, selain itu

dengan adanya pendidikan maka warga mampu mengasah pengetahuan

dan ketrampilan sehingga mampu membuat warga desa memiliki

pengetahuan yang baik dan luas.

Pendidikan merupakan variabel input (masukan) yang memiliki

determinasi kuat terhadap kualitas manusia (individu) dan penduduk

(sosial), kualitas manusia sebagai individu seperti bobot, tenaga, daya

tahan, dan kualitas nonfisik seperti kecerdasan, emosi, budi dan iman

memerlukan masukan yang mencukupi seperti gizi, lingkungan dan

pendidikan. Masukan ini akan menentukan juga kualitas penduduk secara

fisik ( angka kematian, kesakitan, harapan hidup, non fisik, disiplin sosial,

etiket pergaulan, solidaritas dan subsidiaritas ) ( Cordodo, 1997 ).

Tabel 13 Sarana Olahraga di Desa Matesih

Sarana Olahraga 2004 2007 2008

Lapangan sepak bola

Lapangan Bulu tangkis

Lapangan Bola volly

Tenis meja

Tenis

1

1

14

1

-

11141310

1

1

14

13

10

∑ 17 39 39

Sumber : Data Sekunder

Data hasil pengamatan mengenai sarana olahraga di Desa Matesih

dapat dipahami bahwa sarana olah raga Desa Matesih telah lengkap yaitu

diantara jenis olah raga yang digemari sebagian besar warga, Desa Matesih

telah memiliki lapangan olahraga sesuai dengan jenis olah raganya. Sarana

olah raga dari tahun ke tahun selalu sama yaitu memiliki satu lapangan

untuk setiap jenis olah raga yang memang pada umumnya daerah/desa

yang memiliki satu lapangan olahraga yang sesuai dengan jenis olahraga

merupakan desa yang telah lengkap sarana dibidang olahraga dan bias

dikatakan sebagai desa yang baik (efektif).

Page 29: Laporan Sosiologi Pertanian

Tabel 14 Sarana kesehatan di Desa Matesih

No NamaJumlah

2004 2007 2008

1. Rumah sakit 2 - -

2. Rumah bersalin 2 4 4

3. Klinik 2 - -

4. Puskesmas 1 1 1

5. Posyandu 14 16 16

∑ 21 21 21

Sumber : Data Sekunder

Data hasil pengamatan mengenai sarana kesehatan di Desa Matesih

dapat dipahami bahwa pada tahun 2004 telah dibangun dua buah rumah

sakit swasta, hal ini menunjukkan bahwa Desa Matesih dari tahun ketahun

telah mengalami peningkatan di bidang kesehatan. Namun pada tahun

2007 dan 2008 tidak lagi terdapat rumah sakit, hal tersebut mungkin saja

terjadi karena rumah bersalin dan posyandu semakin bertambah dan

biayanya dapat dijangkau oleh masyarakat di Desa Matesih karena biaya

pengobatan di rumah sakit swasta relatif mahal apalagi bagi penduduk di

Desa Matesih.

Penyakit akan menimbulkan tingkat kematian sehingga akan

berpengaruh terhadap produktifitas dan kualitas masyarakat. Karena

kesehatan masyrakat yang semakin menurun akan meningkatkan tingkat

kematian. Masyarakat akan mencapai produktifitas maksimal jika dalam

keadan sehat (Sudarto, 2000).

6. Organisasi Sosial

Page 30: Laporan Sosiologi Pertanian

Organisasi sosial kemasyarakatan yang dijumpai di Desa Matesih

ini adalah PKK, pengajian, karang taruna, kelompok tani, dan gabungan

kelompok tani. Adapun karakteristik organisasi sosial tersebut adalah :

a. PKK

Organisasi yang diketuai oleh ibu RT atau ibu RW yang

bersangkutan. Ini berkegiatan di bidang pengembangan pendidikan

keluarga yang mayoritas anggotanya adalah ibu-ibu dan remaja putri.

Adapun kegiatan yang dilakukannya adalah berupa pendidikan non

formal seperti memberikan ketrampilan yang dapat memberikan nilai

tambah dalam mendorong perekonomian rumah tangga (menjahit,

demo memasak, membuat kerajinan). Ketua PKK ini selain dibantu

oleh wakil, dia juga dibantu oleh bendahara selaku pengurus masalah

keuangan, dan sekretaris PKK.

b. Pengajian

Keanggotaannya terdiri dari pemuda - pemuda dan remaja desa ,

ibu – ibu dan juga bapak - bapak yang aktif di kegiatan keagamaan.

Program kerja dari organisasi ini adalah mengadakan kegiatan

pengajian rutin, kholaqohan, pelatihan ceramah, pengajaran bahasa

arab dll. Kepengurusannya diketuai oleh seorang ketua, dibantu

sekretaris, bendahara dan seksi-seksi yang mengurusi kegiatan

keagamaan. Biasanya mengadakan kegiatan ini 2 minggu sekali.

c. Karang Taruna

Keanggotaanya terdiri dari pemuda-pemuda di Desa Matesih

yang berumur 16 - 25 tahun. Kegiatan Karang Taruna meliputi kerja

bakti, sinoman yaitu membantu penduduk yang sedang mengadakan

hajat, dan penyelenggaraan 17-agustusan. Selain itu setiap tahun

mereka mengadakan study tour atau rekreasi ke luar daerah. Pengurus

Karang Taruna dibentuk melalui musyawarah anggota.

d. Kelompok Tani

Page 31: Laporan Sosiologi Pertanian

Keanggotaannya terdiri dari para petani, pada organisasi ini para

petani dapat bermusyawarah maupun bertukar pendapat antar para

petani, bahkan bisa saling simpan pinjam alat maupun uang. Dalam

kelompok ini juga sering ada pembagian pupuk.

7. Group Sosial

Adapun group sosial yang ada di Desa Matesih adalah group

kelompok arisan.

- Arisan

Biasanya arisan dilakukan dua minggu sekali. Tempat arisan di

rumah anggota – anggota arisan dan digilir secara merata.

8. Tipologi Desa

a. Tipologi Desa

Desa Matesih termasuk desa swadaya. Desa swadaya adalah desa

yang dapat berkembang dengan segala potensi yang dimilikinya,

dalam arti bahwa sumber daya alam dan sumber daya manusianya

dapat mendukung desa tersebut untuk berkembang.

Desa Matesih dikategorikan sebagai desa swadaya karena hampir

seluruh penduduknya mempunyai modal atau kekayaan, sehingga

sudah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya; dan

akhirnya berpengaruh pula pada pemenuhan kebutuhan rumah tangga

Desa Matesih itu sendiri.

Tipologi desa adalah pengelompokkan atau pengklasifikasian

desa berdasarkan semua aspek kehidupan baik fisik maupun non fisik.

Indikator pertama bersifat relatif tetap yaitu daya dukung alam dan

jumlah penduduk. Daya dukung alam menyangkut potensi geografis,

iklim, kesuburan tanah, potensi hutan, pertambangan, perikanan, dan

lain-lain. Indikator kedua sifatnya berkembang sejalan dengan

kemajuan desa tersebut (Kusnaedi, 1995).

9. Adat Istiadat

Page 32: Laporan Sosiologi Pertanian

Adat istiadat yang ada dan masih dipertahankan di Desa Matesih

adalah:

a. Selamatan - selamatan

Upacara yang dilakukan dalam kehidupan sejak dalam kandungan

sampai lahir, merupakan selamatan – selamatan :

- anak dalam kandungan umur 3 bulan ( telonan ), 6 atau & bulan

tingkeban ), 8 atau 9 bulan ( mrocoti).

- Setelah anak lahir ( brokohan ), anak umur 5 hari ( sepasaran ),

anak umur 35 hari (selapanan).

b. Selamatan yang ada hubungannya dengan keagamaan

Tanggal 1 syuro, tanggal 12 mulud, tanggal 15 ruwah, dan

sebagainya. Tradisi ini hingga sekarang masih tetap dilaksanakan

terutama oleh orang – orang tua yang telah berumur di atas 50 tahun

karena mereka telah terbiasa melakukan tradisi itu sehingga jika tidak

dilaksanakan akan terasa tidak enak atau tidak nyaman. Biasanya

setiap 1 syuro dilakukan penyembelihan kambing dan diletakkan di

tempat keramat

c. Bersih Desa

Bersih desa dilakukan dengan cara melakukan kerja bakti pada

siang dan pagi harinya. Malam harinya diadakan pagelaran wayang

kulit, dan biasanya bersih desa dilakukan setahun sekali.

10. Penguasaan Tanah Secara Kelembagaan Hubungan Kerja Pertanian

a. Sistem penguasaan tanah yang masih dijumpai di desa ini antara lain

sistem gogolan, sistem gadai, sistem sewa, sistem bagi hasil dan sistem

hak milik. Pada sistem sewa, yaitu sistem penguasaan tanah dimana

seseorang/petani menyewakan tanahnya pada orang lain untuk dikelola

dengan membayar berupa uang diawal sebelum petani menggarap pada

waktu tertentu, biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

mendadak. Sistem gadai adalah sistem penguasaan tanah dimana

pemilik tanah menyerahkan tanahnya untuk menerima pembayaran

Page 33: Laporan Sosiologi Pertanian

sejumlah uang tunai dengan ketentuan pemilik tersebut berhak lagi

setelah mengembalikan uang yang pernah diterimanya.

Di Desa Matesih terdapat sistem gogolan dimana pengolahan

tanah yang dilakukan pada musim kemarau, tetapi ditanami pada

musim penghujan.

Sistem bagi hasil dilakukan bila pemilik lahan melimpahkan

pengolahan tanahnya kepada orang lain dengan pembagian hasil sesuai

dengan kesepakatan bersama kedua pihak. Sawah hak milik adalah

sawah milik pribadi dimana seseorang mempunyi kuasa penuh atas

tanah sawah yang dimilikinya termasuk “sewalik” atau sertifikat hak

milik.

b. Bentuk penguasaan tanah secara tradisional yang masih dijumpai

adalah tanah bengkok, tanah gogolan tanah yasan, dan tanah titisoro.

Tanah bengkok diberikan kepada pamong desa selama masa

kepengurusannya sebagai pengganti gaji. Untuk pembagian kas lahan

ditentukan menurut tingkat jabatan pamong desa. Selain itu ada juga

bentuk tanah gogolan di desa Matesih, yaitu tanah yang diolah pada

musim kemarau, tetapi ditanami pada musim penghujan, tanah tersebut

merupakan tanah milik bersama yang dikerjakan secara bergilir. Tanah

yasan adalah tanah yang sejak membuka lahan sendiri dan

mengelolanya juga dilakukan sendiri. Sedangkan tanah titisoro adalah

tanah milik bersama yang dilelang pada orang yang mau

menggarapnya.

c. Sistem penguasaan tanah yang masih dijumpai adalah: Petani

penggarap yaitu petani yang menggarap lahan usaha tani milik sendiri.

Petani penyewa yaitu petani yang tidak mempunyai lahan usaha tani

sendiri tapi mengerjakan lahan usaha tani milik orang lain dengan

sistem bayar di muka. Petani penyakap yaitu petani yang tidak

mempunyai lahan usaha tani sendiri tetapi mengerjakan lahan usaha

tani milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Buruh tani yaitu tidak

Page 34: Laporan Sosiologi Pertanian

mempunyai lahan usaha tani sendiri tapi mengerjakan lahan usaha tani

milik orang lain dengan mendapat upah.

d. Kelembagaan hubungan kerja yang masih dijumpai seperti tolong

menolong ( sambatan ) dan gotong royong. Untuk sambatan misalnya

membantu tetangga/saudara pada saat panen, penanaman. Tetapi untuk

saat ini hal itu sudah jarang. Sekarang umumnya mereka dibayar

dengan sistem upah. Untuk buruh tani terdapat sistem harian dan

sistem borongan. Upahnya sebesar Rp 10,000,- sampai Rp 15.000,-,

namun untuk sistem borongan upahnya tergantung kesepakatan. Upah

borongan biasanya dipakai dalam kegiatan panen, mengolah tanah, dan

tanam. Sedangkan untuk upah harian biasanya dalam kegiatan

mengolah tanah, tanam, menyiangi, dan memelihara tanaman. Dalam

menentukan besarnya upah berdasarkan kesepakatan petani/penggarap

dan buruh tani.

Untuk gotong royong biasanya kerja bakti atau membuat saluran

irigasi, tidak diwajibkan ikut tapi karena ada sifat “ewuh” atau merasa

tidak enak terhadap orang lain maka para penduduk ikut kerja bakti/

merasa diwajibkan, jika tidak ikut kerja bakti dirasakan tidak mau

bermasyarakat. Kerja bakti dibagi – bagi dalam tingkat desa (RT),

biasanya jika di tingakat RT ada penduduk yang tidak ikut kerja bakti

maka diganti dengan memberikan uang atau makanan kepada yang

ikut kerja bakti sebagai gantinya.

Buruh tani yang masih saudara/kerabat ikut membantu kegiatan

rumah tangga majikan. Buruh tani dengan ikatan kerja tertentu akan

mendapatkan jaminan lainnya (makan, hadiah lebaran) selain upah.

Buruh tani tanpa ikatan/lepas mendapat jaminan lainnya (makan,

hadiah lebaran) selain upah.

Teknologi yang diterapkan di sawah berupa bibit unggul untuk

padi menggunakan IR 64, jagung hibrida, perontok padi, disel,

cangkul, traktor dan sosrok. Pupuk yang digunakan biasanya berupa

Page 35: Laporan Sosiologi Pertanian

pupuk kandang, urea, TSP, foska. Untuk Tegal dan Pekarangan petani

mengguanakan cangkul, dan sabit.

Biasanya di Desa Matesih wanita hanya bekerja pada saat tanam

dan penyiangan dan tidak ada perbedaan jam kerja per hari kerja

menurut jenis kelamin. Jam kerja diperoleh dari hasil kesepakatan

antara pemilik dan pekerja. Dahulu upah buruh panen berupa bawon

(bagian padi yang diterima oleh buruh panen) namun sekarang berupa

uang, sehingga pendapatan semakin besar.

11. Sistem Status Pelapisan Masyarakat

a. Struktur masyarakat berdasarkan pekerjaan

Sistem pelapisan masyarakat di Desa Matesih bersifat sederhana

dan tidak mempengaruhi perbedaan-perbedaan antara golongan dalam

bersosialisasi. Untuk sebagain orang yang lebih dihormati dapat

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2 sistem status pelapisan masyarakat

Sebenarnya di Desa Matesih orang lebih dihormati karena

kebaikannya, sikapnya bukan karena pekerjaannya. Tapi masih ada

beberapa yang menganggap orang dari pekerjaannya. Pelapisan

masyarakat Desa Matesih bersifat terbuka, setiap orang bisa saja

berganti status setiap saat dan menaiki tingkat – tingkat tertentu.

b. Struktur pelapisan petani

Untuk struktur pelapisan masyarakat petani berdasarkan status

petani dapat distratifikasikan sebagai berikut:

Page 36: Laporan Sosiologi Pertanian

Kuli kenceng : memiliki rumah dan lahan pekarangan utama

milik sendiri

Kuli kendho : memiliki rumah dan pekarangan namun tidak

mempunyai sawah

Penduduk inti : memiliki rumah, pekarangan, dan sawah

Buruh tani/penyakap : tidak memiliki pekarangan dan sawah

Gambar 3 Struktur pelapisan masyarakat berdasarkan status petani

c. Struktur penguasaan lahan

Sedangkan struktur pelapisan masyarakat berdasarkan status

penguassan tanah dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4 Stuktur pelapisan masyarakat berdasarkan penguasaan tanah

Petani penggarap memiliki status tertinggi meskipun bukan

terbanyak jumlahnya sedangkan buruh tani berada pada paling bawah

meskipun jumlahnya paling banyak. Hal ini ditentukan oleh penilaian

dalam masyarakat itu sendiri yang memang sudah mentradisi.

Seseorang yang memiliki tanah persawahan dianggap lebih kaya

daripada yang tidak memiliki. Sedangkan dari segi ekonomi, dengan

status kepemilikan akan berakibat pada lebih tingginya tingkat

pendapatan.

Page 37: Laporan Sosiologi Pertanian

Berdasarkan hasil pengamatan dapat dipahami bahwa stuktur

pelapisan masyarakat yang berdasarkan penguasaan tanah warga Desa

Matesih ialah sebagai petani pemilik penggarap sebesar 22 %, petani

penyewa 20 %, petani penyakap 28 %, dan buruh tani sebesar 30 %.

Selama dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai seperti uang atau

benda – benda bernilai ekonomis, tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan

atau juga keturunan dari keluarga maka akan menjadikan bibit yang

menumbuhkan adanya sistem pelapisan masyarakat. Sistem pelapisan

ini bersifat terbuka, artinya setiap orang dapat sewaktu – waktu

berganti status. Misalnya, yang semula hanya seorang buruh tani dapat

meningkat statusnya menjadi penyewa.

12. Konflik Sosial

Dengan masyarakat yang beragam dan jumlah yang banyak, apabila

terjadi konflik adalah hal biasa. Konflik – konflik intern masyarakat tidak

pernah dijumpai, sedangkan konflik antar desa terkadang dijumpai apabila

ada pemilihan kepala desa. Dalam hal ini tidak ada upaya untuk

menyelesaikan konflik, karena konfik akan hilang sendiri/mereda seiring

berjalannya waktu.

Konflik antar desa tidak pernah terjadi karena masyarakat Desa

Matesih sadar bahwa hal – hal tersebut tidak akan membuahkan hasil sama

sekali, malah akan menjadikan suasana menjadi mencekam , merasa tidak

aman dan selanjutnya kehidupan di bidang – bidang perekonomian,

pendidikan, dan sosial menjadi terganggu dan berakibat adanya

pemenuhan kebutuhan hidup yang sulit.

Page 38: Laporan Sosiologi Pertanian

B. Karakteristik Responden

1. Identitas Keluarga Responden

Sebagian besar masyarakat Desa Sambirejo yang berprofesi sebagai

petani pada umumnya telah berusia matang yaitu di atas 30 tahun.

Masyarakat Desa Sambirejo yang sebagian besar bekerja sebagai petani

berstatus petani pemilik penggarap. Di bawah ini disajikan secara rinci

tabel identitas responden menurut umur dan status penguasan lahan di

Desa Sambirejo:

Tabel 15 Identitas Responden Menurut Umur dan Status Penguasaan Lahan di Desa Sambirejo

No. Nama Responden Umur (tahun) Status Pengolahan Petani

Suami Istri 1 2 3 4

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

Reni

Siman

Jaino

Nyamin

Riono

Pardi

Parno

Satimin

Ibu Nijem

Ibu Badriyah

Ibu Karni

Bpk. Wartono

Bpk. Sukir

Bpk. Bejo

57

40

55

55

55

41

55

54

30

49

50

35

50

40

46

23

46

50

49

Page 39: Laporan Sosiologi Pertanian

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

Bpk. Santo

Bpk. Sukiman

Bpk. Sartono

Ibu Wakinem

Ibu Sinem

Ibu Wakinem

Ibu Karni

Ibu Giyem

Sono Sumito

Sariman

Jurni

40

61

55

50

50

50

42

70

64

45

35

59

50

40

49

30

60

44

20 3 2

% 80 12 8

Sumber: Data Primer

Keterangan :

1. Pemilik penggarap

2. Penyewa

3. Penyakap

4. Buruh tani

Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa mayoritas dari 25

responden di Desa Sambirejo adalah keluarga pemilik penggarap yang

berjumlah 20 orang dengan persentase 80%, dengan usia rata-rata suami

istri 30-60 tahun. Sebagian besar responden memilih sebagai petani

pemilik penggarap karena menurut asumsi mereka dengan mereka

mengolah lahan dengan tenaga sendiri maka mereka dapat menghasilkan

produksi yang maksimal tanpa mengeluarkan biaya tambahan, seperti

membayar buruh ataupun melakukan bagi hasil. Sedangkan jumlah petani

Page 40: Laporan Sosiologi Pertanian

lainnya, seperti petani penyakap ada 3 orang dengan persentase 12% dan

buruh tani berjumlah 2 orang dengan persentase 8%.

Status petani berdasarkan penguasaan lahan dibagi menjadi empat

yaitu petani pemilik penggarap yaitu petani yang memiliki dan menggarap

lahan miliknya sendiri, petani penyewa yaitu petani yang mengolah lahan

milik orang lain dengan sistem membayar di muka, petani penyakap yaitu

petani yang mengolah lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil, dan

buruh tani yaitu petani yang mengolah lahan milik orang lain dengan

sistem upah (Marbun, 1996).

Masyarakat Desa Sambirejo pada umumnya memiliki anggota

keluarga yang tergolong besar. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa

Sambirejo masih relatif rendah. Berikut ini disajikan data secara rinci

tentang identitas responden menurut jumlah anggota keluarga dan tingkat

pendidikan di Desa Sambirejo:

Page 41: Laporan Sosiologi Pertanian

Tabel 16 Identitas Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga dan Tingkat Pendidikan di Desa Sambirejo

No. Jumlah anggota keluarga Pendidikan

Pria Wanita Suami Istri Anak

0-4 5-14 15-65 > 65 0-4 5-14 15-65 > 65 SD SMP SMA Akd PT

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

1

1

1

1

1

2

3

2

2

2

2

3

3

2

2

2

2

2

1

3

2

2

2

1

1

1

1

1

1

1

2

1

2

1

1

1

1

1

4

1

2

3

4

1

4

1

2

3

2

1

2

2

1

2

2

1

1

4

3

1

1

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SMP

SD

SMP

SLTA

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SMP

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SMP

SD

SD

SD

SD

SD

SD

SD

MTS

SD

SD

SD

SD

1

4

1

5

1

5

6

2

1

2

3

2

1

4

2

1

3

1

1

3

2

2

2

1

2

1

1

2

1

2

1

5

2

1 2

∑ 4 40 1 3 12 49 38 21 14 1 2

% 3.70 36.70 0.90 2.80 11 45 38.86 19.26 12.80 0.90 1.8

Sumber : Data Primer

Page 42: Laporan Sosiologi Pertanian

Data hasil pengamatan identitas responden menurut jumlah anggota

keluarga dan tingkat pendidikan di Desa Sambirejo menunjukkan bahwa

jumlah pria terbanyak pada usia 15-65 tahun yaitu sebanyak 36,70% dan

begitu pula dengan jumlah wanita terbanyak yaitu pada usia 15-65 tahun

yaitu sebanyak 45%, hal ini menunjukkan jika sebagian besar masyarakat

Desa Sambirejo termasuk dalam kelompok usia produktif. Jumlah

presentasi anggota keluarga pria yang masih berusia 0-4 tahun adalah 0%

dan usia pada wanita adalah sebesar 2,80%. Untuk usia antara 5-14 tahun,

jumlah presentasi anggota keluarga pria yang masih berusia 5-14 tahun

adalah 3,70% dan usia pada wanita adalah sebesar 11 %. Sedangkan untuk

usia >65 tahun, jumlah presentasi anggota keluarga pria yang berusia >65

tahun adalah 0,90% dan usia pada wanita adalah sebesar 0%. Pendidikan

anak terbanyak adalah di tingkat SD yaitu sebesar 34,86%. Mayoritas

pendidikan masyarakat Desa Sambirejo baik orang tua maupun anak-anak

adalah SD. Hal ini menunjukkan jika pendidikan kurang dianggap penting

dan perlu oleh masyarakat sekitar. Sebagian besar keluarga responden

pada usia produktif, maka beban tanggungan suami (KK) semakin kecil.

Usia dan tingkat pendidikan akan mempengaruhi sikap dan pola pikir

petani semakin matang usia petani maka pengalaman yang diperoleh

semakin banyak dan semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka sikap

dan pola pikirnya akan semakin maju (Marbun, 1996).

2. Perilaku Responden dalam Kegiatan Mencari Nafkah

Manusia merupakan makhluk yang tidak pernah merasa puas akan

sesuatu. Bila sudah memiliki suatu hal maka akan muncul keinginan untuk

memperoleh atau mendapatkan sesuatu yang lainnya. Demikian pula

halnya tentang definisi hidup cukup yang setiap orang mempunyai ukuran

yang berbeda antara satu dengan yang lainnya dalam mengartikan hidup

cukup itu sendiri. Berikut ini disajikan data tentang arti hidup cukup bagi

petani di Desa Sambirejo:

Page 43: Laporan Sosiologi Pertanian

Tabel 17 Arti Hidup Cukup Bagi Petani di Desa SambirejoNo. Uraian ∑ %

1. Apakah yang diartikan hidup cukup oleh responden:

a. Asal bisa makan sehari-hari sekeluarga

b. Bisa makan, membeli pakaian sekedarnya, mempunyai

rumah dan bisa menyekolahkan anak

c. Bisa makan, membeli pakaian sekedarnya, mempunyai

rumah sederhana

d. Bisa makan, membeli pakaian, mempunyai rumah,

membiayai sekolah, dan bisa membeli kebutuhan sekunder

seperti tanah, TV, sepeda motor, dl

6

14

3

2

24

56

12

8

Sumber: Data Primer

Berdasarkan data hasil pengamatan mengenai arti hidup cukup bagi

petani di Desa Sambirejo menunjukkan bahwa arti hidup cukup bagi

petani di Desa Sambirejo ialah asalkan mereka bisa makan, membeli

pakaian sekedarnya, dan mempunyai rumah sederhana dengan presentase

sebesar 56%. Presentase sebesar 24% untuk petani yang menganggap arti

hidup asal bisa makan sehari-hari sekeluarga ialah dan yang menganggap

asal bisa makan, membeli pakaian, mempunyai rumah, dan bisa

menyekolahkan anak memiliki presentasi sebesar 12%, sedangkan untuk

petani yang menganggap asal bisa makan,membeli pakaian, mempunyai

rumah, membiayai sekolah, dan bisa membeli kebutuhan sekunder seperti

tanah, TV, sepeda motor, dll adalah sebesar 8%. Hal ini menunjukkan jika

sebagian masyarakat Desa Sambirejo tingkat kesejahteraannya sudah

cukup baik. Masyarakat Desa Sambirejo masih termasuk masyarakat yang

sederhana karena mereka hanya berfikir asalkan kebutuhan pokok mereka

dapat terpenuhi hal tersebut sudah cukup bagi mereka. Hal ini disebabkan

masyarakat Desa Sambirejo menganggap asal bisa makan itu sudah cukup

sehingga kehidupan masyarakat di Desa Sambirejo mempunyai taraf

kekayaan yang merata atau hampir sama.

Page 44: Laporan Sosiologi Pertanian

Sebagai makhluk biologis manusia mempunyai kebutuhan-

kebutuhan biologis yaitu kebutuhan untuk melangsungkan hidupnya

sebagai makhluk yang bernyawa dan mempunyai tuntutan nafsu. Tuntutan

nafsu adalah tuntutan untuk kesejahteraan raga dan kesejahteraan jenisnya

(Sri Wiyarti, 1991).

Setiap orang mempunyai orientasi yang berbeda dalam kegiatan

mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut

didasarkan atas kebutuhan dan usaha untuk dapat mencukupi

kebutuhannya sehari-hari. Berikut ini disajikan data tentang kegiatan

mencari nafkah masyarakat Desa Sambirejo:

Page 45: Laporan Sosiologi Pertanian

Tabel 18 Kegiatan Mencari Nafkah di Desa SambirejoNo. Uraian ∑ %

2.

3.

4.

5.

9.

Apakah dalam kegiatan mencari nafkah baik usahatani maupun usaha lainnya responden bekerja:a. Sekedar mencukupi kebutuhan sehari-harib. Berkeinginan memiliki sesuatu (misal menaikkan status

dengan membeli tanah/rumah/barang-barang sekunder/naik haji)c. Berkeinginan memperbesar usahanya atau membuka usaha

baru atau bekerja di bidang lainnyad. LainnyaSelain usaha mencukupi kebutuhan hidupnya atau memenuhi keinginannya, responden:a. Sekedar melakukan usaha yang ada, pasrah (menerima) apa

adanyab. Berkeyakinan usaha saat ini bisa memberi hasil yang baikc. Berusaha memberi tambahan penghasilan dengan

berusaha/bekerja di bidang laind. Berkeinginan pindah usaha (meninggalkan pekerjaan tani) setelah

memiliki usaha/pekerjaan barue. LainnyaApakah responden ingin memperbaiki nasib yang lebih baik dari sekarang:a. Selalu ingin memperbaikib. Kadang muncul keinginan memperbaikic. Tidak pernah berkeinginan untuk memperbaikid. Lainnya

Apakah dalam kegiatan mencari nafkah, responden selalu berorientasi/berpedoman pada :a. Pengalaman-pengalaman orang tua sebelumnyab. Berdasarkan kemampuan yang ada saat inic. Belajar pada penyuluh atau pengusaha lain, mencari informasi

baru untuk usahanya dan melakukan perencanaan kerjad. LainnyaApakah dalam kegiatan mencari nafkah dan kegiatan sosial, responden:a. Bekerja berdasarkan petunjuk/nasib orang tua, tokoh

masyarakat(kepala desa,ulama, penyuluh)b. Bekerja dengan mengutamakan kerjasama dengan warga

desac. Bekerja sesuai kebutuhan/situasi yang dihadapi

194

2

11

59

17

97

13

1071

5

14

31

14,903

1.50

8.60

3.907

0.785.40

75,40

10,56

7.805.400.78

3.90

11.00

2.300.78

Sumber: Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai kegiatan dalam mencari nafkah di

Desa Sambirejo menunjukkan baik dalam usahatani atau usaha lainnya

responden bekerja hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari

Page 46: Laporan Sosiologi Pertanian

terdapat 19 responden (14,90%), yang memiliki sesuatu (misal menaikkan

status dengan membeli tanah/rumah/barang-barang sekunder/naik haji)

terdapat 4 responden (3%), dan yang berkeinginan memperbesar usahanya

atau membuka usaha baru atau bekerja di ladangnya terdapat 2 responden

(1,50%). Hal ini disebabkan masyarakat Desa Sambirejo sebagian besar

bermata pencaharian sebagai petani. Walaupun mereka bekerja pada sektor

luar pertanian, pada musim bertani, mereka memilih meninggalkan

pekerjaan luar sektor pertanian untuk mengolah dan menunggu lahan

mereka dari masa tanam sampai dengan masa panen. Warga masyarakat

yang berkeinginan memiliki sesuatu (misal menaikkan status dengan

membeli tanah/rumah/barang sekunder/naik haji) memiliki jumlah yang

relatif sedikit dan hanya berlaku bagi petani yang sudah mempunyai

pemikiran lebih ke depan.

Selain usaha mencukupi kebutuhan hidupnya atau memenuhi

keinginannya, responden sekedar melakukan usaha yang ada, pasrah

(menerima) apa adanya merupakan pilihan responden terbanyak yaitu

sebesar 11 responden (8,60%). Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan

usahatani sebagian besar petani sudah mencukupi untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari, dan bagi petani lain yang mempunyai

keinginan untuk lebih memperbaiki taraf hidupnya ditempuh dengan jalan

bekerja di luar sektor pertanian seperti berdagang.

Kegiatan mencari nafkah petani di Desa Sambirejo selalu

berpedoman pada pengalaman-pengalaman orang tua sebelumnya 10

responden (7,80%). Hal ini disebabkan, sejak dari zaman dahulu mayoritas

mata pencaharian warga Desa Sambirejo adalah sebagai petani sehingga

teknik bertani yang baik sudah ada pada diri petani sejak mereka masih

kecil. Petani yang bertani berdasarkan kemampuan yang ada saat ini

berjumlah sebanyak 7 orang dengan presentase 5,40%. Petani yang

berkemampuan yang ada saat ini adalah petani modern. Mereka tidak perlu

menggunakan hewan untuk membajak sawah mereka, tapi menggunakan

traktor. Apabila mereka tidak mempunyai traktor, mereka memilih

Page 47: Laporan Sosiologi Pertanian

menyewa dengan memberikan sejumlah uang tertentu demi untuk

mendapatkan hasil panen yang maksimal. Petani dalam melakukan

pekerjaannya didasarkan atas kesadaran sendiri bahwasana mereka setiap

hari membutuhkan makan dan memerlukan hal-hal lain untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari.

Orientasi setiap individu dalam kegiatan mencari nafkah baik dalam

usahatani maupun usaha lainnya adalah berbeda satu dengan yang lain

tergantung kemampuan dan kreativitasnya (Bintarto, 1993).

Dalam melakukan kegiatan usahatani sehari-hari diperlukan adanya

pengambilan keputusan akan pengembangan usahatani di masa

mendatang. Pengambilan keputusan ini didasarkan atas musyawarah

ataupun kesepakatan yang diambil dari pelaku usahatani dengan keluarga.

Berikut ini disajikan secara rinci tentang pengambilan keputusan petani di

Desa Sambirejo.

Page 48: Laporan Sosiologi Pertanian

Tabel 19 Keputusan dalam Usahatani di Desa Sambirejo

No6 7

8a b c a b c

1. 1Keluarga/Ketua

RT2. 1 1 Keluarga3. 1 1 Keluarga4. 1 1 Keluarga5. 1 1 Keluarga6. 1 1 Keluarga7. 1 1 Keluarga8. 1 1 Keluarga9. 1 1 Suami10. 1 1 Suami11. 1 1 Suami12. 1 1 Istri13. 1 1 Keluarga14. 1 1 Bapak15. 1 1 Bapak16. 1 1 Anak-anak17. 1 1 Bapak18. 1 1 Bapak19. 1 1 Suami20. 1 1 Suami21. 1 1 Suami22. 1 1 Keluarga23. 1 1 Anak-anak24. 1 1 Keluarga25. 1 1 Anak-anak

∑ 6 13 6 21 3 1% 12 26 12 42 6 2

Sumber:Data Primer

Dari data pengamatan dapat dinyatakan bahwa sebagian besar pelaku

usahatani di Desa Sambirejo tidak secara langsung menerapkan inovasi

yang diberikan yaitu sebanyak 13 responden dengan presentase 26%. Hal

ini disebabkan karena masih rendahnya kepercayaan petani kepada inovasi

yang dikembangkan sebelum didapatkan suatu hasil yang konkret.

Sebagian besar petani mengambil keputusan dalam pelaksanaan

usahataninya selalu melibatkan anggota keluarga lain terutama keluarga

sendiri yaitu sebanyak 21 responden dengan presentase 42%.

Page 49: Laporan Sosiologi Pertanian

Kebutuhan manusia pada dasarnya berbeda antara satu dengan yang

lainnya tergantung dari berapa besar pendapatan yang diperoleh keluarga

tersebut. Semakin besar pendapatan suatu keluarga maka kebutuhan yang

diperlukanpun akan semakin bertambah. Bagi sebagian besar masyarakat

di Desa Sambirejo ini pendapatan mereka hanya cukup untuk konsumsi

saja. Berikut ini disajikan secara rinci tentang penggunaan pendapatan

petani di Desa Sambirejo:

Page 50: Laporan Sosiologi Pertanian

Tabel 20 Penggunaan Pendapatan Petani di Desa SambirejoNo. Uraian ∑ %

10.

11.

12.

13.

Untuk apa sajakah pendapatan petani digunakan :a. Konsumsib. Tabunganc. Investasid. Lainnya

Dalam bentuk apa petani menabung ?a. Barang berharga (harta kekayaan, spt :

rumah, alat transportasi, alat rumah tangga, perhiasan/emas batangan)

b. Uang tunai di rumahc. Ditabung di bankd. LainnyaTujuan menabunga. Keperluan mendadakb. Modal usahac. Pendidikan anakd. Naik hajie. LainnyaDalam bentuk apa petani melakukan investasia. Investasi alat dalam usaha tani (cangkul,

sabit, dll)b. Membeli tanahc. Investasi usaha lain (luas usaha tani, seperti

membuka warung, berdagang dan industri rumah tangga)

d. Lainnya

2515132

11

832

12561-

4

136

1

19,6911,8110,241,57

8,66

6,302,361,57

9,453,934,720,79

-

3,42

10,244,72

0,79

Sumber: Data Primer

Berdasarkan data hasil pengamatan mengenai penggunaan

pendapatan petani di Desa Sambirejo dapat disimpulkan bahwa mayoritas

pendapatan petani digunakan untuk.konsumsi (25 responden atau 19,69%).

Pendapatan petani di Desa Sambirejo rata-rata hanya mencukupi untuk

konsumsi/makan sehari-hari. Jumlah petani yang mempunyai tabungan

adalah 15 responden dengan persentase 11,81%. Biasanya petani

menabung dalam bentuk barang berharga (harta kekayaan, seperti : rumah,

alat transportasi, alat rumah tangga, perhiasan/emas batangan) sebanyak

11 responden atau 8,66%, yang menabung dalam bentuk uang tunai

dirumah sebanyak 8 responden dengan persentase 6,30%, yang menabung

di Bank sebanyak 3 responden dengan presentase 2,36%, dan yang

menabung dalam bentuk yang lain sebanyak 2 responden dengan

Page 51: Laporan Sosiologi Pertanian

presentase 1,57%. Sebagian besar petani di Desa Sambirejo jarang yang

menggunakan Bank sebagai alternatif penyimpanan harta benda mereka,

hal ini disebabkan mereka takut nantinya tidak mampu lagi menabung di

Bank padahal ada potongan biaya tiap bulannya sehingga mereka lebih

suka mempunyai tabungan dalam bentuk barang atau harta kekayaan dan

menyimpan uangnya dirumah. Sebagian besar warga Desa Sambirejo yang

menabung mempunyai tujuan untuk menghadapi kebutuhan mendadak (12

responden atau 9,45%) sebagai contoh bila mendadak ada salah satu

anggota keluarga yang jatuh sakit. Dengan adanya tabungan mereka tidak

perlu meminjam kepada seorang rentenir atau pada Bank dengan bunga

yang bagi mereka sangat memberatkan. Petani yang melakukan investasi

dalam bentuk alat-alat pertanian (4 responden atau 3,42%) seperti cangkul,

sabit, dll. Sebagian besar petani lebih memilih melakukan investasi dalam

bentuk membeli tanah atau ternak (13 responden atau 10,24%) karena

cenderung memberikan keuntungan yang lebih banyak.

Penggunaan pendapatan didasarkan pada tingkat kebutuhan, semakin

besar pendapatan seseorang maka kebutuhanpun ikut bertambah

sebaliknya semakin kecil pendapatan maka kebutuhanpun semakin sedikit

(Suyitro, 1997).

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup tanpa bantuan

orang lain tapi bukan berarti kita tergantung pada orang lain pula. Dalam

kehidupan bermasyarakat setiap orang mempunyai peranan yang berbeda

dalam melaksanakan statusnya sebagai makhluk sosial. Berikut ini

disajikan secara rinci tentang perilaku petani dalam kegiatan sosial di Desa

Sambirejo:

Page 52: Laporan Sosiologi Pertanian

Tabel 21 Perilaku Petani dalam Kegiatan Sosial di Dusun Banaran Desa Sambirejo

No. Uraian %

14.

15.

Kalau seseorang mendapatkan bantuan (sumbangan) apakah ia harus

membalas memberikan bantuan kepada setiap orang yang telah

memberikan bantuan ?

a. Ia harus membalas

b. Boleh membalas, boleh tidak membalas

c. Tidak diharuskan memberikan balasan

Kalau jawaban pada nomor 14 adalah a atau b. Bla sumbangan

harus dibalas, apakah bantuan tersebut :

a. Boleh lebih sedikit dari sumbangan yang pernah diterima

b. Sama besarnya dendan nilai sumbangan yang pernah diterima

c. Lebih besar dari nilai sumbangan yang pernah diterima

Seumpama seseorang tidak mau membalas, sanksi apakah yang

akan dihadapinya ?

( Tidak ada sanksi )

14

7

4

8

12

1

30,43

15,21

8,70

17,39

26,09

2,17

Sumber: Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai perilaku petani dalam kegiatan

sosial di Desa Sambirejo diperoleh tingkat kerukunan masyarakat bahwa

sebagian besar masyarakat petani apabila mendapatkan bantuan

(sumbangan) maka ia wajib membalas dengan jumlah responden sebanyak

14 responden dan presentasenya sebesar 30,43%, dengan bentuk balasan

yang boleh lebih sedikit dari sumbangan yang pernah diterima sebanyak 8

responden dengan presentase 17,39%, sama besarnya dengan nilai

sumbangan yang pernah diterima sebanyak 12 responden dengan

presentase 26,09%, dan lebih besar dari nilai sumbangan yang pernah

diterima sebanyak 1 responden dengan persentase 2,17%. Apabila terdapat

seseorang yang tidak mampu membalas sumbangan tersebut maka tidak

ada sanksi yang memberatkan hanya saja seseorang tersebut merasa tidak

Page 53: Laporan Sosiologi Pertanian

enak atau sungkan dengan orang-orang yang telah memberi mereka

bantuan (sumbangan).

Manusia sebagai anggota masyarakar, sejak lahir terlebih dahulu

telah mempunyai hasrat-hasrat naluri yang dibawa sejak lahir, yang

bersama-sama dengan sifat-sifat yang diperoleh kemudian. Pengaruh

lingkungan, pengaruh kelompok, telah menjadi sebab berubah-berubahnya

tabiat manusia dalam batas-batasnya yang tertentu (Sri Wiryati 1991).

Petani dalam melakukan kegiatan panennya memiliki cara masing-

masing sesuai dengan kebutuhan dan statusnya sebagai petani. Setiap

petani mempunyai cara yang berbeda dalam kegiatan panennya. Berikut

ini disajikan secara rinci tentang kegiatan panen masyarakat di Desa

Sambirejo:

Tabel 22 Kegiatan Panen Masyarakat di Desa Sambirejo:No. Uraian %

16. Dalam melakukan kegiatan panen, petani :

a. Menebaskan kepada orang lain

b. Dibantu anggota keluarga saja

c. Dibantu anggota keluarga dan kerabat

d. Dibantu tetangga (wanita) warga desa yang diundang

e. Dibantu tetangga (wanita) warga desa siapa saja tanpa dibatasi jumlahnya

5

9

5

1

5

20

36

20

4

20

Sumber: Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai kegiatan panen masyarakat di Desa

Sambirejo diperoleh dari kegiatan panen masyarakat sebanyak 25

responden terdapat 5 responden dengan presentase 20% memilih dibantu

oleh anggota keluarga dan kerabat. Hal ini disebabkan dengan dibantu

anggota keluarga dan kerabat, petani dapat menghemat biaya untuk

membayar buruh atau memberi upah dan jatah makan pada tetangga yang

ikut membantu. Selain itu dampak lainnya adalah mereka dapat mengolah

lahannya dengan baik untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal.

Page 54: Laporan Sosiologi Pertanian

Terdapat pula yang memilih menebaskan kepada orang lain (9 responden

atau 20,00%). Hal ini disebabkan petani sibuk dengan pekerjaanya di luar

sektor pertanian, sehingga petani lebih suka membayar buruh atau bagi

hasil kepada penyewa untuk menggarap sawah/ladangnya.

3. Kelembagaan Hubungan Kerja Di Luar Pertanian

Kebutuhan manusia yang terus bertambah dari waktu ke waktu

menuntut manusia untuk bekerja lebih giat dari biasanya. Salah satu cara

yang sering ditempuh adalah dengan mencari pekerjaan lain di luar

pekerjaan pokoknya. Selain untuk menambah penghasilan, tambahan

pendapatan yang diperoleh digunakan untuk biaya sekolah anak. Berikut

ini disajikan data secara rinci tentang mata pencaharian dan motivasi

bekerja diluar pertanian di Desa Sambirejo:

Page 55: Laporan Sosiologi Pertanian

Tabel 23 Mata Pencaharian dan Motivasi Bekerja Diluar Pertanian di Desa Sambirejo

No

.

Wiraswasta PNS Ternak (Jenis)

Pendapata

n/tahun

Motivasi Pendap

atan/

tahun

Motiv

asi

Pendapata

n/tahun

Motivasi Pendapata

n/tahun

Motivasi

1. 1.216545

Melengkap

i

pemenuhan

kebutuhan

2.

3. 7.200.000

Demi

menyekolahka

n anak

4. 9.000.000 Cari tambahan

5.

6. 390.000

Tambahan

biaya

sekolah

anak

7. 7.200.000Menambah

penghasilan

8.

9. 8.000.000Menambah

pemasukan

10. 12.000.000

Menambah

penghasila

n

11. 4.000.000 Menambah

penghasila

3.200.000 Menambah

Page 56: Laporan Sosiologi Pertanian

n penghasilan

12. 36.500.000

Menambah

penghasila

n

13. 8.000.000

Menambah

penghasila

n

14. 8.000.000

Menambah

penghasila

n

15. 18.250.000

Untuk

mencukupi

kebutuhan

dan biaya

sekolah

16.

17. 4.000.000

Menambah

penghasila

n

18. 4.000.000

Menambah

penghasila

n

19.18.250.00

04.000.000

Menambah

penghasila

n

20. 3.700.000

Menambah

penghasila

n

21. 5.000.000 Mencukupi

kebutuhan

di masa

Page 57: Laporan Sosiologi Pertanian

depan

22.

23.

24. 4.500.000Menunjang

kebutuhan5.000.000

Menunjang

kebutuhan

25.

∑24.356.54

5120.450.000

26.600.00

0

Sumber : Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai mata pencaharian dan motivasi

bekerja di luar pertanian di Desa Sambirejo yang bersumber dari 25

responden dapat diketahui bahwa penduduk Desa Sambirejo sebagian

besar mempunyai pekerjan sampingan di luar pertanian yaitu di bidang

peternakan dengan penghasilan kotor sekitar 120.450.000/tahun. Profesi

sebagai buruh bangunan biasanya mereka merantau ke luar desa bahkan

sampai luar kota misalnya Jakarta, Surabaya, Malang, dll. Penghasilan

diluar pertanian tersebut dapat mereka gunakan untuk memenuhi

kebutuhannya yang tidak didapat dari hasil pertanian dan untuk ditabung

untuk memenuhi kebutuhannya di hari yang akan datang, seperti sekarang

ini jika musim kemarau panjang datang mereka tidak dapat mengolah

lahan mereka karena sama sekali tidak ada air maka mereka dapat

menggunakan simpanannya, tapi mereka tidak bekerja sepanjang tahun,

malainkan hanya untuk menunggu masa setelah tanam sampai menjelang

panen atau kira-kira selama 3 bulan. Selain itu pekerjaan di luar pertanian

itu bagi mereka hanyalah pekerjaan sampingan, pekerjaan pokok mereka

tetap sebagai petani karena mereka merasa lebih tentram jika mempunyai

persedian padi tetapi tidak punya uang daripada mempunyai uang tapi

tidak punya persediaan padi.

Page 58: Laporan Sosiologi Pertanian

Kebutuhan yang terus meningkat dan tidak terbatas dari waktu ke

waktu menuntut manusia untuk bekerja dan berusaha lebih giat untuk

memenuhi kebutuhannya agar diperoleh kehidupan yang makmur dan

sejahtera (Dumory, 1997).

Setiap individu mempunyai cara yang berbeda dalam mendapatkan

pekerjaan lain diluar sektor pertanian. Pekerjaan yang berbeda ini tentu

saja mendatangkan fasilitas tertentu sesuai dengan jenis pekerjaan yang

dilakukannya. Berikut ini disajikan secara rinci tentang fasilitas dan cara

mendapatkan pekerjaan diluar pertanian di Desa Sambirejo:

Tabel 24 Fasilitas dan Cara Mendapatkan Pekerjaan Luar Pertanian di Desa Sambirejo

No. Uraian %

3.

4.

Selain mendapat upah apakah kegiatan responden berburuh

tersebut memperoleh:

a. Jaminan lainnya (makanan, hadiah lebaran)

b. Ikut membantu dalam kegiatan rumah tangga majikan

c. Digolongkan dalam istilah tertentu : buruh masih saudara/kerabat, buruh dengan kontrak kerja, buruh lepas/tanpa ikatan

d. Lainnya tidak ada jaminan

Siapa yang memberikan pekerjaan di luar pertanian tersebut

a. Mencari atau usaha sendiri

b. Ikut saudara

c. Diajak teman atau saudara

d. Lainnya

6

3

9

9

1

7

1

16,67

8,33

25

25

2,78

19,44

2,77

Sumber : Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai fasilitas dan cara mendapatkan

pekerjaan di luar pertanian di Desa Sambirejo diperoleh bahwa pada

musim kemarau banyak dari mereka yang menjadi buruh. Selain

mendapatkan upah, buruh tersebut masih saudara/kerabat, buruh dengan

kontrak kerja, buruh lepas/tanpa ikatan sebanyak 3 responden dengan

Page 59: Laporan Sosiologi Pertanian

persentase 8,33%, dan sebagian besar memperoleh dari lainnya sebanyak 9

responden atau sebesar 25%.

Kesimpulan yang dapat ditarik bahwa banyak juga dari mereka yang

bekerja di luar sektor pertanian tidak mendapatkan jaminan. Dalam

mencari pekerjaan di luar sektor pertanian ada 9 responden yang mencari

pekerjaan sendiri tanpa bantuan. Presentase dari usaha mencari pekerjaan

sendiri ini ada 25% merupakan jumlah yang terbanyak. Yang bekerja ikut

dengan saudara sebagai pembantu rumah tangga sebanyak 1 responden

dengan persentase 2,78%, dan sebagian dari mereka yang bekerja diajak

teman atau saudara sebagai buruh bangunan karena biasanya dalam

mencari pekerjaan mereka bergerombol atau berkelompok dengan jumlah

responden 7 orang atau presentasenya 19,44 %. Dari data fasilitas dan cara

mendapatkan pekerjaan di luar pertanian maka dapat dipahami bahwa

pekerjaan yang mereka dapatkan diluar sektor pertanian sebagian besar

didapat dengan usaha sendiri.

Setiap pekerjaan akan memberikan fasitas dan pemenuhan yang tidak

sama dalam segi kuantitas maupun kualitasnya tergantung pada apa jenis

dan macam pekerjaan yang ditekuni (Samuel, 1997).

4. Kelembagaan Hubungan Kerja Keluarga Petani

Terdapat hubungan kerja yang nyata antara anggota keluarga petani

dalam melakukan kegiatan usaha taninya. Berikut ini disajikan secara rinci

tentang kelembagaan hubungan kerja keluarga petani di Desa Sambirejo:

Page 60: Laporan Sosiologi Pertanian

Tabel 25 Orang Tua Responden /petani di Desa SambirejoNo. Uraian %

1.

2.

Apakah jenis pekerjaan orang tua responden

a. Petani

Apakah orang tua responden masih ikut bekrja dalam

usaha tani responden

a. Ya

b. Tidak

Kalau ya, apakah mereka diberi upah?

a. Ya

b. Tidak

11

16

4

15

23,91

37,78

8,60

30,6

Sumber: Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai orang tua responden/petani di

Desa Sambirejo dapat dipahami bahwa dari 25 responden mengemukakan

bahwa didalam keluarga rumah tangga petani sebagian besar responden

bekerja sebagai petani. Ada 11 responden yang orang tuanya masih ikut

bekerja dalam usaha tani umumnya mereka yang tinggal bersama anak-

anaknya. Dan ada 16 responden dari responden dengan tidak dibantu oleh

orang tuanya karena mayoritas dari mereka sudah terlalu tua sehingga

tidak kuat ikut melakukan kegiatan usaha tani.

Petani dalam melakukan kegiatan usaha tani petani tidak sendirian

namun terdapat keterlibatan anggota keluarga petani yang ikut bekerja.

Pekerjaan yang diberikan sesuai dengan kemampuan agar dapat bekerja

dengan baik tanpa ada maksud untuk menganiaya (Sumitro, 1993).

Setiap anggota keluarga petani mempunyai tugas dan pekerjaan yang

berbeda dalam melakukan usaha tani tergantung usia dan jenis kelamin

masing-masing. Berikut ini disajikan secara rinci tentang peran anggota

keluarga dalam kegiatan usaha tani di Desa Sambirejo:

Page 61: Laporan Sosiologi Pertanian

Tabel 26 Peran Anggota Keluarga dalam Kegiatan Usahatani di Desa Sambirejo:

No Jenis Kegiatan Usaha Tani Pria Wanita Anak-

anak

% % %

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Pengolahan lahan

Pengairan

Pembibitan

Penanaman

Pemupukan

Penyiangan&pem hama

Panen dan pasca panen

21

12

12

2

6

13

27

9,13

5,22

5,22

0,87

2,60

5,65

11,74

19

-

23

38

-

8

38

8,26

-

10

16,52

-

3,48

16,52

-

-

1

8

-

1

1

-

-

0,43

3,48

-

0,43

0,43

Sumber : Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai peran anggota keluarga dalam

kegiatan usahatani dapat disimpulkan bahwa baik bapak, ibu dan anak

yang sudah berumur diatas 15 tahun berperan aktif dalam kegiatan usaha

tani. Dengan adanya bantuan dari anggota keluarga responden tidak

memerlukan atau hanya sedikit mendapat bantuan dari orang lain. Anggota

keluarga selalu bekerja di sawah pertanian, sehingga secara otomatis

pekerjaan cepat selesai dan tidak memerlukan uang untuk membayar upah

pada mereka yang bekerja. Dalam bekerja melakukan usaha tani terdapat

penggolongan jenis pekerjaan antar laki-laki dan wanita. Pekerjaan yang

dilakukan laki-laki adalah pengolahan lahan, pengairan, pembibitan,

penanaman, pemupukan, penyiangan dan pembasmian hama, panen serta

pasca panen (hampir semua kegiatan bercocok tanam).

Wanita dalam kegiatan usaha tani melakukan pengolahan lahan

biasanya untuk ditanami palawija, pengairan, pembibitan, penanaman,

pemupukan, penyiangan dan pembasmian hama, panen serta pasca panen.

Page 62: Laporan Sosiologi Pertanian

Desa Sambirejo masyarakatnya baik laki-kaki dan wanita yang berusia 15

tahun ke atas bahu membahu dalam menyelesaikan pekerjaan dalam

usaha tani. Dalam melakukan kegiatan usaha tani dibuat pembagian kerja

antara laki-laki dan wanita karena tenaga laki-laki lebih kuat daripada

tenaga wanita sehingga sebagian besar pekerjaan yang berat dilakukan

oleh laki-laki seperti mencangkul dan kegiatan pengolahan sawah lainnya.

Adanya perbedaan usia yang terdapat dalam keluarga kadang dapat

munculkan penggolonganjenis pekerjaan dan tugas yang dikerjakan dalam

kegiatan usaha tani. Semakin dewasa maka pekerjaan yang dibebankan

semakin berat.( Samuel, 1997 ).

Page 63: Laporan Sosiologi Pertanian

5. Kosmopolitan

Selain melakukan kegiatan didesanya sendiri, masyarakat Dusun

Semanding juga melakukan kegiatan di luar desa yang dapat dijadikan

alasan untuk mempererat tali silaturahmi antar warga desa. Berikut ini

disajikan data secara rinci tentang mobilitas petani di Dusun Semanding

Desa Sambirejo:

Tabel 27 Mobilitas Petani di Dusun Semanding Desa Sambirejo

No. Mobilitas ∑ %

a.

b.

c.

Jumlah

Berapa kali responden melakukan kegiatan diluar desa

1. Tidak pernah

2. 1 kali

3. 2 kali

4. 3 kali

5. 4 kali

6. 5 kali

7. 6 kali

8. 7 kali

9. 8 kali

Kegiatan tersebut berkaitan dengan

1. Mencari nafkah

2. melengkapi kebutuhan rumah tangga

3. mengunjungi tempat hiburan (sekaten, wayang

orang, dll)

4. mengunjungi saudara

5. lainnya bila ada keperluan

Alat transportasi yang digunakan

1. Milik sendiri

2. Angkutan umum

3. Lainnya

6

-

8

4

2

3

-

2

0

16

6

6

5

-

9

9

1

77

7,79

0

10,39

5,19

2,60

3,89

0

2,60

0

20,78

7,79

7,79

6,49

0

11,69

11,69

1,30

100

Sumber : Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai mobilitas petani di Dusun

Semanding diperoleh dalam melakukan kegiatan keluar desa biasanya

Page 64: Laporan Sosiologi Pertanian

untuk mencari nafkah sebanyak 16 responden dengan persentase 20,78 % ,

melengkapi kebutuhan rumah tangga sebanyak 6 responden dengan

persentase 7,79 % , mengunjungi saudara sebanyak 6 responden dengan

persentase 7,79 %. Tidak ada warga yang pergi ke luar desa tanpa alasan.

Dalam melakukan kegiatan keluar desa sebagian besar masyarakat Desa

Sambirejo menggunakan alat transportasi milik sendiri dengan jumlah

responden 9 orang dengan presentase sebanyak 11,69 % biasanya mereka

menggunakan sepeda motor. Sedangkan sebanyak 9 responden atau

11,69% dari responden menggunakan kendaraan umum yaitu angkutan

kota atau angkutan desa. Penyebab masyarakat menggunakan angkutan

umum karena mereka tidak punya kendaraan pribadi dan juga untuk

menghindari kelelahan di jalan sehingga lebih menjaga keselamatan. Dan

sisanya 1 responden atau 1,30 % tidak menggunakan alat transportasi yaitu

dengan jalan kaki atau dengan cara lain.

Interaksi sosial merupakan hubungan social yang dinamis dan

merupakan kunci dari semua kehidupan sosial. Interaksi social merupakan

dasar dari proses social sebab tanpa adanya interaksi antara masyarakat

tidak mungkin kehidupan bersama akan terjadi (Sri Wiyarti, 1991).

Masyarakat di Dusun Semanding ini dalam menggunakan

komunikasi masih menggunakan sarana yang masih tergolong tradisional.

Untuk mengakses informasi mereka sudah menggunakan media modern

karena dirasa cukup efisien dan mudah dijangkau. Berikut ini disajikan

data secara rinci tentang pola komunikasi masyarakat Dusun Semanding

Desa Sambirejo.

Page 65: Laporan Sosiologi Pertanian

Tabel 28 Pola Komunikasi Masyarakat Petani di Dusun Semanding Desa Sambirejo

No. Pola Komunikasi Manfaat/dampak ∑ %

a.

b.

c.

Media massa yang digunakan

1. TV

2. Radio

Tokoh Masyarakat

1. Bapak Sukimin

2. Bapak Kadus

Lainnya

Up date masalah pertanian

Up date masalah pertanian

Meningkatkan hasil pertanian

Up date masalah pertanian

4

1

4

8

21

10,53

2,63

10,53

21,05

55,26

Jumlah 38 100

Sumber: Data Primer

Data hasil pengamatan mengenai pola komunikasi masyarakat petani

di Dusun Semanding diperoleh hasil bahwa media massa yang digunakan

berupa TV dan radio. Terdapat 4 orang yang menggunakan TV sebagai

media informasi dan 1 orang yang menggunakan radio sebagai media

informasi dengan alasan lebih efisien dan mudah dijangkau. Media massa

lain yang diakses adalah koran dengan 5 responden sedangkan yang

menggunakan tokoh masyarakat sebagai sumber informasi sebanyak 12

orang dengan alasan mereka lebih mempercayai tokoh masyarakat terseut

dibandingkan dengan media ang lain.

Hal terpenting dari komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan

tafsiran-tafsiran pada peri kelakuan orang lain (yang dapat berwujud:

pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap) perasaan apa yang ingin

disampaikan pada orang lain dan selanjutnya orang tersebut memberikan

reaksi atas perasaan yang ingin disampaikan kepadanya tadi

(Sri Wiyarti, 1991).

67

Page 66: Laporan Sosiologi Pertanian

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Kecamatan Sebagai Pusat Pertumbuhan. Bappeda Daerah Istimewa Jogjakarta. Jogjakarta

Anonim. 2008. “Sosiologi Budaya”.http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1992/07/07/0008.html

Anonim. 2008. “Pekerja Perempuan”. http://idi.wikipedia.org/w/index/php?title=budaya/1994/08/15.html

Dumairy.1997. Perekonomian Indonesia Jilid 2.Erlangga. Jakarta.

Hadisumarno. 1998. Pengantar Kependudukan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hagul, Peter. 1992. Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

Rajawali Pers. Jakarta.

Hendropuspito, D.1989. Sosiologi Sistematik. Penerbit Kanisus. Yogyakarta.

Leibo. 1986. Sosiologi Pedesaan. Andi Offset. Yogyakarta.

Mubiyarto, dkk. 1994. Geografi Jilid 1.Erlangga. Jakarta.

Nasution, Adham.1983. Sosiologi. Penerbit Alumni. Bandung

Planck, U. 1993. Sosiologi Pertanian. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Rusli, Said. 1994. Pengantar Ilmu Kependudukan Cetakan Ke 6. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta.

Saidiharjo, P. 1974. Pengantar Ilmu Sosiologi. Bina Ilmu. Surabaya.

Sajogyo dan P. Sajogyo. 1984. Sosiologi Pedesaan Jilid 2. Gadjah Mada University Pers. Yogyakarta.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 1992. Psikologi Lingkungan. Grasindo. Jakarta

Soekanto, Soerjono. 1985. Sosiologi Sistematis. Rajawali Pers. Jakarta.

Tjondronegoro, M. P. Sediono. 1999. Keping-keping Sosiologi Dari Pedesaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor.

Wiyarti, Sri. 1991. Sosiologi. UNS Press. Surakarta

69