bahan ajar sosiologi pertanian · 2020. 3. 28. · 1. sosiologi bersifat empiris, yang berarti...

121
BAHAN AJAR SOSIOLOGI PERTANIAN PENYUSUN Dr. Ir. Charles Ngangi, MS PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI 2018

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAHAN AJAR

    SOSIOLOGI PERTANIAN

    PENYUSUN

    Dr. Ir. Charles Ngangi, MS

    PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS SAM RATULANGI 2018

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN SAMPUL....................................................................... i

    DAFTAR ISI....................................................................................... ii

    BAB I ORIENTASI SOSIOLOGI .............................................. 1

    BAB II PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL ............... 14

    BAB II KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT ........................... 29

    BAB III KELEMBAGAAN SOSIAL ............................................... 43

    BAB IV STRATIFIKASI SOSIAL................................................... 55

    BAB VI PENGUASAAN TANAH DAN KELEMBAGAAN ......... 75

    BAB VII PARTISIPASI MASYARAKAT...................................... 92

    BAB VIII GENDER DALAM PERTANIAN................................. 101

    BAB IX MOBILITAS SOSIAL....................................................... 113

    DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 119

  • BAB I

    ORIENTASI SOSIOLOGI

    A. Pendahuluan

    Sosiologi merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Sosiologi

    merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri sebab telah memenuhi segenap unsur ilmu

    pengetahuan. Unsur-unsur ilmu pengetahuan dari sosiologi adalah sosiologi bersifat logis,

    objektif, sistematis, andal, dirancang, akumulatif, dan empiris, teoritis, kumulatif, non etis.

    Sosiologis bersifat logis artinya sosiologi disusun secara masuk akal, tidak

    bertentangan dengan hukum-hukum logika sebagai pola pemikiran untuk menarik

    kesimpulan. Sosiologi bersifat obyektif artinya sosiologi selalu didasarkan pada fakta dan

    data yang ada tanpa ada manipulasi dari data. Sosiologi bersifat sistematis artinya sosiologi

    disusun secara rapi, sesuai dengan kaidah keilmuan. Sosiologi bersifat andal artinya

    sosiologi dapat dibuktikan kembali, dan untuk suatu keadaan terkendali harus menghasilkan

    hasil yang sama. Sosiologi bersifat dirancang/direncanakan artinya sosiologi didesain lebih

    dahulu sebelum melaksanakan aktivitas penyelidikan. Sosiologi bersifat akumulatif artinya

    sosiologi merupakan ilmu yang akan selalu bertambah dan berkembang seiring dengan

    perkembangan keinginan dan hasrat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

    Penemuan (kesimpulan, kebenaran) kemudian menggugurkan penemuan sebelumnya.

    Sosiologi bersifat empiris, artinya sosiologi didasarkan pada observasi terhadap

    kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif. Sosiologi bersifat teoritis,

    artinya sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil penelitian.

    Sosiologi bersifat kumulatif, artinya sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada

    dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus teori-teori lama. Sosiologi bersifat

    non-ethnis, artinya sosiologi yang dibahas dan dipersoalkan bukanlah buruk baiknya fakta

    tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

    (Tjipto Subadi, 2009:1-2)

  • Sedangkan ciri-ciri ilmu pengetahuan dari sosiologi menurut Soerjono Soekanto

    (1986: 11) adalah :

    1. Sosiologi bersifat empiris, yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan

    pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat

    spekulatif.

    2. Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk

    menyusun abstraksi dari hasil-hasil penelitian.

    3. Sosiologi bersifat kumulatif, yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar

    teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus

    teori-teori lama.

    4. Sosiologi bersifat non-ethis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk baiknya fakta

    tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.

    Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana untuk membedakan sosiologi

    dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang tergabung pula dalam ilmu-ilmu sosial?

    Mengenai persoalan ini masih banyak tumpang tindih oleh karena pembedaannya tidak

    tegas dan bukan hanya menyangkut perbedaan dalam isi atau objek penyelidikan, akan

    tetapi juga menyangkut perbedaan tekanan pada unsur-unsur objek yang sama, atau

    lebih jelasnya pendekatan yang berbeda terhadap objek yang sama. Untuk lebih

    memberikan gambaran yang jelas dipersilahkan membaca secara cermat dan teliti

    uraian berikut ini..

    1. Pengetian Sosiologi

    Sosiolog De Saint Simon, bapak perintis sosiologi (1760-1825) menjelaskan

    bahwa sosiologi itu mempelajari masyarakat dalam aksi-aksinya, dalam usaha

    koleksinya, baik spiritual maupun material yang mengatasi aksi-aksi para peserta

    individu dan saling tembus menembus (lihat “Traite de Sociologie 1962, dari Georges

    Gurvitch Jilid I hal. 32).

    Mayor Polak, memberikan komentarnya terhadap pandangan Simon tersebut

    bahwa definisi itu agak samar-samar bagi para pendatang baru dalam bidang sosiologi.

    Maka kemudian Polak menyampaikan pandangannya tentang sosiologi yang diawali

    dengan penyataannya sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan

  • adalah suatu kompleks atau disiplin pengetahuan tentang suatu bidang realitas tertentu,

    yang didasarkan pada kenyataan (fakta-fakta) dan yang disusun serta diantar-hubungkan

    secara sistematis dan menurut hukum-hukum logika. Karena pengetahuan ilmiah

    didasarkan pada fakta-fakta maka orang sering menamakannya “obyektif”. Pernyataan

    ini kurang tepat, pada hakekatnya tidak ada pengetahuan obyektif. Hasil-hasil

    pengamatan kita tentang dunia luar semuanya diolah dalam otak kita masing-masing,

    jadi sifatnya subyektif. Tetapi panca indera kita adalah serupa dan tidak tunduk kepada

    logika yang sama, sehingga kita dapat menemukan pengetahuan ilmiah itu “antar-

    subyektif”. Untuk lebih memperdalam pemahaman kita tentang sosiologi berikut ini

    penulis sajikan pengertian sosiologi dari beberapa pandangan para ahli tentang

    sosiologi.

    a. Bapak sosiologi adalah Auguste Comte (1789-1853). Kata sosiologi mula-mula

    digunakan oleh Auguste Comte, dalam tuliasannya yang berjudul Cours de

    Philosopie Positive (Positive Philosophy) tahun 1842. Sosiologi berasal dari bahasa

    latin yang dari dua kata; Socius dan Logos. Secara harfiah atau etimologis kata

    socius berarti teman, kawan, sahabat, sedangkan logos berarti ilmu pangetahuan.

    Jadi sosiologi berarti ilmu pengetahuan tentang bagaimana berteman, berkawan,

    bersahabat atau suatu ilmu yang membicarakan tentang bagaimana bergaul dengan

    masyarakat, dengan kata lain sosiologi mempelajari tentang masyarakat, atau ilmu

    pengetahuan tentang hidup masyarakat. Secara operasional Auguste Comte

    menjelaskan bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum

    yang merupakan pula hasil terakhir perkembangan ilmu pengetahuan, didasarkan

    pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh ilmu-ilmu pengetahuan lainnya,

    dibentuk berdasarkan observasi dan tidak pada spekulasi-spekulasi perihal keadaan

    masyarakat serta hasilnya harus disusun secara sistematis.

    b. Emile Durkheim (1858-1917) pernah menamakan sosiologi adalah ilmu tentang

    lembaga-lembaga sosial, yakni pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan yang sudah

    “tertera” yang sedikit banyak menundukkan para warga masyarakat.

    c. Pitirim Sorokin (terjemahan bebas dari Sorokin, Contemporary Sociological

    Theories, 1928: 760-761) menjelaskan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang

    mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-

  • gejala sosial, misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan

    moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dan lain

    sebagainya.

    d. William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff dalam bukunya yang berjudul

    “Sociology” Edisi Keempat, halaman 39 dijelaskan bahwa sosiologi adalah

    penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya berupa organisasai

    sosial.

    e. J.A.A. Van Doorn dan C.J. Lammers, dalam bukunya yang berjudul “Modern

    Sociology, Systematic en Analyse, (1964: 24) dijelaskam bahwa sosiologi ilmu

    pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang

    bersifat stabil. (Soerjono Soekanto, 1986:15-16).

    f. Pengertian sosiologi dari ilmuwan sosial lain, menjelaskan bahwa sosiologi adalah:

    1) Suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat.

    2) Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai

    keseluruhan yakni antar hubungan diantara manusia dengan manusia, manusia

    dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.

    3) Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai

    keseluruhan yakni antara hubungan diantara manusia dengan manusia, manusia

    dengan kelompok, kelompok dengan kelompok baik formal maupun material.

    4) Sosiologi adalah suatu ilmu prengetahuan yang mempelajari masyarakat

    sebagai keseluruhan, yakini antar-hubungan diantra manusia dengan manusia,

    manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formal maupun

    material, baik statis maupun dinamis (Mayor Polak, 1979: 4-8)

    Pengertian sosiologi yang lain, disampaikan juga oleh:

    g. Alvin Bertrand, ia mengatakan bahwa sosiologi adalah studi tentang hubungan

    antar manusia (human relationship).

    h. P. J. Bouwman, juga memberikan sumbangan pemikiran tentang pengertian

    sosiologi adalah ilmu masyarakat secara umum. Sedangkan menurut Selo

    Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari

    struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial (Ary H.

    Gunawan, 2000: 3). Pengertian ini hampir sama dengan pengertian sosiologi yang

  • disampaikan oleh Soerjono Soekanto bahwa sosiologi adalah ilmu yang

    mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk di dalamnya

    perubahan-perubahan sosial.

    Dari beberapa definisi tentang sosiologi tersebut di atas terdapat dua hal yang

    penting dalam memahami sosiologi. Pertama, masyarakat sebagai keseluruhan. Kedua,

    masyarakat sebagai jaringan antar hubungan sosial. Tugas sosiologi adalah untuk

    menyelami, menganalisa dan memahami jaringan-jaringan antar hubungan itu.

    Penerapan teori sosiologi. Penerapan teori sosiologi dalam lingkungan

    masyarakat ditunjukkan adanya hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala

    sosial dengan gejala-gejala non-sosial, misalnya gejala geografis, biologis dan

    sebagainya. Dan ciri umum dari pada semua jenis gejala-gejala sosial. Roucek dan

    Warren (terjemahan bebas dari Roucek dan Werren, Socuology an Introduction, 1962:

    3) bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam

    kelompok-kelompok.

    1) Obyek Sosiologi

    Meyer F. Nimkoff, dalam M. Nata Saputra (1982: 30-31) membagi objek

    sosiologi ke dalam 7 objek, yaitu: (1) faktor dalam kehidupan sosial manusia, (2)

    kebudayaan, (3) sifat hakiki manusia (human nature), (4) kelakuan kolektif, (5)

    persekutuan hidup, (6) lembaga sosial, dan (7) perubahan sosial (social change). Dalam

    garis besarnya ada 3 pendapat tentang objek sosiologi, yaitu;

    a. Objek sosiologi adalah individu (individualisme). Tokohnya George Simmel, yang

    memandang masyarakat dari sudut individu; kresatuan kelompok itu asalnya

    semata-mata dari kesatuan yang nyata berwujud yang terdiri dari manusia-manusia

    perorangan. George Simmel menitik beratkan pada daya pengaruh mempengaruhi

    antara individu-individu yang merupakan sumbar segala pembentukan kelompok.

    b. Objek sosiologi adalah kelompok manusia/masyarakat (kolektivisme). Tokohnya

    Ludwik Gumplowicz. Baginya masyarakat atau kelompok manusia merupakan

    satu-satunya objek sosiologi. Dalam peristiwa sejarah, individu adalah pasif di

    mana kehidupan kerokhaniannya ditentukan oleh kehendak masyarakat. Perhatian

    Ludwik terutama dicurahkan pada perjuangan antara golongan-golongan.

  • c. Objek sosiologi adalah realitas sosial. Pandangan yang individualistis dan

    kolektivistis tersebut di atas itu biasanya dipandang sebagai berat sebelah, karena

    itu pandangan ketiga ini ingin menjauhi kelemahan itu. Pandangan ini melihat

    kehidupan sosial dari sudut saling mempengaruhi dan bersikap tidak memihak

    terhadap pertentangan antara kedua faham tersebut. Bahkan ada yang tidak

    mengakui pertentangan yang ada antara kedua faham itu. Ada dua tokoh dalam

    pandangan ini;

    1) Ch. H. Cooley berpendapat sosiologi ditujukan kepada realitas sosial. Ia

    mengembangkan konsepsi dari saling tergantung dan ketidak terpisahanya

    individu dan masyarakat. “Diri sendiri dan masyarakat itu adalah dua anak

    kembar”. Begitu pula kesadaran sosial tak terpisah dari kesadaran sendiri.

    Teori Cooley berdasarkan pendapat bahwa pergaulan hidup masyarakat

    merupakan suatu keseluruhan. Individu dan masyarakat tak dapat ada sendiri-

    sendiri, tetapi kedua-duanya merupakan segi-segi dari suatu kenyataan. Satu

    hal yang penting dari teori ini adalah pengertian tentang “primary group”

    seprti keluarga, lingkungan tetangga, lingkungan sahabat dan sebagainya.

    Primary group dengan hubungan face to face yang akrab, merupakan tempat

    mencetak semua sikap pribadi seseorang dan sikap-sikap sosial.

    2) L. Von Wiese. Ia menamakan sosiologi Beziehunglehre, yaitu ilmu pengetahuan

    mengenai perhubungan antara sesama manusia, atau hubungan sosial.

    Sosiologi dipandang sebagai ilmu pengetahuan empiris dan objeknya adalah

    perhubungan manusia membentuk sosial. Dasar penyelidikan sosiologi adalah

    hubungan sosial/proses sosial, yaitu perubahan-perubahan dalam social

    distance (perubahan-perubahan dalam jarak hubungan sosial). Ia terutama

    memperhatikan proses-proses sosial dari “assosiasi” (perkaitan) dan

    “disasosiasi” (perpecahan). Dalam suasana sosial, ia hanya melihat proses-

    proses dan rangkaian peristiwa-peristiwa yang tentunya juga melibatkan

    individu.

    Menurut Jabal Tarik Ibrahim (2002: 2) obyek sosiologi adalah masyarakat,

    masyarakat yang dimaksud adalah hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari

  • hubungan antar manusia dalam masyarakat. Masyarakat (society) adalah sejumlah orang

    yang bertempat tinggal hidup bersama menjadi satu kesatuan dalam sistem kehidupan

    bersama. Sistem hidup bersama ini kemudian menimbulkan kebudayaan termasuk

    siatem hidup itu sendiri.

    B. Sejarah Lahirnya Sosiologi sebagai Suatu Ilmu

    Sebagai suatu disiplin akademis yang mandiri, sosiologi masih berumur relatif muda

    yaitu kurang dari 200 tahun. Istilah sosiologi untuk pertama kali diciptakan oleh Auguste

    Comte dan oleh karenanya Comte sering disebut sebagai bapak sosiologi. Istilah sosiologi ia

    tuliskan dalam karya utamanya yang pertama, berjudul The Course of Positive Philosophy,

    yang diterbitkan dalam tahun 1838. Karyanya mencerminkan suatu komitmen yang kuat

    terhadap metode ilmiah. Menurut Comte ilmu sosiologi harus didasarkan pada observasi dan

    klasifikasi yang sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi. Hal ini merupakan

    pandangan baru pada saat itu.

    Di Inggris Herbert Spencer menerbitkan bukunya Principle of Sociology dalam tahun

    1876. Ia menerapkan teori evolusi organik pada masyarakat manusia dan mengembangkan

    teori besar tentang “evolusi sosial” yang diterima secara luas beberapa puluh tahun

    kemudian. Seorang Amerika Lester F. Ward yang menerbitkan bukunya “Dynamic

    Sociology” dalam tahun 1883, menghimbau kemajuan sosial melalui tindakan-tindakan

    sosial yang cerdik yang harus diarahkan oleh para sosiolog. Seorang Perancis, Emile

    Durkheim menunjukkan pentingnya metodologi ilmiah dalam sosiologi. Dalam bukunya

    Rules of Sociological Method yang diterbitkan tahun 1895, menggambarkan metodologi

    yang kemudian ia teruskan penelaahannya dalam bukunya berjudul Suicide yang diterbitkan

    pada tahun 1897. Buku itu memuat tentang sebab-sebab bunuh diri, pertama-tama ia

    merencanakan disain risetnya dan kemudian mengumpulkan sejumlah besar data tentang

    ciri-ciri orang yang melakukan bunuh diri dan dari data tersebut ia menarik suatu teori

    tentang bunuh diri.

    Kuliah-kuliah sosiologi muncul di berbagai universitas sekitar tahun 1890-an. The

    American Journal of Sociology memulai publikasinya pada thun 1895 dan The American

    Sociological Society (sekarang bernama American Sociological Association) diorganisasikan

    dalam tahun 1905. Sosiolog Amerika kebanyakan berasal dari pedesaan dan mereka

  • kebanyakan pula berasal dari para pekerja sosial; sosiolog Eropa sebagian besar berasal dari

    bidang-bidang sejarah, ekonomi politik atau filsafat.

    Urbanisasi dan industrialisasi di Amerika pada tahun 1900-an telah menciptakan

    masalah sosial. Hal ini mendorong para sosiolog Amerika untuk mencari solusinya. Mereka

    melihat sosiologi sebagai pedoman ilmiah untuk kemajuan sosial. Sehingga kemudian ketika

    terbitnya edisi awal American Journal of Sociology isinya hanya sedikit yang mengandung

    artikel atau riset ilmiah, tetapi banyak berisi tentang peringatan dan nasihat akibat urbanisasi

    dan industrialisasi. Sebagai contoh suatu artikel yang terbit di tahun 1903 berjudul “The

    Social Effect of The Eight Hour Day” tidak mengandung data faktual atau eksperimental.

    Tetapi lebih berisi pada manfaat sosial dari hari kerja yang lebih pendek.

    Namun pada tahun 1930-an beberapa jurnal sosiologi yang ada lebih berisi artikel

    riset dan deskripsi ilmiah. Sosiologi kemudian menjadi suatu pengetahuan ilmiah dengan

    teorinya yang di dasarkan pada obeservasi ilmiah, bukan pada spekulasi-spekulasi. Para

    sosiolog tersebut pada dasarnya merupakan ahli filsafat sosial. Mereka mengajak agar para

    sosiolog yang lain mengumpulkan, menyusun, dan mengklasifikasikan data yang nyata, dan

    dari kenyataan itu disusun teori sosial yang baik.

    Sejarah lahirnya sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut;

    1. Sejak tahun 1800-an ketika Auguste Comte pertama kali menggunakan kata sosiologi

    dalam bukunya yang berjudul; Positive Philosophy pada tahu 1842, sosiologi kemudian

    diakui sebagai ilmu pengetahuan dan Comte kemudian disebut sebagai bapak sosiologi

    karena Comte-lah yang pertama mengusulkan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan

    berdasarkan pengamatan empiris, disusun secara sistematis, dan ilmiah.

    2. Kemudian pada tahun 1876, Herbert Spencer (Inggris) menerbitkan teks sosiologi

    pertama.

    3. Pada tahun 1883 di Amerikan, Lester F Ward menerbitkan buku yang berjudul Dynamic

    Sociology.

    4. Disusul sosiolog yang lain, Max Weber di Jerman, Emile Durkheim di Perancis, dan

    kemudian diikuti William Graham Sumner, Charles Horton Coooley, dan Albion W

    Small di Amerika Serikat.

    5. Pada tahun 1890 kalangan Universitas di Amerika memunculkan sosiologi dan

    menerbitkan American Journa of Sociology tahun 1895. Dalam perkembangannya

  • kemudian di Amerika membentuk organisasi American Sociological Association pada

    tahun 1905.

    6. Selanjutnya dijelaskan bahwa sejarah perkembangan sosiologi menurut Dr. P.J.

    Bouman dalam Saputra (1982: 8) membagi dalam 4 fase yaitu;

    (a) Fase pertama, sosiologi sebagai bagian dari pandangan filsafat umum, terutama

    mengenai negara, hukum, dan moral dalam sel-sel etika atau norma keagamaan.

    (b) Fase kedua, sosiologi yang berdasarkan ajaran ketentuan hukum kodrat yang

    meliputi segalanya.

    (c) Fase ketiga, sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri tetapi dengan

    metode ilmu pengetahuan lainnya.

    (d) Fase keempat, sosiologi yang berdiri sendiri dengan objek, metode, dan

    pembentukan pengertian sendiri.

    7. Sedangkan menurut Ary. H. Gunawan (2000: 8-9) mazhab-mazhab sosiologi setelah

    Comte adalah;

    b. Mazhab geografi dan lingkungan, ajaran (teori) yang menghubungkan faktor

    keadaan alam (lingkungan) dengan struktur serta organisasi social, lingkungan

    mempengaruhi struktur dan organisasi sosial. Jadi lingkungan mempengarui

    struktur serta organisasi social.

    c. Mazhab organis dan Evolusioner, membandingkan masyarakat manusia dengan

    organisme manusia dan beranggapan bahwa organisasi secara evolusi akan semakin

    sempurna sifatnya.

    d. Mazhab formil, masyarakat merupakan wadah saling hubungan (interaksi) antara

    individu dengan kelompok, dan seseorang tidak mungkin menjadi pribadi yang

    bermakna tanpa menjadi warga masyarakat, (4) mazhab psikologi, masyarakat

    adalah proses imitasi (La societe’ c’est l’imitation), yaitu proses kejiwaan, semua

    interaksi sosial dan seluruh pergaulan antar manusia, masyarakat menjadi

    masyarakat sebenarnya apabila manusia mulai mengimitasi manusia lain.

    e. Mazhab ekonomi, Karl Marx mempergunakan metode sejarah dan filsafat untuk

    membentuk suatu teori tentang perubahan perkembangan manusia menuju suatu

    keadaan yang berkeadilan social.

  • f. Mazhab hukum, hukum itu adalah kaidah-kaidah yang memiliki sanksi dimana

    berat ringannya sanksi tergantung pada sifat pelanggaran.

    Di Indonesia pada tahun 1948 ilmuwan sosial yang pertama kali mengajarkan sosiologi

    adalah Soenario Kolopaking di Akademi Ilmu Politik sekarang bernama UGM.

    perkembangan sosiologi di Indonesia, menurut Selo Soemardjan, sosiologi telah

    dibicarakan oleh Sri Paku Buwono IV dari Surakarta dalam karyanya “Wulang Reh”

    antara lain mengajarkan tata hubungan para anggota berbagai golongan dalam

    intergroup relations.

    9. Ki Hajar Dewantara juga telah memberikan sumbangannya kepada sosiologi dengan

    konsepsi kepemimpinan, pendidikan serta kekeluargaan di Indonesia dan sekarang

    dikenal dengan istilah “Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut Wuri

    Handayani.

    10. Sosiolog yang lain yang memberikan sumbangan ilmu pengetahuan sosiologi adalah

    Mr. Djody Gondokoesoemo dengan bukunya yang berjudul Sosiologi Indonesia.

    11. Hasan Shadily dengan bukunya Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia telah memuat

    bahan-bahan sosiologi modern.

    12. Drs. JBAF Mayor Polak (tamatan Universitas Leiden Belanda) telah menerbitkan buku

    Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas. Selo Soemarjan dengan bukunya Social Changes In

    Yogyakarta (1962) tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat

    Yogyakarta sebagai akibat revolusi politik dan sosial pada waktu pusat revolusi masih

    di Yogyakarta, dan Setangkai Bunga Sosiologi yang merupakan buku wajib beberapa

    perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia.

    C. Sosiologi Sebagai Ilmu Pengetahuan

    “Ilmu” (Bahasa Arab) berarti “pengetahuan” Pengetahuan adalah segala sesuatu yang

    diketahui seseorang dengan jalan apapun. Ilmu atau ilmu pengetahuan ialah pengetahuan

    seseorang yang diperoleh dengan penelitian yang mendalam, yang diperoleh dengan

    mempergunakan metode-metode ilmuah. Metode ilmiah adalah segala cara yang

    dipergunakan oleh sesuatu ilmu untuk sampai kepada pembentukan ilmu menjadi suatu

    kesatuan yang sistematis, organis dan logis.

  • Syarat-syarat yang harus dipenuhi sosiologi agar dapat disebut sebagai ilmu

    pengetahuan, yang disebut LOSADA

    a. Logis (masuk akal, dan tidak bertentangan dengan hokum-hukum logika sebagai pola

    pemikiran menarik kesimpulan)

    b. Objek yang dibahas jelas, yaitu masyarakat (struktur, unsur, proses dan perubahan

    sosial).

    c. Sistematis (disusun secara benar dan rapi sesuai dengan bahasa yang benar).

    d. Andal (dapat dibuktikan kembali, dan untuk keadaan terkendali harus menghasilkan

    hasil yang sama)

    e. Dirancang atau direncanakan (datangnya ilmu tidak tiba-tiba, tetapi harus didesain lebih

    dahulu sebelum melaksanakan aktivitas penelidikan)

    f. Akumulatif (ilmu akan selalu bertambah dan berkembang seiring dengan perkembangan

    keinginan dan hasrat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (M Fatah Santoso,

    2009: 300)

    g. Menggunakan metode-metode ilmiah, yaitu :

    1) Memilih masalah penelitian

    2) Mempersiapkan seluruh teori dan ilmu yang berkaitan

    3) Merencanakan program penelitian

    4) Mengumpulkan data penelitian

    5) Menganalisis data penelitian

    6) Melaporkan hasil penelitian

    h. Merupakan hasil penelitian yang tersusun menjadi suatu kesatuan yang bulat, sistematis,

    logis, saling berhubungan.

    i. Memiliki tujuan.

    D. Kegunaan dan Ciri-Ciri Sosiologi

    Kegunaan sosiologi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :

    a. Untuk pekerjaan sosial, seperti memberikan gambaran tentang pelbagai problem sosial,

    asal usul, sumber terjadinya, prosesnya dsb.

  • b. Untuk pembangunan pada umumnya, yaitu dengan memberikan pengertian tentang

    masyarakat secara luas, sehingga para perencana dan pelaksana pembangunan dapat

    mencari pola pembangunan yang paling sesuai agar berhasil.

    Sedangkan ciri-ciri sosiologi adalah sebagai berikut:

    (1) Sosiologi termasuk kelompok ilmu sosial. Maksudnya sosiologi adalah ilmu yang

    mempelajari peristiwa/gejala sosial.

    (2) Sosiologi bersifat kategoris (deskriptif), tidak normative, artinya bahwa sosiologi

    membicarakan objeknya secara apa adanya.

    (3) Sosiologi termasuk ilmu murni (pure science), bahwa sosiologi bukan ilmu praktis,

    artinya tujuan penelitian ilmu sosiologi semata-mata demi perkembangan ilmu itu

    sendiri, bukan untuk kepentingan kehidupan praktis.

    (4) Sosiologi bersifat generalis (nometetis), sosiologi meneliti prinsip-prinsip umum saling

    hubungan manusia, bukan ideografis, yakni meneliti secara khusus peristiwa demi

    peristiwa.

    (5) Sosiologi bersifat abstrak, hampir sama dengan generalis, perbedaan terletak pada

    penekanannya, yaitu pada wujud kesatuan yang bersifat umum atau terpisah-pisah.

    (6) Sosiologi bersifat rasional sekaligus empiris, artinya menyandarkan pada pemikiran

    logika sekaligus berdasarkan fakta/kenyataan yang ada dalam masyarakat.

    (7) Sosiologi merupakan ilmu yang umum (general), artinya sosiologi mempelajari gejala

    umum yang ada pada setiap interaksi manusia, bukan mempelajari ilmu dengan gejala

    khusus.

  • BAB II

    PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL

    PENDAHULUAN

    Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan

    kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentu-bentuk hubungan

    tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan

    goyahnya pola-pola kehidupan yang telah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh

    timbal-balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara

    sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum.

    Lalu apa yang dimaksud dengan interaksi sosial ?

    Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu

    dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial merupakan proses

    komunikasi diantara orang-orang untuk saling mempengaruhi perasaan, pikiran dan tindakan.

    Interaksi sosial akan berlangsung apabila seorang individu melakukan tindakan dan dari

    tindakan tersebut menimbulkan reaksi individu yang lain. Interaksi sosial terjadi jika dua orang

    atau lebih saling berhadapan, bekerja sama, berbicara, berjabat tangan atau bahkan terjadi

    persaingan dan pertikaian.

    Interaksi sosial merupakan hubungan tersusun dalam bentuk tindakan berdasarkan norma

    dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dan disinilah dapat kita amati atau rasakan

    bahwa apabila sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat, interaksi tersebut akan

    berlangsung secara baik, begitu pula sebaliknya, manakala interaksi sosial yang dilakukan tidak

    sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat, interaksi yang terjadi kurang berlangsung

    dengan baik.

  • Pengertian dan Faktor-faktor yang mendorong terjadinya Interaksi Sosial

    a. Pengertian Interaksi Sosial

    Interaksi berasal dari kata inter dan aksi. Aksi (action) yang dimaksud adalah tindakan.

    Tindakan oleh Max Weber diartikan sebagai perilaku yang mempunyai makna subjektif bagi

    pelakunya (the subjective meaning of action). Maksudnya adalah bahwa makna yang sebenarnya

    dari suatu tindakan hanya diketahui dengan benar oleh pelakunya (aktor) sendiri. Misalnya si A,

    seorang pemuda, menyanyi di kamar mandi. Apa makna tindakan A tersebut, apakah sekedar

    iseng, belajar bernyanyi ataukah agar didengar oleh si B gadis tetangga yang kepadanya si A

    menaruh perhatian? Orang lain, bapaknya, ibunya, kakaknya, adiknya atau tetangga si pemuda A

    tadi dapat memberikan penafsirannya masing-masing berdasarkan pengalaman dan

    pengetahuannya yang saling berbeda atas tindakan si A. Tetapi makna yang sebenarnya dari

    tindakan tadi benar-benar hanya diketahui oleh si A.

    Pernyataan seorang ahli sosiologi bernama Peter L. Berger bahwa dalam hidup ini

    kenyataan yang sering dihadapi adalah bahwa “things are not what they seem”, bahwa

    segala sesuatu sering tidak seperti yang terlihat, kiranya dapat lebih menjelaskan apa yang

    dimaksud oleh Max Weber.

    Apabila dilihat dari orientasinya, tindakan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

    a) Tindakan non-sosial, yakni tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seseorang tetapi tidak

    diorientasikan kepada pihak lain. Sebagai contoh: seseorang yang sedang memandangi

    potret dirinya atau seseorang berdiam diri di kamar pribadinya sambil merenungi nasibnya.

    b) Tindakan sosial, yakni tindakan-tindakan yang oleh pelakunya diorientasikan kepada pihak

    lain. Sebagai contoh: seseorang menyapa teman yang lewat di depan rumahnya atau seorang

    murid berbicara dengan gurunya. Dilihat dari tekanannya tentang cara dan tujuan tindakan

    itu dilakukan, dapat dibedakan menjadi empat macam tindakan, yaitu:

    1) tindakan rasional-instrumental; yakni tindakan yang dilakukan dengan memperhitungkan

    kesesuaian antara cara dan tujuan; dalam hal ini actor memperhitungkan efisiensi dan

    efektivitas dari sejumlah pilihan tindakan. Contoh: tindakan memilih program atau jurusan di

    SMU dengan mempertimbangkan bakat, minat dan cita-cita, tindakan rajin belajar supaya

  • lolos seleksi penerimaan mahasiswa baru, bekerja keras untuk mendapatkan nafkah yang

    cukup, dan sebagainya.

    2) Tindakan berorientasi nilai; yakni tindakan-tindakan yang berkaitan dengan N ilai-nilai

    dasar dalam masyarakat, sehingga aktor tidak lagi mempermasalahkan tujuan dari tindakan,

    yang menjadi persoalan dan perhitungan aktor hanyaalah tentang cara. Contoh: tindakan-

    tindakan yang bersifat religio-magis atau berdasarkan keyakinan agama tertentu.

    3) Tindakan tradisional; merupakan tindakan yang tidak memperhitungkan pertimbangan

    rasional. Tindakan ini dilaksanakan berdasarkan pertimbangan kebiaasaan dan adat istiadat.

    Contohnya: berbagai macam upacara atau tradisi yang dimaksudkan untuk melestarikan

    kebudayaan leluhur. Agak tidak mudah membedakan tindakan tradisional dengan tindakan

    yang berorientasi nilai, karena dua tindakan ini memang memiliki kesamaan, misalnya

    ketidakpeduliannya tentang tujuan dari tindakan, orientasinya kepada caracara atau tahapan-

    tahapan yang harus dilalui, dan sebuah tradisi biasanya dipertahankan oleh sebagian besar

    warga masyarakat karena terkait dengan nilai tertentu. Namun, tetap dapat dibedakan yakni

    orientasi suatu tindakan tradisional adalah pada bahwa cara tersebut dilakukan menurut cara

    yang diwariskan oleh generasi terdahulu. Makna dari tindakan tidak begitu dipermasahkan,

    sedangkan pada tindakan berorientasi nilai makna tindakan sangat diperhatikan karena

    berkait dengan nilai yang dijunjung tinggi.

    4) Tindakan afektif; yakni tindakan-tindakan yang dilakukan oleh actor berdasarkan perasaan

    (afeksi). Contohnya: tindakan mengamuk karena marah, meloncat-loncat kegirangan karena

    perasaan senang yang berlebihan, tindakan menolak karena benci, jatuh cinta, dan

    sebagainya.

    Interaksi sosial dapat diberi pengertian sebagai hubungan timbal-balik yang dinamis dan saling

    mempengaruhi yang terjadi di antara individu atau kelompok individu dalam masyarakat. Pola

    interaksi sosial dapat berupa hubungan timbalbalik antara:

    b. individu dengan individu, misalnya dua orang teman yang sedang bercakap-cakap

    c. individu dengan kelompok, misalnya seorang guru yang sedang mengajar di kelas

    d. kelompok dengan kelompok, misalnya interaksi yang terjadi pada sebuah pertandingan

    sepakbola.

  • Interaksi sosial dapat berlangsung apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

    g. Kontak sosial, yaitu peristiwa terjadinya hubungan, sambungan atau sentuhansosial (dapat

    disertai sentuhan jasmaniah maupun tidak) antara dua orang atau lebih.

    h. Komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan atau informasi dari satu pihak (komunikator)

    ke pihak lain (komunikan) dengan menggunakan symbol simbol. Simbol dapat berupa kata-

    kata, suara, gerak isyarat, benda, dsb. Proses komunikasi dinyatakan berlangsung apabila

    telah terjadi pemahaman yang sama atas simbol-simbol yang digunakan, baik oleh

    komunikator maupun komunikan.

    Kontak dan komunikasi dapat berlangsung secara primer maupun sekunder. Yang dimaksud

    kontak atau komunikasi primer adalah kontak atau komunikasi yang terjadi secara langsung

    berhadap-hadapan atau tatap muka (face to face). Misalnya: dua orang atau lebih yang saling

    bertemu dann berbicara dalam sebuah ruang pertemuan. Sedangkan kontak atau komunikasi

    sekunder adalah kontak atau komunikasi yang terjadi dengan bantuan alat-alat komunikasi

    seperti surat, telepon, e-mail, percakapan di internet, dan seterusnya (sekunder langsung),

    maupun yang melalui bantuan pihak ketiga (sekunder tidak langsung).

    Terjadinya interaksi sosial dapat digambarkan secara berurutan sebagai berikut:

    i. ada dua orang atau lebih

    j. terjadi kontak sosial di antaranya

    k. terjadi komunikasi

    l. terjadi reaksi atas komunikasi

    m. akhirnya, terjadi aksi timbal-balik (aksi-reaksi) yang saling mempengaruhi

    Faktor-faktor yang mempengaruhi Interaksi Sosial, antara lain:

    1) Imitasi (peniruan)

    Imitasi adalah proses sosial ayau tindakan seseorang untuk meniru orang lain melalui

    sikap, penampilan, gaya hidup, atau apa saja yang dimiliki oleh orang lain tersebut. Misalnya

    seorang anak meniru kebiasaan-kebiasaan orang tuanya, baik cara berbicara atau tutur kata, cara

    berjalan, cara berpakaian, dan sebagainya. Proses imitasi yang dilakukan oleh seseorang

    berkembang dari lingkup keluarga kepada lingkup lingkungan yang lebih luas, seperti

  • lingkungan tetangga, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan seterusnya, seiring dengan

    pertumbuhan dan perkembangan pergaulan orang tersebut. Ruang lingkup imitasi menjadi

    semakin luas seiring dengan berkembangnya media massa, terutama media audio-visual.

    Proses imitasi dapat berlangung terhadap hal-hal yang positif maupun negatif, maka

    pengaruhnya terhadap interaksi sosial juga dapat positif maupun negatif. Apabila imitasi

    berlangsung terhadap cara-cara atau hal-hal yang positif maka akan menghasilkan interaksi

    sosial yang berlangsung dalam keteraturan, sebaliknya apabila imitasi berlangsung terhadap

    cara-cara atau hal-hal yang negatif, maka akan berperan besar terhadap munculnya prosesproses

    interaksi sosial yang negatif.

    2) Identifikasi (menyamakan ciri)

    Identifikasi adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk

    menjadi sama (identik) dengan seseorang atau sekelompok orang lain. Identifikasi dapat

    dinyatakan sebagai proses yang lebih dalam atau lebih lanjut dari imitasi. Apabila pada imitasi

    orang hanya meniru cara yang dilakukan oleh orang lain, maka dalam identifikasi ini orang tidak

    hanya meniru tetapi mengidentikkan dirinya dengan orang lain tersebut. Dalam identifikasi yang

    terjadi tidak sekedar peniruan pola atau cara, namun melibatkan proses kejiwaan yang dalam.

    Sebagai contoh: seorang pengagum tokoh besar, apakah seorang pemikir, tokoh politik,

    ilmuwan, penyanyi ataupun bintang film, sebegitu berat kekaguman orang tersebut sehingga

    tidak hanya pola atau gaya perilaku tokoh yang dikaguminya yang ditiru, tetapi juga pikiran-

    pikiran dan nilai yang didukung sang tokoh. Bahkan, orang tersebut menyamakan dirinya dengan

    sang tokoh. Dalam sosiologi orang-orang yang ditiru (dijadikan sumber imitasi atau identifikasi)

    disebut sebagai role model (model peran).

    3) Sugesti (diterimanya suatu sikap atau tindakan secara emosional)

    Sugesti adalah rangsangan, pengaruh atau stimulus yang diberikan oleh seseorang kepada

    individu lain sehingga orang yang dipengaruhi tersebut menerima pengaruh tersebut secara

    emosional, tanpa berfikir lagi secara kritis dan rasional.

    Sugesti dapat diberikan dari seorang individu kepada kelompok, kelompok kepada individu

    ataupun kelompok terhadap kelompok. Wujud sugesti dapat bermacam-macam, dapat berupa

    tindakan, sikap-perilaku, pendapat, saran, pemikrian, dan sebagainya. Contoh: iklan obat batuk

  • yang diperagakan oleh seorang bintang film ternama yang dengan sangat sempurna memerankan

    sebagai orang yang sedang batuk dan langsung sembuh begitu meminum obat tersebut, dapat

    mensugesti orang yang benar-benar sedang menderita batuk untuk membeli dan meminum obat

    tersebut. Contoh lain, pernyataan seorang tokoh besar sering diterima oleh pengagumnya sebagai

    kebenanaran yang diterimanya tanpa berfikir panjang lagi.

    Orang yang mudah tersugesti biasanya adalah orang-orang yang dalam kondisi lemah,

    tertekan, frustasi, kelompok minoritas atau berwawasan tidak luas. Orang yang mampu

    memberikan sugesti adalah orang-orang yang dikagumi, diakui luas ilmu, keahlian dan

    wawasannya, jumlahnya besar atau berkuasa.

    4) Motivasi

    Motivasi merupakan dorongan, rangsangan, pengaruh atau stimulus yang diberikan oleh

    seseorang individu atau sekelompok individu kepada individu atau sekelompok individu lain dan

    diterima secara rasional, kritis serta bertanggungjawab. Apabila dibandingkan dengan sugesti,

    yang membedakan adalah cara penerimaan pengaruh, dalam sugesti pengaruh diterima secara

    tidak rasional, pada motivasi pengaruh diterima dengan pertimbangan akal dan pikiran yang

    jernih dan kritis. Contoh seorang guru yang dikenal jujur dan berwibawa memberikan motivasi

    kepada para muridnya untuk rajin belajar dan bekerja keras demi meraih prestasi.

    5) Simpati (kemampuan merasakan diri dalam keadaan orang lain)

    Simpati adalah suatu proses ketika seorang individu atau sekelompok individu tertarik

    kepada (atau merasakan diri) dalam keadaan orang atau kelompok orang lain yang sedemikian

    rupa sehingga menyentuh jiwa dan perasaannya.

    Dinyatakan sedemikian rupa karena dapat jadi bagi jiwa dan perasaan orang lain keadaan

    tersebut biasa-biasa saja, artinya tidak menimbulkan simpati. Karena merupakan proses

    kejiwaan, berlangsungnya tidak selalu mudah dipahami secara rasional. Misalnya apa yang

    menjadi alasan sehingga seorang gadis yang cantik rupa dan perilakuannya menaruh simpati

    kepada seorang jejaka yang buruk rupa maupun perilakuanya.

  • 6) Empati

    Empati lebih dari simpati. Apabila pada simpati hanya melibatkan proses kejiwaan, maka

    pada empati proses kejiwaan tersebut diikuti dengan proses organisma tubuh. Misalnya ketika

    seseorang mendapatkan teman dekat atau saudaranya mengalami kecelakaan sehingga luka berat

    atau meninggal dunia, maka orang tersebut akan ikut merasakan dan menghayati kecelakaan itu

    seolah-olah terjadi pada dirinya atau diliputi perasaan kehilangan yang luar biasa sehingga

    sampai menitikkan air mata.

    Interaksi Sosial dalam hubungannya dengan Status dan Peran Sosial Antar-Individu

    dalam Masyarakat

    Status atau kedudukan sosial adalah tempat, posisi atau kedudukan individu di dalam

    struktur sosial kelompok atau masyarakat. Individu yang status sosialnya berbeda akan memiliki

    hak-hak, tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban yang berbeda pula. Untuk memudahkan

    pemahaman tentang status dapat dinyatakan bahwa di dalam masyarakat ada orang-orang yang

    berkedudukan tinggi, menengah dan ada pula yang berkedudukan rendah.

    Kedudukan atau status tersebut ada yang diperoleh oleh seseorang sejak kelahirannya

    (dinamakan ascribed statuses), misalnya: jenis kelamin, gelar kebangsawanan, gelar dalam kasta,

    dan sebagainya, ada yang diperoleh melalui perjuangan atau prestasi (dinamakan achieved

    statuses), misalnya: status sebagai seorang pakar, guru, dokter, wartawan, manejer perusahaan,

    dan sebagainya, dan ada yang diperoleh karena pemberian atas dasar jasa yang telah diberikan

    kepada masyarakat (dinamakan assigned statuses), misalnya gelar pahlawan pembangunan,

    pahlawan proklamasi, pahlawan reformasi, doctor kehormatan, dan sebagainya.

    Dalam hubungannya dengan tindakan dan interaksi sosial, ternyata dijumpai cara-cara

    bertindak dan berinteraksi sosial yang berbeda di antara orang-orang yang kedudukan sosialnya

    berbeda. Perbedaan-perbedaan itu tampak pada misalnya cara berbicara, tutur kata dan bahasa

    yang digunakan, sikap tubuh, cara berpakaian, simbol status yang digunakan, dan sebagainya.

    Status yang disandang oleh seseorang berhubungan pula dengan peran sosialnya. Yang

    dimaksud dengan peran sosial adalah perilaku yang diharapkan terhadap seseorang atau

    kelompok sehubungan dengan status atau kedudukan yang disandangnya. Jelasnya, ketika

    seseorang menyandang status tertentu, misalnya seseorang berstatus sebagai ayah, guru, menteri

    ataupun presiden, maka masyarakat akan berharap atau bahkan menuntut agar orang tersebut

  • berperilaku tertentu yang sesuai dengan status dan kedudukan yang disandangnya. Seorang ayah

    harus bertanggung jawab atas nafkah bagi anakanak dan isterinya, seorang guru dituntut untuk

    berperilaku yang dapat “digugu” dan “ditiru” oleh para muridnya, seorang menteri dituntut untuk

    menguasai seluruh permasalahan di departemennya, dan seorang presiden dituntut untuk dapat

    mengayomi seluruh golongan dan lapisan yang ada dalam masyarakat, ucapan dan tindakannya

    harus mencerminkan budaya bangsa yang mulia.

    Ada tiga macam peran sosial:

    a. Peran ideal, yaitu peran yang digagas, dirumuskan atau diharapkan oleh masyarakat

    terhadap orang-orang dengan status tertentu.

    b. Peran dipersepsikan, yaitu peran yang dilaksanakan dalam situasi tertentu. Misalnya

    seorang guru ketika mendampingi para siswanya berwidyawisata berperan seperti halnya

    kakak atau teman terhadap para siswanya.

    c. Peran dilaksanakan, yaitu peran yang secara nyata dilaksanakan oleh seseorang atau

    sekelompok orang. Dapat terjadi peran yang dilaksanakan tidak sama dengan peran ideal.

    Dalam pelaksanaan peran-peran sosialnya, seseorang dapat mengalami apa yang disebut

    sebagai konflik status dan konflik peran.

    Konflik status adalah pertentangan di antara status-status yang disandang oleh seseorang

    ketika suatu interaksi sosial berlangsung yang disebabkan oleh adanya perbedaan kepentingan di

    antara status-status tersebut. Hal ini dapat terjadi karena dalam kenyataannya seseorang akan

    sekaligus menyandang berbagaimacam status sosial. Ketika suatu interaksi sosial berlangsung,

    terdapat status aktif, yaitu status yang berfungsi ketika sebuah interaksi sosial berlangsung, dan

    ada status laten, yakni status yang tidak berfungsi ketika sebuah interaksi social berlangsung.

    Konflik status terjadi ketika dalam suatu interaksi sosial muncul lebih dari status aktif dan

    kepentingannya berbeda. Contoh seorang polisi muda yang bertugas di jalan raya harus

    memberikan sanksi kepada seorang gadis pengendara sepeda motor yang melanggar peraturan

    lalu-lintas, dan kebetulan gadis tersebut adalah calon isteri yang sangat dicintainya. Dalam diri

    polisi muda tadi dapat terjadi konflik antara status sebagai polisi yang harus menindak pelanggar

    aturan lalu-lintas dengan status sebagai calon suami yang harus melindungi.

  • Sedangkan yang dimaksud dengan Konflik peran adalah keadaan yang terjadi apabila

    seseorang tidak dapat menjalankan peran sosialnya sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam

    diri pak Polisi pada contoh di atas dapat terjadi konflik peran karena tidak dapat berperan sebagai

    polisi yang berhadapan dengan pelanggar aturan lalu-lintas. Konflik peran juga dapat terjadi

    ketika kita harus melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak hati kita.

    Seorang sarjana teknik yang bekerja sebagai bengkel sepeda, atau seorang sarjana ekonomi yang

    bekerja sebagai pelayan pada sebuah toko kelontong, dapat mengalami konflik peran karena

    akan merasa terpaksa menjalankan pekerjaan yang menurut penilaiannya tidak sesuai dengan

    status yang disandang.

    Bentuk Interaksi yang mendorong terciptanya Keteraturan dan Organisasi Sosial

    Mark L. Knap merinci tentang pola tahapan-tahapan di antara orang-orang yang terlibat

    interaksi, baik yang mendekatkan atau yang menjauhkan. Tahap-tahap yang mendekatkan dirinci

    menjadi: (1) memulai (initiating), (2) menjajaki (experimenting), (3) meningkatkan

    (intensifying), (4) menyatupadukan (integrating), dan (5) mempertalikan (bonding). Peningkatan

    tahapan-tahapan pendekatan diikuti dengan peningkatan komunikasi pribadi dan komunikasi

    nonverbal dan meningkatnya kebersamaan dalam tindakan.

    Sedangkan tahapan-tahapan interaksi yang menjauhkan atau merenggangkan, oleh Knap

    dirinci sebagai berikut: (1) membeda-bedakan (differentiating), (2) membatasi (circumscribing),

    (3) memacetkan (stagnating), (4) menghindari (avoiding), dan (5) memutuskan (terminating).

    Latar belakang terjadinya hubungan sosial yang pada giliran berikutnya membentuk lembaga,

    kelompok dan organisasi sosial pada dasarnya adalah keinginan manusia untuk memenuhi

    kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

    Maslow merinci kebutuhan hidup manusia ke dalam tuju macam, yaitu:

    3) kebutuhan fisik, seperti makan, minum, istirahat, tidur, dan sebagainya

    4) kebutuhan rasa aman seperti terhindar dari bahaya dan kecemasan

    5) kebutuhan diterima dan kasih sayang (keluarga, teman, dan sebagainya)

    6) kebutuhan untuk dihargai

    7) kebutuhan perwujudan diri

    8) kebutuhan untuk mengungkapkan rasa ingin tahu

  • 9) kebutuhan untuk mengungkapkan rasa seni dan keindahan

    Sebagai pembanding, berikut dikemukakan klasifikasi kebutuhan hidup manusia menurut

    Peddington:

    a. Kebutuhan mendasar, yakni kebutuhan yang muncul dari aspek biologis/organisme manusia

    (misalnya: makanan/minuman, pelepasan dorongan seksual, buang air besar/kecil,

    perlindungan dari iklim/cuaca, istirahat/tidur dan kesehatan yang baik)

    5. Kebutuhan sosial, yakni kebutuhan yang terwujud dari adanya usaha manusia memenuhi

    kebutuhan dasarnya dengan cara melibatkan pihak lain (berkomunikasi dengan sesama,

    kegiatan bersama, pendidikan, keteraturan dan kontrol sosial)

    6. Kebutuhan integratif, yakni kebutuhan yang muncul dan terpancar dari hakikat manusia

    sebagai mahluk yang berfikir dan bermoral (perasaan/prinsip benarsalah, ungkapan

    kebersamaan, ungkapan estetika dan keindahan, perasaan kayakinan diri, rekreasi dan

    hiburan).

    Pola (Bentuk Umum) Interaksi Sosial

    Gillin dan Gillin membedakan interaksi sosial ke dalam dua bentuk, yaitu:

    A. Bentuk interaksi sosial asosiatif, meliputi berbagai macam bentuk kerjasama, akomodasi

    dan asimilasi

    B. Bentuk interaksi sosial disosiatif, meliputi berbagai macam bentuk konflik, kompetisi dan

    kontravensi.

    Kimball Young mengemukakan bentuk-bentuk interaksi sosial sebagai berikut:

    1) Oposisi, yaitu proses yang meliputi persaingan, pertikaian dan pertentangan

    2) Koperasi atau kerjasama yang menghasilkan akomodasi

    3) Diferensiasi, yakni kecenderungan ke arah perkembangan sosial yang berlawanan,

    misalnya pembedaan ciri-ciri biologis, sosial, ekonomi dan kultural

  • Ciri-ciri interaksi sosial

    Interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    Interaksi sosial dapat berpola: (1) individu dengan individu, (2) individu dengan kelompok,

    dan (3) kelompok dengan kelompok

    Interaksi dapat berlangsung sebagai proses positif (asosiatif) maupun negative (disosiatif),

    namun ada kecenderungan interaksi berlangsung positif.

    Hubungan dalam interaksi sosial dapat berlangsung dalam tingkat dangkal ataupun tingkat

    dalam

    Interaksi sosial menghasilkan penyesuaian diri bagi para pelakunya

    Interaksi sosial berpedoman kepada kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku.

    Sehubungan dengan hal ini, perlu diidentifikasi bentuk interaksi sosial yang cenderung

    berlangsung positif dan berkesinambungan. Interaksi yang demikian penting artinya dalam

    pembentukan lembaga, kelompok dan organisasi sosial, yaitu interaksi sosial yang memiliki ciri:

    didasarkan kepada kebutuhan yang nyata

    memperhatikan efektifitas

    memperhatikan efisiensi

    menyesuaikan diri kepada kebenaran

    Lembaga, kelompok dan organisasi sosial pada dasarnya adalah bentuk-bentuk atau wujud

    adanya keteraturan dan dinamika sosial dan budaya dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk

    memahami tentang proses pembentukan lembaga, kelompok dan organisasi sosial perlu

    memahami terlebih dahulu mengenai keteraturan sosial budaya dalam masyarakat.

    Menurut para penganut teori fungsionalisme struktural, meskipun di dalam masyarakat

    terdapat unsur-unsur sosial yang saling berbeda, tetapi unsur-unsur tersebut cenderung saling

    menyesuaikan sehingga membentuk suatu keseimbangan (equilibrium) dalam kehidupan sosial.

    Wujud nyata dari keseimbangan ini adalah keteraturan sosial, yaitu kondisi di mana cara berfikir,

    berperasaan dan bertindak serta interaksi sosial di antara para warga masyarakat selaras

    (konformis) dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang belaku dalam masyarakat yang

    besangkutan.

  • Keteraturan sosial akan tercipta dalam masyarakat apabila:

    2. terdapat sistem nilai dan norma sosial yang jelas. Jika nilai dan norma dalam masyarakat

    tidak jelas akan menimbulkan keadaan yang dinamakan anomie (kekacauan norma).

    3. individu atau kelompok dalam masyarakat mengetahui dan memahami nilai-nilai dan norma-

    norma yang berlaku

    4. individu atau kelompok menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan nilai-nilai dan norma-

    norma yang berlaku

    5. berfungsinya sistem pengendalian sosial (social control)

    Proses-proses Asosiatif (proses-proses yang mendorong terciptanya

    Keteraturan Sosial) meliputi:

    1) Akomodasi

    Sebagai proses, akomodasi merupakan upaya-upaya menghindarkan, meredakan atau mengakhiri

    konflik atau pertikaian. Akomodasi dapat pula berarti keadaan, yaitu keadaan di mana hubungan-

    hubungan di antara unsur-unsur sosial dalam keselarasan dan keseimbangan, sehingga warga

    masyarakat dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan harapan-harapan atau tujuan-

    tujuan masyarakat.

    Gillin dan Gillin menyatakan bahwa akomodasi merupakan istilah yang dipakai oleh para

    sosiolog untuk menggambarkan keadaan yang sama dengan pengertian adaptasi yang digunakan

    oleh para ahli biologi untuk menggambarkan proses penyesuaian mahluk hidup dengan

    lingkungan alam di mana ia hidup.

    Tujuan akomodasi:

    j. Untuk mengurangi pertentangan antara orang-orang atau kelompok-kelompok akibat

    perbedaan faham. Dalam hal ini akomodasi diarahkan untuk memperoleh sintesa baru dari

    faham-faham yang berbeda.

    k. Untuk mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara waktu

  • l. Untuk memungkinkan dilangsungkannya kerjasama di antara individu-individu atau

    kelompok-kelompok yang karena faktor psikologi atau kebudayaan menjadi terpisah satu

    dari lainnya

    m. Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok yang sebelumnya terpisah

    Bentuk-bentuk akomodasi sebagai proses menghindarkan, meredakan atau mengakhiri konflik:

    c. Kompromi (pihak yang bertikai saling mengurangi tuntutan)

    d. Toleransi (saling menghargai, menghormati, membiarkan di antara pihakpihak yang

    sebenarnya saling berbeda)

    e. Konsiliasi (usaha mempertemukan pihak-pihak yang bertikai sehingga dicapai kesepakatan

    bersama)

    f. Koersi (keadaan tanpa konflik karena terpaksa; akibat dari berbedanya secara tajam

    kedudukan atau kekuatan di antara fihak-fihak yang berbeda, misalnya antara buruh–

    majikan, orangtua-anak, pemimpin-pengikut, dan seterusnya)

    g. Mediasi (penyelesaian konflik melalui pihak ketiga yang netral sebagai penasehat)

    h. Arbitrasi (penyelesaian konflik melalui pihak ketiga yang berwenang untuk mengambil

    keputusan penyelesaian)

    i. Ajudikasi (penyelesaian konflik melalui proses hukum)

    j. Stalemate (perang dingin, yakni keadaan seimbang tanpa konflik karena yang bertikai

    memiliki kekuatan yang seimbang

    k. Displacement (menghindari konflik dengan mengalihkan perhatian) )

    2. Kerjasama

    Kerja sama (koperasi) timbul ketika orang-orang menyadari adanya kepentingan yang

    sama pada saat bersamaan, dan mempunyai pengertian bahwa kepentingan yang sama tersebut

    dapat lebih mudah dicapai apabila dilakukan bersama-sama.

    Motivasi bekerjasama:

    (8) kesadaran menghadapi tantangan bersama

    (9) menghadapi pekerjaan yang memerlukan tenaga massal

    (10) melaksanakan upacara keagamaan

  • (11) menghadapi musuh bersama

    (12) memperoleh keuntungan ekonomi

    (13) untuk menghindari persaingan bebas

    (14) menggalang terjadinya integrasi sosial (keutuhan masyarakat)

    Bentuk-bentuk kerjasama:

    a) bargaining (pertukaran “barang” atau “jasa” di antara dua individu/kelompok)

    b) kooptasi (penerimaan unsur baru dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan untuk

    menghindari kegoncangan stabilitas kelompok)

    c) koalisi (penggabungan dua kelompok atau lebih yang mempunyai tujuan sama)

    3) Asimilasi (pemesraan/perkawinan sosial-budaya)

    Asimilasi merupakan proses sosial tingkat lanjut yang ditandai oleh adanya upaya-upaya

    mengurangi perbedaan serta mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses-proses mental di

    antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok dengan memperhatikan kepentingan atau

    tujuan bersama.

    Asimilasi akan terjadi apabila:

    a) dua kelompok yang berbeda kebudayaan

    b) individu/warga kelompok saling bertemu dan bergaul intensif dalam waktu yang lama,

    sehingga

    c) terjadi kontak kebudayaan (akulturasi) yang memungkinkan dua kelompok yang berbeda itu

    saling mengadopsi (meminjam) unsur-unsur kebudayaan

    d) cara hidup dan kebudayaan dua kelompok itu saling menyesuaikan diri sehingga masing-

    masing mengalami perubahan

    e) kelompok-kelompok tersebut melebur membentuk kelompok baru dengan cara hidup dan

    kebudayaan baru yang berbeda dari kelompok asal

  • Hal-hal yang mempermudah asimilasi:

    a) toleransi

    b) kesempatan yang seimbang dalam proses ekonomi

    c) sikap menghargai orang asing dengan segenap kebudayaannya

    d) sikap terbuka dari golongan yang berkuasa (elite/the rulling class)

    e) persamaan unsur-unsur kebudayaan

    f) perkawinan campuran (amalgamasi)

    Hal-hal yang menghambat asimilasi:

    a) terisolirnya suatu kelompok

    b) kurangnya pengetahuan terhadap kebudayaan lain

    c) adanya prasangka terhadap kebudayaan lain

    d) penilaian bahwa kebudayaan kelompoknya lebih tinggi derajatnya (ethnosentrisme)

    e) Loyalitas yang berlebihan kepada kelompok bawaan lahirnya (primordialisme)

    f) in group feeling yang kuat

    g) perbedaan warna kulit dan ciri-ciri badaniah (ras)

    Karena asimilasi berkaitan dengan proses yang mendahuluinya, yakni akulturasi, maka berikut

    dikemukakan beberapa hal yang berkait dengan proses akulturasi atau kontak kebudayaan itu.

    Unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima:

    a) Unsur kebudayaan material dan teknologi

    b) Unsur kebudayaan yang mudah disesuaikan

    c) Unsur kebudayaan yang dampaknya tidak begitu mendalam, misalnya mode (fashion) atau

    unsur kesenian

    Unsur kebudayaan yang tidak mudah diterima:

    a) Unsur-unsur yang berkaitan dengan nilai yang mendasari pola berfikir dan cara hidup,

    misalnya: agama, ideologi atau falsafah hidup

    b) Unsur kebudayaan yang telah tersosialisasi dan terinternalisasikan secara luas dan mendalam:

    sistem kekerabatan (discent), makanan pokok, kebiasaan makan, dan sebagainya.

  • Kelompok dalam masyarakat yang mudah menerima kebudayaan baru:

    a) golongan muda yang identitas diri dan kepribadiannya belum mantap

    b) kelompok masyarakat yang tidak mapan atau anti kemapanan

    c) kelompok masyarakat yang berada dalam tekanan, misalnya kaum minoritas

    d) golongan terdidik (kelas menengah/perkotaan)

  • BAB III

    KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT

    Diakui secara umum bahwa kebudayaan merupakan unsur penting dalam proses

    pembangunan atau keberlanjutan suatu bangsa. Lebih-lebih jika bangsa itu sedang membentuk

    watak dan kepribadiannya yang lebih serasi dengan tantangan zamannya. Dilihat dari segi

    kebudayaan, pembangunan tidak lain adalah usaha sadar untuk menciptakan kondisi hidup

    manusia yang lebih baik. Menciptakan lingkungan hidup yang lebih serasi. Menciptakan

    kemudahan atau fasilitas agar kehidupan itu lebih nikmat. Pembangunan adalah suatu intervensi

    manusia terhadap alam lingkungannya, baik lingkungan alam fisik, maupun lingkungan sosial

    budaya.

    Pembangunan membawa perubahan dalam diri manusia, masyarakat dan lingkungan

    hidupnya. Serentak dengan laju perkembangan dunia, terjadi pula dinamika masyarakat. Terjadi

    perubahan sikap terhadap nilai-nilai budaya yang sudah ada. Terjadilah pergeseran sistem nilai

    budaya yang membawa perubahan pula dalam hubungan interaksi manusia di dalam

    masyarakatnya.

    Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur

    yang merata, materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Bahwa hakekat pembangunan Nasional

    adalah pembangunam manusia Indonesia seutuhnya dan pcmbangunan seluruh masyarakat

    Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, sudah tentu pendekatan dan strategi pembangunan

    hendaknya menempatkan manusia scbagai pusat intcraksi kcgiatan pcmbangunan spiritual

    maupun material. Pembangunan yang melihat manusia sebagai makhluk budaya, dan sebagai

    sumber daya dalam pembangunan. Hal itu berarti bahwa pembangunan seharusnya mampu

    meningkatkan harkat dan martabat manusia. Menumbuhkan kepercayaan diri sebagai bangsa.

    Menumbuhkan sikap hidup yang seimbang dan berkepribadian utuh. Memiliki moralitas serta

    integritas sosial yang tinggi. Manusia yang taqwa kepada Tuhan Yang Mahasa Esa.

    Dewasa ini kita dihadapkan paling tidak kepada tiga masalah yang saling berkaitan, yaitu

    5. Suatu kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa, dengan latar

    belakang sosio budaya yang beraneka ragam. Kemajemukan tersebut tercermin dalam

  • berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu diperlukan sikap yang mampu mengatasi ikata-

    ikatan primordial, yaitu kesukuan dan kedaerahan.

    6. Pembangunan telah membawa perubahan dalam masyarakat. Perubahan itu nampak

    terjadinya pergeseran sistem nilai budaya, penyikapan yang berubah pada anggota

    masyarakat tcrhadap nilai-nilai budaya. Pembangunan telah menimbulkan mobilitas sosial,

    yang diikuti oleh hubungan antar aksi yang bergeser dalam kelompok-kclompok masyarakat.

    Sementara itu terjadi pula penyesuaian dalam hubungan antar anggota masyarakat. Dapat

    dipahami apabila pergeseran nilai-nilai itu membawa akibat jauh dalam kehidupan kita

    sebagai bangsa.

    7. Kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi massa dan transportasi, yang membawa

    pengaruh terhadap intensitas kontak budaya antar suku maupun dengan kebudayaan dari luar.

    Khusus dengan terjadinya kontak budaya dengan kebudayaan asing itu bukan hanya

    itensitasnya menjadi lebih besar, tetapi juga penyebarannya bcrlangsung dengan cepat dan

    luas jangkauannya. Terjadilah perubahan orientasi budaya yang kadang-kadang

    menimbulkan dampak terhadap tata nilai masyarakat, yang sedang menumbuhkan

    identitasnya sendiri sebagai bangsa.

    B. Pengertian Kebudayaan

    Secara etimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah”, yaitu bentuk

    jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Sedangkan ahli antropologi yang memberikan

    definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B. Tylor dalam buku yang

    berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di

    dalamnya terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai

    anggota masyarakat. Pada sisi yang agak berbeda,

    Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia dari kelakuan

    dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar dan

    yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dari beberapa pengertian tersebut dapat

    ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil

    karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun

    dalam kehidupanan masyarakat.

    Secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:

  • e. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia, yang meliputi:

    kebudayaan materiil (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia,

    misalnya kendaraan, alat rumah tangga, dan lain-lain.

    Kebudayaan non-materiil (bersifat rohaniah), yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat dan

    diraba, misalnya agama, bahasa, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.

    f. Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis), melainkan hanya mungkin

    diperoleh dengan cara belajar.

    g. Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat

    kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya, tanpa kebudayaan

    tidak mungkin manusia (secara individual maupun kelompok) dapat mempertahankan

    kehidupannya. Jadi, kebudayaan adalah hampir semua tindakan manusia dalam kehidupan

    sehari-hari.

    C. Unsur-Unsur Kebudayaan

    Unsur-unsur kebudayaan meliputi semua kebudayaan yang ada dunia, baik yang kecil, sedang,

    besar, maupun yang kompleks. Menurut konsepnya Malinowski, kebudayaan di dunia ini

    mempunyai tujuh unsur universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, system mata pencaharian,

    organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian .Seluruh unsur itu saling terkait antara

    yang satu dengan yang lain dan tidak bisa dipisahkan.

    D. Sistem Budaya dan Sistem Sosial

    Sistem sosial dan sistem budaya merupakan bagian dari kerangka budaya. Ketiga sistem tersebut

    secara analisis dapat dibedakan. Sistem sosial lebih banyak dibahas oleh ilmu sosiologi,

    sementara itu sistem budaya banyak dikaji dalam ilmu budaya.Sistem diartikan sebagai

    kumpulan bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud. Sistem

    mempunyai sepuluh ciri, yaitu:

    i. fungsi,

    j. satuan,

    k. batasan,

    l. bentuk,

    m. lingkungan,

  • n. hubungan,

    o. proses,

    p. masukan,

    q. keluaran, dan

    r. pertukaran.

    Sistem budaya merupakan wujud yang abstrak dari kebudayaan. Sistem budaya a tau kultural

    sistem merupakan ide-ide dan gagasan manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat.

    Gagasan tersebut tidak dalam keadaan berdiri sendiri, akan tetapi berkaitan dan menjadi suatu

    sistem. Dengan demikian, sistem budaya adalah bagian dari kebudayaan yang diartikan pula

    adat-istiadat. Adat-istiadat mencakup sistem nilai budaya, sistem norma, norma-norma menurut

    pranata-pranata yang ada di dalam masyarakat yang bersangkutan, termasuk norma agama.

    Fungsi sistem budaya adalah menata dan memantapkan tindakan-tindakan serta tingkah laku

    manusia. Proses belajar dari sistem budaya ini dilakukan melalui proses pembudayaan atau

    institutionalization (pelembagaan). Dalam proses ini, individu mempelajari dan menyesuaikan

    alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan peraturan yang hidup dalam

    kebudayaannya. Proses ini dimulai sejak kecil, dimulai dari lingkungan keluarga, masyarakat,

    mula-mula meniru berbagai macam ilmu n. Setelah itu menjadi pola yang mantap, dan mengatur

    apa yang dimilikinya.

    Sedangkan, sistem sosial pertama kali diperkenalkan oleh Talcott Parsons. Konsep struktur

    sosial digunakan untuk menganalisis aktivitas sosial sehingga sistem sosial menjadi model

    analisis terhadap organisasi sosial.

    Konsep sistem sosial adalah alat bantu untuk menjelaskan tentang kelompok-kelompok

    manusia. Model ini bertitik tolak dari pandangan bahwa kelompok manusia merupakan suatu

    sistem. Parsons menyusun strategi untuk menganalisis fungsional yang meliputi semua sistem

    sosial, termasuk hubungan berdua, kelompok kecil, keluarga, organisasi sosial, termasuk

    masyarakat secara keseluruhan. terdapat empat unsur dalam sistem sosial, yaitu:

    n. dua orang atau lebih,

    o. terjadi interaksi di antara mereka,

    2) interaksi yang dilakukan selalu bertujuan, dan

    3) memiliki struktur, simbol, dan harapan-harapan bersama yang dipedomaninya.

  • Lebih lanjut, suatu sistem sosial akan dapat berfungsi apabila empat persyaratan di bawah ini

    terpenuhi. Keempat persyaratan itu meliputi:

    d. Adaptasi, menunjuk pada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi

    lingkungannya.

    e. Mencapai tujuan, merupakan persyaratan fungsional bahwa tindakan itu diarahkan pada

    tujuan-tujuannya.

    f. Integrasi, merupakan persyaratan yang berhubungan dengan interelasi antara para anggota

    dalam sistem sosial.

    g. Pemeliharaan pola-pola tersembunyi, merupakan konsep latent (tersembunyi) pada titik

    berhentinya suatu interaksi akibat kejenuhan sehingga tunduk pada sistem sosial lainnya

    yang mungkin terlibat.

    Lebih lanjut, Parson menjelaskan bahwa dalam suatu sistem sosial terdapat 10 unsur yang

    membentuk kesempurnaan suatu” sistem. Kesepuluh unsur itu, yaitu:

    10) keyakinan,

    11) perasaan,

    12) tujuan sasaran cita-cita,

    13) norma,

    14) kedudukan peranan,

    15) tingkatan,

    16) kekuasaan atau pengaruh,

    17) sanksi,

    18) sarana atau fasilitas, dan

    19) tekanan ketegangan.

    E.Makna Sosial

    Manusia adalah makhluk sosial yang dapat bergaul dengan dirinya sendiri, dan orang lain

    menafsirkan makna-makna obyek-obyek di alam kesadarannya dan memutuskannya bagaimana

    ia bertindak secara berarti sesuai dengan penafsiran itu. Bahkan seseorang melakukan sesuatu

  • karena peran sosialnya atau karena kelas sosialnya atau karena sejarah hidupnya. Tingkah laku

    manusia memiliki aspek-aspek pokok penting sebagai berikut :

    7. Manusia selalu bertindak sesuai dengan makna barang-barang (semua yang ditemui dan

    dialami, semua unsur kehidupan di dunia ini);

    8. Makna dari suatu barang itu selalu timbul dari hasil interaksi di antara orang seorang;

    9. Manusia selalu menafsirkan makna barang-barang tersebut sebelum dia bisa bertindak sesuai

    dengan makna barang-barang tersebut. Atas dasar aspek-aspek pokok tersebut di atas,

    interaksi manusia bukan hasil sebab-sebab dari luar. Hubungan interaksi manusia

    memberikan bentuk pada tingkah laku dalam kehidupannya sehari-hari, bergaul saling

    mempengaruhi. Mempertimbangkan tindakan orang lain perlu sekali, bila mau membentuk

    tindakan sendiri.

    Menurut Blumer dalam premisnya menyebutkan bahwa manusia bertindak terhadap sesuatu

    berdasarkan makna-makna yang berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain dan

    disempurnakan pada saat proses interaksi sosial berlangsung.

    Makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang atau aktor bertindak terhadap sesuatu dengan

    memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan mentransformasikan situasi di mana dia

    ditempatkan dan arah tindakannya.

    F. Perubahan Sosial

    Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan dimensi ruang dan

    waktu.Perubahan itu bisa dalam arti sempit , luas, cepat atau lambat. Perubahan dalam

    masyarakat pada prinsipnya merupakan proses terus-menerus untuk menuju masyarakat maju

    atau berkembang, pada perubahan sosial maupun perubahan kebudayaan.

    Menurut Moore dalam karya Lauer, perubahan sosial didefinisikan sebagai perubahan

    penting dalam struktur sosial . Yang dimaksud struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan

    interaksi sosial. Perubahan sosial mencakup seluruh aspek kehidupan sosial, karena seluruh

    aspek kehidupan sosial itu terus menerus berubah, hanya tingkat perubahannya yang berbeda.

  • Himes dan More mengemukakan tiga dimensi perubahan sosial :

    8. Dimensi structural dari perubahan sosial mengacu kepada perubahan dalam bentuk struktur

    masyarakat menyangkut perubahan peran, munculnya peranan baru, perubahan dalam

    struktur kelas sosial dan perubahan dalam lembaga sosial;

    9. Perubahan sosial dalam dimensi cultural mengacu kepada perubahan kebudayaan dalam

    masyarakat seperti adanya penemuan dalam berpikir (ilmu pengetahuan), pembaharuan hasil

    teknologi, kontak dengan kebudayaan lain yang menyebabkan terjadinya difusi dan

    peminjaman kebudayaan;

    10. Perubahan sosial dalam dimensi interaksional mengacu kepada perubahan hubungan sosial

    dalam masyarakat yang berkenaan dengan perubahan dalam frekuensi, jarak sosial, saluran,

    aturan-aturan atau pola-pola dan bentuk hubungan.

    G. Konsep Nilai

    Batasan nilai bisa mengacu pada berbagai hal seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban

    agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan hal-hal lain yang berhubungan

    dengan perasaan dari orientasi seleksinya (Pepper, dalam Sulaeman, 1998). Rumusan di atas

    apabila diperluas meliputi seluruh perkem-bangan dan kemungkinan unsur-unsur nilai, perilaku

    yang sempit diperoleh dari bidang keahlian tertentu, seperti dari satu disiplin kajian ilmu. Di

    bagian lain, Pepper mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik atau yang

    buruk. Sementara itu, Perry (dalam Sulaeman, 1998) mengatakan bahwa nilai adalah segala

    sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjek.

    Ketiga rumusan nilai di atas, dapat diringkas menjadi segala sesuatu yang dipentingkan

    manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi,

    pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat.

    Seseorang dalam melakukan sesuatu terlebih dahulu mempertimbangkan nilai. Dengan

    kata lain, mempertimbangkan untuk melakukan pilihan tentang nilai baik dan buruk adalah suatu

    keabsahan. Jika seseorang tidak melakukan pilihannya tentang nilai, maka orang lain atau

    kekuatan luar akan menetapkan pilihan nilai nnluk dirinya.

    Seseorang dalam melakukan pertimbangan nilai bisa bersifat subyektif dan bisa juga

    bersifat objektif. Pertimbangan nilai subjektif tcnlapat dalam alam pikiran manusia dan

    bergantung pada orang yang memberi pertimbangan itu. Sedangkan pertimbangan objektif

  • beranggapan bahwa nilai-nilai itu terdapat tingkatan-tingkatan sampai pada tingkat tertinggi,

    yaitu pada nilai fundamental yang mencerminkan universalitas kondisi fisik, psikologi sosial,

    menyangkut keperluan setiap manusia di mana saja.

    Dalam kajian filsafat, terdapat prinsip-prinsip untuk pemilihan nilai, yaitu sebagai berikut.

    2 nilai instrinsik harus mendapat prioritas pertama daripada nilai ekstrinsik. Sesuatu yang

    berharga instrinsik, yaitu yang baik dari dalam dirinya sendiri dan bukan karena

    menghasilkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang berharga secara ekstrinsik, yaitu sesuatu yang

    bernilai baik karena sesuatu hal dari luar. Jika sesuatu itu merupakan sarana untuk mendapat

    sesuatu yang lain. Semua benda yang bisa digunakan untuk aktivitas mem-punyai nilai

    ekstrinsik.

    3 nilai ini tidak harus terpisah. Suatu benda dapat bernilai instrinsik dan ekstrinsik. Contoh

    pengetahuan, mempunyai nilai instrinsik baik dari dirinya sendiri dan mempunyai nilai

    ekstrinsik apabila digunakan untuk kepentingan pembangunan baik di bidang ekonomi,

    politik, hukum, maupun bidang-bidang yang lainnya.

    4 nilai yang produktif secara permanen didahulukan daripada nilai yang produktif kurang

    permanen. Beberapa nilai, seperti nilai ekonomi akan habis dalam aktivitas kehidupan.

    Sedangkan nilai persahabatan akan bertambah jika dipergunakan untuk membagi nilai akal

    dan jiwa bersama orang lain. Oleh karena itu, nilai persahabatan harus didahulukan daripada

    nilai ekonomi.

    H. Sistem Nilai

    Sistem nilai adalah nilai inti (core value) dari masyarakat. Nilai inti ini diakui dan

    dijunjung tinggi oleh setiap manusia di dunia untuk berperilaku. Sistem nilai ini menunjukkan

    tata-tertib hubungan timbal balik yang ada di dalam masyarakat. Sistem nilai budaya berfungsi

    sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia (Koentjaraningrat, 1981). Sistem nilai budaya

    ini telah melekat dengan kuatnya dalam jiwa setiap anggota masyarakat sehingga sulit diganti

    atau diubah dalam waktu yang singkat. Sistem budaya ini menyangkut masalah-masalah pokok

    bagi kehidupan manusia.

  • Sistem nilai budaya ini berupa abstraksi yang tidak mungkin sama persis untuk setiap

    kelompok masyarakat. Mungkin saja nilai-nilai itu dapat berbeda atau bahkan bertentangan,

    hanya saja orien-tasi nilai budayanya akan bersifat universal, sebagaimana Kluckhohn (1950)

    sebutkan.

    Menurut Kluckhohn, sistem nilai budaya dalam masyarakat di mana pun di dunia ini, secara

    universal menyangkut lima masalah pokok kehidupan manusia, yaitu:

    Hakikat hidup manusia. Hakikat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara ekstrim. Ada

    yang berusaha untuk memadamkam hidup (nirvana = meniup habis). Ada pula yang dengan

    pola-pola kelakuan tertentu menganggap hidup sebagai sesuatu hal yang baik (mengisi

    hidup).

    Hakikat karya manusia. Setiap manusia pada hakikatnya berbeda-beda, di antaranya ada

    yang beranggapan bahwa karya bertujuan untuk hidup, karya memberikan kedudukan atau

    kehormatan, karya merupakan gerak hidup untuk menambah karya lagi.

    Hakikat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda. Ada yang berpandangan mementingkan

    orientasi masa lampau, ada pula yang berpandangan untuk masa kini atau yang akan datang.

    Hakikat alam manusia. Ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi

    alam atau memanfaatkan alam semaksimal mungkin, ada pula kebudayaan yang beranggapan

    bahwa manusia harus harmonis dengan alam dan manusia harus menyerah kepada alam.

    Hakikat hubungan manusia. Dalam hal ini ada yang mementingkan hubungan manusia

    dengan manusia, baik secara horisontal maupun secara vertikal kepada tokoh-tokoh. Ada

    pula yang berpandangan individualist’s (menilai tinggi kekuatan sendiri).

    Berdasarkan hasil suatu penelitian, ada tiga pandangan dasar tentang makna hidup, yaitu:

    1) hidup untuk bekerja,

    2) hidup untuk beramal, berbakti, dan

    3) hidup untuk bersenang-senang.

    Sedangkan makna kerja, yaitu:

    1. untuk mencari nafkah,

    2. untuk memper-tahankan hidup,

    3. untuk kehormatan,

  • 4. untuk kepuasan dan kesenangan, dan

    5. untuk amal ibadah.

    I. Perubahan Kebudayaan

    Masyarakat dan kebudayaan di mana pun selalu dalam keadaan berubah, ada dua sebab

    perubahan

    a. Sebab yang berasal dari masyarakat dan lingkungannya sendiri,misalnya perubahan

    jumlah dan komposisi

    b. sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang

    hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan

    kebudayaan lain, cenderung untuk berubah secara lebih cepat.

    c. adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi.

    Dalam masyarakat maju, perubahan kebudayaan biasanya terjadi melalui penemuan

    (discovery) dalam bentuk ciptaan baru (inovation) dan melalui proses difusi. Discovery

    merupakan jenis penemuan baru yang mengubah persepsi mengenai hakikat suatu gejala

    mengenai hubungan dua gejala atau lebih. Invention adalah suatu penciptaan bentuk baru yang

    berupa benda (pengetahuan) yang dilakukan melalui penciptaan dan didasarkan atas pengkom-

    binasian pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada mengenai benda dan gejala yang dimaksud.

    Ada empat bentuk peristiwa perubahan kebudayaan:

    Pertama, cultural lag, yaitu perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam

    kebudayaan suatu masyarakat. Dengan kata lain, cultural lag dapat diartikan sebagai bentuk

    ketinggalan kebudayaan, yaitu selang waktu antara saat benda itu diperkenalkan pertama kali dan

    saat benda itu diterima secara umum sampai masyarakat menyesuaikan diri terhadap benda

    tersebut.

    Kedua, cultural survival, yaitu suatu konsep untuk meng-gambarkan suatu praktik yang telah

    kehilangan fungsi pentingnya seratus persen, yang tetap hidup, dan berlaku semata-mata hanya

    di atas landasan adat-istiadat semata-mata. Jadi, cultural survival adalah pengertian adanya suatu

    cara tradisional yang tak mengalami perubahan sejak dahulu hingga sekarang.

  • Ketiga, pertentangan kebudayaan (cultural conflict), yaitu proses pertentangan antara budaya

    yang satu dengan budaya yang lain. Konflik budaya terjadi akibat terjadinya perbedaan

    kepercayaan atau keyakinan antara anggota kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.

    Keempat, guncangan kebudayaan (cultural shock), yaitu proses guncangan kebudayaan

    sebagai akibat terjadinya perpindahan secara tiba-tiba dari satu kebudayaan ke kebudayaan

    lainnya. Ada empat tahap yang membentuk siklus cultural shock, yaitu: (1) tahap inkubasi, yaitu

    tahap pengenalan terhadap budaya baru, (2) tahap kritis, ditandai dengan suatu perasaan dendam;

    pada saat ini terjadi korban cultural shock, (3) tahap kesembuhan, yaitu proses melampaui tahap

    kedua, hidup dengan damai, dan (4) tahap penyesuaian diri; pada saat ini orang sudah

    membanggakan sesuatu yang dilihat dan dirasakan dalam kondisi yang baru itu; sementara itu

    rasa cemas dalam dirinya sudah berlalu.

    Pengertian Kebudayaan

    Menurut E.B. Taylor (1871), Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,

    kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,

    Menurut Selo Sumarjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua

    hasil karya, rasa dan cipta masyarakat

    Menurut Sutan Takdir Alisyahbana, Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir.

    Menurut Koentjaraningrat, Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia

    yang harus dibiasakannya dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya,

    Menurut A.L. Krober dan C. Kluckhon, bahwa kebudayaan adalah manifestasi atau

    penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas- luasnya.

    Menurut C.A. Van Peursen mengatakan bahwa kebudayaan sebagai manifestasi kehidupan

    setiap orang, dan kehidupan setiap kelompok orang-orang berlainan dengan hewan-hewan,

    maka manusia tidak hidup begitu saja ditengah alam, melainkan selalu mengubah alam

  • Krober dan Kluckhon,kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran,

    perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang

    menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di

    dalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi dan

    cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.

    Unsur- Unsur Kebudayaan

    Menurut Melville J. Herkovits mengajukan pendapatnya tentang unsur kebudayaan adalah

    terdiri dari 4 unsur yaitu : alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga dan kekuatan politik

    Menurut Bronislaw Malinowski unsur kebudayaan terdiri dari sistem norma, organisasi

    ekonomi, alat-alat atau lembaga ataupun petugas pendidikan dan organisasi kekuatan

    Menurut C. Kluckhon ada tujuh unsur kebudayaan universal yaitu :Sistem religi, Sistem

    organisasi kemasyarakatan, Sistem pengetahuan,Sistem mata pencaharian hidup dan sistem

    ekonomi, Sistem teknologi dan peralatan, Bahasa, Kesenian.

    Orientasi Nilai Budaya

    Kebudayaan sebagai karya manusia memiliki sistem nilai, menurut C. Kluckhon dalam karyanya

    VARIATIONS IN VALUE ORIENTATION (1961) sistem nilai budaya dalam semua

    kebudayaan di dunia, secara universal menyangkut lima masalah pokok kehidupan manusia,

    yaitu:

    f) Hakekat hidup manusia: hakekat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara ekstern. Ada

    yang berusaha untuk memadamkan hidup, ada pula dengan pola-pola kelakuan tertentu.

    g) Hakekat karya manusia: setiap kebudayaan hakekatnya berbeda-beda, untuk hidup,

    kedudukan/kehormatan, gerak hidup untuk menambah karya.

  • h) Hakekat waktu manusia: hakekat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda, orientasi masa

    lampau atau untuk masa kini.

    4. Hakekat alam manusia: ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi

    alam, ada juga yang harus harmonis dengan alam atau manusia menyerah kepada alam.

    5. Hakekat hubungan manusia: mementingkan hubungan antar manusia baik vertikal maupun

    horizontal (orientasi pada tokoh-tokoh). Ada pula berpandangan individualistis

    Perubahan Kebudayaan

    Terjadinya gerak perubahan kebudayaan ini disebabkan oleh :

    Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri misalnya:

    perubahan jumlah dan komposisi penduduk

    Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup

    Faktor Yang Mempengaruhi Diterima Atau Tidaknya Suatu Unsur Kebudayaan Baru,

    Diantaranya :

    Terbatasnya masyarakat memiliki hubungan atau kontak dengan kebudayaan dan dengan

    orang-orang yang berasal dari luar masyarakat tersebut

    Pandangan hidup dan nilai-nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan ditentukan oleh

    nilai-nilai agama

    Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan

    baru

    Suatu unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang

    menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang baru tersebut

    Apabila unsur baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas, dan dapat dengan mudah

    dibuktikan kegunaannya oleh warga masyarakat yang bersangkutan.

  • Kaitan Manusia Dan Kebudayaan

    Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :

    1. Eksternalisasi, proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun

    dunianya;

    2. Obyektivasi, proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang

    terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia,

    3. Internalisasi, proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa

    manusia mempelajari kembali masyarakatnya sendiri agar dia dapat hidup dengan baik

  • BAB IV

    KELEMBAGAAN SOSIAL

    A. Pengertian Lembaga Social

    Menurut Hoarton dan Hunt, lembaga social (institutation) bukanlah sebuah bangunan,

    bukan kumpulan dari sekelompok orang, dan bukan sebuah organisasi. Lembaga (institutations)

    adalah suatu system norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat

    dipandang penting atau secara formal, sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar

    pada suatu kegiatan pokok manusia. Dengan kata lain Lembaga adalah proses yang terstruktur

    (tersusun} untuk melaksanakan berbagai kegiatan tertentu

    Pendapat para tokoh tentang Difinisi Lembaga social :

    Menurut Koentjaraningkrat : lembaga sosial adalah suatu system tatakelakuan dan hubungan

    yang at kepada akatifitas social untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam

    kehidupan masyarakat.

    Menurut Leopold Von Weise dan Becker : Lembaga social adalah jaringan proses hubungan

    antar manusia dan antar kelompok yang berfungsi memelihara hubungan itu beserta pola-

    polanya yang sesuai dengan minat kepentingan individu dan kelompoknya.

    Menurut Robert Mac Iver dan C.H. Page : Lembaga sosial adalah prosedur atau tatacara yang

    telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang tergabung dalam suatu kelompok

    masyarakat.

    Menurut Soerjono Soekanto, Lembaga sosial adalah himpunana norma-norma dari segala

    tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehiduppan masyarakat.

    B. Tipe-Tipe Lembaga Social

    1. Berdasarkan sudut perkembangan

    Cresive institution yaitu i