laporan praktikum sosiologi pertanian di dusun … · terjadi perubahan dalam sistem ......
TRANSCRIPT
1
LAPORAN PRAKTIKUM SOSIOLOGI PERTANIAN
DI DUSUN SENGON, DESA DALISODO, KECAMATAN WAGIR,
KABUPATEN MALANG
Oleh :
Oleh:
Kelompok 5 (Kelas B)
1. Dian Rizki Fuziah (115040201111134)
2. Tanti Virga Sartika (115040201111240)
3. Derra Marhaendar Mayang (115040201111242)
4. Intan Kartika Agnestika (115040201111243)
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan berkenaan dengan praktikum
Sosiologi Pertanian.
Makalah ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas makalah praktikum yang
membahas mengenai aspek sosiologo petani di desa Asrikaton. Tak lupa kami ucapkan rasa
terima kasih yang sedalam-dalamnya, karena dalam proses pendalaman materi sosiologi
pertanian, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi serta saran.
Dalam pembuatannya, tentunya makalah ini tidak luput dari kekurangan dan
kesalahan. Kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat diberikan kepada kami dalam
rangka mencapai kesempurnaan, agar nantinya dapat bermanfaat bagi rekan-rekan lainnya.
Malang, Juni 2012
Penulis
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 6
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 6
1.2 Tujuan............................................................................................................................... 7
BAB II ASPEK SOSIOLOGI PETANI ..................................................................................... 8
2.1 Deskripsi Keluarga Petani dan Usaha Petani Pak Mistari (Oleh: Dian Rizki Fauziah) ... 8
2.1.1 Deskripsi Keluarga Petani ......................................................................................... 8
2.1.2 Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani .................................................................... 8
2.1.3 Kebudayaan Petani .................................................................................................... 9
2.1.4 Perubahan Sosial Budaya Petani ............................................................................. 12
2.1.5 Lembaga yang Berkaitan dengan Penyediaan/Pengendalian Sarana Produksi,
Tenaga Kerja, dan Pemasaran Hasil Petani Sampel ......................................................... 13
2.1.6 Kesimpulan .............................................................................................................. 14
2.2 Deskripsi Keluarga Petani dan Usaha Petani Pak Mistari (Oleh: Tanti Virga Sartika) . 14
2.2.1 Deskripsi Keluarga Petani ....................................................................................... 14
2.2.2 Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani .................................................................. 15
2.2.3 Kebudayaan Petani .................................................................................................. 18
2.2.4 Perubahan Sosial Budaya Petani Terkait Cara Bercocok Tanam ............................ 21
2.2.5. Lembaga Yang Berkaitan Dengan Pengadaan Sarana Produksi, Tenaga Kerja dan
Pemasaran Hasil Usaha Tani ........................................................................................... 22
2.2.6 Kesimpulan .............................................................................................................. 23
2.3 Deskripsi Keluarga dan Usaha Tani Bapak Yadi (Oleh : Derra Marhaendar Mayang) . 23
2.3.1 Diskripsi Keluarga Petani ....................................................................................... 23
2.3.2. Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani ................................................................ 24
2.3.3. Kebudayaan Petani ................................................................................................ 26
2.3.4. Perubahan Sosial..................................................................................................... 28
2.3.5. Kesimpulan ............................................................................................................ 30
2.4 Deskripsi Keluarga dan Usahatani Petani D (Oleh : Intan Kartika Agnestika) ............ 31
2.4.1 Deskripsi Keluarga .................................................................................................. 31
2.4.2 Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani Sampel ..................................................... 31
2.4.3 Kebudayaan Petani .................................................................................................. 33
2.4.4 Perubahan Sosial Budaya Petani ............................................................................. 35
2.4.5 Kelembagaan ........................................................................................................... 36
4
2.4.6 Kesimpulan .............................................................................................................. 37
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 39
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 39
3.2 Saran ............................................................................................................................... 39
BAB IV LAMPIRAN .............................................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 42
5
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kemajuan usaha pertanian sangat berkaitan erat dengan aspek sosiologis.
Aspek sosiologis meliputi sistem kebudayaan, stratifikasi sosial, kelembagaan dan
jariangan sosial baik pada tingkat petani, desa, maupun supra desa.
Kebudayaan sangat mempengaruhi dalam usaha tani. Hal itu disebabkan
kebudayaan sudah melekat dalam diri petani sehingga tak heran bila terjadi suatu
perubahan sulit untuk diterima. Contohnya jika suatu daerah dari dulu menanam jagung
dan cabe dalam usaha pertaniannya, maka hingga sekarang mereka masih menanam
komoditas yang sama dan sulit untuk menanam komoditas lain. dalam suatu daerah atau
desa terdapat lapisan-lapisan masyarakat atau stratifikasi sosial. Dalam suatu daerah
stratifikasi sosial dapat diukur dari luas tegalan yang dimiliki bila daerah tersebut
mayoritas bermata pencaharian sebagai petani.
Kadang kala dalam kelembagaan sangat dibutuhkan bagi para petani untuk
menyediakan sarana produksi seperti penyediaan benih, penyediaan pupuk, tenaga kerja,
dan pengolahan sawah. Selain itu dengan adanya kelembagaan dapat membantu petani
dalam menyelesaikan permasalahan yang tengah dihadapi.
Usaha pertanian erat kaitannya dengan pemasaran, baik yang dilakukan secara
langsung maupun melalui perantara atau distributor. Dibutuhkan jaringan sosial yang
baik agar dapat memasarkan hasil pertanian tersebut. oleh karena itu aspek-aspek
sosiologi memang sangat berperan dalam mempengaruhi kemajuan usaha pertanian baik
pada tingkat petani, desa, maupun supra desa.
Dalam pratikum Sosiologi Pertanian, kami melakukan fieldtrip di Desa Dalisodo,
Dusun Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang dalam rangka memenuhi tugas
akhir praktikum. Kami mendatangi rumah warga-warga yang telah dikoordinasikan
sebelumnya dan melakukan wawancara dengan mereka. Topik wawancara kami meliputi
pekerjaan utama mereka sebagai petani, kepemilikan lahan pertanian mereka, cara
mereka mengelola lahan mereka, pengaplikasian pupuk dan pestisida pada lahan mereka,
7
serta organisasi kelembagaan di RT 5, Desa Dalisodo, Dusun Sengon, Kecamatan Wagir,
Kabupaten Malang.
1.2 Tujuan
Tujuan fieldtrip sosiologi pertanian kali ini, yaitu untuk mengetahui identifikasi
petani, kebudayaan petani, stratifakasi dan kelembagan, jaringan sosial dan perubahan
sosial dan globalisasi pada tingkat petani dan tingkat desa.
8
BAB II
ASPEK SOSIOLOGI PETANI
2.1 Deskripsi Keluarga Petani dan Usaha Petani Pak Mistari (Oleh: Dian Rizki Fauziah)
2.1.1 Deskripsi Keluarga Petani
Nama : Sadi
Umur : 48 tahun
Tingkat pendidikan formal : SD
Pekerjaan KK a. Utama : Petani
b. Sampingan : -
Sejak kapan menjadi petani : sejak tahun 1976
Jumlah anggota keluarga : 1 orang
Luas lahan tegal : 400 m2
Dalam wawancara studi lapangan sosiologi pertanian di Desa Dalisodo, Dusun
Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, saya mewawancarai seorang petani
yang bernama bapak Sadi. Beliau berusia 48 tahun, hidup seorang diri. Beliau
memiliki seorang anak angkat tetapi tidak tinggal bersama beliau. Bapak Sadi
menamatkan pendidikannya hanya sampai sekolah dasar (SD), dan menurut pengakuan
beliau, dirinya sebenarnya ingin melanjutkan pendidikan tang lebih tinggi namun
dikarenakan keterbatasan biaya, beliau terpaksa tidak dapat melanjutkan
pendidikannya. Pekejaan sehari-hari Bapak Sadi adalah seorang petani, Beliau
mengaku mulai bercocok tanam tanam sejak beliau berusia 12 tahun, yaitu sekitar
tahun 1976.
2.1.2 Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani
Menurut pengakuan bapak Sadi, beliau sudah lama menduda, beliau hanya
hidup seorang diri di rumahnya yang berada di samping rumah ibunya. Kondisi rumah
beliau sangat sederhanya, yakni dengan luas 111 m2, atap rumah berupa genteng, lantai
berupa tanah, dan temboknya berupa gedek. Bapak sadi mengaku tidak memiliki ternak
9
apapun, beliau tidak memiliki barang elektronik seperti telepon genggam, televisi,
ataupun radio, beliau hanya memiliki satu unit sepeda motor.
Harta yang dimiliki bapak Sadi adalah lahan yang berupa tegal seluas 400 m2.
Tegal tersebut merupakan warisan dari orang tuanya sejak tahun 2000. Untuk
mencukupi kebutuhan sehari-harinya, beliau memanfaatkan lahan tersebut untuk
bercocok tanam dan hasil panennya beliau jual ke pedagang. Dari situlah beliau
mendapatkan uang untuk mencukupi kehidupannya.
Beberapa tahun ini, bapak Sadi menanami tegalnya dengan satu jenis tanaman
yaitu tanaman jagung. Menurutnya tanaman jagung termasuk tanman yang mudah
perawatannya. Sebenarnya, ada beberapa kendala bagi beliau untuk tidak memilih
komoditas lain seperti padi, cabai, tomat, yakni dikarenakan karena yang pertama
adalah kondisi lahan, lahan di daerah tersebut sering kekurangan air. Warga hanya
mengandalkan tadah hujan untuk mengairi tegalnya, begitu juga pak Sadi. Yang kedua
adalah kendala biaya, untuk membeli bibit cabai, tomat sangat dibutuhkan biaya yang
besar sedangkan beliau tidak mampu untuk itu. Itulah sebabnya seliau hanya menanam
jagung sepanjang tahun.
Dengan melihat kondisi ekonomi bapak Sadi, beserta hasil dari perbandingan
dengan literatur, dapat disimpulkan bahwa dilihat dari segi kekayaan, bapak Sadi
termasuk ke dalam keluarga petani golongan bawah, dari segi kekuasaan dan
kehormatan, bapak Sadi hanya sebagai seorang warga biasa yang tidak memiliki
kedudukan dan kekuasaan di wilayahnya, selain itu dari segi pengetahuan, bapak Sadi
tergolong rendah karena hanya sampai tingkat sekolah dasar (SD) saja.
2.1.3 Kebudayaan Petani
Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah kebudayaan manusia. Pertanian
muncul ketika suatu masyarakat mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi
dirinya sendiri. Pertanian memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan
demikian mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem
kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga kesenian akibat
10
diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat yang tergantung pada aspek
pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan agraris.
Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah membawa revolusi
yang besar dalam kehidupan manusia sebelum revolusi industri. Bahkan dapat
dikatakan, revolusi pertanian adalah revolusi kebudayaan pertama yang dialami
manusia.
Agak sulit membuat suatu garis sejarah pertanian dunia, karena setiap bagian
dunia memiliki perkembangan penguasaan teknologi pertanian yang berbeda-beda. Di
beberapa bagian Afrika atau Amerika masih dijumpai masyarakat yang semi-nomaden
(setengah pengembara), yang telah mampu melakukan kegiatan peternakan atau
bercocok tanam, namun tetap berpindah-pindah demi menjaga pasokan pangan.
Sementara itu, di Amerika Utara dan Eropa traktor-traktor besar yang ditangani oleh
satu orang telah mampu mendukung penyediaan pangan ratusan orang. (Wikipedia,
2012).
Dari hasil wawancara yang telah saya lakukan, didapat data bahwa lahan atau
tegal milik bapak Sadi beberapa tahun terakhir hanya ditanami dengan tanaman jagung.
Bapak sadi menjelaskan budaya beliau dalambercocok tanam dari awal penanaman
hingga ke tahap pemasaran. Yang pertama dilakukan ialah persiapan lahan. Usaha
taninya dilakukan di lahan kering atau tegalan.
Bapak Sadi memulai masa tanam saat awal musim hujan. Hal itu dikarenakan
bahwa itu adalah saat yang cocok bagi tegalnya untuk mendapatkan air. Bapak sadi
mengolah lahannya dengan menggunakan alat tradisional berupa cangkul. Beliau
mengerjakan pekerjaan itu seorang diri.
Tahap yang kedua yaitu penanaman benih. Bapak Sadi mengaku jika
waktunya cukup, setelah mencangkul, beliau langsung menanam benih jagung tersebut.
Beliah memasukkan dua benih per lubang. Beliau tidak melakukan persemaian dahulu
dikarenakan keterbatasan media dan biaya, mungkin juga keterbatasan pengetahuan
beliau mengenai cara bercocok tanam.
Tahap yang ketiga adalah perawatan. Bapak Sadi menjelaskan bahwa beliau
melakukan pemupukan sehari setelah muncul tunas. Pupuk yang beliau gunakan adalah
11
pupuk urea yang beliau beli dari toko pertanian terdekat. Pemupukan selanjutnya
dilakukan setiap 40 hari sekali.
Untuk irigasi, beliau mengandalkan tadah hujan, dikarenakan tidak ada sungat
di dekat tegalnya. Itulah sebabnya pak Sadi memulai masa tanamnya saat musim
hujan. Pak Sadi mengatakan bahwa di desa tersebut pernah mengalami kondisi dimana
seluruh desa kekurangan air. Jangankan untuk bercocok tanam, untuk minum bagi
seluruh warga desa saja saja masih belum cukup. Itulah alasan beliau memilih
komoditas jagung, dimana kita tahu bahwa tanaman jagung adalah jenis tanaman yang
tahan sekali dalam keadaan ekstrim.
Untuk masalah hama dan penyakit pada tanamannnya, bapak Sadi
menjelaskan bahwa ada beberapa hama dan penyakit yang menyerang, yaitu ulat,
belalang, dan bulai. Namun sayangnya beliau tidak melakukan usaha apapun untuk
mengendalikannya. Menurut saya, mungkin karna keterbatasan beliau tentang
pengetahuan yang beliau miliki. Penyiangan dilakukan seminggu sekali.
Tahap selanjutnya yaitu tahap pemanenan. Saat wawancara yang dilakukan saat
itu, bapak Sadi menjelaskan kriteria beliau dalam menentukan tanaman yang siap
dipanen. Ciri-cirinya yaitu pada jagung yang tongkolnya terlihat sudah mongering.
Bapak sadi memanen jagung di lahannnya seorang diri. Beliau menggunakan alat
tradisional berupa sabit untuk memotong tongkol jagung dari batangnya.
Setelah tongkolnya diambil, bapak sadi mengupas kulit jagung,
membersihkannya lalu menjemurnya supaya kering dan gampang untuk diambil
bijinya. Masa penjemurannya kurang lebih 2-3 hari. Setelah benar-benar kering, jagung
tadi dirontokkan bijinya secara manual, dan disimpan.
Tahap yang terakhir yaitu pemasaran. Hasil panen pak Sadi sebagian besar
dijual dan sisanya untuk dimakan sendiri. Bapak Sadi menjualnya ke pedagang yang
sudah menjadi langgannnyanya dalam ukuran kilogram, pedagang tersebut biasanya
langsung datang ke rumah bapak Sadi. Hal ini memudahkan beliau, karena beliau tidak
perlu mengantarkan hasil penennya ke pembeli. Dari hasil panen tersebut bapak Sadi
mendapatkan keuntungan, namun itu masih sangat pas-pasan untuk menckupi
kebutuhan sehari-harinya.
12
Dari penjelasan diatas, saya sajikan diagram alir proses bercocok tanam jagung
menurut bapak Sadi,
Bapak Sadi mengatakan bahwa beliau mendapatkan pengetahuan bercocok
tanam dari orang tuanya. Pengetahuan tersebut didapat karena sejak kecil beliau sering
melihat orang tuanya bekerja di lahan. Pak Sadi memutuskan untuk tidak bergabung
dengan kelompok tani dikarenakn menurut beliau mereka hanya mengetakan teori saja.
Jadi beliau hanya meyakini apa yang sudah beliau terapkan selama bertahun-tahun
tentang cara bercocok tanam.
2.1.4 Perubahan Sosial Budaya Petani
Dalam suatu proses modernisasi, suatu proses perubahan yang direncanakan,
melibatkan semua kondisi atau nilai-nilai sosial dan kebudayaan secara integratif.
orientasi atau arah perubahan di sini meliputi beberapa orientasi, antara lain (1)
perubahan dengan orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur
kehidupan sosial yang mesti ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi
pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (3) suatu
perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang
Persiapan lahan
Pemasaran
Pemanenan dan Pascapanen
Perawatan tanaman
Penanaman benih jagung
13
telah eksis atau ada pada masa lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat atau bangsa
yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada berbagai bidang kehidupan,
apakah aspek ekonomis, birokrasi, pertahanan keamanan, dan bidang iptek; namun
demikian, tidaklah luput perhatian masyarakat atau bangsa yang bersangkutan untuk
berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta menemukan unsur-unsur
atau nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsayang bermartabat (Anonymous,
2012)
Dari hasil wawancara, sistem budaya bercocok tanam pak Sadi tidak
mengalami perubahan. Bapak Sadi memulai kegiatan bertani sejak beliau berusia 12
tahun atau pada tahun 1976. Sejak dahulu sampai sekarang, pak Sadi melakukan
kegiatan bercocok tanam dengan menggunakan alat-alat tradisional seperti cangkul, dan
sabit, irigasinya pun menggunakan ntanah hujan. Pemanenan juga dilakukan secara
manual. Kondisi lahan beserta kendala biaya membuat beliau tetap melanjutkan pola
bercocok tanamnya tersebut. Beliau tidak terpengaruh oleh perkembangan teknologi
pengolahan lahan karena keterbatasan biaya dan pengetahuan.
2.1.5 Lembaga yang Berkaitan dengan Penyediaan/Pengendalian Sarana Produksi,
Tenaga Kerja, dan Pemasaran Hasil Petani Sampel
Dalam melakukan kegiatan bercocok tanam bapak Sadi memiliki pelanggan
tetap yang selalu datang ke rumahnya untuk membeli jagung hasil panennya. Bapak
Sadi menjual dengan satuan kilo gram. Harga per kilonya tidak menentu, terkadang
mahal, terkadang sangat murah. Untuk pupuk, pak sadi membeli di toko pertanian
terdekat.
Untuk benihnya, pak Sadi menggunakan benih sendiri berupa biji jagung hasil
panen sebelumnya. Jadi beliau tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli benih.
Dalam mengendalikan hama dan penyakit, beliau sama sekali tidak menggunakan
pestisida atau pengendali lainnya. Pemanenan jagung dilakukan sendiri dengan
menggunakan sabit. Jagung dikupas lalu dijemur dan dipisahkan dengan bijinya. Lalu
sebagian dijual dan sebagian lagi dikonsumsi. Beliau menjual ke pedagang atau tak
jarang pedagang yang datang kerumah beliau. Dari hasil penjualan jagung bapak sadi
memperoleh keuntungan ytetapi tidak bisa mencukupi kebutuhannya.
14
2.1.6 Kesimpulan
1. Bapak Sadi, warga Desa Dalisodo bermatapencaharian sebagai petani sejak
tahun 1976, hidup sendiri.
2. Bapak Sadi termasuk ke dalam keluarga petani golongan bawah, dari segi
kekuasaan dan kehormatan, bapak Sadi hanya sebagai seorang warga biasa yang
tidak memiliki kedudukan dan kekuasaan di wilayahnya, selain itu dari segi
pengetahuan, bapak Sadi tergolong rendah karena hanya sampai tingkat Sekolah
Dasar saja.
3. Dari hasil wawancara, disimpulkan budaya bapak Sadi dalam bercocok tanam
yaitu hanya menanami lahan tegalnya dengan satu jenis tanaman saja yaitu
tanaman jagung. Dalam mengairi lahannya mengandalkan tadah hujan. Usaha
taninya dilakukan di lahan kering atau tegalan.
4. Dari hasil wawancara, sistem budaya bercocok tanam pak Sadi tidak mengalami
perubahan. Bapak Sadi memulai kegiatan bertani sejak beliau berusia 12 tahun
atau pada tahun 1976, tetap ke pertanian yang tradisional.
5. Tidak ada lembaga yang bekerja sama dengan bapak Sadi, semua hal beliau
kerjakan sendiri.
2.2 Deskripsi Keluarga Petani dan Usaha Petani Pak Mistari (Oleh: Tanti Virga Sartika)
2.2.1 Deskripsi Keluarga Petani
Nama petani : Mistari
Umur : 55 tahun
Tingkat Pendidikan Formal : SD
Pekerjaan KK a. Utama : Tani
b. sampingan : -
Sejak kapan menjadi petani : tahun 1987
Jumlah anggota RTG : 5 orang
Dalam pengamatan dan wawancara studi lapangan sosiologi pertanian di desa
Dalisodo dusun Sengon kecamatan Wagir, Malang. Saya mewawancarai Bapak Mistari
yang berusia 55 tahun, beliau hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar. Pekerjaan
utama beliau adalah sebagai petani yang dimulai sekitar tahun 1987. Beliau memiliki
15
tiga orang anak, namun saat ini anak-anak beliau bekerja di luar kota, sehingga hanya
ada beliau dan istrinya yang masih menempati rumah tersebut.
2.2.2 Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani
Menurut Soerjono Soekanto (1981: 133), selama dalam suatu masyarakat ada
sesuatu yang dihargai dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargai dan
setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka barang sesuatu itu akan
menjadi bibit yang dapat menimbulkan adanya sistem berlapis-lapis yang ada dalam
masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis,
mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama,
atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat. Kriteria yang menjadikan
masyarakat berlapis-lapis menurut Soerjono Soekanto (1981: 141-142) adalah sebagai
berikut.
a) Ukuran Kekayaan
Ukuran menyatakan adanya kuantitas atau jumlah dari sesuatu hal. Jika
ukuran kekayaan, berarti ada jumlah tertentu tentang kekayaan yang dapat
dijadikan sebagai suatu tolak ukur. Dari sini kita dapatkan ukuran kekayaan yang
tinggi atau banyak, ukuran sedang atau cukup, dan ukuran sedikit atau miskin.
Walaupun ukuran kekayaan menyatakan kuantitas, tetapi kekayaan adalah relatif
untuk suatu masyarakat masyarakat dalam menentukan stratifikasi sosial. Ukuran
orang kaya pada masyarakat pedesaan adalah luas pemilikan dan penguasaan
tanah dan sering disimbolkan dengan rumah berbentuk joglo ( di Jawa Timur dan
Jawa Tengah). Berbeda halnya dengan masyarakat perkotaan, simbol kekayaan
yang dimilikinya, selain dapat berupa gedung yang mewah juga mobil yang
mewah. Kekayaan sebagai sebuah ukuran dari stratifikasi sosial dalam
masyarakat tetap tergantung pada situasi dan kondisi masyarakat bersangkutan.
b) Ukuran Kekuasaan
Kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk
memengaruhi perilaku seseorang maupun kelompok orang agar berperilaku
sesuai dengan apa yang dikehendaki. Hal ini menjadi tolok ukur dari stratifikasi
sosial yang ada dalam masyarakat oleh orang yang memiliki kekuasan. Ukuran
16
kekuasaan akan terkait dengan besar kecilnya dan luas sempitnya pengaruh yang
dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Semakin luas dan tinggi pengaruh yang
dimiliki oleh seseorang, maka semakin tinggi stratifikasi yang dimilikinya. Begitu
pula sebaliknya, semakin rendah, sempit, dan bahkan keberadaannya tidak
memiliki pengaruh dalam masyarakat, maka semakin rendah pula startifikasi
sosialnya. Kekuasaan yang dimiliki seseorang bukanlah sesuatu yang bersifat
formal saja seperti pejabat pemerintahan yang lain. kekuasaan tersebut berupa
kepatuhan dan ketaatan bagi seseorang untuk mengikuti apa yang menjadi saran
atau pemerintahanbya. Kekuasaan yang tinggi atau kuat dapat dimiliki oleh siapa
saja (bukan hanya orang-orang yang menduduki jabatan struktural).
c) Ukuran Kehormatan
Kehormatan yang diperoleh oleh seseorang bukanlah dari dirinya
melainkan penilaian yang datang dari orang lain. seseorang akan dihormati atau
tidak dihormati oleh orang lain sangat tergantung pada orang lain, bukan
bersumber pada dirinya. Penghormatan bagi seseorang bukan muncul sesaat,
melainkan melalui proses waktu dan evaluasi yang panjang. Dengan demikian,
penghormatan bersifat objektif bukan bersifat subjektif. Penghargaan bagi
seseorang dalam wujud penghormatan dapat bersumber pada kepribadian
seseorang tersebut karena kejujuran, ketaqwaan beragama, berani karena benar,
rendah hati, maupun perilaku yang ditunjukkan dalam setiap harinya. Misalnya,
suka menolong, memberikan nasehat kepada yang membutuhkan dan sebagainya
yang setiap saat dievaluasi oleh anggota masyarakat yang lain. penghormatan
tersebut diwujudkan orang lain, misalnya dengan memberikan hormat lebih
dahulu, atau mengulurkan tangan untuk berjabat tangan, atau menempatkan
duduk dalam suatu pesta atau pertemuan di baris paling depan sendiri atau di
tempat yang pas dengan kehormatannya.
d) Ukuran Ilmu Pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan akan meliputi dua ukuran. Pertama, ukuran
formal yaitu ijazah sebagai ukurannya. Semakin tinggi gelar atau ijazah yang
dimiliki seseorang, maka semakin tinggi strata sosialnya. Begitu pula sebaliknya,
semakin rendah ijazah yang dimiliki seseorang, maka semakin rendah strata
sosialnya. Kedua, ukuran nonformal yaitu keahlian yang mereka miliki melalui
17
keterampilan yang dilakukannya. Keahlian tersebut diperoleh tidak melalui jalur
pendidikan formal.
Dalam wawancara yang telah dilakukan, beliau memiliki luas lahan sekitar 300
m2
yang diperoleh baik dari warisan orang tua maupun hasil dari jerih payah beliau.
Tidak ada sistem sewa di tegalan beliau, sehingga tidak ada pembagian hasil dalam
usaha tani beliau. Jumlah ternak yang dimiliki oleh beliau adalah dua ekor sapi. Untuk
mencapai lahan ditempuh dengan jalan kaki meskipun jauh, hal itu disebabkan karena
beliua tidak memiliki sarana transportasi untuk mencapai lahan pertanian. Untuk
berkomunikasi dengan anaknya beliau harus minta bantuan kepada tetangga karena
beliau tidak memiliki Telp. Rumah atau HP untuk berkomunikasi, selain itu beliau juga
tidak memiliki radio atau televisi sebagai sarana hiburan maupun pengetahuan. kondisi
rumah beliau, luas bangunan rumah yang beliau tempati adalah 8x14 m2
, jenis lantai
rumah beliau adalah tegel atau keramik, dindingnya berjenis tembok dan menggunakan
genteng biasa untuk atapnya petani.
Dari hasil literatur yang didapat dari segi ukuran kekayaan menurut literatur pak
mistaki merupakan petani golongan rendah. Kekayaan adalah relatif untuk suatu
masyarakat masyarakat dalam menentukan stratifikasi sosial. Ukuran orang kaya pada
masyarakat pedesaan adalah luas pemilikan dan penguasaan tanah dan sering
disimbolkan dengan rumah berbentuk joglo ( di Jawa Timur dan Jawa Tengah).
Berbeda halnya dengan masyarakat perkotaan, simbol kekayaan yang dimilikinya,
selain dapat berupa gedung yang mewah juga mobil yang mewah. Kekayaan sebagai
sebuah ukuran dari stratifikasi sosial dalam masyarakat tetap tergantung pada situasi
dan kondisi masyarakat bersangkutan. Hal itu sesuai mengingat pak mistaki hanya
memiliki lahan berupa tegalan 300m2
.
Dari segi kekuasaan pak mistaki memiliki pengaruh kecil terhadap masyarakat
mengingat pak mistaki adalah petaani golongan rendah. Hal itu sesuai dengan literatur
yang didapat yaitu Kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk
memengaruhi perilaku seseorang maupun kelompok orang agar berperilaku sesuai
dengan apa yang dikehendaki. Hal ini menjadi tolok ukur dari stratifikasi sosial yang
ada dalam masyarakat oleh orang yang memiliki kekuasan. Ukuran kekuasaan akan
terkait dengan besar kecilnya dan luas sempitnya pengaruh yang dimiliki seseorang
dalam masyarakatnya
Kehormatan yang diperoleh oleh seseorang bukanlah dari dirinya melainkan
penilaian yang datang dari orang lain. seseorang akan dihormati atau tidak dihormati
18
oleh orang lain sangat tergantung pada orang lain, bukan bersumber pada dirinya.
Mengingat pak mistaki merupakan orang yang peduli dengan tetangga disekitarnya
sehingga dia dihormoti, kehormatan tidak dihanya di nilai dari jabatan, melainkan
kehidupan keseharian. Kehormatan bersifat objektif sehingga kita harus mendalami
kebiasaan seseorang.
Dinilai dari segi Ukuran ilmu pengetahuan akan meliputi dua ukuran. Pertama,
ukuran formal yaitu ijazah sebagai ukurannya. Semakin tinggi gelar atau ijazah yang
dimiliki seseorang, maka semakin tinggi strata sosialnya. Begitu pula sebaliknya,
semakin rendah ijazah yang dimiliki seseorang, maka semakin rendah strata sosialnya.
Kedua, ukuran nonformal yaitu keahlian yang mereka miliki melalui keterampilan yang
dilakukannya. Keahlian tersebut diperoleh tidak melalui jalur pendidikan formal.
Menurut saya ilmu yang didapat pak mistaki dalam bercocok tanam didapat secara
nonformal yaitu melalui keahlian, mengingat sejak kecil beliau sudah membantu orang
tuanya dalam bercocok tanam sehingga ilmu yang beliau peroleh, dapat dikatakan dari
hasil kebiasaan yang selalu beliau pelajari sehari-hari.
Kedudukan beliau dalam keluarganya adalah sebagai kepala rumah tangga yang
mengayomi keluarganya, dan sebagai kepala keluarga beliau harus bekerja keras untuk
menghidupi keluarganya. Mengingat beliau memiliki tiga orang anak dan seorang istri.
Meskipun ketiga anaknya sudah merantau di daerah lain tapi tetap saja sebagai kepala
keluarga beliau harus menjadi seorang ayah yang baik, dan bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.2.3 Kebudayaan Petani
Dalam sosiologi pertanian dipelajari aspek-aspek kehidupan sosial yang terjadi
di masyarakat, khususnya masyarakat pertanian. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek
kebudayaan, stratifikasi sosial, kelembagaan, jaringan sosial, dan dampak globalisasi
terhadap kemajuan usaha pertanian di wilayah tersebut.
Dalam sosiologi, konsep kebudayaan sangat penting karena objek studi pokok
sosiologi adalah masyarakat dimana masyarakat tidak dapat dilepaskan dari
kebudayaan. Kebudayaan adalah sesuatu yang kompleks yang mencangkup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
19
Menurut Horton dan Hunt, masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling
berhubungan satu sama lain, sedangkan kebudayaan adalah sistem norma dan nilai
yang terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat tersebut. Dirumuskan secara
tegas lagi, kebudayaan adalah perangkat peraturan dan tata cara, bersama dengan
seperangkat gagasan dan nilai yang mendukungnya (Horton dan Hunt, terjemahan,
1987: 58).
Selain itu kebudayaan petani sama-sama mencerminkan dan menyokong
karakteristik dan pengalaman hidup komunitas pedesaan kecil, yakni kurangnya
anomali, dan hubungan dekat, face to face, dengan pengendalian normatif yang kuat
atau pengalaman yang sama dalam menumbuhkan lingkungan fisik dan sosial yng
serupa vis a vis dengan sikap-sikap pendatang (shanin, 1988:4).
Dalam satu tahun beliau hanya menanam jagung saja sebagai komoditas utama,
hal itu disebabkan karena daerah tersebut menerapkan irigasi tadah hujan, sehingga
komoditas yang tepat dalam daerah tersebut adalah jagung, mengingat jagung adalah
tanaman yang tidak terlalu banyak membutuhkan air dan cara perawatannya tidak
terlalu intensif.
dalam menanam jagung pertama-tama, beliau membuat bedengan, kemudian
membuat lubang atau dalam bahasa jawa digejek...untuk menanam jagung dengan
menanam sebanyak dua biji perlubang, kemudian melakukan pemupukan, pupuk yang
dipakai pada awal masa tanam adalah jenis pupuk urea, lalu setelah jagung berusia 36
hari dilakukan pemupukan lagi dengan menggunakan pupuk kandang, pemupukan
diberikan selama tiga kali. Untuk penyiangan dilakukan dengan menggunakan cangkul
tanpa mencabuti rumputnya, karena metode penyiangan yang beliau lakukan dengan
cara membuat gundukan di samping tanaman jagung sehingga gulma-gulma tertimbun
dibawahnya. Irigasi yang diterapkan dilahan beliau adalah irigasi secara tradisional,
karena di daerah tersebut menggunakan irigasi tadah hujan sehingga sulit untuk
mendapatkan air. Dalam usaha pertanian selalu mengalami kendala, beliau menjelaskan
kendala yang dihadapi adalah hama dan penyakit yang dialami oleh tanaman jagung.
Hama yang menyerang tanaman jagung beliau adalah ulat, belalang dan masih
banyak lagi, selain itu penyakit yang biasa dialami oleh jagung adalah penyakit bulai.
Namun, untuk mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman jagung
20
yang beliau miliki, beliau tidak menggunakan pestisida baik pestisida alami maupun
sintetis, penanganannya hanya dilakukan secara tradisional atau tak jarang hanya
dibiarkan begitu saja tanpa adanya penanganan yang berarti. Untuk mengetahui masa
panen biasanya ciri tanaman jagung yang siap panen adalah tongkolnya sudah
membesar dan menguning, dan tanamannya mulai menguning dan mengering.
Pemanenan dilakukan dengan menggunakan sabit. Lalu dikupas dan di jemur, jagung
yang sudah kering di pisahkan antara biji dan tongkolnya. sebagian dari hasil panen di
jual dan sebagian lagi disimpan, penyimpanan dilakukan dengan menggantung jagung
yang belum dikupas didalam gudang penyimpanan.
Pengetahuan yang beliau dapatkan dalam mengolah lahan didapat dari orang
tua, karena sejak kecil beliau membantu orangnya dalam mengolah sawah. Sehingga,
beliau paham dan mengerti bagaimana harus mengolah lahan yang baik. Selain itu cara
budidaya yang beliau terapkan tidak berubah sedikitpun.mengingat didaerah tersebut
kekurangan air dan irigasi yang di terapkan adalah tadah hujan sehingga untuk
mengganti komoditas selain jagung merupakan hal yang tidak mungkin.
Diagram Alir Teknik Bercocok Tanam
Lakukan pengolahan
Setelah 36 hari, diberi pupuk
Memberi urea dan pupuk kandang
Menanam benih, tiap lubang dua
Membuat lubang atau digejek
Membuat bedengan
21
Dalam usahanya tani yang dimiliki oleh pak mistari adalah lahan tegalan, karena
daerah tersebut tidak memiliki persawahan sehingga mayoritas komoditas yang ditanam
adalah komoditas yang tidak memerlukan banyak air selain itu daerah tersebut
merupakan daerah tadah hujan sehingga pengairannya tergantung oleh musim hujan.
Jika komoditas yang ditanam adalah padi maka diperlukan irigasi yang banyak karena
pada musim tanam awal padi memerlukan banyak air untuk pertumbuhannya. Selain itu
padi hanya bisa ditanam disawah sedangkan daerah tersebut tidak memiliki sawah.
2.2.4 Perubahan Sosial Budaya Petani Terkait Cara Bercocok Tanam
Dalam mengolah lahan pertanian dari tahun ke tahun cara bercocok tanam
tetaplah sama karena pengetahuan cara bercocok tanam dari bapak mistari didapat dari
orangtuanya. Bapak Mistari mulai bertani sejak tahun 1987. Pada awalnya lahan
pertanian yang dimiliki pak mistari merupakan lahan yang diberi oleh orang tuanya,
sedangkan sisanya didapat dari hasil keringat dan jirih payah pak mistari. Komoditas
yang ditanam dari dulu adalah jagung dan hingga sekarang tetaplah sama. Mengingat,
lahan tersebut merupakan lahan tadah hujan sehingga komoditas yang cocok untuk
sistem penanaman adalah tanaman yang tidak begitu banyak air, selain itu perawatan
untuk komoditas jagung tidak terlalu intensif dibanding komoditas lainnya seperti
contohnya komoditas cabe.
Menurut beliau kegiatan bercocok tanam dari tahun ke tahun meskipun terjadi
perubahan zaman tetaplah sama. Mengingat kebudayaan sudah mendarah daging di diri
beliau sehingga susah untuk dirubah.
Kegiatan panen dan pascapanen
Lakukan penyiangan
22
2.2.5. Lembaga Yang Berkaitan Dengan Pengadaan Sarana Produksi, Tenaga Kerja
dan Pemasaran Hasil Usaha Tani
Kelembagaan pertanian mampu memberikan jawaban atas permasalahan-
permasalahan petani saat ini. Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan
merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh petani,
agar mereka dapat bersaing dalam melaksanakan kegiatan usahatani dan dapat
meningkatkan kesejahteraan hidupnya (Suhud, 2005). Kelembagaan sangat penting
bagi petani. Namun, terkadang petani masih tidak terlalu peduli dalam adanya
kelembagaan.
Lahan yang dimiliki bapak mistari adalah 300 m2
, untuk memperoleh benih
biasanya bapak mistari mendapatkan benihnya dari hasil panen sebelumnya dengan
menyimpah sebagian hasil panen yang lalu untuk dijadikan sebagai benih untuk tanam
yang akan datang. Pada proses penanaman dibutuhkan pupuk, pupuk yang dipakai
biasanya jenis urea dan pupuk kandang. Pupuk urea didapat dengan membeli di toko,
biasanya pupuk yang dibutuhkan untuk memupuk 300 m2
sebesar 250 kg sedangkan
pupuk kandang diperoleh dengan membuat sendiri, mengingat pak mistari memiliki dua
ekor sapi, sehingga limbah kotoran sapi yang didapat digunakan sebagai pupuk
kandang. Pupuk kandang dipakai pada apabila tanaman sudah mencapai umur 36 hari.
Sedangkan, untuk penggunaan pestisida pak mistaki tidak menggunakan pestisida
sedikitpun baik pestisida kimia maupun nabati. Mengingat di daerah tersebut
merupakan tegalan yang hanya ditanami tanaman yang tidak terlalu membutuhkan air.
Karena daerah tersebut merupakan daerah tadah hujan sehingga irigasinya sangat
terbatas yang hanya dipengaruhi oleh musim saja. Jadi irigasi yang dipakai adalah
irigasi tadah hujan. Untuk pengolahan lahan biasanya pak mistari dibantu oleh istrinya
tanpa campur tangan orang lain, mengingat komoditas yang ditanam adalah jagung
sehingga tidak membutuhkan pengolahan yang intensif. Beberapa bulan kemudian,
jagung pun siap dipanen, biasanya hasil panen sebagian kecil dikonsumsi dan sebagian
besar dijual untuk menyambung hidup. Sebelum dijual jagung dikupas dan di jemur
kemudian dipisahkan dengan tongkol dan bijinya. Kemusian dilakukan penyortiran hal
itu dilakukan untuk menaikan harga jual jagung. Karena biasanya jika tidak dipisahkan
harga jagung turun karena terdapat tongkol dan memberatkan bagi pedagang. untuk
menjual hasil panennya biasanya pak mistari harus mendatangi pedagang, terkadang tak
23
jarang pedagang yang mendatangi petani. Pedagang membeli hasil panen petani
perkilo, karena yang dibeli berupa benih. Untuk harganya biasanya itu tergantung pada
mutu panen dan permintaan pasar. Dari literarur yang saya dapat, pak mistari tidak tahu
tentang adanya kelembagaan usaha tani. Terkadang sulit merubah kebiasaan seseorang
yang sejak dulu sudah tertanam.
2.2.6 Kesimpulan
Dari wawancara yang kami peroleh pak mistari merupakan petani golongan rendah
Cara bercocok tanam didapat secara nonformal yaitu melalui keahlian
Komoditas yang ditanam di tegalan adalah jagung
Dilihat dari segi kelembagaan pak mistari tidak mengerti tentang pentingnya
kelembagaan
Dalam mengolah tegalan tidak terjadi perubahan
2.3 Deskripsi Keluarga dan Usaha Tani Bapak Yadi (Oleh : Derra Marhaendar Mayang)
2.3.1 Diskripsi Keluarga Petani
Nama Petani : Yadi
Umur : 54 tahun
Tingkat Pendidikan Formal : SMP
Pekerjaan Kepala Keluarga : a. Utama sebagai Petani
b. Sampingan memelihara sapi
Menjadi petani sejak : 1985
Jumlah anggota rumah tangga : 5 orang
Luas Rumah : 7 m x 11 m
Keluarga Bapak Yadi, tinggal di dusun Sengon, Dalisodo, Kecamatan Wagir.
Bapak Yadi sekarang berumur 54 tahun, Bapak Yadi memiliki tingkat pendidikan
sampai SMP (sekolah menengah pertama). Bapak Yadi memiliki satu istri dengan satu
anak. Anaknya sudah berkeluarga dan telah memiliki anak. Anak bapak Yadi tinggal
bersama dengan bapak Yadi, di rumah yang berukuran 7 meter x 11 meter terdapat 5
24
anggota. Seperti halnya orang desa keluarga Bapak Yadi juga sangat baik dan
sederhana. Mereka menerima tamu dengan ramah. Keluarga bapak Yadi bekerja sebagi
petani, dengan pekerjaan sampingan sebagai peternak sapi. Bapak Yadi memilihara 1
ekor sapi dirumahnya. Setiap sore Beliau mencari rumput di ladang untuk sapinya.
Pekerjaan itu menjadi rutinitas Bapak Yadi. Bapak Yadi telah menjadi pni sejak 27
tahun yang lalu.
2.3.2. Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani
Menurut Waluya (2004:18-19), Diantara lapisan atas sampai paling rendah,
terdapat berbagai macam lapisan yang didasarkan pada beberapa kriteria. Misalnya,
suatu lapisan yang memiliki berbagai kriteria tersendiri yang dapat dihormati oleh
setiap anggota masyarakat. Mereka yang memiki banyak uang akan mudah sekali
mendapatkan tanah, kekuasaan, dan mungkin kehormatan. Ukuran atau kriteria yang
dapat dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan, yaitu
sebagai berikut.
a. Ukuran Kekayaan. Siapapun yang memiliki kekayaan paling banyak maka
akan termasuk pada lapisan atas. Kekayaan yang dimiliki seseorang akan terlihat secara
nyata dari bentuk rumah, kendaraan pribadi, cara berpakaian dan bahan yang
digunakannya, atau kebiasaan berbelanja barang-barang yangharganya tidak dapat
dijangkau oleh semua lapisan
b. Ukuran Kekuasaan.siapapun yang memiliki kekuasaan atau wewenang maka
akan menempati lapisan atas.
c. ukuran kehormatan, ukuran ini tidak terlepas dari ukuran kekuasaan atau
kekayaan. Orang yang disegani dan dihormati oleh masyarakat akan mendapat tempat
pada lapisan atas. Mereka yang memiliki kehormatan pada umumnya adalah orang
yang dituakan di masyarakat atau sebagai tokoh masyarakat.
d. Ukuran ilmu pengetahuan. Ukuran ini dipakai masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan, tetapi terkadang bukan ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran,
melainkan gelar kesarjana. Akibatnya, terjadi perlombaan untuk mendapatkan gelar
sarjana tanpa ada usaha untuk memperdalam ilmu pengetahuan. Hal ini terjadi karena
25
gelar kesarjanaan merupakan lambang dari ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang.
Oleh karena itu, orang yang memiliki gelar tersebut akan tersanjung dan memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anggota masyarakat pada umumnya.
Dari literatur petani di Indonesia mayoritas adalah petani gurem atau petani
kecil, yaitu petani yang hanya memiliki luas lahan usaha tani kurang lebih 0,25 ha.
Pada luasan lahan itu petani melakukan kegiatan usahatani mereka. Ada yang
menanami lahannya dengan jenis tanaman pangan semisal padi, jagung, atau ubi kayu.
Sebagian mengusahakan tanaman hortikultura/sayuran misalnya terong, cabai, kacang
panjang, buncis, kol dan tanaman sayuran yang lain. Beberapa petani menanam
tanaman-tanaman perkebunan seperti kakao, kopi, lada dan lain-lain. Lahan yang
memiliki asupan air cukup melimpah dimanfaatkan oleh petani untuk membudidayakan
ikan. Beternak juga menjadi salah satu pilihan dalam usahatani yang tidak sedikit
dipilih sebagai usaha di bidang pertanian. Tetapi apapun usahatani yang dijalankan,
pada lahan seluas itulah mayoritas petani Indonesia berusahatani.
Dari hasil wawancara. Bapak Yadi memiliki lahan tegal seluas 750 m². Lahan
tersebut diperoleh dari hasil membeli. Lahan dibeli pada tahun 1985, atau sekitar 27
tahun yang lalu. Bapak Yadi tidak harus menyewa lahan untuk bercocok tanam. Beliau
menggunakan lahan tersebut untuk memenuhi hidupnya dan keluarganya. Bapak Yadi
pun tidak melakukan bagi hasil dengan orang lain, Beliau mengurus sawahnya sendiri.
Bapak mengurus sawah dengan istrinya.
Selain bekerja sebagai petani, Beliau memiliki pekerjaan sampingan sebagai
peternak sapi. Beliau mengurus satu sapi. Sebelumnya, Bapak Yadi memiliki lebih dari
satu sapi tetapi dijual untuk memperbaiki rumah. Sapi digunakan sebagi tabungan yang
apabila perlu dapat dijual. Bapak Yadi memiliki alat transportasi yakni satu sepedah
motor, sarana komunikasi memiliki satu televisi, dan satu handpone (hp).
Beliau memiliki rumah dengan luas 7 meter x 11 meter, dengan kondisi rumah
yang sudah bagus. Keadaan dinding telah bertembok, kondisi lantai bertegel, dan
kondisi atap yang memakai genting. Kekayaan baik Yadi dalam taraf cukup dilihat dari
keadaan rumah beliau. Bapak Yadi sebagai petani biasa seperti petani yang lain
didesanya. Bapak Yadi tidak memiliki kekuasaan apapun, bukan sebagai ketua
kelompok tani maupun apapun.
26
Bapak Yadi memiliki kekayaan yang cukup/sedang dilihat dari keadaan rumah
yang bagus dengan lantai yang telah ditegel. Tingkat pendidikan keluarga Bapak Yadi
pun cukup baik, mereka telah mampu menggunakan bahasa Indonesia sehingga mampu
berinteraksi dengan kita yang kurang menguasai bahasa Jawa yang menjadi bahasa
keseharian keluarga Bapak Yadi. Bapak Yadi memiliki tingkat pendidikan sampai
dengan SMP (sekolah menengah pertama). Tingkat pendidikan yang cukup baik untuk
petani biasanya di desa. Status kekuasaan dan kehormatan Bapak Yadi dari hasil
wawancara seperti petani yang lain. Beliau tidak ikut dalam lembaga seperi kelompok
tani.
2.3.3. Kebudayaan Petani
Dari literatur mengatakan, kelompok kebudayaan petani pedesaan menduduki
bagian terbesar di dunia. Masyarakat petani ini merupakan kesatuan ekonomi, sosial
budaya dan administratif yang besar. Sikap hidup gotong royong mewarnai kebudayaan
petani pedesaan. Sedangkan pengertian kebudayaan nasional ialah gabungan dari
kebudayaan daerah yang ada di Negara tersebut.
Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang
terdapat dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu tak ada
Kebudayaan Nasional. Nusantara. Kebudayan Nasional merupakan realitas, karena
kesatuan nasional merupakan realitas. Sehingga dapat membuat seluruh masyarakat
dapat menghayati sebagai bermakna.
Bapak Yadi memiliki lahan seluas 750 m². Lahan pak Yadi berupa lahan tegal,
di daerah desa Pak Yadi tidak terdapat sawah, kerena keadaan air yang sulit. Pada lahan
Pak Yadi saat ini ditanami cabai, dengan pengolahan tanah menggunakan cangkul
dengan mencangkul lahan dan dibuat guludan dengan lebar 100 cm dengan panjang
sesuai lahan. Persemaian dilahan dengan menyebar benih di polibag. Bibit ditanam
setelah berusia 3 minggu samapai 1 bulan setelah disebar. Benih persemain cabai
berasal dari biji cabai yang hasil panen sebelumnya. Benih tidak beli, tidak jelas
varietasnya karena benih dibuat sendiri dari hasil panen sebelumnya. Dengan cara
mengambil benih biji Lombok/cabai dan kemudian dikeringkan. Kebutuhan bibit per
700 m2 tidak pasti karena perlu penyulaman. Jika, ada yang mati ditanami lagi dengan
27
bibit yang masih ada dipersemaian. Mereka membuat lebih untuk penyulaman. Cara
tanam cabai dengan jarak dua telapak tangan atau 30-50 cm. kondisi air daerah Sengon,
Dalisodo, sulit dalam pengairan. Sumber air berasal dari coban/ air terjun. Sehingga, air
membawa dari rumah dan memanfaatkan air hujan. Dalam budidaya cabai bapak
menggunakan pupuk kimia urea, pupuk Petroganik dan ZA. Dilakukan pada awal
tanam dan dilakukan bertahap hingga 5 kali pemupukan. Pebandingan pupuk 5 kg: 3kg
: 5kg. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan sabit dan dengan menggunakan
tangan. Jenis hama yang menyerang adalah wereng, cara mengendalikan tidak
dikendalikan dengan menyemprot pestisida. Hanya dibiarkan saja kata Bapak Yadi
harga Lombok yang murah yakni ± Rp 8.000 perkilogram, tidak seimbang apabila
menggunakan pestisida. Cara menentukan panen cabai adalah warna cabai yang sudah
berwarna kemerahan sampai dengan merah. Pemanenan cabai dapat dilakukan hingga
10 kali panen, cabai dapat berumur sampai dengan 8 bulan. Hasil panen langsung dijual
ke pedagang atau tengkulah cabai. Banyak tengkulah yang datang menghampiri ke
kebun.
Bapak Yadi memperoleh ilmu bercocok tanam tanaman cabai dari orang tua
turun menurun. Keluarga Bapak Yadi telah menjadi petani sejak dahulu turun menurun.
Pengolahan tanah
Pemasaran
Panen
Perawatan
Penanaman
Persemaian
28
2.3.4. Perubahan Sosial
Dari literatur mengatakan kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial
merupakan gejala yang wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam
masyarakat. Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih
terjadi interaksi antarmanusia dan antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi karena
adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan
masyarakat, seperti perubahan dalam unsurunsur geografis, biologis, ekonomis, dan
kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan
perkembangan zaman yang dinamis.
Pertanian yang dilakukan Bapak Yadi dari dahulu sampai sekarang tetap sama.
Yakni, menanam cabai dan kadang Jagung. Perubahan sosial terjadi saat tanaman cabai
yang pada tahun kemarin mencapai ± Rp 50.000 perkilogram. Bapak Yadi pada saat itu
mendapat keuntungan yang banyak, sehingga mampu memperbaiki kehidupan yang
sebelumnya. Tetapi pada saat ini harga cabai rendah hanya Rp 8.000 perkilogram.
Dalam, pertanian fluktuatif harga sering terjadi, kadang petani mendapatkan
keuntungan yang besar, dan kadang hanya bisa balik modal dan tidak jarang juga
merugi. Sama halnya dengan bapak Yadi.
Sehingga, perubahan sosial yang terjadi pada Bapak Yadi dipengaruhi oleh
faktor ekonomis yakni dipengaruhi atas kelonjakan harga cabai sehingga bisa
memperbaiki ekonomi bapak Yadi.
2.2.5. Lembaga yang Berkaitan dengan Penyediaan/Pengendalian Sarana Produksi,
Tenaga Kerja, dan Pemasaran Hasil Petani Sampel
Lembaga atau organisasi adalah hal yang penting dalam kemajuan usaha.
Menurut Syahyuti (2010), menyatakan bahwa lembaga” adalah terjemahan langsung
dari ”institution”, dan organisasi adalah terjemahan langsung dari ”organization”.
Keduanya merupakan kata benda. Sementara ”kelembagaan” adalah terjemahan dari
”institutional”, yang bermakna sebagai ”berbagai hal yang berhubungan dengan
lembaga”. Demikian pula dengan ”keorganisasian” (dari terjemahan ”organizational”)
yang bermakna sebagai ”berbagai hal yang berhubungan dengan organisasi”. Ini serupa
29
dengan kata ”kepresidenan” yang bermakna segala hal yang berhubungan dengan
presiden, dan ”kehutanan” yang bermakna sebagai hal-hal yang berhubungan dengan
hutan. Dalam kamus, tambahan suffix –al dalam bahasa Inggris menjadikan kata asal
yaitu kata benda menjadi kata sifat. Namun, dalam tata bahasa Indonesia, saya merasa
lebih sesuai bahwa kelembagaan, keorganisasian, kepresidenan, dan kehutanan adalah
”kata benda abstrak”, bukan ”kata sifat”
Berdasarkan penelusuran referensi yang berkembang, semenjak era sosiologi
klasik sampai dengan munculnya paham kelembagaan baru, maka ada tiga bagian
pokok yang ada dalam lembaga. Ketiga bagian tersebut menjadi objek pokok kalangan
sosiologi dan sosiologi ekonomi dalam menjelaskan lembaga selama ini, yakni
mencakup aspek-aspek normatif, regulatif, dan kultural-kognitif.
Dari hasil wawancara, status lahan yang diusahakan Pak Yadi pada saat ini
adalah tegal milik sendiri dengan luas 750 m². Cara memperoleh bibit cabai yaitu bibit
dibuat sendiri dari hasil pengambilan benih dari Lombok hasil panen sebelumnya.
Sehingga tidak membeli dari orang lain. Benih disebar dipolibag dan dijadikan bibit
cabai. Asal mula pemberoleh pupuk kimia yakni pupuk Urea 1 sak dan ZA 1 sak dibeli
secara kontan ke kelompok tani. Bapak ini membeli di kelompok tani tetapi tidak
bergabung dalam kelompok tani. Tidak menjadi anggota kelompok tani. Pupuk
anorganik yang dipakai adalah Pupuk Petroganik yang juga dibeli secara kontan tidak
kredit. Bapak Yadi memperoleh pupuk organik dan anorganik dari kios pertanian
Bapak Rajiono. Asal memperoleh air (irigasi) untuk tanaman yang diusahan dengan
memanfaatkan air dari sumber air terjun/coban. Di lahan bapak Yadi sulit mendapatkan
air sehingga kadang bapak Yadi harus membawa air dari rumah. Asal tenaga kerja
berasal dari teman-teman bapak Yadi yang secara bergantian membantu dalam usaha
pertanian yang diusahakan masing-masing. Dalam usaha bercocok tanam cabai saat ini
Bapak Yadi menggunakan jasa buruh dengan upah Rp 20.000 hingga siang hari. Bapak
Yadi memperoleh tenaga kerja cukup mudah karena telah mempunyai kelompok atau
grup antar teman-teman sesama petani sehingga mereka bisa bergantian membantu.
Pemanfaatan dan pemasaran tanaman cabai yang diperoleh sebagian kecil dikonsumsi
dan yang lainnya dijual untuk memenuhi kehidupan mereka. Sebelum dijual Bapak
Yadi tidak pernah melakukan sortir, dibersihkan, dikupas, dipotong, digrad maupun
dikemas karena Bapak menjual cabai perkilogram kepada tengkulah.
30
Pedagang/tengkulah datang ke lahan untuk membeli hasil panen. Bapak Yadi menjual
hasil panen kepada tengkulah/pedagang. Pedagang datang langsung ke lahan. Pedagang
membeli hasil panen tersebut dengan satuan kilogaram. Setiap 1 kilogram cabai seharga
Rp 8.000. Harga pada saat ini cukup rendah.
2.3.5. Kesimpulan
Bapak Yadi memperoleh ilmu bercocok tanam tanaman cabai dari orang tua
turun menurun. Keluarga Bapak Yadi telah menjadi petani sejak dahulu turun
menurun.
Bapak Yadi adalah kepala keluaga yang memiliki 1 istri dan 1 anak. Yang
tinggal di Dusun Segon, Desa Dalisodo, Kecamatan Wagir.
Bapak Yadi bekerja sebagai petani dan pekerjaan sampingan sebagai peternak
sapi.
Bapak Yadi mempunyai lahan 750 meter² dengan komiditi yang saat ini
ditanam adalah cabai. Dengan masa tanam hingga 8 bulan hst dan dapat
dipanen hingga 10 kali.
Bapak Yadi menggunakan pupuk organik yakni Petroganik dan pupuk
anorganik Urea dan ZA. Perbandingan penggunaan pupuk Urea: ZA:
Petroganik yakni 5kg: 5kg: 3kg. Pupuk tersebut dibeli dari kios pertanian,
pupuk dibeli secara kontan. Tetapi, Bapak Yadi tidak menggunakan pestisida
dalam budidaya cabai dengan tidak untung apabila tidak Bapak Yadi dalam
budidaya cabai juga menggunakan pekerja yang berasal dari teman-temannya
dengan upah RP 2.000 perhari. Pada sekarang ini harga cabai perkilogram
hanya dihargai Rp 8.000 perkilogramnya. Pedagang cabai langsung datang
mengambil hasil panen Bapak Yadi. Keluraga Bapak Yadi merupakan
keluarga yang sederhana dan ramah.
Perubahan sosial yang dialami Bapak Yadi pada saat harga cabai naik.
Sehingga, mampu memperoleh pendapatan yang tinggi untuk memenuhi
kebutuhannya.
31
2.4 Deskripsi Keluarga dan Usahatani Petani D (Oleh : Intan Kartika Agnestika)
Identitas Petani
Nama : Warsiman
Umur : 65 tahun
Tingkat pendidikan formal : SD
Pekerjaan KK : a. Utama : Petani kayu basiah
: b. Sampingan : Memelihara ternak
Sejak kapan menjadi petani : dari kecil
Jumlah anggota keluarga : 6 orang; 1 orang istri dan 4 orang anak
Luas lahan tegal : ± 300 m2
2.4.1 Deskripsi Keluarga
Di desa Dalisodo, dusun Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang,
terdapat sebuah keluarga dengan kepala keluarga yang pekerjaan utamanya sebagai
petani bernama Bapak Warsiman. Saat ini beliau berumur 65 tahun, mempunyai
seorang istri dan empat orang anak yang sudah hidup merantau di kota lain. Tingkat
pendidikan terakhir yang beliau tempuh adalah sekolah dasar (SD). Beliau belajar
bertani dan mengenai pertanian sejak beliau kecil, dan beliau mendapatkan ilmunya
dari kedua orangtuanya.
2.4.2 Status Sosial Ekonomi Keluarga Petani Sampel
Dalam sosiologi pertanian dipelajari aspek-aspek kehidupan sosial yang terjadi
di masyarakat, khususnya masyarakat pertanian. Aspek-aspek kehidupan sosial
tersebut meliputi status sosial serta ekonomi petani sampel. Status sosial adalah
tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan
kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi (Wikipedia, 2012).
Dalam suatu kehidupan sosial suatu masyarakat, terdapat pula penggolongan-
penggolongan struktur masyarakat berdasarkan aspek tertentu, misalnya kekayaan,
pendidikan, keturunan, dll. Menurut Pitirim A. Sorokin dalam Maryati (2006:16),
stratifikasi sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat (hierarkis). Sistem lapisan strata sosial tersebut merupakan suatu ciri
32
yang tetap dan umum dalam setiap kehidupan masyarakat yang teratur. Dalam
kehidupan bermasyarakat, akan dijumpai orang-orang yang memiliki sesuatu yang
dihargai atau dibanggakan karena mempunyai lebih banyak daripada yang dimiliki
orang lain. Oleh karena itu, orang tersebut akan dianggap mempunyai status atau
kedudukan sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki
sesuatu yang terbatas atau tidak memilikinya sama sekali, sehingga kedudukannya
dalam masyarakat akan lebih rendah.
Kriteria yang menjadikan masyarakat berlapis-lapis, antara lain ukuran
kekayaan, ukuran kekuasaan, ukuran kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan
Soerjono Soekanto dalam Suroso (2008:13). Ukuran kekayaan yang tinggi atau
banyak, sedang atau cukup, dan sedikit atau miskin. Ukuran kekayaan dalam
kehidupan masyarakat pedesaan adalah luas kepemilikan lahan dan penguasaan tanah
yang dimiliki seseorang. Ukuran kekuasaan terkait dengan besar kecilnya pengaruh
yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya. Semakin luas dan tinggi pengaruh
yang dimiliki seseorang, maka semakin tinggi pula stratifikasi yang dimiliki orang
tersebut. Untuk ukuran kehormatan, setiap daerah pasti akan memiliki tradisi masing-
masing, sehingga akan memberikan kehormatan kepada seseorang dengan tingkatan
yang berbeda dengan cara yang berbeda pula. Penghormatan yang diberikan oleh
seseorang kepada orang lain bersifat objektif bukan bersifat subjektif. Kehormatan
yang diperoleh dari seseorang bukan datang dari dirinya sendiri, melainkan penilaian
yang datang dari orang lain. Uktuk ukuran ilmu pengetahuan atau ukuran pendidikan
yang diperoleh, meliputi dua ukuran, yaitu ukuran gelar atau ijazah serta ukuran
keahlian yang dimiliki.
Keluarga Bapak Warsiman adalah salah satu keluarga di RT 7, Desa Dalisodo,
Dusun Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang. Bapak Warsiman sendiri
merupakan kepala keluarga dalam keluarga tersebut. Beliau memiliki seorang istri
dan empat orang anak. Keempat anak beliau hidup merantau di luar kota lain. Tingkat
pendidikan terakhir yang beliau tempuh adalah sekolah dasar (SD).
Bapak Warsiman memiliki lahan berupa tegalan dengan luas ± 300 m2, beliau
mendapatkan lahan tersebut dengan membelinya tahun 1998. Selain memiliki
pekerjaan utama sebagai petani kayu basiah, beliau memiliki pekerjaan sampingan
memelihara ternak. Sedangkan istrinya bekerja sebagai pedagang sayuran di pasar
terdekat. Ternak yang dimiliki beliau adalah tiga ekor sapi. Namun, beliau dan
33
sekeluarga hanya memelihara satu ekor sapi, sedangkan dua ekor sapinya yang lain
dipelihara oleh orang lain. Alasan beliau tidak memelihara ketiga sapinya dan hanya
memelihara satu ekor sapi saja karena beliau sekeluarga tidak mempunyai tenaga
lebih untuk mengurusnya.
Keluarga Bapak Warsiman mempunyai satu unit sepeda ontel. Untuk
mengangkut barang dagangan sang istri untuk dijual di pasar, beliau menyewa pick up
yang dibayar bersama-sama dengan tetangga mereka sesama pedagang sayuran.
Beliau sekeluarga memiliki sarana komunikasi berupa satu unit radio, satu unit
televisi, dan satu unit handphone. Beliau juga mempunyai satu perangkat timbangan
yang biasanya digunakan untuk menimbang sayuran yang akan dijual istrinya saat
berjualan di pasar. Kondisi tempat tinggal Bapak Warsiman dan keluarga cukup bagus
dan nyaman, dengan luas keseluruhan bangunan 66 m2 dan berlantai tegel/ keramik,
berdinding tembok, dan beratap genteng biasa.
Keluarga Bapak Warsiman merupakan salah satu keluarga di RT 7, Desa
Dalisodo, Dusun Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang yang merupakan
keluarga petani biasa.
2.4.3 Kebudayaan Petani
Dalam sosiologi, konsep kebudayaan sangat penting karena objek studi pokok
sosiologi adalah masyarakat dimana masyarakat tidak dapat dilepaskan dari
kebudayaan. Menurut Ralph Linton dalam Maryati (2006), kebudayaan adalah
keseluruhan dari pengetahuan, sikap, dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan
yang diwariskan dan dimiliki oleh anggota suatu masyarakat tertentu.
Lahan tegalan yang dimiliki Bapak Warsiman ditanami kayu basiah yang masa
panennya 8 hingga 10 tahun sekali. Bapak Warsiman memilih bercocok tanam kayu
basiah karena beliau mengikuti tetangga-tetangganya yang juga bercocok tanam kayu
basiah, serta perawatan dan pemeliharaan kayu basiah tidak terlalu sulit dengan masa
panen yang lama, sehingga tidak membutuhkan tenaga yang terlalu banyak untuk
kegiatan panen serta pascapanennya. Kayu basiah sendiri tidak memerlukan banyak
air, sehingga sistem pengairan atau irigasi yang diterapkan oleh Bapak Warsiman
adalah tidak terlalu sering mengairi lahannya. Lahan yang dimiliki Bapak Warsiman
merupakan lahan kering.
34
Cara bercocok tanam yang diterapkan Bapak Warsiman, antara lain
mempersiapkan lahan, pembibitan kayu basiah, penanaman serta pemeliharaan kayu
basiah, dan yang terakhir adalah kegiatan panen dan pascapanen.
Mempersiapkan lahan dalam hal ini mencakup kegiatan pengolahan tanah.
Pengolahan tanah yang diterapkan oleh Bapak Warsiman adalah pengolahan tanah
dengan menggunakan cangkul. Pengolahan lahan ini bertujuan agar lahan yang akan
digunakan untuk bercocok tanam lebih siap untuk kegiatan penanaman, serta tanah
pada lahn tersebut dapat berbalik. Dalam artian, tanah yang berada di lapisan atas
akan berada di lapisan bwaha, begitu pula sebaliknya. Sehingga, tanah yang akan
digunakan untuk bercocok tanam akan lebih subur.
Untuk kegiatan pembibitan, Bapak Warsiman menggunakan bibit kayu basiah
yang beliau dapatkan dari membeli di kios-kios di sekitar rumahnya. Setelah kegiatan
pembibitan, kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah penanaman dan pemeliharaan
kayu basiah setelah ditanam. Beliau menggunakan jarak tanam 3 m, dengan setiap
lubang tanam satu bibit. Cara beliau menanam bibit kayu basiah adalah dengan
menancapkannya ke dalam tanah. Lahan tegalan yang beliau gunakan untuk bercocok
Mempersiapkan lahan
Pembibitan kayu basiah
Penanaman kayu basiah di lahan yang telah
disediakan
Perawatan kayu basiah
Pemanenan
Kegiatan pascapanen
35
tanam kayu basiah merupakan lahan kering berupa tegalan. Sehingga, untuk kegiatan
pengairan atau irigasi, beliau mengandalkan air hujan atau memanfaatkan air irigasi
dari hutan yang tidak jauh dari lahan tegalannya.
Untuk gulma-gulma yang ada di lahan tegalan beliau, rata-rata rumput yang
beliau siangi dengan sabit. Pupuk yang diaplikasikan dalam lahan tegalan Bapak
Warsiman hanya sekali kegiatan pemupukan, yaitu pada saat awal tanam dengan
komposisi pupuk kandang dan urea dengan perbandingan 1:1. Setelah itu, untuk
selanjutnya beliau tidak menggunakan pupuk kembali. Sedangkan untuk hama yang
mengganggu perkembangan pembudidayaan kayu basiahnya, beliau mengaku tidak
tahu, sehingga beliau tidak mengaplikasikan pestisida dalam kegiatan bercocok
tanamnya.
Kayu basiah yang sudah siap dipanen adalah kayu basiah yang secara
morfologinya sudah tua dan besar. Pemanenan yang biasa dilakukan adalah dengan
mencabutnya dari tanah.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan, dalam satu tahun lahan
kering berupa tegalan yang dimilikinya ditanami kayu basiah terus menerus sampai
masa panen tiba, yaitu sekitar 8 hingga 10 tahun. Berdasarkan data tersebut, kami
menyimpulkan bahawa lahan tersebut dapat terserang hama dan penyakit karena lahan
tersebut tidak mengalam masa bera atau masa istirahat.
2.4.4 Perubahan Sosial Budaya Petani
Seiring dengan berkembangnya zaman, globalisasi mulai merambah pertanian.
Perubahan dan pembangunan masyarakat, khususnya yang terjadi pada masyarakat
pedesaan terjadi di setiap lapisan masyarakat. Menurut Kingsley Davis dalam
Saraswati dan Widaningsih (2008:37), perubahan sosial merupakan bagian dari
perubahan kebudayaan yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan
filsafat.
Bapak Warsiman memulai kegiatan bertani sejak kecil dengan ilmu yang
didapatkan dari kedua orangtuanya. Beliau membeli lahan yang beliau gunakan
sekarng untuk bercocok tanam pada tahun 1998. Pada awal beliau membeli lahan
tesebut, beliau menggunakannya untuk bercocok tanam cabe rawit. Namun setelah
sekian tahun, beliau merasa tidak ada perubahan yang berarti. Dalam arti beliau tidak
36
selalu untung, sehingga beliau memutuskan bercocok tanam kayu basiah. Beliau
memutuskan bercocok tanam kayu basiah karena beliau mengikuti tetangga-
tetangganya yang juga menanam kayu basiah di lahannya, karena tidak selalu
memperoleh keuntungan saat bercocok tanam cabe rawit. Selain itu, bercocok tanam
kayu basiah tidak terlalu mengeluarkan banyak tenaga karena perawatannya yang
tidak terlalu sulit, serta waktu panennya yang lama, sekitar 8 hingga 10 tahun sekali,
sehingga beliau tidak perlu mengeluarkan tenaga yang terlalu banyak untuk kegiatan
panen serta pascapanen.
Menurut pendapat beliau, kegiatan bercocok tanam pada zaman dahulu hingga
sekarang tidak mengalami perubahan. Hal itu dikarenakan alat pengolahan
pertaniannya sama dengan dahulu, yaitu menggunakan cangkul.
2.4.5 Kelembagaan
Kelembagaan pertanian mampu memberikan jawaban atas permasalahan-
permasalahan petani saat ini. Menurut Horton dalam Nurcholis (2007:211), lembaga
adalah suatu sistem norma yang dipakai untuk mencapai tujuan atau aktivitas yang
dirasa penting, atau kumpulan kebiasaan dan tata kelakuan terorganisir dan terpusat
dalam kegiatan utama manusia. Jadi, suatu lembaga merupakan proses yang tertruktur
yang dipakai orang untuk menyelenggarakan kegiatannya.
Beliau memiliki lahan berupa tegalan dengan luas ± 300 m2, beliau
mendapatkan lahan tersebut dengan membelinya tahun 1998. Untuk kegiatan
pembibitan, beliau mendapatkan bibit kayu basiah dengan membelinya dari pedagang
di kios-kios di sekitar rumahnya secara konstan.
Untuk pemberian pupuk, Bapak Warsiman hanya memberikannya satu kali,
yaitu pada saat awal tanam. Pupuk yang digunakan adalah campuran antara pupuk
kandang dengan pupuk urea dengan perbandingan 1:1. Setelah itu, tidak ada
pemberian pupuk kembali. Sedangkan untuk pesetisida, beliau tidak mengaplikasikan
pestisida dalam kegiatan bercocok tanamnya. Hal ini dikarenakan beliau tidak
mengetahui hama yang menyerang tanaman kayu basiah yang dibudidayakannya.
Untuk kegiatan pengairan atau irigasi, beliau menggunakan air yang beliau
dapatkan dari hutan dekat lahan tegalannya. Namun, kadangkala beliau tidak
37
menyiram lahannya karena beliau yakin kayu basiah akan bertahan lama apabila tidak
disiram.
Untuk membantu beliau dalam merawat serta memelihara lahan tegalannya
yang beliau tanami kayu basiah, beliau tidak menggunakan tenaga kerja lain.
Sehingga beliau hanya mengandalkan tubuhnya yang renta untuk merawat serta
memelihara lahannya.
Dalam kegiatan panen dan pascapanen, kegiatan pemasaran adalah kegiatan
yang paling utama. Kegiatan pemasaran adalah kegiatan untuk menjual dan
memasarkan hasil-hasil pertanian. Untuk kegiatan pascapanen dan pemasaran kayu
basiah, biasanya Bapak Warsiman memilih hasil panen kayu basiahnya berdasarkan
besarnya. Kayu basiah yang memiliki ukuran besar dijual, sedangkan yang berukuran
kecil dikonsumsi sendiri oleh keluarganya. Cara penjualan kayu basiah yang
berukuran besar, yaitu para pedagang-pedagang/ tengkulak kayu basiah tersebut
datang ke rumah Bapak Warsiman untuk membeli kayu basiahnya. Para pedagang/
tengkulak membeli hasil panen tersebut per batang kayu dengan harga Rp 3000,00
atau dengan harga sedang, sehingga Bapak Warsiman mendapatkan untung yang tidak
terlalu banyak, namun sesuai dengan biaya yang dikeluarkan dalam perawatan dan
pemeliharaannya.
Untuk kerjasama Bapak Warsiman dengan kios sarana produksi pertanian hanya
sebatas membeli keperluan pertanian saja, seperti membeli bibit kayu basiah. Bapak
Kasianto tidak bekerja sama dengan kelompok tani dalam pemasaran hasil pertanian
dan penyediaan bibit, karena menurut beliau di dusun mereka tidak ada kelompok tani
yang bergerak dalam budidaya kayu basiah.
2.4.6 Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan pada Bapak Warsiman
(65) di desa Dalisodo, dusun Sengon, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang adalah
sebagi berikut.
1. Bapak Warsiman berumur 65 tahun, mempunyai seorang istri dan empat orang
anak yang sudah hidup merantau di kota lain. Tingkat pendidikan terakhir
yang beliau tempuh adalah sekolah dasar (SD). Beliau bercocok tanam di
lahan kering berupa tegalan dan bercocok tanam kayu basiah.
38
2. Bapak Warsiman termasuk ke dalam keluarga petani golongan bawah, dari
segi kekuasaan dan kehormatan, bapak Sadi hanya sebagai seorang warga
biasa yang tidak memiliki kedudukan dan kekuasaan di wilayahnya, selain itu
dari segi pengetahuan, Bapak Warsiman tergolong rendah karena hanya
sampai tingkat Sekolah Dasar saja.
3. Beliau belajar bertani sejak beliau kecil, dan mendapatkan ilmu bertaninya dari
kedua orangtuanya. Dan cara-cara bercocok tanam yang beliau dapatkan dari
kedua orangtuanya tersebut tidak mengalami perubahan hingga saat ini.
4. Beliau mendapatkan bibit kayu basiah dengan membeli di kios-kios di dekat
rumahnya.
5. Beliau mengaplikasikan pupuk pada saat awal tanam saja, setelah itu tidak
menggunakannya lagi.
6. Beliau tidak mengaplikasikan pestisida karena beliau mengaku tidak mengerti
hama dan penyakit yang dapat menyerang kayu basiah.
7. Untuk pemasaran kayu basiah, beliau menjual kayu basiah hasil panennya
dengan memilhanya terlebih dahulu berdasarkan ukurannya. Dan calon
pembelinya datang ke rumah beliau.
39
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pengamatan dan wawancara yang telah kami di dusun Sengon desa Dalisodo
kec Wagir, Malang. Dapat disimpulkan bahwa kehidupan petani di daerah tersebut
kurang berkembang, hal itu disebabkan karena petani didaerah tersebut kurang terbuka
menghadapi perubahan kebudayaan, karena budaya mereka sudah di wariskan dari turun
temurun sehingga sulit untuk dirubah. Selain itu kurangnya pengetahuan yang
mengakibatkan terpuruknya sistem pertanian didaerah tersebut sehingga kondisi
perekonomian di dusun tersebut sangat memprihatinkan. Komoditas yang di tanam
dalam lahan tegalan merupakan komoditas jagung selain itu juga terdapat komoditas
cabe dan kayu basiah. Selain itu teknologi pertanian yang dipakai sangatlah sederhana
hanya dengan menggunakan cangkul untuk mengolah lahan. Dan bila ditinjau dari
faktor-faktor sosiologi yang ada, seperti kebudayaan, stratifikasi, jaringan sosial dan
kelembagaan sosial secara umum memang dari petani satu dengan petani yang lainnya
hampir memiliki persamaan.
3.2 Saran
Semoga dalam kegiatan perkuliahan dan praktikum mata kuliah Sosiologi
Pertanian lebih baik daripada sebelumnya.
40
BAB IV
LAMPIRAN
Petani A:
Petani B:
Petani C:
41
Petani D:
42
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2012. Sejarah Pertanian. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_pertanian
Anonymous,2012.http://alfinnitihardjo.ohlog.com/teori-teori perubahansosial.oh112689.html.
Diakses tanggal 9 Juni 2012
Anonymous. 2012. http://dahlanforum.wordpress.com/2009/10/11/kebudayaan-nasional/.
Diakses 9 juni 20112.
Maryati, Kun dan Juju Suryawati. 2006. Sosiologi. Penerbit Erlangga: Surabaya
Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Edisi Revisi.
Grasindo: Jakarta
Saraswati, Mila dan Ida Widaningsih. 2008. Be Smart Ilmu Pengetahuan Sosial. Grafindo:
Bandung
Suroso, Andreas. 2008. Sosiologi 2. Penerbit Quadra: Jakarta
Syahyuti,2010. Lembaga Dan Organisasi Petani Dalam Pengaruh Negara Dan Pasar.
(Online) http://websyahyuti.blogspot.com/2010/10/lembaga-dan-organisasi-petani-
dalam.html. Diakses tanggal 9 Juni 2012
Waluya, Bagja. 2004. Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat. Penerbit PT Setia Purna
Inves: Bandung
Wikipedia, 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Status_sosial. Diakses tanggal 8 Juni 2012
Wikipedia, 2012. Proses Perubahan Sosial Budaya.
http://mgmpips.wordpress.com/2007/03/05/proses-perubahan-sosial-budaya/