laporan mikrotenik hewan

40
Matakuliah: MIKROTEKNIK HEWAN LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK HEWAN Nama : Indah Riwantrisna Dewi NIM : 07/252523/Bi/8032 Golongan : II/2 Asisten : Dra. Kistinah Sugihardjo S.U. BORANG No. Dokumen FO-UGM-BI-07- 13 Berlaku sejak 03 Maret 2008 LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00 LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 1 dari 40

Upload: indah-riwantrisna-dewi

Post on 05-Aug-2015

1.305 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Mikrotenik Hewan

Matakuliah: MIKROTEKNIK HEWAN

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK HEWAN

Nama : Indah Riwantrisna Dewi

NIM : 07/252523/Bi/8032

Golongan : II/2

Asisten : Dra. Kistinah Sugihardjo S.U.

FAKULTAS BIOLOGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2011

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 1 dari 27

Page 2: Laporan Mikrotenik Hewan

LATIHAN I

PREPARAT APUS DARAH Homo

(smear preparation)

I. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah mempelajari komponen darah dan membuat preparat

apus darah Homo dengan metode pewarnaan May Grunwald, Giemsa, dan campuran. Serta

untuk membandingkan ketiganya.

II. Tinjauan pustaka

Sel penyususn suatu jaringan hewan dapat berukuran sangat kecil sehingga perlu

menggunakan mikroskop untuk dapat melihat dan mengamatinya. Selain hanya dapat dilihat

dan diamati dengan bantuan mikroskop, sel atau jaringan juga perlu mendapat perlakuan

khusus sebelum dapat dilihat dengan mikroskop. Sel atau jaringan tersebut harus

dipersiapkan menjadi sebuah preparat atau sediaan. Untuk membuat preparat atau sediaan,

ada berbagai metode yang dapat dilakukan.

Metode pembuatan sediaan dapat dibagi berdasarkan jenis sel yang ingin dilihat,

berupa sel hidup atau sel mati. Sedangkan berdasarkan umur sediaan dapat dibagi menjadi

sediaan permanen dan nonpermanent. Pembuatan sediaan juga memerlukan beberapa

macam zat kimia dan zat warna tertentu untuk mempermudah dalam mengamati dan

mempelajari sel atau jaringan yang dibuat menjadi sediaan. (Holder, 1931)

Salah satu metode pembuatan sediaan atau preparat adalah metode apus (smear

methods). Metode apus adalah suatu metode pembuatan sediaan dengan cara membuat

selaput (film) dari substansi berupa cairan atau non cairan pada gelas benda yang bersih

yang kemudian akan difiksasi, diwarnai serta ditutup dengan gelas penutup (Handani, 1983).

Darah biasanya menjadi substansi yang sering digunakan bila ingin membuat sediaan

dengan metode apus. Preparat apus darah ini merupakan preparat sel mati yang bersifat

permanen (tahan lama).

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 2 dari 27

Page 3: Laporan Mikrotenik Hewan

Menurut Handani (1983), langkah penting dalam pembuatan preparat apus adalah saat

pengapusan substansi membentuk film, kemudian difiksasi, lalu diwarnai dengan zat

pewarna, terakhir, ditutup dengan gelas penutup. Teknik mengapus cairan juga harus

diperhatikan agar hasil apusan tebal tipisnya merata dan jaringan atau sel tidak rusak. Dalam

menyiapkan preparat apus darah, dapat dibuat apusan yang tebal maupun yang tipis. Apusan

darah tebal biasanya digunakan bila apusan tipis terlalu sedikit mengandung protein dan

biasanya digunakan untuk membuat sediaan apus dari darah atau cairan tubuh hewan

invertebrate. Apus darah tebal juga dapat berfungsi untuk melihat ada atau tidaknya parasit

pada darah manusia.

Pewarnaan yang sering digunakan dalam pembuatan sediaan ini ,yaitu :

1. Pewarnaan Romanowski

Pewarnaan ini digunakan untuk mempelajari morfologi sel sel darah di laboratorium.

Zat yang digunakan adalah giemsa 3 % dengan pelarut methyl alcohol. Penggunaan larutan

Giemsa ini biasanya hanya dapat bertahan 2 hari saja.

2. Pewarnaan May Grunwald

Larutan May Grunwald merupakan larutan eosin – methylen blue dalam metil

alcohol. Metil alcohol dalam larutan may grunwald berfungsi untuk:

- Pelarut serbuk may grunwald

- Fiksatif jaringan oles

3. Pawarnaan pappenheim

Merupakan campuran dari pewarnaan May Grunwald dan pewarnaan Romanowski.

(Holder, J.T., 1931).

.

III. Metode

a. Alat

- Kaca benda bersih bebas lemak

- Lancet steril

- Benjana dan rak pewarnaan

- Pipet tetes

- mikroskop

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 3 dari 27

Page 4: Laporan Mikrotenik Hewan

b. Bahan

- Zat zat warna may grunwald (larutan A dan larutan B), giemsa, pappenheim.

- Aquades yang telah dididihkan sebelumnya ± 100 cc

- Kertas penghisap

- Tissue

c. Cara kerja

Darah homo biasanya diambil dari jari ke 2, atau 3, atau 4 dengan menusukan jarum lancet

ke jari probandus, pada praktikum ini darah diambil dari jari ke 4. Kemudian darah di

teteskan pada gelas benda yang telah di siapkan sebelumnya. Lalu kaca benda lain diletakan

pada bagian tepi darah,lekatkan sampai terbentuk kapilarisasi ± 45˚. Kemudian kaca benda

didorong dengan kecepatan dan sudut yang konstan,kemudian dikering anginkan, lalu

dilakukan pewarnaan dengan pewarnaan May Grunwald, Romanowski, dan Pappenheim.

Metode Romanowski

Sediaan apus di fiksasi dengan metil alkohol 3-5 menit dan dikering anginkan. Setelah

kering di tetesi dengan giemsa 3% selama 30 – 45 menit kemudian di cuci dengan akuades

dingin yang telah dididihkan sebelumnya. Kemudian di amati dengan mikroskop.

Metode May Grunwald

Larutan A di teteskan ±10 tetes dan didiamkan 3 -5 menit, kemudian ditetesi dengan larutan

B selama 5 – 10 menit dan di cuci dengan akuades dingin yang telah dididihkan

sebelumnya. Kemudian diletakkan di antara kertas hisap dan kemudian di amati.

Metode Papenheim

Larutan A diteteskan 10 tetes selama 3 menit, kemudian di teyesi dengan larutan B selama 5

– 10 menit, tanpa di cuci lalu di tambah larutan Giemsa 3% selama 15 – 20 menit kemudian

cuci dengan akuades dingin yang telah dididihkan sebelumnya. Kemudian di letakan

diantara kertas saring hingga kering kemudian diamati di bawah mikroskop.

IV. Hasil Dan Pembahasan

A. Hasil

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 4 dari 27

Page 5: Laporan Mikrotenik Hewan

Gambar 1. Preparat apus darah dengan pewarnaan May Grunwald perbesaran 40X10.

Gambar 2. Preparat apus darah dengan pewarnaan Romanowski perbesaran 40X10.

Gambar 3. Preparat apus darah dengan metode Pappenheim perbesaran 40X10.

B. Pembahasan

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 5 dari 27Keterangan:

1.eritrosit1

1

2

keterangan: 1. Eritrosit2. Leukosit

(monosit, basofil, neutrofil)

2

1 keterangan: 1. Eritrosit2. Leukosit

(neutrofil, basofil)3. Keping darah3

Page 6: Laporan Mikrotenik Hewan

Praktikum ini memakai spesies homo sebagai probandusnya. Darah diambil pada jari

nomor 4 karena memiliki kulit yang tipis,sehingga tidak perlu menusuk lebih dalam. Jarum

yang di pakai untuk menusuk adalah jarum lancet steril sehingga tidak menyebabkan infeksi

pada probandus. Sebelum di tusuk jarum jari probandus harus rileks, hal tersebut dapat di

upayakan dengan massage atau mengurut jari probandus, setelah itu kemudian jari diolesi

dengan alkohol 70 % agar jari steril dan tidak infeksi. Setelah darah keluar, maka tetesan 1

dan 2 di buang karena masih mengandung banyak cairan jaringan.

Ketika darah diteteskan pada ujung kaca benda 1, lalu kaca benda 2 disiapkan dengan

posisi miring ±45˚, jika kaca benda telah menyentuh darah dan terjadi kapilarisasi segera

dorong kaca benda 2 menjauhi darah, sehingga terbentuk smear yang tipis dan rata. Hal

yang tak boleh di lakukan dalam pembuatan preparat ini adalah mendorong gelas benda

diatas darah karena kan menghancurkan sel-sel darah.

Setelah dilakukan pewarnaan dengan ke tiga metode, kemudian di amati pada perbesaran

40x maka dapat dilihat bahwa, dengan pewarnaan May Grunwald dapat dilihat bahwa

eritrosit terpulas dengan warna merah, sedangkan limfosit berwarna keunguan. hal tersebut

dikarenakan antara eritrosit dan limfosit daya penyerapannya terhadap zat warna berbeda.

Dalam pembuatan preparat apus dengan menggunakan pewarnaan May Grunwald terlihat

eritrosit bergerombol, hal ini disebabkan karena pada saat pembuatan smear kurang tipis.

Sedangkan pewarnaan Giemsa ( metode Romanowski) preparat terlihat dengan jelas,

yaitu eritrosit, basofil, neutrofil dan keeping darah. Eritrosit berbentuk cawan bikonkaf

berwarna merah tua. Basofil yang intinya bersegmen 2 berwarna merah muda dan banyak

granula jelas. Neutrofil yang intinya bersegmen 3 berwarna merah dan banyak granula kecil

yang terlihat tak jelas. Keping darah tersebar di antara sel sel darah. Kemudian dengan

perwarnaan metode Pappenheim preparat juga terlihat jelas yaitu eritrosit, monosit,

basofil, dan neutrofil. Eritrosit berbentuk cawan bikonkaf berwarna merah tua. Monosit

yang intinya seperti kacang atau ginjal terpulas warna merah. Basofil yang intinya

bersegmen 2 berwarna merah muda dan banyak granula jelas. Neutrofil yang intinya

bersegmen 3 berwarna merah dan banyak granula kecil yang terlihat tak jelas. Hasil yang

didapatkan pda pewarnaan ini paling jelas diantara yang lainnya

V. Kesimpulan

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 6 dari 27

Page 7: Laporan Mikrotenik Hewan

Kesimpulan yang dapat diambil dalam praktikum ini yaitu bahwa pewarnaan akan

memperlihatkan komponen penyusun darah secara jelas di bawah mikroskop. Berdasarkan

ketiga metode tersebut, hasil pewarnaan yang jelas dengan metode Pappenheim karena

dapat terlihat eritrosit, dan leukosit berupa monosit, basofil, neutrofil.

VI. Daftar Pustaka

Handani, S. 1983. Metode pewarnaan. Penerbit bharata karya aksara. Jakarta.

Holder, J.T. 1931. Elementary histological technique for animal or plant tissues. J & A

Churchill. London.

LATIHAN II

PREPARAT RENTANG JARINGAN SUBCUTIS

I. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari cara pembuatan preparat rentang dari

jaringan subcutis tikus (Rattus sp.) serta metode pewarnaanya. Selain itu, untuk melihat

struktur jaringan subcutis.

II. Tinjauan pustaka

Metode rentang merupakan salah satu metode untuk menyiapkan sediaan berasal dari

jaringan yang tipis misalnya pleura, mesenterium, peritoneum, plaarachnoides, pericardium

dan jaringan tipis yang lain. Metode rentang dilakukan dengan merentangkan jaringan pada

permuakaan gelas benda sedemikian hinga tipis namun tanpa merusak jaringan sehingga

tetap dapat diamati dengan mikroskop.

Dalam pembuatan sediaan dengan metode rentang, sediaan dapat difiksasi atau tidak

perlu difiksasi. Fiksasi akan membuat sediaan tersebut menjadi sediaan permanen. Sediaan

yang dibuat dengan metode rentang juga dapat diwarnai (sebelumnya harus difiksasi).

Sediaan dengan metode rentang dapat dibuat untuk tujuan sitokimiawi, sitologis maupun

histologist (Suntoro, 1983).

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 7 dari 27

Page 8: Laporan Mikrotenik Hewan

Fiksasi sediaan metode rentang dapat dilakukan dengan larutan formol-Ca. sedangkan

zat warna yang dapat digunakan untuk mewarnai sediaan ini antara lain hematoxylin dan

eosin.

III. Metode

A. Alat

- Kaca benda kering

- Jarum preparat

- Pinset runcing

- Gunting kecil

- mikroskop

B. Bahan

- fiksatif : formol Ca

- zat warna : Mallory triple stain dan HE

C. Cara kerja

Hewan yang akan di ambil jaringan nya di siapkan terlebih dahulu, kemudian setelah

di narkose segera diambil jaringan subcutisnya. Kemudian direntangkan pada gelas benda

dengan menggunakan jarum preparat dan segera di fiksasi dengan larutan formol Ca ± 1,5

jam kemudian di cuci dengan akuades dan diberi pewarnaan. Metode pewarnaan yang

digunakan adalah Mallory triple stain. Sediaan kemudian dimasukan dalam larutan acid

fuchsin 0,1% selama 3 menit,kemudian di cuci sampai bersih dan di masukan dalam larutan

PMA ( Phosphor-Molybdic Acid) 1% selama minimal 5 menit,makin lama makin bagus.

Setelah itu tanpa di cuci segera di masukan dalam campuran zat warna Mallory selama 2

menit,angkat kemudian di cuci dengan akuades dan diamati di mikroskop. Kemudian

sediaan di cuci dengan alkohol bertingkat, mulai 30% - 100%. Setelah itu di taruh pada

kertas isap untuk di keringkan lalu di masukan dalam xylol selama minimal 10 menit.

Kemudian di mounting dengan balsam kanada.

IV. Hasil dan pembahasan

A. Hasil

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 8 dari 27

1

2

3

Keterangan:

Serabut elastis

Jaringan ototSerabut kolagen

Page 9: Laporan Mikrotenik Hewan

Gambar 4. Preparat metode rentang (spread) jaringan sub cutis Rattus sp. dengan metode

pewarnaan Mallory triple stain.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, pewarnaan Mallory Tripel Stain

akan membuat jaringan ikat menjadi berwarna biru. Sediaan perlu difiksasi agar bertahan

lama, fiksasi harus dilakukan sebelum dilakukan pewarnaan. Apabila hanya ingin melihat

adanya jaringan pengikat, pewarnaan Mallory–acid fuchsin, Mallory Azan atau Mallory triple

stain dapat digunakan.

Jaringan ikat yang terlihat pada foto di atas menunjukkan jaringan pengikat longgar

yang terdiri atas serat kolagen dan serat elastin. Serat kolagen yang lebih terang, tebal dan

bergelombang, sedangkan serat elastin lebih gelap, tipis, dan bercabang (Bevelander, G dan

J.A.Ramaley. 1979). Jaringan ikat ini berkembang dari mesoderm. Jaringan ikat, sesuai

namanya, berfungsi menyambung atau mengikat satu jaringan dengan satu jaringan yang lain,

membungkus organ dan mengikat organ agar tidak bergeser dari tempatnya. Dengan

pewarnaan Mallory, jaringan otot akan berwarna orange (Suntoro, 2010).

Saat membuat sediaan jaringan ikat menggunakan metode rentang, jaringan harus

direntangkan setipis-tipisnya namun tanpa merusak jaringan. Perentangan jaringan sampai

tipis ini bertujuan agar sel penyusun jaringan tidak saling bertumpuk sehingga mudah diamati

dengan mikroskop. Perentangan dapat menggunakan alat yang tumpul agar jaringan tidak

rusak. Apabila ingin membuat sediaan yang permanen maka jaringan yang telah direntangkan

harus segera difiksasi agar tidak mengalami autolysis (Bevelander, G dan J.A.Ramaley.

1979).

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 9 dari 27

Page 10: Laporan Mikrotenik Hewan

Pada proses mounting dengan Canada balsam, sediaan perlu dicelupkan ke dalam

xylol agar sediaan cukup basah. Proses mounting ini bertujuan memberikan perekat

transparan dengan indeks bias yang sama dengan indeks bias gelas benda dan gelas penutup.

selain itu, perekat atau mountant akan mengawetkan sediaan secara permanen dan

memungkinkan sediaan tetap dapat diamati. Mountaint yang sering digunakan adalah Canada

balsam. Canada balsam dapat membuat warna sediaan makin pucat karena sifat Canada

balsam yang dapat makin asam, oleh karena itu perlu penambahan sodium karbonat untuk

menetralkan Canada balsam. Pewarna Mallory tersusun atas aniline blue, orange G, dan acid

fuchsin. Aniline blue akan mewarnai jaringan ikat, kartilago dan sebagainya. Sedangkan

orange G akan mewarnai sel otot (Holder, J.T. 1931). Sehingga bila dilihat di bawah

mikroskop akan terlihat serabut elastis tipis dan berwarna biru dan tidak beraturan, serabut

kolagen berwarna biru keunguan dan jaringan otot yang terwarnai merah.

V. Kesimpulan

Metode pewarnaan yang paling tepat untuk preparat rentang adalah metode Mallory

triple stain. Jaringan subkutis yang teramati tersusun atas serabut elastis dengan struktur tipis

yang berwarna biru dan tidak beraturan serabut kolagen berwarna biru keunguan dan jaringan

otot terwarnai merah.

VII. Daftar Pustaka

Bevelander, G dan J.A.Ramaley. 1979. Dasar-Dasar Histologi. Edisi Kedelapan. Penerbit

Erlangga. Jakarta, hal: 35-36.

Suntoro Handani, S. 1983. Metode pewarnaan. Penerbit Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Holder, J.T. 1931. Elementary histological technique for animal or plant tissues. J & A

Churchill. London.

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 10 dari 27

Page 11: Laporan Mikrotenik Hewan

LATIHAN III

METODE PARAFIN

I. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini untuk mempelajari cara pembuatan preparat irisan lien

dengan menggunakan metode parafin pewarnaan HE dan Mallory triple stain.

II. Tinjauan pustaka

Metode paraffin merupakan metode untuk mengeraskan jaringan atau organ yang

akan dibuat sediaan dengan metode irisan. Ada 3 macam metode untuk mengeraskan

jaringan atau organ yang akan diiris yaitu metode beku, metode seloidin, metode paraffin,

dan metode penanaman rangkap. Sekarang metode yang paling sering digunakan adalah

metode paraffin karena hamper semua macam jaringan dapat dipotong atau diris dengan

baik bila menggunakan metode paraffin (Mannus, 1960).

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 11 dari 27

Page 12: Laporan Mikrotenik Hewan

Meskipun menjadi metode yang paling sering digunakan saat ini, metode paraffin

memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan metode yang lain. Kelebihan metode

paraffin antara lain adalah irisan yang dihasilkan lebih tipis dibandingkan dengan metode

yang lain. Irisan yang dihasilkan juga bersifat seri, mudah dipraktekkan, dan prosesnya

lebih cepat dibadingkan dengan metode seloidin (Suntoro, 1983).

Kekurangan metode paraffin antara lain yaitu jaringan menjadi keras dan mudah

patah, tidak bisa digunakan untuk jaringan besar, dan sebagian enzim pada jaringan akan

larut. Pembuatan sediaan dengan metode paraffin memerlukan langkah-langkah yang harus

dikerjakan dengan urut agar dihasilkan sediaan yang dapat diamati dan dipelajari sesuai

tujuan pembuatan sediaan (Suntoro, 1983). Urutan langkah kerja metode paraffin adalah

narkose, pengambilan organ, fiksasi, pencucian (washing), dehidrasi, penjernihan (clearing),

infiltrasi paraffin, embedding, penyayatan/pengirisan (sectioning), penempelan (affixing),

deparafinasi, pewarnaan (staining), penutupan (mounting), dan labeling.

III. Metode

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Kotak paraffin, alat bedah, silet, holder, pisau microtome, kuas, oven temperature 55-60˚C,

gelas benda, gelas penutup, dan mikroskop.

2. Bahan

Kloroform, larutan garam fisiologis, Fiksatif (bouin), alcohol 70% - 100%, toluol, paraffin,

xylol, Meyers albumin, balsam kanada, zat warna (hematoksilin eosin, Mallory triple stain).

B. Cara Kerja:

1. Narkose dengan menggunakan khloroform.

2. Pengambilan organ lien Rattus sp.

3. Pencucian organ dengan larutan garam fisiologis.

4. Pemotongan organ dengan ukuran luas 1cm, sepanjang 3-5 mm, dilanjutkan

labeling

5. Fiksasi

Organ yang telah diambil difiksasi dengan menggunakan larutan Bouin

selama kurang lebih tiga jam atau lebih.

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 12 dari 27

Page 13: Laporan Mikrotenik Hewan

6. Pencucian

Cuci dengan alkohol 70 % sampai warna kuning hilang

7. Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan dengan :

Alkohol 70% 4x30 menit

Alkohol 80% 2x30 menit

Alkohol 90% 2x30 menit

Alkohol 96% 1x30 menit

Alkohol absolut 1x30 menit

8. Clearing/dealkoholisasi

Setelah dari alkohol absolute, kemudian di pel dalam kertas saring kemudian

dimasukan dalam toluol bekas, kemudian ke toluol murni overnight.

9. Infiltrasi

Campuran toluol/paraffin (1:1) 30 menit

Paraffin 1 50 menit

Paraffin 2 50 menit

Paraffin 3 50 menit

10. Embedding

Buat kotak kecil dari karton

Tuangkan paraffin murni

Pindahkan jaringan yang telah diinfiltrasi dalam kotak karton

Setalah itu setiap blok diberi label

11. Sectioning

Blok diiris dengan skalpel sehingga permukaan berbentuk trapesium teratur

Blok prafin diletakan pada holder kayu dengan menggunakan spatel logam yang

diisi dengan paraffin dan dicairkan untuk melekatkan blok dengan holder kayu.

Holder kayu dipasang pada rotary microtome. Pisau pada mikrotom dipasang

dengan erat dan dilakukan pemotongan parafin sehingga didapat coupes.

12. Affixing

Gelas benda yang telah diolesi dengan Meyers albumin lalu ditetesi aquades.

Letakkan sejumlah coupes di atas gelas benda.Gelas benda dipindahkan di atas

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 13 dari 27

Page 14: Laporan Mikrotenik Hewan

hotplate pada suhu 40-45˚C. Letak dari coupes diatur juga rentangan parafinnya,

aquades yang berlebih dihisap dengan kertas hisap dan dikeringkan.

13. Staining

Coupes dimasukkan dalam Xylol selama minimal 10 menit untuk menghilangkan

paraffin. Dilakukan proses pewarnaan.

Metode pewarnaan yang digunakan :

Pewarnaan Hematoxylin Eosin

Setelah dihilangkan parafinnya, coupes diisap xylolnya dengan kertas

filter dan berturut-turut dicelupkan beberapa kali ke dalam alcohol 96%,

90%, 80%, 70%, 60%, 50%, 30% dan akuades. Setelah itu dicelupkan

dalam erlich hematoxylin selama tujuh detik dan dilanjutkan dengan

pencucian dengan menggunakan air mengalir selama sepuluh menit.

Setelah itu dicelupkan secara bertingkat dari akuades, alcohol 30%, 50%,

60% dan alcohol 70%. Pada saat mencapai alcohol 70% ini kemudian

dilanjutkan dengan pewarnaan menggunakan Eosin selama tiga menit.

Setelah itu dilanjutkan dengan pencelupan ke dalam alcohol 70%, 80%,

90%, 96% dengan beberapa celupan kemudian dikeringkan di antara kertas

filter kemudian dimasukkan ke xylol selama minimal sepuluh menit.

Pewarnaan Mallory Triple Stain

Setelah dihilangkan parafinnya, coupes diisap xylolnya dengan kertas

filter dan berturut-turut dicelupkan beberapa kali ke dalam alcohol 96%,

90%, 80%, 70%, 60%, 50%, 30% dan akuades. Setelah itu dicelupkan

dalam Acid Fuchsin 0,1% selama tiga menit. Setelah itu dicuci terlebih

dahulu engan akuades baru dimasukkan dalam PMA selama lima menit.

Setelah dimasukkan dalam PMA selama lima menit baru dimasukkan ke

dalam Mallory selama tiga menit. Setelah itu dicuci dengan akuades dan

dilanjutkan sampai alcohol absolute. Setelah itu baru dimasukkan ke dalam

xylol selama minimal sepuluh menit.

14. Mounting

Sediaan yang basah oleh xilol ditetesi oleh Canada balsam kemudian ditutup

dengan gelas penutup dan diberi label.

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 14 dari 27

Page 15: Laporan Mikrotenik Hewan

15. Pengamatan dengan mikroskop

Preparat yang telah dimounting dapat diamati dibawah mikroskop dengan

perbesaran 40x, kemudian hasilnya di foto dan gunakan untuk membuat laporan.

IV. Hasil Dan Pembahasan

A. Hasil

Gambar 5. Preparat lien Rattus sp. metode parafin dengan metode pewarnaan Hematoksilin

Eosin.

Gambar 6. Preparat lien Rattus sp. metode parafin dengan metode pewarnaan Mallory triple

stain.

B. Pembahasan

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 15 dari 27

keterangan: 1. Pulpa Merah2. Pulpa Putih 3. Trabekula1

2

3

keterangan: 1. Kapsula2. Pulpa Merah3. Trabekula

1

2

3

Page 16: Laporan Mikrotenik Hewan

Pada praktikum kali ini, membuat preparat irisan dengan metode paraffin. Preparat

irisan berupa irisan dari organ hewan, yang dibuat disini adalah organ lien. Pembuatan

preparat atau sediaan dengan metode paraffin membutuhkan langkah-langkah yang urut dan

semua langkah harus dikerjakan dengan baik karena akan mempengaruhi hasil dan proses

selanjutnya.

Pembuatan sediaan dengan metode paraffin dimulai dengan proses narkose atau

pematian hewan untuk kemudian diambil organnya. Kemudian proses pembedahan untuk

pengambilan organ. Setelah organ diambil, harus segera difiksasi dengan fiksatif selama

beberapa jam. Fiksatif yang digunakan adalah larutan Bouin. Kemudian diwashing dengan

alkohol, lalu didehidrasi dengan alcohol bertingkat. Washing bertujuan untuk menghilangkan

semua sisa fiksatif pada organ. Apabila menggunakan fiksatif larutan Bouin, washing

dilakukan hingga alcohol 70% yang digunakan untuk washing tidak berwarna kuning lagi.

Dehidrasi berfungsi untuk menghilangkan air yang berada pada jaringan organ. Selanjutnya

organ diclearing dengan toluol sampai organ jernih. Clearing bertujuan untuk menghilangkan

sisa alcohol pada jaringan organ. Apabila proses clearing tidak sempurna, maka proses

selanjutnya yaitu proses infiltrasi paraffin akan terganggu, paraffin akan sulit masuk ke dalam

jaringan organ. Zat penjernih yang digunakan sebaiknya merepakan zat yang dapat

bercampus dengan alcohol atau dehidran dan zat yang dapat bercampur dengan paraffin.

Selanjutnya adalah proses infiltrasi paraffin, disini organ akan dicelupkan kedalam

paraffin cair bertingkat dimulai dengan campuran paraffin:toluol (1:1), paraffin I, paraffin II,

dan paraffin III. Organ dicelupkan pertama ke dalam paraffin campur toluol agak tidak ada

reaksi spontan, jadi organ tidak kaget dengan perubahan cairan yang terjadi. Dalam proses

ini, apabila saat dipindahkan, organ terjatuh, proses infiltrasi harus diulangi lagi dalam waktu

yang sama. Infiltrasi paraffin bertujuan untuk memasukkan paraffin ke dalam jaringan organ.

Paraffin yang digunakan untuk infiltrasi paraffin dan untuk embedding harus merupakan

paraffin dengan titik leleh yang sama. Paraffin yang baik digunakan adalah paraffin dengan

titik leleh 540-560C. infiltrasi paraffin yang dilakukan di dalam oven ini tidak boleh dilakukan

dalam waktu yang terlalu lama karena jaringan organ akan menjadi terlalu keras dan akan

dulit dipotong.

Pengirisan organ dilakukan dengan mikrotom agar didapat hasil irisan yang sangat

tipis. Kemudian irisan tersebut langsung diaffixing menggunakan meyer albumin.

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 16 dari 27

Page 17: Laporan Mikrotenik Hewan

Penggunaan meyer albumin tidak boleh terlalu banyak atau terlalu sedikit. Meyers albumin

yang terbuat dari albumin telur, glyserin, dan phenol atau thymol ini berfungsi untuk

merekatkan irisan jariingan pada gelas benda. Setelah itu ditetesi dengan akuades sampai

penuh pada gelas benda, baru irisan direntangkan. Pemberian akuades ini bertujuan agar

irisan mudah direntangkan dan tidak menggulung.

Setelah irisan di affixing, akan dilakukan proses deparafinasi untuk menghilangkan

paraffin pada irisan yang dapat menghalangi pewarnaan. Deparafinasi dilakukan dengan

mencelupkan irisan ke dalam xylol. Setelah itu pewarnaan dilakukan menggunakan mallory

tripel stain dan hematoxylin eosin. Dari pewarnaan yang telah dilakukan terlihat bahwa untuk

preparat yang diwarnai dengan Hematoxylin-Eosin terlihat pulpa merah berwarna merah

disebabkan karena eritrosit yang mengisi sinusoid dan tali-tali lien.

Dari pewarnaan yang telah dilakukan terlihat bahwa untuk preparat yang diwarnai

dengan Hematoxylin-Eosin terlihat jaringan terpulas merah sedangkan inti terpulas biru

keunguan dengan sitoplasma berwarna merah keunguan sehingga terjadi kontras warna

diantara inti dan sitoplasma. Inti terpulas biru oleh hematoxylin yang bersifat basa sedangkan

sitoplasma terpulas oleh eosin yang bersifat asam. Pewarnaan HE merupakan pewarnaan

sukseden dimana pewarnaan diberikan secara bergantian. Pewarnaan HE merupakan pewarna

terbaik untuk melihat struktur. Sedangkan pewarnaan mallory triple stain menunjukan hasil

kapsula, pulpa merah dan trabekula nampak jelas terlihat strukturnya, tetapi pulpa putih

kurang begitu jelas, stomanya juga tampak tak jelas dan sedikit kabur.

V. Kesimpulan

Preparat irisan metode parafin dapat digunakan untuk membantu pengamatan struktur

mikroskopis irisan melintang lien. Metode pewarnaan Hematoksilin Eosin menunjukan hasil

yang lebih baik karena struktur organ nampak lebih jelas.

VI. Daftar Pustaka

Mc Mannus, J. F. A. and Robert W. Mowry, 1960, Staining Method Histologic and Histochemical, Paul B. Hoeler Inc Medical Divition of Harper and Brothers. New York

Suntoro, S. H, 1983, Metode Pewarnaan Histologi dan Histokimia. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 17 dari 27

Page 18: Laporan Mikrotenik Hewan

LATIHAN IV

WHOLE MOUNT EMBRIO AYAM

I. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari cara pembuatan preparat utuh dari embrio

ayam serta metode pewarnaanya, serta mempelajari bagian-bagian embrio ayam.

II. Dasar teori

Dalam pembuatan preparat atau sediaan ada beberapa meode yang dapat digunakan

diantaranya adalah metode apus, metode rentang, metodesupravital, metode irisan dan

metode Whole mount. Metode whole mount ini merupakan metode pembuatan sediaan utuh

yang bertujuan untuk mengamati struktur dalam organisme secara utuh atau dalam keadaan

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 18 dari 27

Page 19: Laporan Mikrotenik Hewan

utuh. Biasanya yang dibuat sediaan whole mount adalah embrio ayam dan hewan invertebrate

(Suntoro, H.S. 1983).

Dalam pembuatan sediaan whole mount embrio ayam juga dilakukan dengan langkah-

langkah tertentu yang harus dilakukan secara urut. Langkah-langkah yang dilakukan adalah

pengambilan embrio, fiksasi, staining atau pewarnaan, washing, dehidrasi, dealkoholisasi,

mounting, dan labeling. Untuk membuat sediaan whole mount embrio ayam perlu

diperhatikan usia embrio (Sagi, 1994).

III. Metode

A. .Alat

Gunting biasa, gunting kecil bengkok. Pinset kecil ujung runcing lurus, pinset kecil ujung

runcing bengkok, gelas arloji besar dan kecil, bejana tempat larutan garam fisilogis,

pipet,serta mikroskop.

B. Bahan

Telur ayam, larutan fiksatif (bouin), pewarna Hematoxylin dan Eosin, alcohol 30% -

absolute, toluol, xylol, balsam kanada, dan kertas saring.

C. Cara Kerja

1. Telur diinkubasikan pada suhu 40˚C selama 36 jam.

2. Dengan teropong, diamati tempat embrio yang akan dibuka dan dibuat lingkaran dengan

pensil pada tempat embrio tersebut. Setelah itu telur dimasukkan dalam larutan garam

fisiologis.

3. Bagian yang tumpul ditusuk agar gelembung udara keluar sehingga vitellus turun dan

tidak melekat.

4. Dengan menggunakan jarum preparat, kulit telur ditusuk pada bagian yang ditandai

kemudian digunting mengikuti tanda lingkaran sehingga embrio akan tampak.

5. Membrane vitellina digunting dan dengan hati-hati blastoderm diangkat dan dipindah

dalam gelas arloji.

6. Kertas saring yang telah dibentuk lingkaran dibuat lubang dibagian tengah yang cukup

untuk embrio.kemudian kertas saring dibasahi dan di tempelkan pada embrio,pada

bagian blastodermnya. Kemudian cuci dengan garam fisiologis (disemprot semprot)

7. Fiksasi dengan larutan bouin menggunakan pipet tetes.

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 19 dari 27

Page 20: Laporan Mikrotenik Hewan

8. Setelah 10 menit kemudian direndam dalam larutan Bouin pada tempat yang lebih besar

selama 30-60 menit.

9. Pencucian yaitu cuci dengan alkohol 70 % sampai warna kuning hilang, overnight.

10. Kemudian hidrasi dengan dicelupkan beberapa kali ke dalam alcohol 60%, 50%, 30%

dan akuades, masing masing 5 menit.

11. Setelah itu dicelupkan dalam erlich hematoxylin selama 30 detik dan dilanjutkan dengan

pencucian dengan menggunakan air mengalir dan ditutup kain kasa selama sepuluh

menit.

12. Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan dengan alcohol 30% - absolute masing masing 5 menit.

13. Clearing/dealkoholisasi

Setelah dari alcohol absolute, kemudian embrio dimasukan dalam toluol minimal 10

menit, lalu dimasukan dalam xylol selama 15 menit minimal.

14. Mounting

Kaca benda ditetesi Canada balsam kemudian embrio diletakkan dalam kaca benda,

kertas saring dilepaskan dan diberi balsam kanada lagi, kemudian ditutup dengan gelas

penutup,dan dikeringkan diatas hot plate.

15. Pengamatan dengan mikroskop

Preparat diamati dan di hitung jumlah somit nya.

IV. Hasil Dan Pembahasan

A. Hasil

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 20 dari 27

Keterangan:1. Mesencephalon2. Somit (12 pasang)3. Sinus rhomboidalis4. Lipatan ekor5. Vena vitelina6. Neuroporus anterior7. Prosencephalon8. Rhombencephalon9. Notochord

4

9

Page 21: Laporan Mikrotenik Hewan

Gambar 7. Preparat whole mount embrio ayam berumur 48 jam.

B. Pembahasan

Pada pewarnaan dengan hematoxylin,bagian-bagian embrio tidak terlalu jelas terlihat.

Hal tersebut mungkin disebabkan oleh konsentrasi zat warna yang kurang atau lamanya

waktu pewarnaan yang kurang. Pembuatan sediaan embrio ayam ini, yang digunakan adalah

embrio yang tumbuh, embrio yang mati tidak digunakan untuk membuat sediaan whole

mount.

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 21 dari 27

2

1

8

5

6

7

Page 22: Laporan Mikrotenik Hewan

Pembuatan preparat embrio ayam, di inkubasi pada suhu 390- 400C dan kelembaban

32 agar embrio ayam masih tetap hidup dan tetap berkembang, karena suhu ini merupakan

suhu pengeraman telur ayam, hingga proses pembuatan preparat dilakukan. Hal-hal yang

perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan whole mount embrio ayam antara lain, saat

membuka dan mengambil embrio harus dilakukan di dalam larutan garam fisiologis.

Garam fisiologis juga harus dilarutkan pada air hangat, kira-kira suhunya hangat-hangat

kuku. Hal ini dilakukan agar embrio tidak langsung mati karena perubahan lingkungan

yang mendadak. Larutan garam fisiologis dengan suhu ± 400C digunakan untuk

menyamakan tekanan osmosis antara sel telur dan lingkungannya. Dalam menggunting

embrio, digunting di luar atau tepat pada daerah embrionalnya. Saat memindah embrio,

harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak rusak, terlipat atau terbalik.

Hasil yang diperoleh menggunakan pewarnaan Hematoxylin terlihat bahwa preparat

berwarna keunguan. Pewarnaan yang dilakukan terhadap embrio ini adalah pewarnaan

tunggal yang menggunakan Hematoxylin sebagai pewarnanya. Umur embrio ayam yang

diamati adalah 48 jam, hal tersebut dapat dilihat dari jumlah somit yang nampak

(berjumlah 12 pasang somit). Dari preparat whole mount dapat diamati struktur utuh

embrio ayam.

VI. Kesimpulan

Embrio ayam yang digunakan untuk membuat sediaan whole mount ini adalah

embrio yang diperkirakan berumur 48 jam berdasarkan bentuk yang terlihat. Preparat

whole mount memungkinkan kita untuk ,mengamati struktur utuh embrio ayam. Preparat

whole mount dengan pewarnaan Erlich Hematoksilin membuat preparat terpulas

keunguan. Dalam pembuatan preparat whole mount embrio ayam,metode Erlich

Hematoksilin menunjukan hasil yang lebih baik dan teramati dengan jelas.

VII. Daftar pustaka

Sagi, M. 1994. Embriologi Perbandingan Pada Vertebrata. Fajar Ofset. Yogyakarta.

Suntoro, H.S. 1983. Metode Pewranaan (Histologi Dan Histokimia). Penerbit Bharat

Karya Aksara. Jakarta.

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 22 dari 27

Page 23: Laporan Mikrotenik Hewan

LATIHAN V

SUPRAVITAL STAINING

I. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari cara pembuatan preparat non permanen

yang dilakukan tanpa mematikan sel. Dengan membuat preparat ini, dapat diamati bagian-

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 23 dari 27

Page 24: Laporan Mikrotenik Hewan

bagian sel tanpa mematikan sel dengan pewarnaan Janus Green 0.05%, Neutral Red 0.05%

dan campuran Janus Green: Neutral Red (1:1).

II. Dasar teori

Metode untuk membuat sediaan berupa sel hidup adalah metode supravital (Leeson,

dkk, 1990). Disebut metode supravital karena menggunakan zat warna supravital yaitu

neutral red.selain neutral red, zat warna yang dapat digunakan adalah janus green, methylen

blue, dietyl safranin, janus blue, janus black, dan pinacyanol (Suntoro, 1983). Zat warna

tersebut tidak mengganggu proses yang terjadi dalam sel namun dapat masuk ke dalam sel

secara difusi dan melekat pada granula yang ada pada organel.

Metode supravital dapat digunakan untuk berbagai jaringan yang ingin dilihat dalam

keadaan hidup. Dengan metode supravital ini, sel atau jaringan akan terlihat pada kondisi

normal dan masih terjadi proses-proses bikomia di dalamnya. Metode supravital juga dapat

digunakan untuk melihat siklus estrus pada mencit (Mannus, 1960).

III. Metode

A. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan adalah scalpel, kaca benda, kaca penutup, kapas,

mikroskop, Alkohol 70 %, Zat Warna yang terdiri dari

Janus green 0,05 % dalam akuades

Neutral red 0,05 %

Campuran Janus Green : Neutral Red ( 1 : 1 )

B. Cara kerja

Ujung scalpel yang tumpul diolesi dengan alcohol 70%, dengan menggunakan scalpel

selaput lendir di dinding pipi sebelah dalam di keruk dan lendir tersebut ditaruh pada

gelas benda, kemudian ditetesi dengan akuades selanjutnya ditetesi dengan larutan

pewarna dan ditutup dengan menggunakan kaca penutup. Kemudian diamati pada

mikroskop, dan di gambar.

IV. Hasil Dan Pembahasan

A. Hasil

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 24 dari 27

1

2

34

keterangan: 1. Nukleus2. Mitokondria3. Sitoplasma4. Membran sel

Page 25: Laporan Mikrotenik Hewan

Gambar 8. Preparat sel metode supravital dengan pengecatan Janus Green 0,05%

Gambar 9. Preparat sel metode supravital dengan pengecatan Neutral Red 0,05%

Gambar 10. Preparat sel dengan pengecatan campuran Janus Green: Neutral Red (1:1).

B. Pembahasan

Dari hasil praktikum dan pengamatan, dapat diketahui sel yang diwarnai dengan janus

green akan terlihat mitokondrianya dengan jelas berwarna hijau. Sedangkan pada sel yang

diwarnai dengan neutral red, akan terlihat inti selnya berwarna merah. Sedangkan pada

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 25 dari 27

1

2

3

keterangan: 1. Nukleus2. Mitokondria3. Membran sel

1

3

2

keterangan: 1. Nukleus2. Mitokondria3. Membran sel

Page 26: Laporan Mikrotenik Hewan

pewarnaan campuran akan terlihat keduanya yaitu mitokondria dan inti sel, namun yang

terpulas jelas adalah inti selnya.

Pada pewarnaan hanya dengan janus green yang terpulas hanya mitokondria saja

karena mitokondria bersifat asam dan zat pewarna janus green bersifat basa sehingga janus

green dapat menempel pada mitokonria dengan baik. oleh karena itu,janus green disebut

memiliki afinitas yang besar terhadap mitokondria. Pada pewarnaan dengan neutral red,yang

terpulas hanya inti sel, intisel terpulas warna merah dan mitokondria tidak terpulas. Neutral

red bersifat lebih basa dibanding janus green sehingga akan menempel dengan baik pada inti

sel yang bersifat asam. Pewarnaan campuran menyebabkan inti sel dan mitokondria dapat

terpulas. Mitokondria berwarna hijau dan inti sel berwarna merah. Metode supravital tidak

mewarnai sitoplasma dengan baik karena sitoplasma sel hampir tidak tepulas zat warna.

Pada prinsipnya, zat warna asam akan dapat mewarnai subsansi yang bersifat basa

sedangkan zat warna basa akan dapat mewarnai substansi yang bersifat asam. Pada metode

supravital, tidak menggunakan zat fiksatif oleh karena itu, sediaan yang dibuat bersifat non

permanen dan harus segera diamati.

Dalam mengambil epitel dinding dalam mulut, scalpel yang digunakan harus

disterilkan dahulu dengan alcohol 70% agar tidak ada mikrobia dari luar yang masuk

kedalam mulut. Setelah digunakan scalpel juga harus kembali dibersihkan dengan alcohol

70% agar tidak ada mikrobia dari mulut yang menempel dan dapat merusak scalpel.

Saatmenutup sediaan di gelas benda dengan gelas penutup, diusahakan agar tidak timbul

gelembung udara karena gelembung udara dapat mengganggu pengamatan. Setelah sediaan

siap, harus segera diamati agar sel masih dapat diamati dalam keadaan hidup karena

walaupun zat warna bersifat tidak mematikan sel, sel yang tidak mendapat asupan nutrisi

lama-kelamaan akan mati. Sel yang telah mati akan berubah bentuknya bahkan dapat

mengalami pengerutan atau autolysis.

V. KESIMPULAN

Zat warna janus green dapat digunakan untuk mengamati struktur mitokondria. Zat

warna neutral red dapat untuk mengamati inti sel. Campuran dari janus green dan neutral red

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 26 dari 27

Page 27: Laporan Mikrotenik Hewan

dapat digunakan untuk mewarnai mitokondria dan intisel. Zat warna janus green dan neutral

red termasuk zat warna vital yang tidak mematikan sel.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Mc Mannus, J. F. A. and Robert W. Mowry, 1960, Staining Method Histologic and Histochemical, Paul B. Hoeler Inc Medical Divition of Harper and Brothers. New York.

Suntoro, S. H, 1983, Metode Pewarnaan Histologi dan Histokimia. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

KESIMPULAN UMUM

Untuk pembuatan preparat apus darah lebih cocok menggunakan pewarnaan Pappenheim.

Untuk membuat preparat jaringan ikat atau rentang harus diusahakan menggunakan jaringan yang

sangat tipis agar serabut kolagen atau serabut elastis tidak menumpuk dan metode pewarnaan yang

paling tepat adalah metode Mallory triple stain.. Dalam pembuatan preparat paraffin organ lien

lebih cocok menggunakan pewarnaan Hematoxylin-Eosin. Pada pembuatan preparat whole mount

embrio ayam dengan pewarnaan Erlich Hematoxylin tampak embrio yang terwarnai ungu dengan

jelas dan terlihat 12 pasang somit. Pembuatan preparat supravital , dengan pewarnaan Janus Green sel

tampak terlihat jelas dan dapat dibedakan antara inti sel, sitoplasma, mitokondria, dan membran

selnya.

BORANGNo. Dokumen FO-UGM-BI-07-13Berlaku sejak 03 Maret 2008

LAPORAN PRAKTIKUM Revisi 00

LABORATORIUM Histo-Embriologi hewan Halaman 27 dari 27