laporan ekologi hewan fisiologi ikan

28
ADAPTASI HEWAN PERAIRAN PADA EKOSISTEM SUNGAI PADA BERBAGAI FAKTOR FISIK LINGKUNGAN Oleh : 1. Ira Kendy 2. Ine Tiara Anggita 3. Leny Aprianita 4. Muchammad Sangkut 5. Nia Nopita 6. Najma Istifada 7. Ovie Sella Ramadhani 8. Okta Diana Pembimbing : Irham Falahudin, M.Si Jurusan Pendidikan Biologi

Upload: musa-sangquite

Post on 30-Jun-2015

5.368 views

Category:

Education


3 download

DESCRIPTION

laporan ekologi hewan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

ADAPTASI HEWAN PERAIRAN PADA

EKOSISTEM SUNGAI PADA BERBAGAI

FAKTOR FISIK LINGKUNGAN

Oleh :

1. Ira Kendy

2. Ine Tiara Anggita

3. Leny Aprianita

4. Muchammad Sangkut

5. Nia Nopita

6. Najma Istifada

7. Ovie Sella Ramadhani

8. Okta Diana

Pembimbing : Irham Falahudin, M.Si

Jurusan Pendidikan Biologi

Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan

IAIN Raden Fatah Palembang

2014

Page 2: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi

mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variabel

lingkungan yang dihadapi organisme tersebut (Campbell. 2004; 288). Artinya

bahwa setiap organisme harus mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi

lingkungannya. Adaptasi tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dan tingkah

laku. Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam

pengaturan homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi biota

perairan (Tunas. 2005;16).

Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie. 1990;

180). Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air

lainnya terganggu (Kanisius. 1992; 22). Menurut Soetjipta (1993; 71), Air

memiliki beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air

berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa

walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun

suhu merupakan faktor pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik sering

memiliki toleransi yang sempit.

Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas

tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan

sekelilingnya (Hoole et al, dalam Tunas. 2005; 16). Sebagai hewan air, ikan

memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat.

Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan

dengan kondisi lingkungan (Yushinta. 2004: 14). Secara kesuluruhan ikan lebih

toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa spesies mampu hidup pada suhu air

mencapai 290C, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air yang sangat

dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya

terbatas(Sukiya. 2005; 9)

     Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan

mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992; 23). Hal tersebut dapat

Page 3: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

diamati dari perubahan gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara

spesies ikan satu dengan lainnya berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu

terendah yang dapat menyebabkan kematian berada tepat diatas titik beku,

sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis ikan (Tunas. 2005;

16-17). Telah diketahui diatas bahwa suhu merupakan faktor abiotik yang paling

berpengaruh pada lingkungan perairan, maka perlu diketahui bagaimana suhu

mempengaruhi aktifitas biologis spesies ikan tertentu melalui gerakan operculum

Ikan Mas Komet (Carassius auratus).

Ikan memiliki kemampuan adaptasi yang beragam, ini bisa saja terkait

ekosistem ataupun terkait fungsi tubuh hewan itu sendiri. Maka dari itu dilakukan

suatu pengamatan agar bisa mengetahui bagaimana ikan beradaptasi, mampu

bertahan hidup diberbagai kondisi dan berbagai kegiatan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu sebagai berikut :

1.Melihat perbedaan faktor-faktor fisik yang mempengaruhi kehidupan

disungai.

2.Melihat adaptasi hewan air terhadap perubahan faktor-faktor fisik dan

kemis.

3.Mengetahui aktivitas metamarfosis katak dan ikan pada air kolam atau

sungai.

Page 4: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Fisiologi

Fisiologi dapat di defenisikan sebagai ilmu yang mempelajari fungsi,

mekanisme, dan cara kerja dari organ, jaringan dan sel-sel organisme. Fisiologi

mencoba menerangkan faktor-faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi seluruh

proses kehidupan (Nawangsari, 1984).

Ikan sebagai hewan air memiliki beberapa mekanisme fisiologi yang tidak

di miliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-

organ ikan di sesuaikan dengan kondisi lingkungan. Misalnya, ikan memiliki

kemampuan untuk mendeteksi kekuatan dan arah arus air karena memiliki

memiliki organ yang di kenal dengan linea lateralis. Contoh lain, perbeedaan

konsentrasi antara medium tempat hidup dan konsentrasi cairan tubuhnya

(Nawangsari, 1984).

Ikan secara fisiologi memiliki kemampuan untuk mempertahankan agar

suhu tubuhnya tetap hangat (endotermi) contohnya pada ikan-ikan pelagis besar

(Tuna), namun sebagian besar ikan bersifat poikiloterm yaitu suhu tubuhnya

bergantung pada suhu lingkungan. Ikan tidak dapat mempertahankn temperatur

tubuh yang berbeda dengan lingkungan, karena sistem pergerakan panas dalam

otot-ototnya sebanding dengan pergerakan yang melalui insang. Sebagian besar

panas dalam darah di transfer ke otot melalui pembuluh arteri yang merupakan

tempat pertukaran panas. Agar suhu tubuhnya tetap stabil, ikan melakukan

adaptasi fisiologi melalui pergerakannya, misalnya diurnal, nocturnal, musiman

dll. Apabila di suatu daerah suhu airnya menjadi hangat, maka ikan-ikan akan

bergerak ke bawah, kebagian yang lebih dingin atau bermigrasi ke tempat lain.

Demikian pula sebaliknya (Nawangsari, 1984).

2.2 Pengertian Adaptasi

Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan

sekitarnya untuk bertahan hidup. Organisme yang mampu beradaptasi terhadap

lingkungannya mampu untuk:

Page 5: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

a)      memperoleh air, udara dan nutrisi (makanan).

b)      mengatasi kondisi fisik lingkungan seperti temperatur, cahaya dan

panas.

c)      mempertahankan hidup dari musuh alaminya bereproduksi.

d)     merespon perubahan yang terjadi di sekitarnya (Ewusie, 1990)

Menurut Ewusie (1990), organisme yang mampu beradaptasi akan

bertahan hidup, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan menghadapi

kepunahan atau kelangkaan jenis. Dalam beradaptasi, hewan memiliki toleransi

dan resistensi pada kisaran :

1) Zona Lethal 

Kisaran ekstrim dari variabel lingkungan yang menyebabkan kematian bagi organisme.

2) Zona Organisme

Kisaran intermedier dimana suatu organisme dapat hidup.

2.3 Jenis Adaptasi

Adaptasi terbagi atas tiga jenis yaitu: Adaptasi morfologi adalah adaptasi

yang meliputi bentuk tubuh. Adaptasi Morfologi dapat dilihat dengan jelas.

Sebagai contoh: paruh dan kaki burung berbeda sesuai makanannya. Adaptasi

Fisiologi adalah adaptasi yang meliputi fungsi alat-alat tubuh. Adaptasi ini bisa

berupa enzim yang dihasilkan suatu organisme. Contoh: dihasilkannya enzim

selulase oleh hewan memamah biak. Adaptasi Tingkah Laku adalah adaptasi

berupa perubahan tingkah laku. Misalnya: ikan paus yang sesekali menyembul ke

permukaan untuk mengambil udara (Ewusie, 1990).

1.      Adaptasi Morfologi  

Adaptasi morfologi adalah penyesuaian pada organ tubuh yang disesuaikan dengan

kebutuhan organisme hidup.

2.      Adaptasi Fisiologi

Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang

menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup

dengan baik.

3.       Adaptasi Tingkah Laku 

Page 6: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

Adaptasi tingkah laku adalah penyesuaian mahkluk hidup pada tingkah laku /  perilaku

terhadap lingkungannya seperti pada binatang bunglon yang dapat berubah warna kulit sesuai

dengan warna yang ada di lingkungan sekitarnyadengan tujuan untuk menyembunyikan diri.

2.4 Biologi Ikan

      Pisces (Ikan) merupakan superkelas dari subfilum Vertebrata yang memiliki

keanekaragaman sangat besar (Sukiya. 2005; 33). Ikan adalah anggota vertebrata

poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernapas dengan insang.

Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka ragam dengan jumlah

spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia (Fujaya,1999 dalam Dhamadi. 2009).

       Secara keseluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air suhu air,

seperti vertebrata poikiloterm lain suhu tubuhnya bersifat ektotermik, artinya suhu

tubuh sangat tergantung atas suhu lingkungan (Sukiya.2005;9-10). Selanjutnya

Sukiya menambahkan bahwa beberapa ikan mempunyai perilaku istimewa seperti

ikan Glodok yang dapat berjalan di atas daratan dan memanjat pohon.

2.5 Fisiologi Respirasi Ikan

      Sebagai biota perairan, Ikan merupakan mendapatkan Oksigen terlarut dalam

air. Pada hampir semua Ikan, insang merupakan komponen penting dalam

pertukaran gas, insang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras,

dengan beberapa filamen insang di dalamnya (Fujaya. 1999; 103).

Menurut Sukiya (2005; 16), Setiap kali mulut dibuka, maka air dari luar

akan masuk menuju farink kemudian keluar lagi melalui melewati celah insang,

peristiwa ini melibatkan kartilago sebagai penyokong filamen ikan. Selanjutnya

Sukiya menambahkan bahwa lamella insang berupa lempengan tipis yang

diselubungi epitel pernafasan menutup jaringan vaskuler dan busur aorta,

sehingga karbondioksida darah dapat bertukar dengan oksigen terlarut di dalam

air.

     Organ insang pada ikan ditutupi oleh bagian khusus yang berfungsi untuk

mengeluarkan air dari insang yang disebut operculum yang membentuk ruang

Page 7: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

operkulum di sebelah sisi lateral insang (Sugiri. 1984; 1966). Laju gerakan

operculum ikan mempunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan.

2.6 Pengertian Suhu

Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Di samudera, suhu bervariasi

secara horizontal sesuai garis lintang dan juga secara vertikal sesuai dengan

kedalaman. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur

proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital yang

secara kolektif disebut metabolisme, hanya berfungsi didalam kisaran suhu yang

relative sempit biasanya antara 0-40°C, meskipun demikian bebarapa beberapa

ganggang hijau biru mampu mentolerir suhu sampai 85°C.  Selain itu, suhu juga

sangat penting bagi kehidupan organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi

baik aktivitas maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena

itu, tidak heran jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat

di berbagai tempat di dunia yang mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu.

Ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disebut

bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang toleransinya kecil, disebut bersifat

stenoterm. Sebagai contoh ikan di daerah sub-tropis dan kutub mampu mentolerir

suhu yang rendah, sedangkan ikan di daerah tropis menyukai suhu yang hangat.

Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhannya. Ikan yang berada

pada suhu yang cocok, memiliki selera makan yang lebih baik (Ewusie, 1990).

Beberapa ahli mengemukakan tentang suhu :

a) Nontji (1987), menyatakan suhu merupakan parameter oseanografi yang

mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan khususnya

dan sumber daya hayati laut pada umumnya.

b) Hela dan Laevastu (1970), hampir semua populasi ikan yang hidup di laut

mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya, maka dengan mengetahui

suhu optimum dari suatu spesies ikan, kita dapat menduga keberadaan

kelompok ikan, yang kemudian dapat digunakan untuk tujuan perikanan.

c) Nybakken (1988), sebagian besar biota laut bersifat poikilometrik (suhu

tubuh dipengaruhi lingkungan) sehingga suhu merupakan salah satu faktor

Page 8: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran

organisme.

Sesuai apa yg dikatakan Nybakken pada tahun 1988 bahwa Sebagian besar

organisme laut bersifat poikilotermik (suhu tubuh sangat dipengaruhi suhu massa

air sekitarnya), oleh karenanya pola penyebaran organisme laut sangat mengikuti

perbedaan suhu laut secara geografik. Berdasarkan penyebaran suhu permukaan

laut dan penyebaran organisme secara keseluruhan maka dapat dibedakan menjadi

4 zona biogeografik utama yaitu: kutub, tropic, beriklim sedang panas dan

beriklim sedang dingin. Terdapat pula zona peralihan antara daerah-daerah ini,

tetapi tidak mutlak karena pembatasannya dapat agak berubah sesuai dengan

musim.

Organisme perairan seperti ikan maupun udang mampu hidup baik pada

kisaran suhu 20-30°C. Perubahan suhu di bawah 20°C atau di atas 30°C

menyebabkan ikan mengalami stres yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya

cerna (Trubus Edisi 425, 2005). Oksigen terlarut pada air yang ideal adalah 5-7

ppm. Jika kurang dari itu maka resiko kematian dari ikan akan semakin tinggi.

Namun tidak semuanya seperti itu, ada juga beberapa ikan yang mampu hidup

suhu yang sangat ekstrim.

Dari data satelit NOAA, contoh jenis ikan yang hidup pada suhu optimum

20-30°C adalah jenis ikan ikan pelagis. Karena keberadaan beberapa ikan pelagis

pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi. Faktor

oseanografis yang dominan adalah suhu perairan. Hal ini dsebabkan karena pada

umumnya setiap spesies ikan akan memilih suhu yang sesuai dengan

lingkungannya untuk makan, memijah dan aktivitas lainnya. Seperti misalnya di

daerah barat Sumatera, musim ikan cakalang di Perairan Siberut puncaknya pada

musim timur dimana SPL 24-26°C, Perairan Sipora 25-27°C, Perairan Pagai

Selatan 21-23°C.

2.7 Pengaruh Suhu Air terhadap Ekosistem Perairan

Page 9: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

     Salah satu faktor fisik lingkungan perairan adalah suhu. Permukaan air peka

terhadap perubahan suhu, perubahan suhu dipengaruhi oleh letak geografisnya,

ketinggian tempat, lama paparan terhadap matahari dan kedalaman badan air

(Tunas. 2005;16, 18).

      Kenaikan suhu air akan dapat menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut

(Kanisius. 2005; 22-23):

a. Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.

b. Kecepatan reaksi kimia meningkat

c. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.

d. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya

mungkin akan mati.

     Selanjutnya menurut Munro (1978 dalam Tunas 2005; 18), Peningkatan suhu

air dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas-gas, tetapi meningkatkan

solubilitas senyawa-senyawa toksik seperti polutan minyak mentah dan pestisida,

serta meningkatkan toksisitas logam berat, sebagai contoh bahwa pada air tawar

(salinitas 0%) peningkatan suhu dari 25 menjadi 300C menyebabkan penurunan

kelarutan oksigen dari 8,4 menjadi 7,6 mg/liter.

2.8 Pengaruh Suhu Air terhadap Respon Fisiologis dan Tingkah Laku Ikan

     Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang

sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi

terhadap penyakit (Tunas. 2005;16). Selanjutkan Tunas menambahkan bahwa

ikan akan mengalami stres manakala terpapar pada suhu di luar kisaran yang

dapat ditoleransi.

     Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan

gangguan status kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai

tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah

mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen

akibat melemahnya sistem imun (Tunas. 2005;16-17). Pada dasarnya suhu rendah

Page 10: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

memungkinkan air mengandung oksigen lebih tingi, tetapi suhu rendah

menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa penurunan laju respirasi dan

denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat

kekurangan oksigen.

     Penelitihan oleh Kuz’mina et al. (1996 dalam Tunas. 2005) menunjukkan

bahwa suhu perairan sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme dan proses-

proses biologis ikan. Ditunjukkan bahwa aktivitas enzim pencernaan karbohidrase

sangat dipengaruhi oleh suhu, aktivitas protease tertinggi dijumpai pada musim

panas, adapun aktivitas amilase tertinggi dijumpai pada musim gugur (Hofer,

1979a ; 1979b dalam Tunas. 2005; 18).

      Menurut Kanisius (1992; 23) suhu air yang relatif tinggi dapat ditandai antara

lain dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk

mencari oksigen.

2.9 Pengertian Salinitas

Salinitas adalah jumlah kadar garam yang terdapat pada suatu perairan. Ikan

seribu (Poecilia reticulata), merupakan salah satu ikan tawar yang banyak

ditemukan di sekitar lingkungan, misalnya parit, sungai, dan lain sebagainya,

sebab ikan tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Perbedaan antara ikan seribu jantan berada pada ukurannya. Ikan

jantan memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan dengan betina, selain itu ikan

jantan memiliki aneka macam warna pada tubuhnya, dan memiliki bintik hitam

seperti mata pada masing-masing sisi tubuhnya, sedangkan ikan betina tidak

memilikinya (Gusrina, 2008).

Setiap ikan akan mengalami proses osmosis melalui insangnya, air secara

terus menerus masuk kedalam tubuh ikan melalui insang. Proses ini secara pasif

berlangsung melalui suatu proses osmosis yaitu, terjadi sebagai akibat dari kadar

garam dalam tubuh ikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungannya.

Sebaliknya garam akan cenderung keluar. Dalam keadaan normal proses ini

berlangsung secara seimbang. Peristiwa pengaturan proses osmosis dalam tubuh

ikan ini dikenal dengan sebutan osmoregulasi. Tujuan utama osmoregulasi adalah

Page 11: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

untuk mengontrol konsentrasi larutan dalam tubuh ikan (Gusrina, 2008).

Masing-masing ikan memiliki kemampuan yang berbeda untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Poecilita reiculata dapat hidup dengan ukuran salinitas

tertentu, yaitu pada perairan dengan salinitas tinggi (air asin), hingga 150%

salinitas normal air laut. Untuk membuktikan pada salinitas berapakah ikan seribu

tersebut dapat bertahan hidup, maka praktikum ini dilaksanakan. Selain itu, P.

reticulata dipilih sebagai sampel karena mudah ditemukan dan mudah untuk

diamati pergerakkannya pada setiap salinitas yang berbeda.

2.10 Hubungan Salinitas Dengan Fisiologi Ikan

Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam dalam gram

pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah untuk mengukur

salinitas di laut, oleh karena itu penentuan nilai salinitas dilakukan dengan

meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). andungan klorida

ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu

kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida.

Laevastu dan Hayes (1981) menyatakan perubahan salinitas di laut terbuka

relatif lebih kecil dibandingkan dengan perubahan salinitas di pantai yang

memiliki masukan air tawar dari sungai terutama saat musim hujan. Salinitas

berpengaruh pada osmoregulasi dari ikan serta berpengaruh besar terhadap

kesuburan dan pertumbuhan telur. Beberapa spesies bisa hidup dengan toleransi

salinitas yang besar (euryhaline) tetapi ada juga yang sempit (stenohaline).

Disamping itu Hayes dan Laevastu (1982) menyatakan bahwa salinitas

berpengaruh pada distribusi, orientasi migrasi, dan kesuksesan reprodukasi dari

ikan.

Hayes dan Laevastu (1982) menjelaskan bahwa salinitas mempengaruhi

fisiologis kehidupan organisme dalam hubungannya dengan penyesuaian tekanan

osmotik antara sitoplasma dan lingkungan. pengaruh ini berbeda pada setiap

organisme baik itu fitoplankton, zooplankton, maupun ichthyoplankton. Pengaruh

salinitas pada ikan dewasa sangat kecil karena salinitas di laut relatif stabil yaitu

berkisar antara 30 - 36 ‰, sedangkan larva ikan biasanya cepat menyusuaikan diri

terhadap tekanan osmotik. Namun demikian cenderung memilih perairan dengan

Page 12: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

kadar salinitas yang sesuai dengan tekanan osmotik tubuhnya. Dan hal ini secara

langsung akan sangat mempengaruhi distribusi larva ikan (Lignot et al., 2000).

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum pengamatan perilaku adaptasi hewan perairan pada beberapa

faktor fisik lingkungan yaitu pada tanggal hari dan tahun, bertempat

dilaboratorium Jurusan Biologi Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan IAIN Raden

Fatah Palembang

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

1. pH Meter

2. Salinometer

3. Termometer

4. Aquarium

3.2.2 Bahan

1. Garam

2. Batu es

3. Ikan mujair atau ikan mas (oreo cromis)

4. Air hangat

5. Air bersuhu normal

3.3 Cara Kerja

1. Sediakan 3 aquarium dan 3 ikan mujair atau ikan mas

2. Masukkan masing-masing aquarium dengan air biasa, air garam dan air

dingin (es) serta air hangat.

3. Untuk aquarium berisi air hangat dan air dingin ukur suhu airnya dengan

menggunakan termometer, kemudian ukur pH airnya dan kadar garamnya

Page 13: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

4. Untuk aquarium berisi air garam, terlebih dahulu ukur kadar garamnya

dengan salinometer, selajutnya ukur pH nya dan suhunya.

5. Masukkan ikan pada masing-masing aquarium, lalu amati perubahan

insangnya dan kemudian catat berapa banyak ikan tersebut membuka dan

menutup insang atau mulutnya pada masing-masing aquarium.

6. Catat data yang diperoleh dan masukkan dalam tabel pengamatan.

Page 14: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel Hasil Pengamatan

Ikan mujair Pada Suhu rendah yaitu dengan suhu 10oC dan pH 8, 30

Panjang insang 17 cm Lebar 8 cm.

waktu Hasil

Kondisi

awal

Warna insang masih berwarna merah hati dan pergerakan ikan

ini masih aktif

5 menit

pertama

Insang membuka dan menutup sebanyak 255 kali dengan suhu

10 oC

5 menit

kedua

Insang membuka dan menutup sebanyak 115 kali dengan suhu

10 oC

5 Menit ke

tiga

Insang membuka dan menutup sebanyak 104 kali dengan suhu

10 oC

5 menit ke 4 Insang membuka dan menutup sebanyak 130 kali dengan suhu

10 oC

5 menit ke 5 Insang membuka dan menutup sebanyak 138 kali dengan suhu

10 oC138 kali

5 menit ke 6 Insang membuka dan menutup sebanyak 192kali dengan suhu 10 oC138 kali

4.2 Pembahasan 

       Pada praktikum Pengaruh Lingkungan terhadap Ikan dengan terhadap

banyaknya beberapa kali ikan menutup dan membuka operculum telah

menunjukkan bahwa kenaikan maupun penurunan suhu air tidak mempengaruhi

Page 15: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

gerakan operkulum ikan dengan nyata. Pada uji coba yang kami lakukan terbukti

bahwa perubahan suhu air memberikan respon yang tidak berarti bagi ikan.

Namun berdasarkan data, secara kasar dapat dikatakan juga penurunan suhu

membuat ikan semakin lama melemah aktivitasnya. 

         Suhu kontrol awal yakni 24oC, selanjutnya suhu diturunkan dengan

diberikan batu es pergerakan operkulum per lima menit pertama yaitu sebanyak

225 kali. Suhu yang digunakan yaitu tidak berubah yaitu 10 oC, namun hasilnya

semakin lama waktu ikan dimasukkan dalam air es, semakin lambat pula gerakan

operkulumnya. Hal ini kemungkinan karena faktor suhu yang membuat ikan ini

tidak nyaman atau tidak bisa beradabtasi dengan baik, sehingga akhirnya ikan ini

mati.

          Kecepatan renang Ikan pada suhu air normal berbeda pada saat suhu air

berada pada 10oC. Pada suhu normsl ikan berenang lebih cepat daripada pada

suhu sebelumnya. Perubahan kecepatan renang tersebut tidak selalu berbanding

lurus dengan perubahan gerakan operkulum, karena peningkatan kecepatan renang

tidak menyebabkan peningkatan gerakan operkulum pada ulangan 1. 

           Perubahan suhu yang besar dan mendadak jelas dengan nyata

mempengaruhi adaptasi Ikan, Ikan yang diaklimasikan ke suhu yang dingin akan

berenang lebih cepat (Campbell. 2002; 294). Pada perlakuan ini ada korelasi

bahwa semakin rendah suhu maka semakin cepat gerakan renang Ikan dan

semakin cepat pula gerakan operkulum sebagai respon suhu rendah, dimana

korelasi ini tidak kami temui pada perlakuan pada suhu panas. 

         Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan

mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992; 23). Hal tersebut dapat

diamati dari perubahan gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara

spesies ikan satu dengan lainnya berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu

terendah yang dapat menyebabkan kematian berada tepat diatas titik beku,

sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis ikan (Tunas. 2005;

16-17). Sedangkan kisaran toleransi pada Ikan Mas Komet dalam praktikum kali

ini sulit ditentukan dengan pasti. Namun dapat diketahui bahwa suhu tinggi

Page 16: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

menyebabkan gerakan operkulum semakin naik dan suhu rendah menurunkan

gerakan operkulum. 

          Gerakan operkulum sebenarnya merupakan indikator laju respirasi Ikan.

Sedangkan suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan ikan. Telah diketahui

bahwa suhu tinggi akan menyebabkan berkurangnya gas oksigen terlarut,

akibatnya ikan akan mempercepat gerakan operkulum untuk mendapatkan gas

oksigen dengan cepat sesuai kebutuhan respirasinya. Menurut Fujaya (1999;106)

rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan ikan atau hewan air harus

memompa sejumlah besar air ke permukaan alat respirasinya untuk mengambil

Oksigen. Fujaya menambahkan bahwa tidak hanya volume besar yang dibutuhkan

tetapi juga energi pemompaan juga semakin besar. Menurut Nolan dan Collin

(1996;4) suhu air dalam akuarium yang tinggi tidak hanya mempengaruhi

kelarutan oksigen tetapi juga mepengaruhi laju metabolisme respirasi ikan.   

         Dapat diperkirakan bahwa perubahan suhu lingkungan hidup dapat

mempengaruhi proses-proses hayati di dalam tubuh organisme karena proses ini

bersifat kimiawi. Juga suhu lingkungan hidup merupakan faktor dalam distribusi

organisme, sedangkan sifat fisika lingkungan hidup, misalnya viskositas air

mempengaruhi suhu. Viskositas air menurun dengan meningkatnya suhu.

Mengingat faktor tersebut suhu merupakan faktor ekologi yang penting

(Koesbiono,1980 dalam Mamangkey, Jack j. 2004). 

       Dari hasil analisis tabel hasil pengamatan diketahui bahwa ikan menunjukkan

respon yang berbeda terhadap pengaruh perubahan suhu. Hal ini menunjukkan

bahwa kebutuhan Oksigen dan Kisaran toleransi ikan berbeda meski dalam satu

spesies. Menurut Fujaya (1999;115) kebutuhan oksigen ikan sangat dipengaruhi

umur, aktivitas, serta kondisi perairan. Semakin tua umur ikan, laju metabolisme

semakin rendah. Fujaya menambahkan bahwa perbedaan aktivitas juga

menyebabkan perbedaan kebutuhan oksigen. Pada praktikum kali ini dapat

dirumuskan beberapa kemungkinan yang menyebabkan gerakan operkulum ikan

berbeda pada beberapa perlakuan, kemungkinan tersebut antara lain yakni, ikan

mujair yang digunakan dalam praktikum kali ini memiliki umur, aktivitas dan

ukuran tubuh yang berbeda. 

Page 17: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

Dapat disimpulkan juga ikan yang berada pada suhu rendah tidak langsung

mati begitu saja, namun melalui tahap-tahap adaptasi terlebih dahulu. Setelah

hewan ini tdak mampu beradaptasi maka hewan ini akan mati, terlihat pada proses

pengamatan ikan yang kami amati pingsan terlebih dahulu, badannya keras, ketika

kami pindahkan kesuhu normal ikan ini mash mampu bertahan hidup namun tidak

lama kemudian ikan ini mati

Page 18: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulakan beberapa hal yaitu :

1. Salinitas mempengaruhi fisiologis kehidupan organisme dalam

hubungannya dengan penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dan

lingkungan. pengaruh ini berbeda pada setiap organisme baik itu

fitoplankton, zooplankton, maupun ichthyoplankton. Pengaruh salinitas

pada ikan dewasa sangat kecil karena salinitas di laut relatif stabil yaitu

berkisar antara 30-36, sedangkan larva ikan biasanya cepat menyusuaikan

diri terhadap tekanan osmotik.

2. Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan

gangguan status kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang

ditandai tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku abnormal, sedangkan suhu

rendah mengakibatkan ikan menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan

bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun.

5.2 Saran

Agar praktikum dapat berjalan dengan baik, kegiatan praktikum harus

berjalan dengan prosedur yang ada. Tingkat kehati-hatian juga mempengaruhi

hasil praktikum.

Page 19: Laporan ekologi hewan fisiologi ikan

DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2004. Biologi, Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta. Penerbit Erlangga 

Collin.1996. Ventilation rates for Goldfish Carassius auratus during changes in dissolved oxygen. Professional Papper. University of Nevada Las Vegas. 12-4-1996 

Darmadi. 2009. Laporan Praktikum Fisiologi Hewan (Operkulum Ikan). Bandung. Universitas Padjajaran. http://dharmadharma.wordpress.com/ diakses pada Jum’at, 8 April 2011 pukul 19.30 WIB 

Djamal, Zoer’aini.1992.Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi. Jakarta. Penerbit P.T Bumi Aksara 

Ewusie. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung. Penerbit Institut Teknologi Bandung 

Fujaya, Yushinta. 2004. Fisologi Ikan. Jakarta. Penerbit P.T Rineka Cipta Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogjakarta. Penerbis Kanisius 

Koesbiono, 1980. Biologi Laut. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 

Mamangkey, Jack j. 2004. Ekologi Ikan Butini (Glossogobius matanensis) di Danau Matano Daerah Malili Sulawesi Selatan. Makalah Falsafah Sains (pps 702) program pascasarjana/s3 Institut Pertanian Bogor November 25, 2004 Nolan,

Nawangsari. 1984. Zoologi Umum. Jakarta. Penerbit Erlangga 

Soetjipta. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Yogjakarta. Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sugiri, 

Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata. Malang. Penerbit Universitas Negeri Malang 

Tunas, Arthama Wayan. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Yogjakarta. Penerbit Universitas Gadjah Mada