laporan kinerja badan ketahanan pangan tahun 2016sakip.pertanian.go.id/admin/data2/draft lakin bkp...
TRANSCRIPT
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
1
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izinNya Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 selesai disusun sesuai yang direncanakan. Laporan Kinerja ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban Kepala Badan Ketahanan Pangan kepada Menteri Pertanian atas pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah merupakan alat penilai kinerja secara kuantitatif, sebagai wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi dan transparansi serta pertanggungjawaban kepada masyarakat. Selain itu, laporan kinerja ini merupakan alat kendali dan alat pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi. Semua indikator sasaran yang ditargetkan dapat dicapai bahkan melebihi target yang ditetapkan, kecuali penurunan jumlah penduduk rawan pangan dan koefisien varian komoditas cabai merah. Capaian kinerja tersebut merupakan dampak dari pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2016 yang telah dilaksanakan Badan Ketahanan Pangan Pusat dan daerah, serta pemangku kepentingan mulai dari pusat hingga ke tingkat lapang, baik institusi Pemerintah, Swasta, maupun Petani.
Dalam penyusunan laporan ini tentunya masih banyak kekurangan maupun kesalahan, sehingga kami berharap adanya saran, kritik dan masukan yang konstruktif guna menyempurnakan penyusunan laporan di waktu mendatang. Terima kasih kami sampaikan kepada berbagai pihak atas bantuannya sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Semoga laporan ini bermanfaat.
Jakarta, Februari 2017
Plt. Kepala Badan Ketahanan Pangan
Dr. Ir. Spudnik Sujono Kamino, MM
2
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................... i
Ringkasan Eksekutif ............................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................ v
Daftar Tabel............................................................................................................ vi
Daftar Grafik............................................................................................................ viii
Daftar Lampiran........................................................................................................ ix
Daftar Gambar........................................................................................................ x
BAB I : PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Maksud dan Tujuan...................................................................... 4
C. Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi......................................... 4
BAB II : PERENCANAAN KINERJA………………………................................. 10
A. Rencana Strategis…................................................................... 10
B. Perjanjian Kinerja…..................................................................... 16
BAB III : AKUNTABILITAS KINERJA................................................................. 20
A. Capaian Kinerja Organisasi……………….................................... 20
B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Sasaran.......................... 26
C. Capaian Kinerja Lainnya………………………….......................... 74
D. Realisasi Anggaran……............................................................... 85
E. Dukungan Instansi Lain…............................................................ 89
BAB IV : PENUTUP............................................................................................. 90
A. Simpulan Umum............................................................................ 90
B. Permasalahan, dan Upaya dan Tindak Lanjut.............................. 91
3
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran BKP pada Renstra BKP
2015 – 2019..................................................................................... 10
Tabel 2 Target Indikator Kinerja Program (IKP) BKP 2015 - 2019 ............ 12
Tabel 3. Pendanaan APBN Kegiatan BKP Tahun 2015 - 2019 ................. 16
Tabel 4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan
Awal ................................................................................................. 17
Tabel 5. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Revisi III ...................................................................... 18
Tabel 6. Keselarasan Indikator Kinerja Renstra dengan Penetapan Kinerja.. 19
Tabel 7. Penjelasan Hasil Perhitungan Keberhasilan Pencapaian Kinerja Badan Ketahanan Pangan……………………………………………………... 20
Tabel 8. Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 ....... 23
Tabel 9. Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein Serta Skor PPH.. 28
Tabel 10. Angka Rawan Pangan Tahun 2012 – 2016 ..................................... 32
Tabel 11. Perkembangan Dana Bansos dan Realisasi Kawasan Mandiri Pangan
Tahun 203 – 2016 ………………………………………....................... 34
Tabel 12. Perkembangan Harga GKP, GKG, dan Beras Tingkat Petani Berdasarkan Pantauan BPS Tahun 2016 ........................................ 41
Tabel 13. Perkembangan Harga Gabah Tingkat Petani Tahun 2016 …….. ..... 42
Tabel 14. Rata-rata Harga Pembelian Gabah dan Beras Tingkat LDPM.... ...... 43
Tabel 15. Perkembangan Harga Pangan Strategis Tingkat Konsumen Tahun 2016 Berdasarka BPS........................................................................ 48
Tabel 16. Perkembangan Sasaran Penguatan LDPM Tahun 2012 – 2016......... 51
Tabel 17. Perbandingan Tingkat Harga dan Fluktuasi Harga GKP Tahun 2012.Tingkat Gapoktan LDPM .................................................................. 53
Tabel 18. Progres Kegiatan PUPM dan TTI tahun 2015 – 2016……………..... 57
Tabel 19. Transaksi Kegiatan PUPM dan TTI di 32 Provinsi………………….... 58
4
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Tabel 20. Perkembangan Target Konsumsi Energi tahun 2012 - 2016........... 60
Tabel 21. Rata-rata Perkembangan Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia Tahun 2012 - 2016........ 61
Tabel 22. Konsumsi Pangan Hewani Tahun 2016……………………………... 64
Tabel 23. Perkembangan Skor PPH 2011 – 2015........................................... 65
Tabel 24. Perbandingan Percepatan Penyelesaian KN BKP Th. 2012–2016.. 77
Tabel 25. Pegawai Fungsional Khusus di BKP ………………………………… 80
Tabel 26. Komponen dan Nilai Budaya Kerja BKP Tahun 2016………........... 82
Tabel 27. Perbandingan Nilai Budaya Kerja BKP tahun 2015 – 2016……….. 82
Tabel 28. Indeks Penerapan Nilai Dasar Budaya Kerja per eselon II.............. 83
Tabel 29. Ringkasan Hasil Penilaian per Eselon II….….................................. 83
Tabel 30. Pagu dan realisasi Anggaran Per Kegiatan….................................. 86
Tabel 31. Pagu dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan…............ 87
Tabel 32. Pagu dan Realisasi Anggaran per Jenis Belanja……………............. 87
Tabel 33. Alokasi Anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012 – 2016... 88
5
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Ketersediaan Energi ........................................................................... 28
Grafik 2. Ketersediaan Protein ……................................................................... 29
Grafik 3. Skor PPH Ketersediaan….................................................................... 29
Grafik 4. Perkembangan Kerawanan Pangan di Indonesia Th 2012 – 2016….. 32
Grafik 5. Produksi Rata-rata Responden tahun 2015 – 2016 Kegiatan Solid.... 38
Grafik 6. Dampak Peningkatan Pendapatan Kelompok Solid…………………... 38
Grafik 7. Durasi Kekurangan Pangan yang Dialami oleh Kelompok Solid…....... 39
Grafik 8. Harga Gabah di Tingkat Produsen Th 2012–2016 Berdasarkan BPS.. 40
Grafik 9. Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras Tk. Petani……………… 40
Grafik 10. Perkembangan Panel Harga Gabah di Tingkat Petani/Produsen…..... 42
Grafik 11. Kondisi Rata-rata Harga Pembelian Gabah dan Beras di Provinsi Pelaksana LDPM………………………………………………….……..... 45
Grafik 12. Perkembangan LDPM Tingkat Penumbuhan, Pengembangan dan Kemandirian………………………………………………………………… 52
Grafik 13. Realisasi Anggaran Dibandingkan dengan Renstra dan Pagu Anggaran Tahunan BKP Tahun 2012 - 2016…….……………….…..... 89
6
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sruktur Organisasi Badan Ketahanan Pangan ………………………... 97
Lampiran 2. Indikator Kinerja Kegiatan BKP Tahun 2010 – 2014 ………………..... 98
Lampiran 3. Matrik Kinerja dan Pendanaan BKP Tahun 2015 – 2019……….…..... 100
Lampiran 4. Perjanjian Kinerja Revisi II Tahun 2016…………………………............ 103
Lampiran 5. Perjanjian Kinerja Revisi III Tahun 2016…………………………............ 104
Lampiran 6. Perkembangan Panel Harga Pangan Strategis Tk. Produsen .….. 98
Lampiran 7. Perkembangan Harga Gabah Tk. LUPM di 9 Prov. Sample...…. 106
Lampiran 8. Pemantauan Capaian Kinerja PK Triwulanan Tahun 2016….…... 100
Lampiran 9. Rata-rata Harga Beras di Tingkat PUPM dan TTI Tahun 2016…... 106
Lampiran 10. Transaksi Kegiatan Gapoktan dan TTI di 32 Provinsi….…….…... 117
Lampiran 11. Rata-rata Konsumsi Energi dan Protein Tahun 2016…..…….…... 109
Lampiran 12. Dukungan Instansi Lain………………………………………….…... 110
7
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kriteria Penerima Toko Tani Indonesia……......………………………... 52
Gambar 2. Kerangka Pikir Pelaksanaan Toko Tani Indonesia...................……..... 53
Gambar 3. Alasan Utama Belanja ke TTI Center………………...................……..... 56
8
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu program Kementerian Pertanian yang sedang digalakkan adalah
mewujudkan kedaulatan pangan, melalui program utama yaitu Swasembada Pangan
yang didukung oleh program lainnya. Untuk menuju kedaulatan pangan, ketahanan
pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan bangsa karena
pemenuhan pangan merupakan hak azasi setiap manusia. Selain itu, ketahanan
pangan juga merupakan salah satu pilar ketahanan nasional suatu bangsa, dan
menunjukkan eksistensi kedaulatan bangsa. Terkait dengan hal tersebut, ketahanan
pangan tidak akan dapat terwujud dengan hanya melibatkan satu komponen bangsa,
tapi harus melibatkan seluruh komponen bangsa, baik pemerintah maupun masyarakat,
harus bersama-sama membangun ketahanan pangan secara sinergi. Hal inilah yang
kemudian dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
yang merumuskan ketahanan pangan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, halal. merata, dan terjangkau” dan ketahanan pangan merupakan
tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Undang-undang tentang
Pangan tersebut kemudian dijabarkan dalam berbagai Peraturan Pemerintah untuk
diimplementasikan dalam keputusan Pimpinan Pemerintah.
Sejalan dengan amanat Undang-Undang Pangan tersebut, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 memprioritaskan peningkatan
kedaulatan pangan sebagai salah satu sub agenda prioritas untuk mewujudkan agenda
pembangunan nasional yakni kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-
sektor strategis ekonomi domestik. Dalam rangka meningkatkan dan memperkuat
kedaulatan pangan tersebut. maka kebijakan umum dalam RPJMN 2015-2019
diarahkan pada: (1) pemantapan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan
dengan peningkatan produksi pangan pokok; (2) stabilisasi harga pangan; (3) perbaikan
9
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat; (4) mitigasi gangguan terhadap
ketahanan pangan; dan (5) peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan.
Dalam rangka pemantapan ketahanan pangan, pada tahun 2015 - 2019 Kementerian
Pertanian fokus pada peningkatan produksi pangan pokok strategis, yaitu : padi,
jagung, kedelai, gula (tebu) dan daging sapi-kerbau serta komoditas pertanian lainnya,
untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Pemantapan ketahanan pangan
tersebut, berlandaskan kemandirian dan kedaulatan pangan yang didukung oleh
subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan yang terintegrasi.
Dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang mantap dan berkesinambungan, ada
3 (tiga) komponen pokok yang harus diperhatikan: (1) Ketersediaan pangan yang
cukup dan merata; (2) Keterjangkauan pangan yang efektif dan efisien; serta (3)
Konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman dan halal. Ketiga komponen
tersebut perlu diwujudkan sampai tingkat rumah tangga, dengan : (1) Memanfaatkan
potensi sumberdaya lokal yang beragam untuk peningkatan ketersediaan pangan
dengan teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan; (2) Mendorong masyarakat
untuk mau dan mampu mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan
aman untuk kesehatan; (3) Mengembangkan perdagangan pangan regional dan antar
daerah, sehingga menjamin pasokan pangan ke seluruh wilayah dan terjangkau oleh
masyarakat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (4)
Memanfaatkan pasar pangan internasional secara bijaksana bagi pemenuhan
konsumen yang beragam; serta (5) Memberikan jaminan bagi masyarakat miskin di
perkotaan dan perdesaan dalam mengakses pangan yang bersifat pokok.
Dewasa ini ketahanan pangan merupakan isu strategis dalam pemenuhan kebutuhan
konsumsi dan kesejahteraan masyarakat karena akan menentukan kestabilan ekonomi,
social, dan politik dalam suatu negara. Pemenuhan kebutuhan pangan menjadi
tantangan tersendiri bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Upaya
memantapkan ketahanan pangan yang dilandasi kedaulatan dan kemandirian pangan,
masih menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan baik dalam aspek:
ketersediaan pangan, kerawanan pangan, distribusi pangan, penyediaan cadangan
pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, penanganan keamanan pangan,
10
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
kelembagaan ketahanan pangan, maupun manajemen ketahanan pangan. Tantangan
dan permasalahan tersebut antara lain : (1) Sistem pertanian pangan yang dilakukan
oleh petani saat ini sebagian besar belum memberikan kesejahteraan dan keuntungan
yang memadai; (2) Pendapatan masyarakat masih rendah dibandingkan harga
kebutuhan pangan secara umum, sehingga menurunnya daya beli masyarakat; (3)
Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi
(1.39%/tahun); (4) Konsumsi beras per kapita cenderung turun, tetapi konsumsi
gandum (terigu) cenderung meningkat; (5) Belum maksimalnya teknologi pengolahan
pangan lokal; (6) Kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih
kurang; (7) Beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan
harga yang murah, sementara pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan
lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah; (8) Kualitas konsumsi
pangan masih rendah, kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber
karbohidrat, serta masih rendahnya konsumsi protein hewani, umbi-umbian, aneka
kacang, serta sayur dan buah; (9) Hingga saat ini masih berkembangnya konsep
makan “belum makan kalau belum makan nasi”; (10) Bencana alam dan perubahan
iklim yang sangat ekstrim. sehingga mempengaruhi produksi pangan.(11) Konversi
lahan pertanian yang terus berlanjut; (12) Perluasan lahan pertanian di luar Jawa masih
terkendala kualitas tanah maupun kepemilikan lahan; serta (13) Agribisnis pangan yang
belum optimal sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani. Sementara itu.
situasi ekonomi dan perdagangan bebas di dunia internasional, berpengaruh cukup
kuat terhadap ketahanan pangan di dalam negeri, terutama harga dan pasokan pangan
yang begitu dinamis mempengaruhi ketersediaan pangan di dalam negeri.
Badan Ketahanan Pangan berupaya mengatasi permasalahan dan mewujudkan
ketahanan pangan tersebut. Untuk itu. Badan Ketahanan Pangan (BKP) sebagai salah
satu unit kerja Eselon I Kementerian Pertanian yang memiliki tugas yaitu :
"Melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan
ketahanan pangan", telah menjabarkan berbagai program dan kegiatan pembangunan
ketahanan pangan, serta dilaksanakan secara berkesinambungan baik pusat dan
daerah melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja (SAKIP) Badan Ketahanan Pangan yaitu
11
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
mulai dari perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja,
hingga capaian kinerja.
Guna mengetahui kinerja pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan ketahanan
pangan tersebut selama tahun 2016, disusunlah Laporan Kinerja Badan Ketahanan
Pangan Tahun 2016. Penyusunan Laporan Kinerja tersebut didasarkan pada : (1) UU
no 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara; (2) Peraturan Pemerintah No. 8/2006
tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; (3) Peraturan
Pemerintah No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan; (4) Peraturan Presiden No 29 Tahun 2014
tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah; (5) Instruksi Presiden No. 7
Tahun 1999; (6) Permenpan dan RB Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja. Pelaporan Kinerja. dan Tata Cara Review Atas Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah; dan (7) Permentan No 50 tahun 2016 tentang Pengelolaan Sistem
Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian.
B. Maksud dan Tujuan
Laporan Kinerja tahun 2016 disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian kepada Menteri Pertanian selaku
pimpinan tertinggi Kementerian Pertanian.
Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk : (1) Mengetahui sejauhmana kinerja
Badan Ketahanan Pangan tahun 2016; (2) Memenuhi kewajiban Badan Ketahanan
Pangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selama tahun 2016; dan (3) Sebagai
salah satu bahan penyusunan laporan kinerja Kementerian Pertanian.
C. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi
Sesuai dengan Peraturan Presiden No 45 tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian.
Badan Ketahanan Pangan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi,
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang peningkatan diversifikasi dan
12
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
pemantapan ketahanan pangan. Pelaksanaan tugas diselenggarakan secara efektif
dan efisien berdasarkan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Badan Ketahanan Pangan menyelenggarakan fungsi:
1. Koordinasi, pengkajian, penyusunan kebijakan, pemantauan dan pemantapan di
bidang ketersediaan pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan
distribusi pangan dan akses pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, dan
peningkatan keamanan pangan segar;
2. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang ketersediaan
pangan, penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses
pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan keamanan
pangan segar;
3. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi di bidang ketersediaan pangan,
penurunan kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan,
penganekaragaman konsumsi pangan. dan peningkatan keamanan pangan segar;
4. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang ketersediaan pangan, penurunan
kerawanan pangan, pemantapan distribusi pangan dan akses pangan,
penganekaragaman konsumsi pangan, dan peningkatan keamanan pangan segar;
5. Pelaksanaan administrasi Badan Ketahanan Pangan; dan
6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Struktur organisasi Badan Ketahanan Pangan terdiri atas:
1. Sekretariat Badan;
2. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan;
3. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan; dan
4. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan.
Sekretariat Badan mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi
kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Badan Ketahanan Pangan. Sekretariat
Badan menyelenggarakan fungsi:
13
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
1. Koordinasi, penyusunan rencana dan program, anggaran, serta kerja sama di
bidang ketahanan pangan;
2. pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan;
3. evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana, pengelolaan urusan
kepegawaian, dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, serta
pelaksanaan hubungan masyarakat dan informasi publik;
4. evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang ketahanan pangan;
5. pelaksanaan urusan tata usaha Badan Ketahanan Pangan; dan
6. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan mempunyai tugas melaksanakan
koordinasi, pengkajian, penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang
ketersediaan dan penurunan kerawanan pangan. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan
Pangan menyelenggarakan fungsi:
1. koordinasi di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan
kerawanan pangan;
2. pengkajian di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan
kerawanan pangan;
3. penyiapan perumusan kebijakan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan
dan penurunan kerawanan pangan;
4. pelaksanaan kebijakan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan
penurunan kerawanan pangan;
5. pelaksanaan pemantapan di bidang ketersediaan pangan, akses pangan dan
penurunan kerawanan pangan;
6. penyusunan norma, standar, prosedur. dan kriteria di bidang ketersediaan
pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan;
14
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
7. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang ketersediaan pangan, akses
pangan dan penurunan kerawanan pangan;
8. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang
ketersediaan pangan, akses pangan dan penurunan kerawanan pangan; dan
9. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi,
pengkajian, penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang distribusi dan
cadangan pangan. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan menyelenggarakan fungsi:
1. koordinasi di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
2. pengkajian di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan pangan;
3. penyiapan perumusan kebijakan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan
cadangan pangan;
4. pelaksanaan kebijakan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan cadangan
pangan;
5. pelaksanaan pemantapan di bidang distribusi pangan, harga pangan dan
cadangan pangan;
6. penyusunan norma. Standar, prosedur, dan kriteria di bidang distribusi pangan,
harga pangan dan cadangan pangan;
7. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang distribusi pangan, harga
pangan dan cadangan pangan;
8. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang distribusi
pangan, harga pangan dan cadangan pangan; dan
9. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan mempunyai tugas
melaksanakan koordinasi. pengkajian. penyiapan perumusan dan pelaksanaan
15
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
kebijakan di bidang penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan. Pusat
Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan menyelenggarakan fungsi:
1. koordinasi di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan
keamanan pangan segar;
2. pengkajian di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan, dan
keamanan pangan segar;
3. penyiapan perumusan kebijakan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman
pangan, dan keamanan pangan segar;
4. pelaksanaan kebijakan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman pangan,
dan keamanan pangan segar;
5. pelaksanaan pemantapan di bidang konsumsi pangan, penganekaragaman
pangan, dan keamanan pangan segar;
6. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang konsumsi pangan,
penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar;
7. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang konsumsi pangan,
penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar;
8. pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang konsumsi pangan,
penganekaragaman pangan, dan keamanan pangan segar; dan
9. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan.
Bagan struktur organisasi BKP berdasarkan Permentan Nomor
43/Permentan/OT.010/8/2015 sebagaimana pada Lampiran 1.
Mengingat luasnya substansi dan banyaknya pelaku yang berperan dalam
pembangunan ketahanan pangan, maka sangat diperlukan kerjasama yang sinergis
dan terarah antar institusi dan komponen masyarakat serta koordinasi program dan
kegiatan berbagai subsektor dan sektor. Guna mewujudkan sinergi dan harmonisasi
kebijakan dan program, serta memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan
antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu, dibentuk Dewan Ketahanan Pangan (DKP)
yang bertugas merumuskan kebijakan serta melaksanakan evaluasi dan pengendalian
dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui Keppres Nomor 132 Tahun
16
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
2001 yang disempurnakan dengan Perpres Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan
Ketahanan Pangan (DKP), menetapkan BKP secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP
yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian.
BKP selaku Sekretariat DKP memfasilitasi pelaksanaan tugas Menteri Pertanian selaku
Ketua Harian DKP dalam membantu Presiden RI untuk : (1) Merumuskan kebijakan
dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; dan (2) Melaksanakan evaluasi
dan pengendalian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional.
17
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
A. Rencana Strategis
Dalam penyusunan Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016, Rencana
Strategis (Renstra) yang dipergunakan adalah Renstra Badan Ketahanan Pangan
(BKP) Tahun 2015 – 2019 yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran serta program BKP.
Visi, misi, tujuan, dan sasaran tersebut pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019
VISI MISI TUJUAN SASARAN
Terwujudnya ketahanan pangan yang berlandaskan Kedaulatan dan Kemandirian Pangan
1. Memantapkan ketersediaan dan
penanganan kerawanan pangan
1. Memperkuat penyediaan pangan
yang beragam berbasis sumber daya lokal
1. Meningkatnya ketersediaan pangan yang
beragam
2. Menurunkan jumlah
penduduk rawan pangan
2. Menurunnya jumlah
penduduk rawan pangan
2. Meningkatkan
keterjangkauan masyarakat
terhadap pangan
3. Memperkuat sistem
distribusi pangan
3. Stabilinya harga pangan
pokok di tingkat produsen dan konsumen
3. Mewujudkan penganekaragaman
konsumsi pangan masyarakat
berbasis sumber daya, kelembagaan
dan budaya lokal
4. Meningkatkan konsumsi pangan
masyarakat untuk memenuhi kecukupan
gizi yang bersumber dari pangan lokal
4. Meningkatnya kuantitas dan kualitas konsumsi
pangan masyarakat
4. Mewujudkan pangan segar yang
aman dan bermutu
5. Meningkatkan keamanan dan mutu
pangan segar
5. Meningkatnya pangan segar yang aman dan
bermutu
18
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Dalam rangka mengukur kinerja Badan Ketahanan Pangan untuk mencapai tujuan
strategis tersebut di atas maka ditetapkan indikator kinerja tujuan dan target kinerja
jangka menengah yang harus dicapai pada akhir tahun kelima (2019). Indikator kinerja
tersebut merupakan indikator kinerja utama Badan Ketahanan Pangan, yaitu:
1. Meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam sehingga mencapai skor Pola
Pangan Harapan (PPH) ketersediaan sebesar 96,32 pada tahun 2019;
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan sebesar 1% setiap tahun;
3. Stabilnya harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg) lebih besar
atau sama dengan Harga Pembelian Pemerintah;
4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (cv) dengan cv beras kurang dari
10%, cabe merah kurang dari 25%, bawang merah kurang dari 15% pada tahun
2019;
5. Konsumsi energi sebesar 2.150 kkal/kap/hr pada tahun 2019;
6. Konsumsi pangan hewani sebesar 225 kkal/kap/hr pada tahun 2019;
7. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) konsumsi sebesar 92,50 pada tahun 2019;
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras sebesar 6,23% pada tahun
2019;
9. Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi sebesar
10%;
10.Tingkat keamanan pangan segar yang diuji lebih besar atau sama dengan 80%.
Sasaran strategis merupakan indikator kinerja dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan oleh Badan Ketahanan Pangan tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam;
2. Menurunnya jumlah penduduk rawan pangan;
3. Stabilnya harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen;
4. Meningkatnya kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat;
5. Meningkatnya pangan segar yang aman dan bermutu.
19
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Target kinerja “Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat” Badan Ketahanan Pangan tahun 2015-2019, setiap tahun dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Target Indikator Kinerja Program (IKP) Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015–2019
No. Rincian IKP 2015 2016 2017 2018 2019
1. Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
Ketersediaan
87,52 89,71 92,04 94,25 96,32
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan (%/Tahun)
1 1 1 1 1
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat
produsen (Rp/Kg)
≥ HPP ≥ HPP ≥ HPP ≥ HPP ≥ HPP
4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (CV)
- Beras ≤ 10% ≤ 10% ≤ 10% ≤ 10% ≤ 10%
- Cabe Merah ≤ 29% ≤ 28% ≤ 27% ≤ 26% ≤ 25%
- Bawang Merah ≤ 19% ≤ 18% ≤ 17% ≤ 16% ≤ 15%
5. Konsumsi Energi (kkal/kap/hr) 2.004 2.040 2.077 2.113 2.150
6. Konsumsi Pangan Hewani (kkal/kap/hr) 191 200 208 217 225
7. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi 84,1 86,2 88,4 90,5 92,5
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras
terhadap beras (%)
5,54 5,70 5,87 6,05 6,23
9. Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi (%)
10 10 10 10 10
10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
(%)
≥ 80 ≥ 80 ≥ 80 ≥ 80 ≥ 80
Sumber: Badan Ketahanan Pangan
Sedangkan target kinerja kegiatan adalah tingkat sasaran kinerja spesifik yang akan
dicapai oleh Badan Ketahanan Pangan dalam periode 2015-2019 yang berupa output.
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) tersebut dapat diperhatikan pada lampiran 2.
20
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Memperhatikan indikator kinerja diatas dan arah kebijakan ketahanan pangan, serta
mempertimbangkan penanganan ketahanan pangan lintas pelaku dan wilayah, maka
dirumuskan “Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat”. Program tersebut diwujudkan melalui koordinasi dan sinkronisasi dalam
perencanaan dan penyiapan program, partisipasi pemangku kepentingan dan
masyarakat, identifikasi dan intervensi pangan dan gizi, serta pengembangan model
kebijakan guna pencapaian sasaran pemantapan ketahanan pangan masyarakat
sampai tingkat perseorangan.
Untuk menyelenggarakan Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan
Masyarakat, maka akan dilaksanakan 4 (empat) kegiatan sesuai dengan tugas dan
fungsi Badan Ketahanan Pangan yang meliputi:
1. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan;
2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan;
3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan;
4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan.
Rencana aksi dalam rangka mencapai sasaran diatas dibagi dalam beberapa sub
kegiatan yang akan menghasilkan beberapa output sebagai sarana untuk mencapai
sasaran program (outcome). Kegiatan beserta sub kegiatannya diuraikan berikut ini :
1. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan PanganKegiatan ini dimaksudkan untuk mengkoordinasikan upaya memantapkan ketersediaan
pangan yang bersumber dari produksi dalam negeri sekaligus pengurangan jumlah
penduduk rawan pangan.
Sasaran output kegiatan adalah (1) meningkatnya ketersediaan pangan yang beragam
dan menurunnya jumlah penduduk rawan pangan setiap tahun; serta (2) Meningkatnya
ketahanan pangan keluarga melalui pengembangan model pemberdayaan
masyarakat /Smallholder Livelihood Development (SOLID).
Untuk mencapai sasaran output pertama. ada 6 (enam) sub kegiatan. yaitu: (1) Analisis
Neraca Bahan Makanan; (2) Penguatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi; (3)
Kajian Responsif dan Antisipatif Ketersediaan dan Kerawanan Pangan; (4) Peta
21
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
ketahanan dan kerentanan pangan (Peta FSVA); (5) Kawasan Mandiri Pangan; dan (6)
Pemantauan ketersediaan dan kerawanan pangan.
Sedangkan untuk mencapai sasaran output kedua. ada 4 (empat) sub kegiatan yang
dilaksanakan bekerja sama dengan International Food for Agricultural Development
(IFAD) di 11 kabupaten di provinsi Maluku dan Maluku Utara, yaitu: (1) Pemberdayaan
petani kecil dan gender; (2) Dukungan produksi pertanian dan pemasaran; (3)
Pengembangan rantai nilai tanaman perkebunan; dan (4) Dukungan manajemen dan
administrasi SOLID.
2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Kegiatan ini ditujukan untuk mendorong pengembangan sistem distribusi dan stabilitas
harga pangan dalam rangka meningkatkan keterjangkauan pangan masyarakat. dan
antisipasi kebutuhan pangan.
Sasaran output kegiatan adalah meningkatnya kemampuan kelembagaan distribusi dan
cadangan pangan serta stabilitas harga pangan
Kegiatan ini terdiri dari 7 (tujuh) sub kegiatan. yaitu: (1) Pengembangan Usaha Pangan
Masyarakat/Toko Tani Indonesia; (2) Lembaga distribusi pangan masyarakat; (3)
Lumbung pangan masyarakat; (4) Panel harga pangan nasional dan pemantauan harga
dan pasokan pangan HBKN; (5) Pemantauan pasokan, harga, distribusi dan cadangan
pangan; (6) Kajian Responsif dan Antisipatif Distribusi Pangan; dan (7) Kajian Distribusi
Pangan.
3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Keamanan Pangan
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan dan
memasyarakatkan pola konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman
(B2SA) dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal.
Sasaran output kegiatan adalah meningkatnya pemantapan penganekaragaman
konsumsi pangan dan keamanan pangan segar.
22
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Kegiatan ini terdiri dari 6 (enam) sub kegiatan, yaitu: (1) Pemberdayaan pekarangan
pangan; (2) Pemantauan penganekaragaman konsumsi pangan; (3) Gerakan
Diversifikasi Pangan; (4) Analisis pola dan kebutuhan konsumsi pangan; (5) Model
pengembangan pangan pokok lokal; dan (6) Pengawasan keamanan dan mutu pangan;
4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan PanganKegiatan ini dimaksudkan untuk memfasilitasi dan melayani administrasi, keuangan dan
asset terhadap penyelenggaraan operasional kantor.
Sasaran output kegiatan adalah (1) Terselenggaranya pelayanan administrasi dan
pelayanan teknis lainnya secara profesional dan berintegritas di lingkungan Badan
Ketahanan Pangan; dan (2) Meningkatnya koordinasi perumusan kebijakan, evaluasi
dan pengendalian ketahanan pangan melalui Dewan Ketahanan Pangan.
Untuk mencapai sasaran output pertama. ada 4 (empat) sub kegiatan, yaitu: (1)
Perencanaan, penganggaran, dan kerja sama ketahanan pangan; (2) Pelayanan
keuangan dan perlengkapan; (3) Pemantauan dan evaluasi program dan kegiatan
ketahanan pangan; (4) Penanganan organisasi, kepegawaian, humas, tata usaha, dan
hukum.
Sedangkan untuk mencapai sasaran output kedua. hanya ada satu sub kegiatan, yaitu:
koordinasi perumusan kebijakan, evaluasi dan pengendalian ketahanan pangan melalui
Dewan Ketahanan Pangan.
Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dibutuhkan pendanaan yang sangat
besar. Sumber pendanaan tidak hanya berasal dari APBN. namun perlu ditunjang dari
sumber pendanaan lain diantaranya Pemerintah Daerah melalui APBD prov/kab/kota,
keterlibatan swasta, perbankan (skim kredit dan kredit komersial) serta dari swadaya
masyarakat. Selain itu, tidak menutup kemungkinan terhadap pendanaan yang
bersumber dari kerjasama dengan internasional. Dukungan pendanaan dibutuhkan
untuk memfasilitasi proses koordinasi, supervise, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi program/kegiatan.
23
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Program dan kegiatan pemantapan ketahanan pangan lingkup Badan Ketahanan
Pangan 2015-2019 yang dibiayai APBN, adalah prioritas nasional. Kebutuhan anggaran
Badan Ketahanan Pangan tahun 2015 adalah sebesar Rp 635,25 milyar. Sedangkan
kebutuhan anggaran tahun 2019 diperkirakan sebesar Rp 1.439,90 milyar. Kebutuhan
anggaran tersebut untuk membiayai kegiatan kajian, analisis dan perumusan kebijakan
ketahanan pangan serta pengembangan model pemberdayaan untuk meningkatkan
ketahanan pangan masyarakat terutama di lokasi rentan ketahanan pangan. Rencana
pendanaan tahunan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. Pendanaan APBN Kegiatan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015-2019
No KegiatanALOKASI (Milyar Rupiah)
2015 2016 2017 2018 2019
1814 Pengembangan Sistem Distribusi dan
Stabilitas Harga Pangan
107,26 285,41 466,02 675,59 1.081,80
1815 Pengembangan ketersediaan dan penanganan rawan pangan
111,61 268,43 285,36 320,38 71,261
1816 Pengembangan Penganekaragaman
Konsumsi dan Keamanan Pangan
132,89 125,71 98,52 138,60 149,08
1817 Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan
283,49 103,49 113,84 125,23 137,75
TOTAL 635,25 783,06 963,76 1.259,82 1.439,90
Sumber: BKP. Kementan
Secara lengkap target dan anggaran Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan
Pangan Masyarakat 2015-2019 ditampilkan Matrik Kinerja dan Pendanaan Badan
Ketahanan Pangan pada Lampiran 3. Rencana pendanaan tersebut akan disesuaikan
dengan arah kebijakan nasional dan Kementerian Pertanian pada tahun berjalan.
B. Perjanjian Kinerja
Sebagai tindaklanjut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi No. 53 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Perjanjian Kinerja
24
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
dan Pelaporan dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Badan
Ketahanan Pangan telah menyusun Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Kepala Badan
Ketahanan Pangan hingga Eselon IV lingkup Badan Ketahanan Pangan. Dalam
penyusunan laporan kinerja ini merupakan Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan,
maka perjanjian kinerja yang disusun sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas
kinerja yang akan dicapai pada tahun 2016. Perjanjian Kinerja Badan Ketahanan
Pangan mengalami beberapa perubahan karena adanya perubahan fokus kegiatan,
sasaran, dan perubahan anggaran. Pada awal tahun 2016, Perjanjian Kinerja Badan
Ketahanan Pangan mendapat alokasi anggaran sebesar Rp. 783,06 Milyar, selanjutnya
mengalami perubahan Perjanjian Kinerja hingga 3 kali yaitu Perjanjian Kinerja (Revisi I)
dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 728,93 Milyar. Perjanjian Kinerja (Revisi II)
dengan alokasi anggaran sebesar 705,86 Milyar. dan Perjanjian Kinerja (Revisi III)
dengan alokasi anggaran sebesar 671,86 Milyar. Perjanjian Kinerja Awal dan
Perubahan (Revisi III) seperti pada tabel dibawah ini, sedangkan Perjanjian Kinerja
Awal dan Perubahan (Revisi I dan II) dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5.
Tabel 4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan Awal
SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET1. Peningkatan ketersediaan
pangan yang beragam1. Skor PPH Ketersediaan 89.71
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1%
3. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
4. Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen (Cv) < 10%
4. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat
5. Konsumsi Energi 2.040 Kkal/Kap/hr6. Konsumsi Pangan Hewani 200 Kkal/Kap/hr7. Skor PPH Konsumsi 86,2
5. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu
8. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10%
9. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
≥ 80%
Kegiatan Anggaran
25
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan Rp 268.476.500.000.-
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Rp 285.414.000.000.-
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Rp 125.717.388.000.-
Dukungan Manajemen & Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan Rp 103.456.432.000.-
JUMLAH Rp 783.064.320.000.-
Tabel 5. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2016 Badan Ketahanan Pangan III
SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET
2. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam
1. Skor PPH Ketersediaan 89.71
3. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1%
4. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (Cv)
- Beras- Cabai merah- Bawang merah
< 10%< 28 %< 18 %
6. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat
5. Konsumsi Energi 2.040 Kkal/Kap/hr6. Konsumsi Pangan Hewani 200 Kkal/Kap/hr7. Skor PPH Konsumsi 86,2
7. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu
8. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10%
9. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
≥ 80%
Kegiatan Anggaran
Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan Rp 193.188.170.000.-
Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Rp 244.304.341.000.-
Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
Rp 149.451.632.000.-
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan
Rp 84.912.321.000.-
JUMLAH Rp 671.856.464.000.-
26
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Penetapan Kinerja sudah selaras dengan Renstra Badan Ketahanan Pangan
Tahun 2015 – 2019 Edisi Revisi, seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Keselarasan Indikator Kinerja Renstra dengan Penetapan Kinerja.
SASARAN PROGRAM
Indikator Renstra Tahun 2015 – 2019
Target 2016
Indikator Penetapan Kinerja tahun 2016
Target
1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan
89,71 Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan
89,71
4. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
Penurunan jumlah penduduk rawan pangan (%/Tahun)
1 Penurunan jumlah penduduk rawan pangan (%/Tahun)
1
5. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (CV)
Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (CV)
- Beras ≤ 10% - Beras ≤ 10%
- Cabe Merah ≤ 28% - Cabe Merah ≤ 28%
- Bawang Merah ≤ 18% - Bawang Merah ≤ 18%
6. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat
Konsumsi Energi (kkal/kap/hr)
2.040 Konsumsi Energi (kkal/kap/hr)
2.040
Konsumsi Pangan Hewani (kkal/kap/hr)
200 Konsumsi Pangan Hewani (kkal/kap/hr)
200
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi
86.2 Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Konsumsi
86.2
7. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu
Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras (%)
5.70 Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras (%)
5.70
Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi (%)
10 Peningkatan produk pangan segar yang terdaftar dan/atau tersertifikasi (%)
10
Tingkat keamanan pangan segar yang diuji (%)
≥ 80 Tingkat keamanan pangan segar yang diuji (%)
≥ 80
27
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja Organisasi
Metode penghitungan keberhasilan pencapaian kinerja adalah realisasi indikator dibandingkan dengan target indikator dikalikan 100 persen. Kriteria keberhasilan pencapaian kinerja dalam akuntabilitas kinerja dalam laporan ini diindikasikan dengan nilai pencapaian sebagai berikut:
1. Sangat berhasil : jika capaian kinerja>100%2. Berhasil : 80-100%3. Cukup Berhasil : 60-79%4. Tidak Berhasil : <60%
Tabel 7. Penjelasan Hasil Penghitungan Keberhasilan Pencapaian Kinerja Badan Ketahanan Pangan
INDIKATOR TARGET REALISASIKETERANGAN
1. Skor PPH Ketersediaan 89.71 - - Semakin besar capaian keberhasilan Skor PPH Ketersediaan. maka ketersediaan pangan sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik.
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1% - - Capaian tahun berjalan dikurangi capaian tahun sebelumnya.
- Semakin besar selisih penurunan jumlah penduduk rawan pangan. maka semakin sedikit jumlah penduduk rawan pangan. sehingga capaian kinerja semakin baik.
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP - - Berdasarkan HPP Rp. 3.700- Semakin tinggi harga gabah diatas HPP. maka
semakin tinggi pendapatan petani. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan kesejahteraan petani semakin baik.
4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (Cv) Beras
Cabe Merah
Bawang Merah
< 10%
< 28 %
< 18 %
---
- Semakin kecil CV pangan dibawah CV pangan ketetapan. maka capaian kinerja semakin baik. semakin stabil harga beras. cabai merah. dan bawang merah ditingkat konsumen.
28
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
INDIKATOR TARGET REALISASIKETERANGAN
5. Konsumsi Energi 2.040 Kkal/Kap/hr -
- Semakin besar capaian keberhasilan konsumsi energi. maka tingkat konsumsi energi sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi penurunan konsumsi beras yang diimbangi konsumsi umbi-umbian.
6. Konsumsi Pangan Hewani
200 Kkal/Kap/hr -
- Semakin besar capaian keberhasilan konsumsi pangan hewani. maka tingkat konsumsi pangan hewani sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi peningkatan konsumsi pangan hewani yang diimbangi konsumsi pangan nabati.
7. Skor PPH Konsumsi 86.2 - - Semakin besar capaian keberhasilan Skor PPH Konsumsi. maka semakin beragam dan seimbang konsumsi pangan masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik.
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras
5. 70% - - Semakin besar capaian rasio konsumsi pangan local non beras terhadap beras. maka tingkat konsumsi energi yang bersumber dari pangan local non beras sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capai kinerja semakin baik. Diharapkan terjadi penurunan konsumsi beras yang diimbangi konsumsi umbi-umbian.
9. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10% - - Semakin banyak produk pangan segar yang tersertifikasi. maka pelaku pertanian semakin paham tingkat keamanan produk pangan segar. sehingga capaian kinerja semakin baik.
10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
≥ 80% - - Semakin tinggi prosentase keamanan pangan segar yang diuji. maka semakin aman pangan segar di masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik.
Berdasarkan Indikator Kinerja Utama Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
pada tahun 2016, sasaran Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan
Masyarakat BKP, yaitu meningkatnya ketahanan pangan melalui pengembangan
ketersediaan, distribusi, konsumsi dan keamanan pangan, dengan sasaran kegiatan
29
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
utama yaitu: (1) Meningkatnya pemantapan penganekaragaman konsumsi pangan dan
keamanan pangan; (2) Meningkatnya pemantapan distribusi dan harga pangan; (3)
Meningkatnya pemantapan ketersediaan pangan dan penanganan rawan pangan; (4)
Meningkatnya manajemen dan pelayanan administrasi dan keuangan secara efektif dan
efisien dalam mendukung pengembangan dan koordinasi kebijakan ketahanan pangan.
Masing-masing sasaran tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan indikator
kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016
dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan
realisasinya.
Keberhasilan Badan Ketahanan Pangan dalam menjalankan Program Peningkatan
Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat diukur berdasarkan pencapaian
outcome. Pengukuran tersebut dilakukan mengingat outcome merupakan hasil dari
berfungsinya output yang telah dilaksanakan unit kerja Eselon II yaitu Pusat
Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, Pusat
Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, serta Sekretariat Badan
Ketahanan Pangan. Pengukuran capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan tersebut
dilaksanakan secara bulanan, triwulanan dan tahunan, sedangkan pengukuran realisasi
keuangan dan fisik output kegiatan dipantau secara mingguan, bulanan dan triwulanan
melalui Laporan Sistem Monitoring Anggaran Terpadu (SMART) secara online, Laporan
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), Laporan Kegiatan Utama dan
Strategis, Laporan Penetapan Kinerja (PK) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Badan
Ketahanan Pangan dan Kementerian Pertanian, serta Laporan Rencana Aksi Hak Asasi
Manusia (RANHAM) Kementerian Hukum dan Ham.
Pengukuran kinerja didasarkan pada indikator kinerja yang terstandarisasi agar mampu
menghasilkan hasil evaluasi kinerja yang relevan dan reliabel sebagai bahan
pertimbangan perencanaan selanjutnya. Hasil pengukuran menjadi dasar untuk
menyimpulkan kemajuan kinerja, mengambil tindakan dalam rangka mencapai target
kinerja yang ditetapkan dan menyesuaikan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator sasaran tersebut dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
30
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Tabel 8. Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016
SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET REALISASI CAPAIAN
1. Peningkatan ketersediaan pangan yang beragam
1. Skor PPH Ketersediaan 89.71 85.24 - Berhasil (95 %)- Capaian keberhasilan
Skor PPH Ketersediaan hampir mendekati target. maka ketersediaan pangan sudah terpenuhi bagi masyarakat. sehingga capaian kinerja semakin baik.
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1% 0.27 % - Krg Berhasil (27 %)- Sudah terjadi
penurunan jumlah penduduk rawan pangan. namun penurunan masih kurang berhasil.
3. Stabilitas harga pangan pokok di tingkat produsen dan konsumen
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP 4.268 - HPP Rp. 3.700 (Sangat Berhasil 115,35 %)
- Harga gabah sudah diatas HPP. maka semakin tinggi pendapatan petani. sehingga capaian kinerja semakin baik. Diharapkan kesejahteraan petani semakin baik.
4. Koefisien variasi pangan di tingkat konsumen (Cv) Beras
Cabe Merah
Bawang Merah
< 10%
< 28 %
< 18 %
1.74 %
23.57 %
23.90 %
- CV harga beras sangat berhasil (574,71 %) yi sudah sangat rendah/jauh dari target sehingga harga beras ditingkat konsumen sangat stabil.
- CV harga cabai merah lebih rendah dari target yi sangat berhasil (118,79 %),
31
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET REALISASI CAPAIAN
namun hampir mendekati target sehingga harga cabai merah kurang stabil.
- CV harga bawang merah lebih tinggi dari target yi cukup berhasil (75,31 %), sehingga harga bawang merah belum stabil.
5. Peningkatan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat
5. Konsumsi Energi 2.040 Kkal/Kap/hr
2.147 Kkal/Kap/Hr
- Sangat Berhasil (105,2 %). Konsumsi energi. sudah melebihi target, maka konsumsi energi sudah sangat baik, sehingga capaian kinerja semakin baik.
6. Konsumsi Pangan Hewani
200 Kkal/Kap/hr
211 Kkal/Kap/Hr
- Sangat Berhasil (105.5 %)Konsumsi pangan hewani. sudah melebihi target, maka konsumsi pangan hewani semakin banyak, sehingga capaian kinerja semakin baik.
7. Skor PPH Konsumsi 86.2 86.00 - Berhasil (99 %)- Capaian keberhasilan
Skor PPH Konsumsi. hampir mendekati target. maka konsumsi pangan masyarakat semakin beragam dan seimbang. sehingga capaian kinerja semakin baik.
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras
5. 70% 6.30%
- Sangat Berhasil (110 %). Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras,
32
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET REALISASI CAPAIAN
sudah melebihi target, maka konsumsi pangan non beras semakin banyak, sehingga capaian kinerja semakin baik.
6. Peningkatan pangan segar yang aman dan bermutu
9. Peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi
10% 26.04 % - Sangat Berhasil (260 %)
- Capaian kinerja sudah diatas target. berarti banyak produk pangan segar yang tersertifikasi, maka pelaku pertanian semakin paham tingkat keamanan produk pangan segar, sehingga capaian kinerja semakin baik.
10. Tingkat keamanan pangan segar yang diuji
≥ 80% 99.61 % - Sangat berhasil (124 %)
- Capaian kinerja keamanan pangan segar yang diuji, sudah diatas target, maka semakin aman pangan segar di masyarakat, sehingga capaian kinerja semakin baik.
Sumber : Badan Ketahanan Pangan
Dari tabel diatas dapat diketahui, bahwa capaian kinerja Perjanjian Kinerja Tahun
2016 adalah : dari 10 indikator, yang mencapai nilai pencapaian diatas 100 persen
(Sangat Berhasil) sebanyak 6 indikator, nilai pencapaian 80 – 100 persen
(Berhasil) sebanyak 2 indikator yaitu PPH Ketersediaan dan Skor PPH Konsumsi,
dan nilai pencapaian dibawah 60 persen kurang sebanyak 1 indikator yaitu
penurunan rawan pangan, meskipun mengalami penurunan jumlah penduduk
rawan pangan. Sedangkan untuk indikator koefisien variasi harga beras jauh
dibawah target sehingga harga beras stabil, cabai merah meskipun sudah
33
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
dibawah target namun hampir mendekati target, sehingga harga cabai merah
kurang stabil, sedangkan harga bawang merah diatas target sehingga harga
bawang merah belum stabil.
B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Sasaran.
Analisis dan evaluasi capaian kinerja diperoleh dari hasil pengukuran kinerja
kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran. Beberapa sasaran dapat
dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang saling terkait untuk mencapai
sasaran tersebut. Hasil analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2016 Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Skor PPH Ketersediaan
Definisi PPH Ketersediaan adalah susunan beragam pangan atau kelompok
pangan yang didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut atau
relative terhadap total energi, baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi
pangan, yang mampu mencukupi kebutuhan dengan mempertimbangkan
aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, dan cita rasa.
Dalam menghitung PPH Ketersediaan tersebut, dengan cara :
a. Mengelompokkan konsumsi energi bahan pangan dalam 9 kelompok PPH,
b. Menjumlahkan energi pangan dalam satu kelompok bahan pangan,
c. Menghitung prosentase AKE kelompok bahan pangan dengan cara
membandingkan konsumsi energi aktual dengan tingkat kecukupan gizi
(AKG),
d. Menghitung skor AKE kelompok bahan pangan dengan cara prosentase
AKE dikalikan dengan bobot kelompok bahan pangan,
e. Menghitung skor PPH kelompok bahan pangan dengan cara
membandingkan skor AKE kelompok bahan pangan dengan skor
maksimal kelompok bahan pangan,
f. Menghitung skor PPH dengan cara menjumlahkan skor dari setiap
kelompok bahan pangan.
34
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Ketersediaan pangan merupakan aspek penting dalam mewujudkan
ketahanan pangan. Penyediaan pangan diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan secara
berkelanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan
meningkatkan kuantitas serta kualitas konsumsi pangan, diperlukan target
pencapaian angka ketersediaan pangan per kapita per tahun sesuai dengan
angka kecukupan gizinya. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) X
tahun 2014 merekomendasikan kriteria ketersediaan pangan ditetapkan
minimal 2.400 kkal/kapita/hari untuk energi dan minimal 63 gram/kapita/hari
untuk protein.
Ketersediaan energi selama kurun waktu 2012 - 2016 sudah jauh di atas
rekomendasi WNPG X tahun 2012 dengan rata–rata 3.890 kkal/kapita/hari.
Ketersediaan energi tersebut mengalami peningkatan rata-rata 0,63 persen
per tahun. Kecenderungan peningkatan ketersediaan energi selama periode
ini disebabkan terjadinya peningkatan ketersediaan energi yang cukup besar
pada periode 2012 - 2016 karena adanya peningkatan produksi beberapa
komoditas pangan. Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa ketersediaan
energi secara umum sudah cukup baik. Kelebihan ketersediaan pangan
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai stok atau cadangan maupun untuk
diekspor.
Seperti halnya ketersediaan energi, tingkat ketersediaan protein pada periode
2012 - 2016 juga sudah melebihi rekomendasi angka kecukupan gizi WNPG X
tahun 2012 dengan ketersediaan protein rata-rata 89,66 gram/kapita/hari.
Namun ketersediaan protein tersebut mengalami penurunan rata-rata 1,19
persen per tahun. Upaya dalam peningkatan ketersediaan protein antara lain :
(1) berkoordinasi dengan instansi terkait dalam upaya peningkatan produksi
komoditas yang mengandung protein nabati dan hewani, (2) sosialisasi dan
promosi terkait dengan ketersediaan protein di tingkat rumah tangga.
Jika dilihat dari sumbangan energi dan proteinnya, kelompok pangan hewani
memberikan porsi sumbangan dengan jumlah yang jauh lebih besar
35
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
dibandingkan kelompok pangan nabati. Secara nasional, ketersediaan energi
dan protein per kapita per tahun dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 9. Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein serta Skor PPH Ketersediaan Tahun 2012–2016
TahunEnergi (Kalori/Hari) Protein (Gram/Hari) Skor PPH
Total Nabati Hewani Total Nabati Hewani Ketersediaan
2012 3.896
3.707 188 88.99 73.19 15.79 83.5
2013 3.867
3.586 280 89.55 71.82 17.73 90.85
2014 3.834
3.662 172 91.83 74.06 17.78 89.3
2015 3.835
3.658 177 94.85 76.53 18.32 89.72
2016* 4.017
3.854 163 83.07 65.73 17.33 85.24
Total Pertumbhn 0.032 0.041 0.054 -0.060 -0.095 0.102 0.026
Rata2 Pertumbhn (%) 0.635 0.821 1.072 -1.191 -1.906 2.040 0.515
Rata-rata 3.890
3.693 196 89.66 72.27 17.39 87.72
Keterangan : NBM 2016 PerkiraanSumber: Badan Ketahanan Pangan (BKP). Kementerian Pertanian
2012 2013 2014 2015 2016* Rata-rata -
500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500
Ketersediaan Energi (Kalori/Hari)
Energi (Kalori/Hari) Total Energi (Kalori/Hari) Nabati Energi (Kalori/Hari) Hewani
Grafik 1. Ketersediaan Energi Tahun 2012 – 2016
36
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
2012 2013 2014 2015 2016* Rata-rata0
102030405060708090
100
Ketersediaan Protein (Gram/Hari)
Protein (Gram/Hari) Total Protein (Gram/Hari) Nabati Protein (Gram/Hari) Hewani
Grafik 2. Ketersediaan Protein Tahun 2012 – 2016
2012 2013 2014 2015 2016* Rata-rata78
80
82
84
86
88
90
92
Skor PPH
Grafik 3. Skor PPH Ketersediaan Pangan Tahun 2012 – 2016
Tingkat ketersediaan pangan selain dilihat dari kecukupan gizinya, baik energi
dan protein, juga dinilai dari sisi keberagaman ketersediaan gizi berdasarkan
Pola Pangan Harapan (PPH). PPH tingkat ketersediaan dihitung berdasarkan
ketersediaan energi Neraca Bahan Makanan (NBM). Keberagaman
ketersediaan pangan akan mendukung pencapaian keberagaman konsumsi
pangan sehingga dapat dicapai sasaran konsumsi pangan yang diharapkan.
Perkembangan skor PPH tingkat ketersediaan berdasarkan Neraca Bahan
Makanan tahun 2012 – 2016 menunjukkan skor rata-rata 87,72 persen
dengan kecenderungan meningkat rata-rata 0,51 persen per tahun.
37
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Skor PPH tingkat ketersediaan dari NBM tahun 2016 adalah 85,24, apabila
dibandingkan tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 4,48 persen.
Sedangkan apabila dibandingkan capaian keberhasilan Skor PPH
Ketersediaan tahun 2016 dengan target, maka telah tercapai sebesar 95
persen dari target sebesar 89,71 persen atau kategori berhasil/hampir
mendekati target, maka ketersediaan pangan sudah terpenuhi bagi
masyarakat, sehingga capaian kinerja semakin baik. Apabila dibandingkan
terhadap target Skor PPH Ketersediaan tahun 2019 (akhir RPJMN tahun 2015
– 2019) sebesar 92,32 persen, maka capaian tahun 2016 hampir mencapai
target 2019 (sebesar 97,17 persen).
Penurunan tersebut disebabkan oleh : (1) mulai tahun 2014 perhitungan
angka PPH ketersediaan telah menggunakan angka ketersediaan energi
2.400 kkal/kapita/hari sesuai dengan rekomendasi WNPG X tahun 2012.
sebelumnya angka ketersediaan energi 2.200 kkal/kap/hari; (2) pemindahan
kandungan gizi komoditas rumput laut yang sebelumnya masuk ke dalam
kelompok hewani, di masukan ke kelompok nabati. Untuk mencapai
keberagaman ketersediaan pangan yang ideal dan memenuhi Angka
Kecukupan Gizi (AKG) tingkat ketersediaan yang dianjurkan, maka yang perlu
ditingkatkan lagi selama tahun 2012 - 2016 adalah ketersediaan kelompok
pangan hewani serta sayuran dan buah.
Kegiatan Badan Ketahanan Pangan dalam mendukung pencapaian PPH
Ketersediaan adalah Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat,
Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat karena kegiatan tersebut
mendukung pendapatan anggota kelompok dan sebagai cadangan pangan
masyarakat.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam
mendukung capaian PPH Ketersediaan Pangan adalah kegiatan (a)
Pengembangan Desa/Kawasan Mandiri Pangan di 192 kawasan, (b) Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi di 35 lokasi, (c) Pengembangan Lembaga
38
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Distribusi Pangan Masyarakat di 341 gapoktan, (d) Pengembangan Lumbung
Pangan Masyarakat di 54 kelompok pada lokasi kegiatan yang diprioritaskan
di daerah rawan pangan dan sebagai cadangan pangan masyarakat, (d)
Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku Utara
pada 11 kabupaten melalui Pemberdayaan petani kecil dan gender di 33.600
KK, dan kegiatan yang mendukung produksi pertanian dan pemasaran di
26.880 KK.
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator Skor
PPH Ketersediaan adalah sebesar Rp. 250.064.227.000 dengan realisasi
anggaran sebesar Rp. 244.304.341.000 atau 91,57 persen.
2. Penurunan Penduduk Rawan Pangan
Definisi penurunan jumlah penduduk rawan pangan per tahun adalah
persentase jumlah penduduk dengan konsumsi kalori per hari kurang dari 70
persen dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada tahun tertentu (y) dikurangi
dengan tahun sebelumnya (y-1). Persentase penurunan tersebut ditetapkan
sebesar 1 persen tiap tahun searah dengan kebijakan Suitanable
Development Goals (SDG’s) pada tahun 2030.
Dalam menghitung penurunan jumlah penduduk rawan pangan, dengan cara :
persentase penduduk rawan pangan pada tahun y-1 dikurangi jumlah
penduduk rawan pangan pada tahun y. Satuan penurunan jumlah penduduk
rawan pangan adalah persen/tahun
Kemiskinan dan kerawanan pangan merupakan dua fenomena yang saling
terkait, bahkan dipandang sebagai hubungan sebab akibat. Kondisi ketahanan
pangan yang rentan menjadi sumber kemiskinan, sebaliknya kemiskinan bisa
menjadi penyebab seseorang menjadi rawan pangan.
Tingkat perkembangan penduduk rawan pangan ditunjukkan dengan Angka
Rawan Pangan yang merupakan gambaran situasi tingkat aksesibilitas
pangan masyarakat dicerminkan dari tingkat kecukupan gizi masyarakat, yang
diukur dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Data dasar yang digunakan untuk
39
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
mengukur tingkat kerawanan pangan adalah data hasil Susenas (Survei
Sosial Ekonomi Nasional) berdasarkan pangsa pengeluaran dan konsumsi
pangan yang dilaksanakan oleh BPS dimana angka kecukupan konsumsi
kalori penduduk Indonesia per kapita per hari berdasarkan Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) 2004 adalah 2000 kkal.
Persentase rawan pangan berdasar angka kecukupan gizi (AKG) suatu
daerah, dihitung dengan menjumlahkan penduduk dengan konsumsi kalori
kurang dari 1400 kkal (70% AKG) perkapita dibagi dengan jumlah penduduk
pada golongan pengeluaran tertentu. Angka rawan pangan sejak tahun 2012–
2016 ditunjukkan pada Tabel dan Grafik dibawah ini.
Tabel 10. Angka Rawan Pangan Tahun 2012 - 2016.
TahunJumlah Penduduk
Sangat Rawan Pangan
(< 70% AKG)%
Jumlah Penduduk Rawan
Pangan (70%-89.9% AKG)
%Jumlah
Penduduk Tahan Pangan (>=90% AKG)
%
2012 47.842.490 19,52 80.832.494 32,97 116.463.438 47,512013 46.399.355 18,68 84.091.618 33,84 117.956.185 47,482014 43.739.341 16,94 84.823.188 33,16 122.825.321 49,902015 33.030.182 12,96 72.813.600 28,57 149.052.869 58,482016 32.734.074 12,69 70.039.317 27,16 155.116.930 60,15
Sumber: Data Susenas BPS berdasarkan pangsa pengeluaran dan konsumsi pangan dengan jumlah kecukupan gizi 2000 kkal/hari sesuai dengan WNPG VIII tahun 2004. Keterangan: Sangat rawan : (a) Konsumsi kalori perkapita perhari kurang < 70% dari AKG; Rawan Pangan : (b) Konsumsi kalori perkapita perhari 70-90% dari AKG; Tahan pangan : (c) Kosumsi kalori perkapita perhari > 90% dari AKG.
40
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
2012 2013 2014 2015 20160.00
10.0020.0030.0040.0050.0060.0070.00
Perkembangan Kerawanan Pangan di Indonesia Tahun 2012-2016
pers
en
Grafik 4. Persentase Perkembangan Kerawanan Pangan
Berdasarkan perkembangan angka rawan pangan pada tabel dan grafik diatas
yang merupakan angka gabungan yang dihitung berdasarkan jumlah seluruh
sampel data susenas pada tahun tersebut, terlihat bahwa penduduk rawan
pangan mengalami penurunan sejak tahun 2012 - 2016. Persentase angka
sangat rawan pangan pada 2012 sebesar 19,52 persen; 2013 sebesar 18,68
persen; 2014 sebesar 16,94 persen; 2015 sebesar 12,96 persen; dan tahun
2016 turun menjadi 12,69 persen. Namun apabila dibandingkan tahun 2015,
tahun 2016 sudah terjadi penurunan jumlah penduduk rawan pangan.
Sehingga capaian keberhasilan Penurunan Jumlah Penduduk Rawan Pangan
sebesar 0,27 persen dari target sebesar 1 persen atau kategori kurang
berhasil, sehingga capaian kinerja kurang baik. Apabila dibandingkan
terhadap target Penurunan Jumlah Penduduk Rawan Pangan tahun 2019
(akhir RPJMN tahun 2015 – 2019) sebesar 1 persen, maka capaian tahun
2016 masih dibawah mencapai target 2019.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam
mendukung penurunan rawan pangan adalah kegiatan (a) Pengembangan
Desa/Kawasan Mandiri Pangan, (b) Penanganan Daerah Rawan Pangan
melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi serta Peta Kerawanan dan
Kerentanan Pangan (FSVA), (c) Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil
(SOLID) di Maluku dan Maluku Utara, (d) Pengembangan Lumbung Pangan
41
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Masyarakat di 54 kelompok pada lokasi kegiatan yang diprioritaskan di daerah
rawan pangan dan sebagai cadangan pangan masyarakat, serta (e) Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL) di 4.869 desa, KRPL dalam rangka
peningkatan gizi rumah tangga dan peningkatan pendapatan masyarakat.
a. Kawasan Mandiri Pangan
Dalam rangka pengurangan kemiskinan dan penanggulangan
kerawanan pangan khususnya rawan pangan kronis. BKP
mengembangkan kegiatan Kawasan Mandiri Pangan yang menjadi
salah satu kegiatan strategis di BKP. Kawasan Mandiri Pangan (KMP)
adalah kawasan yang dibangun dengan melibatkan keterwakilan
masyarakat yang berasal dari desa-desa atau kampung-kampung
terpilih (terdiri dari 5 kampung/desa), untuk menegakkan masyarakat
miskin di daerah rawan pangan menjadi kaum mandiri. Tujuan umum
kegiatan KMP adalah mewujudkan ketahanan pangan masyarakat
berlandaskan kemandirian dan kedaulatan pangan. Secara
keprograman, kegiatan KMP dilaksanakan melalui 5 tahapan yang
meliputi: Tahap Persiapan, Penumbuhan, Pengembangan,
Kemandirian dan Keberlanjutan (Exit Strategy). Untuk mendukung
kegiatan pemberdayaan dalam KMP maka dialokasikan dana bantuan
sosial bansos/bantuan pemerintah (banper), serta anggaran pembinaan
dan pendampingan bagi daerah.
Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan dimulai pada tahun 2013 di
Kawasan Perbatasan, Kepulauan, serta Papua dan Papua Barat yang
bertujuan untuk: (1) mengembangkan perekonomian kawasan adat di
Papua-Papua Barat; (2) mengembangkan perekonomian kawasan
perbatasan antar negara; dan (3) mengembangkan cadangan pangan
masyarakat kawasan kepulauan.
42
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Tabel 11. Perkembangan Dana Bansos dan Realisasi Kawasan Mandiri Pangan Tahun 2013–2016
Tahun 2013 2014 2015 2016 Total Rata-rata/ tahun
Bansos/Banper (juta) 21.800 21.400 20.600 7.800 71.60014.320
Penerima Manfaat 109 107 188 181 585146
Sumber : Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
Sasaran kegiatan Kawasan Mandiri Pangan di tahun 2016 berada di
192 kawasan di 145 Kabupaten/Kota pada 31 Provinsi yang terdiri dari
107 Kawasan Kepulauan, Perbatasan, Papua dan Papua Barat serta
85 KMP di provinsi lainnya. Untuk pelaksanaan kegiatan KMP tahun
2016 (yakni KMP yang dimulai pada tahun 2015) terdapat perbedaan
antara target dan capaian, dimana target pelaksanaan KMP diawal
tahun 2016 adalah sebanyak 192 kawasan dan terealisasi sebanyak
181 kawasan atau 94,27% (yang terdiri dari 103 Kawasan Kepulauan.
Perbatasan, Papua dan Papua Barat dan 78 KMP di provinsi lainnya).
Penyebab terjadinya hal tersebut antara lain karena:
1. Terjadi pemekaran di salah satu wilayah Provinsi Kalimantan
Timur menjadi Provinsi Kalimanatan Utara sehingga berpengaruh
terhadap kesiapan provinsi baru dalam proses administrasi
pencairan bansos dan pembinaan kegiatan;
2. Tantangan dari segi geografis di beberapa daerah di mana jarak
antar lokasi yang jauh dan tidak hanya dihubungkan oleh daratan
(tetapi juga perairan) sehingga dibutuhkan sumber daya (termasuk
keuangan) yang besar untuk pelaksanaan monev oleh aparat
kabupaten dan provinsi;
3. Kapasitas SDM/aparat yang masih kurang di tingkat kabupaten;
4. Terdapat daerah yang tidak melakukan survei Data Dasar Rumah
tangga (DDRT) pada Tahap Persiapan;
5. Penetapan lokasi pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan
arahan yang sudah ditentukan. misalnya terdapat lokasi di mana
43
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
masyarakatnya menerima bantuan lain seperti bantuan
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaan (PUAP).
Selain itu tantangan lain yang dihadapi adalah: terjadinya refocusing
kegiatan dan anggaran, mutasi pejabat/pegawai, serta pendamping
yang tinggal diluar desa binaan.
b. Penanganan Daerah Rawan Pangan
Kegiatan penanganan daerah rawan pangan lebih difokuskan pada
pencegahan dini daerah rawan melalui optimalisasi kegiatan FSVA
(Food Security and Vulnerability Atlas/Peta Ketahanan dan Kerentanan
Pangan) dan SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi) yang
dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan informasi tentang kantong-
kantong kerawanan pangan tingkat wilayah.
FSVA disusun pada tingkat wilayah dengan menggunakan indikator
yang sifatnya statis dan perubahannya jangka panjang periode
pengambilan data setiap 2 - 3 tahun. Untuk memperkuat analisis FSVA
dilakukan sistem pemantauan dan deteksi dini dalam mengantisipasi
kejadian kerawanan pangan secara berjenjang dan dilakukan secara
periodik (bulanan) dan terus menerus.
SKPG merupakan serangkaian proses untuk mengantisipasi kejadian
kerawanan pangan dan gizi melalui pengumpulan, pemrosesan,
penyimpanan, analisis, dan penyebaran informasi situasi pangan dan
gizi bulanan dan tahunan. Data bulanan dan tahunan tersebut
menginformasikan tentang 3 (tiga) indikator utama yaitu ketersediaan,
akses, dan pemanfaatan pangan yang menjadi dasar untuk
menginformasikan situasi pangan dan gizi di suatu daerah. Meskipun
kegiatan SKPG sangat bagus sebagai upaya pencegahan rawan
pangan, namun kegiatan SKPG kurang berjalan sesuai dengan target,
karena (i) Daerah tidak optimal dalam melaksanakan dan
memanfaatkan hasil analisis SKPG; (ii) Tingginya tingkat mutasi aparat
44
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
sehingga petugas sering berganti; (iii) Tidak optimalnya peran Tim
Pokja SKPG; (iv) Kurangnya kesadaran aparat terkait pentingnya
kegiatan pemantauan pangan dan gizi melalui SKPG; dan (v)
Penghematan anggaran.
c. Peningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku UtaraPeningkatan Kesejahteraan Petani Kecil (SOLID) di Maluku dan Maluku
Utara. Kegiatan tersebut antara lain Pemberdayaan Petani Kecil dan
Gender, dan kegiatan rumah tangga yang mendukung produksi
pertanian dan pemasaran.
Program SOLID dilaksanakan di 224 desa dan dirasakan manfaatnya
oleh 217 desa atau 92,72 %, yang terdiri dari 33.600 KK (100 % dari
target sasaran 33.600 KK) dan tergabung kedalam 26.363 Kelompok
Mandiri (KM) (98 % dari target sasaran 26.880 KM). Fasilitas
permodalan dalam bentuk dana hibah prestasi (MF) dan dana bergulir
(RF) diberikan kepada KM untuk membiayai usaha produktif yang
dijalankan oleh KM maupun anggota KM. Sampai dengan akhir tahun
2016, total dana MF dan RF yang disalurkan kepada KM masing-
masing sebesar Rp. 30.352 Milyar dan Rp. 72.840 Milyar.
Selain Fasilitasi permodalan. pada tahun 2016 KM menerima fasilitasi
pelatihan-pelatihan teknis, demplot, sekolah lapang, anjang karya, serta
bantuan sarana dan pra sarana untuk KM. Fasilitasi permodalan.
pelatihan pengembangan kapasitas serta sarana dan prasarana yang
diberikan kepada KM berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan
produktif yang diusahakan oleh KM.
Berdasarkan hasil survey tahun 2016, peningkatan hasil produksi
pertanian dialami oleh hampir semua responden SOLID. Peningkatan
produksi pertanian responden tersebut terjadi pada hampir semua
komoditi/produk yang diusahakan, kecuali produk olahan pala.
45
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Peningkatan tersebut terkait dengan penggunaan teknologi baru,
teknologi perbanyakan benih. teknik budidaya tanaman, dan lain-lain.
Meskipun produksinya dilaporkan meningkat. hanya 59% responden
yang menyatakan bahwa pendapatan mereka naik dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Jumlah peningkatan produksi dan
pendapatan petani dapat dilihat pada grafik dibawah ini
Grafik 5. Produksi rata-rata per responden pada tahun 2015 dan 2016
Grafik 6. Dampak Peningkatan Pendapatan Kelompok Solid dibandingkan dengan tahun sebelumnya
Adanya peningkatan produksi pertanian dan pendapatan tersebut
berpengaruh terhadap situasi ketahanan pangan responden SOLID.
Dari seluruh responden, hanya 25% yang melaporkan mengalami
kekurangan pangan selama 12 bulan terakhir. Akan tetapi. responden
46
59%32%
9%
Lebih Tinggi Sama
Lebih Rendah
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
tersebut sebagian besar mengalami kekurangan kekurangan pangan
selama 1-2 minggu (Grafik A), relatif lebih singkat apabila dibandingkan
dengan durasi kekurangan pangan yang dialami oleh sebagian besar
responden pada tahun 2012 dan 2014 (Grafik B).
Grafik 7. Durasi kekurangan pangan yang dialami oleh responden survey tahun 2016 (A) dan survey benchmark dan midterm dampak (B).
Kendala SOLID : (1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di awal
tahun harus tertunda karena adanya pemblokiran; (2) Pencairan dana ditahun
2015 masih disalurkan ditahun 2016; (3) Proses identifikasi yang agak
terlambat karena belum siapnya masyarakat dalam penyusunan Rencana
Usaha.
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator
penurunan jumlah penduduk rawan pangan adalah sebesar Rp.
250.064.227.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 244.304.341.000
atau 91,57 persen.
3. Stabilnya Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Tingkat Produsen
Definisi harga Gabah Kering Panen (GKP) di Tingkat Produsen yaitu besaran
harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen/petani lebih besar atau
47
A B
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
sama dengan harga pembelian pemerintah (HPP). Satuan harga gabah kering
panen di tingkat produsen yaitu Rp/Kg.
Dalam menghitung harga gabah kering panen di tingkat produsen, dengan
cara : menghitung rata-rata harga harga gabah kering panen di tingkat
produsen pada 34 provinsi.
Stabilitas pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan
kinerja subsistem distribusi pangan. Stabilnya harga pangan sangat
dipengaruhi beberapa aspek antara lain kemampuan memproduksi bahan
pangan, kelancaran arus distribusi pangan, dan pengaturan impor pangan.
Ketidakstabilan harga pangan dapat memicu tingginya harga pangan di dalam
negeri sehingga aksesibilitas masyarakat terhadap pangan secara ekonomi
akan menurun yang pada akhirnya dapat meningkatkan angka kerawanan
pangan. Berikut perkembangan harga gabah di tingkat produsen tahun 2012 –
2016, dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Grafik 8. Harga Gabah di Tingkat Produsen Tahun 2012 – 2016 Berdasarkan Pantauan BPS
48
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Januari
FebruariMaret
April MeiJuni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember0
2,000
4,000
6,000
8,000
10,000
12,000
Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras di Tingkat Petani
Harga (Rp/Kg) GKP di Petani Harga (Rp/Kg) GKG d PenggilinganHarga (Rp/Kg) Beras Medium di Penggilingan
Grafik 9. Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras Tingkat Petani Tabel 12. Perkembangan Harga GKP, GKG dan Beras Tingkat Petani
Berdasarkan Pantauan BPS Tahun 2016
BulanHarga (Rp/Kg)
GKP di Petani GKG d PenggilinganBeras Medium di
PenggilinganJanuari 5.206 5.805 9.548Februari 5.211 5.869 9.622Maret 4.703 5.622 9.444April 4.262 5.593 8.959Mei 4.440 5.600 8.836Juni 4.501 5.526 8.973Juli 4.376 5.473 8.932Agustus 4.480 5.514 8.901September 4.537 5.397 8.965Oktober 4.905 5.413 8.981November 5.070 5.426 9.050Desember 5.117 5.551 9.069Rata-Rata 4.734 5.566 9.107Maksimal 5.211 5.869 9.622Minimal 4.262 5.397 8.836Pertb/bl (%) (0,02) (0,39) (0,45)CV (%) 7,36 2,65 2,96
Sumber : BPS yang diolah BKP
49
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Berdasarkan capaian kinerja sasaran Stabilnya Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Tingkat Produsen melalui Panel Harga Badan ketahanan Pangan yaitu Rp. 4.268/kg atau Sangat Berhasil 115,35 persen. Harga gabah sudah diatas HPP yaitu Rp. 3.700/kg, maka semakin tinggi pendapatan petani, sehingga capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan semakin baik. Apabila dibandingkan terhadap target Stabilnya Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Tingkat Produsen tahun 2019 (akhir tahun RPJMN tahun 2015 – 2019) > HPP, maka capaian tahun 2016 telah mencapai diatas target.
Pola perkembangan harga GKP di petani selama tahun 2012 – 2016 memiliki pola yang hampir sama setiap tahunnya. Data harga gabah kering panen (GKG) diambil dari data harga di 22 provinsi sentra produksi padi (panel harga pangan BKP). Selama Tahun 2016 sebagian besar petani di lokasi panel menjual gabah dalam bentuk GKP dan GKG. Harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani berkisar antara Rp 4.057/kg s.d Rp 4.659/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan Januari 2016 senilai Rp. 4.659/kg, sedangkan harga terendah terjadi pada Bulan April 2016 senilai Rp. 4.057/kg. Perubahan harga GKP di tingkat petani relatif kecil, yaitu turun 0,71 persen dan harga GKP tahun 2016 cenderung stabil koefisien varian (CV) sebesar 4,15 persen.
Harga Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat penggilingan berkisar antara Rp
5.032/kg s.d Rp 5.548/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan Januari 2016
senilai Rp. 5.548/kg dan harga terendah pada bulan Juni 2016 senilai Rp.
5.032/kg. Sama halnya dengan perubahan harga GKP, harga GKG di tingkat
penggilingan relatif kecil, yaitu turun 0,51 persen dan harga GKG tahun 2016
relatif stabil koefisien varian (CV) 3,01 persen.
Harga beras medium di tingkat penggilingan berkisar antara Rp 8.554/kg s.d
Rp 9.018/kg. Harga tertinggi terjadi pada bulan Februari 2016 senilai Rp.
9.018/kg dan harga terendah pada bulan September 2016 senilai Rp.
8.554/kg. Perubahan harga GKG di tingkat penggilingan relatif kecil, yaitu
turun 0,24 persen dan harga beras medium tahun 2016 relatif stabil dengan
koefisien varian (CV) sebesar 1,74 persen. Harga gabah dan beras dikatakan
berfluktuasi apabila koefisien varian diatas 5 persen dalam periode tertentu.
50
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Perkembangan harga gabah berdasarkan panel harga BKP tahun 2016 dapat
dilihat pada grafik dan tabel dibawah ini.
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
10,000
Harga GKP di Petani Harga GKG di Penggilingan Harga Beras Medium di Penggilingan
Harg
a (R
p/Kg
)
Grafik 10. Perkembangan Panel Harga Gabah di Tingkat Petani/Produsen
Tabel 13. Perkembangan Harga Gabah di Tingkat Petani/Produsen
BulanHarga Komoditas Pangan Strategis (Rp/Kg)
Harga GKP di Petani Harga GKG di Penggilingan
Harga Beras Medium di Penggilingan
Jan 4.659 5.548 8.992Feb 4.555 5.441 9.018Mar 4.196 5.187 8.809Apr 4.057 5.077 8.62May 4.104 5.074 8.598Jun 4.135 5.032 8.572Jul 4.168 5.087 8.709
Aug 4.226 5.119 8.673Sep 4.24 5.111 8.554Oct 4.281 5.154 8.651Nov 4.305 5.173 8.706Dec 4.292 5.236 8.754
Rata-Rata 4.268 5.187 8.721Maksimal 4.659 5.548 9.018Minimal 4.057 5.032 8.554
Pertb/bl (%) (0,71) (0,51) (0,24)CV (%) 4,15 3,01 1,74
Sumber : Panel Harga BKP
51
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Sedangkan perkembangan harga komoditas strategis di tingkat produsen
dapat dilihat pada lampiran 6.
Apabila dibandingkan harga LDPM, berdasarkan laporan 2 bulanan mulai
bulan Februari sampai dengan bulan Agustus tahun 2016 yang disampaikan
oleh provinsi pelaksana kegiatan Penguatan-LDPM, rata-rata harga pembelian
Gapoktan adalah gabah Rp. 4.799.- dan beras Rp. 8.306.- ini menunjukkan
bahwa rata-rata pembelian Gapoktan lebih tinggi dibandingkan HPP (gabah
3.700 dan beras Rp. 7.300.-). Rincian Rata-rata harga pembelian Gabah dan
Beras dimasing-masing provinsi dapat dilihat pada tabel berikut ini
52
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Tabel 14. Rata-rata harga pembelian Gabah dan Beras tingkat LDPM
Gabah Beras Gabah Beras Gabah Beras Gabah Beras Gabah Beras1 Aceh 4.320 7.388 4.334 7.389 4.312 7.389 4.313 7.389 4.320 7.389 2 Sumut 4.792 8.309 4.435 5.800 4.612 8.073 5.167 8.521 4.752 7.676 3 Sumbar 4.216 7.436 3.823 7.782 3.623 7.404 3.532 7.442 3.799 7.516 4 Riau 3.112 8.047 4.902 7.059 - 7.275 4.644 7.944 4.219 7.581 5 Kepri 7.500 - 7.500 10.000 7.500 10.000 7.379 10.000 7.470 10.000 6 Jambi 4.618 9.868 4.537 9.645 5.025 9.939 5.167 8.521 4.837 9.493 7 Bengkulu 4.450 10.055 3.843 7.432 - 6.963 5.000 - 4.431 8.150 8 Sumsel 4.536 9.540 5.025 9.939 3.971 8.106 3.971 8.106 4.376 8.923 9 Lampung - 8.645 5.152 7.794 4.440 8.566 4.035 8.161 4.542 8.291
10 Banten 5.000 8.500 5.000 8.500 4.973 8.500 5.000 8.500 4.993 8.500 11 DIY 4.900 8.450 4.790 7.918 4.987 8.082 4.922 8.404 4.900 8.214 12 Jabar 5.499 - 4.729 - 4.626 - 4.881 - 4.934 - 13 Jateng 4.929 8.567 4.929 8.567 4.972 8.530 4.846 8.530 4.919 8.549 14 Jatim 4.424 7.223 4.437 7.032 4.509 7.281 - 7.281 4.457 7.204 15 Bali 3.914 8.459 3.914 8.459 3.914 8.459 3.914 8.459 3.914 8.459 16 NTB 6.253 9.675 6.234 9.720 6.234 9.754 6.366 8.546 6.272 9.424 17 NTT - - - - 6.598 8.190 4.592 7.900 5.595 8.045 18 Kalbar 4.527 7.031 5.463 6.729 4.505 8.421 4.633 8.822 4.782 7.750 19 Kalsel - - 5.429 - 5.429 - 4.077 - 4.979 - 20 Sulsel 5.213 7.459 3.767 7.489 4.344 7.874 4.028 7.582 4.338 7.601 21 Sulbar - - - - - - - - - -22 Sulteng - 8.493 - 6.838 - 7.294 - 7.245 - 7.467 23 Sultra 4.344 8.282 3.721 8.387 3.700 8.000 4.029 8.459 3.949 8.282 24 Sulut - 8.769 - 9.603 - 9.130 - 9.146 - 9.162 25 Gorontalo - 8.159 - 9.449 - 9.327 - 9.318 - 9.063 26 Maluku - - - - - - - - - -
4.808 8.418 4.798 8.168 4.857 8.298 4.725 8.299 4.799 8.306 Harga rata-rata
No. ProvinsiBulan Harga rata-rataFebruari April Juni Agt
Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan PanganDari Tabel di atas dapat digambarkan kondisi rata-rata harga pembelian
gabah dan beras di masing-masing provinsi, dimana harga rata-rata
pembelian gabah tertinggi terdapat di provinsi Kepulauan Riau sebesar Rp.
7.470 per kg hal ini karena harga pembelian yang disampaikan merupakan
harga gabah kering giling, sedangkan harga gabah terendah terdapat di
provinsi Sumatera Barat sebesar Rp. 3.799.- per kg. Sementara itu untuk
53
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
pembelian beras harga tertinggi di Kepulauan Riau sebesar Rp. 10.000.- per
kg dan harga pembelian beras terendah terdapat di provinsi Jawa Timur Rp.
7.204.- per kg. Kondisi rata-rata harga pembelian gabah dan beras di masing-
masing provinsi dapat dilihat pada gambar berikut ini
Grafik 11. Kondisi rata-rata harga pembelian gabah dan beras di provinsi
Aceh
Sumbar
Kepri
Bengku
lu
Lampung DIY
Jaten
gBali NTT
Kalsel
Sulbar
Sultra
Gorontalo
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
GABAHBERAS
Apabila dibandingkan dengan harga di tingkat produsen berdasarkan panel
harga BKP yaitu Rp. 4.268/Kg, maka rata-rata harga gabah di tingkat LDPM
lebih tinggi yaitu Rp. 4.799/Kg atau selisih Rp. 531/Kg. Indikasi perbedaan
tersebut disebabkan oleh : (a) Waktu pengambilan data, (b) Jumlah Gapoktan
yang disample.
Namun, apabila dibandingkan dengan rata-rata harga gabah di 9 provinsi
sample (lampiran 7) tingkat LUPM sebesar Rp. 4.416/Kg. tertinggi Rp.
5.433/Kg yaitu Provinsi Sumbar dan terendah Rp. 3.400 yaitu Provinsi Banten,
maka rata-rata harga gabah di tingkat LUPM lebih rendah dengan rata-rata
harga panel BKP yaitu Rp. 4.268/Kg atau selisih Rp. 148/Kg.
54
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga gabah di tingkat produsen pada
tahun 2016, sangat stabil namun masih diatas Harga Pembelian Pemerintah
(HPP) sebesar Rp. 3.700/Kg.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam
mendukung capaian stabilisasi harga gabah di tingkat produsen adalah
kegiatan (a) Pengembangan Desa/Kawasan Mandiri Pangan di 192 kawasan,
(b) Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi di 35 lokasi, (c) Pengembangan
Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat di 341 gapoktan, (d) Pengembangan
Lumbung Pangan Masyarakat di 54 kelompok pada lokasi kegiatan yang
diprioritaskan di daerah rawan pangan dan sebagai cadangan pangan
masyarakat, (e) Panel Harga Pangan Nasional dan Pemantauan Harga dan
Pasokan Pangan (HBKN) di 35 lokasi.
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator
harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen adalah sebesar Rp.
201.550.444.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 193.188.170.000
atau 91,46 persen.
4. Koefisien Variasi Harga Pangan di Tingkat Konsumen
Definisi koefisien variansi (CV) adalah perbandingan antara simpangan
standar harga (STD) di tingkat konsumen dengan nilai rata-rata (average)
yang dinyatakan dengan persentase (%).
Koefisien variansi (CV) harga pangan (beras, cabe merah, bawang merah)
untuk melihat sebaran harga di tingkat konsumen pada suatu wilayah dari
rata-rata harga.
Harga beras di tingkat konsumen dikatakan stabil apabila CV < 10 persen,
harga cabe merah di tingkat konsumen dikatakan stabil apabila CV < 29
persen, harga bawang merah stabil di tingkat konsumen dikatakan stabil
apabila CV < 19 persen.
55
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Dalam menghitung koefisien variansi (CV) di tingkat konsumen, dengan cara :
menghitung rata-rata harga pangan di tingkat konsumen/pedagang pada 34
provinsi.
a. Koefisien Variasi Harga Beras
Berdasarkan data panel harga pangan BKP, rata-rata harga GKP tingkat
petani pada TW IV (Okt-Des) sebesar Rp. 4.333/kg atau 17,10% diatas HPP
(Rp. 3.700). Harga GKP pada TW IV mengalami kenaikan dibanding TW III
karena sdh lewat masa panen. Sedangkan TW III (Juli-Sept 2016), CV harga
beras medium ditingkat konsumen (eceran) 0.30% yang berarti harga sangat
stabil, bahkan jauh lebih stabil dibanding TW II. Kisaran harga GKP tingkat
petani Okt-Des sebesar Rp. 3.150- Rp. 5.324/Kg, dengan harga tertinggi di
Prov. Kalteng (43,90% diatas HPP) dan terendah di Sulteng(14,86% dibawah
HPP). Harga GKP Triwulan IV relatif stabil dengan coefisien variasi (CV)
0,48%, namun disparitas antar wilayah relatif besar yaitu 0,46-6,73% dengan
Prov Jabar paling stabil dan Prov Sulteng paling fluktuasi.
Capaian kinerja koefisien variasi harga beras sudah sangat rendah/jauh yaitu
1,74 persen dari target yaitu < 10 persen, sehingga beras di tingkat konsumen
sangat stabil atau capaian kinerja semakin baik. Apabila dibandingkan
terhadap target koefisien variasi harga beras pada tahun 2019 (akhir RPJMN
tahun 2015 – 2019) sebesar < 10 persen, maka capaian tahun 2016 telah
mencapai target, artinya harga beras di tingkat konsumen, sangat stabil.
Perkembangan harga pangan strategis periode Januari - Desember 2016
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
56
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Tabel 15. Perkembangan Harga Pangan Strategis Tingkat Konsumen Th. 2016 Berdasarkan BPS
Beras Umum
Migor Curah
Gula Pasir
Daging Sapi
Daging Ayam
Telur Ayam
Cabai Rawit
Cabai Merah
Bawang Merah
Kedelai
Januari 13.319 13.144 13.191 113.803 36.499 24.134 36.469 37.831 33.104 11.351 Februari 13.376 13.292 13.401 114.936 33.744 23.105 27.371 40.549 27.455 11.351 Maret 13.316 13.715 13.569 115.071 30.910 20.632 44.688 48.654 40.332 11.360 April 13.127 14.204 13.717 114.326 30.282 19.909 33.312 33.151 41.663 11.373 Mei 13.034 14.798 14.840 113.888 30.846 20.153 27.567 28.486 41.365 11.373 Juni 13.103 14.988 15.966 115.876 33.635 22.486 26.951 28.101 36.986 11.373 Juli 13.174 14.815 16.694 117.096 34.880 21.706 35.696 31.431 41.748 11.373 Agustus 13.168 14.883 16.419 116.493 33.343 21.557 40.553 32.668 38.328 11.373 September 13.140 15.401 15.976 117.268 32.386 20.458 34.721 41.231 38.414 11.373 Oktober 13.153 15.172 15.688 116.551 31.314 19.736 34.122 54.062 34.695 11.373 November 13.185 15.162 15.327 116.345 30.605 19.313 49.855 64.263 42.702 11.373 Desember 13.201 15.549 15.134 116.516 32.324 21.461 61.634 51.329 36.845 11.373 Rata-Rata 13.191 14.594 14.993 115.681 32.564 21.221 37.745 40.980 37.803 11.369 Maksimal 13.376 15.549 16.694 117.268 36.499 24.134 61.634 64.263 42.702 11.373 Minimal 13.034 13.144 13.191 113.803 30.282 19.313 26.951 28.101 27.455 11.351 Pertb/bl (%) (0,08) 1,56 1,32 0,22 (0,96) (0,86) 8,46 4,70 2,40 0,02 CV (%) 0,75 5,57 8,27 1,06 5,88 6,91 27,08 27,85 11,68 0,08 Sumber: BPS diolah BKP Kementan
BulanHarga Pangan Strategis (Rp/Kg)
Apabila dibandingkan rata-rata harga beras di tingkat konsumen berdasarkan
panel harga BKP yaitu Rp. 11.034/Kg dan BPS 13.191/kg, dengan rata-rata
harga beras di tingkat LUPM sebesar Rp. 8.649/kg dan Toko Tani Indonesia
sebesar Rp. 7.842/Kg, maka harga beras di LUPM dan TTI lebih rendah.
Uraian harga beras di tingkat LUPM dan TTI dapat dilihat pada lampiran 9. Sehingga dengan adanya kegiatan Pengembangan Usaha Pangan
Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia memberikan dampak terhadap
stabilisasi harga dan akses pangan masyarakat lebih terjangkau.
b. Koefisien Harga Bawang Merah
Stabilnya harga bawang merah ditandai dengan koefisien harga (CV) bawang
merah. Berdasarkan panel harga BKP tahun 2016, target CV harga bawang
57
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
merah adalah dibawah 18 persen, dan capaian keberhasilan stabilnya harga
bawang merah lebih tinggi dari target yaitu 23,90 persen, sehingga harga
cabai merah belum stabil. Apabila dibandingkan terhadap target koefisien
variasi harga bawang merah pada tahun 2019 (akhir RPJMN tahun 2015 –
2019) sebesar < 15 persen, maka capaian tahun 2016 belum mencapai
target, artinya harga bawang merah di tingkat konsumen, masih belum stabil.
Berdasarkan pantauan BPS, rata-rata harga bawang merah 37.803/kg. Harga
tertinggi terjadi pada bulan November 2016 adalah Rp. 42.702/kg dan harga
terendah pada bulan Februari 2016 adalah Rp. 27.455/kg. Pertumbuhan harga
bawang merah sebesar 2,40 persen per bulan dan harga bawang merah
tahun 2016 sedikit berfluktuasi karena koefisien harga sebesar 23,57 persen.
Harga bawang merah dikatakan berfluktuasi apabila koefisien varian diatas 18
persen.
Sedangkan harga bawang merah di tingkat konsumen melalui Toko Tani
Indonesia Center sebesar Rp. 25.000 – Rp. 32.000 per kilogram, perubahan
harga tersebut disebabkan oleh ketersediaan produksi bawang merah.
c. Koefisien Harga Cabai Merah
Stabilnya harga cabai merah ditandai dengan koefisien harga (CV) cabai
merah. Pada tahun 2016, target CV harga cabai merah adalah dibawah 28
persen, dan capaian keberhasilan stabilnya harga cabai merah sudah dibawah
target yaitu 23,57 persen, namun hampir mendekati target sehingga harga
cabai merah kurang stabil. Apabila dibandingkan terhadap target koefisien
variasi harga cabai merah pada tahun 2019 (akhir RPJMN tahun 2015 – 2019)
sebesar < 25 persen, maka capaian tahun 2016 telah mencapai
target/dibawah target, namun demikian mendekati target artinya harga cabai
merah di tingkat konsumen, kurang stabil.
Berdasarkan pantauan BPS, rata-rata harga cabai merah 28.101/kg. Harga
tertinggi terjadi pada bulan November 2016 adalah Rp. 64.263/kg dan harga
terendah pada bulan Juni 2016 adalah Rp. 28.101/kg. Pertumbuhan harga
58
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
cabai merah sebesar 4,70 persen per bulan dan harga cabai merah tahun
2016 sedikit berfluktuasi karena koefisien harga (CV) sebesar 23,57 persen.
Harga cabai merah dikatakan berfluktuasi apabila koefisien varian diatas 28
persen.
Sedangkan harga cabai merah di tingkat konsumen melalui Toko Tani
Indonesia Center sebesar Rp. 30.000 – 36.000 per kilogram, perubahan harga
tersebut disebabkan oleh ketersediaan produksi bawang merah.
Dalam mendukung stabilisasi harga beras, cabai merah, dan bawang merah
tersebut, Badan Ketahanan Pangan telah melaksanakan kegiatan Penguatan
LDPM, Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat, dan Pengembangan
Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI), dan
Panel Harga Pangan Nasional dan Pemantauan Harga dan Pasokan Pangan
(HBKN).
a. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM).Kegiatan Penguatan LDPM dilaksanakan secara bertahap mulai dari
Tahap Penumbuhan, Tahap Pengembangan, Tahap Kemandirian dan
Tahap Pasca Kemandirian. Pada tahun 2016 dukungan dana Bantuan
Pemerintah diberikan kepada Gapoktan Tahap Penumbuhan dan
Pengembangan. yaitu pada tahun pertama sebesar Rp 150 juta dan tahun
kedua sebesar Rp 75 juta. Untuk tahun ketiga Tahap Kemandirian.
dukungan yang diberikan berupa pendampingan dan pembinaan dari
pendamping, Tim Teknis dan Tim Pembina.
Pada tahun 2016 (revisi), target kelembagaan distribusi pangan
masyarakat yang diberdayakan (tahap penumbuhan dan pengembangan)
adalah sebanyak 303 Gapoktan. Jumlah tersebut terdiri dari 100
Gapoktan Tahap Penumbuhan dan 203 Gapoktan Tahap Pengembangan.
Meskipun untuk Gapoktan Tahap Kemandirian sudah tidak menerima
bantuan dana bantuan pemerintah, tetapi masih dilakukan pembinaan
yang didanai APBN maupun APBD. Berdasarkan Pedoman Kegiatan
59
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Penguatan LDPM 2016, setiap Gapoktan pelaksana kegiatan Penguatan
LDPM pada tahun kedua akan dinilai kelayakan dan kesiapannya oleh
Tim Pembina Provinsi untuk melaksanakan Tahap Pengembangan dan
menerima dana bansos tahap pengembangan.
Realisasi pemberdayaan Gapoktan selaku lembaga distribusi pangan
pada tahun 2016 adalah 287 Gapoktan atau mencapai 94,71 persen dari
target 303 Gapoktan. Realisasi kegiatan Penguatan-LDPM tidak
mencapai 100 persen disebabkan adanya revisi anggaran.
Tahap Penumbuhan yang semula ditargetkan 100 Gapoktan direvisi
menjadi 98 Gapoktan sedangkan Tahap Pengembangan yang semula
ditargetkan 203 Gapoktan direvisi menjadi 189 Gapoktan. Provinsi yang
melakukan revisi yaitu pada tahap Penumbuhan provinsi yang melakukan
revisi adalah Kalimantan Selatan 1 Gapoktan dan Kalimantan Tengah.
seadangkan tahap Pengembangan provinsi yang melakukan revisi adalah
Provinsi Sumatera Barat 3 Gapoktan. Riau 1 Gapoktan. Lampung 1
Gapoktan. Jawa Timur 5 Gapoktan. Nusa Tenggara Barat 1 Gapoktan.
Kalimantan Selatan 2 Gapoktan dan Sulawesi Utara 1 Gapoktan.
Perkembangan target dan realisasi bansos LDPM tahap penumbuhan,
pengembangan, dan kemandirian, selama tahun 2012-2016 terlihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 16. Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian Tahun 2012-2016
Tahun
Target (Gapoktan) Realisasi (Gapoktan) Persentase (%)
Penum-buhan
Pengem-
bangan
Keman-dirian
Penum-
buhan
Pengem-
bangan
Keman-dirian
Penum-buhan
Pengem-
bangan
Keman-dirian
2012 281 235 220 281 224 220 100.00 95.32 100.002013 75 281 224 74 210 224 98.67 74.73 100.002014 38 117 219 38 102 210 100.00 87.18 100.002015 203 38 102 203 36 102 100.00 94.74 100.002016 100 203 38 98 189 38 98.00 93.10 100.00
Total 697 874 803 694 761 794 99.57 87.07 98.88
60
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan
Taha
p Pe
num
-buh
an
Taha
p Pe
ngem
-ban
gan
Taha
p Ke
man
-diri
an
Taha
p Pe
num
-buh
an
Taha
p Pe
ngem
-ban
gan
Taha
p Ke
man
-diri
an
Taha
p Pe
num
-buh
an
Taha
p Pe
ngem
-ban
gan
Taha
p Ke
man
-diri
an
Target (Gapoktan) Realisasi (Gapoktan) Persentase (%)
0
200
400
600
800
Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan Pengembangan, Kemandirian, dan Pasca Kemandirian Tahun 2012-2016
2012 2013 2014 2015 2016 Total
Grafik 12. Perkembangan LDPM Tahap Penumbuhan, Pengembangan, dan Kemandirian Tahun 2012-2016
Seperti dalam penjelasan stabilisasi harga di tingkat produsen, apabila
dilihat dari rata-rata harga gabah di tingkat gapoktan LDPM periode bulan
April sebesar Rp. 3.483 per kg dan hamper mendekati harga HPP atau 94
persen karena pada bulan tersebut terjadi panen raya, hingga bulan
Agustus sebesar Rp. 3.788 per kg atau diatas HPP atau 102 persen
karena pada bulan-bulan berikutnya mengalami musim tanam dan
produksi menurun. Hal tersebut dapat diartikan bahwa harga gabah di
tingkat LDPM mengalami tetap stabil, tidak terjadi fluktuasi harga secara
signifikan.
Berdasarkan Kajian Evaluasi Dampak Penguatan LDPM Tahun 2013
dapat disimpulkan jika dukungan pemerintah dalam bentuk Bansos
Penguatan-LDPM terbukti dapat menjaga stabilitas harga pangan
ditingkat petani sebagaimana ditampilkan pada tabel dibawah ini.Harga
GKP pada Gapoktan pelaksana Penguatan-LDPM juga relatif lebih stabil
dibandingkan dengan harga GKP petani pada umumnya yang ditunjukkan
61
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
dari nilai CV yang jauh lebih rendah dari nilai CV harga GKP petani
umumnya.
Tabel 17. Perbandingan Tingkat Harga dan Fluktuasi Harga GKP Tahun 2012 Tingkat Gapoktan LDPM.
Uraian Harga Rata-Rata (Rp/Kg) CV (%)
GKP Gapoktan LDPM 3.695.50 3.00
GKP Petani 3.371.83 7.76
Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan
Ket.: HPP GKP tahun 2013 adalah Rp 3.700.- di tk petani (Berdasarkan Inpres No 3/2013)
Dampak kegiatan Penguatan-LDPM juga terlihat dari peningkatan peran
Gapoktan dalam pengelolaan cadangan panga, yang meningkatkan
kemudahan petani (anggota) dalam mengakses pangan pada saat terjadi
kelangkaan pangan. Berpengaruh positif dalam membangun perspektif
anggota Gapoktan dalam pengembangan agribisnis. Keberadaan saldo
akhir ini merupakan indikator utama bahwa Gapoktan peserta Penguatan
LDPM sampai saat ini masih berjalan dengan baik. Dapat memberikan
pekerjaan kepada ibu-ibu rumah tangga dan laki-laki. Dari kegiatan yang
diinisiasi Badan Ketahanan Pangan melalui penguatan – LDPM, ternyata
tidak hanya mampu melindungi dan memberdayakan petani, tetapi para
petani dan Gapoktan telah mampu meningkatkan kesejahteraan
keluarganya. Di sisi lain, masyarakat sekitar Gapoktan juga telah
memperoleh dampak ikutan, berupa mata pencaharian. Semua ini, tentu
berkontribusi nyata dalam meningkatkan ketahanan pangan keluarga.
b. Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM)Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat
yang di biayai melalui dana dekonsentrasi dilaksanakan dalam 3 (tiga)
tahapan yaitu tahap penumbuhan, tahap pengembangan, dan tahap
kemandirian. Tahap penumbuhan mencakup identifikasi lokasi dan
pembangunan fisik lumbung melalui DAK Bidang Pertanian, tahap
62
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
pengembangan mencakup identifikasi kelompok lumbung pangan dan
pengisian cadangan pangan. sedangkan tahap kemandirian mencakup
penguatan modal untuk pengembangan usaha kelompok. Alokasi bansos
tahap pengembangan sebesar 20 juta untuk pengisian cadangan pangan
dan tahap kemandirian sebesar 20 juta untuk pengembangan usaha.
Pada tahun 2016, untuk tahap penumbuhan tidak dilaksanakan karena
alokasi DAK bidang Pertanian diperuntukkan untuk pembangunan gudang
cadangan pemerintah, dan pembelian RMU serta pembangunan lantai
jemur untuk lumbung yang belum mempunyai lantai jemur. Tahap
pengembangan sebanyak 54 kelompok yang tersebar di 4 provinsi.
dengan alokasi anggaran untuk kegiatan pengembangan lumbung pangan
adalah sebesar 1.08 milyar. Sampai dengan 31 Desember Realisasi dana
Bansos kegiatan pengembangan lumbung pangan hanya mencapai 1.02
milyar (94.44 %).
Provinsi yang Realisasi dana bansosnya tidak mencapai 100 % terdapat
di Provinsi Lampung sebanyak 2 (dua) unit lumbung, dan 1 (satu) unit di
Provinsi Sumatera Utara, karena tidak memenuhi persyaratan sesuai
dengan pedoman.
Mengingat tahun 2016 sudah tidak ada dana pemanfaatan pada tahap
Kemandirian, maka Badan Ketahanan Pangan hanya memantau
perkembangan pemanfaatan cadangan pangan masyarakat pada tahun
2015.
Mengingat lokasi sasaran kegiatan Pengembangan LPM sebagian besar
berada di di daerah rawan pangan dan perbatasan, maka kegiatan
tersebut sangat mendukung dalam penanganan rawan pangan dan
membantu cadangan pangan masyarakat, meskipun jangkauannya masih
terbatas di beberapa provinsi.
c. Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia
63
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Dalam menciptakan stabilitas harga pangan di tingkat produsen dan
konsumen. Kementerian Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan
telah melaksanakan kegiatan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat
melalui Toko Tani Indonesia (TTI). Untuk kegiatan Toko Tani Indonesia
(TTI) mulai dilaksanakan tahun 2015, berupa kerjasama antara
Kementerian Pertanian dan Perum Bulog dengan melakukan terobosan
untuk solusi permanen yaitu : (1) menyerap produk pertanian, (2)
memperpendek rantai distribusi pemasaran, dan (3) memberikan
kemudahan akses konsumen/masyarakat. Kriteria TTI dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
64
Gambar 1.KriteriaPenerima Kegiatan Toko Tani Indonesia
STAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDERSTAKEHOLDER
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Gambar2. Kerangka Pikir Pelaksanaan Toko Tani Indonesia
Sasaran kegiatan pelaksanaan PUPM melalui TTI pada tahun 2016 sebesar 500
LUPM di 32 provinsi kecuali provinsi DKI dan Kalimantan Utara, dan 1.000 TTI.
Realisasi pelaksanaan kegiatan PUPM melalui TTI telah tercapai 493 LUPM atau
98,60 persen. Hal tersebut disebabkan ada LUPM di 3 (tiga) provinsi yang tidak
mencairkan seluruhnya yaitu Kepulauan Riau sebanyak 3 (tiga). Sulawesi Utara
sebanyak 2 (dua), dan Kalimantan Selatan sebanyak 2 (dua). Penyebabnya
adalah : (a) Seleksi CPCL oleh Tim Teknis Kab/Kota dan Provinsi yang belum
optimal, (b) Lokasi LUPM ke TTI sangat jauh. (b) Harga tidak sesuai atau biaya
operasional tidak sesuai.
Sedangkan permasalahan PUPM melalui TTI secara umum adalah : (a) Harga
gabah diatas HPP, (b) Kemasan dibongkar oleh TTI dan dijual dalam bentuk
literan, (c) Gambar/branding kemasan diubah, (d) Anggaran dipotong oleh
oknum aspirasi atau adanya indikasi penyimpangan dana oleh Tim Teknis
Kabupaten dan Provinsi, (e) Dana dipinjam pengurus bukan kepentingan PUPM,
(f) Hasil penjualan TTI tidak segera disetorkan ke Gapoktan atau LUPM, (g)
Pendamping tidak melakukan tugas pendampingan ke Gapoktan - TTI
sebagaimana mestinya, serta Pendamping tidak rutin & tidak tepat waktu dalam
mengirimkan laporan mingguan, (h) Penggunaaan Dana Operasional Bantuan
Pemerintah diluar biaya transportasi, sortasi, dan kemasan, serta (i) Jumlah
perputaran penjualan beras TTI minim dikarenakan lokasi yang tidak strategis.
Progres kegiatan PUPM dan TTI Tahun 2015 dan 2016 dapat dilihat pada table
dibawah ini.
65
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Tabel 18. Progres Kegiatan PUPM dan TTI Tahun 2015 - 2016
No ProvinsiGAPOTAN TOKO TANI INDONESIA
2015 2016 2015 2016T R T R T R T R
1 Aceh 10 10 20 202 Sumatera Utara 30 30 60 613 Riau 8 8 16 164 Jambi 8 8 16 195 Sumatera Barat 14 14 28 286 Sumatera Selatan 16 16 32 487 Lampung 20 20 40 528 Bengkulu 8 8 16 169 Bangka Belitung 5 5 10 10
10 Banten 33 33 9 66 74DKI JAKARTA*) 2 22
11 Jawa Barat 77 77 6 154 322DKI JAKARTA**) 3 28
12 Jawa Tengah 58 58 3 116 13913 D.I Yogyakarta 10 10 1 20 3914 Jawa Timur 68 68 8 136 13615 Bali 6 6 12 2916 Nusa Tenggara Barat 10 10 20 2717 Nusa Tenggara Timur 6 6 12 1218 Kalimantan Barat 8 8 16 1619 Kalimantan Tengah 8 8 16 1620 Kalimantan Selatan 14 12 24 3121 Kalimantan Timur 6 6 12 1222 Sulawesi Utara 8 6 12 1223 Gorontalo 4 4 8 824 Sulawesi Barat 6 6 12 1225 Sulawesi Selatan 30 30 5 60 6326 Sulawesi Tengah 8 8 16 1627 Sulawesi Tenggara 8 8 16 1628 Kepulauan Riau 3 - - -29 Maluku 3 3 6 630 Maluku Utara 3 3 6 631 Papua 2 2 4 4
32 Papua Barat 2 2 4 4
66
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Total 500 493 39 1.000 1.320Sumber : Sekretariat TTI
Tabel 19. Transaksi Kegiatan PUPM dan TTI di 32 Provinsi sampai Minggu ke-4 (29 Desember 2016)
Ton
Provinsi Akumulasi Sept s.d Kamis. 29 Desember 2016
Total Volume Beli Gabah Dari Petani
Kumulatif Penjualan Beras Tingkat TTI
Wilayah I 7.456.66 3.593.51
Wilayah II 9.610.66 4.191.38
Wilayah III 2.927.91 2.070.93
Wilayah IV 17.768.44 8.159.44
Grand Total 37.763.67 18.015.26
Sumber: SITANI-BKP (2016)Keterangan :Wilayah I : Riau, Jambi, Kep. Bangka Babel, Lampung, Jateng, Katim, Sulteng, PapbarWilayah II : Jawa Barat, Bali, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi SelatanWilayah III : Aceh, Sumut, Sumsel, Kalbar, NTT, Gorontalo, Sultra, Maluku, PapuaWilayah IV : Sumbar, Kep. Riau, Bengkulu, DIY, Jatrim, Kalteng, Sulbar, Sulut, Mal Utara
Capaian transaksi beras pada LUPM dan TTI tahun 2016 per provinsi dapat
dilihat dapat lampiran 10.
Selain itu dalam mendukung stabilisasi harga, Badan Ketahanan Pangan
membuka model Toko Tani Indenesia Center di Pasar Minggu Provinsi DKI
Jakarta. Komoditas pangan yang dijual TTI Center antara lain : beras premium
dengan harga Rp 7.900/kilogram, daging sapi Rp 75.000/kilogram, daging
kerbau Rp 65.000/ kilogram, bawang merah Rp 25.000/kilogram, cabe merah
keriting Rp 30.000/kilogram, gula pasir Rp 12.500/ kilogram, daging ayam Rp
30.000/kilogram, dan minyak goreng Rp 12.500/liter.
67
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Hasil survei lainnya menunjukkan bahwa yang menjadi daya tarik masyarakat
untuk berkunjung/belanja ke TTI mayoritas sebesar 44% karena harga yang
murah, selanjutnya diikuti 18% karena tempat yang nyaman, 16% karena
lokasi terjangkau, 8% produk yang bervariasi, 6 % masa promosi dan sisanya
lain-lain (Gambar 3).
44%
8%
16%
18%
6%7%
1%
Alasan utama belanja ke TTI Center
Harga MurahProduk yang bervariasiLokasi terjangkauTempat yang nyamanMasa PromosiKualitas produk yang bagusLain - lain
Gambar 3. Alasan Utama Belanja ke TTI Center
Berdasarkan penjelasan dari tabel dan gambar tersebut diatas, menunjukkan
bahwa animo masyarakat untuk berkunjung serta belanja di TTI Center sangat
tinggi, maka keberadaan TTI Center sangat diperlukan. Untuk itu, maka baik
jumlah maupun cakupan TTI Center perlu diperluas serta bila memungkinkan
ditambah jumlahnya. bukan hanya di DKI Jakarta akan tetapi di daerah lain
yang menjadi barometer fluktuasi harga pangan pokok strategis.
Dengan mengacu panel harga konsumen dan TTI, maka dapat disimpulkan
bahwa harga beras di tingkat konsumen pada tahun 2016, sangat stabil.
5. Konsumsi Energi Definisi konsumsi energy per kapita per hari adalah nilai pangan yang
dikonsumsi per kapita tiap hari dengan satuan kkal, dengan memperhatikan
68
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi/WNPG ke X Tahun
2012, yaitu Angka Kecukupan Energi/EKE 2.150 kkal/kapita/hari.
Dalam menghitung konsumsi energy per kapita per hari, dengan cara : jumlah
konsumsi energi rumah tangga per hari dibagi jumlah angka rumah tangga
(ART).
Capaian konsumsi energi dalam kkal/kap/hari pada tahun 2016 sebesar
2.147 kkal/kap/hari atau telah melampaui target yaitu 105,2 persen atau 48
kkal/kap/hari dari tahun 2015, artinya konsumsi pangan masyarakat telah
terpenuhi secara kuantitas sehingga capaian kinerja semakin baik. Apabila
dibandingkan terhadap target konsumsi energi pada tahun 2019 (akhir
RPJMN tahun 2015 – 2019) sebesar 2.150 kkal/kap/hari, maka capaian
tahun 2016 telah mendekati target, yaitu 99,86 persen .
Konsumsi energi sejak tahun 2012 mengalami peningkatan sampai tahun
2016 yaitu dari 1.944 kkal/kap/hari menjadi 2.147 kkal/kap/hari. Capaian ini
masih dalam batas normal, dengan kisaran diatas 90% AKE (berdasarkan
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi/WNPG X tahun 2012 : AKE = 2.150
kkal/kap/hari) Standar Angka Kecukupan. Berdasarkan rekomendasi
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ke-X Tahun 2012 terjadi
peningkatan capaian konsumsi pangan penduduk secara kuantitatif pada
periode 2012 - 2016 menunjukkan tingkat konsumsi energi yang berfluktuasi
dan cenderung meningkat, dengan laju peningkatan rata-rata sebesar 2,5
persen per tahun. Konsumsi energi tahun 2012 – 2014 masih dibawah
standar Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi yaitu 2.000 kkal/kap/hari,
namun mulai tahun 2015 telah melebihi standar seperti pada tabel dibawah
ini.
Tabel 20. Perkembangan Konsumsi Energi tahun 2012 – 2016
Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
Konsumsi Energi (kkal/kap/hari) 1.944 1.930 1.949 2.099 2.147
Sumber : Susenas 2012 – 2016; BPS.diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP
69
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Secara nasional, sumber konsumsi energi pada tahun 2016 masih didominasi
dari konsumsi padi-padian sebesar 1.274 kkal/kap/hari dibandingkan
dibanding tahun 2015 sebesar 1.252 kkal/kapita/hari. Berdasarkan
rekomendasi WNPG X Tahun 2012, terjadi peningkatan AKE rata – rata
penduduk Indonesia. AKE rata-rata sebelumnya adalah 2000 kkal/kap/hari
menjadi 2150 kakl/kap/hari, hal ini dikarenakan adanya perubahan struktur
penduduk Indonesia ke arah yang lebih tua, sehingga menyebabkan
kebutuhan rata-rata kalori penduduk juga meningkat. Mempertimbangkan hal
tersebut, maka padi-padian sebagai penyumbang terbesar dari kebutuhan
energi cenderung tetap untuk menutupi peningkatan kebutuhan energi.
Konsumsi energi per kelompok pangan belum mencapai kondisi ideal, yang
ditandai dengan masih tingginya konsumsi padi-padian terutama beras dan
terigu, serta masih rendahnya konsumsi pangan hewani, umbi-umbian, serta
sayur dan buah. Perkembangan Konsumsi Energi Penduduk Indonesia Tahun
2012-2016 seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 21. Perkembangan Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia Rata-rata Tahun 2012 - 2016
Kelompok Bahan Pangan 2012 2013 2014 2015 2016
I. Padi-padian 1223.01154.
8 1164.0 1252.6 1274.0II. Umbi-umbian 54.0 41.0 38.7 48.3 49.5III. Pangan Hewani 185.9 182.5 174.0 201.0 211.5IV. Minyak dan Lemak 231.5 241.2 232.8 256.8 264.7V. Buah/biji berminyak 47.5 43.0 39.0 44.3 42.1VI. Kacang-kacangan 60.9 58.9 58.0 57.1 60.1VII. Gula 104.9 90.7 93.1 101.5 111.4VIII. Sayuran dan buah 104.3 100.4 95.5 98.9 96.5IX. Lain-lain 35.8 32.0 35.4 38.0 37.1
Total Energi 2047.81944.
4 1930.5 2098.5 2146.9Tk.Konsumsi Energi (TKE) 102.4 97.2 96.5 104.9
Skor PPH 85.6 83.5 81.4 85.2 86,2
70
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Sedangkan uraian capai konsumsi energi dan protein dapat dilihat pada
lampiran 11. Untuk mencapai konsumsi energi yang ideal perlu diimbangi
dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian dan sumber karbohidrat lainnya.
Meskipun tren konsumsi umbi-umbian mengalami peningkatan, namun
konsumsi beras masih mendominasi kontribusi energi dari pangan sumber
karbohidrat. Hal ini menyebabkan jumlah agregat kebutuhan konsumsi beras
masyarakat masih tinggi. Kondisi ini menunjukkan konsumsi energi penduduk
masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang yang dianjurkan. Untuk itu, di
masa mendatang pola konsumsi pangan masyarakat diarahkan pada pola
konsumsi pangan Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman.
Upaya pemerintah dalam rangka penurunan konsumsi beras melalui
peningkatan konsumsi pangan sumber karbohidrat lain seperti umbi-umbian
masih mengalami hambatan, antara lain : (a) produksi umbi-umbian masih
belum stabil, sehingga mempengaruhi harga umbi-umbian dipasar; (b)
keterlibatan swasta dan pemerintah dalam teknologi pengolahan pangan
lokal/umbi-umbian (seperti tepung-tepungan. berasan/butiran. dan lain-lain)
belum memasuki tahap industrialisasi (scaling up production). sehingga harga
pangan lokal sumber karbohidrat masih tinggi di tingkat pasaran dan
masyarakat belum mampu mengaksesnya; (c) teknologi penyimpanan pangan
lokal/umbi-umbian dalam jangka waktu yang panjang belum banyak dan
belum tersosialisasikan ke masyarakat; dan (d) berbagai produk olahan
pangan lokal belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat dan masih
dianggap sebagai pangan inferior.
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator rasio
konsumsi energy adalah sebesar Rp. 156.908.913.000 dengan realisasi
anggaran sebesar Rp. 144.328.828.000 atau 91,98 persen.
6. Konsumsi Pangan HewaniDefinisi konsumsi pangan hewani per kapita per hari adalah nilai pangan
hewani yang dikonsumsi per kapita tiap hari dengan satuan kkal, dengan
71
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
memperhatikan rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi/WNPG
ke X Tahun 2012, yaitu Angka Kecukupan Energi/EKE 2.150 kkal/kapita/hari.
Dalam menghitung konsumsi pangan hewani per kapita per hari, dengan
cara : jumlah konsumsi pangan hewani rumah tangga per hari dibagi jumlah
angka rumah tangga (ART).
Capaian konsumsi pangan hewani dalam kkal/kap/hari telah melampaui
target yaitu 211 kak/kap/hari atau 105,5 persen dari target yaitu 200
kak/kap/hari. Artinya konsumsi pangan hewani sudah terpenuhi bagi
masyarakat sehingga capaian kinerja semakin baik. Apabila dibandingkan
terhadap target konsumsi energi pada tahun 2019 (akhir RPJMN tahun 2015
– 2019) sebesar 225 kkal/kap/hari, maka capaian tahun 2016 telah
mendekati target, yaitu 93,78 persen.
Dilihat dari aspek konsumsi pangan, ke depan perlu didorong
keanekaragaman konsumsi pangan dengan kualitas gizi yang semakin
meningkat berbasiskan konsumsi pangan hewani. Setiap daerah mempunyai
pola konsumsi pangan hewani dengan menu yang spesifik dan sudah
membudaya serta tercermin di dalam tatanan menu sehari-hari. Menu yang
tersedia biasanya kurang memenuhi standar gizi yang dibutuhkan, sehingga
perlu ditingkatkan kualitasnya dengan tidak mengubah karakteristiknya agar
tetap dapat diterima oleh masyarakat.
Konsumsi Pangan Hewani sebagai salah satu indikator kinerja Badan
Ketahanan Pangan, karena untuk mengetahui keanekaragaman dan
kecukupan konsumsi pangan hewani keluarga yang akan mempengarui
dengan kualitas sumberdaya manusia keluarga. Konsumsi pangan hewani
sebagian besar masih belum beragam sesuai dengan Pola Pangan Harapan,
dan masih di dominansi pangan hewani ruminansia sedangkan konsumsi
pangan hewani lain belum mendukung. Uraian capaian konsumsi pangan
hewani dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
72
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Tabel 22. Konsumsi Pangan Hewani Tahun 2016
KomoditasEnergi Protein Gram Kilogram
Kkal/HariGram/Hari Per Hari Per Thn
Pangan Hewani 211,5 19,3 102,0 37,2 Daging Ruminansia 12,7 0,7 5,1 1,9 Daging Unggas 68,6 5,2 20,1 7,3 Telur 27,4 2,2 17,9 6,5 Susu 41,3 1,6 7,3 2,7 Ikan 61,5 9,6 51,6 18,8 Subtotal Pangan Hewani 211,5 19,3 102,0 37,2Sumber : Susenas 2016, BPS diolah dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP
Faktor-faktor yang mempengaruhi capaian konsumsi pangan hewani, antara
lain : pengaruh kondisi sosial-budaya, ekonomi dan ketersediaan pangan
hewani. Keanekaragaman sosial ekonomi masyarakat menjadi peluang dan
potensi untuk mengembangkan pangan yang beragam, dan keanekaragaman
pola makan dipengaruhi ketersediaan pangan. Pembangunan sistem pangan
merupakan bagian pembangunan nasional yang strategis untuk meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia. Keberhasilan dalam proses pembentukan SDM
terletak pada keberhasilan memenuhi kecukupan pangan dan perbaikan pola
konsumsi pangan.
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator
Konsumsi Energi adalah sebesar Rp. 156.908.913.000 dengan realisasi
anggaran sebesar Rp. 144.328.828.000 atau 91,98 persen.
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator rasio
konsumsi pangan hewani adalah sebesar Rp. 156.908.913.000 dengan
realisasi anggaran sebesar Rp. 144.328.828.000 atau 91,98 persen.
7. Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
73
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Definisi PPH Konsumsi adalah proporsi kelompok pangan yang
menggambarkan keragaman dan keseimbangan pangan dalam kondisi
konsumsi pangan. Jumlah skor PPH Konsumsi mansksimal 100.
Dalam menghitung Skor PPH Konsumsi, dengan cara : mengkalikan antara
presentase Angka Kecukupan Energi (AKE) tingkat konsumsi dengan bobot
setiap kelompok pangan yang sudah ditetapkan.
Capaian keberhasilan Skor PPH Konsumsi tahun 2016 yaitu 86 atau hampir
mendekati target yaitu 86,2, maka konsumsi pangan masyarakat semakin
beragam dan seimbang, sehingga capaian kinerja semakin baik. Apabila
dibandingkan terhadap target skor PPH Konsumsi pada tahun 2019 (akhir
RPJMN tahun 2015 – 2019) sebesar 92,5, maka capaian tahun 2016 telah
mendekati target, yaitu 92,97 persen.
Salah satu indikator untuk mengetahui pencapaian konsumsi pangan secara
kualitatif adalah melalui pencapaian skor PPH, konsumsi pangan yang ideal
digambarkan dengan skor PPH 100. Gambaran situasi konsumsi pangan.
ditunjukkan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 23. Perkembangan Skor PPH 2011 – 2015.
Uraian2012 2013 2014 2015 2016
T R T R T R T R T R
Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
89.8 83.5 91.5 81.4 82.5 83.4 84.1 85.2 86.2 86.0
Sumber: Susenas 2012-2016 BPS. diolah dan dijustifikasi dengan pendekatan pengeluaran oleh BKP
Keterangan : Target berdasarkan Renstra Revisi BKP 2010 – 2014 dan Renstra BKP 2015 - 2019
Berdasarkan tabel, kualitas konsumsi pangan yang ditunjukkan dengan skor
PPH, tahun 2012-2016 berfluktuatif antar tahun. Tahun 2012-2013 mengalami
penurunan dari 83.5 menjadi 81,4, dan kembali meningkat menjadi 86,0 pada
tahun 2016. Realisasi capaian skor PPH di tahun 2012-2013 mempunyai
kesenjangan yang cukup besar dengan target yang ditetapkan. Adanya
kesenjangan tersebut telah dievaluasi dan ditindaklanjuti dengan review target
74
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
sasaran merujuk pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X tahun 2012
yaitu merekomendasikan pencapaian target skor PPH sebesar 95 menjadi
target capaian tahun 2025 yang sebelumnya (sesuai Perpres 22 tahun 2009).
dijadikan target capaian tahun 2015. Dengan demikian, telah dilakukan
penghitungan ulang terhadap target pencapaian kualitas konsumsi pangan
dengan baseline data tahun 2013 (skor PPH sebesar 81.4). menghasilkan
target skor PPH 82.5 tahun 2014. dan 84.1 tahun 2015. Setelah dilakukan
perubahan terhadap target skor PPH tersebut. capaian kualitas konsumsi
pada tahun 2014 dan 2015 telah melebihi target yang ditetapkan. bahkan
persentase pencapaian skor PPH cenderung meningkat dari tahun 2014 yaitu
sebesar 101.1%. menjadi 101.3% pada tahun 2015. Tahuan 2016 pencapaian
Skor PPH sementara menunjukan kenaikan dari tahun 2015 yaitu dari 85.2
menjadi 86,0. Skor PPH ini telah memenuhi 99.7 % dari target skor PPH tahun
2016 sebesar 86,2.
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator Skor
PPH Konsumsi adalah sebesar Rp. 156.908.913.000 dengan realisasi
anggaran sebesar Rp. 144.328.828.000 atau 91,98 persen.
8. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap berasDefinisi rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras adalah jumlah
konsumsi energi pangan local yang dihitung dari konsumsi energi singkong,
ubi jalar, kentang, sagu, umbi lainnya dan jagung dibandingkan dengan
konsumsi energy beras pada kurun waktu tertentu.
Dalam menghitung rasio konsumsi pangan local non beras terhadap beras,
dengan cara : jumlah konsumsi energy pangan local yang dihitung dari
konsumsi energy singkong, ubi jalar, kentang, sagu, umbi lainnya dan jagung
dibagi jumlah energy beras
Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha untuk mencukupi
berbagai kebutuhanya dengan berbagai cara. Kebutuhan pangan yang relatif
terpengaruh dengan tingkat pendapatan. Bagi masyarakat yang memiliki
penghasilan rendah, sebagian pendapatannya digunakan untuk mencukupi
75
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
kebutuhan pangan, sehingga persentase pengeluaran untuk pangan akan
relatif besar. Oleh karena itu, penganekaragaman pangan (diversifikasi
pangan) merupakan jalan keluar yang saat ini dianggap paling baik untuk
memecahkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Melalui
penataan pola makan yang tidak hanya bergantung pada satu sumber pangan
memungkinkan masyarakat dapat menetapkan pangan pilihan sendiri.
Diversifikasi konsumsi pangan ini tidak sebatas hanya diartikan sebagai
penganekaragaman konsumsi karbohidrat saja, akan tetapi juga sumber
pangan zat gizi lainnya yang diarahkan pada terpenuhinya kebutuhan pangan
dan gizi tubuh secara seimbang, baik ditinjau dari segi kuantitas maupun
kualitas konsumsi pangannya.
Diversifikasi pangan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah
ketergantungan pada beras yang hendaknya dan mengalihkan ke makanan
yang berasal dari non beras. Diversifikasi atau penganekaragaman pangan
beras dan non beras adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam
pangan non beras dengan prinsip gizi seimbang. Gizi seimbang adalah gizi
yang mengandung cukup sumber karbonhidrat, protein, lemak dan mencukupi
kebutuhan kalori sesuai standart kebutuhan 2200 kkal/kap/hari.
Untuk mengetahui kebutuhan konsumsi pangan non beras di tingkat rumah
tangga, maka diperlukan suatu rasio konsumsi pangan local non beras
terhadap beras. Rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras
adalah jumlah konsumsi energi pangan local yang dihitung dari konsumsi
energi singkong, ubi jalar, kentang, sagu, umbi lainnya dan jagung
dibandingkan dengan konsumsi energy beras pada kurun waktu tertentu.
Data yang digunakan bersumber dari Susenas Badan pusat Statistik (BPS)
yang diolah oleh Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan
Pangan.
Capaian rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras tahun 2016
sebesar 6,30 persen atau telah melebihi target yaitu 5,70 persen. Artinya
konsumsi karbohodrat yang bersumber dari pangan lokal yaitu umbi-umbian
76
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
dan jagung di tingkat masyarakat sudah baik, sehingga capaian kinerja
semakin baik. Apabila dibandingkan terhadap target konsumsi energi pada
tahun 2019 (akhir RPJMN tahun 2015 – 2019) sebesar 225 kkal/kap/hari,
maka capaian tahun 2016 telah mendekati target, yaitu 93,78 persen .
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator rasio
konsumsi pangan local non beras terhadap beras adalah sebesar Rp.
156.908.913.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 144.328.828.000
atau 91,98 persen.
Meskipun dalam mencapai dan mewujudkan pemenuhan konsumsi energi,
konsumsi pangan hewani, PPH, dan rasio konsumsi pangan lokal non beras
terhadap beras merupakan kegiatan lintas sektor yang dipengaruhi oleh
kinerja berbagai unit kerja/instansi lain. Namun, Badan Ketahanan Pangan
juga mendukung pencapaian konsumsi energi, konsumsi pangan hewani,
PPH, dan rasio konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras melalui
pelaksanaan kegiatan : (a) Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP) berbasis Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dalam bentuk
kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan pada 4.869 desa (tahap
penumbuhan dan pengembangan, (b) Model Pengembangan Pangan Pokok
Lokal (MP3L) di 30 unit, (c) Sosialisasi dan Promosi P2KP pada 35 lokasi, (d)
Gerakan Diversifikasi Pangan pada 35 lokasi, dan (e) Pemantauan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan pada 35 provinsi. Selain itu juga,
diperlukan replikasi kegiatan agar dapat memberikan dampak yang lebih luas
di masyarakat. Selain itu. untuk meningkatkan keberagaman pangan juga
diperlukan dukungan sosialisasi/promosi tentang pentingnya
penganekaragaman pangan.
Untuk mempercepat terwujudnya konsumsi pangan masyarakat menuju
beragam dan bergizi seimbang masih diperlukan upaya: 1) Peningkatan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi pangan
Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) melalui Komunikasi, Informasi.
Edukasi – KIE (penyusunan KIT dan Modul Penyuluhan di tingkat lapangan,
77
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Lomba Cipta Menu, serta penyebarluasan informasi melalui media cetak dan
elektronik); 2) Upaya penurunan konsumsi beras dilakukan dengan
meningkatkan produksi serta konsumsi pangan karbohidrat berbasis
sumberdaya lokal; 3) Peningkatan konsumsi melalui penyediaan sayuran.
Buah, pangan hewani, kacang-kacangan yang cukup dan dapat diakses oleh
seluruh anggota keluarga. Upaya diatas merupakan daya ungkit yang cukup
besar untuk dapat meningkatkan skor PPH.
Berdasarkan hasil Kajian Dampak Kegiatan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan (P2KP) pada tahun 2013 pada 7 provinsi sample. Bahwa
telah terjadi rata-rata penurunan konsumsi nasi sebesar 26,90 gram (atau
setara dengan 0,0269 kg). Secara keseluruhan bahwa secara agregat
terdapat perbedaan skor PPH antar program P2KP dengan Non P2KP.
Besaran perbedaan Skor PPH tersebut 5,77 point lebih tinggi program P2KP
dibandingkan dengan Non P2KP. Untuk kegiatan Kajian Dampak Kegiatan
P2KP terhadap Skor PPH pada tahun 2015 dan 2016 tidak dilaksanakan
karena terjadi penghematan anggaran.
Kualitas konsumsi pangan yang lebih baik dapat dicapai dengan peningkatan
konsumsi umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, serta sayur dan
buah. Meskipun kecenderungan konsumsi beras mengalami penurunan,
namun konsumsi beras masih mendominasi kontribusi energi dari pangan
sumber karbohidrat. Hal ini menyebabkan jumlah agregat kebutuhan konsumsi
beras masyarakat masih tinggi. Kondisi ini menunjukkan konsumsi pangan
penduduk masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang yang dianjurkan.
Untuk itu di masa mendatang pola konsumsi pangan masyarakat diarahkan
pada pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman.
Belum tercapainya keberagaman dan keseimbangan konsumsi pangan
masyarakat, ditunjukkan dari konsumsi sayur dan buah, pangan hewani.
kacang-kacangan, serta umbi-umbian yang masih rendah. Hal ini dipengaruhi
oleh berbagai faktor antara lain: (a) perilaku masyarakat belum cukup dalam
perkembangan dan perubahan skor PPH dari masyarakat; (b) masih
78
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
rendahnya daya beli masyarakat. rendahnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat akan pola pangan beragam dan bergizi seimbang.dan masih
adanya keterbatasan aksesibilitas terhadap pangan; (c) kurang
berkembangnya teknologi untuk memproduksi maupun mengolah bahan
pangan terutama pangan lokal non beras dan non terigu; (d) produksi umbi-
umbian masih belum stabil, sehingga mempengaruhi harga umbi-umbian di
pasar; (d) keterlibatan swasta dan pemerintah dalam teknologi pengolahan
pangan lokal/umbi-umbian (seperti tepung-tepungan, berasan/butiran, dan
lain-lain) belum memasuki tahap industrialisasi (scaling up production),
sehingga harga pangan lokal sumber karbohidrat masih tinggi di tingkat
pasaran dan masyarakat belum mampu mengaksesnya; (e) teknologi
penyimpanan pangan lokal/umbi-umbian dalam jangka waktu yang panjang
belum banyak dan belum tersosialisasikan ke masyarakat; (f) berbagai produk
olahan pangan lokal belum tersosialisasi dengan baik di masyarakat dan
masih dianggap sebagai pangan inferior; (g) komitmen aparat dalam
mengimplementasi program dan kegiatan diversifikasi dirasa masih belum
kuat; dan (h) belum optimalnya kerjasama antar kementerian/lembaga serta
lemahnya partisipasi masyarakat.
Ke depan pencapaian sasaran IKU tersebut perlu introduksi komponen
kegiatan di dalam dan di luar lahan pekarangan untuk pengembangan umbi-
umbian. Upaya selanjutnya untuk meningkatkan skor PPH di masyarakat
diperlukan ketersediaan produk pangan pokok lokal seperti umbi-umbian yang
memadai, dan pengelolaan distribusi yang baik, sehingga harga di pasar
dapat ditekan. Untuk itu diperlukan pengembangan usaha pengolahan pangan
pokok lokal lainnya dengan nilai ekonomis yang memadai. Selain itu kegiatan
penumbuhan usaha pengolahan pangan berbasis tepung-tepungan dapat
tercapai secara berkelanjutan, karena kelompok sudah termotivasi dan
mempunyai kemampuan kerja sama usaha kelompok yang didukung kegiatan
Model PengembanganPangan Pokok Lokal (MP3L).
79
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator rasio
konsumsi pangan lokal non beras terhadap beras adalah sebesar Rp.
156.908.913.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 144.328.828.000
atau 91,98 persen.
9. Peningkatan Produk Pangan Segar yang Tersertifikasi
Definisi peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi adalah jumlah
pangan segar yang telah diberikan jaminan tertulis oleh lembaga yang telah
diakreditasi pada tahun tertentu (y) dibandingkan dengan tahun sebelumnya
(y-1). Peningkatan produk pangan segar tiap tahun ditetapkan sebesar 10
persen.
Dalam menghitung jumlah peningkatan produk pangan segar yang
tersertifikasi pada tahun tertentu, dengan cara : jumlah pangan segar pada
tahun tertentu dikurangi dengan jumlah pangan segar pada tahun
sebelumnya, selanjutnya dibagi jumlah pangan segar pada tahun sebelumnya
dikalikan 100 persen.
Capaian kinerja peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi sudah
mencapai 26 persen (260 persen) atau diatas target yaitu 10 persen, berarti
banyak produk pangan segar yang tersertifikasi, maka pelaku pertanian
semakin paham tingkat keamanan produk pangan segar, sehingga capaian
kinerja Badan Ketahanan Pangan semakin baik. Apabila dibandingkan
terhadap target peningkatan produk pangan segar yang tersertifikasi pada
tahun 2019 (akhir RPJMN tahun 2015 – 2019) sebesar 10 persen, maka
capaian tahun 2016 telah melebihi target yaitu 260 persen.
Pengawasan pangan segar yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan
pada tahun 2016, salah satunya adalah pengawasan pada proses produksi
(On Farm), yaitu dengan melakukan sertifikasi prima 1, 2 dan 3 serta
surveilens oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah/Pusat
(OKKPD/OKKPP) kepada petani/kelompok tani/pelaku usaha. Sertifikasi prima
80
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
3 diberikan kepada produk pertanian yang memenuhi persyaratan dilihat dari
aspek keamanan pangan; sedangkan untuk prima 2 dilihat dari aspek
keamanan dan mutu pangan; dan prima 1 dari aspek keamanan dan mutu
pangan serta sosial dan lingkungan.
Hasil pengawasan pada proses produksi (sertifikat Prima 1, 2, 3), registrasi
PD/PL, packing house pada tahun 2016 meningkat 26,04% dari target sasaran
yang telah ditetapkan sebesar 10% bila dibandingkan dengan tahun 2015.
Sedangkan hasil pengawasan pangan segar di peredaran yang dilakukan
melalui monitoring/inspeksi baik dipasar tradisional maupun ritail modern pada
tahun 2016 menunjukkan bahwa 99,61% aman dikonsumsi.
Selain melakukan pengawasan keamanan pangan segar dengan sertifikasi
prima, dilakukan juga pengawasan pangan segar di rumah kemas (packing
house) dan pelaku usaha melalui pendaftaran rumah kemas dan pendaftaran
Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) oleh OKKPD/OKKPP. Pengawasan ini
bersifat sukarela, dimana hanya rumah kemas/pelaku usaha yang
menginginkan produknya didaftar.
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator rasio
konsumsi pangan local non beras terhadap beras adalah sebesar Rp.
156.908.913.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 144.328.828.000
atau 91,98 persen.
10. Tingkat Keamanan Pangan segar yang Diuji
Definisi tingkat keamanan pangan segar yang diuji adalah jumlah sample
pangan yang aman dikonsumsi dibandingkan dengan total sample pangan
disuatu tempat pada kurun waktu tertentu. Tingkat keamanan pangan segar
yang aman adalah diatas atau sama dengan 80 persen dari kondisi yang ada.
Dalam menghitung tingkat keamanan pangan segar yang diuji, dengan cara :
jumlah sampel pangan yang aman dikonsumsi di suatu tempat sesuai standar
yang berlaku dalam kurun waktu tertentu, dibagi jumlah total sampel pangan
81
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
yang diambil di suatu tempat dalam kurun waktu tertentu, dikalikan 100
persen.
Capaian kinerja keamanan pangan segar yang diuji, sudah mencapai 99,61
persen atau diatas target yaitu 80 persen, maka semakin aman pangan segar
di masyarakat, sehingga capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan semakin
baik. Apabila dibandingkan terhadap target keamanan pangan segar yang diuji
pada tahun 2019 (akhir RPJMN tahun 2015 – 2019) sebesar > 80 persen,
maka capaian tahun 2016 telah melebihi target 124 persen.
Badan Ketahanan Pangan telah melakukan beberapa kegiatan terkait
pengawasan keamanan pangan segar, antara lain pengambilan contoh
pangan segar dan pengujian di laboratorium. Objek pengawasan keamanan
pangan segar yang dilakukan oleh BKP difokuskan pada pangan segar asal
tumbuhan di peredaran. Dalam pengawasan tersebut, Badan ketahanan
Pangan bekerjasama dengan instansi lain. Mandat pengawasan keamanan
pangan segar juga dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian (Barantan)
khususnya dalam mengawal lalu lintas pangan segar asal tumbuhan dari dan
ke luar negeri. Pengawasan keamanan pangan segar asal hewan secara
khusus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Keswan) melalui Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Ruang lingkup pengujian adalah residu pestisida, mikroba dan logam berat.
Pengujian residu pestisida sudah dilaksanakan sejak tahun 2005.
Mengingat keamanan pangan sangat penting dalam peningkatan kualitas
manusia. maka diperlukan petugas/SDM di bidang pengawasan keamanan
pangan yang memiliki kompetensi yang terstandarkan. Beberapa kompetensi
untuk petugas yang menangani keamanan pangan segar sudah merujuk pada
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sebagai standar
komptensi profesi, yaitu SKKNI Pengawas Keamanan Pangan Segar dan
SKKNI Petugas Pengambil Contoh (PPC) pangan segar.Untuk memenuhi
kompetensi petugas yang menangani keamanan pangan. BKP telah melatih
82
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
petugas dengan berbagai kompetensi dari tahun ke tahun, hingga tahun 2016
petugas yang menangani keamanan pangan. sebagai berikut : (1) PPC
sebanyak 295 orang; (2) Auditor sebanyak 92 orang; (3) Inspektor sebanyak
36 orang; (4) PMHP sebanyak 20 orang; (5) PPNS sebanyak 20 orang; dan
(6) Pengawas sebanyak 61 orang.
Dalam menyelenggarakan fungsi pengawasan keamanan pangan segar di
Indonesia, banyak tantangan yang dihadapi oleh Badan Ketahanan Pangan,
antara lain : (1) Cakupan wilayah pengawasan yang sangat luas; (2) jumlah
dan jenis pangan segar cukup beragam; (3) Rendahnya pengetahuan dan
keterampilan produsen untuk memproduksi pangan yang aman dan bermutu;
(4) Kesadaran konsumen dan retail yang masih perlu ditingkatkan; dan (5)
Keterbatasan jumlah dan kompetensi pengawas keamanan pangan segar.
Dari kelima tantangan tersebut, butir ke 1 dan 2 menunjukkan bahwa
diperlukan penguatan sarana dan prasarana pengawasan yang memadai.
Untuk mendukung hal tersebut.diperlukan kendaraan operasional yang dapat
dimanfaatkan dalam kegiatan pengawasan keamanan pangan segar seperti
pengambilan sampel dan wahana respon cepat terhadap kejadian
ketidakamanan pangan (seperti terjadinya kasus keracunan pangan segar)
serta sarana pendukung untuk penyebaran informasi tentang keamanan
pangan di daerah.
Total anggaran yang dialokasikan untuk mencapai keberhasilan indikator rasio
konsumsi pangan local non beras terhadap beras adalah sebesar Rp.
156.908.913.000 dengan realisasi anggaran sebesar Rp. 144.328.828.000
atau 91,98 persen.
C. Capaian Kinerja Lainnya
1. Analisis atas Efisiensi Penggunaan Sumber Daya Terhadap Kegiatan
Prioritas.
a) Pemeriksaan Hasil Auditor
83
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan tidak lepas dari efisiensi
penggunaan sumberdaya, baik sumberdaya keuangan maupun pegawai.
Penilaian capaian kinerja atas keuangan tidak hanya dari aspek realisasi
keuangan tetapi juga hasil pemeriksaan dari auditor baik dari Inspektorat
Jenderal Kementerian Pertanian, maupun dari Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Pemeriksaan dilakukan melalui proses identifikasi
masalah, analisis, dan evaluasi secara independen, objektif, dan
professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran,
kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan Negara.
Dalam laporan kinerja ini, arah kebijakan pemeriksaan terhadap
pelaksanaan program/kegiatan Badan Ketahanan Pangan hingga tahun
2014 difokuskan pada seluruh kegiatan dan anggaran yang tertuang
dalam DIPA dan POK, dengan melihat dari aspek efektivitas, efisiensi dan
kerugian negara. Sedangkan pada tahun tahun 2016 arah kebijakan
pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian yaitu (a)
Fokus pada Program Peningkatan Kedaulatan Pangan, (b) Sebagai motor
dalam Penyelenggaraan SPIP, dan (c) Audit Kegiatan Periode Lalu dan
Pengawalan (SPI) Kegiatan Tahun Berjalan. Dengan menerapkan :
Integrasi Lini Pengawasan. Proses Pengendalian Integral Dengan
Kegiatan. dan Penerapan Kualitas Manajemen (Quality Manajemen).
Berdasarkan hasil Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Jenderal
Kementerian Pertanian Tahun 2016 terhadap kegiatan Badan Ketahanan
Pangan pada 5 Provinsi yaitu : (a) Kepulauan Riau, (b) Riau, (c) Bangka
Belitung, (d) Jawa Tengah, dan (e) Jawa Timur. Dalam pemeriksaan
tersebut, ruang lingkup pelaksanaan audit kinerja Ketahanan Pangan
meliputi : (a) Capaian kinerja program peningkatan Ketahanan Pangan,
(b) Ketaatan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP), (c) Ketaatan
84
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
terhadap perundang undangan, (d) Monitoring terhadap tindak lanjut
temuan hasil audit sebelumnya.
Secara umum, temuan Hasil Pemeriksaan tersebut terdapat kelemahan-
kelemahan sebagai berikut :
1) Kepala Satker belum sepenuhnya mengimplementasikan aspek SPI
pada unit kerjanya,
2) Belum adanya standar satuan biaya secara internal,
3) Penanggungjawab kegiatan belum sepenuhnya memperhatikan
pentingnya juklak/juknis kegiatan sebagai acuan pelaksanaan dan
belum memperhatikan simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan,
4) Satlak PI masih kurang optimal dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya,
5) Sosialisasi SPI belum dilakukan keseluruh Satker Daerah
Propinsi/Kabupaten,
6) Kerangka Acuan Kerja/TOR masih banyak yang tidak buat sehingga
tidak ada penjabaran lebih lanjut mengenai metodollogi atau
langkah-langkah yang harus dikerjakan dalam pelaksanaan
operasional,
7) Kepengurusan Gapoktan belum dilengkapi dengan Tim Pengawas
sebagaimana ditetapkan dalam Pedum,
8) Meningkatkan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan
kegiatan sehingga tujuan dan sasaran kegiatan dapat tercapai,
9) Penanggungjawab kegiatan dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan belum diterapkan SPI secara memadai serta
belum efektifnya pengendalian dan pengawasan dari KPA maupun
PPK. akibatnya kegiatan belum dapat menyajikan kinerja gapoktan
secara lengkap,
10) Gapoktan belum membuat aturan dan sanksi secara tertulis bagi
anggota yang menyangkut pemanfaatan sumber daya dan dana.
serta belum adanya pemupukan modal atau tabungan untuk
cadangan pangan,
85
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
11) Penanggungjawab kegiatan agar lebih cermat dalam merencanakan
dan melaksanakan kegiatan,
12) Penanggungjawab dan Pelaksana Kegiatan agar meningkatkan
koordinasi dengan penanggungjawab kegiatan di Kabupaten dalam
melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan
kegiatan di lapangan baik secara teknis maupun adiministratif,
13) Petugas pendamping masih belum melaksanakan pendampingan
secara optimal dan meningkatkan pembinaan serta pendampingan
baik dalam manajemen administrasi keuangan maupun dalam upaya
operasional kelompok,
14) Kurang optimalnya pengendalian dan pengawasan kegiatan dari
KPA dan PPK terutama dalam pelaksanaan dan penggunaan
anggaran yang tidak memperhatikan prinsip efektif dan ekonomis.
Dengan adanya kondisi tersebut diatas mengakibatkan terjadinya
Kerugian Negara di 4 provinsi yaitu Provinsi Riau. Bangka Belitung. Jawa
Tengah dan Jawa Timur dengan total Kerugian negara sebesar Rp.
381.184.423.- penyelesaian sebesar Rp.349.105.573.- sisa Kerugian
Negara sampai 31 Desember 2016 sebesar Rp. 32.078.850. Upaya yang
telah dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam rangka
percepatan penyelesaian sisa Kerugian Negara adalah menyampaikan
surat teguran dan pemberitahuan ke daerah agar menindaklanjuti hasil
temuan dan secepatnya menyelesaian kerugian negara tersebut. Selain
itu Badan Ketahanan Pangan juga melaksanakan pengawalam ke provinsi
tersebut.
Tabel 24. Perbandingan percepatan penyelesaian KN BKP Tahun 2012 – 2016
No URAIAN TAHUN
2012 2013 2014 2015 2016
1 KN Temuan Itjen Kementan
43.168.714 10.4247.985 322.469.973 75.000.000 97.217.000
86
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
2 KN Temuan BPKP
60.446.818 426.330.500 489.893.183 474.097.504
TOTAL 43.168.714 164.694.803 748.800.473 564.893.183 571.314.504
Sedangkan evaluasi kegiatan PIDRA dan SOLID Badan Ketahanan
Pangan terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pengawasan dan
Pembanguanan (BPKP) yang terdapat di Provinsi NTB, Maluku, Maluku
Utara dan DKI (BKP Pusat) terdapat Kerugian Negara seluruhnya sebesar
Rp. 1.513.751.005.- penyelesaian sampai tahun 2016 sebesar
Rp.556.696.437.- Sisa kerugian negara program SOLID sampai 31
Desember 2016 sebesar Rp. 957.054.568. Upaya yang telah
dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam rangka percepatan
penyelesaian sisa Kerugian Negara adalah Upaya yang telah
dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam rangka percepatan
penyelesaian sisa Kerugian Negara adalah menyampaikan surat teguran
dan pemberitahuan ke daerah agar menindaklanjuti hasil temuan dan
secepatnya menyelesaian kerugian negara tersebut. Selain itu Badan
Ketahanan Pangan juga melaksanakan pengawalam ke provinsi tersebut.
b) Capaian Kinerja Pegawai Badan Ketahanan Pangan
Keberhasilan penyelenggaraan dan pelaksanaan tugas serta berbagai
kegiatan program pembangunan ketahanan pangan yang dikelola Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, tidak lepas dari kemampuan
sumberdaya manusia aparat yang tersedia. Efisiensi penggunaan
sumberdaya manusia/pegawai Badan Ketahanan Pangan, merupakan
dukungan yang tidak kalah penting dalam pencapaian target program dan
kegiatan Badan ketahanan Pangan Tahun 2016. Sumberdaya
manusia/pegawai yang tersedia dan berkualitas sangat menentukan bagi
keberhasilan penyelenggaraan dan pelaksanaan tugas dan kegiatan
Badan Ketahanan Pangan dan Sekretariat DKP.
87
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Pada tahun 2016, BKP Kementerian Pertanian didukung oleh 322
pegawai, dengan komposisi yang beragam adalah :
1. Tingkat pendidikan: SLTA ke bawah sebanyak 93 orang atau 28,89
persen. Diploma-3 dan Sarjana Muda 8 orang atau 2,38 persen,
Strata Satu 123 orang atau 38,20 persen. strata dua 86 orang atau
26,70 persen, dan strata tiga 10 orang atau 3,10 persen.
2. Kepangkatan: golongan I sebanyak 1 orang atau 0,33 persen.
golongan II sebanyak 26 orang atau 8,07 persen, golongan III
sebanyak 239 orang atau 74,22 persen, dan golongan IV sebanyak
56 orang atau 17,39 persen.
3. Usia pegawai: 21-25 sebanyak 1 orang atau 0,31 persen, 26-35
tahun sebanyak 65 orang atau 20,19 persen, 36-45 tahun 111 orang
atau 34,47 persen, 46-50 tahun 29 orang atau 9,01 persen, dan lebih
dari 51 tahun 116 orang atau 36,02 persen.
Kualifikasi pegawai BKP Kementerian Pertanian yang masih aktif pada
tahun 2012 - 2016 berdasarkan tingkat pendidikan, kepangkatan, dan
usia, seperti dalam lampiran 12.
Jumlah pegawai Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 sebanyak 322
pegawai. Data tersebut berdasarkan perhitungan, dari awal hingga akhir
tahun 2016. Pegawai Badan Ketahanan Pangan berkurang sejumlah 5
orang yang disebabkan karena pensiun, mutasi pindah tugas dan
meninggal dunia. Sedangkan jumlah pengawai baru yang masuk ke
Badan Ketahanan Pangan sebanyak 7 pegawai, yang terdiri dari CPNS
berjumlah 6 pegawai, pindahan dari Ditjen Hortikultura 1 pegawai. Bila
dilihat dari komposisi jumlah pegawai berdasarkan tingkat pendidikan,
bahwa pegawai di Badan Ketahanan Pangan lebih didominasi dengan
tenaga teknis dan selebihnya adalah tenaga administrasi.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, dan
kualitas aparatur dalam penyelenggaraan berbagai tugas dan fungsi
Badan Ketahanan Pangan. pada tahun 2016 telah dilakukan program
88
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
tugas belajar sebanyak 12 orang, terdiri dari 6 pegawai mengikuti
pendididikan S3 dan 19 pegawai mengikuti pendidikan S2.
Dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi dan pengembangan
sumber daya manusia, pengembangan karir melalui jabatan fungsional
sebagai upaya peningkatan produktivitas sumber daya manusia dan
memberikan kejelasan dan kepastian karier pegawai. Jabatan fungsional
merupakan jabatan yang pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian
dan/atau keterampilan tertentu. serta bersifat mandiri. Hingga tahun 2016.
Badan Ketahanan Pangan telah memiliki 11 jabatan fungsional dengan,
jumlah pegawai yang telah memiliki jabatan fungsional sebanyak 65 orang
pegawai, secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 26. Pegawai dengan Jabatan Fungsional Khusus di Badan Ketahanan Pangan
No. Jabatan Fungsional Jumlah(OrangPegawai)
1 Pranata Komputer 3
2 Analis Kepegawaian 3
3 Statistisi 4
4 Pranata Humas 2
5 Analis Pasar Hasil Pertanian (APHP) 7
6 Pengawas Mutu Hasil Pertanian (PMHP) 9
7 Arsiparis 7
8 Pustakawan 1
9 Perencana 1
10 Pengelola Pengadaan Barang/Jasa 1
11 Analis Ketahanan Pangan 27
Total 65Sumber : data Subbag Kepegawaian Badan Ketahanan Pangan
89
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Mengacu dari undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan peraturan-peraturan kepegawaian lainnya, pegawai pemerintah diarahkan sebagai fungsional khusus yang memiliki keahlian khusus. Kedepan, kegiatan-kegiatan yang bersifat teknis hanya akan dilakukan oleh pegawai yang mempunyai kemampuan teknis yang arahnya adalah pejabat fungsional tertentu. Dalam satu bidang unsur pelaksana hanya akan dilakukan oleh pejabat fungsional yang membidangi fungsi masing-masing. Selain itu dalam rangka mengikuti perkembangan informasi yang semakin pesat sudah dilaksanakan secara online atau melalui media online, maka pegawai Badan Ketahanan Pangan dituntut harus memiliki ketrampilan khusus baik dari segi komputerisasi maupun analisis.
Sejak tahun 2014, penilaian capaian kinerja pegawai dengan tahun sudah menggunakan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang menekankan output pekerjaan pegawai dan kehadiran pegawai, sedangkan untuk melihat kinerja pegawai melalui budaya kerja.
Dalam rangka penilaian indikator kinerja individu/pegawai. telah dilaksanakan Penilaian Standar Kinerja Pegawai (SKP) sebagai pengganti Daftar Penilaian Pelaksanaan Kerja PNS (DP3) kepada seluruh pegawai Badan Ketahanan Pangan. Dalam Penilaian Prestasi sudah terlihat kinerja pegawai dengan nilai 91-100 (A = Sangat Baik) sebanyak 35 pegawai; 76-90 (B = Baik) sebanyak 264 pegawai; 61-75 (C = Cukup) sebanyak 1 pegawai; 51-60 (D = Kurang) sebanyak 0 pegawai; dan < 50 (E = Buruk) sebanyak 0 pegawai.
Pada tahun 2016, Badan Ketahanan Pangan juga telah mensosialisasikan
aplikasi e-Personal yang bekerjasama dengan Biro Organisasi dan
Kepegawaian Kementan, serta Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian. Kementan. Aplikasi e-Personal digunakan untuk mencatat
setiap aktivitas kedinasan pegawai. E-personal ini lebih bersifat sebagai
buku harian setiap pegawai. Dengan adanya e-personal, unsur pimpinan
bisa melihat aktifitas sehari-hari pegawai yang pembinaannya ada
dibawahnya. Selain itu, e-Personal juga berfungsi sebagai alat kontrol
yang memuat data dan informasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di
90
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Lingkungan Kementerian Pertanian, baik yang berada di kantor pusat
maupun Unit Pelaksana Teknis (UPT). Aplikasi e-Personal telah
terintegrasi dengan Sistem Informasi Manajemen Aparatur Sipil Negara
(SIM ASN) Kementerian Pertanian. dengan tujuan untuk menciptakan
keterpaduan dan validitas data khususnya mengenai data kepegawaian.
Selain mensosialisasikan e-Personal, Badan Ketahanan Pangan juga
mensosialisasikan e-Kinerja yang bekerjasama dengan Biro Organisasi
dan Kepegawaian Kementan, serta Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian, Kementan.
Tujuan e-Kinerja adalah (1) Untuk meningkatan kinerja organisasi dan
aparatur; (2) Menjadi salah satu instrumen dalam penataan dan
penyempurnaan organisasi; (3) Sebagai alat ukur prestasi kerja organisasi
dan aparatur; (4) Untuk meningkatkan kesejahteraan aparatur dengan
mengacu pada prinsip keadilan "equal job for equal pay"; (5) Mendorong
terciptanya kompetisi yang sehat diantara aparatur; (6) Meningkatkan
kompetensi SDM; (7) Menumbuhkan kreatifitas dan inovasi kerja yang
lebih tinggi; (8) Merekam pekerjaan harian aparatur sesuai dengan
jabatan dan beban kerja;
Pada tahun 2016 hasil pengukuran IPNBK Badan Ketahanan Pangan
adalah 3,51 nilai konversi IPNBK 87,86 dengan klasifikasi kualitas budaya
kerja A (Sangat Baik) mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2015.
Pada tahun 2015, hasil pengukuran IPNBK Badan Ketahanan Pangan
adalah 3,46 dengan nilai kualitas budaya kerja 86,38.
Nilai budaya kerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2016 sebagai berikut
- Nilai Rata-Rata Budaya Kerja : 3,51
- Kualitas Budaya Kerja : 87,86
- Kualifikasi Kualitas Budaya Kerja : A (Sangat Baik)
Tabel 27. Komponen dan Nilai Budaya Kerja BKP Tahun 2016
NO KOMPONEN PERTANYAAN NILAI KONVERSI
91
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
1 Komitmen 1,1. - 1,8. 3,44 86,122 Keteladanan 2,1. - 2,6. 3,48 87,09
3 Profesionalisme 3,1. - 3,6. 3,50 87,41
4 Integritas 4,1. - 4,5. 3,53 88,16
5 Disiplin 5,1. - 5,4. 3,62 90,53
NILAI KUALITAS BUDAYA KERJA (IPNBK) 3,51 87,86
Tabel 28. Perbandingan Nilai Budaya Kerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015 dan Tahun 2016 adalah sebagai berikut :
No Budaya Kerja Tahun 2015 Tahun 20161 Nilai rata-rata budaya kerja 3.46 3.51
2 Kualitas Budaya Kerja 86.38 87.86
3 Kualifikasi Budaya Kerja A (Sangat Baik) A ( Sangat Baik)
Dari 4 (empat) unit kerja eselon II lingkup Badan Ketahanan Pangan, yang
mencapai nilai tertinggi kualitas budaya kerja adalah Sekretariat Badan
Ketahanan Pangan dengan nilai 3,56 dengan kualitas budaya kerja 88,98
dengan klasifikasi A (Sangat Baik), Pusat Penganekaragaman Konsumsi
dan Keamanan Pangan dengan nilai 3,50 dengan kualitas budaya kerja
87,50 dengan klasifikasi A (Sangat Baik) , Pusat Distribusi dan Cadangan
Pangan dengan nilai 3,49 dengan kualitas budaya kerja 87,20 dengan
klasifikasi A (Sangat Baik) dan Pusat Ketersediaan dan Cadangan Pangan
dengan nilai 3,48 dengan kualitas budaya kerja 86,92 dengan klasifikasi A
(Sangat Baik). Hasil pengukuran IPNBK pada masing-masing unit kerja
eselon II lingkup Badan Ketahanan Pangan seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 29. Indeks Penerapan NilaI Dasar Budaya Kerja per Eselon II
NO NILAI DASAR SETBAPUSAT
KETERSEDIAAN DAN KP
PUSAT DISTRIBUSI
DAN CP
PUSAT PENGANEKA-
RAGAMAN & KP1. Komitmen 3.45 3.39 3.47 3.46
2. Keteladanan 3.56 3.46 3.42 3.49
3. Profesionalisme 3.57 3.46 3.43 3.52
92
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
4. Integritas 3.54 3.45 3.53 3.58
5. Disiplin 3.68 3.61 3.58 3.61
I P N D B K 3.56 3.48 3.49 3.50
Tabel 30. Ringkasan hasil penilaian per Eselon II
NO UNIT KERJA NILAI KUALITAS KUALIFIKASI
1 Sekretariat Badan 3.56 88.98 Sangat Baik
2 Pusat Ketersediaan dan Kerawanan
Pangan
3.48 86.92 Sangat Baik
3 Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan 3.49 87.20 Sangat Baik
4 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan
Keamanan Pangan
3.50 87.50 Sangat Baik
Dari hasil pengolahan data IPNBK lingkup Badan Ketahanan Pangan dari
5 (lima) indikator nilai tertinggi ada pada Indikator Disiplin. Hasil ini sejalan
dengan meningkatnya disiplin seluruh pegawai karena adanya pemberian
tunjangan kinerja. Mengacu dengan pemberlakuan Peraturan Pemerintah
53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, apabila melanggar
tampa alasan yang jelas akan dipotong tunjangan kinerjanya, dikenakan
pula sanksi administrasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah 53 tahun
2010 tersebut. Pemberlakuan sanksi untuk akumulasi datang dan pulang
terlambat efektip dalam meningkatkan disiplin pegawai. Tahun 2016
disiplin pegawai lingkup Badan Ketahanan Pangan mengalami
peningkatan, yang diikuti peningkatan kinerja pegawai berdasarkan hasil
(output ) pekerjaan yang terukur. Sedangkan, 2 (dua) komponen nilai
budaya kerja yang masih perlu diperbaiki yaitu sebagai berikut : (a)
Komitmen terhadap visi, misi dan tujuan organisasi; dan (b) Keteladanan.
93
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Dalam rangka meningkatkan kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, dan
kualitas aparatur dalam penyelenggaraan berbagai tugas dan fungsi
Badan Ketahanan Pangan. pada tahun 2016 telah dilakukan: (a) program
tugas belajar dan ijin belajar dengan biaya dari pemerintah, maupun biaya
sendiri, kursus/pelatihan teknis aplikatif dan administratif, serta
workshop/seminar; (b) pembinaan motivasi dan disiplin; (c) penyelesaian
administrasi kenaikan pangkat dan kenaikan gaji berkala; (d) pemberian
penghargaan dan Tanda Kehormatan Satya Lencana Karya Satya; (e)
sosialisasi Reformasi Birokrasi; dan melanjutkan rencana perubahan
jabatan fungsional pegawai termasuk rencana penyusunan jabatan
fungsional analisis ketahanan pangan sesuai dengan amanah undang-
undang ASN.
2. Capaian Pelaksanaan Kegiatan Lainnya
Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan secara nasional. Badan Ketahanan Pangan juga melaksanakan tugas secara insidentil/diluar rencana berdasarkan perintah pimpinan, salah satunya adalah dukungan swasembada pangan startegis melalui Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi. Jagung. Kedelai; serta kebijakan lainnya yang dianggap penting. Kegiatan tersebut lebih banyak bersifat koordinasi atau dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan intansi terkait baik di dalam maupun luar Kementerian Pertanian; serta di tingkat Internasional yang dikoordinasikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO). United Nations World Food Programme (WFP), maupun forum lainnya. Selama 5 tahun, beberapa prestasi Badan Ketahanan Pangan, serta apresiasi dari masyarakat, pemerintah daerah, dan tingkat internasional kepada Badan Ketahanan Pangan di Pusat dan Daerah, seperti :
1. Sejak tahun 2011 hingga sekarang. Badan Ketahanan Pangan melaksanakan kegiatan promosi penganekaragaman konsumsi pangan maupun kegiatan yang terkait dengan upaya perubahan pemanfaatan substitusi pangan dari umbi-umbian.
94
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
2. Melaksanakan kegiatan sosialisasi dan penyebaran berita tentang ketahanan pangan melalui berbagai media cetak dan elektronik termasuk media sosial.
3. Melaksanakan sosialisasi Program TTI dan Pangan Murah Berkualitas pada berbagai event seperti Car Free Day. maupun Kementerian lain.
4. Badan Ketahanan Pangan bersama dengan Eselon I dalam upaya stabilisasi harga pangan strategis khususnya cabai merah melalui Pencanangan Gerakan Tanam Cabai 50 juta ha. yang ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah.
5. Meningkatnya kesadaran pentingnya aspek ketahanan pangan dalam pembangunan daerah yang berkelanjutan dari lembaga legislatif di provinsi dan kabupaten/kota. Hampir setiap bulan Badan Ketahanan Pangan mendapatkan kunjungan dari DPRD provinsi dan kabupaten/kota yang ingin mendiskusikan ketahanan panga. .khususnya tentang kebijakan. program dan kegiatan. serta kelembagaan.
6. Kegiatan Vegetables Go To School (VGtS) merupakan kerjasama dengan AVDRC Taiwan dalam bentuk hibah. Kegiatan tersebut dalam bentuk penyusunan baseline data. selanjutnya Tim AVDRC Taiwan yang akan menyusun kajian dan analisis.
7. Badan Ketahanan Pangan mendapatkan juara Harapan 1 (urutan ke empat) dalam lomba website Kementerian Pertanian.
8. Dalam uji Maturitas SPI. Skor SPIP Badan Ketahanan Pangan sebesar 3.007 tersebut dikatagorikan pada level “terdefinisi”. artinya telah melaksanakan praktik pengendalian intern dan terdokumentasi dengan baik. Namun evaluasi atas pengendalian intern dilakukan tanpa dokumentasi yang memadai.
9. Terlibat dalam kegiatan Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Kerja yaitu Pengembangan Desa Lestari. Kegiatan tersebut mengembangkan wilayah/desa tertinggal yang melibatkan seluruh sub sector yaitu Desa Kohod Kabupaten Tangerang. Provinsi Banten. Badan Ketahanan Pangan mengembangkan KRPL.
95
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
D. Realisasi Anggaran
Pada tahun 2016, Badan Ketahanan Pangan (BKP) memperoleh alokasi
anggaran sebesar Rp. 782 milyar, namun pada bulan Februari berubah menjadi
Rp. 705,86 milyar setelah pagu refokusing, sedangkan pagu setelah self blocking
senilai Rp. 671.86 milyar untuk kegiatan di pusat, propinsi, dan kabupaten/kota.
Seluruh anggaran tahun 2016 dialokasikan dalam 48 satker, berupa : (a) Dana
Sentralisasi di Pusat Rp. 103,24 milyar atau 15,37 persen; (b) Dana
Dekonsentrasi (Dekon) di 34 propinsi Rp. 376,47 milyar atau 56,03 persen; (c)
Dana Tugas Pembantuan 2 (dua) provinsi dan 11 kabupaten/kota sebesar Rp.
192,15 milyar atau 28,60 persen. Untuk kabupaten/kota yang tidak berdiri
sendiri/satker mandiri. anggarannya masuk dalam provinsi melalui dana
dekonsentrasi.
Alokasi anggaran per kegiatan utama pada tahun 2016 sebelum dan sesudah
refocusing adalah pada tabel dibawah ini.
Tabel 31. Pagu dan Realisasi Anggaran Per Kegiatan
NO KEGIATAN PAGU AWALPAGU SETELAH
BLOKIRREALISASI PER 27
JANUARI 2017% PAGU
AWAL
% SETELAH BLOKIR
1Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
201.550.444.000 193.188.170.000 184.346.418.192 91,46 95,42
2Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
250.064.227.000 244.304.341.000 228.991.719.899 91,57 93,73
3Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
156.908.913.000 149.451.632.000 144.328.828.795 91,98 96,57
4Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan
97.332.880.000 84.912.321.000 80.917.968.221 83,14 95,30
705.856.464.000 671.856.464.000 638.584.935.107 90,47 95,05 TOTAL
Sumber : SPAN. Aplikasi PMK 249. Badan Ketahanan Pangan
Tabel 32. Pagu dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan
SATKER PAGU AWAL PAGU SETELAH BLOKIR REALISASI % PAGU
AWAL% PAGU STLH
BLOKIR
KANTOR PUSAT 123.752.961.000 103.242.024.000 93.571.271.121 75.61 90.63
96
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
DEKONSENTRASI 387.103.628.000 376.467.735.000 358.475.429.341 92.60 95.22TUGAS PEMBANTUAN 194.999.875.000
192.146.705.000178.364.623.755 91.47
92.83TUGAS PEMBANTUAN PROPINSI
16.875.055.000 16.875.055.000
15.821.554.700 93.7693.76
TUGAS PEMBANTUAN KABUPATEN
178.124.820.000 175.271.650.000
162.543.069.055 91.2592.74
TOTAL 705.856.464.000 671.856.464.000 630.411.324.21
7 89.31 93.83
Sumber data : SPAN dan Aplikasi PMK 249. Badan Ketahanan Pangan
Tabel 33. Pagu dan Realisasi Anggaran per Jenis Belanja
JENIS BELANJA PAGU AWAL PAGU SETELAH BLOKIR
REALISASI 2 JANUARI 2017
% PAGU AWAL
% PAGU SETELAH BLOKIR
BELANJA PEGAWAI21.304.141.000 21.304.141.000 20.639.307.631 96.88 96.88
BELANJA BARANG682.920.588.000 648.960.588.000
608.397.411.878 89.09 93.75
BELANJA MODAL1.631.735.000 1.591.735.000
1.374.604.70884.24 86.36
TOTAL 705.856.464.000 671.856.464.000 630.411.324.217 89.31 93.83Sumber : SPAN dan Aplikasi PMK 249. Badan Ketahanan Pangan
Rendahnya penyerapan anggaran tersebut disebabkan oleh :
1. Seringnya terjadi revisi DIPA yang mengakibatkan perubahan POK.
2. Mutasi pegawai atau pejabat pengelola keuangan.
3. Terlambatnya penerbitan SK Pengelola Keuangan (KPA. PPK.
Bendahara Pengeluaran).
4. Pegawai pindahan kurang memahami mekanisme pencairan
anggaran dan adanya kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran;
5. Mutasi dan serah terima jabatan tidak disertai dengan serah terima
berkas/dokumen pelaksanaan kegiatan;
97
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
6. Keterlambatan proses adminsitrasi di kab/kota yang masuk dana
Dekonsentrasi.
7. Perubahan sasaran akibat perubahan anggaran dan tidak sesuai
dengan pedoman/kriteria sasaran.
8. Lokasi sasaran yang jauh dari penduduk.
9. Infrastruktur dan kondisi alam.
10. Kendala SOLID : (1) Beberapa kegiatan yang harusnya dilakukan di
awal tahun harus tertunda karena adanya pemblokiran, (2) pencairan
dana ditahun 2015 masih disalurkan ditahun 2016, (3) Beberapa
kegiatan yang harusnya dilakukan diawal tahun harus tertunda
karena adanya pemblokiran, dan (4) proses identifikasi yang agak
terlambat karena blm siapnya masyarakat dalam penyusunan
Rencana Usaha.
Tabel 34. Alokasi Anggaran Badan Ketahanan Pangan Th.2012 – 2016
Rp. Milyar
2012 2013 2014 2015 2016
Renstra 722.27 829.86 940.92 635.26 783.06Pagu 687.84 647.16 458.55 635.26 671.86Realisasi 621.25 605.93 419.93 563.65 638.58
Tahun
Sumber : Badan Ketahanan PanganTahun 2016 berdasarkan pagu self blocking
Grafik 13. Realisasi Anggaran dibandingkan dengan Pagu Renstra dan Pagu Anggaran Tahunan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2012 – 2016
98
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
2012 2013 2014 2015 2016Tahun
0100200300400500600700800900
1000
Realisasi Anggaran 2012-2016
RenstraPaguRealisasi
Rp. M
iliya
r
E. Dukungan Instansi Lain.
Keberhasilan pencapaian pembangunan ketahanan pangan nasional, dipengaruhi
pula oleh peranserta unit kerja eselon I lingkup Kementerian Pertanian dan
Kementerian lainnya, serta pemangku kepentingan lainnya yang peduli terhadap
ketahanan pangan. Dukungan instansi tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden
(Perpres) nomor 22 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan)
nomor 43 Tahun 2009, instansi tersebut juga sebagai anggota Dewan Ketahanan
Pangan. Adapun kegiatan instansi lain yang mendukung keberhasilan ketahanan
pangan seperti pada lampiran 13.
99
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan Umum
Pelaksanaan program diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat tahun 2016,
secara khusus telah berhasil menimbulkan perubahan di wilayah/kelompok sasaran.
Program tersebut berhasil : (a) membangun kesadaran kelompok sasaran untuk
mendukung pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman; (b)
mendukung mewujudkan stabilitasi harga gabah/ beras, dan jagung di wilayah
gapoktan dan masyarakat melalui Penguatan LDPM, Lumbung Pangan Masyarakat,
dan Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat/Toko Tani Indonesia; (c) membantu
dalam pemenuhan kebutuhan pangan tingkat rumah tangga/kelompok masyarakat;
serta (d) mendukung dalam menurunkan KK miskin di Desa/Kawasan Mandiri
Pangan.
Capaian IKU dan sasaran kegiatan utama secara umum sudah sesuai dengan
Renstra kecuali pada tahun – tahun terakhir sebagai akibat kebijakan pemotongan
anggaran dan refocusing program BKP. Refocusing diarahkan pada peningkatan
kegiatan PUPM/TTI dengan merealokasi anggaran pada kegiatan yang lain
(P2KP/KRPL, Demapan, LDPM, dan LPM).
100
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
Berdasarkan indikator kinerja, capaian kinerja Perjanjian Kinerja Tahun 2016 adalah
dari 10 indikator, yang mencapai nilai pencapaian diatas 100 persen (Sangat
Berhasil) sebanyak 6 indikator, nilai pencapaian 80 – 100 persen (Berhasil)
sebanyak 2 indikator yaitu PPH Ketersediaan dan Skor PPH Konsumsi, dan nilai
pencapaian dibawah 60 persen kurang sebanyak 1 indikator yaitu penurunan rawan
pangan, meskipun mengalami penurunan jumlah penduduk rawan pangan.
Sedangkan untuk indikator koefisien variasi harga beras jauh dibawah target
sehingga harga beras stabil, cabai merah meskipun sudah dibawah target namun
hampir mendekati target, sehingga harga cabai merah kurang stabil, sedangkan
harga bawang merah diatas target sehingga harga bawang merah belum stabil.
Indikator lainnya belum tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Hal
tersebut disebabkan oleh berbagai hambatan/masalah baik secara umum maupun
teknis pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan. Upaya perbaikan yang telah
dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan SKPD daerah dan pihak-pihak
terkait, mengoptimalkan sumber daya yang ada, serta memperbaiki fungsi
manajemen mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan
evaluasi.
B. Permasalahan dan Upaya dan Tindak Lanjut
1. Permasalahan
Dalam rangka mewujudkan diversifikasi pangan terkait erat dengan perilaku
masyarakat/manusia. Secara umum hambatan dan kendala yang dihadapi dalam
mewujudkan diversifikasi pangan pada tahun 2016 adalah : (1) pendapatan
masyarakat masih rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan secara umum.
sehingga menurunnya daya beli masyarakat disebabkan oleh kenaikan harga
pangan daripada masalah ketersediaan; (2) konsumsi beras per kapita
cenderung turun.tetapi konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (3)
teknologi pengolahan pangan lokal masih rendah; (4) kampanye dan promosi
penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (5) beras sebagai
101
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah;
(6) kualitas konsumsi pangan masih rendah. kurang beragam dan masih
didominasi pangan sumber karbohidrat; (7) terdapatnya konsep makan“belum
makan kalau belum makan nasi” yang salah dalam masyarakat; (8) pemanfaatan
dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu
masih rendah; dan (9) bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim.
Berdasarkan aspek ketahanan pangan, permasalahan dalam capaian kinerja
program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat tahun
2016 adalah :
a. Aspek Ketersediaan Pangan
1) Produksi dan kapasitas produksi pangan nasional semakin terbatas.
2) Jumlah permintaan pangan semakin meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk, pemenuhan kebutuhan bahan baku
industri. dan berkembangnya penggunaan pangan seiring maraknya
perkembangan pariwisata, hotel, dan restoran.
3) Adanya persaingan penggunaan bahan pangan untuk bio energi dan
pakan ternak.
4) Kerawanan pangan karena adanya kemiskinan. terbatasnya penyediaan
infrastruktur dasar pedesaan, potensi sumber daya pangan yang rendah.
rentannya kesehatan masyarakat di daerah terpencil, dan sering
terjadinya bencana alam.
b. Aspek Keterjangkauan Pangan
1) Sifat produksi yang musiman, berpengaruh terhadap harga pangan.
2) Melonjaknya harga pangan dunia karena ketergantungan terhadap ekspor
pangan tertentu.
3) Terbatasnya dan/atau kurang memadainya sarana dan prasarana
transportasi, kondisi iklim yang tidak menentu yang dapat mengganggu
transportasi bahan pangan.
102
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
4) Permasalahan teknis dalam proses distribusi ini berdampak terhadap
melonjaknya ongkos angkut, mengakibatkan aksesibilitas konsumen
secara ekonomi menurun.
5) Walaupun pemerintah telah menjamin kecukupan stok beras, namun
kecukupan stok pangan tersebut tidak dapat menjamin stok pangan di
pasar.
c. Aspek Konsumsi Pangan
1) Keterbatasan kemampuan ekonomi atau daya beli dari keluarga;
2) Keterbatasan pengetahuan dan kesadaran tentang pangan dan gizi, serta
teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan kepraktisan
dalam pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, nilai social, citra, dan daya
terima;
3) Adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi pangan berbasis
sumber daya local, karena pengaruh globalisasi industri pangan siap saji,
dan berkurangnya produksi sumber pangan lokal;
4) Adanya pengaruh nilai-nilai budaya kebiasaan makan yang tidak selaras
dengan prinsip konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman;
5) Berbagai kasus gangguan kesehatan manusia akibat mengkonsumsi
pangan yang tidak aman;
6) Belum efektifnya penanganan dan pengawasan keamanan pangan.
karena sistem yang dikembangkan, SDM, serta penerapan saksi yang
tegas;
7) Koordinasi lintas sektor dan subsektor terkait dengan keamanan pangan
belum optimal;
8) Kurangnya kesadaran pihak pengusaha/pengelola pangan untuk
menerapkan peraturan/standar yang telah ada.
d. Dukungan Kelembagaan dan Manajemen Ketahanan Pangan.
1) Perubahan arah kebijakan yang berdampak pada refokusing kegiatan,
sasaran dan anggaran.
103
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
2) Rotasi pimpinan dan staf Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
pegawai sering;
3) Komitmen dan langkah nyata pemerintah daerah masih rendah untuk
membangun ketahanan pangan berkelanjutan;
4) Pelaksanaan monitoring dan pelaporan program ketahanan pangan
kurang optimal. baik secara online dan manual;
5) Hasil analisis ketahanan pangan belum dimanfaatkan secara maksimal
sebagai dasar perencanaan dan pelaksanaan program;
6) Belum sepenuhnya terlaksananya kegiatan ketahanan pangan yang
sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan
Pangan.
7) Belum optimalnya peran dan fungsi Dewan Ketahanan Pangan (DKP)
sebagai lembaga fungsional koordinator dalam penanganan ketahanan
pangan di daerahnya;
Secara teknis program dan kegiatan ketahanan pangan, hambatan dan kendala
yang dihadapi adalah :
1. Revisi DIPA dan POK baik di pusat maupun daerah.
2. Terlambatnya penerbitan SK Pengelola Keuangan (KPA. PPK. Bendahara
Pengeluaran).
3. Mutasi pegawai atau pejabat pengelola keuangan, pegawai pindahan kurang
memahami mekanisme pencairan anggaran dan adanya kehati-hatian dalam
pengelolaan anggaran;
4. Mutasi dan serah terima jabatan tidak disertai dengan serah terima
berkas/dokumen pelaksanaan kegiatan;
5. Keterlambatan proses adminsitrasi di kab/kota yang masuk dana
Dekonsentrasi.
6. Satuan harga yang diterapkan sering tidak sesuai kebutuhan riil;
7. Sasaran tidak sesuai dengan Pedoman,
8. Infrastruktur dan kondisi alam,
104
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
9. Kurang optimalnya partisipasi aparat provinsi dan kabupaten/kota dalam
pembinaan dan pemenuhan kebutuhan peralatan yang diperlukan kelompok
unit usaha kecil untuk pengembangan tepung-tepungan sebagai bahan baku
olahan pangan lokal di lokasi penerima manfaat.
2. Upaya dan Tindak Lanjut
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan upaya dan tindak lanjut
sebagai berikut:
1) BKP Pusat telah menghimbau kepada Badan/Dinas/Instansi/Unit Kerja
Ketahanan Pangan di Provinsi dan Kab/Kota dalam rangka percepatan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran.
2) BKP berupaya memberikan informasi dan sosialisasi tentang perubahan
nomenklatur dan penghematan kepada daerah.
3) Pendampingan dan pembinaan dalam rangka mengawal pelaksanaan
kegiatan dan prtoses administrasi dengan membentuk Tim Pembinaan dan
Percepatan Kegiatan dan Anggaran Ketahanan Pangan
4) Fasilitasi kepada kelompok penerima manfaat untuk pengembangan bisnis
pangan lokal dan makanan tradisional.
5) Mendorong peran aktif swasta dan dunia usaha dalam pengembangan
industri dan bisnis pangan lokal.
6) Peningkatan kerjasama antara Perguruan Tinggi dengan institusi yang
menangani Ketahanan Pangan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota serta
pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya.
7) Sinkronisasi kebijakan baik antarkementerian maupun dengan pihak swasta
yang diwujudkan dalam bentuk programdan kegiatan sesuai kewenangan
masing-masing namun saling mendukung.
8) Mengembangkan dan atau relikasi kegiatan prioritas seperti KRPL,
Kawasan Mapan, Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat, Pengembangan
Usaha Pangan Masyarakat melalui Toko Tani Indonesia, Lumbung Pangan
Masyarakat.
105
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
9) Melaksanakan kegiatan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal
(MP3L).
10) Mendorong upaya kampanye, promosi, sosialisasi, gerakan secara
terstruktur dan komprehensif guna mempercepat terjadinya diversifikasi
pangan.
11) Meningkatkan peran swasta dalam memanfaatkan keragaman sumberdaya
lokal.
12) Mengembangkan bisnis dan industri pangan lokal, melalui:fasilitasi UMKM
untuk pengembangan bisnis pangan lokal, industri bahan baku, industri
pangan olahandan pangan siap saji yang aman berbasis sumberdaya lokal
dan advokasi, sosialisasi dan penerapan standar keamanan dan mutu
pangan bagi pelakuusaha pangan terutama usaha rumah tanggadan
UMKM.
13) Meningkatkan investasi agroindustri pangan berbasis pangan lokal
dilakukan melalui pengembangan bisnis pangan lokal bagi UKM,
pengembangan kemitraan dengan dunia usaha, pengembangan gerai atau
outlet pangan lokal, pengembangan teknologi pengolahan pangan lokal
(bekerja sama dengan Balitbang dan Perguruan Tinggi) dan memastikan
peningkatan keanekaragaman pangan sesuai karakteristik daerah.
106
Laporan Kinerja Badan ketahanan Pangan Tahun 2016
107