peranan “pathogenesis related (pr)-protein”dan fitohormon dalam...
TRANSCRIPT
1
PERANAN “PATHOGENESIS RELATED (PR)-PROTEIN”DAN FITOHORMON DALAM MENJAGA KELANGSUNGAN
KEHIDUPAN TANAMAN SERTA MENINGKATKAN
PRODUKTIVITAS HASIL PERTANIAN
R. Ukun MS Soedjanaatmadja
JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2008
2
JUDUL : PERANAN “PATHOGENESIS RELATED (PR) PROTEIN” DAN FITOHORMON DALAM MENJAGA KELANGSUNGAN KEHIDUPAN TANAMAN SERTA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HASIL PERTANIAN
Oleh: R. Ukun MS Soedjanaatmadja
Mengetahui: Guru Besar Pembina
Prof Dr. O. Suprijana, MSc Prof. Dr. Husein H. Bahti NIP. 130. 354.311 NIP. 130.367.261
Prof. Dr. Rustam E. Siregar
NIP. 130.344.456
3
PERANAN “PATHOGENESIS RELATED (PR)-PROTEIN” DAN FITOHORMON DALAM MENJAGA KELANGSUNGAN
KEHIDUPAN TANAMAN SERTA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS HASIL PERTANIAN
R. Ukun MS Soedjanaatmadja
PENDAHULUAN
Saat ini, peranan ilmu kimia sebagai ilmu dasar merupakan bidang ilmu yang
penting dan sangat berguna dalam menunjang bidang ilmu lain khususnya
bidang kedokteran, farmasi, peternakan dan pertanian, sehubungan dengan
masalah kesehatan dan pangan.
Penelitian-penelitian biokimia yang berkaitan erat dengan produktivitas hasil
pertanian merupakan suatu kajian yang cukup menarik untuk diangkat ke
permukaan, karena sejalan dengan program pemerintah dalam hal
peningkatkan komoditas pertanian dan ketahanan pangan.
Pathogenesis Related (PR)-Protein, merupakan protein spesifik yang
terdapat pada tanaman dan memiliki fungsi serta peranan untuk
mempertahankan kelangsungan kehidupan tanaman, khususnya dalam
menangkal serangan dari mikroorganisme/virus patogen yang berbahaya bagi
tanaman tersebut. Setiap tanaman akan memberi respon yang spesifik apabila
terkena serangan (invasi) mikroorganisme patogen dari luar, dengan jalan
meningkatkan sintesis PR-Proteinnya, untuk menangkal serangan patogen
tersebut. Atas dasar itu, pertumbuhan tanaman akan baik dan terhindar dari
berbagai penyakit tanaman, serta memiliki produktivitas yang tinggi bilamana
tanaman tersebut dirangsang agar mensintesis dan meningkatkan kandungan
PR-Proteinnya. Dengan demikian, bilamana kandungan PR-protein pada
tanaman sudah tinggi, maka tentunya tanaman tersebut dapat menangkal
setiap mikrorganisme patogen yang membahayakan kehidupannya.
4
Phytohormone atau hormon tumbuhan, merupakan senyawa organik yang
dihasilkan oleh tumbuhan/tanaman dan memiliki peranan dalam proses
regulasi metabolisme yang terjadi di dalam tumbuhan tersebut. Dengan
demikian, proses-proses biokimia yang terjadi, tidak terlepas dari peranan dan
eksistensi fitohormon yang disintesis di dalam tumbuhan/tanaman tersebut.
Setiap tanaman, mampu mensintesis sendiri fitohormon (sebagai hormon
endogen), untuk proses dan kelangsungan pertumbuhan normalnya. Namun,
untuk mempercepat pertumbuhan tanaman tersebut, perlu adanya masukan
hormon dari luar (sebagai hormon eksogen).
Atas`dasar itu, untuk mempercepat dan meningkatkan produktivitas hasil
pertanian, khususnya untuk tanaman pangan dan hortikultura, maka dapat
dilakukan aplikasi fitohormon eksogen terhadap tanaman tersebut. Namun
dalam hal ini, perlu dicari rasio yang tepat serta jenis fitohormon apa yang
akan diberikan sebagai hormon eksogen tersebut. Karena, bilamana pemberian
hormon eksogen tidak dalam rasio yang tepat, dan atau melebihi ambang
batas, maka malah akan menghambat proses pertumbuhan. Tentu,
harapannya, penambahan hormon eksogen, selain untuk mempercepat
pertumbuhan tanaman, juga untuk mengatur dan meningkatkan kualitas serta
kuantitas hasil pertanian.
5
PROTEIN-PROTEIN SPESIFIK PADA LATEKS Hevea brasiliensis
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan berbagai tanaman
budidaya, seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit, tembakau dan lain-lain.
Karet alam merupakan komoditas ekspor non-migas yang cukup potensial dan
dapat diandalkan sampai saat ini. Indonesia dikenal sebagai negara penghasil
karet alam terbesar ke dua di dunia, setelah Thailand. Bahkan sejak sebelum
perang dunia II sampai akhir tahun lima puluhan, bumi persada kita ini
merupakan negara penghasil karet alam nomor satu di dunia. Pencarian dan
pemilihan bibit unggul dengan mencari klon-klon baru, terus dilakukan dengan
harapan agar mendapatkan klon karet unggulan yang dapat menghasilkan
lateks lebih banyak.
Lateks Hevea brasiliensis merupakan getah/cairan sel yang berbentuk
suspensi yang terdiri dari partikel-partikel karet dan non-karet seperti protein,
karbohidrat, lipid, asam nukleat, karotenoid, dan lain-lain. Adanya beberapa
protein spesifik yang terdapat di dalam lateks, yang diduga memiliki peranan
penting dalam proses aliran lateks, telah diteliti secara seksama, baik pada
penelitian yang sehubungan dengan studi S-2 dan S-3, ataupun penelitian-
penelitian Hibah Bersaing dan Post-doc.
Kajian utama difokuskan pada proses isolasi, analisis, dan
karakterisasi protein spesifik yang terdapat pada lateks Hevea
brasiliensis, khususnya Pseudohevein dan Hevein.
Hasil isolasi, pemurnian, identifikasi dan penentuan komposisi serta urutan
asam amino (struktur primer) dari protein spesifik tersebut, menunjukkan
bahwa keduanya memiliki deretan asam amino yang hampir sama (identik),
namun ada perbedaan enam residu asam amino pada posisi 21, 27, 29,
34, 35, dan 43. Dimana pada struktur primer Pseudohevein, ditempati oleh
asam amino Tirosin (Y), Serin (S), Aspartat (D), Serin (S), Lisin (K) dan Glisin
6
(G), sedangkan pada struktur primer Hevein, posisi tersebut ditempati oleh
asam amino Triptofan (W), Treonin (T), Glutamat (E), Aspartat (D), Histidin
(H), dan Aspartat (D) (Soedjanaatmadja et al., 1995).
Struktur primer (urutan asam amino) serta komposisi asam amino dari
Pseudohevein, belum pernah diungkapkan oleh para peneliti terdahulu,
dengan demikian, penemuan Pseudohevein, merupakan suatu hal yang
inovatif dan original.
Data sequence dari struktur primer Pseudohevein telah tercatat di Bank
Data Protein (Swiss Protein Data Base; No P.80359; publikasi ilmiah pada
Journal: Biochimica et Biophysica Acta, 1994).
1 5 10 15
Pseudohevein : Glu-Gln-Cys-Gly-Arg-Gln-Ala-Gly-Lys-Leu-Leu-Cys-Pro-Asn-Asn-
Hevein : Glu-Gln-Cys-Gly-Arg-Gln-Ala-Gly-Lys-Leu-Leu-Cys-Pro-Asn-Asn-
16 20 25 30
Pseudohevein:-Leu-Cys-Cys-Ser-Gln-Tyr-Gly-Trp-Cys-Gly-Ser-Ser-Asp-Asp-Tyr-
Hevein :-Leu-Cys-Cys-Ser-Gln-Trp-Gly-Trp-Cys-Gly-Ser-Thr-Asp-Gly-Tyr-
31 35 40 45
Pseudohevein :-Cys-Ser-Pro-Ser-Lys-Asp-Cys-Gln-Ser-Asn-Cys-Lys-Gly-Gly-Gly
Hevein -Cys-Ser-Pro-Asp-His-Asp-Cys-Gln-Ser-Asn-Cys-Lys-Asp(Gly-Gly)
Gambar: Urutan asam amino (struktur primer) dari Pseudohevein yang
ditentukan dengan amino acid sequencer (secara automatik) dan metode DABITC (secara manual), dibandingkan dengan urutan asam amino dari Hevein.
Melalui penelitian multiyear (Hibah Bersaing III-1, HB III-2 dan HB III-3),
diperoleh hasil bahwa dari beberapa jenis klon Hevea yang dianalisis (klon
unggul penghasil lateks yang tinggi: PR-261 dan GT-I; serta klon
7
penghasil lateks yang rendah: LCB-1320), menunjukkan adanya indikasi
bahwa pohon karet yang dapat menghasilkan lateks lebih banyak ternyata
memiliki kandungan Hevein-Pseudohevein yang lebih banyak dibandingkan
dengan kandungan Basic Proteinnya.
Dapat dilihat dari hasil kromatografi kolom filtrasi gel Sephadex G-25 untuk
sampel BSL (B-serum lateks hasil liofilisasi) dari ketiga klon karet yang
dianalisis (GT-I, PR-261 dan LCB-1320), menunjukkan pola yang sama
(Gambar 1, 2 dan 3), dimana setelah kedua puncak hasil kromatografi
tersebut dianalisis dengan elektroforesis SDS poliakrilamida, pada puncak I
terdapat beberapa Basic Protein yang memiliki BM besar, masing-masing yaitu
protein dengan BM 43 KDa, 35 KDa (β-glukanase), 29 KDa
(Hevamin/Chitinase), 20 KDa (Prohevein) dan 14 KDa (C-domain Hevein).
Adapun pada puncak II, terdapat Acidic Protein dengan BM 5 KDa (Hevein dan
Pseudohevein).
Dari ketiga pola protein hasil kromatografi kolom filtrasi gel Sephadex G-25
(tersebut), diperoleh hasil bahwa untuk klon unggul, yang dapat menghasilkan
lateks lebih banyak (GT-I dan PR-261), memiliki rasio Acidic Protein/Basic
Protein yang lebih besar dari satu. Sementara itu, untuk klon LCB-1320 (klon
karet penghasil lateks yang rendah), memiliki rasio Acidic Protein/Basic Protein
yang lebih kecil dari satu. Hal ini, dapat dijadikan sebagai suatu acuan, bahwa
tiap pohon karet dari klon yang berbeda, memiliki Clotting Time yang berbeda
pula, tergantung pada rasio Acidic Protein/Basic Protein yang dimilikinya.
Maka, bilamana kita ingin mendapatkan bibit unggul karet Hevea brasiliensis
(yang dapat menghasilkan lateks lebih banyak), baik melalui teknik kultur
jaringan ataupun rekayasa genetika, bibit unggul karet Hevea brasiliensis yang
akan dibudidayakan tersebut harus memiliki rasio Acidic Protein/Basic Protein
yang lebih besar dari satu (Soedjanaatmadja, et al., 1996).
8
Gambar 1 Kurva serapan dan konduktivita dari fraksi-fraksi hasil kromatogafi kolom filtrasi gel Sephadex G-25 (50x3 cm), laju alir:5 mL/3 menit.
Eluen asam asetat 0,2 M, sampel BSL klon GT-1. Puncak I: Basic Protein, puncak II: Hevein/Pseudohevein.
Gambar 2 Kurva serapan dan konduktivita dari fraksi-fraksi hasil kromatogafi kolom filtrasi gel Sephadex G-25 (50x3cm), laju alir:5 mL/3 menit.
Eluen asam asetat 0,2 M, sampel BSL klon PR-261. Puncak I: Basic Protein, puncak II: Hevein/Pseudohevein.
9
Gambar 3 Kurva serapan dan konduktivita dari fraksi-fraksi hasil kromatogafi
kolom filtrasi gel Sephadex G-25 (50x3cm), laju alir:5 mL/3 menit. Eluen asam asetat 0,2 M, sampel BSL klon LCB-1320. Puncak I: Basic Protein, puncak II: Hevein/Pseudohevein.
Kandungan Pseudohevein dan Hevein yang terdapat pada puncak-II hasil
kromatografi filtrasi gel Sephadex G-25 dapat diperoleh setelah dilakukan
analisis HPLC fase terbalik, dimana Pseudohevein keluar pada menit ke
22,3;puncak-1, sedangkan Hevein keluar pada menit ke 25,1;puncak-2
(Gambar 4 untuk klon GT-I, Gambar 5 untuk klon PR-261, dan Gambar 6
untuk klon LCB-1320).
10
Gambar 4 Kromatogram HPLC fasa terbalik dari puncak II
filtrasi gel Sephadex G-25, untuk sampel BSL GT-I. (Elusi gradient asetonitril 0-60%/0,1% TFA, selama 54 menit, laju alir 0,1 mL/menit). Kolom Nucleosil 10C18, detektor UV, λ= 254 nm.
Gambar 5 Kromatogram HPLC fasa terbalik dari puncak II filtrasi gel Sephadex G-25, untuk sampel BSL PR-261 (Elusi gradient asetonitril 0-60%/0,1% TFA, selama 54 menit, laju alir 0,1 mL/menit). Kolom Nucleosil 10C18 , detektor UV, λ= 254 nm.
11
Gambar 6 Kromatogram HPLC fasa terbalik dari puncak II filtrasi gel Sephadex G-25, untuk sampel BSL LCB-1320 (Elusi gradient asetonitril 0-60%/0,1% TFA, selama 54 menit, laju alir 0,1 mL/menit). Kolom Nucleosil 10C18 , detektor UV, λ= 254 nm.
Analisis Pseudohevein dan Hevein dengan menggunakan spektrofotometer
ultra violet pada kisaran panjang gelombang 225-325 nm (Gambar 7)
menunjukkan adanya serapan maksimum pada λ=280nm, yang menunjukkan
adanya asam amino yang memiliki rantai samping aromatik pada kedua
protein yang dianalisis. Serapan Hevein yang lebih tinggi dibandingkan dengan
Pseudohevein, disebabkan karena adanya dua asam amino triptofan pada
posisi 21 dan 23, sedangkan pada Pseudohevein hanya memiliki satu asam
amino triptofan pada posisi 23, dan pada posisi 21 nya ditempati asam amino
tirosin.
12
Gambar 7 Spektrum absorpsi ultra violet dari Pseudohevein dan Hevein pada
kisaran panjang gelombang 225-325 nm. Serapan maks pada panjang gelombang 280 nm menunjukkan adanya asam amino yang memiliki rantai samping gugus aromatik (dari Trp, dan Tyr) pada kedua senyawa yang dianalisis (konsentrasi 0,4 mg/mL, w/v).
Penentuan BM Pseudohevein dan Hevein ditentukan dengan menggunakan
ESMS (ElectroSpray Mass Spectrometer). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kedua BM protein tersebut dapat ditentukan, seperti yang terlihat pada
Gambar 8 dan Gambar 9. Selain BM kedua protein bisa ditentukan secara
akurat (Pseudohevein 4630; Hevein 4718), juga diperoleh adanya beberapa
bentuk formula Pseudohevein yang masing-masing memiliki tiga, dua, satu
dan tanpa asam amino glisin pada bagian ujung-C-nya (Gambar 8).
13
Gambar 8 Spektrum Massa dari Pseudohevein, hasil analisis dari
Electrospary Mass Spectrometry. Harga-harga m/z 1563, 1544 1525 dan 1506 (yang digaris bawahi) merupakan ion-ion triply charged dari Pseudohevein dengan BM 4686, 4629, 4572 dan 4515. Hasil kalkulasi dari BM Pseudohevein yang memiliki tiga, dua, satu dan tanpa glisin pada bagian ujung-C-nya yaitu masing-masing 4687, 4630, 4573 dan 4516.
Gambar 9 Spektrum Massa dari Hevein, hasil analisis dari Electrospary Mass
Spectrometry. Harga-harga m/z 1573, merupakan ion triply charged dari Hevein dengan BM 4718 + 1.
14
Dari hasil karakterisasi Pseudohevein dan Hevein dengan menggunakan
foto laser-CIDNP, ternyata keduanya memiliki kemampuan untuk mengikat
ligand karbohidrat, oligo-N-asetilglukosamin; (GlcNAc)2 dan (GlcNAc)4,
namun ada perbedaan sinyal yang menandakan bahwa pengikatan karbohidrat
pada Hevein lebih kuat, hal itu karena peranan (adanya) asam amino
Triptofan pada posisi 21 dan 23 yang merupakan carbohydrate binding
site, berbeda dengan Pseudohevein (Gambar 10 dan Gambar 11). Pada
struktur Pseudohevein, di posisi 21 dan 23 tersebut ditempati oleh asam
amino Tirosin dan Triptofan (Soedjanaatmadja et al., 1995; 1996; Assensio
et al., 2000). Hal tersebut identik dengan Lektin, yaitu protein yang memiliki
kemampuan untuk mengikat karbohidrat, dimana carbohydrate binding site
nya pada posisi 21, yang ditempati asam amino Triptofan.
Baik Pseudohevein maupun Hevein, keduanya memiliki empat jembatan
disulfida dengan struktur yang cukup stabil dan tidak mudah terdenaturasi,
dimana keduanya juga memiliki aktivitas antifungal (Soedjanaatmadja, et al.,
1995, 1996; Van Parijs, 1994). Hal ini juga dapat dibuktikan, dari hasil isolasi
dan identifikasi Pseudohevein dan Hevein dari limbah pabrik karet, ternyata
struktur kedua protein spesifik tersebut masih utuh. Dengan demikian
limbah/buangan pabrik karet sebenarnya memiliki added value, karena
masih memiliki kandungan Pseudohevein dan Hevein yang cukup tinggi dan
dapat dimanfaatkan sebagai antifungal agent alami yang cukup potensial
(Soedjanaatmadja et al., 1995;1996;Van Parijs et al., 1991).
15
Gambar 10 Spektrum fotolaser CIDNP (bagian aromatik) dari: a. Hevein tanpa ligand, dan b. Kompleks Hevein + 1 mmol ligand (GlcNAc)2
Gambar 11 Spektrum fotolaser CIDNP (bagian aromatik) dari:
a. Pseudohevein tanpa ligand, dan b. Kompleks Pseudohevein + 1 mmol ligand (GlcNAc)4
16
Selain itu, kajian mengenai protein-protein spesifik pada lateks hevea
brasiliensis selain mengenai acidic protein (Pseudohevein dan Hevein) juga
dilakukan penelitian mengenai protein 20 KDa (Prohevein), protein 14 KDa/C-
terminal domain Hevein (Soedjanaatmadja et al., 1994;1995; 1999;2003),
serta basic protein: protein 25 KDa, Hevamin (Chitinase, 29 KDa), dan β-
glukanase/35 KDa (Subroto et al., 1996; 2001), yang terdapat di dalam lateks
Hevea brasiliensis dan diduga memegang peranan penting, baik dalam proses
aliran lateks maupun dalam sistem pertahanan (self defence) dari pohon karet
terhadap pengaruh luar.
Gambar 12 Kurva serapan dan konduktivita dari fraksi-fraksi hasil kromatografi
kolom penukar kation CMC.CM-32. Sampel: Puncak I fraksi kolom Sephadex G-25 (PR-261). Eluen: Bufer borat pH 8,6; gradient elusi 0,004-0,4 M. Puncak 1; Campuran protein 14, 20 dan 25 KDa Puncak 2: Protein 14 dan 20 KDa Puncak 3: Protein 29 KDa (Hevamine/Chitinase) Puncak 4: Campuran protein 29 dan 35 KDa (β-Glucanase)
Dari kajian lebih lanjut mengenai analisis kandungan PR protein berdasarkan
faktor usia pohon karet, ternyata semakin sering pohon karet tersebut disadap,
17
akan merangsang sintesis PR protein nya; dalam hal ini, kandungan Acidic
Protein (Hevein-Pseudohevein) ataupun Basic Protein (Chitinase dan β-
Glucanase) nya meningkat. Dengan demikian, ternyata PR protein pada
tanaman tersebut akan meningkat konsentrasinya, selain dapat terinduksi
akibat adanya pengaruh mikroorganisme, tapi juga akibat adanya proses
penyadapan. Pohon karet juga memiliki usia produktif tertentu (10-20 tahun),
untuk menghasilkan lateks yang banyak, dimana pada usia tersebut
kandungan acidic protein nya relatif lebih banyak dibandingkan pada usia
sebelum masa sadap (sebelum usia 5 tahun) ataupun di atas 20 tahun.
Adapun dalam hal ketahanan pohon karet terhadap serangan penyakit,
ternyata pohon karet yang memiliki kandungan PR protein lebih banyak,
memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap penyakit yang disebabkan oleh
adanya serangan virus, atau jamur patogen.
18
19
20
PHYTOHORMONE
Phytohormone, merupakan senyawa organik yang dihasilkan oleh
tumbuhan/tanaman dan memiliki peranan dalam proses regulasi metabolisme
yang terjadi di dalam tanaman tersebut. Studi mengenai fitohormon yang
memiliki peranan penting dalam proses regulasi metabolisme pada tanaman,
merupakan suatu hal yang sangat menarik untuk diungkapkan. Banyak
sumber-sumber fitohormon alami yang dapat dijadikan campuran formula
biostimulan dan kemudian dimanfaatkan sebagai fitohormon eksogen, untuk
mempercepat proses pertumbuhan tanaman, serta untuk meningkatkan
produktivitas hasil pertanian, khususnya tanaman pangan dan hortikultura.
Beberapa penelitian yang menyangkut isolasi dan karakterisasi fitohormon
telah dilakukan, diantaranya adalah; isolasi dan identifikasi Auksin dalam
bentuk IAA (Indole Acetic Acid) dari Phaseolis mungo dan Eucheuma
cotonii , Sitokinin dalam bentuk kinetin pada Cocos nucifera, dan trans-
zeatin/derivatnya dari kernel Zea mays dan Gracilaria coronopifolia (red
algae), serta Gibberellin dalam bentuk GA-3 dan GA-5 dari Momordica
charantia. Fitohormon-fitohormon yang berasal dari berbagai sumber tersebut,
telah dijadikan sediaan untuk pembuatan formula pupuk hormon
(Biostimulant ETAC-21 dan Biostimulant ETAC-12) yang sampai kini masih
sedang terus dioptimasi, dikembangkan dan diuji cobakan terhadap beberapa
tanaman, khususnya tanaman pangan dan hortikultura.
21
Gambar 13 Pengaruh penghambatan dan rangsangan tumbuh berbagai organ akibat pengaruh hormon auksin (IAA) terhadap akar, tunas dan batang (tajuk) tanaman.
Sistem metabolisme dan pola pertumbuhan tanaman, diregulasi oleh
fitohormon, baik itu oleh hormon endogen (yang disintesis oleh tumbuhan itu
sendiri) ataupun hormon eksogen (yang ditambahkan dari luar). Pada Gambar
13 di atas, menunjukkan bahwa keberadaan hormon Auksin pada tingkat
konsentrasi tertentu akan menyebabkan efek fisiologis yang berbeda terhadap
pertumbuhan akar, tunas dan batang, khususnya pada fase vegetatif. Dengan
demikian, keberadaan fitohormon, baik itu sebagai hormon endogen ataupun
hormon eksogen, tidak boleh melebihi ambang batas yang diperlukan, karena
bilamana melebihi ambang batas, akan memiliki efek fisiologis dan
berpengaruh terhadap perkembangan pertumbuhannya. Demikian pula,
adanya kenyataan bahwa semua fitohormon yang terdapat dalam tanaman
(Auksin, Sitokinin, Gibberelin, serta Asam absisat dan Etilen), masing-masing
akan bekerja saling mempengaruhi, baik secara sinergis ataupun antagonis.
Oleh karena itu, keberadaan fitohormon dengan kandungan rasio fitohormon
yang tepat, merupakan suatu hal yang sangat penting untuk mengoptimalkan
proses pertumbuhan yang lebih baik.
22
Melalui rangkaian penelitian multiyear, telah dilakukan kajian mengenai
beberapa fitohormon alami, yang telah diisolasi dan dianalisis dari berbagai
sumber tumbuhan dan menunjukkan bahwa ada beberapa sumber fitohormon
alami yang cukup potensial, sebagai bahan untuk pembuatan formula
Biostimulant yang dapat diaplikasikan di bidang pertanian.
Selain ekstraksi, isolasi dan analisis fitohormon Auksin dari Phaseolis mungo,
Sitokinin dari aqua Cocos nucifera, Trans zeatin dari Zea mays, telah
diperoleh pula beberapa sumber yang cukup potensial sebagai penghasil
fitohormon Auksin, Sitokinin dan Gibberellin, yaitu Alga merah Eucheuma
cotonii, Gracilaria coronopifolia dan buah Momordica charantia.
Gambar 14 Eucheuma cotonii (algamerah), sumber fitohormon alami (Auksin, Sitokinin dan Gibberellin) yang cukup potensial.
23
A: Kromatogram standar auksin (IAA)
B: Kromatogram isolat ekstrak Eucheuma cotonii
Gambar 15 Hasil kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan kolom ODS Nucleosil C-18, senyawa auksin (IAA) dari isolat (B), keluar pada waktu retensi 13,6 menit, dibandingkan dengan standar IAA (A), konsentrasi IAA dalam ekstrak Eucheuma cottonii adalah 5,34 x 10-3 mg/g berat kering.
Melalui tahapan proses maserasi dengan pelarut metanol, ekstraksi dengan etil
asetat, KLT (analitik dan preparatif), serta analisis dengan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi Fasa terbalik menggunakan kolom ODS Nucleosil C-18, diperoleh
luas area puncak sampel (Gambar 15). Setelah dibandingkan dengan luas
puncak dari standar, maka dapat ditentukan konsentrasi Auksin (IAA) yang
terdapat dalam ekstrak alga merah Euchema cottonii sebesar 5,34 x 10-3 mg/g
berat kering alga.
24
A: Kromatogram standar Gibberellin (GA3)
B: Kromatogram isolat ekstrak Eucheuma cotonii
Gambar 16 Hasil kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan kolom ODS Nucleosil C-18, senyawa Gibberellin (GA3) dari isolat (B) keluar pada waktu retensi 6,04 menit,dibandingkan dengan standar GA-3 (A), konsentrasi Gibberellin (GA3) dalam ekstrak Eucheuma cottonii adalah 0,25 mg/g berat kering.
Melalui tahapan proses maserasi, ekstraksi, KLT (analitik dan preparatif), serta
analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fasa terbalik menggunakan
kolom ODS Nucleosil C-18, diperoleh puncak sampel dan dapat dibandingkan
dengan puncak standar Gibberellin, GA-3 (Gambar 16). Dari hasil tersebut
maka dapat ditentukan konsentrasi Gibberellin yang terdapat dalam ekstrak
alga merah Euchema cottonii sebesar 0,25 mg/g berat kering alga.
25
A: Kromatogram standar Sitokinin (trans-zeatin).
B: Kromatogram isolat ekstrak Gracilaria coronopifolia
Gambar 17 Hasil kromatografi cair kinerja tinggi fase terbalik dengan kolom ODS Nucleosil C-18, senyawa Sitokinin (trans-zeatin)) dari isolat (B), keluar pada waktu retensi 8,283 menit, dibandingkan dengan standar trans-zeatin (A), konsentrasi Sitokinin dalam ekstrak Gracilaria coronopifolia adalah 6,26 ×10-2 mg/g berat kering.
Ekstraksi, isolasi dan analisis Sitokinin yang terdapat dalam ekstrak alga
merah Gracilaria coronopifolia, memperoleh hasil KCKT (kromatogram) isolat
seperti ditunjukkan pada Gambar 17. Setelah dibandingkan antara luas puncak
sampel sebelum adisi standar Sitokinin (trans-zeatin), dan sampel setelah adisi
26
standar, maka dapat ditentukan konsentrasi Sitokinin yang terdapat dalam
ekstrak alga merah Gracilaria coronopifolia sebesar 6,26×10-2 mg/g berat
kering alga.
.
Gambar 18 Buah Momordica charantia sebagai sumber fitohormon Gibberellin (GA-3 dan GA-5) yang cukup potensial.
Demikian pula isolasi dan analisis Gibberellin dari buah Momordica charantia
melalui tahapan proses maserasi, ekstraksi dengan etil asetat, KLT (analitik
dan preparatif), serta analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fasa
terbalik menggunakan kolom ODS Nucleosil C-18, diperoleh kandungan
Gibberellin (GA-3) yang terdapat pada buah Momordica charantia adalah 4,185
mg/g berat basah.
27
Fitohormon (Auksin, Sitokinin dan Gibberellin) yang berhasil diisolasi dari
berbagai sumber (Phaseolis mungo, Zea mays, Cocos nucifera, Alga merah:
Euchema cottonii, Gracilaria coronopifolia, dan buah Momordica charantia),
diformulasi dengan tambahan makro dan mikro nutrien lain (karbohidrat,
protein, asam amino esensial, vitamin, antioksidan, dan mineral), dari bahan
alami, menjadi Biostimulant ETAC-21 dan ETAC-12.
Rasio kandungan Auksin-Sitokinin dan Gibberellin yang terdapat di dalam
kedua biostimulan tersebut diformulasikan dengan tepat dan optimal. Kajian
aplikasi kedua biostimulan tersebut pada tanaman pangan dan hortikultura,
sedang terus dilakukan dan dikembangkan, untuk mendapatkan formula yang
optimal.
Disain merk dari Biostimulant ETAC-21 dan ETAC-12 telah didaftarkan ke
Dirjen HAKI (dalam bentuk merk dagang). Adapun patent sederhananya,
dalam bentuk komposisi formula yang optimal, sedang memasuki tahapan final
pengajuan.
Uji Potensi Biostimulant ETAC-21 untuk proses germinasi dan pertumbuhan
tanaman pada fase vegetatif, telah diuji cobakan terhadap tanaman padi,
tomat, jagung manis, jagung hibrida, buncis, cabe merah, mucuna pruriens,
sawi putih, dan kacang hijau. Hasil penelitian skala laboratorium menunjukkan
adanya percepatan pertumbuhan tunas, akar-akar sekunder, berat kering akar
dan tajuk tanaman, yang signifikan bila dibandingkan dengan blanko dan
pembanding (perlakuan dengan pupuk NPK).
Uji potensi Biostimulant ETAC-12 untuk pertumbuhan tanaman pada fase
generatif menunjukkan adanya percepatan tumbuhnya bunga dan buah dari
tanaman padi, jagung, buncis, tomat, dan cabe merah. Selain itu, perlakuan
ETAC-21 dan ETAC-12 terhadap tanaman Mucuna dan kedelai, menunjukkan
adanya peningkatan kualitas (kenaikan kandungan nutrisi) dan kuantitas hasil.
28
Pada saat ini, yang sedang dilaksanakan (on going research), adalah proses
optimalisasi untuk menyempurnakan formula, serta uji potensi terhadap
beberapa tanaman lain seperti sorghum, kacang merah, dan tanaman teh.
Biostimulant ETAC-21 dan ETAC-12, memiliki potensi yang sangat baik
untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas
produk tanaman pangan dan hortikultura. Penelitian lanjutan, perlu kerjasama
yang lebih intensif dengan jurusan agronomi, untuk uji potensi biostimulant
pada skala lapangan dan atau demplot dari beberapa tanaman uji yang telah
berhasil dilakukan pada skala laboratorium/rumah kaca.
Biostimulant ETAC-21 dan ETAC-12 juga prospektif untuk peningkatan
rendemen/kadar gula dari tanaman tebu, untuk tanaman tembakau, untuk
bunga-bunga hias (anggrek, melati, ros, dll.), serta untuk tanaman keras
seperti Cacao, kelapa sawit dan kopi, karena kandungan nutrisinya yang
memungkinkan untuk dapat menunjang optimalisasi dan percepatan
pertumbuhan, serta peningkatan hasil.
29
Gambar : Desain merk dari Biostimulant ETAC-21 (HAKI;Trade Merck, accepted September, 13, 2007); Reg. Number: D-002007031932
Gambar : Desain merk dari Biostimulant ETAC-12 (HAKI Trade Merck,accepted September, 13, 2007); Reg. Number: D-002007031931
30
DAFTAR PUSTAKA
Agardh, J. (2001). Gracilaria coronopifolia (limu manauea). http://www.hawaii.edu/ reefalgae/invasive_algae/rhodo/gracilaria_coronopifolia.htm
Asensio, J.L., F.J. Canada, H.C. Siebert, J. Laynes, A. Poveda, P.M. Nieto, U.M.S. Soedjanaatmadja, H.C. Gabius, and J.J. Barbero (2000). Structural Basis for Chitin Recognition by Defense Protein: GlcNAc Residues are Bound in a Multivalent Fashion by Extended Binding Sites in Hevein Domains. Chemistry and Biology Journal. 7: 325-543.
Asensio, J.L., H.C. Siebert, J. Laynes, C.W. Von Der Lieth, M. Bruin, U.M.S. Soedjanaatmadja, J.J. Beintema, F.J. Canada, H.C. Gabius and J.J. Barbero (2000). NMR Investigation of Protein-Carbohydrate Interaction; Studies on Relevance of Trp/Tyr Variation in Lectin Binding Site as Deduced from Titration Microcalorimetry and NMR Studies on Hevein Domains, Determination of the NMR Structure of the Complex Between Pseudohevein and N,N’,N’’-Triacetylchitotriose. Protein, Structure, Function and Genetics. 40: 218-236.
Baker, B. (1996). Plant nutrition from the sea: Marine products can be used to supplement soil nutrients. Farmer to Farmer. 16.
Beintema, J.J., U.M.S. Soedjanaatmadja, and T. Subroto (1995). Are All Major Proteins in the Lutoid-Body Fraction of the Latex of Hevea brasiliensis Pathogenesis-Related Protein?. Proc. of 4th. International Workshop on Pathogenesis-Related Proteins in Plants: Biology and Biotechnological Potential, Irsee-Germany.
Davis, J. M., M.A.P. Brown, C. Evans, and J. Mansfield (2004). The Integration of Foliar Applied Seaweed and Fish Products into The Fertility Management of Organically Grown Sweet Peppers. www.ofrf.org.
Ergun, N., S. F. Topcuoglu, and A. Yildiz (2002). Auxin (Indole-3-acetic acid),
Gibberellic Acid (GA3), Abscisic Acid (ABA) and Cytokinin (Zeatin) Production by Some Species of Mosses and Lichens. Turk J. Bot. 26. 13-18.
Florida, A., A.T. Hidayat, and U.M.S. Soedjanaatmadja (2008). Activity of
Gibberrellin from Eucheuma contonii (Red Algae). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Fosket, D. E. (1994). Plant Growth and Development. Academic Press. California.
Haberer, G. and J.J.Kieber (2002). Cytokinins : New Insights Into A Classic Phytohormone. Department of Biology. North Carolina.
Heldt, H. (1997). Plant Biochemistry and Molecular Biology. Oxford University
Press. New York.
31
Koning, R. (2003). Plant Behavior (Plant Regulation and Response). http://home.earthlink.net/~dayvdanls/plant_behavior.html
Murdani, Z., S.D. Rachman, and U.M.S. Soedjanaatmadja (2008). Activity of
Cytokinin from Glacilaria coronopifolia (Red Algae). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Salisbury, F. B., and C.W. Ross (1995). Fisiologi Tumbuhan, diterjemahkan oleh D.
R. Lukman dan Sumargono. Jilid Ketiga. Penerbit ITB. Bandung. Siebert, H.C., C.W. Von Der Lieth, R. Kaptein, U.M.S. Soedjanaatmadja, J.F.G.
Vliegenhart and H.J. Gabius (1996). Role of Aromatic Amino Acids in Carbohydrate Containing Lectins. J. Mol. Model. 2: 351-353.
Siebert, H.C., R. Kaptein, J.J. Beintema, U.M.S. Soedjanaatmadja, C.S. Wright,
A. Rice, R.G. Kleineidam, H..J. Gabius, and J.F.G. Vliegenhart (1997). Carbohydrate-Protein Interaction Studies by Lasser Photo CIDNP NMR Methods. Glycoconyugate Journal. 14: 531-534.
Siebert, H.C., C.W. von Der Light , R. Kaptein, J.J. Beintema, K. Dijkstra, Nico van
Nulan, U.M.S. Soedjanaatmadja, A. Rice, C.S. Wright and H.J. Gabius (1997). Role of Aromatic Amino Acids in Carbohydrate Binding of Plant Lectins; Lasser Photo Chemically Induced Dynamic Nuclear Polarization Study of Hevein Domain-Containing Lectins. Protein, Structure, Function and Genetic. 28: 268-284.
Silalahi, A., U.M.S. Soedjanaatmadja, Soemitro, S., and J.J. Beintema (2003).
Isolation of a Protease Active at Neutral pH with molecular Mass of 65 kDa from the Lutoid-body Fraction of Hevea brasiliensis Latex. J. Rubb. Res. 6(1): 48-57.
Soedjanaatmadja U.M.S., J. Hofsteenge, C.M. Jeronimus-Stratingh, A.P. Bruins,
and J.J Beintema (1994). Demonstration by mass spectrometry that pseudo-hevein and hevein have ragged C-terminal sequences. Biochim. Biophys. Acta. 1209:144-148.
Soedjanaatmadja, U.M.S., T. Subroto, and J.J. Beintema (1995). Processed Product of the Hevein Precursor in the Latex of the Rubber Tree (Hevea brasiliensis). FEBS Letter. 363: 211-213.
Soedjanaatmadja, U.M.S. ,T. Subroto and J.J. Beintema (1995). The effluent of Natural Rubber Factories is Enriched in the Antifungal Protein Hevein. Bioresource Technology. 53: 39-41.
32
Soedjanaatmadja, U.M.S., and J.J. Beintema (1995). Structural Studies on Hevein, Pseudohevein and Hevein Precursor. Proc.4th. International Workshop on Pathogenesis-Related Proteins in Plants. Irsee Germany.
Soedjanaatmadja, U.M.S., T. Subroto, J.J. Beintema and S. Soedigdo (1999). Does Hevein Stabilize or Destabilize Rubber Latex?. Journal Rubber Research. 2(2): 69-77.
Subroto, T., G. Van Koningsveld, H.A. Schreuder, U.M.S. Soedjanaatmadja, and
J.J. Beintema (1996). Chitinase and Beta-1,3-Glucanase in the Lutoid-Body Fraction of Hevea brasiliensis Latex. Phytochemistry. 43: 29-37.
Subroto, T., Henk de Vries, J.J. Schuringa, U.M.S Soedjanaatmadja, J.
Hofstenge, P.A. Jeckel and J.J. Beintema (2001). Enzymic and structural studies on processed proteins from the vacuolar (lutoid body) fraction latex of Hevea brasiliensis. Plant Physiol. Biochem. 39:1047-1055.
Takahashi, N. (1986). Chemistry of Plant Hormones. CRC Press, Inc. Florida.
Tampubolon, E., S.D. Rachman, and U.M.S. Soedjanaatmadja (2008). Activity of
Auxin from Eucheuma contonii (Red Algae). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Van Parijs,J. W.F. Broekaert, I.J. Goldstein and W.J. Peumans (1991). An Antifungal protein from rubber tree (Hevea brasiliensis), Planta. 183: 258-264.
Wereang and Philips (1981). Growth and Differentiation in Plant. J. Amer. Soc.
Hort Sci. 108 (6) : 948 – 953
33
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap dan gelar : Dr. R. Ukun MS Soedjanaatmadja, MSi Tempat dan tgl lahir : Ciamis, 28 Oktober 1952 Pekerjaan : Staf Akademik Kimia FMIPA Unpad Jabatan/gol/NIP : Lektor Kepala/IVa/131.606.032 Alamat Kantor : Jl. Singaperbangsa 2 Bandung 40133 Tilp/Fax : (022)-2507873 Alamat Rumah : Jl Bekarbon 10 Bandung 40124 Tilp/HP : (022)-7201400/081321199251
Pendidikan (dari sarjana/sederajat ke atas)
No. Universitas/Institut Gelar/ Yudicium
Tahun Bidang Studi
1. Universitas Padjadjaran Drs 1980 Kimia
2. ITB MSi/ Cumlaude
1991 Biokimia
3. ITB-Rijks Universiteit Groningen, The Netherlands (Sandwich Program)
Dr
Cumlaude
1998
Biokimia
4. Rijks-Universiteit Groningen The Netherlands
Post-doc 1999 Biokimia
Pengetahuan Tambahan (Training & kursus) Institusi
Training/ Pelatihan
Tahun
Bidang/Materi
1. Heraeus Int. Company Hanau, Balingen; West Germany
Training of the Knowledge of Heraeus Products
1984 Marketing & Salesmanship;Management &
Entrepreneurship 2. DP2M Dirjen Dikti
Jakarta Pelatihan dan
Lokakarya Program Multitahun Pengabdian
kepada Masyarakat (VMT, UJI dan SIBERMAS)
2005
Pengabdian kepada
Masyarakat
3. DP2M Dirjen Dikti Jakarta
Workshop Penelitian Berorientasi Paten
2006 Hak Kekayaan Intelektual
34
Piagam Penghargaan yang Pernah Diterima
No. Nama/jenis Piagam Penghargaan SK Pejabat Tahun 1. Karya Ilmiah Terbaik Unpad Rektor Unpad 1995 2. Dosen Teladan FMIPA Unpad Dekan FMIPA 1996 3. Karya Ilmiah Terbaik I FMIPA Dekan FMIPA 1999 4. Karya Ilmiah Terbaik Unpad Rektor Unpad 1999
5. Satya Karya Bakti Kelas II Rektor Unpad 2005 6. Satyalancana Karya Satya 20 tahun Presiden RI 2007
Pengalaman Kerja dalam Penelitian dan Pengalaman Profesional serta kedudukan saat ini
Institusi Jabatan Periode Kerja
FIPPA Unpad Asisten Lab. Kimia Analitik 1977-1980
PT Saro Godung Chemicals & Laboratory Equipments Div. 1981-1983
PT New Module
Int. Company
Ass. Manager 1983-1985
FMIPA Unpad Staf Akademik 1986-sekarang
FMIPA Unpad Peneliti Biokimia 1986-sekarang
FMIPA Unpad Sekretaris Jurusan Kimia 1999-2001
FMIPA Unpad Koord. Lab. Penelitian Jurusan Kimia 1998-2001
FIMPA Unpad Koordinator Proyek I-MHERE Jurusan Kimia
2006-2010
FMIPA Unpad Ketua Program Studi Kimia Industri Jurusan Kimia
2007- sekarang
Daftar Aktivitas Penelitian
No. J u d u l P e n e l i t i a n T a h u n 1. Karakterisasi dan Fungsi Protein-protein Spesifik dari Lateks Hevea
brasiliensis Serta Peranannya dalam Produksi Karet (Penelitian Hibah Bersaing III/1, III/2, III/3; Sebagai Ketua Peneliti.
1995,1996 dan 1997
2. Penelitian Asam Lemak Omega-3 Kuning Telur untuk Pengayaan Asam Lemak Omega-3 Susu Botol (Penelitian Hibah Bersaing III/2; Sebagai Anggota Peneliti).
1996
3. Struktur Hevein dan Pseudohevein Serta Proses Pembentukan Hevein (in vivo), Dalam Lateks Hevea Brasiliensis Muell Arg. Swiss Prot. Data Base No. P-80359 (Pseudohevein, Struktur protein baru, yang memiliki aktivitas antifungal) dapat diakses di Swiss Prot. Data Base, No: P-80359 (Ref. Soedjanaatmadja et al., 1994).
1992-1997
4. Pemanfaatan Bekatul Padi Sebagai Sumber Produksi Minyak dan Isolat Protein.
1999
35
5. Isolasi Enzim Beta-Galaktosidase dari E-coli B-130 serta Aplikasinya Secara Amobilisasi.
1999
6. Pemanfaatan Kecambah (taoge) Sebagai Sumber Alami Zat Pengatur Tumbuh (Fitohormon) Auksin, Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Jagung (unpublished result).
2000
7. Penggunaan Biostimulan (Pupuk Hormon) dari Sumber dan Limbah Alami, yang Mengandung Auksin-Sitokinin, untuk Mempercepat Pertumbuhan Serta Meningkatkan Produksi/Budidaya Jamur Tiram (Oyster Mushroom).
2000
8. Penggunaan Biostimulan (Pupuk Hormon) dari Sumber dan Limbah Alami, yang mengandung Auksin-Sitokinin, untuk Mempercepat Pertumbuhan Akar dan Tajuk Tanaman Cabai Merah (unpublished result).
2001
9 Produksi, isolasi dan pemurnian enzim inulinase dari jamur yang berasal dari galur lokal (Penelitian Hibah Bersaing IX/1,IX/2, IX/3; Sebagai Anggota Peneliti).
2001-2003
10. Penggunaan bakteri, mikoriza dan tanaman sengon dalam proses bioremediasi lumpur minyak bumi (oil sludge) asal Pertamina Unit IV Balongan.( Penelitian RUT XI; Sebagai Anggota Peneliti).
2003-2004
11. Produksi karet densitas rendah dari lateks Hevea brasiliensis Muell Arg dengan metode enzimatik (Penelitian Hibah Bersaing XIII; Sebagai Ketua Peneliti).
2005
12. Contrast Agents for Magnetic Resonance Imaging (Program Hibah Kemitraan Hi-Link Tripartite; Sebagai Anggota Peneliti). Penelitian kelompok, berpotensi perolehan HAKI.
2006-2008
13. Pemanfaatan limbah dan sumberdaya alam hayati sebagai sumber fitohormon alami untuk bahan dasar formula biostimulant (Penelitian Andalan Unpad, tahun 2006; Sebagai Ketua Peneliti). Penelitian kelompok, berpotensi perolehan HAKI.
2006/2007
14. Optimalisasi produksi karet densitas rendah dari lateks Hevea brasiliensis Muell Arg dengan metode enzimatik (Penelitian Hibah Bersaing XV; Sebagai Ketua Peneliti). Penelitian kelompok, berpotensi perolehan HAKI.
2007
15. Pengembangan senyawa pengontras MRI spesifik reseptor folat:Desain molekul dendrimer-Gd-poliaminokarboksilat terkonyugasi folat melalui simulasi metode kimia komputasi (Research Grant I-MHERE; Sebagai anggota Peneliti). Penelitian kelompok, berpotensi perolehan HAKI.
2008-2009
16. Isolasi dan identifikasi asam amino L-DOPA dari velvet bean (Mucuna pruriens) aksesi Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya, sebagai bahan baku obat herbal untuk penyakit Parkinson dan disfungsi seksual. (Penelitian kelompok, berpotensi perolehan HAKI).
2008/2009
36
Publikasi (Periode th. 1994-2008) No. K A R Y A I L M I A H 1. Soedjanaatmadja U.M.S., J. Hofsteenge, C.M. Jeronimus-Stratingh, A.P. Bruins, and J.J Beintema
(1994). Demonstration by mass spectrometry that pseudo-hevein and hevein have ragged C-terminal sequences. Biochim. Biophys. Acta. 1209:144-148.
2. Soedjanaatmadja, U.M.S., T. Subroto, and J.J. Beintema (1995). Processed Product of the Hevein
Precursor in the Latex of the Rubber Tree (Hevea brasiliensis). FEBS Letter. 363: 211-213.
3. Soedjanaatmadja, U.M.S. ,T. Subroto and J.J. Beintema (1995). The effluent of Natural Rubber Factories is Enriched in the Antifungal Protein Hevein. Bioresource Technology. 53: 39-41.
4. Soedjanaatmadja, U.M.S., and J.J. Beintema (1995). Structural Studies on Hevein, Pseudohevein and Hevein Precursor. Proc.4th. International Workshop on Pathogenesis-Related Proteins in Plants. Irsee Germany.
5. Sidik, A., O. Suprijana, U.M.S. Soedjanaatmadja (1995). Efek Sinergis Serat Makanan dalam Diet Terhadap Sifat Hipolipopemik Minyak Ikan pada Tikus. Majalah Ilmiah Universitas Padjadjaran. 13 (3): 19-27.
6. Beintema, J.J., U.M.S. Soedjanaatmadja, T. Subroto (1995). Are All Major Proteins in the Lutoid-Body Fraction of the Latex of Hevea brasiliensis Pathogenesis-Related Protein?. Proc. of 4th. International Workshop on Pathogenesis-Related Proteins in Plants: Biology and Biotechnological Potential, Irsee-Germany.
7. Subroto, T., G. Van Koningsveld, H.A. Schreuder, U.M.S. Soedjanaatmadja, and J.J. Beintema (1996). Chitinase and Beta-1,3-Glucanase in the Lutoid-Body Fraction of Hevea brasiliensis Latex. Phytochemistry. 43: 29-37.
8. Siebert, H.C., C.W. Von Der Lieth, R. Kaptein, U.M.S. Soedjanaatmadja, J.F.G. Vliegenhart and H.J. Gabius (1996). Role of Aromatic Amino Acids in Carbohydrate Containing Lectins. J. Mol. Model. 2: 351-353.
9. Soedjanaatmadja, U.M.S., J.J. Beintema and H.C. Siebert (1997). Hevein and Pseudohevein;Structure, Properties, Processing and Production. Proc. of 5th.International Congress of Plant Molecular Biology, Singapore.
10. Siebert, H.C., R. Kaptein, J.J. Beintema, U.M.S. Soedjanaatmadja, C.S. Wright, A. Rice, R.G. Kleineidam, H..J. Gabius, J.F.G. Vliegenhart (1997). Carbohydrate-Protein Interaction Studies by Lasser Photo CIDNP NMR Methods. Glycoconyugate Journal. 14: 531-534.
11. Siebert, H.C., C.W. von Der Light , R. Kaptein, J.J. Beintema, K. Dijkstra, Nico van Nulan, U.M.S. Soedjanaatmadja, A. Rice, C.S. Wright and H.J. Gabius (1997). Role of Aromatic Amino Acids in Carbohydrate Binding of Plant Lectins; Lasser Photo Chemically Induced Dynamic Nuclear Polarization Study of Hevein Domain-Containing Lectins. Protein, Structure, Function and Genetic. 28: 268-284.
12. Soedjanaatmadja, U.M.S., S.D. Rachman, Y.B. Yuliati (1999). Isolasi Enzim Beta-Galaktosidase dari E-coli Serta Aplikasinya Secara Amobilisasi. Lembaga Penelitian Unpad.
13. Soedjanaatmadja, U.M.S., T. Subroto, J.J. Beintema and S. Soedigdo (1999). Does Hevein Stabilize or Destabilize Rubber Latex?. Journal Rubber Research. 2(2): 69-77.
37
14. Hidayat, A.T., U.M.S.Soedjanaatmadja, A. Safari (1999). Pemanfaatan Bekatul Padi Sebagai Sumber Produksi Minyak dan Isolat Protein. Lembaga Penelitian Unpad.
15. Soedjanaatmadja, U.M.S., W.D. Natawigena, S.D. Rachman, R. Hindersah (2000). Pengembangan Wirausaha Budidaya Jamur Tiram (Oyster Mushroom) dan Shiitake (Lentinus edode). Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Unpad.
16. Asensio, J.L., F.J. Canada, H.C. Siebert, J. Laynes, A. Poveda, P.M. Nieto, U.M.S. Soedjanaatmadja, H.C. Gabius, and J.J. Barbero (2000). Structural Basis for Chitin Recognition by Defense Protein: GlcNAc Residues are Bound in a Multivalent Fashion by Extended Binding Sites in Hevein Domains. Chemistry and Biology Journal. 7: 325-543.
17. Asensio, J.L., H.C. Siebert, J. Laynes, C.W. Von Der Lieth, M. Bruin, U.M.S. Soedjanaatmadja, J.J. Beintema, F.J. Canada, H.C. Gabius and J.J. Barbero (2000). NMR Investigation of Protein-Carbohydrate Interaction; Studies on Relevance of Trp/Tyr Variation in Lectin Binding Site as Deduced from Titration Microcalorimetry and NMR Studies on Hevein Domains, Determination of the NMR Structure of the Complex Between Pseudohevein and N,N’,N’’-Triacetylchitotriose. Protein, Structure, Function and Genetics. 40: 218-236.
18. Mandalagiri, L., A.T. Hidayat, dan U.M.S. Soedjanaatmadja (2000). Studi pendahuluan pemanfaatan kecambah (taoge) sebagai sumber zat pengatur tumbuh untuk meningkatkan pertumbuhan padi Oryza sativa. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran Bandung.
19. Subroto, T., Henk de Vries, J.J. Schuringa, U.M.S Soedjanaatmadja, J. Hofstenge, P.A. Jeckel and J.J. Beintema (2001). Enzymic and structural studies on processed proteins from the vacuolar (lutoid body) fraction latex of Hevea brasiliensis. Plant Physiol. Biochem. 39:1047-1055.
20. Silalahi, A., U.M.S. Soedjanaatmadja, Soemitro, S., and J.J. Beintema (2003). Isolation of a Protease Active at Neutral pH with molecular Mass of 65 kDa from the Lutoid-body Fraction of Hevea brasiliensis Latex. J. Rubb. Res. 6(1): 48-57.
21. Muis, A., U.M.S. Soedjanaatmadja, Safrudin dan S. Sutarjo (2004). Efek hambatan fraksi n-heksana, etilasetat dan n-butanol dari kencur (Kaemferia galanga Linn), terhadap aktivitas Plasmodium bergei secara in vivo. Mathematica et Natura Acta. 3(1): 20-27.
22. Ishmayana, S., Y.F. Alli, S.D. Rachman, D.S. Kamara dan U.M.S. Soedjanaatmadja (2004). Aktivitas proteolitik dari lutoid lateks pohon karet (Hevea brasiliensis Muell Arg). Mathematica et Natura Acta. 3(3): 8-20.
23. Zulaeha, S., D.S. Kamara, dan U.M.S. Soedjanaatmadja (2005). Pengaruh penambahan Biostimulan ETAC-21 dan ETAC-12 dalam memacu pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.).Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran, Bandung.
24. Maulina, E., D.S. Kamara, dan U.M.S. Soedjanaatmadja (2005). Pengaruh penambahan Biostimulan ETAC-21 dan ETAC-12 dalam memacu pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran, Bandung.
25. Andiani, D., S.D. Rachman, dan U.M.S. Soedjanaatmadja (2005). Pengaruh penambahan Biostimulan ETAC-21 dan ETAC-12 dalam memacu pertumbuhan tanaman tomat (Lycopersicon esculantum). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran, Bandung.
26. Muis, A., U.M.S. Soedjanaatmadja, S. Sutarjo, and Syafrudin (2005). Anti-plasmodial activity of ethyl acetate fraction of K. galanga L. plant. Proceeding of National Seminar in 50th Dies Natalis of the Faculty of Mathematics and Natural Sciences, University of Gajahmada. 17 September 2005.
38
Jogyakarta.
27. Muis, A., U.M.S. Soedjanaatmadja, S. Sutarjo, and Syafrudin (2005). Anti-plasmodial activity of ethyl-p-methoxy cynamate of K. galanga L. plant. Proceeding of Chemistry Department of UPI. 26 November 2005. Bandung.
28. Muis, A., U.M.S. Soedjanaatmadja, S. Sutarjo, and Syafrudin (2005). Inhibition effect of anti-maralial agent of ethyl acetate fraction of Kaemferia galanga L. plant, against ATP-ase enzyme. Proceeding of 17th National Seminar of Indonesian Society for Biochemistry and Molecular Biology, 30 November-1 Desember 2005. Pakanbaru. Riau.
29. Herlina, T., A. Muis, U.M.S. Soedjanaatmadja, U. Supratman, A. Subarnas, S. Sutarjo, and H. Hayashi (2005). Inhibition effect of anti-maralial penta-cyclic triterpenoid agent of Erythrina variegata against ATP-ase enzyme. Proceeding of 17th National Seminar of Indonesian Society for Biochemistry and Molecular Biology, 30 November-1 Desember 2005. Pakanbaru. Riau.
30. Soedjanaatmadja, U.M.S. (2006). Isolation and characterization of Hevein and Pseudohevein from latex of Hevea brasiliensis Muell Arg. Bionatura. 8(3): 249-268.
31. Herlina, T., U. Supratman, U.M.S. Soedjanaatmadja, A. Subarnas, S. Sutarjo, Syafrudin, N.R. Abdullah, Z. Ismail, and H. Hayashi (2007). Anti-maralial activity from Erythrina variegata (Leguminosae), Collective Abstract 43rd Annual Scientific Seminar Society of Parasitology and Tropical Medicine & Centenary of the Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene (UK). March 20-22, 2007. Kuala Lumpur, Malaysia.
32. Herlina, T., U. Supratman, U.M.S. Soedjanaatmadja, A. Subarnas, S. Sutarjo, R. Chomel, R. Muhamad, N.R. Abdullah, Z. Ismail, and H. Hayashi (2007). Bioactive compounds from Erythrina variegata (Leguminosae), Collective Abstract IOCD International Symposium. April 9-11, 2007. Surabaya, Indonesia.
33 Soedjanaatmadja, U.M.S., N. Daniyati, S. Julaeha, D. Andiani, S. Amien, A.T. Hidayat, and R. Hindersyah (2007). Tauge extract of P. mungo; the potential source of Auxin for accelerating root formation and stem elongation of paddi, corn and tomato. Proceeding of SKIM X seminar. 29-31 May 2007. Kuala Lumpur, Malaysia.
34 Soedjanaaatmadja, U.M.S., A.T. Hidayat, S.D. Rachman & S. Ishmayana (2007) Optimalisasi produksi karet densitas rendah dari lateks Hevea brasiliensis Muell Arg dengan metode enzimatik. Hibah Bersaing XV.
35 Susilo, W.A., H.M. Putri, A.T. Hidayat, and U.M.S. Soedjanaatmadja (2008). Activity of Gibberellin from Momordica charantia. International Seminar on Chemistry-I (ISC). 29-30 October 2008. Bandung, Indonesia.
36. Tampubolon, E. S.D. Rachman, and U.M.S. Soedjanaatmadja (2008). Activity of Auxin from Eucheuma contonii (Red Algae). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran, Bandung.
37. Florida, A., A.T. Hidayat, and U.M.S. Soedjanaatmadja (2008). Activity of Gibberrellin from Eucheuma contonii (Red Algae). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran, Bandung.
38. Murdani, Z., S.D. Rachman, and U.M.S. Soedjanaatmadja (2008). Activity of Cytokinin from Glacilaria coronopifolia (Red Algae). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Padjadjaran, Bandung.
39
39. Muis, A., U.M.S. Soedjanaatmadja, S. Sutarjo, and Syafrudin (2008). Asetilcholine esterase (AChE) activity inhibited by compounds of the Kaemferia galanga with antimalarial activities. International Seminar on Chemistry-I (ISC). 29-30 October 2008. Bandung, Indonesia.
40. Herlina, T., U.M.S. Soedjanaatmadja, U. Supratman, A. Subarnas, S. Sutarjo, and H. Hayashi (2008). Biologically active natural products from Indonesian Erythrina plants. International Seminar on Chemistry-I (ISC). 29-30 October 2008. Bandung, Indonesia.
41. Kusumadewi, R. dan U.M.S Soedjanaatmadja. 2008. Pengaruh Biostimulant ETAC-21 dan Biostimulant ETAC-12 pada fase vegetatif dan fase generatif pertumbuhan tanaman Mucuna pruriens aksesi Jawa Barat. Kimia FMIPA Unpad.
Bandung, Oktober 2008
Dr. R. Ukun MS Soedjanaatmadja, MSi
NIP.131.606.032