laporan kasus tinea korporis

34
LAPORAN KASUS TINEA KORPORIS Nurfitri Hayati Melida.R.,S.Ked Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Raden Mattaher Jambi Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas Jambi 1. PENDAHULUAN Mikosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur, yang dibagi menjadi mikosis profunda dan mikosis superfisialis. Insidens mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas. Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat. Mikosis superfisialis diklasifikasikan menjadi dermatofitosis dan nondermatofitosis. 1,2,3,4,5,6,7 Dermatofitosis atau yang dikenal dengan tinea, ringworm, kurap, herpes sirsinata, teigne adalah 1

Upload: kha-aninda-dzulistio

Post on 14-Apr-2016

540 views

Category:

Documents


194 download

DESCRIPTION

Kulit dan kelamin

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

TINEA KORPORIS

Nurfitri Hayati Melida.R.,S.Ked

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

RSUP Raden Mattaher Jambi

Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

1. PENDAHULUAN

Mikosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur, yang dibagi

menjadi mikosis profunda dan mikosis superfisialis. Insidens mikosis

superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas.

Mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis.

Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu

dan kelembaban tinggi, merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan

jamur, sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat. Mikosis

superfisialis diklasifikasikan menjadi dermatofitosis dan

nondermatofitosis.1,2,3,4,5,6,7

Dermatofitosis atau yang dikenal dengan tinea, ringworm, kurap,

herpes sirsinata, teigne adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat

tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang

disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Golongan jamur dermatofita

mempunyai sifat mencernakan keratin, yang dibagi dalam 3 genus yaitu;

Microsporum, Trichophyton dan Epidermphyton. 1,2,4,5

Pembagian dermatofitosis yang banyak dianut adalah berdasarkan

lokasi, yaitu tinea kapitis (dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala), tinea

barbe (dermatofitosis pada dagu dan jenggot), tinea kruris (dermatofitosis

pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, kadang sampai perut bagian

1

bawah), tenia pedis et manum (dermatofitosis pada kaki dan tangan), tinea

unguium (dermatofitosis pada kuku jari dan kaki), dan tinea korporis

(dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk dari 5 tinea yang

telah disebutkan).1,2,5

Tinea Korporis atau juga dikenal dengan tinea sirsinata, tinea glabrosa,

Scherende Flechte, kurap, herpes sircine trichophytique, merupakan penyakit

kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan dermatofita,

menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan dan

tungkai.1,2,6

Insiden tinea korporis dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering

menyerang orang dewasa dan dapat menyerang pria dan wanita. Insiden

meningkat pada kelembapan udara yang tinggi. Penyakit ini tersebar

diseluruh dunia, terutama pada daerah tropis. 1,2,3,6

Tempat predileksinya pada wajah, anggota gerak atas dan bawah, dada,

punggung. Penyakit ini disebabkan oleh golongan jamur dermatofita yang

tersering adalah Epidermophyton floccpasienum atau T. rubrum. Lingkungan

yang kotor mempengaruhi kebersihan perorangan dalam perkembangan

penyakit pada kulit manusia. Keturunan tidak berpengaruh pada penyakit

ini.1,2,5,6

Variasi klinis tinea korporis dapat berupa lesi berbentuk makula/ plak

yang merah/ hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral.

Pada tepi lesi dijumpai papula – papula eritematosa atau vesikel. Pada

perjalanan penyakit yang kronik dapat dijumpai likenifikasi. Gambaran lesi

dapat polisiklis, anular atau geografis. 1,2,6,8

Diagnosa pasien, ditegakkan berdasarkan: anamnesa didapatkan rasa

gatal yang sangat mengganggu, dan gatal bertambah apabila berkeringat, dan

pemeriksaan laboratorium (kerokan kulit dengan KOH 10% bila sensitif

memperlihatkan elemen jamur berupa hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi

oleh sekat dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan

kulit lama dan atau sudah diobati. Penatalaksanaan secara umum perlu

diberikan edukasi kepada pasien untuk meningkatkan kebersihan badan dan

2

menghindari pakaian yang tidak menyerap keringat, dan penatalaksanaan

secara khusus meliputi sistemik dan topikal. 1,2,4,6

2. KASUS

Identitas Pasien

Nama : Tn. Rio Herdarwin

Jenis Kelamin : Laki - laki

Umur : 41 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Perumahan Permata Sari No. 1

Status Pernikahan : Menikah

Suku Bangsa : Melayu

Hobi : Olahraga

Tanggal Berobat : 08 Oktober 2013

Autoanamnesis (Tanggal 08 Oktober 2013)

Keluhan Utama : Bercak kemerahan yang melebar disertai rasa

gatal pada perut kiri bawah sejak ± 6 bulan yang

lalu.

Keluhan Tambahan : -

Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak ± 8 bulan yang lalu, awalnya timbul bercak kemerahan yang terasa

gatal pada paha sebelah kiri, gatal semakin bertambah apabila pasien

berkeringat. Apabila terasa gatal, pasien juga sering menggaruk dan bercak

tersebut semakin melebar dan bertambah banyak. Kemudian pasien berobat ke

3

Puskesmas dan diberikan obat salep (pasien lupa nama obatnya), tetapi tidak

ada perubahan.

± 6 bulan yang lalu, timbul bercak kemerahan baru yang sama seperti

bercak pada paha kiri, di perut kiri, bercak tersebut awalnya kecil kurang lebih

sebesar koin 500 rupiah, kelainan ini tidak diawali dengan muncul bintil –

bintil merah, karena terasa gatal maka pasien menggaruknya, rasa gatal makin

bertambah apabila pasien berkeringat dan saat cuaca panas. Kemudian bercak

kemerahan tersebut bertambah luas dan rasa gatal makin bertambah, pasien

kembali berobat ke Puskesmas mendapat salep dan obat minum (pasien lupa

nama obatnya) karena merasa tidak ada perubahan, pasien menghentikan

pemakaian obatnya. Kemudian pasien membeli obat salep sendiri yaitu salep

antijamur (pasien lupa namanya), pasien memakai salep tersebut apabila terasa

gatal. Walaupun rasa gatal berkurang tetapi bercak kemerahan bertambah

lebar.

± 5 bulan yang lalu, timbul bercak kemerahan yang sama dengan di paha

dan perut pada daerah bokong sebelah kiri. Kemudian pasien berobat ke

Poliklinik Kulit-Kelamin RSUD Raden Mattaher dan diberikan beberapa obat

dan salep, dan pasien merasakan perubahan bercak yang memerah tadi

menjadi menghitam dan gatal berkurang pada daerah perut, paha dan bokong

kiri.

± 3 bulan yang lalu kembali timbul keluhan yang sama, bercak kemerahan

di perut bagian kiri dan terasa gatal, Kemudian pasien kembali menggunakan

salep anti jamur yang dibeli sendiri. Pasien mengatakan sering berkeringat

banyak, tetapi tidak segera mengganti pakaiannya. Riwayat mandi dan ganti

pakaian 2 kali sehari, handuk dipakai sendirian dan pakaian yang sering

digunakan pasien adalah kemeja. Karena gatal yang tidak berkurang dan

bercak semakin melebar, akhirnya pasien memutuskan untuk berobat lagi ke

Poliklinik Kulit-Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi pada tanggal 08

Oktober 2013.

4

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Tidak ada penyakit diabetes.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

Pemeriksaan Fisik (Tanggal 08 Oktober 2013)

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital :

Tekanan Darah : 120/90 mmHg

Nadi : 76x/menit

Pernafasan : 16x/menit

Suhu : Afebris

Kepala :

Bentuk : Normochepali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Pupil isokor kiri kanan

Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)

Mulut : Bibir kering (-),

dinding faring hiperemis (-)

Telinga : Normotia, tanda radang (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorak

5

Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas kedua dada

simetris

Palpasi : Vokal fremitus (+/+) simetris

Perkusi : Sonor di kedua paru

Auskultasi :

- Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

- Paru : SN vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen :

Inspeksi : Datar

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas Superior : akral hangat, oedem (-), sianpasienis (-)

Ekstremitas Inferior : akral hangat, oedem (-), sianpasienis (-)

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan secara langsung

6

Plak eritematosa

Tepi aktifSkuama

Penyembuhan Sentral

Status Dermatologis

1. Regio Abdominalis lateralis sinistra

Gambar 1. Regio Abdominalis lateralis sinistra

Tampak plak eritematosa, ukuran plakat ɵ 16 cm x 10 cm, tidak

teratur, sirkumskrip dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral

disertai dengan skuama kutikular diatasnya.

2. Regio Femoris Lateralis sinistra

Gambar 2. Regio Femoris Lateralis sinistra

Tampak plak hiperpigmentasi, ukuran 2 cm – 5 cm, jumlah

multiple, bentuk anular dan reguler, sirkumskrip, disertai dengan

skuama kutikular diatasnya.

7

Plak hiperpigmentasi

skuama

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa

banding, pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ini adalah kerokan kulit

dengan Kalium Hidroksida (KOH) 10%, hasilnya : pada sediaan dari paha

kiri dan perut kiri ditemukan adanya Hifa panjang dan bercabang.

Gambar 3. Sediaan kerokan kulit dengan Kalium Hidroksida (KOH) 10%

(Perut)

Gambar 4. Sediaan kerokan kulit dengan Kalium Hidroksida (KOH) 10%

(Paha)

8

2. Pemeriksaan Lampu Wood

Pemeriksaan ini dilakukan untuk membedakan dengan pitiriasis versikolor

yang akan menunjukkan floresensi kulit berwarna kuning keemasan.1,2,6

3. Pembiakan

Pembiakan diperlukan untuk menentukan spesies jamur, dengan

menggunakan medium agar dekstrosa Sabouraud.1,2,6,8

Resume

Tn. R laki – laki berumur 41 tahun, mengeluh bercak kemerahan yang

melebar disertai rasa gatal pada perut kiri bawah sejak ± 6 bulan yang lalu.

± 6 bulan yang lalu, di perut kiri timbul bercakan kemerahan tersebut awalnya

kecil kurang lebih sebesar koin 500 rupiah, karena terasa gatal maka pasien

menggaruknya, rasa gatal makin bertambah apabila pasien berkeringat.

Kemudian bercak kemerahan tersebut bertambah luas dan rasa gatal makin

bertambah dan berobat ke puskesmas tetapi tidak ada perubahan, oleh karena

itu pasien membeli obat salep sendiri yaitu salep anti jamur, pasien memakai

salep tersebut apabila terasa gatal. Walaupun rasa gatal berkurang tetapi

bercak kemerahan bertambah lebar. Kemudian pasien berobat ke Poliklinik

Kulit-Kelamin RSUD Raden Mattaher dan diberikan beberapa obat dan salep,

dan pasien merasakan perubahan bercak yang memerah tadi menjadi

menghitam dan gatal berkurang pada daerah perut, paha dan bokong kiri. ± 3

bulan terakhir kembali timbul keluhan yang sama, bercak kemerahan di perut

bagian kiri dan terasa gatal, Kemudian pasien kembali menggunakan salep

antijamur yang dibeli sendiri. Riwayat mandi dan ganti pakaian dalam 2 kali

sehari, tetapi gatal tidak berkurang dan bercak kemerahan semakin melebar.

Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

Pemeriksaan fisik pada pasien ini meliputi pemeriksaan secara umum

dan pemeriksaan dermatologis. Pada pasien ini, secara umum tidak ada

keluhan. Pada status dermatologis, efloresensi terdapat pada regio abdominalis

lateralis sinistra Tampak plak eritematpasiena, ukuran plakat ɵ 16 cm x 10 cm,

anular, regular, sirkumskrip dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral

9

disertai dengan skuama kutikular diatasnya. Pada regio femoris lateralis

sinistra, Tampak plak hiperpigmentasi, ukuran 2 cm – 5 cm, jumlah multiple,

bentuk anular dan reguler, sirkumskrip, disertai dengan skuama kutikular

diatasnya.

Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium yaitu

kerokan kulit dengan Kalium Hidroksida (KOH) 10%, hasilnya : pada sediaan

dari paha kiri dan perut kiri ditemukan adanya Hifa panjang dan bercabang.

Diagnosa Banding

1. Tinea Korporis

2. Tinea Versikolor

3. Psoriasis Vulgaris

4. Pitiriasis Rosea

5. Dermatitis Numularis

Diagnosa Kerja

Tinea Korporis

Penatalaksanaan

Umum

Penatalaksanaan umum yaitu dengan memberikan edukasi kepada

pasien, seperti:

- menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan

penatalaksanaannya.

- menganjurkan untuk menjaga daerah lesi tetap kering.

- menganjurkan untuk menjaga kebersihan badan.

- menghindari pakaian yang panas dan tidak menyerap keringat,

menggunakan pakaian yang menyerap keringat seperti katun, tidak

ketat dan diganti setiap hari.

- menghindari pemakaian handuk dan baju secara bersama – sama.

- menghindari garukan apabila gatal, karena garukan dapat

menyebabkan infeksi.

10

Khusus

Penatalaksanaan khusus yaitu dengan memberikan farmakologi, berupa:

- Sistemik:

Ketokonazol tablet dosis 1 x 200 mg, diminum pagi hari sesudah

makan selama 14 hari

Cetrizine tablet dosis 1 x 10 mg.

- Topikal

Krim Mikonazol Nitrat 2%, 2 kali sehari selama 2 minggu,

dioleskan tipis – tipis pada lesi.

Prognosis

Quo Ad vitam : Bonam

Quo Ad functionam : Bonam

Quo Ad sanationam : Bonam

3. PEMBAHASAN

Tinea Korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende Flechte,

herpes sircine trichophytique) atau yang dikenal dengan kurap adalah

penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan dermatofita,

menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan dan

tungkai.1,2,3,4,5,6,7

Tinea tinea glabrosa atau dermatofitosis pada kulit tidak berambut

mempunyai morfologi khas. Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas

tegas, terdiri atas bermacam – macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian

tepi lesi aktif (lebih jelas tanda – tanda peradangannya) daripada bagian

tengah.1,2,3,6

Bergantung pada berat ringannya reaksi radang dapat dilihat berbagai

macam lesi kulit. Wujud lesi dapat berupa; lesi berbentuk makula/ plak yang

merah/ hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral, skuama.

Pada tepi lesi di jumpai papula – papula eritema atau vesikel. Pada perjalanan

penyakit yang kronik dapat dijumpai likenifikasi. Kadang terlihat erosi dan

11

krusta akibat garukan. Lesi – lesi pada umumnya merupakan bercak- bercak

terpisah satu dengan yang lainnya. Gambaran lesi dapat polisiklik, anular atau

geografis.1,2,3,5,6,7

Secara epidemiologi dapat menyerang seluruh umur tetapi lebih sering

pada dewasa yang menyerang wanita dan pria, bentuk dengan tanda radang

lebih nyata, sering dijumpai pada anak – anak daripada orang dewasa karena

umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali. Insiden penyakit ini

meningkat pada kelembapan udara yang tinggi dan dipegaruhi juga oleh

kebersihan badan dan lingkungan.1,2,7,8 Pada tinea korporis yang menahun

tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Bentuk khas tinea

korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum disebut tinea

imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan papul berwarna coklat yang

perlahan – lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah terlepas dari

dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari

bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran – lingkaran skuama yang

konsentris. Bila dengan jari tangan kita meraba dari bagian tengah ke arah

luar akan terasa jelas skuama yang menghadap kedalam. Lingkaran –

lingkaran skuama konsentris bila menjadi besar dapat bertemu dengan

lingkaran – lingkaran disebelahnya sehingga membentuk pinggir yang

polisiklik. Pada permulaan penderita akan merasa sangat gatal, akan tetapi

kelainan yang menahun tidak menimbulkan keluhan pada penderita. 1,2,3,6

Masa inkubasi dapat dari hari sampai beberapa bulan, dengan lamanya

dapat berminggu – minggu, berbulan – bulan sampai bertahun – tahun.2,4

Keluhan dan gejala yang muncul yang biasa dikeluhkan oleh penderita, dari

gejala subjektif yaitu gatal terutama jika berkeringat dan gejala objektif yaitu

makula hiperpigmentasi dengan tepi yang lebih aktif. Oleh karena gatal dan

digaruk, lesi akan meluas terutama pada daerah yang lembab.1,2,4,6,7

Penyakit ini disebabkan oleh golongan jamur dermatofita yang

tersering adalah Epidermophyton floccpasienum atau T. rubrum. Area

predileksi tinea korporis yaitu wajah, anggota gerak atas dan bawah, dada dan

punggung.1,2,6

12

Gambar 3. Area Predileksi Tinea Korporis

Dermatofitosis adalah salah satu kelompok dermatomikosis superfisialis

yang disebabkan oleh jamur dermatofita, terjadi sebagai reaksi pejamu terhadap

produk metabolit jamur dan akibat invasi oleh suatu organisme pada jaringan

hidup. Terdapat tiga langkah utama terjadinya infeksi oleh jamur dermatofita,

yaitu perlekatan dermatofit pada keratin, penetrasi melalui dan di antara sel, serta

terbentuknya respon pejamu.1,2,4,7,8

Dermatofit adalah sekelompok jamur yang memiliki kemampuan

membentuk molekul yang berikatan dengan keratin dan menggunakannya sebagai

sumber nutrisi untuk membentuk kolonisasi. Kolonisasi jamur dermatofit

menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum kulit,

rambut dan kuku pada manusia dan hewan. Terdapat tiga genus penyebab

dermatofitosis, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyto. Pada tinea

korporis, jamur penyebab yaitu; T. rubrum, T. mentagrophytes, M. audouinii, M.

canis, 47% penyakit tinea korporis disebabkan oleh T. rubrum.1,5,8

Patogenesis dermatofitosis tergantung pada faktor lingkungan, antara lain

iklim yang panas, kebersihan perseorangan, sumber penularan, penggunaan obat-

obatan steroid, antibiotik dan sitostatika, imunogenitas dan kemampuan invasi

organisme, lokasi infeksi serta respon imun dari pasien.1,2,4,8

13

Penularan dermatofitosis, melalui 3 cara yaitu; antropofilik (transmisi dari

manusia ke manusia, ditularkan secara langsung maupun tidak langsung), zoofilik

(transmisi dari hewan ke manusia, melalui kontak langsung atau tidak langsung

melalui bulu binatang yang terinfeksi dan melekat di pakaian, atau sebagai

kontaminan pada rumah, sumber penularan utama adalah anjing, kucing, sapi,

kuda dan mencit) dan geofilik (transmisi dari tanah ke manusia).8

Terjadinya infeksi dermatofita melalui tiga langkah utama, yaitu:

perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta

pembentukan respon pejamu. 1,2,8

Perlekatan dermatofit pada keratinosit, perlekatan artrokonidia pada

jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam, yang dimediasi oleh serabut

dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase (keratolitik) yang dapat

menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur ini di stratum

korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik dengan

mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan aktivator plasminogen jaringan)

yang menyebabkan katabolisme protein ekstrasel dalam menginvasi pejamu.

Proses ini juga dipermudah oleh adanya proses trauma atau adanya lesi pada

kulit. Enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis menimbulkan

peradangan. Respon terhadap inflamasi dapat berupa eritema, papulasi, dan

kadang vesikulasi.1,2,8

Spora tumbuh dan menembus masuk stratum korneum dengan kecepatan

melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi menghasilkan sekresi proteinase,

lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu

4–6 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat

pada keratin. Untuk bertahan dalam menghadapi pertahanan imun yang terbentuk

tersebut, jamur patogen menggunakan beberapa cara: 1,2,8

- penyamaran dengan membentuk kapsul polisakarida yang tebal, memicu

pertumbuhan filamen hifa, sehingga jamur dapat bertahan terhadap fagositosis.

- pengendalian, dengan sengaja mengaktifkan mekanisme penghambatan imun

pejamu, yang berakibat aktivasi makrofag akan terhambat.

- penyerangan, dengan memproduksi molekul yang secara langsung merusak

atau memasuki pertahanan imun spesifik dengan mensekresi toksin atau

14

dermatofita

sel inflamasi

enzim keratolitik kolonisasi hifa

protease, yang dapat menurunkan barrier jaringan sehingga memudahkan

proses invasi oleh jamur. Pertumbuhan jamur dengan pola radial di dalam

stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas

dan meninggi.

Respon imun pejamu terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami

yang memberikan respons cepat dan imunitas adaptif yang memberikan respons

lambat. Pada kondisi individu dengan sistem imun yang lemah cenderung

mengalami dermatofitosis yang berat atau menetap. Pemakaian kemoterapi, obat-

obatan transplantasi dan steroid membawa dapat meningkatkan kemungkinan

terinfeksi oleh dermatofit non patogenik.

Gambar 4. Patogenesis epidermomikosis (epidermal dermatofitosis)

Pada kasus ini ditegakkan diagnosa tinea korporis bedasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dermatologik dan pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis diketahui, Tn. R laki – laki (41 tahun) sejak ± 6

bulan yang lalu timbul bercak kemerahan awalnya sebesar koin 500 rupiah,

kemudian melebar yang disertai rasa gatal pada perut kiri bawah, rasa gatal

bertambah apabila berkeringat dan pasien sering menggaruknya. Dari keluhan

yang disampaikan oleh pasien, merupakan gejala klinis dari dermatofitosis

yaitu gejala subjektif berupa rasa gatal terutama jika berkeringat dan gejala

objektif yaitu makula hiperpigmentasi dengan tepi yang lebih aktif. Oleh

karena gatal dan digaruk, lesi akan meluas terutama pada daerah yang

lembab.1,2,4,6,7 Pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi lesi yang timbul,

15

pada pasien ini yaitu di perut kiri bawah digolongkan sebagai tinea korporis,

karena tempat predileksi tinea ini menyerang daerah kulit tak berambut pada

wajah, badan, lengan dan tungkai.1,2,6

Pasien sudah membeli obat salep sendiri yaitu salep antijamur, pasien

memakai salep tersebut apabila terasa gatal, tetapi bercak kemerahan

bertambah lebar. Hal ini bisa disebabkan karena pasien tidak teratur

menggunakan obatnya, dimana pasien hanya memakainya jika terasa gatal.

Pasien mengatakan sering berkeringat banyak tetapi tidak segera

mengganti pakaiannya, merupakan salah satu faktor predisposisi karena

penyakit ini tergantung pada faktor lingkungan seperti iklim yang panas,

kebersihan perseorangan, jamur lebih cepat berkembang pada daerah yang

lembab. 1,2,4,8

Pemeriksaan fisik pada pasien ini meliputi pemeriksaan secara umum

dan pemeriksaan dermatologis. Pada pasien ini, secara umum tidak ada

keluhan.

Pada status dermatologis, efloresensi terdapat pada regio abdominalis

lateralis sinistra Tampak plak eritematematosa, ukuran plakat ɵ 16 cm x 10

cm, anular, regular, sirkumskrip dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral

disertai dengan skuama kutikular diatasnya. Pada regio femoris lateralis

sinistra, Tampak plak hiperpigmentasi, ukuran 2 cm – 5 cm, jumlah multiple,

bentuk anular dan reguler, sirkumskrip, disertai dengan skuama kutikular

diatasnya. Hal ini sesuai dengan efloresensi yang terdapat pada tinea korporis

yaitu lesi dapat berbentuk makula/ plak merah/ hiperpigmentasi, bulat atau

lonjong, berbatas tegas dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral. Timbulnya

kelainan pada kulit ini disebabkan oleh dermatofit melepaskan enzim

keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis menimbulkan peradangan.

Respon terhadap inflamasi dapat berupa eritema, papulasi, dan kadang

vesikulasi. Karena pertumbuhan jamur dengan pola radial di dalam stratum

korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan

meninggi. 1,2,4,6,7,8

16

Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah

pemeriksaan langsung sediaan basah. Untuk mendapatkan jamur diperlukan

bahan klinis berupa kerokan kulit. Bahan pemeriksaan mikologik diambil dan

dikumpulkan sebagai berikut: 1,2,6,9,10,11

- tempat kelainan dibersihkan dengan alkohol 70%.

- untuk kulit tidak berambut (glabrous skin), dari bagian tepi kelainan

sampai dengan bagian sedikit iluar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok

dengan pisau tumpul steril.

- sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan diatas gelas alas,

kemudian ditambah 1-2 tetes larutan kalium hidroksida untuk kulit dan

kuku 20%, rambut 10%.

- setelah sediaan tercampur dengan larutan kalium hidroksida sediaan

ditungu selama 15 – 20 menit.

- untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan

basah diatas api kecil. Pada saat keluar mulai keluar uap dari sediaan,

pemanasan sudah cukup.

- pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop, mula

– mula pembesaran 10x10, kemudian 10x45.

- hasilnya : pada sediaan kulit yang telihat adalah hifa.

Hifa adalah elemen terkecil dari jamur berupa benang – benang

filamen yang terdiri dari sel – sel yang mempunyai dinding, protoplasma, inti

dan biasanya mempunyi sekat. Hifa yang tidak mempunyai sekat disebut hifa

sunositik. Hifa berkembang biak dan tumbuh menurut arah panjangnya

dengan membentuk spora. Pada sediaan kulit, hifa terlihat sebagai dua garis

sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang, maupun spora berderat pada

kelainan kulit lama atau sudah diobati. 1,2,6,9,10,11

Pada pasien ini, hasil pemeriksaan kerokan kulit dengan Kalium

Hidroksida (KOH) 10% pada sediaan dari paha kiri dan perut kiri ditemukan

adanya Hifa panjang dan bercabang.

Anjuran pemeriksaan pada pasien ini adalah pembiakan dan

pemeriksaan sinar Wood. Pembiakan dilakukan untuk menyokong diagnosis

pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.

17

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media

buatan. Medium yang digunakan adalah dekstrosa Sabouraud, pada agar ini

ditambahkan antibiotik kloramfenikol untuk menghindarkan kontaminasi

bakterial maupun jamur kontaminan. 1,2,6,9,10,11

Pemeriksaan sinar Wood adalah sinar ultraviolet yang setelah

melewati suatu “saringan wood”, sinar yang tadinya polikromatis menjadi

monokromatis dengan panjang gelombang 3600 A. Sinar ini tidak dapat

dilihat. Bila sinar ini diarahkan kekulit atau rambut yang mengalami infeksi

oleh jamur – jamur tertentu, sinar ini akan berubah menjadi dapat dilihat,

dengan memberi warna kehijauan atau fluoresensi. Apabila pemeriksaan

dengan cara ini memberi flouresensi, pemeriksaan sinar wood disebut positif

dan negatif jika flouresensi tidak ada. Jamur – jamur yang dapat memberikan

flouresensi adalah Microsporum lanosum, Microsporum audouinii, M. canis

dan Malassezia furfur (penyebab tenia versikolor). 1,2,6,9,10,11

Diagnosis banding pada kasus ini yaitu Tinea Korporis, Pitiriasis

Versikolor, Psoriasis, Pitiriasis Rosea, Dermatitis Numularis.

Tinea Korporis

Tinea Korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherende Flechte,

herpes sircine trichophytique) atau yang dikenal dengan kurap adalah

penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan

dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan,

lengan dan tungkai. Penderita mengeluh gatal dan kelainan berbatas tegas,

terdiri atas bermacam – macam efloresensi kulit (polimorfi). Bagian tepi

lesi aktif (lebih jelas tanda – tanda peradangannya) daripada bagian

tengah. Wujud lesi dapat berupa; lesi berbentuk makula/ plak yang merah/

hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral, skuama. Pada

tepi lesi di jumpai papula – papula eritematosa atau vesikel. Gambaran lesi

dapat polisiklik, anular atau geografis.1,2,3,4,6,7,8

Pitiriasis Versikolor

Pitiriasis Versikolor adalah penyakit jamur superfisialis yang

kronik, biasanya tidak memberikan keluhan subyektif, berupa bercak

berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam yang meliputi

18

badan dan kadang sampai menyerang ketiak, lipat paha, lengan, tungkai

atas, leher, muka dan kulit kepala yang berambut. Penyakit ini disebabkan

oleh Malassezia furtur Robin, faktor predisposisi endogen: defisiensi imun

dan eksogen: karena faktor suhu, kelembapan udara dan keringat. Kelainan

kulit meliputi bercak – bercak berwarna – warni, bentuk tidak teratur

sampai teratur, batas jelas sampai difus, kadang penderita merasa gatal

ringan. Pada pemeriksaan lampu sinar Wood, flouresensi lesi kulit

berwarna kuning keemasan dan pada pemeriksaan sediaan langsung

kerokan kulit dengan larutan KOH 20% terlihat hifa pendek dan spora –

spora bulat yang dapat berkelompok.1,2,6,9,10,11

Psoriasis Vulgaris

Psoriaris adalah penyakit yang disebabkan oleh autoimun, bersifat

kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak – bercak eritema

berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis – lapis dan transparan

disertai femomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Sebagian penderita

mengeluh gatal ringan. Fenomena tetesan lilin adalah skuama yang

berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin yang digores.

Fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik – bintik yang

disebabkan oleh papilomatosis. Tempat predileksi meliputi skalp,

perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor

terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral.1,2,3,6

Pitiriasis Rosea

Pitiriasis Rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut, morfologi

khas berupa makula eritematosa lonjong dengan diameter terpanjang

sesuai dengan lipatan kulit serta ditutupi oleh skuama halus. Penyebab

penyakit ini masih belum diketahui, dapat menyerang semua umur dan

lebih sering pada cuaca dingin. Keluhan biasanya berupa timbul bercak

seluruh tubuh terutama daerah yang tertutup pakaian berbentuk bulat

panjang, mengikuti lipatan kulit. Diawali dengan bercak besar disekitarnya

terdapat bercak kecil. Ukuran bercak dari seujung jarum pentul sampai

sebesar uang logam. Dapat didahului gejala prodormal ringan seperti

badan lemah. sakit kepala, dan sakit tenggorokan. Tempat predileksi yaitu

19

tersebar diseluruh tubuh terutama tempat yang tertutup oleh pakaian.

Efloresensi meliputi makula eritematosa anular dan solitar, bentuk lonjong

dengan tepi hampir tidak nyata dan bagian sentral bersisik, agak

berkeringat. Penyakit ini sering disangka jamur karena gambaran klinisnya

mirip tinea korporis yaitu terdapat eritema dan skuama dipinggir dan

bentuknya anular. Perbedaannya pada pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu

berat, skuamanya halus sedangkan pada tinea korporis kasar. Pemeriksaan

penunjang yang dilakukan untuk membedakan dengan tinea korporis

adalah pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10%, yang pada tinea akan

memberikan hasil positif. 1,2,6

Dermatitis Numularis

Dermatitis numularis adalah dermatitis yang lesinya berbentuk

mata uang atau agak lonjong, berbatas tegas dengan efloresensi berupa

papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah. Penyakit ini terjadi

pada orang dewasa, lebig sering pada pria dibanding wanita. Penderita

dermatitis numularis umumnya mengeluh sangat gatal dan disertai nyeri,

perjalanan penyakit ini diawali dengan eritema berbentuk lingkaran,

selanjutnya melebar sebesar uang logam yang dikeliling oleh papul dan

vesikel. Pada lesi akut berupa vesikel dan papulovesikel, kemudian

membesar dengan berkonfluensi atau meluas kesamping, membentuk satu

lesi karakteristik seperti uang logam, eritema, sedikit edematosa, berbatas

tegas, lambat laun akan pecah terjadi eksudasi kemudian mengering

menjadi krusta kekuningan. Pada penyakit ini penyembuhan dimulai dari

tengah sehingga terkesan penyerupai lesi dermatomikosis, lesi yang sama

berupa likenifikasi dan skuama. Jumla lesi pada dermatitis numularis dapat

satu, dapat pula banyak an tersebar, bilateral atau simetri dengan ukuran

dari numular sampai plakat. Tempat predileksi penyakit ini tungkai bawah,

badan, tangan termasuk punggung tangan. Pada pemeriksaan histopatologi,

ditemukan spongiosis vesikel intradermal, serbukan sel radang limfosit

dan makrofag disekitar pembuluh darah. Perbedaaanya pada tinea lesinya

berupa pinggir aktif, bagian tengah agak menyembuh, hifa positif dari

pemeriksaan sediaan langsung. 1,2,6

20

Penatalaksanaan pada pasien meliputi umum dan khusus, pada

pentalalaksanaan umum adalah memberikan edukasi pada pasien untuk

meningkat kebersihan badan karena penyakit ini juga dipengaruhi oleh

kebersihan lingkungan dan kelembapan.1,2,4,6

Penatalaksanaan secara khusus meliputi pemberian obat sistemik

yaitu ketokonazol, merupakan kelompok imidazol yang mempunyai spektrum

luas, bersifat fungistatik dan efektif untuk dermatofitosis. Ketokonazol adalah

antijamur sistemik, yang menghasilkan kadar plasma yang cukup untuk

menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapan akan berkurang pada

pasien dengan pH lambung tinggi, pemberian bersama antagonis H2 atau

bersama antasida, makanan tidak begitu berpengaruh nyata terhadap

penyerapan ketokonazol. Obat ini diberikan sebanyak 200 mg per hari selama

10 hari sampai 2 minggu pada pagi hari setelah makan. 1,2,6,12

Pemberian obat topikal yaitu anti jamur golongan imidazol yang

mempunyai spekturm luas. Obat topikal yang dipilih untuk pasien ini adalah

mikonazol. Mikonazol merupakan turunan imidazol sintentik yang relatif

stabil, mempunyai spekturm antijamur yang lebar terhadap jamur dermatofit.

Mikonazol menghambat aktivitas jamur Trichophyton, Epidermophyton,

Microsporum, Candida dan Mallassezia furfur. Mekanisme kerja obat ini

belum diketahui sepenuhnya. Mikonazol masuk kedalam sel jamur dan

menyebabkan kerusakan dinding sel jamur, dengan cara menghambat sintesa

ergosterol, penimbunan peroksida dalam sel jamur dan mengganggu sintesis

asam nukleat. Obat ini diberikan dalam bentuk krim mikonazol 2% yang

dipakai 2 kali sehari selama 2 minggu. Pada pasien juga diberikan, cetrizine

dihydrochloride merupakan antihistamin H1 untuk mengatasi rasa gatal,

mekanisme kerjanya yaitu inhibisi selektif dari reseptor H perifer. Obat ini

efek mengantuknya minimal, dosis yang diberikan adah 1x10 mg sehari.1,2,6,12

Prognosis pada kasus tinea korporis ini baik dengan terapi yang tepat asalkan

kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.2,5,6

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Editor: Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: FKUI; 2013.

2. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Cutaneus Fungal Infection. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. The McGraw Hill Company; 2007; (10 layar).

3. Braun CA. Anderson CM. Phatophysiology Functional Alterations in Human Health. United Stated: Lipincott Wiliams and Wilkins: 2007.p.114-119.

4. Lesher JL. Tinea Corporis. 2012 Jan 24 (diakses 10 Oktober 2013): (4 layar). Diunduh dari: URL: http://emedicine.medscape.com/article/1091473-overview#showall.

5. Hidayati AN, Suyoso S, Hinda PD, Sandra E. Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2003–2005. 2009 Apr 1; 21.1-8.

6. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke-3: Jakarta: EGC; 2004.

7. Gomes FS, Oliveira EF, Nepomuceno LB, Pimentel RF, Marques SH, Mesquita M. Dermatophytosis diagnosed at the Evandro Chagas Institute, Para, Brazil. Brazilian Journal of Microbiology. 2012 Jun 06. 44(2): 443-446.

8. Kurniati CR. Etiopatogenesis Dermatofitosis. FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo. 2008 Des 03; 20.1-8

9. Sutedjo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi Revisi: Yogyakarta: Amara Books; 2008.hal.204.

10. Siregar RS. Penyakit Jamur Kulit. Edisi ke-2: Jakarta: EGC; 2004.hal.1-13.

11. Sacher A. Mcpherson RA. Prinsip – prinsip Mikrobiologi Klinis dalam Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Edisi ke-11: EGC: Jakarta; 2004.hal.394.

12. Setiabudy R, Bahry B. Obat Jamur. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5: FKUI: Jakarta; 2007.hal.571-584.

22