tinea korporis

27
BAB I PENDAHULUAN Tinea korporis adalah suatu penyakit menular yang menyerang daerah kulit tak berambut yang disebabkan jamur dermatofita spesies trichopyton, microsporus, epidermophyton. Dari ketiga golongan tersebut penyebab tersering tinea corporis adalah trichopyton rubrum dengan prevalensi 47 % dari semua kasus tinea corporis. Infeksi korporis merupakan infeksi yang umum terjadi pada daerah iklim tropis seperti indonesia dan dapat menyerang semua usia terutama dewasa. Penegakan diagnosa tinea corporis berdasarkan gambaran klinis, status lokalis dan pemeriksaan penunjang. Keluhan yang dirasakan penderita biasanya gatal terutama saat berkeringat. Keluahan gatal tersebut memacu pasien untuk menggaruk lesi yang pada akhirnya menyebabkan perluasan lesi terutama di daerah yang lembab. Kelainan lesi dapat bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama kadang – kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang. Pada pemeriksaan kalium hidroksida ( KOH ) 10 % didapatkan hifa. Penegakkan diagnosa penting untuk memberikan terapi yang adekuat agar tidak terjadi penyulit berupa kekambuhan, reaksi alergi, hiperpigmentasi maupun 1

Upload: triana-linda-larasati

Post on 17-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Tinea korporis adalah suatu penyakit menular yang menyerang daerah kulit tak berambut yang disebabkan jamur dermatofita spesies trichopyton, microsporus, epidermophyton. Dari ketiga golongan tersebut penyebab tersering tinea corporis adalah trichopyton rubrum dengan prevalensi 47 % dari semua kasus tinea corporis. Infeksi korporis merupakan infeksi yang umum terjadi pada daerah iklim tropis seperti indonesia dan dapat menyerang semua usia terutama dewasa. Penegakan diagnosa tinea corporis berdasarkan gambaran klinis, status lokalis dan pemeriksaan penunjang. Keluhan yang dirasakan penderita biasanya gatal terutama saat berkeringat. Keluahan gatal tersebut memacu pasien untuk menggaruk lesi yang pada akhirnya menyebabkan perluasan lesi terutama di daerah yang lembab. Kelainan lesi dapat bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama kadang –kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang. Pada pemeriksaan kalium hidroksida ( KOH ) 10 % didapatkan hifa. Penegakkan diagnosa penting untuk memberikan terapi yang adekuat agar tidak terjadi penyulit berupa kekambuhan, reaksi alergi, hiperpigmentasi maupun infeksi sekunder yang membuat penderita menjadi tidak kunjung sembuh.

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Tinea korporis adalah suatu penyakit menular yang menyerang daerah kulit tak berambut yang disebabkan jamur dermatofita spesies trichopyton, microsporus, epidermophyton. Dari ketiga golongan tersebut penyebab tersering tinea corporis adalah trichopyton rubrum dengan prevalensi 47 % dari semua kasus tinea corporis. Infeksi korporis merupakan infeksi yang umum terjadi pada daerah iklim tropis seperti indonesia dan dapat menyerang semua usia terutama dewasa.Penegakan diagnosa tinea corporis berdasarkan gambaran klinis, status lokalis dan pemeriksaan penunjang. Keluhan yang dirasakan penderita biasanya gatal terutama saat berkeringat. Keluahan gatal tersebut memacu pasien untuk menggaruk lesi yang pada akhirnya menyebabkan perluasan lesi terutama di daerah yang lembab. Kelainan lesi dapat bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama kadang kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang. Pada pemeriksaan kalium hidroksida ( KOH ) 10 % didapatkan hifa.Penegakkan diagnosa penting untuk memberikan terapi yang adekuat agar tidak terjadi penyulit berupa kekambuhan, reaksi alergi, hiperpigmentasi maupun infeksi sekunder yang membuat penderita menjadi tidak kunjung sembuh.

BAB IISTATUS PASIEN

Identitas

Nama: Ny. HJenis kelamin: PerempuanUmur: 40 TahunPekerjaan: IRTAlamat: RT. 12 Buluran TelanaipuraStatus Pernikahan: Menikah Suku Bangsa: IndonesiaBerat Badan: 52 kg

ANAMNESIS

Keluhan UtamaGatal-gatal pada bagian perut, selangkangan, dan pantat sejak 2 minggu yang lalu hilang timbul.

Keluhan tambahan: Tidak ada

Riwayat Perjalanan penyakit 2 minggu yang lalu os mengeluh gatal pada perut bagian kanan atas, selangkangan, dan pantat, disertai kemerahan pada kulit. Pertama kali os mengalami gatal pada perut kanan atas yang timbul sejak 4 bulan yang lalu. Keluhan gatal dirasakan semakin memberat terutama setelah berkeringat dan malam hari. Kemudian os berobat ke dokter keluarga. Gatal hilang tetapi kembali lagi. 2 bulan yang lalu os mulai mengeluh gatal pada pantatnya disertai kulit kemerahan. Gatal pada pantat os dirasakan berat pada saat os berkeringat dan juga malam hari. Kemerahan pada kulit os semakin melebar. Os kemudian mengobati dengan salep anti jamur, gatal hilang kemudian timbul lagi. 2 minggu yang lalu os mengeluh gatal pada selangkangan. Gatal dirasakan memberat saat berkeringat. Karena gatal-gatal pada perut dan pantatnya tidak hilang juga, lalu os berobat ke dokter spesialis kulit. Riwayat kebiasaan pasien kesehariannya os bekerja seperti ibu rumah tangga yang lain, tidak ada kegiatan khusus seperti berjualan.. Dari keterangan os selama ini tidak ada alergi obat dan alergi makanan.. Pasien mandi 2 kali sehari serta sering mengganti celana dalamnya 4 kali sehari. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama seperti os. Riwayat Penyakit DahuluPasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.

Riwayat Penyakit keluarga Disangkal

Pemeriksaan FisikStatus GeneralisKeadaan Umum : Tanpak sakit ringanKesadaran: Kompos mentisVital signTD : 110/70 mmHg Nadi : 78 x/menit RR : 16 x / i T : afebrisKepala: NormochepalMata: DBNLeher: Pem. Kgb ( - )ThoraksKardio: Bj I dan II reguler, gallop ( - ), murmur ( - )Pulmo: Vesikuler ki / ka , ronki ( - ), wheezing ( - )AbdomenInspeksi: Soepel, striae ( - ), makula (+)Auskultasi: BU ( + ) normalPalpasi: Nyeri tekan ( - ) diseluruh lapangan abdomen, makula eritema (+)Perkusi: TimpaniEkstremitas superior: akral hangat ki/ka, udem ( - ) , kekuatan 5Ekstremitas inferior: akral hangat ki/ka, udem ( - ) , kekuatan 5 Genitalia: DBN

Status Dermatologis

Regio rectus abdomminus

Keterangan Tampak plak eritematosa berbatas tegas ukuran plakat bentuk teratur anular dengan penyebaran regional dikelilingi papul eritem multiple. Tampak skuama tipis multiple diatasnya.

Regio PubicumTampak plak eritematosa berbatas tegas ukuran plakat bentuk teratur anular dengan penyebaran regional dikelilingi papul eritem multiple. Tampak skuama tipis multiple diatasnya.

Regio GluteusTampak plak eritematosa berbatas tegas ukuran plakat bentuk teratur anular dengan penyebaran regional dikelilingi papul eritem multiple. Tampak skuama tipis multiple diatasnya.

Differensial DiagnosisTinea korporisTinea crurisSkabies Dermatitis kontak iritanPsoriasis

Diagnosa KerjaTinea korporis et cruris

TerapiNon medikamentosa1. Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan obat secara teratur dan tidak menghentikan pengobatan tanpa seizin dokter.2. Menggunakan pakaian yang menyerap keringat, tidak ketat, dan menghindari kulit lembab.3. Tidak menggunakan pakaian atau handuk secara bergantian atau bersama sama dengan anggota keluarga lain.4. Menghindari menggunakan / tetap mengenakan pakaian yang lembab/ basah.

MedikamentosaKetokonazol krim 2 x 1 Griseofulvin tab 500 mg 1 x 1Cetirizine 1 x 1

PrognosisDubia at bonam

Anjuran pemeriksaan1. Kerokan kulit dengan KOH 10 %2. Biakan pada sabouroud dekstrose agar3. Patch test4. Biopsi irisan dan dengan mikroskop cahaya.

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiTinea corporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak berambut. Sinonim dari Tinea corporis adalah Tinea sirsinata, Tinea glabrosa. Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup.2.2 Prevalensi Angka insidensi dermatofitosis pada tahun 1998 yang tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari prosentase terendah sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga prosentase tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta) dari seluruh kasus dermatomikosis.Tinea corporis banyak diderita oleh semua umur, terutama lebih sering menyerang orang dewasa, terutama pada orang-orang yang kurang mengerti kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta kelembaban kulit yang lebih tinggi.Lebih sering menyerang pria dari pada wanita. Tersebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah tropis, dan insidensi meningkat pada kelembaban udara yang tinggi.

2.3 EtiologiTinea corporis disebabkan jamur Dermatofita, terutama oleh Epidermophyton floccosum atau Trichophyton rubrum. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita. Dermatofita dibagi menjadi genera Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Hingga kini dikenal sekitar 40 spesies dermatofita, masing-masing dua spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum dan 21 spesies Trichophyton

2.4 Gejala KlinisTinea korporis merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut ( glabrous skin)1. kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong berbatas tegas terdiri atas eritema , skuama kadang kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengahnya lebih tenang. Kadang kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi lesi pada umumnya merupakan bercak bercak terpisah satu dnegan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagailesi dengan pinggir pinggir yang poli siklik karena beberapa lesi kulit menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata lebih sering terlihat pada anak anak daripada orang dewasa karena umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali.2. Pada tinea korporis yang menahun , tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi . kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha.dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis.bentuk menahun yang disebapkan oleh trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama dengan tinea unguium (EMMONS dkk.,1970)3. Bentuk khas tinea korporis yang disebapkan oleh trichophyton concentricum disebut tinea imbrikata.penyakit ini terdapat di berbagai daerah tertentu di indonesia misalnya,di kalimantan,sulawesi irian barat,kepulauan aru dan kei dan sulawesi tengah,jugadi pulau jawa.BUDI MULJA dkk.,(1970) telah melaporkan tentang 97 kasus yang ditemukanya pada peninjauan ke daerah tangerang,jawa barat.di poliklinik kota-kota besar penyakit ini jarang dijumpai (HUTAPEA dkk.,1970) tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat,yang perlahan-lahan menjadi besar.stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melember.proses ini,setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah,sehingah terbentuk lingkaran-lingkaransekuama yang konsentris.bila dengan jari tangan kita meramba dari bagian tengah,sehingah terbentuk lingkaran-linkaran skuama yang konsentris.bila dengan jari kita merambah dari bagian tengah kearah luar,akan terasa jelas skuama yang meghadap kedalam lingkaran-lingkaran skuama konsentris bila menjadi besar dapat bertemu dengan linkaran-lingkaran disebelahya sehingah membentuk pinggir yang polisiklik. Pada permulaan infeksi penderita dapat merasa sangat gatal akan tetapi kelainan yang menahun tidak menimbulkan keluhan pada penderita. Pada kasus menahun lesi kulit kadang-kadang dapat enyerupai iktiosis. Kulit kepala penderita dapat terserang akan tetapi rambut biasanya jarang.tinea unguium juga serta meyertai penyakit ini (CONANT dkk., 1971;BEARE dkk.,1972 dan CASTELANI 1913)4. Bentuk lain tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau favus . penyakit ini biasanya dimulai dikepala sebagai titik kecil dibawah kulit yang bewarna merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan ( skutula ) dengan berbagai ukuran. Krusta tersebut biasanya ditembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan membasah. Rambut kemudian tidak berkilat lagi dan akhirnya terlepas. Bila tidak diobati, penyakit ini meluas ke seluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Berlainan dengan tinea korporis, yang disebabkan oleh jamur lain , favus tidak mneyembuh pada usia akil baligh . biasanya dapat tercium bau tikus ( moosy odor ) pada penderita pavus. Kadang kadang penyakit ini dapat menyerupai dermatitis seboroika ( EMMONS dkk 1970 : CONANT dkk 1971 : LEWIS dkk 1958 ). Tinea favosa pada kulit dapat dilihat sebagai kelainan kulit papulovesikel dan papuloskuamosa disertai kelainanaa kulit berbentuk cawan yang khas yang kemudian menjadi jaringan parut. Favus pada kuku tidak dapat dibedakan dengan tinea unguium pada umumnya, yang disebabkan oleh spesies dermatofita yang lain ( CONANT dkk 1971). Tiga spesies dermatofita dapat menyebabkan favus, yaitu trichopyton schoenlaini, trichopyton violaceum, dan microsporum gypseum. Beratringan bentuk klinis yang tanpak tidak bergantung pada spesies jamur penyebab, akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, umur, dan ketahahnan penderita sendiri ( EMMONS dkk 1970 ; CONANT dkk 1971 ). Penyakit ini di indonesia jarang sekali terlihat. Bebebrapa kali pernah dilaporkan kasus yang berasaldariluar negeri ( SUTOMO , 1924 dan DEVRIEZE 1924) 2.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dengan kerokan kulit dengan KOH 10-20% sangatlah dianjurkan bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora. Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan diatas bahan alas (objek glass), kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah diatas api kecil. Pada saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasan dihentikan. Bila terjadi penguapan, maka akan terbentuk kristal KOH, sehingga tujuan yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta Parker superchroom blue black. Perlunya pemeriksaan ini juga untuk menentukan kapan dihentikannya terapi, yaitu bila saat pemeriksaan kerokan KOH dilakukan sudah negatif. . Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menetukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan yaitu medium agar dekstrosa sabouraud.

2.6 Tatalaksana1. Sistemika. Griseofulvin Griseofulvin bersifat fungistik dan bekerja hanya terhadap dermatofit. Dosis 0,5-1 gram untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 gram untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kgBB, dosis tunggal atau terbagi dan absorbsi meningkat bila diberikan bersama makanan berlemak.b. Golongan azolKetokonazol efektif untuk dermatofitosis. Pada kasus-kasus yang resisten terhadap griseovulfin, obat tersebut dapat diberikan 200 mg per hari selama 3 - 4 minggu pada pagi hari setelah makan. Kontraindikasi untuk gangguan hati.Itrakonazol merupakan derivat tiazol yang berspektrum aktivitas in vitro luas dan bersifat fungistatik. Dosis 100 mg per hari selama 2 minggu.c. Derivat alilaminTerbinafin digunakan per oral, efektif untuk dermatofitosis, dan bersifat fungisidal tetapi tidak efektif untuk kandida. Dosis dewasa umumnya 250 mg/hari.2. Topikala. Bahan keratolitikYaitu bahan yang meningkatkan eksfoliasi stratum korneum. Misalnya salep Whitefield mengandung asam salisilat 3 %, asam benzoat 6 % dalam petrolatum, dikatakan efektif bagi tinea pedis, cruris, dan corporis dan asam undesilenat krim dan bedak 3 %. Asam salisilat pada konsentrasi rendah (1 2 %) berefek keratoplastik, konsentrasi tinggi (3 20 %) berefek keratolitik dan dipakai pada keadaan dermatosis yang hiperkeratotik dan pada konsentrasi sangat tinggi (40 %) dipakai untuk kelainan - kelainan yang dalam. Asam salisilat berkhasiat fungisid terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3 6 % dalam salep, selain itu berkhasiat bakteriostasis lemah. Asam salisilat tidak dapat dikombinasikan dengan seng oksida karena akan terbentuk garam sengsalisilat yang tidak aktif. Asam benzoat mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Salep Whitefield dapat juga berguna untuk pengobatan topikal pada tinea kruris, tinea unguium dan tinea korporis. Asam undesilenat dalam bentuk cairan dapat digunakan pada tinea unguium.b. Golongan imidazolUmumnya senyawa imidazol ini berkhasiat fungistatis dan pada dosis tinggi bekerja fungisid terhadap fungi tertentu. Imidazol memiliki efektivitas klinis yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70 100 %. Mekanisme kerjanya dengan menghambat sintesis ergosterol, suatu unsur penting untuk integritas membran sel. Golongan imidazol meliputi :a) MikonazolDerivat mikonazol ini berkhasiat fungisid kuat dengan spektrum kerja lebar sekali. Lebih aktif dan efektif terhadap dermatofit biasa dan kandida daripada fungistatika lainnya. Zat juga bekerja bakterisid pada dosis terapi terhadap sejumlah kuman Gram positif kecuali basil-basil Doderlein yang terdapat dalam vagina. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 2 %, bedak kocok ataupun bedak. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 2 6 minggu dalam bentuk krim 2 % atau bedak kocok. Jika menggunakan bedak, maka cukup ditaburkan 2 kali sehari selama 2 4 minggu MIMS tahun 2005 menyebutkan contoh nama merk dagang obat mikonazol yaitu micoskin, mexoderm dan daktarin b) KlotrimazolDerivat imidazol ini memiliki spektrum fungistatis yang relatif lebih sempit daripada mikonazol. Pada konsentrasi tinggi, zat ini juga berdaya bakteriostatis terhadap kuman Gram positif. Penderita tinea pedis dan tinea korporis dewasa diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 2 6 minggu dalam bentuk krim 1 % atau solusio, sedangkan pada anak-anak tidak tersedia. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 1 %, solusio ataupun bedak kocok. MIMS tahun 2005 menyebutkan contoh nama merk dagang obat klotrimazol yaitu canesten, lotremin dan fungiderm c). KetokonazolKetokonazol adalah fungistatikum imidazol pertama yang digunakan per oral (1981). Spektrum kerjanya mirip dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi patogen. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 2 %. Penderita tinea korporis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 minggu dalam bentuk krim 2 % MIMS tahun 2005 menyebutkan contoh nama merk dagang obat ketokonazol yaitu formyco, nizoral dan mycozid.

C. Golongan alliaminAlliamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2, 3 epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol membran jamur yaitu aftifine 1 %, butenafine 1 %, terbinafine 1 % ( fungisidal) yang mampu bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut turut.

KESIMPULAN

Pada pasien Ny. H (40 th) berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala dan tanda yang mengarahkan diagnosis kepada tinea korporis et cruris. Pada kasus ini memiliki keluhan gatal yang memberat ketika berkeringat. Tanpak lesi kulit juga khas seperti tampak lesi tinea korporis dimana pada pasien didapatkan gambaran plak eritema yang berbatas tegas dengan bentuk bulat dan linear yang dikelilingi papul multiple, tepi terlihat lebih aktif dan terdapat pula skuama tipis diatasnya sedangkan tengahnya lebih tenang. Diagnosa banding pada kasus ini tinea cruris, skabies, dan dermatitis kontak iritan.Pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan penunjang jika dilakukan pemeriksaan penunjang dengan memeriksa sediaan langsung kerokan kulit yang ditetesi larutan KOH 10 % maka untuk tinea korporis yang merupakan infeksi oleh dermatofitosis akan tanpak hifa sebagai gambaran dua garis sejajar terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora berderet ( artrospora ) pada kelinan kulit yang lama dan atau sudah diobati. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menetukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan yaitu medium agar dekstrosa sabouraud.Terapi yang diberikan pada kasus ini yaitu griseovulfin oral dan ketokonazole krim. Pengobatan tinea korporis secara topikal dapat diberikan salah satu dari golongan alliamin, imidazole, tolnaftat, butenafine, ciclopirox. Sedangkan untuk sistemik yang biasanya digunakan yaitu flukonazol, itrakonazole, terbinafine dan griseofulvin. Ketokonazole merupakan turunan imidazole sintetik yang bersifat lipofilik dan larut dalam air pada pH asam. Ketokonazole digunakan untuk pengobatan dermatofita, pitriasis vesikolor, kutaneus kandidiasis dan dapat pula pengobatan dermatitis seboroik. Obat ini bekerja dengan menghambat 14- dimetilase pada pembentukan ergesterol membran jamur. Berdasarkan penelitian andhra paradesh diindia tahun 2013, yang membandingkan anti fungi golongan baru topical seperti sertaconazole, terbinafine, eberconazole, luliconazole dan amorolfine didapatkan hasil bahwa sertaconazole lebih efektif digunakan pada terapi tinea korporis, tinea kruris dan tinea pesdis namun obat ini belum dipasarkan luas dipasaran indonesia. Obat tinea korporis griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik. Obat ini bekerja dengan cara masuk kedalam sel jamur yang rentan dengan proses tergantung energi. Griseopulfin berinteraksi dengan mikrotubulus dalam jamur yang merusak serat mitotik dan menghambat mitosis. Obat ini berakumulasi dengan daerah yang terinfeksi, disentesis kembali dalam jarinagan yang mengandung keratin sehingga menyebabkan pertumbuhan jamur terganggu. Terapi harus dilanjutkan sampai jaringan normal menggantikan jaringan yang terinfeksi dan biasanya membutuhkan waktu beberapa minggu hingga beberapa bulan. Untuk efek sampingnya obat ini dapat menyebabkan hepatotoksisitas. Efektivitas griseofulvin dan terbinafine pada suatu penelitian dibandingkan tidak berbeda secara signifikan. Sub grup dari infeksi trichopyton merespon lebih baik dengan pemberian terbinafine sedangkan infeksi M. Audouinii merespon lebih baik dengan griseofulvin. Pada pasien ini dipilih griseofulvine karena lebih mudah didapatkan , tersedia bentuk generik dan lebih murah. Selain itu diberikan anti histamin cetirizine untuk simptomatis untuk mengurangi keluhan gatal.

DAFTAR PUSTAKA1. Budimulja U. Mikosis. Dalam djuanda A, Hamzah M, aisah S. Ilmu penyakit kulit adan kelamin. Edisi keenam, cetakan kedua. Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; Jakarta ; 2011. Hal. 89 106.2. Verma S, hefferman MP. Superficial fungal infection ; dermatophytosis, Onycomicosis, tinea nigra, piedra. In; wolff k, et al. Fitzpatricksks dermatology in general medicine. Sevent edition. McGraw-hill ; new york; 2008. P.1807-18223. Rahma M, Dharmawan N. Tinea korporis. SMF kesehatan kulit dan kelamin, FK USU, medan, 20114. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam djuanda A, Hamzah M, Aisah S. . Ilmu penyakit kulit adan kelamin. Edisi keenam, cetakan kedua. Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; Jakarta ; 2011.hal 189 2035. Satriana BT. Tinea korporis.Dep/SMF kesehatan kulit dan kelamin FK UNMAT/ RSUD kota mataram, 20136. Blauvelt A. Pytriasis Rosea. Fitzpatricksks dermatology in general medicine. Sevent edition. McGraw-hill ; new york; 2008.p. 336 368.7. Murtiastutik D, dkk. Atlas penyakit kulit dan kelamin, edisi kedua. Dep/SMF kesehatan kulit dan kelamin FK Unair / RSUD Dr. Soetomo; surabaya, 20098. Pradesh A. Evaluation of newer topical antifungial agent in the treatment of superficial fungal infections.hyderadab, india. P 224 2279. Ermawati Y. Penggunaan ketokonazole pada pasien tinea korporis. Fakultas kedokteran unuversitas lampung. Medula Unila. 2013; 1(3); 82 -9110. Siregar RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Jakarta : penerbit Buku kedokteran; EGC ; 2005

1