87656978 tinea korporis

31
BAB I PENDAHULUAN Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah yang panas, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea kapitis antropofilik akan berkembang menjadi tinea korporis.. Walaupun prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran, Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis. (7) Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia atau hewan melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki. Anak-anak lebih sering kontak pada zoofilik

Upload: nanda-andromeida

Post on 14-Feb-2016

46 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tinea korporis

TRANSCRIPT

Page 1: 87656978 Tinea Korporis

BAB I

PENDAHULUAN

Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah

yang panas, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh

dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran

merupakan dermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang

dengan infeksi tinea kapitis antropofilik akan berkembang menjadi tinea korporis..

Walaupun prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton

tonsuran, Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 %

menyebabkan tinea korporis.(7)

Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia

atau hewan melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki.

Anak-anak lebih sering kontak pada zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing

atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi

dan beratnya erupsi. (2)

Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi

mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya

sama antara pria dan wanita. Tinea korporis mengenai semua orang dari semua

tingkatan usia tapi prevalensinya lebih tinggi pada preadolescen. Tinea korporis yang

berasal dari binatang umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak. (7,8) Secara

geografi lebih sering pada daerah tropis daripada subtropis.(8)

Page 2: 87656978 Tinea Korporis

Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik

(manusia), zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Dermatofit yang antropofilik paling

sering sebagai sumber infeksi tinea, tetapi sumber yang zoofilik di identifikasi (jika

mungkin) untuk mencegah reinfeksi manusia.(9)

Page 3: 87656978 Tinea Korporis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit

kepala, wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha.(1,2,3)

Manifestasinya akibat infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak

berkembang pada jaringan yang hidup.(1,4) Metabolisme dari jamur dipercaya

menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea korporis umumnya tersebar pada

seluruh masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis. (1)

Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada

iklim yang panas (tropis dan subtropis).(5,6) Ada beberapa macam variasi klinis dengan

lesi yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini

akibat perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur.(5)

2.2 EPIDEMIOLOGI

Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah

yang panas, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh

dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran

merupakan dermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang

dengan infeksi tinea kapitis antropofilik akan berkembang menjadi tinea korporis..

Walaupun prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton

Page 4: 87656978 Tinea Korporis

tonsuran, Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 %

menyebabkan tinea korporis.(7)

Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia

atau hewan melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki.

Anak-anak lebih sering kontak pada zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing

atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi

dan beratnya erupsi. (2)

Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi

mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya

sama antara pria dan wanita. Tinea korporis mengenai semua orang dari semua

tingkatan usia tapi prevalensinya lebih tinggi pada preadolescen. Tinea korporis yang

berasal dari binatang umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak. (7,8) Secara

geografi lebih sering pada daerah tropis daripada subtropis.(8)

Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik

(manusia), zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Dermatofit yang antropofilik paling

sering sebagai sumber infeksi tinea, tetapi sumber yang zoofilik di identifikasi (jika

mungkin) untuk mencegah reinfeksi manusia.(9)

2.3 ETIOLOGI

Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit seperti

Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Variasi penyebabnya dapat

ditemukan berdasarkan spesies yang terdapat di daerah tertentu.(1,6) Namun demikian

Page 5: 87656978 Tinea Korporis

yang lebih umum menyebabkan tinea korporis adalah T.rubrum, T.mentagrophytes,

dan M.canis.(1)

2.4 PATOGENESIS

Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi dermatofit kemanusia

dapat melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena

dermatofit tidak memiliki virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian

luar stratum korneum dari kulit.(3)

Types Of Dermatophytes Based On Mode Of Transmission

Category Mode of transmission Typical clinical features

Antropofilik

Zoofilik

Geofilik

Manusia ke manusia Hewan ke

manusia Tanah ke manusia

atau hewan

Ringan, tanpa inflamasi, kronik

Inflamasi hebat (mungkin pustula dan

vesikel), akut. Inflamasi sedang

Lingkungan kulit yang sesuai merupakan faktor penting dalam perkembangan

klinis dermatofitosis. Infeksi alami disebabkan oleh deposisi langsung spora atau hifa

pada permukaan kulit yang mudah dimasuki dan umumnya tinggal di stratum

korneum, dengan bantuan panas, kelembaban dan kondisi lain yang mendukung

seperti trauma, keringat yang berlebih dan maserasi juga berpengaruh.(4,7,10)

Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan

Page 6: 87656978 Tinea Korporis

keringat sehingga mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat

ditularkan melalui kontak langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi,

benda-benda seperti pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya

kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini

memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam jaringan epidermis

dan merusak keratinosit. (7,10)

Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon jaringan

terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang

menginvasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan

meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi ini

akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan bersih.

Eliminasi dermatofit dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh (imunitas) seluler.(7,10)

Pada masa inkubasi, dermatofit tumbuh dalam stratum korneum, kadang-

kadang disertai tanda klinis yang minimal. Pada carier, dermatofit pada kulit yang

normal dapat diketahui dengan pemeriksaan KOH atau kultur.(10)

2.5 GAMBARAN KLINIK

Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih sering

terjadi pada bagian yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat di

daerah yang tertutup atau oklusif atau daerah trauma.(6)

Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi bulla yang

berbatas tegas, pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian tengah

Page 7: 87656978 Tinea Korporis

cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola gyrate atau

polisiklik. Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema sampai

pustula, bergantung pada spesies penyebab dan status imun pasien. Pada penyebab

zoofilik umumnya didapatkan tanda inflamasi akut. Pada keadaan imunosupresif, lesi

sering menjadi lebih luas.(6)

Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai sebagai

lesi eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar, selanjutnya

bagian tengah dari lesi akan menjadi bentuk yang anular akan mengalami resolusi,

dan bentuk lesi menjadi anular.(1,5,7,10,11) berupa skuama, krusta, vesikel, dan papul

sering berkembang, khususnya pada bagian tepinya. Kadang-kadang terlihat erosi dan

krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya merupakan bercak terpisah satu dengan

yang lainnya.(10)

Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat

lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan

kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris.(12)

Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum

disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat,

yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari

dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian

tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris. (7)

Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan

respon inflamasi daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik. Umumnya,

Page 8: 87656978 Tinea Korporis

pasien HIV-positif atau imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam dan

meluas. (7)

Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan.

Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang

menjalar dan berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau

vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis lebih sering pada

permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.(13)

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan pada kulit

sehingga atas dasar kelainan kulit inilah kita dapat membangun diagnosis. Akan

tetapi kadang temuan efloresensi tidak khas atau tidak jelas, sehingga diperlukan

pemeriksaan penunjang. Sehingga diagnosis menjadi lebih tepat. (14)

Pemeriksaan mikroskopik langsung terhadap bahan pemeriksaan merupakan

pemeriksaan yang cukup cepat, berguna dan efektif untuk mendiagnosis infeksi

jamur. (6)

Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan tunggal yang paling penting

untuk mendiagnosis infeksi dermatofit secara langsung dibawah mikroskop dimana

terlihat hifa diantara material keratin.(5)

Gambaran effloresensinya sebagai berikut (6)

Penyakit jamur Floresensi

Tinea kapitis Pitiriasis Hijau, biru kehijauan Kuning keemasan

Page 9: 87656978 Tinea Korporis

versikolor

Bukan Penyakit jamur Effloresensi

Eritasma Obat tetrasiklin Merah bata kuning

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya atau

pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 20%, untuk melihat

elemen jamur dermatofit. Biakan jamur diperlukan untuk identifikasi spesies jamur

penyebab yang lebih akurat.(10)

Diagnosis pasti digunakan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan

mikroskop untuk mengidentifikasi adanya hifa dan spora untuk mengetahui infeksi

dermatofit. Infeksi dapat dikonfirmasi atau beberapa dari keadaan ini diidentifikasi

dari hasil positif kerokan oleh kultur jamur. (14)

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Bergantung variasi gambaran klinis, tinea korporis kadang sulit dibedakan

dengan beberapa kelainan kulit yang lainnya. Antara lain dermatitis kontak,

dermatitis numularis, dermatitis seboroik, ptiriasis rosea,(6,12) dan morbus hansen.(6,7,12)

Untuk alasan ini, tes laboraturium sebaiknya dilakukan pada kasus dengan lesi kulit

yang tidak jelas penyebabnya. (6)

Kelainan kulit pada dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tinea

Page 10: 87656978 Tinea Korporis

korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya dikulit

kepala, lipatan-lipatan kulit, misanya belakang telinga, daerah nasolabial dan

sebagainya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit dari tempat predileksi, yaitu

daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit kepala berambut juga

sering terkena pada penyakit ini. Adanya lekukan lekukan pada kuku dapat pula

menolong untuk menentukan diagnosis. (12)

Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas, tubuh

dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa

heral patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan

laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya. (12)

2.9 PENATALAKSANAAN

Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah

lesi selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat.

A. Terapi topikal

Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit

biasanya hidup pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan

alilamin tersedia dalam berbagai formulasi. Dan semuanya memberikan

keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari

selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin

menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi.(7)

Berikut obat yang sering digunakan :

Page 11: 87656978 Tinea Korporis

1. Topical azol terdiri atas :

a. Econazol 1 %

b. Ketoconazol 2 %

c. Clotrinazol 1%

d. Miconazol 2% dll.

Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-

alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur. (7,15)

2. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3

epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan

ergosterol membran sel jamur.(10) yaitu aftifine 1 %, butenafin 1%

Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan

hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut.(7,15)

3. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat

masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah

permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal

dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas.(7)

4. Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan

pada regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid

hanya diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi. (5,7)

B. Terapi sistemik

Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology

menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada

Page 12: 87656978 Tinea Korporis

kasus hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas,

infeksi kronis, pasien imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun

intoleran terhadap OAJ topikal. (15)

1. Griseofulvin (7,15)

Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap baku

emas pada pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton,

Microsporum, Epidermophyton. Berkerja pada inti sel, menghambat

mitosis pada stadium metafase.

2. Ketokonazol (15)

Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik,

termasuk golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam.

3. Flukonazol (15)

Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun

absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung.

4) Itrakonazol (15)

Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat

fungistatik dan efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun

jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum

bersama dengan makanan.

5. Amfosterin B (15)

Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh

Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan

Page 13: 87656978 Tinea Korporis

menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai

obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa

dan tidak sembuh dengan preparat azol.

2.10 PROGNOSIS

Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan

tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin

atau dengan menggunakan anti jamur sistemik. (7)

BAB III

KESIMPULAN

Page 14: 87656978 Tinea Korporis

Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa, selain kulit

kepala, wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha.(1,2,3)

Manifestasinya akibat infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak

berkembang pada jaringan yang hidup.(4) Metabolisme dari jamur dipercaya

menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea korporis umumnya tersebar pada

seluruh masyarakat tapi lebih banyak pada didaerah tropis. (1)

Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan.

Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang

menjalar dan berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau

vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis lebih sering pada

permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu.(13)

Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan

tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin

atau dengan menggunakan anti jamur sistemik (7)

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : A.n Y

Page 15: 87656978 Tinea Korporis

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Alamat : Pulau Gajah Matee, Sp. Tiga

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

No.CM : 143071

Keluhan Utama : Gatal-gatal pada perut bawah

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan gatal-gatal pada perut.

Hal ini dirasakan sejak lebih kurang 2 bulan yang lalu. Gatal yang dirasakan setiap

saat dan gatal memberat ketika berkeringat.

Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga : Anak pertama dan kedua mengalami hal serupa

seperti pasien.

Riwayat Penggunaan Obat : belum pernah berobat sebelumnya

UKK :

At region abdomen tampak adanya plak hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan adanya

sentral healing, berbatas tegas, dengan jumlah multiple, ukuran geografis,penyebaran

regional dan pada tepi lesi terdapat papul eritem dan ditutupi skuama halus.

Page 16: 87656978 Tinea Korporis

Diagnosa Banding

1. Tinea Korporis

2. Ptiriasis Rosea : gambaran makula eritematosa, sedikit meninggi, ada papula,

skuama. Diameter panjang lesi menurut garis kulit.

Page 17: 87656978 Tinea Korporis

3. Morbus Hansen : Makula eritem dengan tepi sedikit aktif, terutama pada tipe

tuberkuloid.

Pemeriksaan Penunjang : tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien

Diagnosa : Tinea Korporis

Penatalaksanaan

1. Ketoconazole krim 2 x 1

2. Ketoconazole 200 mg 2 x 1

3. Cetirizine 10 mg 1 x 1

Page 18: 87656978 Tinea Korporis

Pencegahan :

1. Meningkatkan kesehatan badan

2. Menghindari pakaian yang tidak menyerap keringat

DAFTAR PUSTAKA

1. Patel S, Meixner JA, Smith MB, McGinnis MR. Superficial mycoses and

dermatophytes. In : Tyring SK, Lupi O, Hengge UR, editors. Tropical

dermatology. China: Elsenvier inc, 2006. p.185-92.

2. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Fungal disease with cutaneus

involvement. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith

LA, Katz SI. Fitzpatrick’s: Dermatology in general medicine. 6 th ed. New

York: Mc graw hill, 2004.p:1908-2001.

3. Sobera JO, Elewski BE. Fungal disease. In : Bolognia JL, Jorizzo JL, Raiini

Page 19: 87656978 Tinea Korporis

RP, editors. Dermatology. Spain : Elsevier Science; 2003. p.1174-83.

4. Rook, Willkinson, Ebling. Mycology. In : Champion RH, Burton JL, Ebling

FJG, editors. Text book of dermatology. 5th ed. London : Blackwell scientific

publication,1992. p.1148-9.

5. Habif TP. Clinacal dermatology. 4th ed. Edinburgh: Mosby, 2004

6. Goedadi MH, Suwito PS. Tinea korporis dan tinea kruris. In : Budimulja U,

Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors.

Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2004.p.31-4

7. Rushing ME. Tinea corporis. Online journal. 2006 June 29; available from;

http://www.emedicine.com/asp/tinea corporis/article/page type=Article.htm

8. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Colour atlas and

synopsis of clinical dermatology. Athed New York: Mc graw hill.1999.

9. Noble SL, Forbes RC, Stamm PL. Diagnosis and management of common

tinea infections. 1998 July 1, available from:

<http://www.afp.org/journal/asp/.htm>

10. Amiruddin MD. Ilmu penyakit kulit. Makassar: Percetakan LKiS, 2003.

11. Allen Hb, Rippon JW. Superficial and deep mycoses. In : Moschella SL,

Hurley HJ. Dermatology. 2nd ed. Philadelphia: W.B. Sauders company, 1992.

p.739-75

12. Budimulja U. Mikosis. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. editors. Ilmu

penyakit kulit dan kelamin. 3rd ed. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2002.p.92-3.

13. Arndt KA, Bowers KE. Manual of dermatology therapeutics with essential of

Page 20: 87656978 Tinea Korporis

diagnostic. 6th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & willkins.2002.

14. Nugroho SA. Pemeriksaan penunjang diagnosis dermatomikosis superfisialis.

In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty

S, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI,

2004.p.99-106.

15. Kuswadji, Widaty KS. Obat anti jamur. In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono

K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis

superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2004.p.108-16.