laporan kasus sudah fix

117
RADIOGRAPH BASED DISCUSSION SUBDURAL HEMATOME Untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang Oleh : Arif Driyagusta Prabowo 01.210.6088 Dina Amalia 01.209.6 Rizka Permatasari 01.209.6009 Veransa Arizona 01.210.6293 KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI

Upload: ardi

Post on 01-Feb-2016

82 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Laporan Kasus Sudah Fix

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Sudah Fix

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

SUBDURAL HEMATOME

Untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu

Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi

Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

Oleh :

Arif Driyagusta Prabowo 01.210.6088

Dina Amalia 01.209.6

Rizka Permatasari 01.209.6009

Veransa Arizona 01.210.6293

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI

RS ISLAM SULTAN AGUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2014

Page 2: Laporan Kasus Sudah Fix

LEMBAR PENGESAHAN

RADIOGRAPH BASED DISCUSSION

Diajukan guna melengkapi tugas

kepaniteraan klinis bagian ilmu radiologi

Fakultas Kedokteran Universitas Islam

Sultan Agung

Nama :

Arif Driyagusta Prabowo 01.210.6088

Dina Amalia 01.209.5875

Rizka Permatasari 01.209.6009

Veransa Arizona 01.210.6293

Judul : Hematoma Subdural

Bagian : Ilmu Radiologi

Fakultas : Kedokteran UNISSULA

Pembimbing : dr. Bambang Satoto, Sp. Rad

Telah diajukan dan disahkan

Semarang, Agustus 2014

Pembimbing,

dr. Bambang Satoto, Sp. Rad

BAB I

Page 3: Laporan Kasus Sudah Fix

PENDAHULUAN

Trauma kapitis merupakan salah satu keadaan gawat darurat yang perlu

penanganan segera. Trauma timbul akibat adanya gaya mekanik yang secara langsung

menghantam kepala. Akibatnya dapat terjadi laserasi serebri, fraktur tulang

tengkorak, kontusio serebri, dan perdarahan intrakanial seperti subdural hematom,

epidural hematom, atau intraserebral hematom (Sidharta et Mardjono, 2006).

Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural (diantara

duramater dan arachnoid). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena

jembatan yang terletak antara kortek serebri dan sinus venosus tempat vena tadi

bermuara. Perdarahan serebral paling sering terjadi pada permukaan lateral

hemsferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi bridging veins.

Perdarahan subdural dibagi menjadi perdarahan akut, sub akut dan kronis.17

Di Indonesia belum ada catatan catatan nasional mengenai morbiditas dan

mortalitas perdarahan subdural. Mayoritas perdarahan subdural berhubungan dengan

faktor umur yang merupakan faktor resiko pada cedera kepala (Blunt Head Injury)17.

Perdarahan subdural biasanya lebih sering ditemukan pada penderita penderita

dengan umur antara 50-70 tahun. Pada orang orang tua bridging veins mulai agak

rapuh sehingga lebih mudah pecah/rusak bila terjadi trauma15. Pada penelitian yang

dilakukan Meagher (2013) hematoma subdural akut dilaporkan 5-25% pasien dengan

cedera kepala berat, tergantung pada penelitian yang dilakukan. Insiden tahunan pada

hematoma subdural kronis dilaporkan 1-5.3 kasus per 100.000 populasi. Penelitian

Page 4: Laporan Kasus Sudah Fix

terbaru menunjukkan tingginya insiden tersebut, mungkin karena lebih baiknya

teknik pencitraan.

Menentukan prognosis untuk penderita dengan cedera kepala berat sering

sekali sulit. Sebuah prognosis yang akurat adalah sangat penting untuk membuat

suatu keputusan agar segera dilakukan tindakan berdasarkan inform consent. Dengan

adanya parameter-parameter prognosis yang lebih baru dan berbagai tes-tes

penunjang telah menolong menentukan potensi untuk penyembuhan fungsional17.

Page 5: Laporan Kasus Sudah Fix

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

 A. DEFINISI

 Hematoma subdural adalah penimbunan darah di

dalam rongga subdural (diantara duramater dan arakhnoid).

Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena

jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus

venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga

akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaanotak.

Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan

lateral hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai

dengan distribusi bridging veins. Perdarahansubdural juga

menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan

otak dibawahnya berat.

Page 6: Laporan Kasus Sudah Fix

Gambar 1. Subdural hematoma

  Perdarahan subdural yang disebabkan karena

perdarahan vena, biasanya darahyang terkumpul hanya 100-

200 cc dan berhenti karena tamponade hematom

sendiri.Setelah 5-7 hari hematom mulai mengadakan

reorganisasi yang akan terselesaikandalam 10-20 hari. Darah

yang diserap meninggalkan jaringan yang kaya

dengan pembuluh darah sehingga dapat memicu lagi

Page 7: Laporan Kasus Sudah Fix

timbulnya perdarahan-perdarahan kecildan membentuk

suatu kantong subdural yang penuh dengan cairan dan sisa

darah.Subdural hematome dibagi menjadi 3 fase, yaitu akut,

subakut dan kronik. Dikatakanakut apabila kurang dari 72

jam, subakut 3-7 hari setelah trauma, dan kronik bila 21hari

atau 3 minggu lebih setelah trauma.

B. ANATOMI

Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP

yaitu; Skin atau kulit,connective tissue atau jaringan

penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika loose

conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan

pericranium.

Gambar 2. Lapisan Kranium

Page 8: Laporan Kasus Sudah Fix

Tulang Tengkorak 

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan

basis kranii. Tulangtengkorak terdiri dari beberapa tulang

yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.Kalvaria

khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini

dilapisi oleh otottemporalis. Basis kranii berbentuk tidak

rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak

akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak

dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus

frontalis, fosa media tempattemporalis dan fosa posterior

ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.

Page 9: Laporan Kasus Sudah Fix

Gambar 3. Calvaria

Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak

dan terdiri dari 3 lapisanyaitu:

1. Duramater 

Duramater secara konvensional terdiri atas dua

lapisan yaitu lapisan endostealdan lapisan

meningeal. Duramater merupakan selaput yang

keras, terdiri atas jaringanikat fibrosa yang melekat

erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena

tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya,

maka terdapat suatu ruang potensial(ruang subdura)

yang terletak antara duramater dan arachnoid,

dimana seringdijumpai perdarahan subdural. Pada

cedera otak, pembuluh-pembuluh vena

yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus

sagitalis superior di garis tengah

ataudisebut Bridging Veins, dapat mengalami

robekan dan menyebabkan perdarahansubdural.

Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke

sinus transversus dansinus sigmoideus. Laserasi dari

sinus-sinus ini dapat mengakibatkan

perdarahanhebat. Arteri meningea terletak antara

duramater dan permukaan dalam dari kranium(ruang

epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat

menyebabkan laserasi padaarteri-arteri ini dan

menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling

Page 10: Laporan Kasus Sudah Fix

sering mengalamicedera adalah arteri meningea

media yang terletak pada fosa temporalis (fosa

media).

2. Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan

tembus pandang. Selaputarakhnoid terletak antara

pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar

yangmeliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura

mater oleh ruang potensial, disebut spatium

subdural  dan dari pia mater oleh

spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor

serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya

disebabkan akibat cederakepala.

3. Piamater 

Piamater melekat erat pada permukaan korteks

serebri. Pia mater adalahmembrana vaskular yang

dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan

masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana

ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan

epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam

substansi otak juga diliputi oleh piamater.

Page 11: Laporan Kasus Sudah Fix

Gambar 4. Meningen

Otak 

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana

berat pada orang dewasasekitar 14 kg. Otak terdiri dari

beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan)terdiri dari

serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah)

danrhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons,

medula oblongata dan serebellum.

Page 12: Laporan Kasus Sudah Fix

Gambar 5. Lobus-lobus Otak

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal

berkaitan denganfungsi emosi, fungsi motorik dan pusat

ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungandengan fungsi

sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur

fungsi memoritertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab

dalam proses penglihatan. Mesensefalondan pons bagian

atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam

kesadarandan kewapadaan. Pada medula oblongata terdapat

pusat kardiorespiratorik.Serebellum bertanggung jawab

dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.

Cairan Serebrospinalis

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus

khoroideus dengankecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam.

CSS mengalir dari dari ventrikel lateralmelalui foramen

monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju

Page 13: Laporan Kasus Sudah Fix

ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena

melalui granulasioarakhnoid yang terdapat pada sinus

sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS

dapatmenyumbat granulasio arakhnoid sehingga

mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan

takanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok

populasidewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan

sekitar 500 ml CSS per hari.

Gambar 6. Cairan cerebrospinalis

Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak

menjadi ruang supratentorial(terdiri dari fosa kranii anterior

dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisifosa

kranii posterior).

Page 14: Laporan Kasus Sudah Fix

Perdarahan Otak 

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua

arteri vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada

permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi.

Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam

dindingnya. yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup.

Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus

venosus cranialis.

C. EPIDEMIOLOGI 

Subdural hematoma akut dilaporkan terjadi pada 5-

25% pasien dengan traumakepala berat, berdasarkan suatu

penelitian. Sedangkan kronik subdural hematomaterjadi 1-3

kasus per 100.000 populasi. Laki-laki lebih sering terkena

daripada perempuan dengan perbandingan 3:1. Di Indonesia

belum ada catatan nasionalmengenai morbiditas dan

mortalitas perdarahan subdural. Mayoritas

perdarahansubdural berhubungan dengan faktor umur yang

merupakan faktor resiko pada cederakepala (blunt head

injury). Perdarahan subdural biasanya lebih sering

ditemukan pada penderita-penderita dengan umur antara 50-

70 tahun. Pada orang-orang tua bridging veins mulai agak

rapuh sehingga lebih mudah pecah/rusak bila terjadi trauma.

Pada bayi-bayi ruang subdural lebih luas, tidak ada adhesi,

sehingga perdarahan subdural bilateral lebih sering di dapat

pada bayi-bayi.

D. KLASIFIKASI

Page 15: Laporan Kasus Sudah Fix

  Perdarahan akut 

Gejala yang timbul segera kurang dari 72 jam setelah

trauma. Biasanyaterjadi pada cedera kepala yang cukup

berat yang dapat mengakibatkan perburukanlebih lanjut

pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan

tandavitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya

tetapi melebar luas. Padagambaran Ct-scan, didapatkan lesi

hiperdens.

Perdarahan sub akut 

 Biasanya berkembang dalam beberapa hari sekitar

4-21 hari sesudah trauma.Awalnya pasien mengalami

periode tidak sadar lalu mengalami perbaikan

statusneurologi yang bertahap. Namun, setelah jangka waktu

tertentu penderitamemperlihatkan tanda-tanda status

neurologis yang memburuk. Sejalan denganmeningkatnya

tekanan intrakranial, pasien menjadi sulit dibangunkan dan

tidak berespon terhadap rangsang nyeri atau verbal. Pada

tahap selanjutnya dapat terjadisindrom herniasi dan

menekan batang otak. Pada gambaran skening

tomografinyadidapatkan lesi isodens atau hipodens. Lesi

isodens didapatkan karena terjadinyalisis dari sel darah

merah dan resorbsi dari hemoglobin.

Perdarahan kronik 

 Biasanya terjadi setelah 21 hari setelah trauma

bahkan bisa lebih.Perdarahan kronik subdural, gejalanya

bisa muncul dalam waktu berminggu-minggu ataupun bulan

setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak

jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa

Page 16: Laporan Kasus Sudah Fix

mengakibatkan perdarahan subduralapabila pasien juga

mengalami gangguan vaskular atau gangguan

pembekuandarah. Pada perdarahan subdural kronik, kita

harus berhati hati karena hematomaini lama kelamaan bisa

menjadi membesar secara perlahan- lahan

sehinggamengakibatkan penekanan dan herniasi. Pada

subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk

mengelilingihematoma, pada yang lebih baru, kapsula masih

belum terbentuk atau tipis didaerah permukaan arachnoidea.

Kapsula melekat pada araknoidea bila terjadirobekan pada

selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah

yang tipisdindingnya terutama pada sisi duramater. Karena

dinding yang tipis ini protein dari plasma darah dapat

menembusnya dan meningkatkan volume dari

hematoma.Pembuluh darah ini dapat pecah dan

menimbulkan perdarahan baru yangmenyebabkan

menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan

membentuk cairan kental yang dapatmenghisap cairan dari

ruangan subaraknoidea. Hematoma akan membesar

danmenimbulkan gejala seprti pada tumor serebri.

Sebagaian besar hematomasubdural kronik dijumpai pada

pasien yang berusia di atas 50 tahun. Padagambaran skening

tomografinya didapatkan lesi hipodens.Jamieson dan

Yelland mengklasifikasikan SDH berdasarkan

keterlibatan jaringan otak karena trauma. Dikatakan SDH

sederhana ( simple SDH ) bila hematomaekstra aksial

tersebut tidak disertai dengan cedera parenkim otak,

sedangkan SDH. kompleks (complicated SDH ) adalah bila

hematoma ekstra axial disertai denganlaserasi parenkim

Page 17: Laporan Kasus Sudah Fix

otak, perdarahan intraserebral (PIS) dan apa yang disebut

sebagai ’exploded temporal lobe’. Lebih dari 70% perdarahan

intraserebral, laserasi dankontusio parenkim otak yang

berhubungan dengan SDH akut disebabkan oleh kontrakup

(contrecoup) trauma, kebanyakan dari lesi parenkim ini

terletak di lobustemporal dan lobus frontal. Lebih dari dua

pertiga fraktur pada penderita SDH akut terletak di posterior

dan ini konsisten dengan lesi kontra cop.

E. ETIOLOGI 

Keadaan ini timbul setelah cedera/trauma kepala

hebat, seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan

ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural.

Perdarahan subdural dapat terjadi pada:

a) Trauma

Trauma kapitis

Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran

atau putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh

terduduk.

Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih

mudahterjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak,

misalnya padaorangtua dan juga pada anak -anak.

b) Non trauma 

Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam

ruangansubdural.

Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan

perdarahansubdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan

dari tumor intrakranial.

Page 18: Laporan Kasus Sudah Fix

Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati, penggunaan antikoagulan

F. PATOFISIOLOGI

Perdarahan terjadi antara duramater dan

arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadiakibat robeknya vena

jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena

di permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater

atau karena robeknya araknoidea. Karena otak yang

bermandikan cairan cerebrospinal dapat bergerak,sedangkan

sinus venosus dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi

otak yangterjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena

halus pada tempat di mana merekamenembus duramater.

Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-gejala

akutmenyerupai hematoma epidural. Kebanyakan

perdarahan subdural terjadi pada konveksitas otak

daerah parietal. Sebagian kecil terdapat di fossa posterior

dan pada fisura interhemisferik serta tentorium atau diantara

lobus temporal dan dasar tengkorak. Perdarahan subdural

akut pada fisura interhemisferik pernah dilaporkan,

disebabkan oleh ruptur vena-vena yang berjalan diantara

hemisfer bagian medial dan falks; juga pernah dilaporkan

disebabkan oleh lesi traumatik dari arteri pericalosal karena

cedera kepala. Perdarahan subdural interhemisferik akan

memberikan gejala klasik monoparesis pada tungkai bawah.

Pada anak–anak kecil perdarahan subdural difisura

interhemisferik posterior dan tentorium sering ditemukan

karena goncangan yang hebat pada tubuh anak ( shaken

baby syndrome). Walaupun perdarahan subdural jenis ini

tidak patognomonis akibat penyiksaan kejam (child abused )

Page 19: Laporan Kasus Sudah Fix

terhadap anak, kemungkinannya tetap harus dicurigai.

Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku dan di

sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk

kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik

cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala

seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang

berangsur meningkat

Gambar 7. Lapisan subdural

Perdarahan subdural kronik

umumnya berasosiasi dengan atrofi

cerebral.Vena jembatan dianggap dalam

tekanan yang lebih besar, bila volume otak

mengecilsehingga walaupun hanya trauma

yang kecil saja dapat menyebabkan robekan

padavena tersebut. Perdarahan terjadi secara

perlahan karena tekanan sistem vena

Page 20: Laporan Kasus Sudah Fix

yangrendah, sering menyebabkan

terbentuknya hematoma yang besar sebelum

gejalaklinis muncul. Karena perdarahan

yang timbul berlangsung perlahan, maka

lucid interval juga lebih lama dibandingkan

perdarahan epidural, berkisar dari

beberapa jam sampai beberapa hari. Pada

perdarahan subdural yang kecil sering

terjadi perdarahan yang spontan. Pada

hematoma yang besar biasanya

menyebabkanterjadinya membran vaskular

yang membungkus hematoma subdural

tersebut.Perdarahan berulang dari pembuluh

darah di dalam membran ini memegang

peranan penting, karena pembuluh darah

pada membran ini jauh lebih rapuh sehingga

dapat berperan dalam penambahan volume

dari perdarahan subdural kronik.Akibat dari

perdarahan subdural, dapat meningkatkan

tekanan intrakranial dan perubahan dari

bentuk otak. Naiknya tekanan intra kranial

dikompensasi oleh refluks dari cairan likuor

ke axis spinal dan dikompresi oleh sistem

vena. Pada fase ini peningkatan tekanan

intra kranial terjadi relatif perlahan karena

komplains tekanan intra kranial yang cukup

tinggi. Meskipun demikian pembesaran

hematoma sampai pada suatu titik tertentu

Page 21: Laporan Kasus Sudah Fix

akan melampaui mekanisme kompensasi

tersebut. Komplains intrakranial mulai

berkurang yang menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan intrakranial yang

cukup besar. Akibatnya perfusi serebral

berkurang dan terjadi iskemi serebral. Lebih

lanjut dapat terjadi herniasi transtentorial

atau subfalksin. Herniasi tonsilar melalui

foramen magnum dapat terjadi jika seluruh

batang otak terdorong ke bawah melalui

incisura tentorial oleh meningkatnya

tekanan supra tentorial. Juga pada

hematoma subdural kronik, didapatkan

bahwa aliran darah ke thalamus danganglia

basaalis lebih terganggu dibandingkan

dengan daerah otak yang lainnya.

Terdapat 2 teori yang menjelaskan

terjadinya perdarahan subdural kronik,

yaitu teori dari Gardner yang mengatakan

bahwa sebagian dari bekuan darah akan

mencair sehingga akan meningkatkan

kandungan protein yang terdapat di dalam

kapsul dari subdural hematoma dan akan

menyebabkan peningkatan tekanan

onkotik didalam kapsul subdural

hematoma. Karena tekanan onkotik yang

meningkat inilah yang mengakibatkan

Page 22: Laporan Kasus Sudah Fix

pembesaran dari perdarahan tersebut.

Tetapi ternyata ada kontroversial dari teori

Gardner ini, yaitu ternyata dari penelitian

didapatkan bahwatekanan onkotik di dalam

subdural kronik ternyata hasilnya normal

yang mengikutihancurnya sel darah merah.

Teori yang ke dua mengatakan bahwa,

perdarahan berulang yang dapat

mengakibatkan terjadinya perdarahan

subdural kronik, faktor angiogenesis juga

ditemukan dapat meningkatkan terjadinya

perdarahan subdural kronik, karena turut

memberi bantuan dalam pembentukan

peningkatan vaskularisasi di luar membran

atau kapsul dari subdural hematoma. Level

dari koagulasi, level abnormalitas enzim

fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari

fibrinolitik dapat menyebabkan terjadinya

perdarahan subdural kronik. Penyembuhan

pada perdarahan subdural dimulai dengan

terjadinya pembekuan pada perdarahan.

Pembentukan skar dimulai dari sisi dural

dan secara bertahap meluas ke seluruh

permukaan bekuan. Pada waktu yang

bersamaan, darah mengalami degradasi.

Hasil akhir dari penyembuhan tersebut

adalah terbentuknya jaringan skar yang

Page 23: Laporan Kasus Sudah Fix

lunak dan tipis yang menempel pada dural

Sering kali, pembuluh  darah besar menetap

pada skar, sehingga membuat skar tersebut

rentan terhadap perlukaan berikutnya yang

dapat menimbulkan perdarahan kembali.

Waktu yangdiperlukan untuk penyembuhan

pada perdarahan subdural ini bervariasi

antar individu, tergantung pada kemampuan

reparasi tubuh setiap individu sendiri.

Prinsipnya kalau berdarah, pasti ada suatu

proses penyembuhan. Terbentuk granulation

tissue pada membrane luar. Fibroblas

kemudian akan pindah kemembrane yang

lebih dalam untuk mengisi daerah yang

mengalami hematom. Untuk sisanya, ada

dua kemungkinan (1) direabsorbsi ulang,

tapi menyisakan hemosiderofag dengan

heme di dalamnya, dan (2) tetap demikian

dan berpotensi untuk terjadi kalsifikasi.

Page 24: Laporan Kasus Sudah Fix

Gambar 8. Patofisiologi SDH

STADIUM-STADIUM DALAM

PERJALANAN ALAMIAH HEMATOMA

SUBDURAL

Page 25: Laporan Kasus Sudah Fix

S

T

A

D

I

U

M

P

E

N

J

E

L

A

S

A

N

S

T

A

D

I

U

M

I

D

ar

a

h

b

er

w

ar

n

a

g

el

a

p

te

rs

e

b

Page 26: Laporan Kasus Sudah Fix

ar

lu

as

di

p

er

m

u

k

aa

n

ot

a

k

di

b

a

w

a

h

d

ur

a

S

T

A

D

I

B

e

k

u

a

Page 27: Laporan Kasus Sudah Fix

U

M

I

I

n

d

ar

a

h

m

e

nj

a

di

le

bi

h

hi

ta

m

,

te

b

al

d

a

n

g

el

at

in

o

Page 28: Laporan Kasus Sudah Fix

sa

(2

-4

h

ar

i)

S

T

A

D

I

U

M

I

I

I

B

e

k

u

a

n

p

ec

a

h

d

a

n

se

te

la

h

2

m

in

g

g

Page 29: Laporan Kasus Sudah Fix

u

a

k

a

n

b

er

w

ar

n

a

d

a

n

b

er

k

o

n

si

st

e

n

si

se

p

er

ti

Page 30: Laporan Kasus Sudah Fix

m

in

y

a

k

p

el

u

m

as

m

es

in

S

T

A

D

I

U

M

I

V

T

er

ja

di

or

g

a

ni

sa

si

y

a

n

g

di

Page 31: Laporan Kasus Sudah Fix

m

ul

ai

d

ar

i

p

e

m

b

e

nt

u

k

a

n

m

e

m

br

a

n

e

lu

ar

y

a

n

Page 32: Laporan Kasus Sudah Fix

g

te

b

al

d

a

n

k

er

as

b

er

as

al

d

ar

i

d

ur

a,

d

a

n

m

e

m

br

a

Page 33: Laporan Kasus Sudah Fix

n

e

d

al

a

m

y

a

n

g

ti

pi

s

d

a

n

ar

a

k

n

oi

d.

C

ai

ra

n

n

y

Page 34: Laporan Kasus Sudah Fix

a

m

e

nj

a

di

x

a

nt

o

kr

o

m

ik

.

S

T

A

D

I

U

M

V

O

rg

a

ni

sa

si

s

u

d

a

h

le

n

Page 35: Laporan Kasus Sudah Fix

g

k

a

p,

b

e

k

u

a

n

d

a

p

at

m

e

n

g

al

a

m

i

k

al

si

fi

k

as

Page 36: Laporan Kasus Sudah Fix

i

at

a

u

b

a

h

k

a

n

o

si

fi

k

as

i

at

a

u

d

a

p

at

di

se

ra

p

Page 37: Laporan Kasus Sudah Fix

G. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor:

beratnya cedera otak yang terjadi pada saat benturan trauma

dan kecepatan pertambahan volume SDH. Penderita-

penderita dengan trauma berat dapat menderita kerusakan

parenkimotak difus yang membuat mereka tidak sadar

dengan tanda-tanda gangguan batang otak. Penderita dengan

SDH yang lebih ringan akan sadar kembali pada derajat

kesadaran tertentu sesuai dengan beratnya benturan trauma

pada saat terjadi kecelakaan (initial impact ). Keadaan

berikutnya akan ditentukan oleh kecepatan pertambahan

hematoma dan penanggulangannya. Pada penderita dengan

benturan trauma yang ringan tidak akan kehilangan

kesadaran pada waktu terjadinya trauma. SDH dan lesi

massa intrakranial lainnya yang dapat membesar hendaklah

dicurigai bila ditemukan penurunan kesadaran setelah

kejadian trauma. Stone dkk melaporkan bahwa lebih dari

separuh penderita tidak sadar sejak kejadian trauma, yang

lainmenunjukkan beberapa lucid interval. Gejala-gejala

klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh

massa hematoma. Pupil yang anisokor dan defisit motorik

adalah gejala klinik yang paling sering ditemukan. Lesi

pasca trauma baik hematoma atau lesi parenkim otak

biasanya terletak ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan

kontralateral terhadap deficit motorik. Akan tetapi gambaran

pupil dan gambaran motorik tidak merupakan indikator yang

mutlak bagi menentukan letak hematoma. Gejala motorik

mungkin tidak sesuai bila kerusakan parenkim otak terletak

Page 38: Laporan Kasus Sudah Fix

kontralateral terhadap SDH atau karena terjadi kompresi

pedunkulus serebral yang kontralateral pada tepi bebas

tentorium. Trauma langsung pada saraf okulomotor atau

batang otak pada saat terjadi trauma menyebabkan dilatasi

pupil kontralateral terhadap trauma. Perubahan diamater

pupil lebih dipercaya sebagai indikator letak SDH. Secara

umum, gejala yang nampak pada subdural hematom seperti

pada tingkat yang ringan (sakit kepala) sampai penurunan

kesadaran. Penurunan kesadaran hematom subdural tidak

begitu hebat seperti kasus cedera neuronal primer,

kecuali bila ada efek massa atau lesi lainnya. Gejala yang

timbul tidak khas dan merupakan manisfestasi dari

peninggian tekanan intrakranial seperti: sakit kepala, mual,

muntah,vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n.

III, epilepsi, anisokor pupil, dan defisit neurologis lainnya,

kadang kala dengan riwayat trauma yang tidak jelas, sering

diduga tumor otak.

a). Hematoma Subdural Akut 

Hematoma subdural akut menimbulkan gejala

neurologik dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Dan

berkaitan erat dengan trauma otak berat.

Gangguanneurologik progresif disebabkan oleh tekanan

pada jaringan otak dan herniasi batangotak dalam foramen

magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada

batangotak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan

berhentinya pernapasan dan hilangnyakontrol atas denyut

nadi dan tekanan darah.

b). Hematoma Subdural Subakut 

Page 39: Laporan Kasus Sudah Fix

Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik

dalam waktu lebih dari 48 jamtetapi kurang dari 2 minggu

setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural

akut,hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena

dalam ruangan subdural. Anamnesis klinis dari penderita

hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang

menyebabkan ketidak sadaran, selanjutnya diikuti perbaikan

status neurologik yang perlahan-lahan. Namun jangka waktu

tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status

neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai

menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam. Dengan

meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran

hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar

dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara

maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan peningkatan

intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan

menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi

tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.

c). Hematoma Subdural Kronik 

Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa

minggu, bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cedera

pertama. Trauma pertama merobek salah satuvena yang

melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara

lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari

setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membrane

fibrosa. Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang

mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi

kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan

ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih

Page 40: Laporan Kasus Sudah Fix

lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di

sekelilingnya, menambah ukuran dantekanan hematoma.

Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan

paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh)

dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera

tampaknya ringan, sehingga selama beberapa minggu

gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan

MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma

subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah

besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak.

Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali

diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar,

yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya

dikeluarkan melalui pembedahan.Petunjuk dilakukannya

pengaliran perdarahan ini adalah: 

- sakit kepala yang menetap

- rasa mengantuk yang hilang-timbul

- linglung

- perubahan ingatan

- kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

H. DIAGNOSIS

1. AnamnesisDari anamnesis di tanyakan adanya riwayat trauma

kepala baik dengan jejasdikepala atau tidak, jika terdapat

jejas perlu diteliti ada tidaknya kehilangankesadaran atau

pingsan. Jika ada pernah atau tidak penderita kembali pada

keadaansadar seperti semula. Jika pernah apakah tetap sadar

Page 41: Laporan Kasus Sudah Fix

seperti semula atau turun lagikesadarannya, dan di

perhatikan lamanya periode sadar atau lucid interval.

Untuk tambahan informasi perlu ditanyakan apakah disertai

muntah dan kejang setelahterjadinya trauma kepala.

Kepentingan mengetahui muntah dan kejang adalah

untuk mencari penyebab utama penderita tidak sadar apakah

karena inspirasi atau sumbatannafas atas, atau karena proses

intra kranial yang masih berlanjut. Pada penderita

sadar  perlu ditanyakan ada tidaknya sakit kepala dan mual,

adanya kelemahan anggotagerak sesisi dan muntah-muntah

yang tidak bisa ditahan. Ditanyakan juga penyakitlain yang

sedang diderita, obat-obatan yang sedang dikonsumsi saat

ini, dan apakahdalam pengaruh alkohol.

2. Pemeriksaan Fisik 

Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer

( primary survey) yang mencakup jalan nafas (airway),

pernafasan (breathing) dan tekanan darah atau

nadi(circulation) yang dilanjutkan dengan resusitasi. Jalan

nafas harus dibersihkan apabila terjadi sumbatan atau

obstruksi, bila perlu dipasang orofaring tube atau

endotrakeal tube lalu diikuti dengan pemberian oksigen. Hal

ini bertujuan untuk mempertahankan perfusi dan oksigenasi

jaringan tubuh. Pemakaian pulse oksimetrisangat

bermanfaat untuk memonitor saturasi O2. Secara bersamaan

juga diperiksanadi dan tekanan memantau apakah terjadi

hipotensi, syok atau terjadinya peningkatan tekanan

intrakranial. Jika terjadi hipotensi atau syok harus segera

dilakukan pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh

Page 42: Laporan Kasus Sudah Fix

yang hilang. Terjadinya peningkatan tekanan intrakranial

ditandai dengan refleks Cushing yaitu peningkatan tekanan

darah, bradikardia dan bradipnea. Pemeriksaan neurologik

yang meliputkan kesadaran penderita dengan menggunakan

Skala Koma Glasgow, pemeriksaan diameter kedua pupil,

dan tanda-tanda defisit neurologis fokal. Pemeriksaan

kesadaran dengan Skala Koma Glasgow menilai

kemampuan membuka mata, respon verbal dan respon

motorik pasien terdapat stimulasi verbal atau nyeri.

Pemeriksaan diamter kedua pupil dan adanya defisit

neurologi fokal menilai apakah telah terjadi herniasi di

dalam otak dan terganggunya sistem kortikospinal di

sepanjang kortex menuju medula spinalis. Pada pemeriksaan

sekunder, dilakukan pemeriksaan neurologi serial meliputi

GCS, lateralisasi dan refleks pupil. Hal ini dilakukan

sebagai deteksi dini adanya gangguan neurologis. Tanda

awal dari herniasi lobus temporal (unkus) adalah

dilatasi pupil dan hilangnya refleks pupil terhadap cahaya.

Adanya trauma langsung padamata membuat pemeriksaan

menjadi lebih sulit.

Page 43: Laporan Kasus Sudah Fix

Gambar 9. Glasgow Coma Scale

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium minimal meliputi, pemeriksaan

darah rutin, elektrolit, profil hemostasis/koagulasi. 

b. Radiologi

1. PEMERIKSAAN SKEN KOMPUTER TOMOGRAFI OTAK

(CT-SCAN)

Pemeriksaan ini merupakan metode diagnostic

standar terpilih (gold standard) untuk kasus cedera

kepala dan prosedur ini tidak bersifat invasive, juga

memiliki kehandalan yang tinggi. Dari pemeriksaan

ini dapat diperoleh infrmasi yang lebih jelas tentang

lokasi dan adanya perdarahan intracranial, edema,

kontusi, udara, benda asing intracranial serta

pergeseran struktur di dalam rongga tengkorak.3

Page 44: Laporan Kasus Sudah Fix

Ada pendapat yang menyatakan, pemeriksaan

CT-scan selepas kejadian akan memberikan

keputusan yang negative. Namun, insidens

menunjukkan sangat rendah yaitu <0.02%. Oleh

kerana itu indikasi CT-scan pada pemeriksaan triage

dapat dipercayai 100%.13

CT scan kepala dapat dibuat dalam dua

window level, yaitu: window jaringan (window

normal) untuk melihat hematoma intra dan

ekstrakranial; window tulang untuk melihat fraktur

neurocranium maaupun viscerocranium. Densitas

lesi dapat dibagi atas high density atau hiperdens,

isodensiti dan low density atau hipodense.1 Densitas

normal otak ialah 18 – 30 H.5

Perbedaan gambaran sken computer

tomografi antara lesi akut, subakut dan kronis agak

sulit. Kebanyakan hematom berkembang segera

setelah cedera, tetapi ada juga yang baru timbul

kemudian sampai satu minggu.3

Pada hematoma subdural akut tampak

gambaran hyperdens sickle (seperti bulan sabit)

dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan

dengan hematoma epidural. Batas medial hematom

bergerigi. Adanya hematoma di daerah fissure

interhemisfer dan tentorium juga menunjukaN

adanya hematoma subdural.1 Ukuran densitas

hiperdens ialah kira-kira 50 – 60 H. Berbeda pada

pasien yang mengalami anemia berat atau

Page 45: Laporan Kasus Sudah Fix

kehilangan darah massive (hyperakut subdural

hematoma) akan mengalami isodens atau hipodens.5

Gambaran CT Scan untuk hematom subdural

kronik ialah kompleks perlekatan, transudasi,

kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam-macam

perubahan, oleh karena itu tidak ada pola tertentu.

Tampak juga area hipodens, isodens atau sedikit

hiperdens, berbentuk bikonveks, berbatas tegas

melekat pada tabula. Jadi prinsipnya, gambaran

hematoma subdural akut adalah hiperdens. Semakin

lama densitas ini semakin menurun, sehingga

menjadi isodense, bahkan akhirnya menjadi

hipodens.1

Gambar 3: Gambaran crescent shape yang hiperdens dan

Page 46: Laporan Kasus Sudah Fix

Gambar 5: CT Scan potongan axial pada

Gambar 4: Gambaran subdural hematoma setelah 3 minggu.

Gambar 3: Gambaran crescent shape yang hiperdens dan

Page 47: Laporan Kasus Sudah Fix

Ada 4 macam tampilan CT-

scan untuk Hematoma subdural kronik,

yaitu:

1. Tipe I Hipodens kronik subdural Hematoma

2. Tipe II Kronik subdural hematoma densitas inhomogen

3. Tipe III Isodens kronik subdural hematoma (2 – 4 minggu)

4. Tipe IV Slightly hiperdens kronik subdural hematoma

Densitas hematoma subdural meningkat kerna

adanya clot retraksi. Densitas semakin menurun kerana

Gambar 7: Subdural hema

Gambar 6: gambaran subdural hematoma isodens pada pem

Gambar 5: CT Scan potongan axial pada

Gambar 4: Gambaran subdural hematoma setelah 3 minggu.

Page 48: Laporan Kasus Sudah Fix

berlakunya degradasi protein di dalam hematoma. Jika

terjadinya perdarah ulang pada saat hematoma mulai

berevolusi akan terlihat gambaran dengan densitas yang

berbeda. Efek hematokrit akan tergambar pada perdarahan

ulang atau pasies dengan gangguan pembekuan darah.5

Jika hematoma subdural terletak di daerah vertex,

pada potongan axial tidak akan dapat tergambar, oleh itu

diperlukan potongan coronal untuk gambaran yang jelas.7

Penemuan spesifik yang dapat ditemukan pada

hematoma subdural kronik ialah pemindahan parenkim otak

jaoh dari tulang cranium dan batas convex menjadi rata

bahkan konkave. Bilateral hematoma bisa menyebabkan

kompresi medial pada kedua-dua ventrikel hingga tergambar

ventrikel yang menyempit atau berbentuk garisan(rabbit’s

ear sign). Gejala-gejala lain yang dapat membantu

mendiagnosa ialah hilangnya gambaran sulci, terjadinya

midline shift, deformitas anatomy ventrikel dan obliterasi

sistern basal. Semua gejala ini dapat menegakkan diagnose

jika lokasinya di seperolateralli.14

2. PEMERIKSAAN MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING)

Gambar 8: Kronik subdural hematom pada gam

Gambar 7: Subdural hema

Gambar 6: gambaran subdural hematoma isodens pada pem

Page 49: Laporan Kasus Sudah Fix

Pemeriksaan MRI memiliki keunggulan untuk

melihat perdarahan kronis maupun kerusakan otak yang

kronis. Dalam hal ini MRI T2 mampu menunjukkan

gambaran yang lebih jelas terutama lesi hipodens pada CT

Scan atau lesi yang sulit dibedakan densitasnya dengan

korteks.2

Gambaran hematoma subdural pada MRI tergantung

pada status biokemikal hemoglobinnya, yang berbeda-beda

mengikut usia hematoma. Hematoma subdural akut

isointens pada T1W1 berbanding otak dan hipointens pada

T2W1. MRI membantu pada fase subakut, dimana

hematoma tampak isodens atau hipodens di gambaran CT

scan. Kewujudan methemoglobin di hematoma subdural

memberikan signal intensity yang tinggi. Signal tinggi dapat

dibedakan secara jelas pada pengumpulan cairan non-

hemoragik.5

Hematoma akut memberikan gambaran TR yang

gelap kerana efek suseptibel. Pada awal fase subakut

gambaran perifer yang terang dengan sentral yang

hipointens kerna adanya terbentuknya extracellular

methemoglobin di bagian perifer. Pada fase lanjut subakut

pembekuan akan terjadi secara menyeluruh hiperintens.

Apabila darah mula diserap kembali secara perlahan-lahan,

signal intensitas akan berkurang pada T1 menjadi hipointens

atau isointens berbanding white matter tapi lebih intens dari

cairan cerebrospinal kerna kandungan protein.5 Pada fase

kronik, MRI dapat mengklasifikasikan kepada lima tipe

yaitu; low, high, mixed intensity, isointensity dan layered.

Gambar 8: Kronik subdural hematom pada gam

Gambar 7: Subdural hema

Page 50: Laporan Kasus Sudah Fix

MRI dapat memberikan gambaran lentiform atau

gambaran biconvex jika diambil dari potongan coronal,

berbanding gambaran crescent-shaped appearance pada

potongan axial CT Scan. Gambaran MRI yang multiplanar

dapat membantu identifikasi convex yang kecil dan vertex

hematom yang mungkin tidak dapat terdeteksi pada CT

Scan potongan axial atau coronal.5

Untuk membedakan hematoma subdural dan

hygroma subdural, pemeriksaan proton-density weighted

sequences atau FLAIR diperlukan. Hematoma subdural

dapat dibedakan dengan CSF-like substansi melalui signal

proton T1- dan T2 sequence. Namun dalam gambaran

Gambar 10: Gambaran subdural hematoma bilat

Gambar 9: gambaran MRI (T1-weighted) subdural hematoma pad

Gambar 7: Subdural hema

Page 51: Laporan Kasus Sudah Fix

FLAIR, hematoma akan tergambar lebih jelas tinggi

intensnya dari cairan serebrospinal.9

3. DIFFUSION-WEIGHTED IMAGING (DWI)

DWI memberikan gambaran hematoma subdural

dengan intensitas yang berbeda tergantung usi hematoma.

Kelebihan penggunaan DWI ialah kemampuannya untuk

deteksi mendasari atau terkait lesi parenchymal.6

G

a

m

b

a

r

1

1

:

G

a

m

b

a

r

a

n

h

e

m

a

t

o

m

a

Gambar 10: Gambaran subdural hematoma bilat

Gambar 9: gambaran MRI (T1-weighted) subdural hematoma pad

Page 52: Laporan Kasus Sudah Fix

Gambar 12: Gambaran perdarahan subdural 2 minggu setelah

onset a) T1-weighted b) T2-weighted c) dan d) hiperintense

DWI e) hipointens lesi f) gambaran coronal hiperintens6

4. ANGIOGRAFI

Pada kasus pos-traumatik hematoma subdural sangat

jarang digunakan angiografi untuk mendapatkan diagnostic.

Tetapi angiografi dapat membantu menegakkan diagnosis

jika etiologi terjadinya hematoma subdural akibat gangguan

pada vessel di serebral seperti rupture dinding vena,

postrauma aneurisme, arterio-venous malformation atau

fistula. Pemeriksaan ini dapat membedakan koleksi darah

yang mildly hiperdens dengan tulang-tulang adjacent yang

hiperdensity.

I. DIFFERENSIAL DIAGNOSIS

1. EPIDURAL HEMATOM7

Hematom epidural yang kadang sulit dibedakan dari

subdural, mempunyai ciri gambaran khas berupa bentuk

bikonveks atau lentikuler (ada perlekatan yang erat antara dura

dengan tabula interna sehingga hematom menjadi terbatas).

Hematom subdural cenderung lebih difus berbanding dengan

hematom epidural dan mempunyai tampilan batas dalam yang

konkav sesuai dengan permukaan otak.3

E

P

S

U

G

a

m

b

a

r

1

1

:

G

a

m

b

a

r

a

n

h

e

m

a

t

o

m

a

Page 53: Laporan Kasus Sudah Fix

I

D

U

R

A

L

H

E

M

A

T

O

M

B

D

U

R

A

L

H

E

M

A

T

O

M

I

N

S

I

D

E

N

1

-

4

%

k

a

s

u

s

t

r

a

u

1

0

-

2

0

%

s

e

m

u

a

k

a

G

a

m

b

a

r

1

1

:

G

a

m

b

a

r

a

n

h

e

m

a

t

o

m

a

Page 54: Laporan Kasus Sudah Fix

m

a

;

1

0

%

k

a

s

u

s

t

r

a

u

m

a

f

a

t

a

l

s

u

s

t

r

a

u

m

a

;

3

0

%

k

a

s

u

s

t

r

a

u

m

a

f

Page 55: Laporan Kasus Sudah Fix

a

t

a

l

E

T

I

O

L

O

G

I

8

5

-

9

5

%

d

i

s

e

r

t

a

i

f

r

a

k

t

u

r

;

V

e

n

a

k

o

r

t

i

k

a

l

d

i

p

o

n

r

o

b

e

Page 56: Laporan Kasus Sudah Fix

7

0

-

8

0

%

l

a

s

e

r

a

s

i

A

r

t

e

r

i

m

e

n

i

n

g

k

Page 57: Laporan Kasus Sudah Fix

e

a

l

m

e

d

i

a

/

s

i

n

u

s

d

u

r

a

l

v

e

n

o

u

s

S D D

Page 58: Laporan Kasus Sudah Fix

I

T

E

i

a

n

t

a

r

a

t

u

l

a

n

g

c

r

a

n

i

a

l

d

a

n

d

u

i

a

n

t

a

r

a

d

u

r

a

m

a

t

e

r

d

a

n

a

r

a

c

h

n

Page 59: Laporan Kasus Sudah Fix

r

a

m

a

t

e

r

;

M

e

l

i

n

t

a

s

i

d

u

r

a

m

a

t

e

o

i

d

m

a

t

e

r

;

M

e

l

i

n

t

a

s

i

s

u

t

u

r

a

c

r

Page 60: Laporan Kasus Sudah Fix

r

t

a

p

i

t

i

d

a

k

s

u

t

u

r

a

c

r

a

n

i

a

l

n

y

a

n

i

a

l

t

a

p

i

t

i

d

a

k

d

u

r

a

m

a

t

e

r

;

9

Page 61: Laporan Kasus Sudah Fix

a

;

9

5

%

s

u

p

r

a

t

e

n

t

o

r

i

a

l

5

%

s

u

b

t

e

5

%

s

u

p

r

a

t

e

n

t

o

r

i

a

l

5

%

b

i

l

a

t

e

r

a

Page 62: Laporan Kasus Sudah Fix

n

t

o

r

i

a

l

5

%

b

i

l

a

t

e

r

a

l

l

P

E

N

E

M

U

A

N

B

e

n

t

u

k

b

i

A

k

u

t

:

6

0

%

Page 63: Laporan Kasus Sudah Fix

C

T

c

o

n

v

e

x

;

P

e

n

d

o

r

o

n

g

a

n

w

h

i

t

e

-

g

r

a

h

i

p

e

r

d

e

n

s

;

4

0

%

c

a

m

p

u

r

a

n

(

h

i

p

e

Page 64: Laporan Kasus Sudah Fix

y

m

a

t

t

e

r

p

a

d

a

d

a

e

r

a

h

y

a

n

g

t

e

r

r

-

/

h

i

p

o

d

e

n

s

)

S

u

b

a

k

u

t

:

i

s

o

d

e

n

s

Page 65: Laporan Kasus Sudah Fix

g

a

n

g

g

u

;

6

6

%

h

i

p

e

r

d

e

n

s

;

3

3

%

c

a

m

C

h

r

o

n

i

c

:

h

i

p

o

d

e

n

s

e

C

r

e

s

c

e

n

t

s

Page 66: Laporan Kasus Sudah Fix

p

u

r

a

n

(

h

i

p

e

r

-

/

h

i

p

o

d

e

n

s

)

h

a

p

e

;

Page 67: Laporan Kasus Sudah Fix

Gambar 13: CT Scan menunjukkan epidural hematoma (anak panah

putih), subdural hematoma (anak panah hitam), intracerebral hematoma

(anak panah putih kecil) dan subarachnoid hemorage (anak panah hitam

kecil).

Jika gejala-gejala hilangnya gambaran sulci,

terjadinya midline shift, deformitas anatomy ventrikel dan

obliterasi sistern basal di lokasi yang lebih anterior dan

medial, intensity yang hiperdens, diselaputi kapsul yang

tebal serta berkemungkinan bentuk bikonvek mengelirukan

dengan ekstradural hematoma. Untuk membedakannya,

pemeriksaan MRI diperlukan.14

2. NEOPLASMA

Intracranial neoplasma dan hematoma subdural kronik amat

sukar dibedakan tanpa bantuan neuroimaging. Menifestasi klinis

untuk neoplasma seperti nyeri kepala, gangguan status mental

berubah dan tanda neurologic fokal sama dengan hematoma

Page 68: Laporan Kasus Sudah Fix

subdural. Untuk membedakannya pemeriksaan CT-scan atau

MRI diperlukan.16

3. EKSTRADURAL HEMATOMA

Extradural hematoma ini dipandang sebagai cembung

gandayang high-density daerah segera yg terletak di bawah ke

kubah. Paling sering di daerah frontoparietal, tetapi mungkin

terjadi di fossa posterior. Kadang-kadang daerah kurang padat

muncul, mungkin karena darah tidak membeku, dan jika mereka

harus kambuh setelah operasi bentuk klasik mungkin akan

hilang. Ventrikel lateral yang khas mengungsi ke sisi

kontralateral, dan biasanya ada beberapa pembengkakan pada

belahan otak yang terkena, meskipun edema yang jelas mungkin

tidak terlihat.

Gambar 15: Ekstrad

G

a

m

b

a

r

1

4

:

g

a

m

b

a

r

a

n

n

e

o

p

l

a

s

m

Page 69: Laporan Kasus Sudah Fix

4. SUBDURAL HYGROMA

Higroma subdural adalah kumpulan cairan serebrospinal

tidak berdarah yang terletak di ruang subdural, mirip dengan

hematoma. Dengan pemeriksaan CT-scan, subdural hematoma

kronis dapat dibedakan dari hygroma subdural. Namun,

intensitas dinding hygromas tidak meningkatkan. MRI

menunjukkan bahwa hygromas memiliki intensitas sinyal yang

sangat mirip dengan CSF pada semua urutan, termasuk

pemulihan inversi atenuasi cairan (FLAIR) gambar. Secara

kasar seperlima dari semua pasien dengan hygroma subdural

menunjukkan lesi traumatis di otak.10

J. PENATALAKSANAAN

a. OPERATIF

Kebanyakan teknis yang digunakan pada

penanganan hematoma subdural ialah sistem drainage.

Antara yang paling sering dilaksanakan ialah advokat twist

drill craniostomy, burr hole surgery atau craniotomy.

Carmel et al. melaporkan pada operasi twist drill

craniostomy, sebanyak 86% dengan prognosis baik. Namun

banyak sumber menyatakan pilihan surgery yang optimal

ialah burr-hole trepanation surgery dengan sistem drainage

tertutup. Sebanyak 80% prognosisnya baik.11

Operasi craniotomy juga masih dianggap sebagai

terapi principal. Craniotomy temporal kecil di mana lapisan

dura dibiarkan terbuka.11

Gambar 15: Ekstrad

G

a

m

b

a

r

1

4

:

g

a

m

b

a

r

a

n

n

e

o

p

l

a

s

m

Page 70: Laporan Kasus Sudah Fix

b. FARMAKOTERAPI

Terapi konservatif yang diberikan tergantung kepada

pasien dengan gejala neurologic seperti nyeri kepala tanpa

gejala lain, gejala fokal neurologic atau gangguan memori.

Pemberian yang diberikan ialah steroid atau mannitol.

Pemberian ubat farmakoterapi sangat jarang kerna biasanya

pasien akan membaik setelah dioperasi. Dexamethason

16mg/hari dapat diberikan pada pasien tanpa midline shift

selama dua minggu.16

Hematoma kecil akan mengalami resolusi secara

spontan bila dibiarkan mengikut alamiah. Pada penderita

dengan hematoma kecil tanpa tanda-tanda neurologic, maka

tindakan pengobatan yang terbaik mungkin hanyalah

melakukan pemantauan ketat.4

Hematoma subdural akut kerna aneurisme intracranial ruptur

deteriosasi kesadaran terganggu (tanda-tanda herniasi)

CT + CTA

cardiopulmonary stabil

evakuasi-intraoperatif hematoma segera

cardiopulmonary tidak stabil

angiografi yang tertangguh

kondisi neurologi stabil

CT+CTA+DSA

Hematoma evakuasi dan

klipping

coiling, evakuasi hematoma yang

tertangguh

Gambar 15: Ekstrad

G

a

m

b

a

r

1

4

:

g

a

m

b

a

r

a

n

n

e

o

p

l

a

s

m

Page 71: Laporan Kasus Sudah Fix

K. KOMPLIKASI

Setiap tindakan medis pasti akan mempunyai resiko.

Cedera parenkim otak  biasanya berhubungan dengan

subdural hematom akut dan dapat meningkatkan tekanan

intrakranial. Pasca operasi dapat terjadi rekurensi atau masih

terdapat sisa hematom yang mungkin memperlukan

tindakan pembedahan lagi. Sebanyak sepertiga pasien

mengalami kejang pasca trauma setelah cedera kepala berat.

Infeksi luka dan kebocoran CSF bisa terjadi setelah

kraniotomi. Meningitis atau abses serebri dapat terjadi

setelah dilakukan tindakan intrakranial. Pada pasien dengan

subdural hematom kronik yang menjalani operasi drainase,

sebanyak 5,4-19% mengalami komplikasi medis atau

operasi. Komplikasi medis, seperti kejang, pneumonia,

empiema, dan infeksi lain, terjadi pada 16,9% kasus.

Komplikasi operasi, seperti massa subdural, hematom

intraparenkim, atau tension pneumocephalus terjadi pada

2,3% kasus. Residual hematom ditemukan pada 92% pasien

berdasarkan gambaran CTscan 4 hari pasca operasi.

Tindakan reoperasi untuk reakumulasi hematom dilapaorkan

sekitar 12-22%. Kejang pasca operasi dilaporkan terjadi

pada 3-10% pasien. Empiema subdural, abses otak dan

meningitis telah dilaporkan terjadi padakurang dari 1%

pasien setelah operasi drainase dari hematoma subdural

kronis(SDH). Pada pasien ini, timbulnya komplikasi terkait

dengan anestesi, rawat inap,usia pasien, dan kondisi medis

secara bersamaan.

Page 72: Laporan Kasus Sudah Fix

L. PROGNOSIS

Mortaliti pada subdural hematoma dapat mencecah 30%.

Faktor yang mempengaruhi ialah Glagow Coma Scale <7, umur

>80 tahun, durasi yang akut dan kraniotomi. Gejala neurologic

dan midline shift tidak mempengaruhi kadar mortality.

Gambaran isodensiti pada CT scan dianggap sebagai prognosis

yang baik dan gambaran hipodensiti faktor prognosis buruk.16

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas

Page 73: Laporan Kasus Sudah Fix

Nama : Tn. Salamun

Usia : 34 thn 11 bln 27 hari

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Karang Malang RT 01/03 Gemulak Sayung Demak

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : SMA

Status : Menikah

Suku bangsa : Jawa (WNI)

Ruangan : Kelas I Baitus Syifa

Masuk RSISA : 21/07/2014

3.2. Anamnesis

Keluhan utama : Nyeri kepala

Riwayat Penyakit Sekarang

Onset : ± 1 hari yang lalu

Lokasi : seluruh bagian kepala

Kualitas : nyeri semakin berat, nyeri seperti ditusuk terus

menerus

Kuantitas : nyeri tersebut membuat penderita terganggu dalam

melakukan pekerjaan

Faktor memperberat : saat aktifitas

Page 74: Laporan Kasus Sudah Fix

Faktor memperingan : istirahat/berbaring sedikit berkurang

Gejala penyerta : (-)

Kronologi : ± 1 bulan yang lalu pasien jatuh dari tangga ketika

sedang memperbaiki genteng rumah kepala pasien terbentur

lantai. Setelah kejadian itu pasien tidak merasakan keluhan

apapun pada kepala maupun lainnya, namun sejak ± 1 hari

pasien mengeluh nyeri kepala, nyeri terasa seperti di tusuk-

tusuk, nyeri sedikit berkurang saat istirahat dengan berbaring

dan bertambah saat aktivitas. Karena keluhan dirasakan sangat

berat pasien di bawa ke IGD RS Islam Sultan Agung Semarang

oleh keluarganya.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat trauma kepala : disangkal

Riwayat demam : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

Riwayat psikososial ekonomi

Page 75: Laporan Kasus Sudah Fix

Penderita bekerja di salah satu perusahaan swasta, penderita tinggal

serumah dengan istri dan seorang anak. Biaya pengobatan di tanggung

sendiri.

Kesan ekonomi : cukup.

3.3. Pemeriksaan Penunjang

CT SCAN KEPALA

Tanggal pemeriksaan 21 Juli 2014

Page 76: Laporan Kasus Sudah Fix
Page 77: Laporan Kasus Sudah Fix
Page 78: Laporan Kasus Sudah Fix

Hasil Pemeriksaan CT-Scan :

CT SCAN CRANIOCEREBRAL NON KONTRAS

Sulci, fissure dan cysterna tak sempit.

Tampak lesi hipodens tipis semilunar di regio fronto-parietal kiri.

Sistem ventrikel tak sempit.

Tak tampak deviasi garis tengah.

Batang otak dan serebelum tak jelas kelainan.

Tak tampak discontinuitas os. Cranium

KESAN :

Perdarahan subdural tipis di regio fronto-parietal kiri

Tak tampak fraktur os. Cranium.

Page 79: Laporan Kasus Sudah Fix

BAB IV

PEMBAHASAN

Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural

(diantara duramater dan arachnoid). Robeknya jembatan vena (“bridging veins”) di

antara kortek serebri dan sinus venosus penyebab utama terjadinya hematoma

subdural. Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor, yaitu beratnya cedera otak

yang terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume

hematoma subdural. Hematoma subdural dapat dinilai menggunakan pemeriksaan

radiologi, yaitu pemeriksaan CT-Scan kepala. Pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengetahui lokasi hematom dengan gambaran hiperdens/hipodens guna tatalaksana

lebih lanjut.

Pada kasus ini seorang laki-laki usia 34 tahun dibawa ke UGD RSISA oleh

keluarganya dengan riwayat ± 1 bulan yang lalu pasien jatuh dari tangga ketika

sedang memperbaiki genteng rumah kepala pasien terbentur lantai. Setelah kejadian

itu pasien tidak merasakan keluhan apapun pada kepala maupun lainnya, namun sejak

± 1 hari pasien mengeluh nyeri kepala, nyeri terasa seperti di tusuk-tusuk, nyeri

sedikit berkurang saat istirahat dengan berbaring dan bertambah saat aktivitas.

Page 80: Laporan Kasus Sudah Fix

Berdasarkan riwayat dan keluhan pasien maka dilakukan pemeriksaan CT-

Scan Kepala untuk mengetahui penyebab pasti nyeri kepala akibat trauma. Pada

pemeriksaan CT-Scan non kontras kepala didapatkan gambaran lesi hipodens tipis

semilunar di regio fronto-parietal kiri, sulci,fissure,dan cysterna tak sempit,

ventrikeltak sempit, tak tampak deviasi garis tengah, batang otak dan serebelum tak

jelas ada kelainan, serta tidak tampak adanya fraktur os.Cranium.

BAB V

KESIMPULAN

Hematoma subdural merupakan penimbunan darah di dalam rongga

subdural dimana dapat disebabkan karena cidera kepala berat yang dapat

menyebabkan perdarahan pada bridging veins karena tarikan ketika terjadi

penggeseran rotatorik pada otak.Gejala klinis ditentukan oleh dua faktor yaitu

beratnya cedera otak yang terjadi pada saat benturan trauma dan kecepatan

pertambahan volume perdarahan subdural.Pupil anisokor dan deficit motoric adalah

Page 81: Laporan Kasus Sudah Fix

gejala klinik yang sering ditemukan, tetapi tidak dapat digunakan sebagai indicator

mutlak untuk menentukan letak perdarahan.

Hematoma subdural dibagi menjadi tiga yaitu perdarahan akut, sub akut dan

kronis. Pada perdarahan subdural akut menimbulkan gejala segera kurang dari 72 jam

setelah cedera. Pada CT scan didapatkan gambaran lesi hiperdens. Perdarahan

subakut biasanya berkembang dalam beberapa hari sekitar 4-21 hari setelah

cidera.Pada CT scan didapatkan gambaran lesi isodens atau hipodens. Perdarahan

subdural kronis biasanya terjadi setelah 21 hari setelah cidera bahkan bisa lebih. Pada

CT scan didapatkan gambaran lesi hipodens

Dalam menentukan diagnosis hematoma subdural sering kali didasarkan

pada pemeriksaan CT scan untuk didapatkan gambaran lesi hipodens atau hiperdens

pada rongga subdural.

Prinsip pengobatan hematoma subdural adalah dengan melakukan operasi

untuk pengeluaran hematoma, tetapi pada kasus perdarahan kecil (volume 30 cc atau

kurang) dilakukan tindakan konservatif.

Page 82: Laporan Kasus Sudah Fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusdy Ghazali Malueka; Radiologi Diagnostik; Yogyakarta; Pustaka Cendekia

Press Yogyakarta; April 2011; Halaman 140 – 147

2. Harsono DSS; Kapita Selekta Neurologi; Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah

Mada; Gadjah Mada University Press; Halaman 309, 315

3. Satyanegara dan lain-lain; Ilmu Bedah Saraf, Edisi IV; Jakarta; Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama; Halaman 212-213

4. Sylvia Anderson Price dan Lorraine McCarty Wilson; PATOFISIOLOGI: Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku 2; Penerbit Buku Kedokteran; 1994;

Halaman 1014-1019

5. Brant, William E. dan Helms, Clyde A.; Fundamentals of Diagnostic Radiology, 3rd

edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2007; Halaman 56 – 61

6. T. Moritani, S. Ekholm & P. L Westesson; Diffusion-Weighted MR Imaging of The

Brain; German; Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2005; Halaman 64, 156 -157,

209

7. T. Scarabino, U. Salvoni & J.R. Jinkins; Emergency Neuroradiology; German;

Springer Berlin Heidelberg; 2006; Halaman 59, 118, 139, 146, 150 – 154

8. R.G Grainger, D. J. Allison, A. Adam & A. K. Dixon; Grainger & Allison’s

Diagnostic Radiology: A Textbook Medical Imaging, 4th Edition; Harcourt

Publishers Limited; 2001.

9. Rudiger von Kummer & Tobias Back; Magnetic Resonance Imaging in Ischemic

Stroke; German; Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006; Halaman 164 – 165

10. David Sutton; Textbook of Radiology and Imaging, Volume 2; 7th Edition; Elsevier

Science Ltd.; 2003; Halaman 1767 – 1769, 1779 – 1782

11. James L. Ausman; Chronic Subdural Hematomas and The elderly: Surgical results

from a series of 125 cases: Old “horses” are not to be shot!; 14th December 2012;

Available from: http://www.surgicalneurologyint.com

12. Serge Marbacher, Ottavio Tomasi and Javier Fandino; Review Article: Management

of Patients Presenting with Acute Subdural Hematoma due to Ruptured Intracranial

Page 83: Laporan Kasus Sudah Fix

Aneurysm; 28th November 2011; Available from:

http://www.hindawi.com/journals/ijvm/2012/753596

13. Amit Agrawal; Bilateral Biconvex Fronal Chronic Subdural Hematoma Mimicking

Extradural Hematoma; Available from: http://www.jstcr.org

14. Anita Shirley Joselyn, Grace Korula, Smiths Elizabeth George & Saravanan P.A.;

Spontaneous Intracranial Hypotension – A cause for recurrent chronic subdural

hematoma; 2010; Available from: http://www.joacp.org

15. Meagher, R. dkk.Subdural Hematoma, Medscape Reference, 2011

16. Meagher, R. dkk.Subdural Hematoma, Medscape Reference, 2013

17. Sastrodiningrat, A. G. 2006. Memahami Fakta-Fakta pada Perdarahan Subdural

Akut.