laporan kasus arjaq kpd

28
LAPORAN KASUS KETUBAN PECAH DINI Sumantara Raharja Waas H1A 008 021 Pembimbing: dr. I G. N. Sutama, SpOG

Upload: jacqueline-lewis

Post on 21-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Lk

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kasus Arjaq KPD

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Sumantara Raharja Waas

H1A 008 021

Pembimbing: dr. I G. N. Sutama, SpOG

KEPANITERAAN KLINIK MADYA SMF OBGIN

RSUD PRAYA - FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2015

Page 2: Laporan Kasus Arjaq KPD

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

rahmat dan karuniaNyalah sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat

pada waktunya.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan

kelulusan dari Lab/ SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Fakultas

Kedokteran Universitas Mataram/ RSUD Praya. Dalam penyusunan laporan

Kasus yang berjudul “Ketuban Pecah Dini” ini penulis memperoleh bimbingan,

petunjuk serta bantuan moral dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada dr. I G. N. Sutama, SpOG yang telah banyak

memberikan bimbingan kepada penulis.

Menyadari masih terdapat banyak kekurangan, penulis mengharapkan

kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan

kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan

pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan

praktek sehari-hari sebagai dokter.

Mataram, Januari 2015

Penulis

1

Page 3: Laporan Kasus Arjaq KPD

BAB I

PENDAHULUAN

Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan

angka kematian ibu (Maternity Mortality Rate) sampai pada batas angka terendah

yang dapat dicapai sesuai dengan kondisi dan situasi setempat serta waktu.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka

kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran

hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab.

Di Rumah Sakit Umum Swadana Sumedang angka morbiditas ibu dengan

ketuban pecah dini mengalami peningkatan pada tiap tahunnya. Insidensi KPD

berkisar 4,5 % sampai 7,6 % dari seluruh kehamilan. Insidensi di kalangan wanita

yang melahirkan bayi prematur berkisar antara 40 % - 60 % dan angka kematian

perinatal bayi prematur meningkat nyata jika terdapat ketuban pecah dini (KPD).

Sedang menurut De Cherney (2003) kasus KPD mencapai 10,7% dari seluruh

kehamilan. Menurut Oxorn (2003) insidensi terjadinya KPD antara 10% sampai 12%.

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan

membrane atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.

Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal

dari vagina dan servik (Prawirohardjo, 2007). Ketuban pecah dini merupakan salah

satu factor penyebab asfiksia neonatorum dan infeksi. Hipoksia pada janin yang

menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran transport gas

O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam

menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi

atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara mendadak karena hal-hal yang

diderita pada ibu dalam persalinan. Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan

prematuritas, infeksi dalam rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan

potensiil. Bila persalinan tertunda sampai 24 jam kemungkinan terjadi infeksi sangat

besar (Depkes RI, 1996).

Oleh karena itu, tatalaksana ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang

rinci sehingga dapat menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam

rahim.

2

Page 4: Laporan Kasus Arjaq KPD

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Membran Fetal

Amnion manusia terdiri dari lima lapisan. Lapisan ini tidak mengandung

pembuluh darah maupun saraf, sehingga nutrisi disuplai melalui cairan amnion.

Lapisan paling dalam dan terdekat pada fetus ialah epitelium amniotik. Epitel

amniotik mensekresikan kolagen tipeIII, IV dan glikoprotein non kolagen (laminin,

nidogen dan fibronectin) dari membrane basalis, lapisan amnion disebelahnya.

Lapisan kompakta jaringan konektif yang melekat pada membrane basalis ini

membentuk skeleton fibrosa dari amnion. Kolagen dari lapisan kompakta

disekresikan oleh sel mesenkim dari lapisan fibroblast. Kolagen interstitial (tipe I dan

III) mendominasi dan membentuk parallel bundles yang mempertahankan integritas

mekanik amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk koneksi filamentosa antara

kolagen interstitial dan membrane basalis epithelial. Tidak ada interposisi dari materi

yang menyusun fibril kolagen pada jaringan konektif amniotic sehingga amnion dapat

mempertahankan tensile strength selama stadium akhir kehamilan normal

Lapisan fibroblast merupakan lapisan amniotic yang paling tebal terdiri dari

sel mesenkimal dan makrofag diantara matriks seluler. Kolagen pada lapisan ini

membentuk jaringan longgar dari glikoprotein non kolagenosa.

Lapisan intermediate (spongy layer atau zona spongiosa) terletak diantara

amnion dan korion. Lapisan ini banyak mengandung hydrated proteoglycan dan

glikoprotein yang memberikan sifat “spongy” pada gambaran histology. Lapisan ini

juga mengandung nonfibrillar meshwork yang terdiri sebagian besar dari kolagen tipe

III. Lapisan intermediate ini mengabsorbsi stress fisik yang terjadi.

Walaupun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki tensile strength

yang lebih besar. Korion terdiri dari membrane epithelial tipikal dengan polaritas

langsung menuju desidua maternal. Pada proses kehamilan, vili trofoblastik diantara

lapisan korionik dari membrane fetal (bebas plasenta) mengalami regresi. Dibawah

lapisan sitotrofoblas (dekat janin) merupakan membrane basalis dan jaringan konektif

korionik yang kaya akan serat kolagen.

Membran fetal memperlihatkan variasi regional. Walaupun tidak ada bukti

yang menunjukkan adanya titik lemah dimana membran akan pecah, observasi harus

dilakukan untuk menghindari terjadinya perubahan struktur dan komposisi membran

yang memicu terjadinya ketuban pecah dini.

3

Page 5: Laporan Kasus Arjaq KPD

Vintziuleos dalam hipotesisnya memandang bahwa cairan amnion

mengandung materi bakteriostatik tertentu sebagai pelindung terhadap proses infeksi

potensial dan penurunan volume cairan amnion dapat menghambat kemampuan

pasien dalam menghadapi infeksi. Penelitian oleh borna et al menunjukan bahwa

pasien dengan oligohidramnion (AFI<5) memiliki risiko tinggi menderita

korioamnionitis dan sepsis pada neonatus.

Sebagian besar bukti mengarah bahwa ketuban pecah dini berhubungan

dengan proses biokimia meliputi rusaknya kolagen antar matriks ekstraseluler amnion

dan korion dan programmed cell death pada membran janin dan lapisan uteri

maternal (desidua) sebagai respon terhadap berbagai rangsangan seperti peregangan

membran (membrane stretching) dan infeksi saluran reproduksi, yang menghasilkan

mediator seperti prostaglandin, sitokin dan hormone protein yang mengatur aktivitas

enzim degradasi matriks.

Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000 – 1500 cc. Air ketuban

berwarna putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis, reaksinya agak

alkalis atau netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air, sisanya

albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa dan

garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per liter terutama sebagai albumin.

Didapatkan lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk

mengetahui apakah janin sudah mempunyai paru-paru yang matang. Sebab

peningkatan kadar lecitin pertanda bahwa permukaan paru-paru diliputi zat surfaktan.

Ini merupakan syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan bernapas. Bila persalinan

berjalan lama atau ada gawat janin atau pada letak sungsang akan kita jumpai warna

ketuban keruh kehijau-hijauan, karena telah bercampur dengan mekonium.

Fungsi air ketuban adalah sebagai berikut ; untuk proteksi janin, mencegah

perlengketan janin dengan amnion, agar janin dapat bergerak dengan bebas, regulasi

terhadap panas dan perubahan suhu, meratakan tekanan intrauterin dan

membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah, peredaran air ketuban dengan darah

cukup lancar dan perputarannya cepat, kira-kira 350-500 cc.

Air ketuban bersal dari kencing janin (fetal urin), transudasi dari darah ibu,

sekresi dari epitel amnion, asal campuran (mixed origin). Cara mengenali air ketuban

adalah dengan lakmus, makroskopis, berbau amis, adanya lanugo dan verniks

kaseosa, bercampur mekonium, mikroskopis.

4

Page 6: Laporan Kasus Arjaq KPD

II. Ketuban Pecah Dini

II.1 Definisi

Ketuban pecah dini ( KPD ) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan

pada saat belum inpartu atau selaput ketuban pecah 1 jam kemudian tidak diikuti

tanda-tanda awal persalinan (tanpa melihat umur kehamilan). 1,2,4,5

II.2 Epidemiologi

Ketuban pecah dini merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang paling

sering dijumpai. Insiden ketuban pecah ini dilaporkan bervariasi dari 6% hingga 10%,

dimana sekitar 20% kasus terjadi sebelum memasuki masa gestasi 37 minggu. Sekitar

8 hingga 10% pasien ketuban pecah dini memiliki risiko tinggi infeksi intrauterine

akibat interval antara ketuban pecah dan persalinan yang memanjang. Ketuban pecah

dini berhubungan dengan 30 hingga 40% persalinan preterm dimana sekitar 75%

pasien akan mengalami persalinan satu minggu lebih dini dari jadwal. 1,2,4,5

II. 3 Etiologi

Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum

diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan

faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang

lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi

adalah:

1. Infeksi. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun

asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan

terjadinya KPD.

2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena

kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).

3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan

(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh

beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya

KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,

maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai

infeksi.

5

Page 7: Laporan Kasus Arjaq KPD

4. Kelainan letak misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang

menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap

membran bagian bawah.

5. Keadaan sosial ekonomi

6. Faktor lain

a.Faktor golonngan darah

Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat

menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit

ketuban.

b.Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.

c.Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.

d.Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).

Beberapa etiologi dari ketuban pecah dini antara lain:

Kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)

Riwayat persalinan preterm sebelumnya : risiko 2 - 4x

Tindakan sanggama : tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika higiene

buruk, predisposisi terhadap infeksi

Perdarahan pervaginam : trimester pertama (risiko 2x), trimester kedua/ketiga

(20x)

Bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)

Ph vagina di atas 4.5 : risiko 32% (vs. 16%)

Servix tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25% (vs. 7%)

Flora vagina abnormal : risiko 2-3x

Fibronectin > 50 ng/ml : risiko 83% (vs. 19%)

Kadar crh (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada

stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm4,5

6

Page 8: Laporan Kasus Arjaq KPD

II. 4 Diagnosis

Diagnosis KPD didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium

dan USG.

1. Anamnesis

Penting untuk dicatat waktu pecahnya ketuban, dan warna ketuban. Pasien

juga perlu ditanya adanya pengeluaran darah atau cairan pervaginam juga adanya

nyeri abdomen.

2. Pemeriksaan

Hanya perlu dilakukan pemeriksaan dengan spekulum. Tidak dilakukan

pemeriksaan dalam secara digital kecuali diprediksikan persalinan akan berlangsung

dalam 24 jam. Nitrazin atau test fern dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi. Tes

cairan vagina untuk mengetahui pematangan paru janin juga perlu dilakukan dengan

tes cepat amniostat yang mendeteksi adanya phospatidilgliserol. 1,2,4,5

II. 5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo (2007) dibagi menjadi

aktif dan konservatif. Penatalaksanaan aktif dilakukan pada KPD dengan kehamilan

lebih dari 37 minggu.

induksi dengan oksitosin. Bila gagal dilakukan seksio sesarea. Dapat

pula diberikan misoprostol 50 μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4

kali.

Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan

persalinan diakhiri : bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks,

kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio

sesarea. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus

pervaginam.10,11

II. 6 Komplikasi

KPD seringkali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan

morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang

cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena

kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak

maju, partus lama dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus

7

Page 9: Laporan Kasus Arjaq KPD

KPD terutama pada pengelolaan konservatif. Komplikasi KPD pada aterm adalah

infeksi intrauterin selain itu adanya distosia (partus kering), dan tali pusat

menumbung10,11

8

Page 10: Laporan Kasus Arjaq KPD

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. “S”

Umur : 25 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Janapria

Agama : Islam

Suku : Sasak

Pendidikan : SMA

Berat badan : 50 kg

Tinggi badan : 155 cm

MRS tanggal : 26/01/2015 (18.00)

II. ANAMNESIS

Keluhan utama: Nyeri Perut

Perjalanan penyakit:

Pasien rujukan Puskesmas Tanjung dengan G1P0A0H0 usia kehamilan 39

minggu tunggal/ hidup/ intra uterine dengan riwayat keluar air > 12 jam. Pasien

mengeluh nyeri perut sejak pukul 12.00 WITA tanggal 26 Januari 2015. Nyeri

perut dirasakan menjalar hingga ke pinggang, nyeri hilang timbul masih jarang

dirasakan, dengan frekuensi antara 1 sampai 2 kali dalam satu jam.

Pasien mengaku sudah keluar cairan dari jalan lahir sejak pk 06.00 tanggal

24 Januari 2015. Air yang keluar jernih, pada saat awal keluar jumlahnya cukup

membasahi satu celana dalam. bau tidak pasti tidak. Tidak ada keluhan demam.

Pergerakan janin seperti menendang masih dirasakan terakhir sekitar 30 menit

yang lalu.

9

Page 11: Laporan Kasus Arjaq KPD

Riwayat penyakit terdahulu : Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru,

hati, ginjal, DM, hipertensi ataupun penyakit berat lainnya.

Riwayat penyakit keluarga : Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati,

ginjal, DM, hipertensi ataupun penyakit berat lainnya.

Riwayat alergi : Tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, dan makanan.

Riwayat Obstetri :

1. Ini

HPHT : 26 April 2014

HTP : 2 Februari 2015

Riwayat penggunaan kontrasepsi : tidak pernah

Riwayat kontrol kehamilan (ANC) : 7 kali Di Puskesmas, terakhir kontrol

kehamilan tanggal 17 Januari 2015 dengan hasil:

BB: 50 kg

UK: 37 minggu

TFU: 26 cm

Posisi Janin: Letak kepala, punggung di bagian kanan

DJJ: 140 x / menit

Riwayat USG: pasien mengaku tidak pernah USG

Kronologi di Puskesmas Janapria

Pk 19.30

S : pasien datang mengaku hamil 9 bulan mengeluh sakit pinggang da nada

riwayat keluar air sejak 3 hari yang lalu.

O : K/U : Baik

Kesadaran : kompos mentis

TD : 110/70 mmHg

Nadi: 80 x/mt

RR : 20 x/ mt

Suhu : 36,2°C

TFU : 29 cm

Teak janin : letkep puka

Djj 146

10

Page 12: Laporan Kasus Arjaq KPD

Vt 1cm, eff 10, kp h1 tt

A : G1p0a0h0 dengan kpd >12 jam

P : ivfd rl 20 tpm

Ampisilin 1g

- Observasi kesra ibu dan bayi

Pemeriksaan di RSU Mataram (23.30)

TD : 110/70 mmHg

N : 80 x/ menit

RR : 18 x/ menit

t : 36,6C

Mata : anemis (-), icterus (-), tanda infeksi (-), oedem palpebra (-)

Pulmo : vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

Cor : S1/S2 tunggal, mur-mur (-), gallop(-)

Extremitas : akral hangat (+/+), oedema (-/-)

Obstetrik status :

L1 : bokong, TFU: 29 cm

L2 : punggung di kanan

L3 : Kepala

L4 : Ʉ 4/5

TBJ : 2480 gr

DJJ : 13.14.14

His : (-)

VT : Ø 1 cm, eff 10%, ketuban (-), jernih, teraba kepala, ↓ H1, tidak teraba

bagian kecil janin maupun tali pusat

11

Page 13: Laporan Kasus Arjaq KPD

Pelvic score:

Pembukaan cervix : 1 cm : 1 poin

Panjang cervix : 2 cm : 1 poin

Station : H1 : 0 poin

Posisi cervix :tengah: 1 poin

Konsistensi cervix :keras : 0 poin

Evaluasi panggul :

Promontorium : tidak teraba

Spina ischiadica : tidak menonjol

Os coccygeus mobile

Archus pubis :> 90

Hasil pemeriksaan laboratorium :

WBC : 9800 /µl

RBC : 4,34 x 106/µl

Hb : 12,3 g/dl

HCT : 37,6 %

PLT : 227000/µl

HBSAg (-)

Diagnosis :

G1P0A0H0 36-37 minggu, tunggal, hidup, intrauteri, presentasi kepala dengan

KPD

Rencana tindakan:

Observasi kesejahteraan ibu dan janin

Cek DL, HBSAg

Lapor supervisor:

Usul:

CTG

PS

12

Page 14: Laporan Kasus Arjaq KPD

Terminasi induksi dengan oxytocin bila KPD > 12 jam dengan hasil

CTG yang reaktif dan PS ≥ 5

Inj. Ampicillin 1 gr

Advis : usul diterima

Persalinan:

Lahir bayi perempuan spontan pervaginam berat 2600 gram, APGAR Score 7-9

dengan cairan ketuban jernih volume sekitar 100 cc. Plasenta lahir sekitar 5 menit

kemudian, lahir lengkap. Tali pusat putih, panjang sekitar 50 cm. Episiotomi

derajat 2.

13

Page 15: Laporan Kasus Arjaq KPD

BAB IV

PEMBAHASAN

Ketuban pecah dini merupakan problematika yang sering terjadi dan

sering kali menimbulkan berbagai konsekuensi yang dapat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi kematian perinatal yang

cukup tinggi.

Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus bersikap aktif

terutama pada kehamilan aterm atau harus menunggu sampai terjadi proses

persalinan sehingga masa tunggu akan memanjang, berikutnya akan

meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif

ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan

tercapainya kematangan paru dan berat badan yang cukup.

Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa

yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu

awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya

diagnosa yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai

resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh

karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD didasarkan

pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Dari anamnesis 90% sudah

dapat mendiagnosa KPD secara benar. Pada pasien diatas anamnesis yang dapat

digali berupa, penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan

yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir, Cairan bening dan berbau amis

berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna. Pengeluaran urin dan cairan

vagina yang banyak dapat disalahartikan sebagai ketuban pecah oleh pasien. Jadi

dalam menganamnesa kedua kondisi tersebut harus benar-benar dipastikan cairan

yang keluar tersebut bukan urine (kencing). Ketuban pecah dini merupakan

14

Page 16: Laporan Kasus Arjaq KPD

pecahnya ketuban tanpa diikuti oleh tanda-tanda persalinan, dari anamnesis juga

perlu di gali apakah ada tanda-tanda persalinan, seperti adanya darah bercampur

lendir, nyeri perut (kontraksi/his).

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan KPD dapat dilakukan inspekulo dan

pemeriksaan dalam berupa vaginal toucher (VT). Pada inspekulo pasien diatas

tampak cairan merembes dari OUE dan cairan terkumpul pada fornix posterior.

Pada pemeriksaan VT didapatkan CD 1 cm, eff 10%, ketuban (-), denominator

belum jelas, teraba kepala turun H1, tidak teraba bagian kecil janin atau tali

pusat.. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu

dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam

persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu

pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim

dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat

menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang

sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi

sedikit mungkin.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus KPD adalah

pemeriksaan laboratorium dan pemriksaan USG. Pemeriksaan laboratorium pada

kasus KPD diantaranya Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah

berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7

– 7,5, darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.

Kemudian Mikroskopik tes (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas

objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran

daun pakis. Pemeriksan USG dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban

dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.

Namun sering terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion. Pada pasien

diatas kedua pemeriksaan penunjang tidak dilakukan. Walaupun pendekatan

diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD

sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.

Setelah ditegakkan diagnosis pasti KPD maka dilakukan penatalaksanaan.

Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan

dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur

15

Page 17: Laporan Kasus Arjaq KPD

kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Pada pasien diatas umur

kehamilan telah mencapai aterm (>37minggu) sehingga dapat dilakukan

penatalaksanaan berupa induksi dengan drip oksitosin setelah dilakukan

pemeriksaan seperti pelvic score, CTG dan pemeriksaan laboratorium pendukung

lainnya. Pada pasien diatas tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti kenaikan

suhu tubuh, leukosit yang meningkat pada pemeriksaan laboratorium. Pada pasien

diatas bayi lahir spontan setelah dilakukan induksi dengan drip oksitosin,

maintenance pada tetesan 32. Bayi lahir perempuan, A-S 7-9, dengan berat

2800gram.

16

Page 18: Laporan Kasus Arjaq KPD

DAFTAR PUSTAKA

1. F. Gary Cunningham, F. Gant N….(et al), alih bahasa, Andry Hartono, Y.

Joko S. .(et al). Obstetri William. Edisi 21. Cetakan pertama. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. p1036-1037.

2. Moeloek, Farid Anfasa. (2003), Standar Pelayanan Medik Obstetri dan

Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Jakarta.

3. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta:

Media Aesculapius. 2000.

4. Smith .J.F., Premature Rupture of Membranes,

http://www.chclibrary.org/micromed/00061770.html, 2001.

5. Bruce.E., Premature Rupture of Membrane (PROM),

http://www.compleatmother.com/prom.htm, 2002

6. Yancey .M.K., Prelabor Rupture of Membrane at Term : Inducce or

Wait?, medscape General Medicine 1 (1), 1999

7. Parry.S, Strauss.J.F, Premature Rupture of the Fetal Membrane dalam

The New England Jurnal of medicine, Volume 338:663-670, March, 1998.

8. Phupong.V., Prelabour Rupture of Memnranes in Journal of Pediatric,

Obstetric and Gynaecology, Nov/Dec, 2003, Hal : 25 – 31

9. Manuaba.I.B.G., Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta

Penatalaksanaan Obstetri Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal :

221 – 225.

10. Mokhtar.R., Ketuban Pecah Dini dalam Sinopsis Obsteri, Obstetri

Fisologi Obstetri Patologi I, EGC, Jakarta, 1994, hal : 285 – 287.

11. Komite Medik RSUP NTB, Ketuban Pecah Dini dalam Standar

Pelayanan medis RSUP NTB, Yogyakarta, 1999, hal : 21-22

17