kpd preterm
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Ketuban sebagai salah satu hasil konsepsi memiliki peranan penting baik dalam
kelangsungan kehamilan maupun saat proses persalinan. Dalam kehamilan,
ketuban berperan sebagai pelindung janin terhadap trauma dari luar, sehingga
janin bisa bergerak bebas dan melindungi suhu tubuh janin. Sementara itu
peranannya pada proses persalinan yaitu meratakan tekanan dalam uterus
sehingga serviks terbuka. Dan ketika selaput ketuban pecah saat inpartu maka
akan semakin memberi tenaga untuk membuka jalan lahir karena membuat
pembukaan serviks semakin besar, mempercepat penurunan bagian terbawah
janin, dan membantu membersihkan jalan lahir.1,2
Pada ibu hamil yang disertai dengan beberapa faktor resiko seperti
peningkatan degradasi kolagen, infeksi, inkompetensi serviks, kehamilan ganda,
hidramnion, atau defisiensi nutrisi8 maka akan terdapat kecenderungan selaput
ketuban itu pecah lebih awal yang kemudian secara umum disebut Ketuban Pecah
Dini (KPD).1.5.7
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah suatu keadaan berupa pecahnya selaput
ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, yang bila diikuti satu jam
kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.1 Istilah ini kemudian
berkembang sesuai dengan usia kehamilan saat diagnosis ditegakkan yaitu apabila
pecahnya selaput ketuban itu terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu
maka disebut Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM).3,4,5,6
Dari seluruh kehamilan prevalensi KPD berkisar antara 3-18%. Saat aterm, 8-
10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan
kehamilan preterm atau hanya sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. Pecahnya
ketuban terlalu dini dapat berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. Jarak
antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag
period = LP). Bila periode laten terlalu panjang dan ketuban sudah pecah, maka
dapat terjadi infeksi yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak.
Keadaan ini kemudian menjadi salah satu pusat perhatian para ahli di bidang
Obstetri oleh karena komplikasinya yang melibatkan ibu dan janin. Secara umum
1
komplikasi yang menyertai KPD baik bagi si ibu maupun janin adalah ancaman
infeksi (intrauterine ascending infection) yang nantinya akan berakibat fatal
hingga terjadinya kematian janin bila penanganannya tidak segera dan tidak tepat
karena semakin besar periode laten maka resiko infeksi akan semakin besar.3
Apabila pecahnya selaput ketuban terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu (24-37 minggu) yang disebut sebagai PPROM maka bahaya utama yang
mengancam adalah terjadinya kelahiran prematur.3,7 Hal ini terkait data statistik
yang menunjukan bahwa 85 % morbiditas dan mortalitas neonatus adalah
prematuritas3 dan KPD prematur (PPROM) merupakan faktor risiko ketiga
terbesar (30-40 % kehamilan dengan PPROM berakhir dengan kelahiran
prematur) terjadinya kelahiran prematur dengan insiden sebesar 3 % dari seluruh
kehamilan.3,4
Untuk itu penegakkan diagnosis KPD sedini mungkin, penanganannya yang
tepat dan cepat sesuai usia kehamilan, monitoring keadaan ibu dan janin harus
dilakukan sebaik mungkin untuk mengurangi risiko terutama infeksi dan kelahiran
prematur serta kompilkasi lain sehingga outcome berupa well health baby dan
well health mother bisa dicapai.5,6
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiologi Kantung Ketuban
Kantung ketuban merupakan sebuah kantung berdinding tipis yang berisi
cairan dan janin selama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari
dua bagian yaitu amnion yang terdapat di sebelah dalam dan korion yang
terdapat di sebelah luar. Selain itu didalam kantung ini terdapat cairan
ketuban adalah cairan yang terdiri dari 98 persen air dan sisanya garam
anorganik serta bahan organik. Cairan ini dihasilkan selaput ketuban dan
diduga dibentuk oleh sel-sel amnion ditambah air kencing janin. Pada ibu
hamil, jumlah cairan ketuban ini beragam. Normalnya antara 1 liter sampai
1,5 liter. Namun bisa juga kurang dari jumlah tersebut atau lebih hingga
mencapai 3-5 liter. Diperkirakan janin menelan lebih kurang 8-10 cc air
ketuban atau 1 persen dari seluruh volume dalam tiap jam.Pada ibu hamil,
air ketuban ini berguna untuk mempertahankan atau memberikan
perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh
‘lingkungannya’ di luar rahim. Selain itu air ketuban bisa membuat janin
bergerak dengan bebas ke segala arah. Tak hanya itu, manfaat lain dari air
ketuban ini adalah untuk mendeteksi jenis kelamin, memerikasa kematangan
paru-paru janin, golongan darah serta rhesus, dan kelainan kongenital
(bawaan), susunan genetiknya, dan sebagainya. 6,7
2.2. Definisi
Ketuban Pecah Dini/KPD (prematur rupture of membran) merupakan suatu
keadaan berupa pecahnya selaput ketuban secara spontan, bila diikuti satu
jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.1,3 Jika ditinjau dari
usia kehamilan, kondisi ini dapat terjadi pada usia kehamilan aterm (37-40
minggu) atau preterm (24-37 minggu) yang selanjutnya disebut Preterm
Premature Rupture of Membrane (PPROM).3,7Bila terjadi lebih dari 12 jam
maka disebut prolonged PROM. Interval antara pecahnya ketuban dan
mulainya persalinan disebut periode laten, yang lamanya berkisar antara 1-
12 jam. 1,5-8
2.3 Prevalensi
3
Pada kehamilan aterm angka kejadian ketuban pecah dini sebesar 8 % dan
secara umum akan diikuti dengan onset persalinan. Pada suatu penelitian
(clinical trial) didapatkan sebagian besar wanita dengan ketuban pecah dini
yang ditangani sesuai harapan menjalani proses persalinan dalam 5 jam dan
sebagian lagi dalam 28 jam setelah selaput ketuban pecah. Adapun risiko
ketuban pecah dini pada kehamilan aterm yang paling banyak adalah infeksi
intrauterine. Sementara risiko pada bayi yaitu berhubungan dengan kompresi
tali pusat dan infeksi asending. Sementara pada kehamilan preterm sering
dihubungkan dengan kejadian persalinan preterm/ bayi premature.
Disebutkan sekitar 30-40 % kejadian ketuban pecah dini pada kehamilan
preterm (< 37 minggu) dapat menyebabkan persalinan preterm. Pada suatu
penelitan dilaporkan sekitar 75 % pasien dengan KPD preterm yang
ditangani dengan baik dapat melahirkan dalam 1 minggu. Secara klinik,
pada wanita dengan KPD preterm 13 – 60 % terjadi infeksi intraamnion dan
2-13 % terjadi infeksi post partum.4-6,8
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko
Ruptur/pecahnya selaput ketuban dapat terjadi oleh karena berbagai penyebab.
Sampai saat ini etiologi atau penyebab pasti terjadinya KPD masih belum
jelas.2,8,13 Namun terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan
meningkatnya KPD diantaranya:a. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa
menyebabkan terjadinya KPD. 4-6,8,11,14
b. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh
karena terdapat kelainan pada servik uteri (akibat persalinan atau
curetage). 5,8,12,14
c. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya trauma, polihidramnion atau pada gemelli.
d. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
maupun amnosintesis.
4
e. Kelainan letak (sungsang), dimana tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) sehingga tidak ada yang dapat
menhalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
f. Status sosial ekonomi yang rendah.
g. Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jarinngan kulit
ketuban.
h. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
i. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
j. Defisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).3,5-7
2.5 Patogenesis
Pecahnya selaput ketuban pada persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang. Hal ini terjadi akibat perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan akibat
seluruh selaput ketuban rapuh. Untuk menjaga keutuhannya diperlukan
keseimbangan antara sisntesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen
berubah dan hal inilah yang menyebabkan kerapuhan selaput ketuban. Adapun
faktor resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini yaitu berkurangnya asam
askorbik sebagai komponen kolagen dan berkurangnya tembaga yang dapat
mengakibatkan pertumbuhan struktur abnormal.5,6
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor proteinase. Degradasi
kolagen tersebut terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP).
MMP merupakan suatu kelompok enzim yang dapat memecah komponen-
komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput
ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari
kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan
MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga
diproduksi penghambat metaloproteinase/tissue inhibitor metalloproteinase
(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-
5
2 menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas
yang sama dengan TIMP-1.5-7
Mendekati waktu persalinan, ketidakseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran
janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.
Pada didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari
TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler
selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut sehingga terjadi
patologis pecah ketuban dini. Pada kehamilan aterm yang mengalami Ketuban
Pecah Dini maka akan terjadi peningkatan kolagenase. Sedangkan pada
kehamilan preterm terjadi peningkatan kadar protease terutama MMP-9 dan
kadar TIMP-1 yang rendah. penyakit periodontitis dimana terdapat
peningkatan MMP, cenderung terjadi KPD.5-7
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trisemester ketiga
selaput ketuban akan mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban
ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerak
janin. Pada trisemester terakhir akan terjadi perubahan biokimia pada selaput
ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang
fisiologis. KPD pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-
faktor eksternal, seperti infeksi yang menjalar dari vagina. KPD prematur
sering terjadi pada polihidramnion, serviks inkompeten, dan solusio
plasenta.1,3,7
6
Gambar 1. Faktor Resiko terjadinya KPD
2.6 Diagnosis
Diagnosis KPD ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan riwayat dan waktu keluar air pervaginam
dengan warna, bau yang sesuai dengan ciri air ketuban. Selain itu juga
dapat ditemukan adanya partikel dalam cairan seperti rambut-rambut halus
(lanugo) dan lemak (verniks), serta bercak darah ada darah. Keluarnya
cairan ini sering tidak disadari oleh ibu karena terkadang cairan ini hanya
merembes dari vagina akibat robekan selaput ketuban yang sedikit. Untuk
itu perlu dipastikan kapan keluar cairan ini pertama kali oleh karena hal ini
berhubungan dengan risiko infeksi yang dapat mengenai ibu dan bayi.
Namun bila tidak diketahui kapan waktu pasti pertama kali keluar ketuban,
maka waktu yang disepakati adalah waktu saat ibu datang ke rumah sakit.
7
Hal ini terjadi sebelum ada tanda-tanda persalinan. Ibu tidak mengeluhkan
adanya kontraksi/nyeri seperti ingin mengedan. 3,7 Juga perlu ditanyakan
adanya gerakan bayi yang masih aktif untuk mengetahui keadaan bayi
tersebut.5-7
Pemeriksaan fisik
Inspeksi pada daerah genital tampak cairan yang keluar pervaginam. Pada
pemeriksaan inspekulo, bila fundus uteri ditekan atau bagian terendah
digoyangkan atau apabila ibu batuk, maka akan terlihat cairan keluar dari
Ostium Uteri Internum (OUI).7 Dan dengan pemeriksaan dalam (Vaginal
Toucher) bisa didapatkan adanya cairan dalam vagina dan selaput ketuban
yang sudah pecah.7 Pada pemeriksaan fisik juga dilihat bagaimana warna
air ketuban, adakah rambut-rambut halus/ lamugo maupun verniks.1,3,5-7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan
menggunakan kertas lakmus yang menunjukkan reaksi basa yaitu bila
digunakan lakmus merah setelah di tempelkan pada cairan tersebut maka
warna kertas tersebut akan berubah menjadi biru, tapi bila semula memang
biru maka tidak akan terjadi perubahan warna pada kertas itu. Untuk
memperoleh hasil yang akurat maka mesti ditanya dulu pada ibu apakah
sebelumnya melakukan hubungan suami istri dan dicari apakah ada tanda-
tanda infeksi saluran kencing atau tidak, oleh karena adanya kontaminasi
semen atau darah bisa menimbulkan hasil positif palsu.3 Pemeriksaan
secara mikroskopis juga bisa dikerjakan dengan indikator berupa
tampaknya lanugo atau verniks kaseosa.3,7 Apabila dengan pemeriksaan
fisik masih timbul keragu-raguan maka bisa dilakukan pemeriksaan
ultrasonography (USG) untuk mengetahui Amniotic Fluid Index (AFI)
selain juga bisa untuk mengetahui usia kehamilan, berat janin dan
presentasinya. 7,8
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada KPD tergantung pada usia kehamilan saat
terdiagnosis, keadaan janin, dan keadaan ibu. Prinsipnya adalah
memperpanjang kehamilan hingga paru-paru janin matang (pada KPD
8
preterm) atau segera pertimbangkan untuk terminasi kehamilan apabila
dicurigai korioamnionitis atau tanda-tanda gawat janin.3,5,6
KPD dengan kehamilan aterm
Data statistik menunjukan bahwa 90 % pasien dengan status ini akan
mengalami persalinan spontan dalam 24 jam, sehingga pada kasus ini dalam
memutuskan apakah persalinan akan ditunggu berlangsung spontan atau
dengan induksi adalah tergantung keputusan ibu dan keluarga dengan tetap
memberi pertimbangan bahwa bahaya infeksi akan tetap mengancam
sebanding dengan besarnya angka periode laten, yaitu semakin lama jarak
antara pecahnya ketuban dengan berlangsungnya persalinan maka resiko
untuk terjadinya infeksi baik pada ibu maupun pada janin akan semakin
meningkat.3,5,6
Prinsip penanganan pada kondisi ini adalah:
Diberikan antibiotika profilaksis, berupa Ampisillin 4 x 500 mg selama
7 hari
Bisa dilakukan observasi hingga persalinan berlangsung spontan
dengan tetap memperhatikan keadaan janin (gerak janin dan denyut
jantung janin) dan keadaan ibu
Terminasi harus segera dilakukan apabila: hasil
pemeriksaan”admission test” patologis, bila suhu rektal meningkat
atau lebih dari 37,6oC, belum ada tanda-tanda inpartu setelah observasi
selama lebih dari 6 jam.7
Terminasi kehamilan dilakukan dengan mempertimbangkan nilai pelvis skor
(PS):2,5
Tabel Pelvis Skor
Kriteria 0 1 2Penipisan (effacement)
Tubuler panjang Panjang 1 cm Panjang <1 cm
Pembukaan serviks Tertutup 1 cm 2 cmKonsistensi serviks Keras Sedang LunakArah serviks Posterior Mid AnteriorPenurunan bag terbawah janin
< 2 cm atau hodge II
2cm-1 cm atau hodge II +
1 cm atau hodge III
9
Apabila PS > 5, maka terminasi bisa dilakukan dengan drip oksitosin dan bila
drip gagal maka seksio cesaria adalah pilihannya. Tapi apabila PS < 5 maka
perlu dilakukan pematangan serviks terlebih dahulu apabila ingin diakhiri
dengan persalinan pervaginam dengan menggunakan misoprostol 50
mikrogram tiap 4 jam secara sublingual dengan pemberian maksimal 4 kali
pemberian. Namun pada beberapa literatur menyatakan bahwa dengan dosis
25 mcg sudah efektif untuk ripening dan menginduksi persalinan. Hal ini telah
ditunjukan dari penelitian-penelitian yang telah teruji. Misoprostol dapat
diberikan secara oral (50-100 mcg) dan bisa diulang tiap 4jam, tetapi
penggunaan pervaginam dikatakan lebih efektif. Risiko utama pemberian
preparat prostaglandin adalah hiperstimulasi uteri. Untuk itu dipantau
kesejahteraan ibu dan bayi dengan evaluasi kontraksi, denyut jantung bayi dan
perubahan pada pelvik skor.5,6
Misoprostol merupakan obat untuk mencegah ulkus lambung yang
disebabkan oleh penggunaan NSAID (Non Steroid Anti Inflamation Drug).
Melalui perangsangan reseptor prostaglandin, sehingga dapat menghambat
enzim adenil siklase yang menyebabkan produksi asam lambung berkurang.11
Misoprostol juga berperan dalam proses aborsi, pematangan serviks,
uterotonik9 dan mengendalikan perdarahan post partum.10 Sehingga
misoprostol digunakan sebagai induksi dalam persalinan.9
Tempat metabolisme utama dari misoprostol adalah hati dan hanya 1
persen di ekskresi melalui urin. Efek samping dari pemberian per oral adalah
mual, muntah, diare, nyeri abdomen, menggigil, demam.10
Pada pasien ini diberikan pervaginam dengan dosis 25 µg. Sebanyak 25
penelitian yang menemukan bahwa misoprostol vaginal lebih efektif dari
prostaglandin lainnya dalam menginduksi persalinan.13Kesimpulan dari suatu
meta-analisis menyebutkan tentang penggunaan misoprostol intravaginal
untuk kematangan serviks dan induksi kehamilan. Dinyatakan bahwa terjadi
peningkatan tachysistole intrauterin, tetapi secara statistik, tidak signifikan
merugikan fetus.12 Tetapi menurut wing pada tahun 1997, risiko hiperstimulasi
uterin dan keluarnya mekonium pada pengguanan misoprostol dapat
dikurangi dengan memberikan dosis 25 mikrogram misoprostol tiap 6 jam.12
10
Misoprostol memiliki efek samping diantaranya meningkatkan
hiperstimulasi uterin13 stabil pada suhu ruangan,8,13,14 juga dapat diberikan per
oral,14 dan harganya pun lebih murah dibandingkan dengan prostaglandin.8,14
Pada analog prostaglandin lainnya (PGE2 dan PGF2α) dapat menyebabkan
infark miocardiumn dan spasme bronkus, sedangkan pada misoprostol tidak
menyebabkan hal tersebut.10
Selain berperan dalam induksi persalinan, misoprostol juga dapat menekan
imunitas maternal. Hal ini melalui berbagai mekanisme, diantaranya
mengganggu proses fagositosis makrofag, menekan mediator proinflamasi
sebagai respon infeksi dan menekan peptida dari derivat epitel sebagai
antimikroba. 15 Adapun kelemahan lain yang sangat fatal yaitu terjadinya
ruptur uterus, namun hal ini sangat jarang terjadi.13
KPD dengan kehamilan Preterm
50 % kasus sesuai data statistik akan lahir prematur dengan jarak 1 minggu
dari waktu pecahnya ketuban. Ancamannya adalah kelahiran premature
dengan kondisi janin yang viable dan juga ascending infection, sehingga
prinsip penangannya adalah sebisa mungkin memperpanjang kehamilan
hingga paru-paru janin matang.2,6
Penanganan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas NICU yang
lengkap
Diberikan antibiotika profilaksis, berupa Ampisillin 4 x 500 mg selama
7 hari
Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (bila usia
kehamilan < 35 minggu) berupa deksamethasone 1x12,5 mg IM
diberikan 2 kali 24 jam.
Observasi di kamar bersalin : tirah baring selama 24 jam (selanjutnya
dirawat di ruang obstetri) dan observasi temperatur rektal tiap 3 jam
Observasi di ruang obstetri: temperatur rektal dicek setiap 6 jam dan
juga dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu leukosit dan laju endap
darah (LED) tiap 3 hari
Perawatan konservatif dilakukan sampai janin viable dan selama
perawatan dilarang melakukan pemeriksaan dalam
11
Setelah satu minggu perawatan konservatif, dilakukan pemeriksaan
USG untuk menilai air ketuban
Pasien bisa dipulangkan pada hari ke-7 perawatan konservatif dengan
saran: tidak boleh koitus, tidak boleh melakukan manipulasi vagina,
dan bila keluar air lagi disarankan untuk segera ke rumah sakit untuk
dipertimbangkan diterminasi dengan tetap melihat hasil laboratorium.
Adapun kriteria infeksi pada KPD secara klinis dan laboratorium
sebagai pertimbangan menterminasi kehamilan adalah:
Kriteria klinis infeksi pada KPD:5
1. Febris
2. Uterine tenderness (di periksa setiap 4 jam)
3.Takikardia (denyut nadi maternal > 100x/mnt)
4. Denyut jantung janin yang > 160 x/mnt
Kriteria Laboratorium infeksi pada KPD:5
1. Leukositosis maternal (WBC yang lebih dari 16.000/uL merupakan
alaram)
2. Pengukuran C-reactive protein cairan amnion gas-liquid chromatography
bermanfaat dalam mendeteksi amnionitis.
3. Amniosintesis untuk mendapatkan bukti yang kuat (misalnya cairan
amnion yang mengandung leukosit yang banyak atau bakteri pada
pengecatan gram maupun pada kultur aerob maupun anaerob)
2.8 Komplikasi
KPD preterm dapat menyebabkan persalinan preterm, korioamnionitis,
endometritis, gawat janin atau asfiksia intrauterine. Angka kejadian
korioamnionitis berbanding terbalik dengan usia kehamilan. Menurut Hillier
dkk (1988) : usia kehamilan 26 minggu menunjukkan insiden
korioamnionitis histologik 100%, pada usia kehamilan 30 minggu insiden
korioamnionitis histologik 70% dan pada usia kehamilan 32 minggu insiden
korioamnionitis histologik 60%. Hal ini berhubungan dengan invasi mikroba
secara langsung kedalam cairan amnion dan inflamasi selaput ketuban. Gawat
janin atau asfiksia intrauterine merupakan akibat dari kompresi tali pusat
akibat berkurangnya cairan amnion (oligohidramnion) atau prolaps tali pusat.
12
Komplikasi yang terjadi tergantung dari usia kehamilan saat didiagnosis, dan
lamanya periode laten. Komplikasi utama pada ibu adalah terjadinya infeksi,
sedangkan pada janin selain berupa infeksi, juga bisa berupa kelahiran
prematur, abruptio placenta, fetal distress, pulmonary hipoplasia dan bahkan
sampai terjadinya kematian janin.6,7
2.9 Prognosis
Adapun prognosis KPD pada kehamilan tergantung pada kapan diagnosis
KPD ditegakkan dan management yang segera dan tepat sehingga resiko
infeksi bisa diminimalisir. Pada kasus KPD preterm, prognosisnya baik pada
usia kehamilan >32 minggu sepanjang tidak ada komplikasi yang menyertai
seperti malformasi kongenital.1,4-7
2.10 Pencegahan
Pencegahan KPD sulit untuk dilakukan, oleh karena penyebab pasti KPD itu
sendiri belum pasti. Namun dengan menghindari beberapa faktor resikonya,
terjadinya KPD mungkin dapat dicegah. Pencegahan dalam hal ini meliputi
upaya mencegah terjadinya intrauterine ascending infection misalnya dengan
pemberian antibiotika profilaksis, atau dengan membatasi pemeriksaan
dalam.1,3
BAB III
LAPORAN KASUS
13
3.1 Identitas
Nama : KT
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 18 tahun
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Susut, Kintamani
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Status : Menikah
Nama Suami : IMS
Pekerjaan : Petani
MRS : 29 April 2011 (Pkl 08.30 WITA)
3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Keluar air pervaginam.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari puskesmas Kintamani I dengan diagnosis
G2P0010 36 minggu T/H + Keluar air sejak pukul 07.30. Pasien mengeluh
keluar air merembes pervaginam dengan warna cairan jernih, bau (-) sejak
pukul 07.30 WITA (28/4/2011). Pasien juga mengeluh sakit perut hilang
timbul dirasakan sejak pk. 03.00 (29/04/2011). Keluhan keluar lendir campur
darah disangkal. Gerak janin dikatakan masih dirasakan baik. Riwayat
keputihan, demam dan trauma disangkal. Hubungan seksual terakhir 6 hari
yang lalu.
Hari pertama haid terakhir (HPHT) : 18/08/2010
Taksiran partus : 25/05/2011
ANC : Bidan (teratur, dikatakan kondisi ibu dan janin
normal)
USG : 2 x di Spesialis Obstetri dan ginekologi, terakhir 3
hari yang lalu dan dikatakan normal
Riwayat Obstetri
I. Abortus, uk 2 bulan, 1th yll kuretase di RSUD Bangli
14
II. Ini.
Riwayat Menstruasi
Menarch : usia 13 tahun
Siklus : teratur 30 hari
Lamanya haid : 3-5 hari
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1x, selama ± 1 tahun.
Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak pernah memakai alat kontrasepsi
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sesak, kejang, hipertensi, penyakit jantung, penyakit hati, penyakit
ginjal, diabetes, alergi obat, disangkal. Riwayat keputihan, penyakit menular
seksual disangkal. Riwayat operasi tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit berat pada keluarga seperti hipertensi, diabetes, dan
penyakit jantung disangkal.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu tubuh aksila : 36,5 °C
Suhu rectal : 36,8 oC
Tinggi badan : 156 cm
Berat badan : 60 kg
Status General
Kepala : Mata : konjungtiva pucat -, ikterik -, reflek pupil +/+ isokor
THT : tonsil T1/T2, faring hiperemis -/-, kesan tenang.
Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
15
Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas : Akral hangat dan tidak ada edema pada keempat ekstremitas
Status Obstetri
Mammae
Inspeksi
Hiperpigmentasi areola mammae, penonjolan glandula Montgomery (+)
Abdomen
Inspeksi
Tampak perut membesar ke depan, disertai adanya striae gravidarum, tidak
tampak bekas luka sayatan
Palpasi
Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah procesus xiphoideus. Teraba bagian
bulat dan lunak. Kesan bokong.
II. Teraba tahanan keras di kiri (kesan punggung) dan teraba bagian kecil
di kanan
III. Teraba bagian bulat, keras dan susah digerakkan (kesan kepala).
IV. Bagian bawah teraba 4/5 bagian dari pintu atas panggul
Tinggi Fundus Uteri 29 cm
His (-)
Gerak janin (+)
Auskultasi
Denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kiri bawah umbilikus
dengan frekuensi 12.11.12 (~ 140 x/menit)
Vagina
VT (Pk. 08.40)
Pembukaan servik 2 cm, efficement 25%, ketuban (-) jernih
teraba kepala, denominator belum jelas, penurunan Hodge I
tidak teraba bagian kecil / tali pusat
Panggul kesan normal
Pelvic skor : 2
16
Dilatasi : 1 (2 cm)
Effisment : 0 (25%)
Konsistensi : 1 (sedang)
Arah portio : 0 (posterior)
Penurunan kepala : 0 (Hodge 1)
Tes Lakmus (+)
Hasil pemeriksaan penunjang
Darah Lengkap (29 April 2011 pkl.09.04 WITA) :
3.7 Resume
Pasien KT, umur 18 tahun, G2P0010, 36-37 minggu, mengeluh keluar air
merembes pervaginam dengan warna cairan jernih sejak pukul 07.30 WITA
(28/4/2011). Sakit perut hilang timbul dirasakan sejak pk 03.00 (29/04/2011).
Gerak janin dikatakan masih dirasakan baik. Riwayat penyakit sistemik dan
operasi tidak ada. Hubungan seksual terakhir 6 hari yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tensi 100/60 mmHg, nadi 80x/menit,
respirasi 20x/menit, temperature axila 36,50C, temperature rectal 36,80C.
Status general dalam batas normal. Dari pemeriksaan obstetri didapatkan
tinggi fundus uteri 29 cm. Pemeriksaan VT didapatkan Pembukaan servik 2
cm, effacement 25%, selaput ketuban (-), teraba kepala denominator belum
jelas, penurunan Hodge I , tidak teraba bagian kecil / tali pusat, pelvis kesan
normal, Pelvis Skor 2. Lakmus (+).
Jenis Pemeriksaan 29/04/2011
(09.04)
Interpretasi
WBC 11,9.103 /μL Tinggi
RBC 3,51. 106 /μL Rendah
HGB 11,4 g/dL Rendah
Hct 32,5 % Normal
PLT 163. 103 /μL Normal
17
3.5 Diagnosis
G2P0010 UK 36-37 minggu T/H + KPD > 24 jam (PBB 2635 g)
3.6 Penatalaksanaan
Planning diagnostik : DL, BT,CT
Treatment : - IVFD RL 20 tpm
- Amox 3x1 gr IV (skin test)
Management : Kelola KPD preterm
Monitoring : Observasi keluhan, vital sign, his, DJJ.
KIE : pasien dan keluarga tentang rencana penanganan
3.8 Prognosis
Dubius ad bonam
3.9 Follow up
Jumat, 29 April 2011
12.00 S: nyeri perut (+) hilang timbul semakin sering
O: TD : 110/70mmHg
Nadi : 84x/mnt
T.rec : 36,8 oC
Status general : dbn
Status obstetri
Abd : His (+) 2-3x/10’ ˜ 30-35”
DJJ (+) 11.11.12 (136x/mnt)
VT
Pø 5cm, efficement 75% ketuban (-), jernih
teraba kepala, UUK kiri melintang, penurunan H1
tidak teraba bagian kecil / tali pusat.
A: G2P0010 36-37 mg T/H + KPD >24 jam + PK I (PBB: 2635g)
P: pdx (-)
Tx : Exp. Pervaginam
Mx : Kelola ˜ Partograf WHO
12.30 His (+) 2-3x/10’ ˜ 30-35”
DJJ (+) 11.11.11 Nadi: 76x/mnt
18
13.00 His (+) 3x/10’ ˜ 40-45”
DJJ (+) 11.12.11 Nadi: 80x/mnt
13.30 His (+) 3-4x/10’ ˜ 40-45”
DJJ (+) 11.11.12 Nadi: 84x/mnt
14.00 His (+) 4x/10’ ˜ 45-50”
DJJ (+) 11.12.12 Nadi: 84x/mnt
Tax : 37,0 oC
14.30 S : pasien ingin mengedan
O : TD : 110/70 mmHg
N : 84x/mnt
Status obstetri:
Abd : His 4-5x/10 menit ; 45-50 detik
DJJ : 12.12.12 (~ 148 x/menit) x/menit
VT : Pø lengkap, ketuban (-) jernih
teraba kepala, UUK kiri depan, penurunan H III +
tidak teraba bagian kecil / tali pusat.
A : G2P0010 UK 36-37 minggu T/H + KPD>24 jam+ PK II
P : Tx : Pimpin persalinan
Mx : DJJ, His Vital sign
KIE cara meneran
14.40 Lahir bayi ♀ berat badan 2650 gr A-S 7-8, Anus (+), Kelainan
kongenital (-) MAK III
14.50 Lahir plasenta kesan komplit, kalsifikasi (-) hematom (-)
Evaluasi :
kontraksi uterus baik
Perdarahan aktif (-)
Robekan jalan lahir G II hecting (+)
A : P1011 Pspt B PP hr 0
P : Pdx(-)
- Amoxicilin 3x500mg
- Asam mefenamat 3x500mg
- Metil ergometrin 3x0,125mg
19
- SF 2xI
Mx 2 jam PP
KIE : ASI eksklusif
Mobilisasi dini
KB PP
Tabel observasi 2 jam postpartum
Waktu TD N RR Kontraksi
uterus
Tax Perd.
aktif
Kandung
kemih
Tinggi
f. uteri
03.35 120/80 80 20 + 37,0 - - 1 jr bpst
03.50 120/80 82 20 + - - 1 jr bpst
04.05 120/80 84 20 + - - 1 jr bpst
04.20 120/80 82 20 + - 50 cc 1 jr bpst
04.50 120/70 80 20 + 36,8 - - 1 jr bpst
05.20 120/70 82 20 + - - 1 jr bpst
Follow up Ruangan
30 April 2011 (pk.06.00)
S : kluar darah pervaginam (+) sedikit, panas badan (-), nyeri perut (-),
ASI(+), mobilisasi (+), makan/minum (+), BAB (+), BAK (+)
O : St. Present
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x/mnt
R : 20 x/mnt
Tax : 36,5 0C
St General
Kepala : Mata : konjungtiva pucat -, ikterik -
Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
20
Ekstremitas : Akral hangat dan tidak ada edema pada keempat
ekstremitas
St. Obstetri
Abdomen : TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi (+) baik
Distensi (-) Bising usus (+) Normal
Vagina : Lochia (+) Perdarahan aktif (-) luka jaritan (+) terawat
A : P1011 Pspt B PP hr 0
P : Pdx :-
Tx : Amoxicilin 3x500 mg
Asam mefenamat 3x500mg
Metil ergometrin 3xI
SF 2x1
Mx : kontrol ke poliklinik 1 minggu setelah melahirkan
KIE : ASI eksklusif
Nutrisi
KB KB suntik @ 3 bln
BPL
BAB IV
PEMBAHASAN
21
Pasien KT, umur 18 tahun, G2P0010, 36-37 minggu, mengeluh Pasien mengeluh
keluar air merembes pervaginam dengan warna cairan jernih sejak pukul 07.30
WITA (28/4/2011). Sakit perut hilang timbul dirasakan sejak pukul 03.00 WITA
(29/4/2011). Gerak janin dikatakan masih dirasakan baik. Panas badan disangkal.
Dalam laporan ini akan dibahas mengenai diagnosis, faktor predisposisi, dan
penatalaksanaan serta prognosis pasien.
4.1 Diagnosis
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan
keluar air merembes pervaginam 2 hari SMRS tanpa disertai dengan tanda-
tanda inpartu (rasa sakit perut hilang timbul dan keluar lendir campur darah).
Gerak janin dirasakan masih baik. Kehamilan ini adalah kehamilan yang
kedua, dimana kehamilan pertama dengan abortus. Berdasarkan HPHT
tanggal 18/08/2010, maka diperoleh taksiran partus 25/05/2011, dimana saat
ini umur kehamilan pasien 36-37 minggu. Riwayat USG terakhir 3 hari yang
lalu ke Sp OG dikatakan normal.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya tanda-tanda kehamilan seperti
pembesaran uterus sesuai umur kehamilan. Adanya hiperpigmentasi areola
mammae, adanya striae gravidarum pada abdomen dan ditemukan DJJ. Status
present dengan tensi 100/60 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi 20x/menit,
temperature axila 36,50C, temperature rectal 36,80C. Status general dalam
batas normal. Dari pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 29 cm.
Pemeriksaan VT didapatkan Pembukaan servik 2 cm, effacement 25%, selaput
ketuban (-), teraba kepala denominator belum jelas, penurunan Hodge I , tidak
teraba bagian kecil / tali pusat, pelvis kesan normal, Pelvis Skor 2. Lakmus
(+).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka pasien didiagnosis
dengan G2P0010 UK 36-37 minggu T/H + KPD > 24 jam (PBB 2635 gr).
4.2 Faktor Risiko
Berdasarkan anamnesis, ditemukan adanya riwayat trauma tumpul. Pasien
sempat melakukan hubungan seksual 6 hari sebelumnya, dimana sperma
22
dikeluarkan di dalam. Pasien adalah hamil kedua dengan riwayat aborsi dan
telah dilakukan kuretase tahun 2010, tidak ada kelainan letak sehingga pada
pasien belum diketahui secara jelas tentang faktor risiko KPD, tetapi
kemungkinan dapat terjadi karena infeksi atau defisiensi gizi.
4.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien tersebut adalah MRS untuk penanganan lebih lanjut.
Pasien ditangani sesuai penanganan pada KPD preterm. Pemberian antibiotik
dipertimbangkan dengan alasan sebagai profilaksis yaitu amoxicillin 3x 1g.
Pada pasien ini direncanakan untuk mempertahankan kehamilan hingga aterm.
Namun, selama observasi terjadi kemajuan persalinan yaitu His yang semakin
sering intensitasnya disertai dengan pembukaan yang semakin besar, sehingga
pasien dikelola sesuai partograf WHO. Karena perawatan konservatif tidak
berhasil, maka bayi akan lahir dengan kondisi kurang bulan (preterm),
sehingga harus dilakukan pemantauan kondisi janin dan ibu secara lebih ketat.
Setelah dikelola selama 3 jam 30 menit dengan partograf WHO, bukaan telah
lengkap, kemudian dilakukan pimpin persalinan.
Selama 24 jam observasi post partum, tidak ditemukan adanya tanda-
tanda infeksi, dengan kondisi umum pasien membaik, dan pasien
diperbolehkan pulang.
4.3 Prognosis
Pada pasien ini, diagnosis KPD tidak disertai dengan komplikasi lain sehingga
prognosis baik.
BAB V
PENUTUP
23
1. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan
berlangsung dan satu jam setelahnya tidak diikuti oleh tanda-tanda inpartu
2. KPD merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit
kelahiran premature karena akan merangsang persalinan lebih awal dan
terjadinya infeksi khorioamnitis sampai sepsis, yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu
3. KPD merupakan proses yang multifaktorial dan disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin
atau akibat trauma.
4. Penanganan pada KPD terutama bertujuan untuk mengurangi risiko infeksi
intrauterine dan mempertahankan janin hingga aterm. Penatalaksanaannya
memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi
ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar R. Sinopsis obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, edisi 2. Jakarta : EGC, 1998; 255-8.
24
2. Medina TM, Hill DA. Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and Management. http://www.aafp.org/myacademy, Last update February 15, 2006. Accessed : September 28, 2010.
3. Duff P. Preterm premature rupture of membranes. http://patients.uptodate.com/topic.asp?file=pregcomp/11274, Last update February, 2006. Accessed : September 28,2010.
4. Yang LC, Taylor DR. Maternal and Fetal outcomes of spontaneous Preterm premature rupture of membranes. http://www.jaoa.org/cgi/content/full/104/12/537, Last update December, 2004. Accessed: September 28,2010
5. Rai J. Cervikal ripening. Department of Obstetrics and Gynecology, Washington University School of Medicine.2000. www.emedicine.com. Accessed: September 28,2010.
6. Levinson W. Early Rupture of membrane : induce or wait. Journal Watch Women's Health. 2003. September 28,2010.
7. Duff P. premature rupture of the membranes at term. N Engl J Med. 1996 Apr 18;334;1053-1054. www.medline.com. September 28,2010.
8. Aronsson A, Fiala C, Stephansson O, Granath F, Watzer B, Schweer H, Danielsson K G. Pharmacokinetic profiles up to 12 h after administration of vaginal, sublingual and slow-release oral misoprostol. Hum Reprod 2007;22:1912–1918.
9. Dodd J M, Crowther C A dan Robinson J S. Oral misoprostol for induction of labour at term. BMJ 2006;332:509-513.
10. Goldberg A B, Misoprostol and pregnancy. N Engl J Med 2001;344.
11. Mycek M J, Harvey R A, Champe P C. Farmakologi. Jakarta:Widya Medika;2001.
12. Hofmeyr GJ, Gülmezoglu AM. Vaginal misoprostol for cervical ripening and induction of labour (Cochrane review). In: Cochrane Library database, issue 4. Oxford, England: Cochrane Update Software.
13. Aleem H A. Misoprostol for cervical ripening and induction of labour. Cochrane review of WHO reproductive health library http://humrep.oxfordjournals.org/cgi/content/abstract.
14. Mackenzie I Z. Induction of labour at the start of the new millennium. Reproduction 2006;131:989-998.
25
15. Aronoff D M, Hao Y, Chung J, Coleman N, Lewis C, Peres C M, Serezani C H, Chen G H, Flamand N. Misoprostol Impairs Female Reproductive Tract Innate Immunity against Clostridium sordellii. Jimmunol 2008:0022-1767.
26