laporan jadi pasca panen

62
1 I. PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN SAAT PANEN DAN SUHU PENYIMPANAN A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan buah ini disamping karena jumlah penduduk yang terus meningkat juga karena meningkatnya kesadaran masyarakat akan arti gizi dan peranan gizi bagi kesehatan. Perlakuan suhu rendah dapat memperpanjang umur simpan buah. Suhu ini merupakan suhu optimum agar buah tetap dalam kondisi baik walaupun lama disimpan.Dalam penyimpanan suhu rendah perlu diperhatikan shu yang digunakan, agar tidak terjadi kerusakan fisiologis pada buah yang dapat menurunkan mutu buah itu sendiri. Dalam praktikum ini, berupaya membandingkan antara pengaruh suhu penyimpanan dan tingkat kematangan buah terhadap kualitas buah tomat. Kualitas buah tomat yang diamati antara lain tekstur, warna, rasa dan susut berat buah. 2. Tujuan Tujuan praktikum acara I ini adalah mengetahui saat panen dan pengaruh suhu penyimpanan buah tomat.

Upload: indah-z

Post on 24-Oct-2015

226 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

laporan

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Jadi Pasca Panen

1

I. PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN SAAT PANEN

DAN SUHU PENYIMPANAN

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Meningkatnya kebutuhan buah ini disamping karena jumlah

penduduk yang terus meningkat juga karena meningkatnya kesadaran

masyarakat akan arti gizi dan peranan gizi bagi kesehatan. Perlakuan suhu

rendah dapat memperpanjang umur simpan buah. Suhu ini merupakan

suhu optimum agar buah tetap dalam kondisi baik walaupun lama

disimpan.Dalam penyimpanan suhu rendah perlu diperhatikan shu yang

digunakan, agar tidak terjadi kerusakan fisiologis pada buah yang dapat

menurunkan mutu buah itu sendiri.

Dalam praktikum ini, berupaya membandingkan antara pengaruh

suhu penyimpanan dan tingkat kematangan buah terhadap kualitas buah

tomat. Kualitas buah tomat yang diamati antara lain tekstur, warna, rasa

dan susut berat buah.

2. Tujuan

Tujuan praktikum acara I ini adalah mengetahui saat panen dan

pengaruh suhu penyimpanan buah tomat.

B. Tinjauan Pustaka

Suhu adalah factor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap

laju kemunduran dari komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10oC laju

kemunduran meningkat dua sampai tiga kali. Komoditi yang dihadapkan pada

suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan optimal, menyebabkan

terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh terhadap

peningkatan produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang

berakibat tidak baik terhadap komoditi. Perkecambahan spora dan laju

pertumbuhan mikroorganisme lainnya sangat dipengaruhi oleh suhu

( Kays, 2001 ).

1

Page 2: Laporan Jadi Pasca Panen

2

Kelembaban ruang adalah salah satu penyebab kehilangan air setelah

panen. Kehilangan air berarti kehilangan berat dan kenampakan. Kehilangan air

tidak dapat dihindarkan namun dapat ditoleransi. Tanda-tanda kehilangan air

bervariasi pada produk yang berbeda, dan tanda-tanda kerusakan baru tampak

saat jumlah kehilangan air berbeda-beda pula. Umumnya tanda-tanda kerusakan

jelas terlihat bila kehilangan air antara 3-8% dari beratnya. ( Liu, 1998 )

Perubahan warna yang dikemas banyak dipengaruhi oleh faktor non

fisik dari pada faktor fisik. Faktor-faktor tersebut antara lain keadaan suhu,

kelembaban dan sirkulasi udara yang terjadi selama pengemasan berlangsung

(Amanto, 2004).

Buahan-buahan dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu buah

klimakterik dan non klimakterik. Buah yang klimakterik merupakan semua

jenis buah-buahan yang terus mengalami perubahan fisiologi, terutama proses

pemasakan (pematangan), meskipun buah telah dipetik. Proses perubahan

fisiologi ditandai dengan perubahan struktur daging buah, warna kulit, aroma

dan cita rasa, meningkatnya kandungan gula, serta menurunnya kandungan

pati. Contoh buah klimakterik yaitu mangga, papaya, pisang, kedondong,

cempedak, dan kesemek. Buah non klimakterik adalah jenis buah yang tidak

mengalami proses fisiologis meski telah dipetik dari pohon, contohnya

sayuran (mentimun, terung, gambas) (Imdad dan Nawangsih, 1999).

Warna berbagai macam buah-buahan dikendalikan oleh adanya

karotenoid dan xantofil pada kulit buah, yang menimbulkan warna orange atau

kuning, serta klorofil, yang memberikan warna hijau. Perubahan dari hijau

menjadi kuning atau orange, berhubungan dengan pemasakan dan pematangan

buah, yang melibatkan sintesis pigmen tetapi dalam beberapa kasus adalah

karena perombakan klorofil yang menutupi ekspresi dari pigmen warna kuning

atau orange (Tawali dan Zainal, 2004).

Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal

sebagai bahan pangan yang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh

terhadap kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buah sangat erat kaitannya

dengan proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan

Page 3: Laporan Jadi Pasca Panen

3

dimana akan menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur

dengan berat; susut kualitas karena perubahan wujud (kenampakan), cita rasa,

warna atau tekstur yang menyebabkan bahan pangan kurang disukai

konsumen; susut nilai gizi yang berpengaruh terhadap kualitas buah. Mutu

simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan transpirasi

dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif, menurunkan suhu

udara. Pada umumnya komoditas yang mempunyai umur simpan pendek

mempunyai laju respirasi tinggi atau peka terhadap suhu rendah

(Tranggono dan Sutardi, 1990).

Perubahan tekstur yang semakin lunak ini disebabkan adanya enzim

yang merombak dinding sel sehingga dinding sel semakin lunak. Dinding sel

buah pada umumnya tersusun atas selulosa maupun hemiselulosa yang

umumnya bersifat liat. Dengan adanya enzim yang merombak bahan dinding

sel tersebut, maka buah yang saat masih mentah teksturnya keras menjadi

lunak (Wartoyo et al., 2003).

C. Metode Pelaksanaan

1. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum acara I ini dilaksanakan pada hari Kamis,31 Maret 2011

pukul 15.00 - 16.30 WIB bertempat di Laboratorium Ekologi dan

Manajemen Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Alat dan Bahan

a. Alat

1) Nampan plastik

2) Kemasan plastik

3) Refrigerator

b. Bahan

1) Buah Tomat dengan stadia kematangan : hijau, pecah warna dan

merah

Page 4: Laporan Jadi Pasca Panen

4

3. Cara Kerja

1) Mengambil 9 buah tomat sesuai perlakuan

yang diberikan, diletakkan pada nampan plastik.

2) Menyimpan tomat pada refrigerator dan

suhu ruang.

3) Mengamati tekstur, warna dan rasa buah

tomat sebelum dan sesudah penyimpanan.

4) Menghitung umur simpan tomat dari awal

penyimpnan sampai 50% buah rusak. Buah dikatakan rusak apabila

dalam suatu buah telah rusak 25%.

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Rekapan Pasca Panen Tomat (Lycopersicum esculentum)

Perlakuan UlanganTekstur Warna Umur

SimpanRasa

Awal Akhir Awal Akhir

Hijau Suhu Ruang

1a 4 2 1 4 17 31b 4 2 1 3 17 31c 4 3 1 2 17 32a 4 3 1 4 20 32b 4 2 1 4 20 32c 4 2 1 3 20 33a 4 2 1 4 13 33b 4 3 1 3 13 33c 4 3 1 3 13 3

Hijau dalam Plastik

1a 4 2 1 3 17 31b 4 2 1 5 17 31c 4 2 1 5 17 32a 4 3 1 4 17 22b 4 2 1 4 16 12c 4 3 1 3 16 13a 4 4 1 1 10 13b 4 4 1 1 10 13c 4 4 1 1 9 1

Hijau Refrigerator

1a 4 2 1 4 17 31b 4 2 1 4 17 31c 4 1 1 4 11 22a 4 2 1 4 17 22b 4 3 1 4 17 32c 4 1 1 4 15 2

Page 5: Laporan Jadi Pasca Panen

5

3a 4 2 1 4 17 33b 4 2 1 4 17 23c 4 2 1 4 17 3

Pecah Warna Suhu

Ruang

1a 4 2 2 4 18 21b 4 1 2 4 20 21c 3 1 2 4 11 22a 3 1 2 4 11 22b 4 2 2 4 14 22c 4 1 2 4 11 23a 4 1 2 4 13 23b 4 1 2 4 13 23c 4 1 2 4 18 2

Pecah Warna

Kemasan Plastik

1a 4 1 4 4 7 21b 4 1 4 4 7 21c 3 1 4 4 7 22a 3 2 4 4 10 22b 4 2 4 4 10 22c 3 1 4 4 10 23a 4 1 2 4 10 33b 4 1 4 4 10 33c 4 1 4 4 10 3

Pecah Warna

Refrigerator

1a 4 3 4 4 15 31b 4 2 4 4 11 31c 4 3 4 4 15 32a 4 2 4 4 11 32b 4 1 4 4 11 32c 4 2 4 4 13 33a 4 3 4 4 12 33b 4 3 4 4 12 33c 4 2 4 4 15 3

Merah Suhu

Ruang

1a 4 3 4 5 13 11b 4 3 4 5 13 11c 4 2 4 5 13 12a 4 2 4 5 13 12b 4 3 4 5 13 12c 4 2 4 5 13 13a 4 1 4 5 11 13b 4 1 4 5 8 23c 4 1 4 5 10 1

Merah Kemasan Plastik

1a 4 3 5 5 14 21b 4 3 5 5 14 21c 4 2 5 5 13 22a 4 2 5 5 11 22b 4 2 5 5 12 2

Page 6: Laporan Jadi Pasca Panen

6

2c 4 3 5 5 10 23a 4 3 5 5 9 23b 4 1 5 5 7 23c 4 2 5 5 14 2

Merah Refrigerator

1a 4 1 5 5 15 11b 4 1 5 5 13 11c 4 1 5 5 14 12a 4 1 5 5 13 12b 4 1 5 5 13 12c 4 1 5 5 14 13a 4 1 5 5 11 13b 4 1 5 5 12 13c 4 1 5 5 12 1

Sumber : Data Rekapan

2. Pembahasan

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa perlakuan tingkat kematangan

saat panen dan perlakuan penyimpanan memberikan pengaruh yang

berbeda terhadap umur simpan tomat. Umur simpan tomat dengan tingkat

kemasakan berwarna merah pada penyimpanan suhu ruang justru

menunjukkan umur simpan paling singkat, yaitu rata-rata 9 hari.

Sedangkan umur simpan paling lama terdapat pada tomat dengan tingkat

kemasakan berwarna hijau pada penyimpanan di suhu ruang. Hal ini

disebabkan oleh adanya faktor pengganggu (hama) pada saat

penyimpanan, sehingga akibat aktivitas makan dari hama tersebut

menimbulkan luka pada permukaan buah yang kemudian meningkatkan

laju respirasi buah, akibatnya umur simpan buah menjadi lebih pendek.

Selain itu, ukuran buah mempengaruhi laju respirasi dan jumlah substrat

yang digunakan dalam respirasi, sehinngga semakin besar ukuran buah

semakin cepat laju respirasinya dan semakin banyak jumlah substrat yang

digunakan dalam respirasi karena kontak permukaan buah dengan oksigen

semakin luas.

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui terjadi perubahan tekstur buah

tomat setelah penyimpanan. Perubahan tekstur yang semakin lunak ini

disebabkan adanya enzim yang merombak dinding sel sehingga dinding

sel semakin lunak. Dinding sel buah pada umumnya tersusun atas selulosa

Page 7: Laporan Jadi Pasca Panen

7

maupun hemiselulosa yang umumnya bersifat liat. Dengan adanya enzim

yang merombak bahan dinding sel tersebut, maka buah yang saat masih

mentah teksturnya keras menjadi lunak. Pelunakan tekstur pada buah

sayuran pada umumnya akibat dari peran gabungan beberapa enzim

perombak dinding sel yang diatur oleh etilen. Selain itu, pelunakan tekstur

buah juga disebabkan oleh perubahan turgor sel, yaitu turgor menurun

karena transpirasi sehingga mengakibatkan sel-sel mengkerut yang

akhirnya lepas dari dinding sel dan menjadi lunak. Disamping itu

pelunakan dinding sel juga disebabkan oleh perubahan turgor sel yang

menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran sayuran selama

penyimpanan.

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui terjadi perubahan warna pada

buah tomat setelah penyimpanan. Perubahan warna terjadi akibat pengaruh

enzim tertentu dan merupakan interaksi antara zat pengatur tumbuh

khususnya etilen dengan enzim tersebut. Perubahan warna terjadi akibat

peningkatan konsentrasi etilen pada buah yang disebabkan oleh respirasi

yang mengaktifkan enzim-enzim tertentu termasuk prekursor produksi

etilen sehingga menimbulkan perubahan warna. Perubahan warna ini

dipengaruhi oleh aktivitas ensim klorofilase yang meningkat selama

degradasi klorofil.

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui terjadi perubahan rasa pada

tomat setelah penyimpanan. Namun, perubahan yang terjadi adalah tomat

menjadi semakin asam. Diduga selama proses pematangan buah tomat,

terjadi perubahan senyawa organik menjadi senyawa tertentu yang

menyebabkan rasa asam pada tomat, seperti asam sitrat dan asam askorbat.

E. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

a. Selama penyimpanan buah tomat dengan berbagai stadia

kemasakan terjadi perubahan fisik pada tomat berupa struktur yang

semakin lunak, warna menjadi merah, rasa menjadi asam.

Page 8: Laporan Jadi Pasca Panen

8

b. Umur simpan tomat paling lama dijumpai pada tomat

dengan tingkat kematangan berwarna hijau pada penyimpanan dalam

refrigerator, yaitu 28 hari. Dan umur simpan paling singkat yaitu buah

tomat berwarna merah pada penyimpanan suhu ruang.

c. Perubahan tekstur yang semakin lunak ini disebabkan

adanya enzim yang merombak dinding sel sehingga semakin lunak.

d. Pelunakan dinding sel juga disebabkan oleh perubahan

turgor sel yang menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran

buah selama penyimpanan.

e. Tomat menjadi semakin asam selama proses pematangan

buah tomat, terjadi perubahan senyawa organik menjadi senyawa

tertentu yang menyebabkan rasa asam pada tomat, seperti asam sitrat

dan asam askorbat.

2. Saran

a. Perlu adanya stabilisasi suhu ruang dan penyimpanan

pada tempat yang tepat untuk mencegah serangan hama saat

penyimpanan sehingga hasil yang diperoleh lebih signifikan.

b. Perlu dilakukan pemilihan bahan yang baik digunakan

dalam praktikum sehingga dapat benar-benar diketahui pengaruhnya

terhadap umur simpan.

Page 9: Laporan Jadi Pasca Panen

9

II. PENANGANAN PASCA PANEN BUNGA POTONG

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Jenis bunga potong yang beredar di pasaran ada banyak sekali

jumlahnya. Berdasarkan jumlah kuntum dalam satu tangkai, bunga potong

dibedakan menjadi 2 macam yaitu bunga tunggal (mawar, lili, dan lain

sebagainya) dan bunga majemuk (sedap malam, krisan, dan lain

sebagainya). Bunga potong berdasarkan tempat tumbuhnya dapat

dibedakan menjadi dua macam yaitu bunga potong dataran tinggi dan

bunga potong dataran rendah. Bunga potong yang tumbuh di dataran

tinggi antara lain mawar, gladiol, krisan, dsb. Bunga potong yang tumbuh

di dataran rendah antara lain sedap malam, anggrek, dsb. Berbagai tipe

bunga potong tersebut memiliki kriteria panen dan penanganan pasca

panen yang berbeda-beda.

Kesegaran bunga potong memerlukan beberapa faktor penunjang

seperti saat pemotongan yang tepat, kecepatan pengiriman, sitem

pengepakan yang baik, suasana di tempat penjualan, dan sifat ketahanan

selama pengiriman. Dewasa ini, kendala penanganan pasca panen bunga

potong yang sering dialami produsen atau penjual bunga potong adalah

mempertahankan kesegaran bunga potong. Umumnya bunga potong hanya

dapat bertahan beberapa hari sebelum layu atau rontok. Padahal kesegaran

bunga potong menjadi syarat mutlak yang harus dipertahankan terutama

saat pengangkutan. Pada praktikum kali ini akan dibahas lebih lanjut

mengenai cara mempertahankan kesegaran bunga potong melalui

modifikasi larutan perendamnya.

2. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum acara II Penanganan Pasca Panen Bunga Potong

adalah untuk mempertahankan kesegaran dan penampilan lebih lama agar

diperoleh nilai tambah.

Page 10: Laporan Jadi Pasca Panen

10

B. Tinjauan Pustaka

Gugur atau rontoknya bunga dan organ-organ hias lainnya merupakan

stadia terakhir daripada senesen. Berkaitan dengan gugurnya organ-organ

tersebut, proses pembentukan lapisan absisi pada bunga terjadi. Hal ini sama

halnya dengan apa yang terjadi pada daun dan buah. Akan tetapi, pembelahan

sel umumnya tidak merangsang rontoknya petal, karena lapisan absisi yang

terbentuk tidak tegas. Rontoknya petal disebabkan oleh melunaknya lamella

tengah sel.(Santoso,2006 )

Krisan dapat tumbuh baik di tempat yang tingginya 200 m dari

permukaan laut. Krisan ditanam sebagai tanaman penghasil bunga potong dan

tanaman penghias kebun. Sebagai bung apotong, bunga krisan diusahakan

besar dan setiap tangkai hanya terdapat sebuah bunga saja berbentuk malai

atau untaian (Rismunandar, 1991).

Perlakuan yang dapat dilakukan adalah perendaman dalam larutan

kimia. Larutan kimia yang digunakan mengandung sunber energi, mineral,

anti mikroorganisme, asam organik dan garam, anti oksidan, inhibitor etilen,

dan pengatur tumbuh. Perlakuan ini dimaksudkan untuk memberikan

tambahan cadangan anergi, menghambat pertumbuhan mikroorganisme,

menghambat produksi etilen, proses oksidasi dan membantu pada proses

pembukaan kuncup bunga (Soekartawi, 1996).

Telah diketahui sejak lama bahwa gas etilen bersifat beracun terhadap

bunga, yaitu antara lain dapat melayukan dan menggugurkan bunga. Karena

itu bunga potong yang akan disimpan harus mempunyai mutu tinggi, yaitu

tidak luka, tidak tergores, terlipan atau patah karena keadaan ini akan

merangsang produksi etilen walaupun dalam suasana suhu rendah.

(Tirtosoekotjo, 1996).

Konsentrasi gula yang digunakan dalam zat pengawet berbeda

tergantung dari jenis perlakuan dan jenis bunganya. Secara umum pada jenis

bunga tertentu, semakin lama perendaman maka konsentrasi yang digunakan

lebih rendah. Oleh sebab itu, konsentrasi yang tinggi digunakan untuk pulsing

(perendam), konsentrasi sedang untuk pembukaan kuncup, dan konsentrasi

Page 11: Laporan Jadi Pasca Panen

11

rendah untuk holding solution. Sukrosa sebagai gula banyak digunakan dalan

zat pengawet, tetapi bentuk metabolit lainnya seperti glukosa dan fruktosa

sama efektifnya (Amiarsih et al., 1999).

Sukrosa merupakan sumber energi sehingga sukrosa dalam larutan

perendam dapat memperpanjang kesegaran bunga. Penggunaan larutan

perendam yang lengkap yang terdiri atas gula, fungisida, dan bakterisida lebih

baik dibandingkan dengan larutan perendam yang tidak lengkap komposisinya

(Muhajir dan Dondy, 1999).

C. Metode Pelaksanaan

1. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum acara II ini dilaksanakan pada hari Kamis, 14 April 2011

pukul 15.00 - 16.30 WIB bertempat di Laboratorium Ekologi dan

Manajemen Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2. Alat dan Bahan

a. Alat

1) Pisau tajam

2) Jambangan bunga (botol minum) 3 buah

b. Bahan

1) Bunga Krisan 3 tangkai

2) Bunga Sedap malam 3 tangkai

3) Larutan gula 0 %, 1 %, 2 % dan 3 %

3. Cara Kerja

a. Menyediakan bunga Krisan dan Sedap malam 3 tangkai.

b. Memotong bagian pangkal tangkai bunga dalam air.

c. Mengisi jambangan dengan larutan gula dengan konsentrasi 0 %, 1 %,

2 %, dan 3 %.

d. Memasukkan bunga potong ke dalam jambangan perlakuan.

Page 12: Laporan Jadi Pasca Panen

12

e. Mengamati kesegaran bunga potong setiap hari (batas kesegaran bunga

sampai 60 % bunga telah rontok).

Pengamatan

1. Jumlah bunga segar

2. Jumlah bunga layu

3. Jumlah bunga mekar

4. Jumlah bunga kuncup

D. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Pengamatan

Tabel 2.1 Rekapan Penanganan Pasca Panen Bunga Potong Sedap Malam

Perlakuan Ulangan Bunga Segar Bunga Layu Bunga Mekar

Bunga Kuncup

Bunga Rusak Umur Simpan

Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir0% 1 145 50 0 47 24 8 120 6 1 2 7

2 144 49 1 49 15 0 130 6 0 0 73 111 11 2 8 17 6 96 13 0 0 5

1% 1 161 0 9 4 6 0 155 3 0 0 62 139 0 3 0 2 0 135 0 0 0 63 129 0 6 3 2 0 127 0 0 0 6

2% 1 163 0 25 35 19 0 128 7 1 0 52 145 0 17 29 17 0 128 5 1 0 53 151 0 9 25 21 0 130 10 1 0 5

3% 1 8 0 10 5 5 0 41 16 4 1 42 7 0 14 3 5 0 47 11 6 0 43 28 2 11 4 7 0 33 6 3 0 4

Sumber : Data Rekapan

Page 13: Laporan Jadi Pasca Panen

13

Tabel 2.2 Rekapan Penanganan Pasca Panen Bunga Potong KrisanPerlakuan Ulangan Bunga Segar Bunga Layu Bunga

MekarBunga Kuncup

Bunga Rusak Umur Simpan

Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir0% 1 12 3 0 12 6 7 10 4 0 2 7

2 11 1 1 12 7 7 7 4 1 3 73 12 2 0 14 9 3 5 3 0 4 7

1% 1 13 0 0 13 3 13 10 0 0 13 62 15 0 0 15 5 15 10 0 1 15 63 11 2 0 11 4 11 7 0 2 11 6

2% 1 16 2 0 13 11 15 5 1 0 0 62 29 2 0 26 23 26 6 3 0 1 73 9 5 0 6 8 9 3 2 0 0 6

3% 1 32 12 2 18 8 1 21 13 1 1 72 28 2 0 19 4 2 24 0 0 0 83 27 12 1 15 7 3 20 11 0 0 7

Sumber : laporan Sementara.

2. Pembahasan

Berdasarkan tabel 2.1 dapat diketahui bahwa penanganan pasca

panen bunga potong Sedap malam dengan perlakuan perendaman pada

larutan gula 3 % mempunyai umur simpan paling singkat, sedangkan pada

perlakuan perendaman pada larutan gula 0 % mempunyai umur simpan

yang paling lama. Diakhir pengamatan jumlah bunga mekar yang

terbanyak pada perlakuan perendaman dalam larutan gula 0 % sedangkan

pada perlakuan perendaman dalam larutan gula 1%, 2 % dan 3% jumlah

bunga yang mekar diawal banyak namun pada akhir pengamatan hamper

semua bunga tidak ada yang mekar, bahkan pada bunga dengan kosentrasi

larutan gula 2 % banyak sekali bunga yang rontok. Hal ini dapat

disebabkan karena bunga Sedap malam mudah menyesuaikan diri dengan

tempat tumbuh yang baru sehingga tidak membutuhkan banyak energi

untuk mempertahankan kesegarannya terutama kemekaran bunga.

Berdasarkan tabel 2.2 dapat diketahui bahwa penanganan pasca

panen bunga potong Krisan dengan perlakuan perendaman pada larutan

gula 1 % mempunyai umur simpan paling singkat, sedangkan pada

perlakuan perendaman pada larutan gula 3 % mempunyai umur simpan

yang paling lama. Diakhir pengamatan jumlah bunga mekar yang

Page 14: Laporan Jadi Pasca Panen

14

terbanyak pada perlakuan perendaman dalam larutan gula 1 % sedangkan

pada perlakuan perendaman dalam larutan gula 3% jumlah bunga yang

mekar lebih sedikit, karena semakin banyak energi atau glukosa yang

didapatkan maka akan semakin cepat juga proses transpirasi dan

metabolism.

Bunga potong yang dipasarkan tentunya harus mempunyai kualitas

yang baik. Salah satu kualitas yang diharapkan adalah umur kesegaran

bunga potong yang cukup panjang, yang sangat dipengaruhi oleh

perlakuan atau penanganan pasca panen. Perlakuan pulsing (perendaman}

adalah salah satu diantaranya yang merupakan perendaman segera setelah

panen dengan konsentrasi larutan perendaman yang tinggi dan dalam

waktu yang relatif pendek, dan dapat disertai dengan pemberian larutan

perendaman sebagai pengawet selama bunga dalam peragaan atau vas.

Pulsing dapat memperpanjang umur peragaan atau umur kesegaran,

walaupun hanya dengan perendaman dalam air. Pengawetan merupakan

salah satu upaya untuk memperpanjang bunga potong. Tiga hal yang

dilakukan berkenaan dengan pengawetan yaitu menambah nutrisi,

menambah keasaman air dan menghambat perkembangan jasad renik

pembusuk. Kualitas bunga potong dilihat dari lamanya umur relatif bunga

potong dalam keadaan tetap segar dan indah setelah dipotong dari tanaman

induk dan memiliki karakteristik daya tarik / keindahan visual seperti

aroma, tekstur bunga, tangkai daun dan lain-lain.

Page 15: Laporan Jadi Pasca Panen

15

E. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum acara II Penanganan Pasca panen

Bunga Potong maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain

sebagai berikut:

a. Pemberian larutan gula berfungsi untuk menambah kemampuan

bunga potong dalam memepertahankan kesegarannya.

b. Perlakuan pemberian larutan gula pada bunga Sedap malam dan

Krisan berpengaruh terhadap jumlah kuncup, jumlah bunga mekar, dan

umur simpan bunga potong.

c. Perlakuan pada bunga krisan dengan pemberian larutan gula 3 %

memberikan respon yang lebih baik pada umur simpan bunga potong,

sehingga umur simpan lebih lama.

d. Bunga potong Sedap malam dengan perlakuan perendaman pada

larutan gula 3 % mempunyai umur simpan paling singkat sedangkan

perlakuan perendaman pada larutan gula 0 % mempunyai umur simpan

yang paling lama.

2. Saran

a. Perlu adanya koordinasi pada waktu mengisi rekapan data supaya tidak

terjadi kerancuan.

b. Perlu kesadaran dari praktikan untuk menjaga kebersihan

laboratorium.

Page 16: Laporan Jadi Pasca Panen

16

ACARA III

PROSES DEGREENING (PENGUNINGAN) PADA BUAH

KLIMAKTERIK DAN NON-KLIMAKTERIK

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Buah berwarna kuning yang matangnya serempak dengan warna

yang menarik perlu dilakukan proses degreening. Proses degreening

bertujuan untuk meningkatkan laju respirasinya yang ditandai oleh produksi

etilen oleh buah-buahan. Semakin banyak etilen yang dihasilkan maka

aktivitas respirasi akan semakin meningkat akibat penyerapan O2 oleh buah

tersebut, sehingga berpengaruh terhadap masak dan tuanya buah-buahan.

Selama pematangan buah mengalami perubahan nyata dalam hal warna,

tekstur dan bau yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan-perubahan

dalam susunan buah-buahan tersebut. Sehingga untuk mencapai mutu

konsumsi maksimal diperlukan terselesaikannya perubahan-perubahan

kimiawi tersebut. Perubahan kimiawi tersebut berkaitan dengan proses

pengubahan amilum (zat tepung) menjadi gula melalui proses metabolisme

dengan bantuan enzim-enzim. Kandungan gula dalam daging buah

meningkat dengan lebih cepat oleh tekanan osmotik yang tinggi pada saat

daging buah menyerap air dari kulit buah pisang.

Umumnya masyarakat melakukan proses degreening dengan karbit.

Karbit akan mengeluarkan gas etilen yang dapat memacu kematangan buah.

Jika proses degreening berjalan baik akan menghasilkan buah yang seragam

kematangannya, rasanya manis dan mengeluarkan aroma yang harum.

Buah klimaterik umumnya mencapai stadia masak penuh sesudah

respirasi klimaterik. Akan tetapi kejadian-kejadian lain yang dimulai oleh

kehadiran atau pengaruh etilen perlu mendapat perhatian dalam

hubungannya dengan pemasakan buah. Perubahan warna pada buah

merupakan suatu perubahan yang jelas nampak oleh konsumen. Perubahan

tersebut digunakan sebagai indikator buah sudah masak atau belum.

Page 17: Laporan Jadi Pasca Panen

17

Perubahan yang umum terjadi adalah hilangnya warna hijau. Pada buah

klimaterik kehilangan warna hijau sangat cepat setelah memasuki titik awal

pemasakan. Beberapa buah non-klimetarik juga menunjukkan tanda-tanda

kehilangan warna hijau dengan dicapainya kualitas konsumsi (layak

dikonsumsi). Perubahan zat warna alami biasanya terjadi karena proses

degradasi atau sintesis ataupun kedua-duanya. Perubahan pada buah-buahan

dari hijau menjadi kuning merah atau oranye disebabkan terjadinya

pemecahan klorofil dan pembentukan karetenoid.

2. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum acara 3 ini adalah untuk mengetahui proses

pemasakan buah dengan menggunakan karbit.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Kader et al. (1985), berdasarkan pola respirasinya, buah

dibedakan atas dua kelompok, yaitu klimakterik dan non-klimakterik. Buah

klimakterik mengalami kenaikan respirasi yang cepat selama pematangan.

Buah klimakterik menunjukkan kenaikan yang tinggi dari laju produksi CO2

dan etilen (C2H4) selama pematangan.

Respirasi dan pematangan bisa dihambat dengan mengurangi O2. Jika

O2 masih tersedia, etilen akan meningkatkan laju respirasi dan proses

metabolisme lain. Etilen dihasilkan dari buah itu sendiri atau bisa ditambahkan

dalam atmosfer buah. Etilen adalah hormon penuaan dan pematangan alami

serta aktif secara fisiologis dalam jumlah yang sedikit (kurang dari 0.1 ppm).

Secara umum, laju produksi etilen meningkat dengan kematangan saat panen,

kerusakan fisik, penyakit, kenaikan suhu sampai 30oC dan stress air. Perlakuan

etilen pada buah yang mempunyai kenaikan respirasi klimakterik akan memacu

kenaikan lebih awal, tetapi lajunya tidak mencapai level yang lebih tinggi.

Puncak respirasi tidak selalu harus bertepatan dengan puncak pematangan

(Salunkhe et al., 2000).

Buah jeruk adalah buah-buahan yang memiliki nilai ekonomi yang

tinggi dan merupakan komoditas eksport, hal ini juga dipengaruhi oleh sifat

khas jeruk yang manis dan mengandung banyak vitamin, yaitu antara lain

Page 18: Laporan Jadi Pasca Panen

18

vitamin C dan vitamin K. Sehingga kebanyakan petani Indonesia memproduksi

buah jeruk, hal itu dapat dilihat dari peningkatan buah jeruk dari tahun ke tahun

(AAK, 1994).

Selama proses pemasakan buah pisang akan mengalami perubahan

sifat fisik dan kimiawi, antara lain adalah: perubahan tekstur, aroma dan rasa,

kadar pati dan gula. Tekstur buah ditentukan oleh senyawa-senyawa pektin dan

selulosa. Selama pemasakan buah menjadi lunak karena menurunnya jumlah

senyawa tersebut. Selama itu jumlah protopektin yang tidak larut berkurang

sedang jumlah pektin yang larut menjadi bertambah. Jumlah selulosa buah

pisang yang baru dipanen adala 2–3% dan selama pemasakan buah jumlahnya

akan berkurang (Palmer, 1981).

Perubahan kimiawi yang terjadi selama penuaan dan pematangan

adalah perubahan warna, tekstur, rasa, karbohidrat (pati), asam organik, lemak,

asam amino, protein dan lain-lain. Warna hijau (klorofil) berkurang tetapi di

dalam buah masih ada sedangkan dinding sel pada waktu proses kelayuan

menjadi tipis sehingga membuat tekstur buah menjadi empuk. Pematangan

meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis,

penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi

rasa sepet dan masam. Kenaikan zat-zat atsiri yang memberikan aroma khas

buah juga terjadi saat pematangan (Pantastico, 1989).

C. METODE PRAKTIKUM

1. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Pengelolaan Pasca Panen acara 3 dilaksanakan pada

tanggal 28 April 2011 di laboratorium Ekologi dan Manajemen Produksi

Tanaman Fakultas Pertanian UNS.

2. Alat dan Bahan

a. Karbit

b. Kardus

c. Buah pisang mentah

d. Buah jeruk

Page 19: Laporan Jadi Pasca Panen

19

3. Cara Kerja

a. Menyiapkan 3 sisir pisang mentah, masing-masing diletakkan di kardus

dan diberi perlakuan yaitu diberi karbit 1gram, 2 gram dan 3 gram.

b. Mengulang perlakuan tersebut sebanyak tiga kali.

c. Untuk buah jeruk setiap perlakuan diberi 5 buah jeruk, setiap pengamatan

karbit diganti dan menghitung berapa kali pergantian karbit sampai

berwarna kuning.

d. Mengamati setiap hari yang meliputi tekstur (sangat lunak, lunak, agak

lunak dan keras), warna (hijau, kuning 25%, kuning 50%, Kuning 75%

dan kuning 100%), rasa, umur simpan dan lama penyimpanan.

D. HASIL PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Tabel 3.1 Pengamatan Degreening (Penguningan) pada Pisang

Perlakuan UlanganTekstur Warna

RasaUmur

SimpanAwal Akhir Awal Akhir

0%1 4 1 1 5 Manis 132 2 1 2 5 Manis 73 3 1 1 4 Manis 11

1%1 3 1 2 5 Manis 62 3 2 2 5 Manis 63 3 1 3 5 Manis 7

2%1 4 1 1 4 Manis 62 4 1 1 5 Manis 53 4 1 1 5 Manis 6

3%1 3 2 3 5 Manis 62 3 1 2 5 Manis 23 3 2 3 5 Manis 6

Sumber : Data Rekapan

Page 20: Laporan Jadi Pasca Panen

20

Tabel 3.2 Pengamatan Degreening (Penguningan) pada Jeruk

Perlakuan UlanganTekstur Warna

RasaUmur

SimpanAwal Akhir Awal Akhir

0%1 4 2 2 5 Manis 222 4 2 2 5 Manis 273 4 2 2 5 Manis 26

1%1 4 2 2 4 Manis 152 4 2 2 4 Manis 153 4 1 2 4 Manis 15

2%1 4 4 2 4 Manis 142 4 2 3 4 Manis 143 4 4 2 4 Manis 14

3%1 4 4 2 4 Manis 182 4 4 2 4 Manis 183 4 3 3 4 Manis 19

Sumber : Data Rekapan2. Pembahasan

Penguningan dilakukan untuk rnernbuat warna kuning kulit buah

lebih rnerata dan seragarn. Penguningan merupakan proses perombakan

pigmen hijau (klorofil) pada kulit buah secara kimiawi dan sekaligus

membentuk warna kuning jingga (karotenoid) pada kulit buah. Proses ini

tidak berpengaruh terhadap bagian dalam buah; gula, asam dan jus buah

tidak terpengaruh.

Penguningan biasanya menggunakan zat perangsang metabolik

berupa gas alifatis tidak jenuh yang disebut etilen. Etilen sulit diperoleh

(harus diimpor) di Indonesia, sebagai pengganti dapat digunakan asetilen

(karbit) dan ethrel (asam 2 kloroetiifosfonat). Penguningan dengan etilen

dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu the "shot" methode, trikle

degreening, dan tents or room. Namun prinsipnya sama, yaitu, gas etilen

dengan dosis tefientu dimasukkan ke dalam suatu ruangan yang tertutup

rapat bersirkulasi berisi buah yang mau dikuningkan dengan mengatur suhu

dan kelembaban optimum agar proses penguningan dapat berjalan lancar.

Beberapa kondisi dalam penguningan (dengan etilen), yaitu: suhu,

konsentrasi etilen, kelembaban reiatif, ventilasi dan sirkulasi udara. Suhu

82-83oF (28-29oC) adalah suhu optimum dalam penguningan. Suhu diatas

Page 21: Laporan Jadi Pasca Panen

21

atau dibawah suhu tersebut cenderung memperlambat proses penguningan.

Konsentrasi 5 ppm etilen cukup untuk mencapai laju penguningan yang

maksimal. Kelernbaban relatif 90-95% direkomendasikan untuk

penguningan dan dapat dijaga dengan steam or pneumatic atomizing nozzles

yang mencampur air dengan udara.

Respirasi dan pematangan bisa dihambat dengan mengurangi O2.

Jika O2 masih tersedia, etilen akan meningkatkan laju respirasi dan proses

metabolisme lain. Etilen dihasilkan dari buah itu sendiri atau bisa

ditambahkan dalam atmosfer buah. Etilen adalah hormon penuaan dan

pematangan alami serta aktif secara fisiologis dalam jumlah yang sedikit

(kurang dari 0.1 ppm). Secara umum, laju produksi etilen meningkat dengan

kematangan saat panen, kerusakan fisik, penyakit, kenaikan suhu sampai

30oC dan stress air. Perlakuan etilen pada buah yang mempunyai kenaikan

respirasi klimakterik akan memacu kenaikan lebih awal, tetapi lajunya tidak

mencapai level yang lebih tinggi. Puncak respirasi tidak selalu harus

bertepatan dengan puncak pematangan (Salunkhe et al., 2000).

Praktikum acara ini dilakukan penguningan buah klimakterik dan

non-klimakterik dengan menggunakan karbit pada konsentrasi yang

berbeda-beda, yaitu 0%, 1%, 2%, dan 3%. Berdasarkan tabel hasil

pengamatan dapat diketahui bahwa setelah dilakukan penguningan warna

dan rasa buah pisang dan jeruk mengalami perubahan. Pada pengamatan

tekstur disemua perlakuan buah pisang mengalami perubahan tekstur, yang

semula bertekstur keras menjadi bertekstur lunak setelah diberi karbit. Pada

pengamatan warna buah pisang disemua perlakuan buah pisang mengalami

perubahan warna, yang semula hijau menjadi kuning 100%. Setelah umur

simpan berakhir pengamatan rasa dilakukan dan diperoleh data bahwa rata-

rata buah jeruk setelah disimpan mempunyai rasa agak manis sampai terlalu

manis tetapi ada beberapa yang berasa agak sepat.

Pengamatan tekstur hampir disemua perlakuan buah jeruk

mengalami perubahan tekstur, yang semula bertekstur keras menjadi

bertekstur lunak tetapi masih ada yang bertekstur agak lunak setelah diberi

Page 22: Laporan Jadi Pasca Panen

22

karbit. Pada pengamatan warna buah jeruk disemua perlakuan buah jeruk

mengalami perubahan warna. Perubahan warna pada buah jeruk setelah

penyimpanan dengan karbit beraneka ragam, ada yang kuning 25%, kuning

50%, kuning 75%, dan kuning 100% tetapi sebagian besar berubah menjadi

kuning 100%. Setelah umur simpan berakhir pengamatan rasa dilakukan

dan diperoleh data bahwa rata-rata buah jeruk setelah disimpan mempunyai

rasa agak manis sampai manis tetapi ada beberapa yang berasa manis

hambar, asam, dan agak asam.

Pemberian karbit yang memberikan hasil maksimal pada buah

pisang adalah yang konsentrasinya 0%. Buah pisang yang diberi karbit

dengan konsentrasi 0% umur simpannya lebih lama yaitu selama 10 hari dan

rasanya semua menjadi manis. Berbeda dengan pisang yang diberi

perlakuan diberi karbit dengan konsentrasi beragam, buah pisang umur

simpannya relatif lebih pendek. Pemberian karbit yang memberikan hasil

maksimal pada buah jeruk adalah yang konsentrasinya 0%. Buah jeruk yang

tidak diberi karbit umur simpannya lebih lama yaitu 25 hari dan rasanya

semua menjadi manis. Berbeda dengan yang diberi karbit dengan

konsentrasi lain, walaupun umur simpannya ada yang lebih lama yaitu 25

hari pada konsentrasi 25% tetapi rasa buah jeruk masih ada yang berasa

agak manis, manis hambar, agak asam, bahkan asam.

E. KESIMPULAN

1. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum Pengelolaan Pasca Panen acara 3 ini

antara lain:

a. Pada proses penguningan buah pisang mengalami perubahan tekstur yang

semula keras menjadi lunak, perubahan warna yang semula hijau menjadi

kuning 100%, dan perubahan rasa menjadi agak manis hingga manis.

b. Pada proses penguningan buah jeruk mengalami perubahan tekstur yang

semula keras menjadi lunak tetapi ada yang agak lunak, perubahan warna

yang semula hijau menjadi kuning 25% hingga kuning 100%, dan

Page 23: Laporan Jadi Pasca Panen

23

perubahan rasa yang beraneka ragam ada yang manis, agak manis, manis

hambar, agak asam, dan asam.

c. Pemberian karbit yang paling efektif untuk buah pisang pada konsentrai

0% karena dapat memberikan umur simpan yang lebih lama yaitu 10 hari

dan rasa yang dihasilkan menjadi manis.

d. Pemberian karbit yang paling efektif untuk buah jeruk pada konsentrai

0% karena dapat memberikan umur simpan 25 hari dan rasa yang

dihasilkan menjadi manis.

2. Saran

Pada praktikum Pengelolaan Pasca Panen ini sebaiknya untuk

beberapa acara yang sekiranya pengerjaannya tidak membutuhkan waktu

lama dan pengamatannya hampir sama sebaiknya langsung dilaksanakan

dalam satu waktu sekalian saja sehingga lebih menghemat waktu. Selain itu

praktikum sebaiknya dimulai tepat waktu sehingga praktikum juga dapat

selesai tepat waktu.

Page 24: Laporan Jadi Pasca Panen

24

ACARA IV

PENGARUH PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN KADAR

GULA, VITAMIN C, DAN KADAR ASAM BUAH

F. PENDAHULUAN

3. Latar Belakang

Selama proses pemasakan terjadi perubahan-perubahan pada buah.

Tidak saja perubahan fisik yang terjadi selama proses pemasakan setelah

panen. Perubahan kimiawi yang sekaligus merupakan komposisi dari

komoditi panenan juga mengalami perubahan. Keduanya terjadi secara

simultan, artinya apabila terjadi perubahan fisik pasti disertai terjadinya

perubahan kimiawi. Pada proses pematangan biasanya terjadi perubahan

senyawa karbohidrat menjadi gula yang menyebabkan rasa buah ataupun

sayuran manis. Kandungan senyawa organic dan senyawa fenolik menjadi

berkurang sehingga rasa asam dan sepet menjadi berkurang. Demikian pula

halnya senyawa volatile yang bertanggung jawab terhadap aroma juga

mengalmi perubahan. Perubahan-perubahan tersebut di atas terus

berlangsung walaupun organ panenan tersebut telah terpisah dari

tanamannya. Perubahan tersebut ada yang dikehendaki namun ada pula

yang tidak dikehendaki.

Buah merupakan sumber vitamin C bagi manusia yang tidak dapat

dibentuk oleh tubuh manusia itu sendiri. Di samping vitamin, buah dan

sayuran juga merupakan sumber penting karbohidrat, mineral, dan protein

serta serat. Serat merupakan komponen yang penting juga karena disinyalir

dapat mengendalikan beberapa penyakit pada manusia yang dalam dietnya

kurang akan serat.

Kandungan vitamin C tergantung pada jenisnya, makin tua

tanaman biasanya makin berkurang kandungan vitamin C nya. Vitamin C

terdapat dalam sari buah, daging buah dan kulit buah, terutama terdapat

pada bagian flavedo atau exocarp (lapisan terluar kulit buah). Kandungan

vitamin jaringan tanaman sangat bervariasi, varietas, kondisi pertumbuhan,

Page 25: Laporan Jadi Pasca Panen

25

tingkat kemasakan dan penanganan pasca panen, penyimpanan dan

pengolahan semuanya mempengaruhi kandungan vitamin.

Menngetahui kadar vitamin C diperlukan suatu pengujian secara

kimiawi. Pengujian vitamin C dapat dilakukan dengan metode oksidasi oleh

2,6 Dichlorophenol-Indophenol dan metode titrasi iodine. Dari kedua

metode tersebut metode titrasi iodine merupakan metode yang mudah

dilakukan. Dalam metode ini ascorbit acid akan bereaksi dengan iodine dan

melepaskan ion I dengan amilum akan memberikan warna biru. Metode

titrasi iodine ini digunakan untuk menentukan kadar vitamin C yang

terdapat dalam cairan buah.

4. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum acara 4 ini adalah untuk mengetahui perubahan

kandungan gula, vitamin C dan kadar asam, serta perbandingan gula dan

asam pada berbagai buah selama penyimpanan serta umur simpan.

G. TINJAUAN PUSTAKA

Proses fisiologis yang terus berlangsung setelah produk dipanen dapat

menyebabkan penurunan daya tarik (appeal). Daya tarik produk ditentukan

oleh tiga unsur yakni kualitas (quality), penampakan (appearance) dan kondisi

(condition). Masalah utama dalam penyimpanan buah jeruk pada suhu kamar

adalah penurunan kualitas akibat menurunnya berat serta nilai gizi seperti

vitamin C dan kadar gula. Hal ini disebabkan ole proses transpirasi dan

respirasi yang berlangsung cepat dan terus menerus (Lakitan, 1995).

Proses pemecahan polisakarida menjadi gula (sukrosa, glukosa,

fruktosa) yang terjadi pada periode pasca panen. Penyusunan sukrosa

memerlukan bantuan zat pembawa pospat yaitu UTP (uridin tripospat). Reaksi

antara UTP dengan glukosa-1-pospat menghasilkan uridin dipospoglukosa

(UDPG) dan piropospat. UDPG dapat juga mengadakan reaksi dengan

fruktosa-6-pospat yang kan menghasilkan sukrosa-pospat. Kemudian enzim

pospatase akan mengubah sukrosapospat menjadi sukrosa. Selanjutnya

pemecahan sukrosa dengan bantuan enzim sukrosa akan membentuk glukosa

dan fruktosa (Dwijoseputro, 1986).

Page 26: Laporan Jadi Pasca Panen

26

Vitamin C disebut juga asam askorbat, merupakan vitamin yang

paling sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, tetapi amat berguna bagi

manusia. Struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom C dan kedudukannya

tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 di udara menjadi asam

dehidroaskorbat. Vitamin ini merupakan fresh food vitamin karena sumber

utamanya adalah buah-buahan dan sayuran segar. Berbagai sumbernya adalah

jeruk, brokoli, brussel sprout, kubis, lobak, dan strawberry (Linder, l992).

Vitamin C merupakan senyawa yang mudah larut dalam air,

mempunyai sifat asam dan sifat produksi yang kuat. Bentuk vitamin C yang

ada di dalam asam askorbat. Vitamin C dalam bentuk kristal stabil tetapi

mudah rusak atau terdegradasi jika berada dalam bentuk larutan terutama jika

terdapat udara, logam seperti Ca dan Fe (Roseberg, 1992).

Kandungan asam organik meningkat pada awal pertumbuhan buah

sampai menjelang periode pematangan dan selanjutnya menurun setelah buah

mencapai ukuran maksimum. Kandungan asam sitrat, malat dan askorbat

berkurang masing-masing 10, 40 dan 2,5 kali saat pematangan. Perubahan

asam-asam organik selama penyimpanan berbeda-beda sesuai tingkat

kemasakan dan suhu penyimpanan (Pantastico, 1994).

H. METODE PRAKTIKUM

4. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Pengelolaan Pasca Panen acara 4 dilaksanakan pada

tanggal 26 Mei 2011 di laboratorium Ekologi dan Manajemen Produksi

Tanaman Fakultas Pertanian UNS.

5. Alat dan Bahan

a. Berbagai buah (semangka, melon, jambu merah, salak, stroberi, pepaya,

jeruk, sawo dan alpukat)

b. Larutan iodium 0,01 N

c. Indikator amilum 1%

d. Indikator PP 1%

e. Na2CO3

f. Pb asetat

Page 27: Laporan Jadi Pasca Panen

27

g. Naoh 0,1 N

6. Cara Kerja

a. Melakukan pengamatan kadar total asam dengan metode titrasi NaOh

1) Menimbang 4 gram sampel yang telah dihaluskan kemudian

dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, selanjutnya mengencerkan

dengan aquades hingga tanda 100ml.

2) Mengambil 25 ml filtrat dan memasukkan dalam erlenmeyer dan

menambahkan indikator PP 1% sebanyak 2 tetes.

3) Menitrasi dengan NaOH 0,01 N hingga terjadi perubahan warna

menjadi merah jambu.

4) Menghiting kadar total asam dengan rumus :

ml NaOH = banyaknya NaOH untuk titrasi (ml)

N NaOH = normalitas NaOH

Grek = gram equivalent (1,67)

Fp = faktor pengali

b. Melakukan pengamatan kadar gula dengan alat Hand Refraktometer

Mengambil filtrat yang murni dan memasukkan ke tempat sampel

hand refraktometer, kemudian mengamati indeks biasnya sebagai oBrikx.

c. Melakukan pengamatan kadar Vitamin C

1) Memasukkan 2,5 ml filtrat ke dalam erlenmeyer dan menambahkan 2

ml amilum 1%.

2) Menitrasi dengan iodium 0,01 N, dimana 0,01 N iodium sama dengan

0,88 mg asam askorbat.

3) Menghitung kadar vitamin C.

Page 28: Laporan Jadi Pasca Panen

28

I. HASIL PEMBAHASAN

3. Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Pengamatan Pengaruh Kandungan Gula, Vitamin C dan Asam pada Beberapa Buah

BuahKadar Asam Buah

(%)Kadar Gula

(0Brikx)Kadar Vitamin C

(mg/ml)Nanas 10,02 14 1,32Jeruk 2,62 10 10,61Melon 2,948 4 2,376Pepaya 1,6 11 7,04

Strawbery 0,88 18 2,64Salak 15,98 15 0,704

Jambu biji 1,78 1 7,92Semangka 0,88 8,8 1,056

Sumber : Data Rekapan4. Pembahasan

Proses pemecahan polisakarida menjadi gula (sukrosa, glukosa,

fruktosa) yang terjadi pada periode pasca panen. Penyusunan sukrosa

memerlukan bantuan zat pembawa pospat yaitu UTP (uridin tripospat).

Reaksi antara UTP dengan glukosa-1-pospat menghasilkan uridin

dipospoglukosa (UDPG) dan piropospat. UDPG dapat juga mengadakan

reaksi dengan fruktosa-6-pospat yang kan menghasilkan sukrosa-pospat.

Kemudian enzim pospatase akan mengubah sukrosapospat menjadi sukrosa.

Selanjutnya pemecahan sukrosa dengan bantuan enzim sukrosa akan

membentuk glukosa dan fruktosa (Dwijoseputro, 1986).

Varietas, tingkat kemasakan/umur buah mempengaruhi kadar gula

dalam buah. Pada waktu buah masih muda atau masa pertumbuhan dan

perkembangan dan akan maksimum selama pematangan buah, hal ini terkait

dengan proses konversi pati menjadi gula pereduksi selama proses

pematangan sehingga menimbulkan rasa manis pada buah. Pada umumnya

buah mengandung gula dalam bentuk monosakarida (fruktosa dan glukosa)

dan disakarida (sukrosa).

Praktikum ini menggunakan metode Hand Refraktometer untuk

menentukan kadar gula dalam berbagai jenis buah. Cairan buah

ditambahkan Pb asetat 5% sampai warna cairan tidak keruh dan Na2CO3

Page 29: Laporan Jadi Pasca Panen

29

anhidrat 8% sejumlah Pb asetat. Kemudian filtrat diteteskan pada Hand

Refraktometer dan dilihat indeks biasnya. Berdasarkan hasil pengamatan

praktikum ini diperoleh data kadar gula buah berbeda-beda. Buah salak

mempunyai kadar gula tertinggi yaitu 18 0 Brikx dan buah melon

mempunyai kadar gula terendah yaitu 1 0 Brikx.

Vitamin adalah sekelompok senyawa organik kompleks yang

dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah kecil untuk pemeliharaan kesehatan.

Biasanya vitamin tidak disintesis dalam tubuh dan oleh karena itu penting

dalam sususunan makanan, dalam makanan nitamin terdapat dalam jumlah

kecil. Vitamin C atau asam askorbat berwarna putih, membentuk kristal dan

sangat larut dalam air. Jumlah vitamin C atau asam askorbat dalam sayuran

dan buah-buahan sangat bervariasi bahkan dalam varietas yang sama

sekalipun. Kandungan vitamin C paling optimal pada saat produk (buah atau

sayur) telah matang fisiologis.

Praktikum ini menggunakan metode titrasi Iodine untuk

menentukan kadar viamin C dalam berbagai jenis buah. Cairan buah yang

dititrasi lambat laun akan berubah warnanya menjadi kebiru-biruan, warna

biru saat dilakukan titrasi ini timbul karena ion I - yang dilepaskan akibat

reaksi iodine dengan ascorbit acid bereaksi dengan amilum. Titrasi

dihentikan setelah terjadi perubahan warna, volume iodine yang

menyebabkan perubahan warna dikalikan 0.88 untuk mendapatkan nilai dari

kadar vitamin C dari bahan-bahan tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan

praktikum ini diperoleh data kadar vitamin C buah berbeda-beda. Buah

jeruk mempunyai kadar vitamin C tertinggi yaitu 10,61 mg/ml dan buah

salak mempunyai kadar vitamin C terendah yaitu 0,704 mg.ml.

Kandungan asam organik meningkat pada awal pertumbuhan buah

sampai menjelang periode pematangan dan selanjutnya menurun setelah

buah mencapai ukuran maksimum. Kandungan asam sitrat, malat dan

askorbat berkurang masing-masing 10, 40 dan 2,5 kali saat pematangan.

Perubahan asam-asam organik selama penyimpanan berbeda-beda sesuai

tingkat kemasakan dan suhu penyimpanan (Pantastico, 1994).

Page 30: Laporan Jadi Pasca Panen

30

Asam-asam organik banyak terdapat pada buah-buahan yang

merupakan hasil proses metabolisme terutama oleh siklus Kerbs.

Kandungan asam organik yang dominan pada salak adalah asam malat dan

asam sitrat. Pada praktikum ini menggunakan metode titrasi NaOH untuk

menentukan kadar asam dalam berbagai jenis buah. Cairan buah yang

dititrasi lambat laun akan berubah warnanya menjadi merah jambu. Titrasi

dihentikan setelah terjadi perubahan warna. Berdasarkan hasil pengamatan

praktikum ini diperoleh data kadar asam buah berbeda-beda. Buah salak

mempunyai kadar asam tertinggi yaitu 15,98 % dan buah semangka

mempunyai kadar asam terendah yaitu 0,88 %.

J. KESIMPULAN

3. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum Pengelolaan Pasca Panen acara 4 ini

antara lain:

e. Kadar gula tertinggi pada buah strawberry yaitu 18 0 Brikx dan kadar

gula terendah pada buah jambu biji yaitu 1 0 Brikx.

f. Kadar vitamin C tertinggi pada buah jeruk yaitu 10,61 mg/ml dan kadar

vitamin C terendah buah salak yaitu 0,704 mg.ml.

g. Kadar asam tertinggi pada buah salak yaitu 15,98 % dan kadar asam

terendah pada buah semangka yaitu 0,88 %.

4. Saran

Pada praktikum Pengelolaan Pasca Panen ini sebaiknya untuk

beberapa acara yang sekiranya pengerjaannya tidak membutuhkan waktu

lama dan pengamatannya hampir sama sebaiknya langsung dilaksanakan

dalam satu waktu sekalian saja sehingga lebih menghemat waktu. Selain itu

praktikum sebaiknya dimulai tepat waktu sehingga praktikum juga dapat

selesai tepat waktu.

Page 31: Laporan Jadi Pasca Panen

31

ACARA V

PENANGANAN PASCA PANEN SAYURAN

K. PENDAHULUAN

5. Latar Belakang

Istilah sayuran biasanya digunakan merujuk pada tunas, daun, buah

dan akar tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian,

segar/mentah atau dimasak, sebagai pelengkap pada makanan berpati dan

daging, kebanyakan mereka adalah “Herbaseus” (berbatang basah) dan

definisi ini tidak mencangkup “buah manis pencuci mulut”. Sayuran

biasanya dipanen bila tanaman segar dan kandungan airnya tinggi dengan

demikian tanaman sayuran dibedakan dari tanaman yang lain (field crop).

Pada saat panen dengan stadia masak untuk memperoleh biji, polong, biji

minyaknya atau serat maka kandungan air yang tinggi pada sayuran ini

menyebabkan penanganan, pengangkutan dan pemasarannya menjadi

masalah khusus terutama untuk daerah tropis.

Karakteristik penting produk pascapanen sayuran adalah bahan

tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme. Akan

tetapi metabolisme tidak sama dengan tanaman induknya yang tumbuh

dengan lingkungan aslinya, karena produk yang telah dipanen mengalami

berbagai bentuk stress seperti hilangnya suplai nutrisi, proses panen sering

menimbulkan pelukaan berarti, pengemasan dan transportasi dapat

menimbulkan kerusakan mekanis lebih lanjut, orientasi gravitasi dari produk

pascapanen umumnya sangat berbeda dengan kondisi alamiahnya, hambatan

ketersediaan CO2 dan O2, hambatan regim suhu dan sebagainya. Sehingga

secara keseluruhan bahan hidup sayuran pascapanen dapat dikatakan

mengalami berbagai perlakuan yang menyakitkan selama hidup

pascapanennya. Produk harus dipanen dan dipindahkan melalui beberapa

sistem penanganan dan transportasi ke tempat penggunaannya seperti pasar

retail atau langsung ke konsumen dengan menjaga sedapat mungkin status

hidupnya dan dalam kondisi kesegaran optimum. Jika stress terlalu

Page 32: Laporan Jadi Pasca Panen

32

berlebihan yang melebihi toleransi fisik dan fisiologis, maka terjadi

kematian.

Aktivitas metabolisme pada buah dan sayuran segar dicirikan

dengan adanya proses respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang

menyebabkan terjadinya peningkatan panas. Sehingga proses kemunduran

seperti kehilangan air, pelayuan, dan pertumbuhan mikroorganisme akan

semakin meningkat. Mikroorganisme pembusuk akan mendapatkan kondisi

pertumbuhannya yang ideal dengan adanya peningkatan suhu, kelembaban

dan siap menginfeksi sayuran melalui pelukaan-pelukaan yang sudah ada.

Selama transportasi ke konsumen, produk sayuran pascapanen mengalami

tekanan fisik, getaran, gesekan pada kondisi dimana suhu dan kelembaban

memacu proses pelayuan. Akhirnya produk yang demikian tersebut

dipersembahkan di pasar retail ke pada konsumen sebagai produk farm

fresh.

6. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum acara 5 ini adalah untuk mengetahui cara

penanganan pasca panen yang tepat pada sayuran.

L. TINJAUAN PUSTAKA

Selada (Lactuca sativa L.) pada dasarnya termasuk ke dalam famili

Compositae. Selada merupakan tanaman semusim. Selada mempunyai ciri

diantaranya bentuk bunganya mengumpul dalam tandan membentuk sebuah

rangkaian. Selada biasanya disajikan sebagai sayuran penyegar. Adapun

kandungan vitamin yang terdapat di dalam daun selada diantaranya: vitamin A,

Vitamin B, dan vitamin C yang sangat berguna untuk kesehatan tubuh

(Susila,2006).

Sawi (Brassica juncea) termasuk ke dalam famili Curciferae

merupakan tanaman semusim yang berdaun lonjong, halus, tidak berbulu, dan

tidak berkrop. Batang tanaman sawi pendek dan lebih langsing dari tanaman

petsai. Ia mempunyai akar tunggang dengan banyak akar samping yang

dangkal. Bunganya mirip petsai, tetapi rangkaian tandan lebih pendek. Ukuran

kuntum bunganya lebih kecil dengan warna kuning pucat spesifik. Bijinya

Page 33: Laporan Jadi Pasca Panen

33

berukuran kecil dan berwarna hitam kecokelatan serta terdapat dalam kedua

sisi dinding sekat polong yang gemuk. Sawi Hijau diketahui banyak

mengandung serat, vitamin A, vitamin B, vitamin B2, vitamin B6, vitamin C,

kalium, fosfor, tembaga, magnesium, zat besi, dan protein. Dengan

kandungannya tersebut, Sawi Hijau berkhasiat untuk mencegah kanker,

hipertensi, dan penyakit jantung; membantu kesehatan sistem pencernaan;

mencegah dan mengobati penyakit pelagra; serta menghindarkan ibu hamil dari

anemia (AAK, 1976).

Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan

untuk konsumsi segar adalah masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas

metabolisme yang dinamakan respirasi. Respirasi berlangsung untuk

memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini, bahan

tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat

yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan

energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas.

Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-

perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut.

Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan

cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index

yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar

(Wills,1998).

Pengemasan dilakukan untuk meningkatkan keamanan produk selama

transportasi, dan melindungi produk dari pencemaran, susut mutu dan susut

bobot, serta memudahkan dalam penggunaan produk yang dikemas. Secara

umum, pengemasan berfungsi untuk pemuatan produk pada suatu wadah

(containment), perlindungan produk, kegunaan (utility), dan informasi. Untuk

keperluan transportasi, fungsi pengemasan lebih diutamakan untuk pemuatan

dan perlindungan. Sedangkan pengemasan eceran (retail) lebih dititikberatkan

pada fungsi kegunaan dan informasi produk (Batu, 1998).

Penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran memerlukan temperatur

yang optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran. Temperatur

Page 34: Laporan Jadi Pasca Panen

34

optimum dapat menyebabkan kerusakan karena pendinginan (chilling injury).

Kerusakan pendinginan dari buah pisang pada temperatur kritis (13oC) adalah

warna kusam, perubahan cita rasa dan tidak bisa masak. Kondisi optimum

pengundangan bagi buah pisang adalah 11-20oC dan RH 85-95%. Pada kondisi

ini metabolisme oksidatif seperti respirasi berjalan lebih sempurna.

Pendinginan tidak mempengaruhi kualitas rasa, kecuali bila buah didinginkan

secara berlebihan sehingga proses pematangan terhenti (Santoso, 2006).

M. METODE PRAKTIKUM

7. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Pengelolaan Pasca Panen acara 5 dilaksanakan pada

tanggal 12 Mei 2011 di laboratorium Ekologi dan Manajemen Produksi

Tanaman Fakultas Pertanian UNS.

8. Alat dan Bahan

a. Berbagai macam sayuran (sawi hijau dan selada)

b. Kemasan styrfoam

c. Plastik vinil

9. Cara Kerja

a. Mempersiapkan sayuran yang akan dibungkus dan mempersiapkan alat

yang dibutuhkan

b. Melakukan penyimpanan terhadap komoditas sayuran masing-masing

dengan empat perlakuan yaitu dalam suhu ruang, kemasan plastik dalam

suhu ruang, kemasan plastik dalam refrigerator dan tanpa kemasan

plastik dalam refrigerator

c. Melakukan pengamatan setiap hari, dengan variabel pengamatan berupa

tekstur (lumak sekali, lunak, agak lunak dan keras), warna (hijau, hijau

kekuningan, kuning, kuning kecoklatan dan coklat) dan umur simpan

(menghitung lamanya hari penyimpanan sayuran bertahun sampai rusak

50%)

Page 35: Laporan Jadi Pasca Panen

35

N. HASIL PEMBAHASAN

5. Hasil Pengamatan

Tabel 5.1 Pengamatan Penanganan Pasca Panen pada Sawi Hijau

Perlakuan UlanganTekstur Warna Umur

SimpanAwal Akhir Awal AkhirDalam suhu ruang tanpa

kemasan plastik

1 4 1 1 4 42 4 1 1 4 43 4 3 1 2 4

Dalam suhu ruang dengan

kemasan plastik

1 4 1 1 5 42 4 2 1 5 43 4 1 2 5 4

Dalam refrigerator tanpa kemasan plastik

1 4 2 1 5 52 4 2 1 5 53 4 1 1 5 5

Dalam refrigerator

dengan kemasan plastik

1 4 2 1 3 62 4 2 1 4 6

3 4 2 1 4 6

Sumber : Data RekapanTabel 5.2 pengamatan Penanganan Pasca Panen pada Selada

PerlakuanUlangan

Tekstur Warna Umur SimpanAwal Akhir Awal Akhir

Dalam suhu ruang tanpa

kemasan plastik

1 4 2 1 3 52 4 1 1 4 53 4 2 1 4 4

Dalam suhu ruang dengan

kemasan plastik

1 4 1 1 5 52 4 2 1 5 53 4 1 2 5 5

Dalam refrigerator

tanpa kemasan plastik

1 4 2 1 4 42 3 1 1 5 4

3 4 2 2 5 4

Dalam refrigerator

dengan kemasan plastik

1 4 1 1 5 42 4 1 2 5 4

3 4 1 1 5 4

Sumber : Data Rekapan6. Pembahasan

Sayuran merupakan sumber yang murah untuk protein penting dan

nutrisi lainnya seperti:

a. Vitamin, dimana vitamin merupakan substansi organic majemuk yang

diperlukan untuk kesehatan dan efektif dalam jumlah yang kecil.

Page 36: Laporan Jadi Pasca Panen

36

b. Vitamin A, diperoleh dari banyak jenis sayuran yang berwarna merah

dan kuning (seperti wortel dan labu siam ), terutama kaya akan karoten.

c. Vitamin E dan vitamin K, kedua vitamin ini banyak terdapat dalam

sayuran daunan dan pucuk tunas seperti bayam, kubis, selada dll.

d. Vitamin C, hanpir semua sayuran mengandung vitamin C; tomat, cabe,

kentag dan sayuran daunan yang hijau tua terutama, merupakan sumber

yang kaya vitamin C.

e. Vitamin B1 (thramin), B2 (Riboflavin), B6 (pridoksin), juga banyak

dalam sayuran, terutama sayuran yang hijau tua dan kacang-kacangan

(legum).

Sayuran juga merupakan sumber utama mineral, beberapa mineral penting

yang dipasok oleh sayuran, protein terdapat dalam sayuran kacang-

kacangan, sayuran daun. Sedangkan karbohidrat diperoleh dari sayuran

umbi akar/tuber seperti, ubi kayu, kentang, ubi jalar , ubi talas dan jagung.

Secara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan

untuk konsumsi segar adalah masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas

metabolisme yang dinamakan respirasi. Respirasi berlangsung untuk

memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini,

bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk

karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk

menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah CO2, uap air

dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula

perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari

produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak

dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering

digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan

pascapanen produk segar (Wills,1998).

Pengelolaan pasca panen untuk sayuran sangat diperlukan untuk

menjaga dan mempertahankan kesegaran dan kandungan nutrisi pada

sayuran. Pada praktikum ini dilakukan pengelolaan pasca panen sayuran

dengan melakukan penyimpanan pada beberapa sayuran dengan perlakuan

Page 37: Laporan Jadi Pasca Panen

37

disimpan pada suhu ruang, disimpan dengan kemasan plastik pada suhu

ruang, disimpan dengan kemasan plastik pada refrigerator, dan disimpan

dalam refrigerator tanpa kemasan plastik. Sayuran yang digunakan pada

praktikum ini adalah selada dan sawi hijau.

Berdasarkan tabel hasil pengamatan dapat diketahui bahwa setelah

dilakukan penyimpanan tekstur dan warna sayuran mengalami perubahan.

Pada pengamatan tekstur sawi hijau disemua perlakuan mengalami

perubahan tekstur, yang semula bertekstur keras menjadi bertekstur lunak

setelah dilakukan penyimpanan. Pada pengamatan warna sawi hijau hampir

semua perlakuan mengalami perubahan warna, yang semula hijau menjadi

kuning hingga coklat, tetapi ada satu perlakuan yang warna sawi hijau

masih hijau. Pada pengamatan tekstur selada disemua perlakuan mengalami

perubahan tekstur, yang semula bertekstur keras menjadi bertekstur lunak

setelah dilakukan penyimpanan. Pada pengamatan warna selada disemua

perlakuan mengalami perubahan warna, yang semula hijau menjadi kuning

kecoklatan hingga coklat.

Penyimpanan selada dan sawi hijau pada suhu ruang tanpa

kemasan, pada suhu ruang dengan kemasan plastik, dan pada refrigerator

memberikan hasil yang berbeda. Pada penyimpanan suhu ruang tanpa

kemasan dan dengan kemasan selada dan sawi hijau transpirasi dan respirasi

pada sayuran tinggi. Hal ini ditunjukan dengan berubahnya tekstur buah dari

keras menjadi lunak dan berubahnya warna dari hijau menjadi kuning

sampai coklat. Pada penyimpanan di refrigerator transpirasi dan respirasi

lebih rendah karena suhu dingin dapat menghambat atau menurunkan laju

transpirasi dan respirasi sehingga sayuran tidak cepat busuk dan umur

simpannya lebih lama. Penyimpanan sawi hijau pada semua perlakuan

hampir memberikan waktu simpan yang sama yaitu 4-6 hari. Penyimpanan

selada yang memberikan waktu simpan paling lama pada penyimpanan

dalam refrigerator dengan kemasan plastik yaitu 6 hari dan yang paling

pendek waktu simpannya pada penyimpanan pada suhu ruang dengan dan

tanpa kemasan plastik yaitu 4 hari. Jadi untuk penyimpanan sayuran yang

Page 38: Laporan Jadi Pasca Panen

38

dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran

sayuran pada penyimpanan suhu dingin agar laju transpirasi dan respirasi

yang menyebabkan kualitasnya menjadi menurun dapat dihambat.

O. KESIMPULAN

5. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum Pengelolaan Pasca Panen acara 5 ini

antara lain:

h. Pada penyimpanan sayuran semua mengalami perubahan tekstur dari

keras menjadi lunak.

i. Pada penyimpanan sayuran hampir semua mengalami perubahan warna

dari hijau menjadi kuning hingga coklat.

j. Perubahan tekstur dan warna pada sayuran ini disebabkan sayuran masih

mengalami proses metabolisme dan mengalami proses transpirasi dan

respirasi yang menyebabkan sayuran kehilangan kesegaran.

k. Penyimpanan sawi hijau pada semua perlakuan hampir memberikan

waktu simpan yang sama yaitu 4-6 hari.

l. Penyimpanan selada yang memberikan waktu simpan paling lama pada

penyimpanan dalam refrigerator dengan kemasan plastik yaitu 6 hari dan

yang paling pendek pada suhu ruang dengan dan tanpa kemasan plastik

yaitu 4 hari.

6. Saran

Pada praktikum Pengelolaan Pasca Panen ini sebaiknya untuk

beberapa acara yang sekiranya pengerjaannya tidak membutuhkan waktu

lama dan pengamatannya hampir sama sebaiknya langsung dilaksanakan

dalam satu waktu sekalian saja sehingga lebih menghemat waktu. Selain itu

praktikum sebaiknya dimulai tepat waktu sehingga praktikum juga dapat

selesai tepat waktu.

Page 39: Laporan Jadi Pasca Panen

39

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1976. Budidaya Tanaman Sawi. Kanisius. Yogyakarta.

AAK. 1994. Budidaya Tanaman Jeruk. Kansinus. Yogyakarta.Amanto, B. S. 2004. Pengaruh Kemasan dan Susunan terhadap Sifat Fisik Buah

Mangga Golek selama Transportasi. Caraka Tani 19(1).Amiarsih, D., Sjaifullah, Yulianingsih. 1999. Komposisi Terbaik Untuk Larutan

Perendam Bunga Anggrek Potong Dendrobium Sonia Deep Pink. J. Hort. 9(1):45-50.

Batu, A. and A.K. Thompson. 1998. Effect of Modified Atmosphere Packaging on Post Harvest Qualities of Pink Tomatoes. Journal of Agriculture and Forestry 22(1998): 365-372

Dwijoseputro, D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia. Jakarta. Hal 127 – 153

Imdad, H. P. an A. A. Nawangsih. 1999. Menyimpan Bahan Pangan. Penebar Swadaya. Jakarta. 148 hal.

Kader, A.A. 1985. Quality Factors : Definition and Evaluation for Fresh Horticultural Crops. Division of Agriculture and Natural Resources. Cooperative Extension, University of California

Kays, S.J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant Products. Van Nostrand Reinhold, NY.

Lakitan, B, 1995. Teori, Budidaya, dan Pascapanen. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal: 144 – 145

Linder, M.C. l992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemekaian Secara Klinis. UI Press. Jakarta.

Liu, 1998. Developing practical methods and facilities for handling fruits in order to maintain quality and reduce losses. In Postharvest Handling of Tropical and Sub-tropical Fruit Crops.

Muhajir, M. dan Dondy ASB. 1999. Pendinginan Awal dan Komposisi Larutan Perendam Pada Bunga Mawar Potong. J. Hort. 9(2):137-145.

Palmer, J.K. (1981). The Banana. Dalam: Hulme, A.C. (Ed). The Biochemistry of Fruits and Their Product. Vol 2. Academic Press London and New York.

Pantastico, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Penerbit UI. JakartaPantastico, Er. B., 1989. Postharvest Physiology, Handling and Utilization of

Tropical and Subtropical Fruit and Vegetables. The Avi Publishing Company Inc. Westport, Connecticut.

Rismunandar. 1991. Budidaya Bunga Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.Roseberg, H.R. 1992. Chemistry and Phisiology of The Vitamins. Interscience

Publisher Inc. New York.Salunkhe, D.K., Bolin, H.R., Reddy, N.R. 2000. Storage, Processing, and

Nutritional Quality of Fruits and Vegetables 2nd edition volume 1 Fresh Fruit and Vegetables. CRC press, Florida

Page 40: Laporan Jadi Pasca Panen

40

Santoso, Bambang. 2006. Pasca Panen Tanaman Hias.UGM Press. UGM Press. Yogyakarta.

Santoso. 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Laboratorium Kimia Pangan Fakultas Pertanian Uwiga. Malang.

Soekartawi. 1996. Manajemen Agribisnis Bunga Potong. UI Press. Jakarta.Susila, Anas. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Departemen Agronomi

dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor. Bogor.L.). J. Agrosains. 5(1) : 2 – 12.

Tawali, A.B. dan Zainal. 2004. Perubahan Mutu Buah pada Berbagai Suhu Penyimpanan. J. Sains dan Teknologi. 4(2) : 72 – 82.

Tranggono. 1989. Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan dan Gizi, UGM. Yogyakarta.

Tirtosoekotjo, Moh S. 1996. Peranan Larutan Sukrosa Terhadap Kesegaran Bunga SelamaPenyimpanan Suhu Dingin. Jurnal Horti vol 6 (1)

Wartoyo S.P., dan T. Wahyuti. 2003. Pengaruh Saat Panen dan Penyimpanan terhadap Umur Simpan dan Kualitas Mentimun Jepang (Cucumis sativus

Wills, R.B.H., McGlasson, B., Graham, D., and Joice, D. 1998. Postharvest, An Introduction to the Physiology and Handling of Fruit, Vegetables and Ornamentals. 4th Ed. The Univ. of New South Wales, Sydney. 22pp.