laporan ekstraksi print.doc

25
PEROBAAN 5 EKSTRAKSI CAIR CAIR I. Tujuan Percobaan 1. Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair- cair 2. Menghitung koefisien distribusi dan yield proses ekstraksi 3. Mengetahui hubungan koefisien distribusi dan yield terhadap rasio solven. II. Dasar Teori Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen ( immiscible, tidak saling campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu fasadengan konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan

Upload: arie-yufitasari

Post on 24-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan ekstraksi print.doc

PEROBAAN 5

EKSTRAKSI CAIR CAIR

I. Tujuan Percobaan

1. Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair-cair

2. Menghitung koefisien distribusi dan yield proses ekstraksi

3. Mengetahui hubungan koefisien distribusi dan yield terhadap rasio solven.

II. Dasar Teori

Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan solute dari cairan pembawa

(diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen (

immiscible, tidak saling campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen

(rafinat) dan fase solven (ekstrak). Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu

fasadengan konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya

pelarutan (pelepasan) solute dari larutanyang ada. Gaya dorong (driving force) yang

menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur jarak

sistem dari kondisi setimbang.

Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.

Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven.

Page 2: laporan ekstraksi print.doc

Dalam ekstraksi cair cair, kedua bahan harus dibawa menuju keadaan yang

baik agar transfer material timbul untuk kemudian dipisahakan. Dalam ekstraksi,

kedua fase memiliki densitas yang dapat dibandingkan sehingga energi yang

dibutuhkan untuk pencampuran dan pemisahan (jika aliran gravitasi digunakan) kecil,

lebih kecil jika salah satu fase berada pada pada liquid dan yang lain pada fase gas.

Ekstrak adalah lapisan solven ditambah dengan solut yang terambil/terekstrak

dan rafinat adalah bagian dari solut yang terbuang. Ekstrak mungkin lebih ringan atau

lebih berat dari rafinat, sehingga terkadang ekstrak berada di atas dan dalam beberapa

kasus juga berada di bawah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi antara lain:

a. Preparasi sampel

b. Waktu ektraksi

Lama tidaknya waktu ekstraksi sangat mempengaruhi laju ekstraksi.

c. Jumlah solven

Semakin banyak jumlah solven yang digunakan, maka laju ekstraksi akan.

makin cepat

d. Suhu pelarut

Sebaiknya diatur agar suhu pelarut konstan dibawah titik didih pelarut agar

laju ekstraksi tinggi.

e. Pemilihan solven

Laju reaksi dipengaruhi oleh jenis pelarut yang membawa karakter

masing-masing. Pemilihan solven dalam proses ekstraksi cair-cair

mempertimbangkan beberapa hal berikut:

1. Selektivitas

Ini adalah bagian pertama dalam menentukan penggunaan solven. Hal ini

merujuk pada kemampuan sebuah solven dalam mengekstrak satu

komponen dalam larutan yang diinginkan. Dalam hal ini, solven yang

paling diperlukan akan larut maksimal dalam suatu komponen dan

minimal dalam komponen lain.

Page 3: laporan ekstraksi print.doc

2. Koefisien distribusi

Solvent yang dipilih harus memiliki koefisien distribusi yang besar

sehingga jumlah solvent yang digunakan lebih sedikit.

3. Kemampuan untuk dimurnikan

Dalam semua proses ekstraksi cair-cair, dibutuhkan pemisahan solven dari

produknya. Hal ini penting tidak hanya menghindarkan produk dari

kontaminasi solven, tetapi juga penggunaan kembali solven dalam proses

sehingga menghemat biaya.

4. Densitas

Perbedaan densitas dari fase yang dikontakkan secara alami harus sebesar

mungkin. Tidak hanya laju pemisahan dari lapisan yang tidak saling larut

tercapai, tetapi juga kapasitas dari contacting equipment akan meningkat.

5. Tegangan antar muka

Tegangan antar muka antara fasa tidak saling larut menyebabkan

penggabungan lebih mudah daripada pemisahan. Kemudahan

penggabungan lebih dipilih sehingga mencari pelarut dengan tegangan

antar muka yang besar.

6. Reaktivitas kimia

Reaksi kimia antara solven dengan komponen larutan hasil produk yang

tidak berhubungan dengan proses adalah tidak diinginkan. Karena jika

reaksi tersebut tidak terjadi maka akan menghasilkan yield yang lebih

besar dan pengembalian solven dapat dilakukan untuk menghemat biaya.

7. Korosi

Untuk mengurangi biaya peralatan, maka solven seharusnya tidak

menyebabkan korosi pada material konstruksi.

8. Viskositas

Power untuk memompa kecil, laju perpindahan panas tinggi, laju ekstraksi

tinggi, dan perlakuan ringan secara umum adalah akibat dari viskositas

solven yang rendah.

9. Tekanan uap

Tekanan uap dari solven yang diusulkan seharusnya cukup rendah

sehingga penyimpanan dan proses ekstraksi dimungkinkan dalam keadaan

atmosferik.

Page 4: laporan ekstraksi print.doc

10. Titik beku

Solven seharusnya memiliki titik beku yang cukup rendah sehingga

penyimpanan mudah dalam musim dingin

11. Inflammabilty

Inflammability rendah diinginkan demi alasan keamanan. Apabila solven

dapat terbakar, solven harus memiliki flash point yang tinggi dan batas

konsentrasi minimal menimbulkan ledakan jika bercampur dengan udara.

12. Toxicity

Tingginya bahan yang mengandung racun akan menyulitkan perlakuan

industri. Sehingga bahan-bahan tersebut akan dihindari.

13. Harga

Harga murah dan siap pakai dalam jumlah memadai menjadi salah satu

pertimbangan dalam pemilihan solven.

Ada beberapa faktor penting yang berpegaruh dalam peningkatan hasil dalam

ekstraksi cair-cair, yaitu (Martunus dkk., 2006; Martunus & Helwani, 2004; 2005;

2006):

1. Perbandingan pelarut-umpan (S/F).

Kenaikan jumlah pelarut (S/F) yang digunakan akan meningkatan hasil

ekstraksi tetapi harus ditentukan titik (S/F) yang minimum agar proses

ekstraksi menjadi lebih ekonomis.

2. Waktu ekstraksi.

Ekstraksi yang efisien adalah maksimumnya pengambilan solut dengan

waktu ekstraksi yang lebih cepat.

3. Kecepatan pengadukan.

Untuk ekstraksi yang efisien maka pengadukan yang baik adalah yang

memberikan hasil ekstraksi maksimum dengan kecepatan pengadukan

minimum, sehingga konsumsi energi menjadi minimum.

Page 5: laporan ekstraksi print.doc

III. ALAT DAN BAHAN

a. Alat

1. Shaker bath 8. Labu takar

2. Erlenmeyer 9. Corong pemisah

3. Corong kaca 10. Termometer

4. Beaker glass 11. Spektrofotometer UV-Vis

Page 6: laporan ekstraksi print.doc

5. Pipet ukur 12. Kuvet

6. Ball filler 13. Klem dan statif

7. Gelas Ukur 14. Neraca Analitik

b. Bahan 1. Kresol 2. Kerosen3. Metanol4. Aquades

Page 7: laporan ekstraksi print.doc

c. Skema Kerja+ +

+

Larutan Sampel Larutan Solven

Dibuat Rasio 1:1, 1:2, 1:3. Kemudian dimasukkan ke dalam shaker bath dengan frekuensi putaran 100 dan 125 rpm.

Dipisahkan dalam corong pemisah

Didiamkan selama 1 jam, ditimbang dan diukur volumenya, dianalisa dengan Spektofotometer UV-Vis

92% Kerosen (46ml)

8% Kresol (4ml)

80% Metanol (80ml)

20% Aquades

(20ml)

Hasil ekstraksi (minyak dan air )

Ekstrak (bagian bawah)

Rafinat (bagian atas)

Page 8: laporan ekstraksi print.doc

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil

Tabel 1.1 Data Pengamatan

No Perlakuan Pengamatan

1. Membuat larutan solute dengan mengambil

larutan kresol sebanyak 4ml dan larutan

kerosene sebanyak 46ml menggunakan

pipet ukur, campurkan dalam labu takar

50ml

- Terbentuk larutan kresol 50 ml

berwarna kuning bening.

2. Membuat larutan solven dengan mengambil

larutan methanol 80 ml menggunakan pipet

ukur dan diencerkan dengan aquades 20 ml,

campurkan dalam labu takar 100 ml.

- Terbentuk larutan methanol 100

ml berwarna putih bening.

3. Pindahkan masing-masing larutan kresol

dan methanol tersebut kedalam beaker

glass.

- Larutan kresol dan larutan

methanol didalam beaker glass

100 ml.

4. Membuat campuran solute dan solven untuk

variable pertama, dengan perbandingan 1:1,

1:2, 1:3. Ambil masing-masing larutan

kresol dan methanol sesuai dengan rasio.

Masukkan masing-masing campuran

tersebut dalam Erlenmeyer 50 ml.

- Rasio 1:1, Solute 10 ml Solven

10 ml

Rasio 1:2 Solute 10 ml Solven 20

ml

Rasio 1:3 Solute 5 ml Solven 15

ml

5. Pasang Erlenmeyer diatas shaker bath dan

setting waktu serta frekuensi

pengadukannya. Erlenmeyer berisi

campuran solven-solute di kocok dengan

frekuensi 100 rpm selama 30 menit.

- Terbentuk campuran solven-

solute yang immiscible (tidak

saling larut).

6. Campuran tersebut kemudian dipindahkan - Terbentuk 2 lapisan:

Page 9: laporan ekstraksi print.doc

ke dalam corong pemisah dan didiamkan

selama 1 jam.Rasio 1:1 dan Rasio 1:3, lapisan

atas berwarna kuning bening,

lapisan bawah berwarna putih

bening

Rasio 1:2, lapisan atas berwarna

kuning bening, lapisan bawah

putih sedikit keruh

7. Pisahkan kedua fase tersebut dan masing-

masing masukkan ke dalam gelas ukur,

catat volumenya dan timbang kemudian

catat massanya.

- Didapatkan volume dan massa

masing-masing fase yaitu fase

ekstrak dan fase rafinat. (Lihat

Tabel 1.2)

8. Selanjutnya mengukur adsorbansi

menggunakan spektofotometri UV-VIS.

Ukur semua adsorbansi fase ekstrak

maupun fase rafinatnya.

- Didapatkan nilai adsorbansi fase

ekstrak dan fase rafinat. (Lihat

Tabel 1.2)

9. Dengan proses yang sama, lakukan

percobaan variable kedua dengan frekuensi

pengadukan 125 rpm.

- Didapatkan data volume, massa,

dan adsorbansi

Tabel 1.2 Data Percobaan Ekstraksi

Frekuensi Pengadukan 100 rpm

Volume (ml) Massa (gr) Adsorbansi

Rasio 1:1 (10ml:10ml)

Ekstrak 10.5 7.503 2.477

Rafinat 9 6.976 2.498

Page 10: laporan ekstraksi print.doc

Rasio 1:2 (10ml:10ml)

Ektrak 15.5 12.854 2.632

Rafinat 8.4 5.301 2.524

Rasio 1:3 (7ml:15ml)

Ekstrak 16.5 14.942 2.407

Rafinat 6.2 6.119 2.546

Frekuensi Pengadukan 125rpm

Volume (ml) Massa (gr) Adsorbansi

Rasio 1:1 (8ml:8ml)

Ekstrak 8.5 6.709 2.552

Rafinat 5.8 4.534 2.534

Rasio 1:2 (8ml:16ml)

Ektrak 14.5 13.510 2.429

Rafinat 7.8 6.183 2.530

Rasio 1:3 (4ml:12ml)

Ekstrak 11.8 12.101 2.528

Rafinat 4.4 3.331 2.550

Menghitung Koefisien Distribusi (Ki)

Frekuensi 100rpm, Rasio 1:1

Konsentrasi Kresol (Fase Ekstrak)

Page 11: laporan ekstraksi print.doc

Konsentrasi Kerosene (Fase Rafinat)

Ki = Fraksi mol solute pada fase ekstrak

Fraksi mol solute pada fase rafinat

Menghitung Yield

Ye,i = Massa ekstrak

Massa umpan

Rasio 1:1, Frekuensi 100 rpm

Volume kresol = % volume ekstrak x volume ekstrak

Massa kresol di ekstrak = ρ kresol x volume kresol

Volume kresol dalam rafinat = %volume rafinat x volume rafinat

Massa kresol rafinat = ρ kresol x volume rafinat

Massa umpan = massa kresol dalam ekstrak + massa kresol dalam rafinat

Page 12: laporan ekstraksi print.doc

gr

Yield = massa kresol dalam ekstrak

Massa umpan

Dengan perhitungan yang sama diperoleh hasil percobaan sebagai berikut:

Tabel 1.3 Hasil Perhitungan Nilai Ki dan Yield

Rasio Ki Ye,i

Frekuensi 100rpm

Rasio 1:1 0.939 51.22 %

Rasio 1:2 1.298 79.47 %

Rasio 1:3 0.638 62.62 %

Frekuensi 125rpm

Rasio 1:1 1.048 62.44 %

Rasio 1:2 0.726 58.07 %

Rasio 1:3 0.942 70.04 %

b. PEMBAHASAN

Pada percobaan ekstraksi cair-cair dilakukan pencampuran solute dengan cairan

pembawa (diluen) yang selanjutnya dipisahkan menggunakan solven cair. Pertama adalah

pencampuran solute (kresol) dan diluen (kerosene) dengan perbandingan 8% kresol dan 92%

kerosene sebanyak 50ml. Kresol sebanyak 4ml dimasukkan kedalam labu takar 50ml,

selanjutnya ditambahkan kerosene sebanyak 46ml, pencampuran dilakukan di dalam lemari

asam karena sifat bahan yang mudah terbakar, pencampuran dalam lemari asam bertujuan

Page 13: laporan ekstraksi print.doc

agar saat terjadi kebocoran maka gas dapat langsung keluar melalui cerobong asap dari

lemari asam, jadi tidak menyebar. Kemudian membuat larutan solven dengan perbandingan

80% methanol dan 20% aquades sebanyak 100ml. Mengambil methanol sebanyak 80ml dan

dimasukkan dalam labu takar 100ml dan kemudian diencerkan menggunakan aquades. Kedua

larutan tersebut, yaitu larutan kresol dan larutan methanol masing-masing dipindahkan ke

dalam beaker glass berukuran 100ml agar mudah untuk diambil menggunakan pipet ukur.

Selanjutnya mengambil masing-masing larutan kresol dan larutan methanol untuk

percobaan pertama dengan variabel frekuensi pengadukan 100rpm selama 30 menit. Untuk

rasio 1:1 larutan kresol yang diambil adalah sebanyak 10ml dan larutan methanol 10ml,

dicampur didalam erlenmeyer 100ml. Rasio 1:2, larutan kresol yang diambil adalah 10ml dan

larutan methanol 20ml, dicampur dalam erlenmeyer 100ml. Rasio 1:3, larutan kresol yang

diambil adalah 7ml dan larutan methanol 15ml. Selanjutnya ketiga campuran tersebut

diletakkan pada shaker bath, dan disetting frekuensi pengadukan 100rpm selama 30 menit.

Pada rasio 1:1 dan rasio 1:2 masing-masing pada menit 5 dan menit 11 terbentuk buih-buih

sedangkan pada rasio 1:3 tidak berbuih. Hal ini disebabkan karena pada saat pencampuran

terjadi perpindahan massa, yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama (media

pembawa) dan masuk ke dalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini,

bahan ekstraksi dan pelarut tidak. saling melarut (atau hanya dalam daerah yang sempit).

Agar terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti performansi ekstraksi yang besar

haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara kedua cairan

tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi tetes-tetes kecil (seperti berbuih).

Turbulensi pada saat mencampur tidak perlu terlalu besar. Yang penting perbedaan

konsentrasi sebagai gaya penggerak pada bidang batas tetap ada. Hal ini berarti bahwa bahan

yang telah terlarutkan sedapat mungkin segera disingkirkan dari bidang batas. Pada saat

pemisahan, cairan yang telah terdistribusi menjadi tetes-tetes harus menyatu kembali menjadi

sebuah fasa homogen dan berdasarkan perbedaan kerapatan yang cukup besar dapat

dipisahkan dari cairan yang lain. Sedangkan pada rasio 1:3 tidak berbuih karena

perbandingan solute yang lebih kecil, sehingga pendistribusian dalam tetes-tetes kecil

tersebut tidak terlihat, terjadi perpindahan massa yang lebih cepat. Setelah proses shaker

selama 30 menit, ketiga campuran tersebut dipindahkan kedalam corong pemisah dan

didiamkan selama 1 jam. Saat pemisahan, rasio 1:1 berwarna kuning emas bening, rasio 1:2

terbentuk 2 lapisan, lapisan atas berwarna kuning emas, sedangkan lapisan bawah berwarna

putih sedikit keruh. Rasio 1:3 terbentuk dua lapisan, lapisan atas berwarna kuning emas,

sedangkan lapisan bawah putih bening. Lapisan atas pada masing-masing campuran tersebut

Page 14: laporan ekstraksi print.doc

merupakan rafinat atau sisa ekstraksi, dan lapisan bawah adalah ekstrak (hasil ekstraksi).

Rafinat atau hasil ekstraksi mengandung cairan pembawa atau diluen yang pada percobaan

ini diluennya adalah kerosene, sedangkan ekstrak mengandung solven dan solute dimana

solvennya adalah methanol-aquades dan solutenya adalah kresol. Dari segi warna juga dapat

diketahui komposisi fase ekstrak dan fase rafinat. Pada lapisan bawah yang berwarna putih

bening seperti air fase ekstrak yang komposisinya adalah solven-solute, maka larutan ini

adalan larutan kresol-methanol memiliki warna putih bening seperti air. Lapisan atas

berwarna kuning bening, fase rafinat, yaitu larutan kerosene yang berwarna kuning bening.

Masing-masing hasil ekstraksi dan rafinat dari rasio yang berbeda tersebut dipisahkan dan

dimasukkan kedalam gelas ukur.

Setelah proses pemisahan diketahui volume masing-masing ekstrak dan rafinat,

kemudian ditimbang massanya dengan menggunakan neraca digital. Perlakuan berikutnya

adalah menghitung adsorbansi ekstrak dan rafinat pada spektofotometri UV-VIS. Keenam

sampel dianalisis besar adsorbansinya menggunakan spektofotometer, dicatat besar

adsorbansinya. Kemudian lakukan tahap yang sama untuk percobaan dengan variabel

frekuensi pengadukan 125pm. Perbandingan volume campuran larutan kresol dan larutan

methanol untuk rasio 1:1 sebanyak 8 ml:8 ml, rasio 1:2 sebanyak 8 ml:16 ml dan rasio 1:3

sebanyak 4 ml:12 ml.

Saat semua sample yaitu 12 sample telah diketahui besar adsorbansinya, kemudian

dihitung besar koefisien distribusi (Ki), koefisien distribusi (Ki) adalah konsentrasi solute

dalam fase ekstrak dibagi konsentrasi solute pada fase rafinat setelah keseimbangan tercapai

pada kontak satu tahap. Nilai Ki setelah dihitung untuk frekuensi 100rpm rasio 1:1, rasio 1:2

dan rasio 1:3 berturut-turut adalah 0.939; 1,298; dan 0,638. Sedangkan untuk frekuensi 125

rpm rasio 1:1, rasio 1:2, dan rasio 1:3 berturut-turut adalah 1,048; 0,726; dan 0.942. Nilai Ki

pada masing-masing frekuensi cenderung naik-turun, hal ini disebabkan karena perbandingan

rasio solute dan solven, serta konsentrasi dari solute tersebut. Pada frekuensi 100 rpm rasio

1:1 dan rasio 1:2 terjadi kenaikan nilai Ki karena rasio solven lebih besar sehingga solute

yang terdistribusi kedalam solven jauh lebih besar, dan Ki lebih besar. Kemudian jika dilihat

rasio 1:3 memiliki nilai Ki yang lebih rendah karena jika dilihat dari data yang ada, pada

rasio 1:2 frekuensi 100 rpm adalah kondisi optimum ekstraksi sehingga nilai Ki pada rasio ini

menurun. Pada frekuensi 125 rpm, Ki juga mengalami naik turun, pada rasio 1:1 dan rasio 1:2

mengalami penurunan, karena perbedaan konsentrasi pada rasio 1:1 lebih besar daripada

konsentrasi pada rasio 1:2. Sedangkan pada rasio 1:2 lebih kecil dari rasio 1:3 karena

perbandingan rasio volume solven pada 1:3 lebih besar, sehingga solute akan terdistribusi

Page 15: laporan ekstraksi print.doc

lebih banyak kedalam solven dan Ki lebih besar. Berikut adalah grafik hubungan rasio solute-

solven dengan nilai Ki pada frekuensi 100 rpm dan frekuensi 125 rpm.

Grafik IV.1

Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum dicapai pada frekuensi

100 rpm di rasio 1:2. Pada rasio 1:3 dapat dilihat bahwa grafik mengalami penurunan nilai

Ki, begitu juga dengan frekuensi 125 rpm, nilai Ki mengalami naik turun tetapi tidak

melebihi besar nilai Ki pada rasio 1:2 frekuensi 100 rpm. Jadi ekstraksi dengan hasil ekstraksi

yang maksimal dapat dicapai pada frekuensi 100 rpm dan rasio 1:2.

Proses selanjutnya setelah menghitung Ki, adalah menghitung nilai yield. Yield

adalah parameter untuk mengetahui berapa banyak komponen senyawa yang berpindah ke

fase ekstrak selama ekstrasi berlangsung. Setelah dihitung didapatkan nilai yield untuk

frekuensi 100 rpm rasio 1:1 sebesar 51.22 %, rasio 1:2 79,47 %, rasio 1:3 62.62%. Sedangkan

untuk frekuensi 125 rpm rasio 1:1 sebesar 62.44%, rasio 1:2 sebesar 58.07%, rasio 1:3

sebesar 70.04%. Nilai yield pada frekuensi 100 rpm pada rasio 1:1 dan rasio 1:2 naik,

kemudian pada rasio 1:3 turun. Kenaikan yield dipengaruhi oleh konsentrasi dan frekuensi

pengadukan yang optimum, disini frekuensi 100 rpm adalah frekuensi optimum karena

didapatkan yield terbesar pada rasio 1:2 yaitu 79.47%. Pada rasio 1:3 mengalami penurunan

karena kesalahan teknis dalam memipet larutan sehingga rasio 1:3 tidak terpenuhi. Frekuensi

125 rpm yield mengalami penurunan kemudian mengalami kenaikan. Namun nilai yield

maksimum dalam frekuensi 125 rpm tidak lebih besar dari frekuensi 100 rpm, karena

Page 16: laporan ekstraksi print.doc

frekuensi optimum pengadukan terjadi pada frekuensi 100 rpm. Berikut adalah grafik

hubungan yield dengan rasio solven-solute.

Grafik IV.2

Dari rafik diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum dicapai pada frekuensi

100 rpm dan rasio 1:2. Nilai yield pada rasio 1:3, dan nilai yield pada frekuensi 125 rpm

memiliki nilai yield yang naik turun tetapi tidak melebihi nilai yield pada kondisi

optimumnya. Rasio 1:2 pada frekuensi 100 rpm memiliki nilai yield tertinggi yaitu 79,47 %

dan dapat melebihi target yield yang ingin dicapai yaitu 65 % tetapi pada rasio 1:3 frekuensi

125 rpm juga dapat melebihi target yield yang ingin dicapai yaitu sebesar 70,04 %. Namun

tetap dipilih kondisi operasi ekstraksi yang optimum, karena semakin besar nilai yieldnya

semakin banyak solute yang teresktrak dalam solven sehingga hasil ekstraksi juga dapat

maksimal.

V. Simpulan dan Saran

A. Simpulan

1. Prinsip operasi ekstraksi cair-cair adalah pemisahan solute dari diluen (cairan

pembawa) menggunakan pelarut (solven) cair.

2. Koefisien distribusi pada frekuensi 100 rpm dan rasio 1:2 merupakan kondisi

optimum dengan nilai koefisien distribusi terbesar yaitu 1,298. Yield pada

frekuensi 100 rpm dan rasio 1:2 merupakan kondisi optimum dengan nilai yield

terbesar yaitu 79,47 %.

3. Semakin besar nilai rasio solven akan meningkatkan nilai Ki dan yield sampai

batas kondisi optimumnya.

Page 17: laporan ekstraksi print.doc

B. Saran

1. Mencermati pengambilan volume larutan kresol dan larutan methanol yang

dibutuhkan agar perbandingan rasionya pas.

2. Menghitung semua properti yang dibutuhkan (massa, volume, adsorbansi ekstrak

dan rafinat) sehingga dapat memudahkan dalam perhitungan.

3. Mencermati setiap parameter proses seperti waktu pengadukan, frekuensi

pengadukan, an waktu pemisahan serta fenomenanya agar didapatkan data yang

valid untuk perhitungan.

Page 18: laporan ekstraksi print.doc

DAFTAR PUSTAKA

Petunjuk Praktikum OTK 1 Lab. Teknik Kimia, Ekstraksi Cair-Cair, Semarang.

Robert E. Treybal, Liquid Extraction, Mc. Graw Hill Book Company, 1st Edition, 1951.

Warren L. Mc. Cabe, Unit Operation of Chemical Engineering, Mc. Graw Hill Book

Company, 5th Edition, 1993.

Robert E. Treybal, Mass Transfer Operations, Mc. Graw Hill Book Company, 1981.

Perry, R.H. 1978. “Chemical Engineers Handbook”. Mc Graw Hill. Kogakusha. Tokyo.

Japan.

Kasmiyatun, Mega. 2010. Ekstraksi Asam Sitrat dan Asam Oksalat : Pengaruh Konsentrasi

Solut Terhadap Koefisien Distribusi. Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses: 4-5.