laporan tekben ekstraksi

Upload: dwinoviasari9

Post on 02-Mar-2016

154 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tekben

TRANSCRIPT

LAPORANTEKNOLOGI PRODUKSI BENIHEKSTRAKSI BENIH

Oleh

Nama: Dwi Novia SariNIM: 125040201111279Kelompok: Kamis, 11.00-12.45Asisten: Mba Putri

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasila. Perhitungan kadar air benih1) Ekstraksi Basah1. Kimiaa. Tomat Ulangan I

b. Jambu Merah Ulangan I

Jambu Merah Ulangan II

2. Fermentasia. Tomat Ulangan I

Tomat Ulangan II

Jambu Merah Ulangan I

Jambu Merah Ulangan II

2) Ekstraksi Kering1. Cabai Ulangan I

Cabai Ulangan II

2. Rambutan Ulangan I

Rambutan Ulangan II

Tabel Hasil Pengamatan

UlanganPengamatanEkstrasi BasahEkstrasi Kering

KimiaFermentasiCabaiRambutan

TomatJambu merahTomatJambu merah

U 1BB0.421,340,861,080,5823,33

BK0,060,440,040,180,2716,90

U2BB0,491,760,910,440,4522,46

BK0,050,480,040,200,2716,76

KAU167%95%83%53%27%

U290%73%96%54%40%25%

4.2 Pembahasan4.2.1 Pembahasan Hasil Ekstraksi KeringEkstraksi merupakan kegiatan yang bertujuan umtuk memisahkan benih dan buah agar benih dapat digunakan untuk bahan tanam yang memenuhi persyaratan. Pada kegiatan ekstraksi benih dengan metode kering, digunakan objek pengamatan berupa cabai besar dan cabai kecil. Cabai tergolong buah basah dikarenakan memiliki pericarp yang lunak ketika buah masak. Pada tata cara pengekstraksian kering digunakan metode yang sederhana berupa benih dikering anginkan (tidak dijemur di bawah sinar matahari) hingga kadar air tertentu hingga benih sekiranya memungkinkan untuk disimpan. Pengurangan kadar air pada ekstraksi benih diharapkan dapat mendukung viabilitas benih untuk proses perkecambahan pada penanaman benih tersebut (Aniszewska M, 2004). Diketahui parameter pengamatan pada metode ekstraksi adalah berat basah (BB), berat kering (BK), dan kadar air pada dua kali pengulangan. Terhitung, pada pengulangan pertama cabai, berat basah menunjukkan nilai 0,58 gr, dan berat kering sebesar 0,27 gr. Sedangkan di ulangan kedua menunjukkan nilai berat basah adalah 0,45 gr, berat kering adalah 0,27 gr. Berat basah adalah benih ketika baru saja diambil dari buahnya, yang berarti dalam keadaan memiliki kadar air dan belum dilakukan penjemuran (pada ulangan pertama), sedangkan berat kering adalah indikasi berkurangnya kadar air pada benih setelah dilakukan pengeringan. Dari data dapat disimpulkan bahwa sesuai tujuan sebagai metode pengurangan kadar air pada benih, benih cabai setelah dikering anginkan menggunakan metode ekstraksi kering nilai perbandingan antara berat basah (sebelum dikering anginkan) dan nilai berat kering benih sangat signifikan, serta kadar air yang ditunjukkan senilai 53% pada pengulangan pertama, dan 40% pada pengulangan kedua.Pada rambutan, dilakukan 2 ulangan sama seperti perlakuan pada cabai besar. Dengan parameter pengamatan yang sama, dihasilkan nilai pada berat basah ulangan pertama sebesar 23,33 gr, dan berat kering sebesar 16,90 gr. Dan pada ulangan kedua, didapatkan nilai berat basah sebesar 22,46 gr, dan berat kering sebesar 16,76 gr. Perhitungan kadar air yang ditujukan untuk melihat seberapa besar air berkurang dari dalam benih pun menunjukkan nilai yang baik, yakni 27 % pada pengulangan pertama dan 25% pada pengulangan kedua. Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa pengeringan yang dilakukan pada cabai lebih menunjukkan hasil yang lebih cepat dalam pengurangan kadar air pada benih. Cabai merupakan benih ortodok yang mampu bertahan di kadar air 4% -8%. Variasi hasil dari praktikum ekstraksi benih dapat diduga oleh pengaruh faktor faktor yang mendukung ekstraksi benih seperti suhu, kondisi benih yang dikeringkan dan aliran udara ketika proses pengeringan sangat berpengaruh besar terhadap optimalisasi pengeringan. Menurut Cabrera (1990), beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengeringan benih yaitu kadar air awal benih, kelembaban nisbi udara, suhu pengeringan, kecepatan aliran udara, dan permeabilitas benih terhadap penguapan air. Sedangkan menurut Tsuyuzaki (1993) bahwa Pengeringan atau proses penurunan kadar air dapat meningkatkan viabilitas benih, tetapi pengeringan yang mengakibatkan kadar air yang terlalu rendah akan mengurangi viabilitas benih . Proses penurunan kadar air benih dapat dilaksanakan dengan berbagai metode seperti dikering anginkan, penjemuran, maupun dengan silika gel.

4.2.2 Pembahasan Hasil Ekstraksi Basah Metode Kimia dan FermentasiPada ekstraksi basah metode kimia dan fermentasi, digunakan objek pengamatan berupa tomat dan jambu merah. Metode ekstraksi basah dilakukan untuk menghilangkan zat zat yang menyelimuti permukaan biji. Karena bahan bahan yang terkandung dalam cairan buah yang melapisi biji ada yang bersifat racun maupun inhibitor bagi biji tersebut (Barberi P, 1998) . Pada metode fermentasi, benih jambu merah dan tomat difermentasi pada air selama 7 hari sebelum dikering anginkan selama 3 hari berikutnya. Tidak digunakan bahan kimia apapun pada metode ini. Kegiatan fermentasi dimaksudkan untuk menghilangkan selaput lendir di sekitar permukaan biji. Nilai berat basah tomat hasil fermentasi pada ulangan pertama berat basah sebesar 0,86 gr, dan berat kering sebesar 0,04 gr dan pada jambu merah berat basah 1,08 gr dan 0,18 gr berat kering. Pada ulangan kedua diketahui nilai tomat sebesar 0,91 gr untuk berat basah dan 0,04 gr untuk berat kering, dan pada jambu merah 0,44 gr berat basah dan 0,20 gr berat kering. Kadar air (jumlah air yang berkurang) menunjukkan pada tingkat fermentasi, tomat memiliki air sebesar 95% di pengulangan pertama, dan 96% di pengulangan kedua. Sedangkan untuk jambu merah, pada pengulangan pertama kadar air menunjukkan 83%, dan pada pengulangan kedua menunjukkan 54%. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tomat dan jambu merah juga merupakan benih ortodoks yang dapat disimpan dengan kadar air yang cukup rendah yakni sekitar 4 8%. Kelemahan dari ekstraksi basah metode fermentasi adalah proses yang lebih lama dari metode kimia. Namun, dengan penggunaan bahan bahan ekstraksi non kimia, menjadikan benih memiliki metabolisme sel yang tidak berubah.Sedangkan pada ekstraksi benih metode kimia, untuk meluruhkan selaput / lendir di sekitar biji digunakan cairan HCL 5%. Pada tanaman tahunan atau yang berkulit biji tebal, digunakan cairan KNO3. HCL digunakan pada tanaman hortikultura atau biji dengan kulit pelindung yang tipis. HCL diapliaksikan dengan perendaman selama 30 menit dan kemudian benih dikeluarkan serta dikering anginkan selama 3 hari. Dari data yang diperoleh pada 2 kali pengulangan, didapat pada tomat berat basah adalah 0,42 gr, dan berat kering 0,06 gr. Pada pengulangan kedua, berat basah 0,49 gr dan berat kering 0,05 gr. Kadar air yang ditunjukkan berniali 86% di pengulangan pertama, dan 90% di pengulangan kedua. Pada jambu merah, berat basah 1,34 gr, dan berat kering 0,44 gr pada pengulangan pertama. Di pengulangan kedua, berat basah 1,76 gr dan berat kering senilai 0,48 gr. Kadar air menunjukkan 67% di pengulangan pertama, dan 73% di pengulangan kedua. Dari data yang diperoleh selama pengamatan. Dapat disimpulkan bahwa metode kimia lebih efektif dari segi waktu pengerinagn dari pada metode ekstraksi kering ataupun metode ekstraksi basah fermentasi. Namun, dengan digunakannya bahan kimia dalam salah satu proses kerja, mengakibatkan resiko apabila benih terlalu lama direndam dalam HCL, yakni kerusakan selaput biji karena terkikis (Aniszewska M, 2004). Jadi, pada pengerjaan metode fermentasi, para breeder diharuskan memiliki ketelitian dan ketepatan asumsi waktu agar benih yang dipersiapkan tidak rusak sia sia.

4.2.3 Pembahasan Perbandingan Ekstraksi Kering dan BasahPada ekstraksi kering, nilai kadar air yang berkurang dari benih baik dari pengulangan pertama atau pun kedua lebih kecil dibanding benih dengan metode ekstrasi basah baik kimia ataupun fermentasi. Pada dasarnaya, faktor pendukung ekstraksi seperti keadaan benih, suhu, dan aliran udara memang berperan penting di proses pengeringan. Pada metode ekstraksi kering yang mengandalakan cahaya matahari (tidak langsung) memiliki kendala, yakni ketika mendung suhu lingkungan akan turun, kelembaban naik, dan hal itu akan menyebabkan proses pengeringan akan lebih lama serta lambat (Luis, et al, 2007). Sedangkan pada metode fermentasi, keunggulannya adalah tidak adanya campur tangan bahan kimia pada prosesnya, namun, sama halnya dengan metode ekstraksi kering, waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan juga lama, termasuk di dalamnya proses fermentasi benih sebelum pengeringanyang memakan waktu hingga 3 hari. Proses tercepat adalah pada ekstarksi kimia, dimana hanya dibutuhkan waktu selama 3 hari setelah pernedaman dengan HCL. Namun, resikonya adalah ketika terjadi kelalaian dalam mengasumsikan waktu perendaman, maka biji yang direndam akan pelan pelan terkikis dan rusak.Namun, kadar air yang dimiliki oleh keempat benih tersebut terlampau tinggi, yaitu lebih dari 20%. Hal ini mengakibatkan benih tidak akan dapat tahan lama jika disimpan. Menurut Justice dan Bass (2002), kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar benih adalah antara 6% - 8%. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam. Sedang dalam penyimpanan menyebabkan naiknya aktivitas pernapasan yang dapat berakibat terkuras habisnya bahan cadangan makanan dalam benih. Selain itu merangsang perkembangan cendawan patogen di dalam tempat penyimpanan. Tetapi diingat bahwa kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada embrio.

BAB VPENUTUP

5.1 KesimpulanDari data hasil pengamatan menghitung persen kadar air pada ekstraksi basah dan kering. Pada ekstraksi kering menggunakan cabai dan rambutan. Untuk cabai didapatkan hasil 53% pada pengulangan pertama, dan 40% pada pengulangan kedua. Dan rambutan 27 % pada pengulangan pertama dan 25% pada pengulangan kedua. Dan untuk ekstraksi basah menggunakan dua metode yaitu kimia dan fermentasi dan menggunakan dua objek pengamatan yaitu tomat dan jambu merah. Pada ekstraksi basah metode kimia untuk tomat 86% di pengulangan pertama, dan 90% di pengulangan kedua. Untuk jambu merah Kadar air menunjukkan 67% di pengulangan pertama, dan 73% di pengulangan kedua. Sedangkan pada ekstraksi basah metode fermentasi tomat memiliki air sebesar 95% di pengulangan pertama, dan 96% di pengulangan kedua dan untuk jambu merah, pada pengulangan pertama kadar air menunjukkan 83%, dan pada pengulangan kedua menunjukkan 54%.Dari perbandingan ekstraksi basah dan ekstraksi kering, didapatkan bahwa pada ekstraksi kering memerlukan waktu yang lama untuk proses pengeringan dikarenakan tergantung pada kondidi lingkungan dan juga cuaca. Pada proses ekstraksi kimia, memiliki jarak waktu yang tersingkat namun harus tepat guna dalam proses perendaman biji di cairan HCL 5%. Untuk proses fermentasi, diperlukan waktu yang relatif lama juga untuk meluruhkan selaput lendir yang melingkupi biji menggunakan metode perendaman air. Namun hal ini lebih aman karena tidak beresiko mengikis biji pada perendaman yang agak lama. Setiap metoda memiliki kelebihan dan kekuranagn masing masing, maka, diperlukan ketelitian dan ketepatan tindakan bagi seorang breeder atas rangkaian proses ekstraksi benih yang dilakukan.5.2 Saran dan Kritik untuk PraktikumSaran untuk praktikum Teknologi Produksi Benih ini diharapkan untuk format laporan, janganlah mewajibkan kami menggunakan jurnal internasional. Karena sulit untuk didapatkan, terkadang harus registrasi dulu dan membayar agar mendapat jurnal di online. Menggunakan jurnal Indonesia juga sudah baik dan lebih mudah dipahami.

DAFTAR PUSTAKA

Aniszewska M. 2004: A method for seed extraction process in the common pine (Pinus sylvestris L) subjected to mechanical processing by removal of stem. Praca doktorska. KatedraMaszyn Rolniczych i Lenych SGGW, Warszawa.Barberi P, Macchia M & Bonari E, 1998 Comparison between the seed extraction and seedling emergence methods for weed seedbank evaluation. Aspect of Applied Biology 51, 915.Cabrera, E.R. 1990. Seed Drying Principles, Selected Article on Seed Drying, Seed Tech. Laboratory Mississippi State University: Mississippi. P. 1-20Justice, Oren L dan Bass, Louis N. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. PT Raga Grafindo Persada: JakartaLuis-Felipe Gutierrez, Cristina Ratti, Khaled Belkacemi, 2007: Effects of drying method on the extraction yields and quality of oils from quebec sea buckthorn (Hippophae rhamnoides L.) seeds and pulp. Universite Laval, Sainte-Foy, Quebec, Canada G1K 7P4.M. B Megasran, H. R Mashhadi, E. Zandi and H. M Alizadeh. 2007. Comparison of three methodologies for efficient seed extraction in studies of soil weed seedbanks. Departement of Agronomy. Iran.Tsuyuzaki S (1993) Seed viability after immersion in K2CO3 solution. Seed Science and Technology 21, 479481.

DOKUMENTASI Proses pemberian HCLProses perendamanPenimbangan rambutanDg HCL

Penimbangan jambu merahpenimbangan tomatpenimbangan jambu biji

Penimbanagan cabaipenimbangan bb cabaipenimbangan rambutan