laporan case

49
LAPORAN KASUS G 4 P 0 A 3 36 Tahun Hamil 36 Minggu dengan Hipertensi Dalam Kehamilan dan Presentasi Bokong PEMBIMBING : dr. Zufrial Arief, Sp.OG Disusun Oleh : Fyrnaz Kautharifa 030.10.111 KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Upload: heltacuy

Post on 18-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

lapsus

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUSG4P0A3 36 Tahun Hamil 36 Minggu dengan Hipertensi Dalam Kehamilan dan Presentasi Bokong

PEMBIMBING : dr. Zufrial Arief, Sp.OG

Disusun Oleh :Fyrnaz Kautharifa030.10.111

KEPANITERAAN KLINIKILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOESELO SLAWIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIPERIODE 16 April 2015-22 Mei 2015

LEMBAR PENGESAHAN

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUSG4P0A3 36 Tahun Hamil 36 Minggu dengan Hipertensi Dalam Kehamilan dan Presentasi Bokong

Oleh:Fyrnaz Kautharifa030.10.111

Telah dipresentasikan tanggal: Mei 2015Tempat: RSUD dr. Soeselo Slawi

Disetujui Oleh:Dosen Pembimbing/Penguji

dr. Zufrial Arief, Sp.OG

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya laporan kasus dengan judul G4P0A3 36 Tahun Hamil 36 Minggu dengan Hipertensi Dalam Kehamilan dan Presentasi Bokong. Ucapan terima kasih selayaknya penulis berikan kepada dr. Zufrial Arief, SpOG selaku pembimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.Referat ini dibuat untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Soeselo Slawi. Penulis jelas berharap semoga penulisan laporan kasus ini dapat berguna bagi siapa saja yang membacanya. Penulis juga mohon maaf sebesar-besarnya apabila dalam penulisan ini masih ditemukan kesalahan dalam penulisan atau pengertian, sekiranya dapat dimaklumi. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya dan selamat membaca.

Slawi, Mei 2015

Penulis

STATUS ILMU OBSTETRIFAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTISMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOESELO SLAWI Nama Mahasiswa: Fyrnaz KautharifaNIM: 030.10.111Dokter Pembimbing: Dr. Zufrial Arief, SpOG

IdentitasNama : Ny. L Tanggal masuk : 29 April 2015Umur: 36 tahun Jenis kelamin: PerempuanAlamat rumah: Tembok LorAgama : IslamPendidikan: SMPStatus pernikahan: Menikah Pekerjaan : Ibu rumah tangga

I. Anamnesis Keluhan utama:Pasien datang rujukan dari Puskesmas Adiwerna dengan fetal distress Keluhan Tambahan:- Riwayat penyakit sekarangPasien datang ke bidan untuk kontrol ANC rutin (29 April 2015), saat di bidan usia kehamilan pasien sudah 36 minggu dan dikatakan denyut jantung bayi meningkat dari yang seharusnya kemudian pasien dibawa ke Puskesmas Adiwena dan dirujuk ke RSUD Soeselo Slawi.Pasien datang ke IGD RSUD Soeselo Slawi pada tanggal 29 April 2015 pukul 12.35. Pasien mengaku belum ada rasa mules ataupun cairan yang keluar dari kemaluan pasien.Tidak terdapat darah yang keluar baik pervaginam atau pada saat buang air besar atau buang air kecil, tidak terdapat bercak lendir, ketuban belum merembes. Riwayat penyakit dahuluPasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung, darah tinggi, anemia, ataupun riwayat darah sulit berhenti bila terjadi luka. Riwayat penyakit KeluargaTidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama dengan pasien. Status ObstetriG4P0A3 ; HPHT : 31 Agustus 2014 ; HPL: 24 Mei 2015Pasien rutin melakukan ANC secara teratur setiap bulan ke bidan desa setempat, selama kehamilan ini kondisi pasien baikII. Pemeriksaan FisikA. Keadaan umum Kesadaran : compos mentisKesan sakit : sakit ringanSikap terhadap pemeriksa : kooperatifB. Tanda vitalTekanan darah : 130/90 mmHgNadi: 84x/menitSuhu: 36,40 CPernafasan: 18x/menitC. AntropometriBB: 51 kgTB: 154 cmBMI: 22,0 kg/m2D. KulitKulit berwarna kuning langsat tidak ikterik, dan tidak ada efluoresensi yang berartiE. Kelenjar getah beningLeher : tidak teraba membesarKetiak: tidak teraba membesarSupraklavikuler : tidak teraba membesarInguinal : tidak teraba membesar

F. KepalaTampak normocephali, rambut hitam, distribusi rata, tidak mudah dicabut.G. WajahNormal dan simetrisH. Mata Konjungtiva : -/- Sklera : tidak tampak kuning -/-I. HidungBentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi septum, mukosa tidak hiperemis, konka normal, tidak ada sekret.J. TelingaNormotia, sekret -/-, serumen -/-, tidak ada nyeri tekan, liang telinga lapang, membran timpani intakK. Mulut Bibir : kering Gusi dan mukosa : tidak hiperemis, tidak ada perdarahan spontan, tidak pucat, tidak sianosis Gigi geligi : lengkap, tidak ada karies, tidak keropos Lidah : tidak ada papil atrofi, tampak agak kotor Uvula : simetris, letak tengah, tidak hiperemisL. Tenggorokan Tonsil : T1-T1 tenang, tidak ada detritus, tidak ada kripta melebar Faring : arkus faring simetris, tidak hiperemis Laring : tidak dinilaiM. Leher JVP 5 2 cmH2O Tiroid : tidak teraba benjolan

N. Thorax Inspeksi:Bentuk normal, mendatar, tidak terdapat retraksi saat statis dan dinamis.Kulit : Kuning langsat, tidak terdapat spider nevi, tidak terdapat efluoresensi yang bermaknaCostae : tidak ada retraksi sela iga, sela iga tidak melebarIctus cordis : tidak teraba pulsasi Palpasi Gerak nafas kanan-kiri simetris antara dua hemithorax Vocal fremitus teraba sama kuat kanan dan kiri Thrill : tidak teraba thrill pada ke-4 katup jantung Ictus cordis teraba pada 1 cm medial garis midclavicula kiri Perkusi Paru : Di dapatkan suara sonor pada hemithorax kanan dan kiri Auskultasi ParuTerdengar suara nafas vesikuler, tidak ada wheezing dan ronkhi Auskultasi JantungS1-S2 reguler, murmur - , gallop -, split -O. Abdomen InspeksiBentuk abdomen membuncit, supel, tidak terdapat efluoresensi yang bermakna, tidak terdapat dilatasi vena, arterial bruit, tidak terdapat smiling umbilikus, dan peristaltik usus. AuskultasiBising usus (+) 4x/menit PalpasiTeraba supel, tidak terdapat nyeri tekan Hepar dan lien dalam batas normal, tidak terdapat nyeri tekan pada bagian ginjal. Perkusi Terdengar redup pada bagian kiri, dan terdengar timpani pada bagian kanan, tidak ada shifting dullness, tidak terdapat nyeri ketuk pada bagian ginjal.

P. EkstremitasInspeksi : lengan terlihat simetris, tidak ada deformitas, kulit kuning langsat, tidak ikterik, tidak sianosisPalpasi : Akral teraba hangat pada keempat ekstermitas, tidak terdapat oedem pada keempat ekstremitasQ. Genitalia : dalam batas normalR. Anus/Rektum : dalam batas normalS. Pemeriksaan Capillary Refill Test : > 2 T. Status obstetrikus TFU: 27 cm LEOPOLD: I Teraba bagian yang keras,bulat, TFU 27 cm IIKanan: teraba rata, cembung, dan kakuKiri: teraba bagian kecil, bentuk tidak jelas, dan menonjol IIITeraba bagian yang lunak IVDivergen DJJ: 155x/menit VT: belum ada pembukaan His : - Bloodslim: -III. Laboratorium Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 29 April 2015 ditemukan:PemeriksaanHasilNilai Rujukan

Leukosit 10.300 u/l3.600-11.000 u/l

Eritrosit 3,8 juta /ul3.80-3.20 juta/ul

Hemoglobin 11,8 g/dL11,7-16,6 g/dL

Hematokrit 33 % (L)35-47%

Trombosit 339.000150.000-450.000

Diff Count

Eosinofil 0,20 (L)3,00-4,00

Basofil 0,100-1

Neutrofil 83,70 (H)60-70

Limfosit 9,50 (L)33-40

Monosit 6,502-8

Golongan darahO

Rhesus FaktorPositif

HbsAGNon reaktif

Protein UrinNegatif

APTT TEST29,1 detik25,5-42,1 detik

PT TEST13,1 detik9,7-13,1 detik

IV. Laporan hasil follow up Tanggal SOAP

29/04/2015

12.35-TD : 130/90 N: 84x/m RR : 19x/m S : 37,00CMata : CA -/-, SI -/-Thorax : S1-S2 normal, reguler, gallop -, murmur -. Split Abdomen : BU +, NT Extremitas : oedem (-), akral hangat(+)Hb :11,3 gr/dLTFU : 27 cmDJJ : 155x/m VT - G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo Infus RL Ceftriaxon 1x2 gr Injeksi Dexa 2x6mg (selama 2 hari)

15.30-TD : 120/70 N : 70x/m RR : 20x/m S : 360C

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo Infus RL Ceftriaxon 1x2 gr Injeksi Dexa 2x6mg (selama 2 hari)

21.00-TD : 120/70 N : 70x/m RR : 20x/m S : 360CCTG Reaktif G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo

Pro SC Elektif Terapi lanjut

22.00-TD : 140/90 N : 72x/m RR : 20x/m S : 360CDJJ : 150x/mPU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo HDK Pro SC Elektif Terapi lanjut

30/04/2015

01.30-TD : 140/100 N : 88x/m RR : 18x/m S : 370CDJJ : 133x/mHis Hb : 11.8PU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo HDK Pro SC Elektif Terapi lanjut Amlodipin 5mg

02.10-TD : 130/80 N : 80x/m RR : 18x/m S : 36,50CDJJ : 134x/mHis Hb : 11.8PU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo HDK Pro SC Elektif Terapi lanjut

05.00-TD : 100/60 N : 100x/m RR : 18x/m S : 370CDJJ : 133x/mHis Hb : 11.8PU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo HDK Pro SC Elektif Terapi lanjut

08.10-TD : 130/90 N : 84x/m RR : 16x/m S : 36,60CDJJ : 146x/mHis Hb : 11.8PU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo HDK Pro SC Elektif Terapi lanjut

10.00-TD : 130/90 N : 84x/m RR : 16x/m S : 36,60CDJJ : 146x/mHis Hb : 11.8PU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo HDK Pro SC Elektif setelah injeksi dexa 2x6 mg selama 2 hari selesai Sc elektif (2/5/2015) Terapi lanjut

15.00-TD : 150/100 N : 84x/m RR : 20x/m S : 36,50CDJJ : 146x/mHis Hb : 11.8PU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo HDK Pro SC Elektif setelah injeksi dexa 2x6 mg selama 2 hari selesai Injeksi dexa selesai Sc elektif (2/5/2015) Terapi lanjut

1/05/2015

08.10-TD : 140/90 N :100x/m RR :18x/m S : 36,50CDJJ : 134x/mHis Hb : 11.8PU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo HDK Pro Sc elektif (2/5/2015) Terapi lanjut

15.00-TD : 140/90 N :100x/m RR :22x/m S : 36,50CDJJ : 134x/mHis Hb : 11.8PU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo HDK Sc elektif (2/5/2015) Terapi lanjut

19.30-TD : 130/90 N :100x/m RR :22x/m S : 36,50CDJJ : 134x/mHis Hb : 11.8PU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo HDKDr. Jae tlf via ponek: Tunda SC NST Terapi lanjut

02/05/15

05.00-TD : 110/70 N :141x/m RR :22x/m S : 36,50CDJJ : 134x/mHis Hb : 11.8PU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo HDK SC Elektif (program - ) Terapi lanjut

22.00-TD : 130 /80 N :141x/m RR :22x/m S : 36,50CDJJ : 134x/mHis Hb : 11.8PU : -NST : Dbn

G4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu Presbo HDK SC Elektif (Program -) Terapi lanjut

03/05/2015

05.00-TD : 120 /80 N :100x/m RR :18x/m S : 36,70CDJJ : 131x/mHis Hb : 11.8PU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 37 minggu Presbo HDK SC Elektif(Program -) Terapi lanjut

10.00-TD : 120 /80 N :100x/m RR :18x/m S : 36,70CDJJ : 131x/mHis Hb : 11.8PU : - G4P0A3 36 tahun hamil 37 minggu Presbo HDK Lapor dr. Jae: Sedang ada SC di Palaraya SC Elektif (Program -) Terapi lanjut

13.00-TD : 120 /80 N :100x/m RR :18x/m S : 36,70CDJJ : 131x/mHis Hb : 11.8PU : - G4P0A3 36 tahun hamil 37 minggu Presbo HDK Lapor dr. Jae: Belum pulang dari Palaraya SC Elektif (Program -) Terapi lanjut

22.00-TD : 140 /100 N :80x/m RR :18x/m S : 36,70CDJJ : 138x/mHis Hb : 11.8PU : -

G4P0A3 36 tahun hamil 37 minggu Presbo HDK SC Elektif (Program -) Terapi lanjut

04/05/2015

01.00 Os mengeluh kadang terasa kencangTD : 120 /80 N :100x/m RR :18x/m S : 36,70CDJJ : 142x/mHb : 11.8PU : -VT : 1 jari sempitBlood slim (+)

G4P0A3 36 tahun hamil 37 minggu Presbo HDK SC Elektif +IUD Terapi Lanjut

05.00Os mengeluh kadang terasa kencangTD : 120 /70 N :80x/m RR :20x/m S : 36,70CDJJ : 136x/mHb : 11.8PU : -VT : 1 jari sempitBlood slim (+)

G4P0A3 36 tahun hamil 37 minggu Presbo HDK SC Elektif +IUD(04/5/2015)

20.15

Os mengeluh kadang terasa kencangTD : 120 /70 N :80x/m RR :20x/m S : 36,6CDJJ : 148x/mHb : 11.8PU : -VT : 1 jari sempitBlood slim (+)

G4P0A3 36 tahun hamil 37 minggu Presbo HDK Advis dr.Jae: SC Elektif +IUD(05/5/2015)

05/05/2015

05.00Os mengeluh kadang terasa kencangTD : 120 /80 N :80x/m RR :18x/m S : 36,6CDJJ : 140x/mHb : 11.8PU : -VT : 1 jari sempitBlood slim (+)

G4P0A3 36 tahun hamil 37 minggu Presbo HDK SC Elektif +IUD(05/5/2015)

09.00Os dikirim ke IBS

09.55Bayi lahir SC perempuan BB 2800 grApgar Score: 9-10-10

11.00Nyeri bekas luka operasiBAK DC (+)TD : 110 /70 N :120x/m RR :18x/m S : 36,6C

Post SC+IUD (05/05/2015 jam 09.50)Infus RL+Oxytocin 10 IUInj.Ceftriaxon 1x2grInj.Kalnex 3x500mgInj.Ketorolac 3x30mg

V. Diagnosis KerjaG4P0A3 36 tahun hamil 36 minggu dengan hipertensi dalam kehamilan dan presentasi bokongVI. Prognosis Ad vitam : dubia ad bonamAd sanationam : dubia ad bonamAd functionam : dubia ad bonamVII. Resume Pasien datang ke bidan untuk kontrol ANC rutin (29 April 2015), saat di bidan usia kehamilan pasien sudah 36 minggu dan dikatakan denyut jantung bayi meningkat dari yang seharusnya kemudian pasien dibawa ke Puskesmas Adiwerna dan dirujuk ke RSUD Soeselo Slawi. Pasien datang ke IGD RSUD Soeselo Slawi pada tanggal 29 April 2015 pukul 12.35. Pasien mengaku belum ada rasa mules ataupun cairan yang keluar dari kemaluan pasien.Tidak terdapat darah yang keluar baik pervaginam atau pada saat buang air besar atau buang air kecil, tidak terdapat bercak lendir, ketuban belum merembesPada status obstetrikus didapatkan hasil pemeriksaan Leopold I, Teraba bagian yang keras,bulat, TFU 27 cm, Leopold II bagian kanan: teraba rata, cembung, dan kaku; pada bagian kiri: teraba bagian kecil, bentuk tidak jelas, dan menonjol, Leopold III Teraba bagian yang lunak dan pada Leopold IV Divergen. Didapatkan DJJ; 155x/menit, VT: belum ada pembukaan, His -, Bloodslim - ,CTG pada pasien raktif.Pada pemeriksaan Laboratorium didapatkan Hb pasien normal yaitu 11,8 g/dL dan Tidak ditemukan protein pada urin. Dari anamnesis,pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnosis kerja pada pasien adalah G4P3A0 36 tahun hamil 36 minggu dengan hipertensi dalam kehamilan dan presentasi bokong.Kemudian diberikan tatalaksana yaitu infus RL, inj.Ceftriaxon 1x2gr dan inj.Dexametason 2x6mg selama 2 hari. Direncanakan SC elektif pada pasien setelah inj.Dexametason 2x6mg selama 2 hari selesai. SC elektif dilaksanakan pada tanggal 05 Mei 2015 jam 09.50.Pada jam 09.55 lahir bayi perempuan dengan berat badan 2800 gr dan APGAR SCORE : 9-10-10. Terapi post operasi pada pasien adalah Infus RL+oxytocin 10 IU, Inj.Kalnex 3x500mg, Inj.Ceftriaxon 1x2 gr dan Inj.Ketorolac 3x30 mg.

TINJAUAN PUSTAKA

PendahuluanHingga saat ini, hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah kesehatan serius di bidang obstetri di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dari jumlah kematian maternal, prevalensi paling besar adalah pre-eklampsia dan eklampsia sebesar 12,9% dari keseluruhan kematian ibu. Insidensi pre eklamsia di Indonesia sekitar 3 10%, menyebabkan mortalitas maternal sebanyak 39.5% pada tahun 2001, dan sebanyak 55.56% pada tahun 2002 (Roeshadi, 2004).Hipertensi gestasional diartikan sebagai setiap onset baru hipertensi tanpa komplikasi selama kehamilan bila tidak ada bukti jelas dari sindrom preeklampsia. Sedangkan pre eklamsia sendiri merupakan hipertensi pada kehamilan yang disertai dengan proteinuria (Cunningham, 2005).Hipertensi dalam kehamilan terjadi pada wanita yang sebelumnya memiliki penyakit hipertensi primer atau dapat juga pada wanita dengan hipertensi sekunder kronik, dan pada wanita tanpa riwayat hipertensi dengan onset terjadinya hipertensi yang baru muncul setelah setengah masa kehamilan.Hipertensi pada kehamilan memiliki resiko baik terhadap ibu dan juga janinnya. Pada ibu, hipertensi dapat menjadi pre eklamsia atau eklamsia yang mengancam jiwa. Sedangkan pada bayi akan menyebabkan kematian perinatal, 5% bayi lahir dengan kelainan congenital. Biasanya pada kehamilan pertama, 8 10% bayi akan lahir premature (kurang dari 34 minggu) sebagai konsekuensi dari pre eklamsia, tapi pada wanita dengan pre eklamsia berat, 50%nya mengalami kelahiran preterm.Meskipun telah dilakukan penelitian yang intensif selama beberapa dekade, hipertensi yang dapat menyebabkan atau memperburuk kehamilan tetap menjadi masalah yang belum terpecahkan. Secara umum, preeklamsi merupakan suatu hipertensi yang disertai dengan proteinuria yang terjadi pada kehamilan. Penyakit ini umumnya timbul setelah minggu ke-20 usia kehamilan dan paling sering terjadi pada primigravida. Jika timbul pada multigravida biasanya ada faktor predisposisi seperti kehamilan ganda, diabetes mellitus, obesitas, umur lebih dari 35 tahun dan sebab lainnya (Cunningham, 2005).Morbiditas janin dari seorang wanita penderita hipertensi dalam kehamilan berhubungan secara langsung terhadap penurunan aliran darah efektif pada sirkulasi uteroplasental, juga karena terjadi persalinan kurang bulan pada kasus-kasus berat. Kematian janin diakibatkan hipoksia akut, karena sebab sekunder terhadap solusio plasenta atau vasospasme dan diawali dengan pertumbuhan janin terhambat (IUGR). Di negara berkembang, sekitar 25% mortalitas perinatal diakibatkan kelainan hipertensi dalam kehamilan. Mortalitas maternal diakibatkan adanya hipertensi berat, kejang grand mal, dan kerusakan end organ lainnya (Brooks, 2005)

A. Definisi dan KlasifikasiTerdapat beberapa perbedaan mengenai klasifikasi hipertensi pada hipertensi secara umum dengan hipertensi dalam kehamilan. NHBPEP (National High Blood Pressure Education Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy) memiliki klasifikasi tersendiri karena pada kehamilan, terjadi beberapa perubahan hemodinamik yang mempengaruhi tekanan darah.Hipertensi dalam kehamilan memiliki terminology tersendiri. Disadur dari Report on the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnanc, hipertensi dalam kehamilan meliputi:

1. Hipertensi GestasionalDidapatkan tekanan darah 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.Hipertensi gestasional terjadi sekitar 6% dari total kehamilan dan separuhnya berkembang menjadi preeklamsia dengan ditemukannya proteinuri. Diagnosis pasti sering dibuat di belakang, Jika tes laboratorium tetap normal dan tekanan darah menurun pasca melahirkan, maka diagnosisnya adalah hipertensi gestational (sebelumnya disebut transcient hypertension). Wanita dengan hipertensi gestational harus dianggap beresiko terjadinya preeklamsia, yang dapat berkembangkan setiap saat, termasuk minggu pertama pasca melahirkan. Sekitar 15% hingga 45% perempuan awalnya didiagnosis dengan hipertensi gestational akan mengembangkan preeklamsia, dan kemungkinan lebih besar pada pasien yang memiliki riwayat preeklamsia sebelumnya, miscarriage, dan riwayat hipertensi kehamilan sebelumnya (Davis et.al, 2007).2. PreeklamsiPreeclampsia adalah sindrom yang memiliki manifestasi klinis seperti new-onset hypertension pada saat kehamilan (setelah usia kehamilan 20 minggu, tetapi biasanya mendekati hari perkiraan lahir), berhubungan dengan proteinuria: 1+ dipstick atau 300 mg dalam 24 jam urin tampung. Sindrom ini terjadi pada 5 - 8 % dari seluruh kehamilan. Pengobatan antihipertensi pada pasien ini bukan ditujukkan untuk menyembuhkan atau memulihkan preeklamsia. Preeklamsia dapat berkembangkan secara tiba-tiba pada wanita muda, pada wanita yang sebelumnya normotensive, sehingga perlu pencegahan gangguan kardiovaskular dan serebrovaskular sebagai konsekuensi dari berat dan cepat peningkatan tekanan darah, hal ini adalah tujuan utama manajemen klinis yang membutuhkan kebijaksanaan penggunaan obat antihipertensi (Levine et.al, 2004).3. EklamsiSerangan konvulsi pada wanita dengan preeklampsia yang tidak dapat dihubungkan dengan sebab lainnya disebut eklamsi. Konvulsi terjadi secara general dan dapat terlihat sebelum, selama, atau setelah melahirkan. Pada studi terdahulu, sekitar 10% wanita eklamsi, terutama nulipara, serangan tidak muncul hingga 48 jam setelah postpartum. Setelah perawatan prenatal bertambah baik, banyak kasus antepartum dan intrapartum sekarang dapat dicegah, dan studi yang lebih baru melaporkan bahwa seperempat serangan eklampsia terjadi di luar 48 jam postpartum (Cunningham, 2005).4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsiTimbulnya proteinuria 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.5. Hipertensi kronik (preexisting hypertention)Ditemukannya tekanan darah 140/ 90 mmHg, sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan. Wanita usia subur dengan hipertensi esensial stage I yang tidak memiliki kerusakan organ target dan dalam kondisi kesehatan yang baik memiliki prognosis yang baik dalam kehamilan. Walaupun terdapat peningkatan resiko terjadi superimposed preeclampsia, akan tetapi secara fisiologi akan terjadi penurunan tekanan darah selama kehamilan dan penurunan kebutuhan terhadap agen antihipertensi. Capaian tatalaksananya adalah mempertahankan tekanan darah pada level yang memiliki resiko gangguan kardiovaskular dan serebrovaskular pada ibu yang minimal (Abalos et.al, 2007). Kadang-kadang, wanita dengan hypertensi kehamilan akan tetap hipertensi setelah melahirkan. Pada pasien ini kemungkinan besar memiliki hipertensi kronis yang sudah ada sebelumnya, yang tertutup/tak tampak di awal kehamilan oleh karena respon fisiologis dari kehamilan yakni vasodilasi. Kejadian hipertensi pada periode pasca melahirkan dan waktu maksimum untuk normalisasi tekanan darah belum diketahui. Pada umumnya, hipertensi > 140/90 mm Hg menetap lebih dari 3 bulan pasca melahirkan didignosis sebagai hipertensi kronis.

B. DIAGNOSISSelain pemantauan tekanan darah, diperlukan pemeriksaan laboratorium guna memantau perubahan dalam hematologi, ginjal, dan hati yang dapat mempengaruhi prognosis pasien dan janinnya. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan untuk memantau pasien hipertensi dalam kehamilan adalah hemoglobin dan hematokrit untuk memantau hemokonsentrasi yang mendukung diagnosis hipertensi gestasional. Pemeriksaan enzim AST, ALT, dan LDH untuk mengetahui keterlibatan hati. Urinalisis untuk mengetahui adanya proteinuria atau jumlah ekskresi protein urin 24 jam. Kreatinin serum diperiksa untuk mengetahui fungsi ginjal, yang umumnya pada kehamilan kreatinin serum menurun. Asam urat perlu diperiksa karena kenaikan asam urat biasanya dipakai sebagai tanda beratnya pre eklampsia. Pemeriksaan EKG diperlukan pada hipertensi kronik. Seperti juga pada kehamilan tanpa hipertensi, perlu pula dilakukan pemeriksaan gula darah dan kultur urin (Suhardjono, 2007).Diagnosis hipertensi dalam kehamilan berarti adalah ditemukannya peningkatan tekanan darah pada pemeriksaan vital sign. Standar pengukuran tekanan darah adalah sebagai berikut. Tekanan darah sebaiknya diukur pada posisi duduk dengan posisi cuff setinggi jantung. Adanya penekanan vena kava inferior oleh uterus gravid pada posisi berbaring dapat mengganggu pengukuran sehingga terjadi pengukuran yang lebih rendah. Sebelum pengukuran, wanita hamil dianjurkan untuk duduk tenang 5-10 menit (Gipson dan Carson, 2009). Hipertensi didiagnosa apabila tekanan darah pada waktu beristirahat 140/90 mmHg atau lebih besar, fase ke V Korotkoff digunakan untuk menentukan tekanan darah diastolik. Dahulu telah dianjurkan agar peningkatan tambahan tekanan diastolik 15 mmHg atau sistolik 30 mmHg digunakan sebagai kriteria diagnostik, bahkan apabila tekanan darah saat diukur di bawah 140/90 mmHg. Kriteria tersebut sekarang ini tidak lagi dianjurkan karena bukti menunjukkan bahwa wanita tersebut tidak memiliki kecenderungan untuk mengalami efek samping merugikan saat kehamilan. Sebagai tambahan, tekanan darah biasanya menurun pada trimester ke-II kehamilan dan tekanan diastolik pada primigravida dengan kehamilan normotensi kadang-kadang naik sebesar 15 mmHg. Oedem telah ditinggalkan sebagai kriteria diagnostik karena hal tersebut juga banyak terjadi pada wanita hamil yang normotensi. Oedem dianggap patologis bila menyeluruh dan meliputi tangan, muka, dan tungkai. Sebagai catatan, oedem tidak selalu terdapat pada pasien preeklamsi maupun eklamsi (Brooks, 2005).Kriteria diagnosis hipertensi dalam kehamilan rekomendasi dari The Associety of Obstetrician and Gynaecologists of Canada (JOGC Vol 30 number 3, March 2008) adalah: 1. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan primer, 2. Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan diastolic >90 mmHg, didapatkan pada minimal 2 kali pemeriksaan pada lengan yang sama, 3.Wanita dengan sistolik >140mmHg harus dipantau untuk mengawasi adanya perkembangan kea rah hipertensi diastolic, 4. Hipertensi berat, didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolic 110mHg,5. Untuk hipertensi tidak berat, pemeriksaan tekanan darah serial harus dicatat sebelum menegakkan diagnosis hipertensi, 6. Pada hipertensi berat, konfirmasi pemeriksaan ulang dilakukan setelah 15 menit

1. Hipertensi GestasionalKriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu : TD 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama kehamilan. Tidak ada proteinuria. TD kembali normal < 12 minggu postpartum. Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum. Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul, contohnya nyeri epigastrium atau trombositopenia (Cunningham, 2005).

2. Pre Eklamsia dan EklamsiaKriteria diagnosis pada preeklamsi terdiri dari : Kriteria minimal, yaitu : TD 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu. Proteinuria 300 mg/24 jam atau 1+ dipstick. Kemungkinan terjadinya preeklamsi : TD sistolik 160 mmHg, TD diastolik110 mmHg. Tekanan darah ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah di rawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring Proteinuria 2.0 g/24 jam atau 2+ dipstick. Kreatinin serum > 1.2 mg/dL kecuali sebelumnya diketahui sudah meningkat. Trombosit 160/110mmHg, keadaan ini membutuhkan pengobatan karena pada keadaan ini terjadi peningkatan resiko terjadinya perdarahaan cerebral, terapi pada keadaan ini untuk mencegah kematian ibu. Target pengobatan terhadap kedaruratan hipertensi berat dalam kehamilan adalah penurunan tekanan diastolic menjadi 90-100mmHg. Tabel 2.4 Pilihan obat dalam control kedaruratan pada Hipertensi Berat dalam kehamilanObat (resiko FDA)Dosis dan pemberianKeterangan

Labetalol10-20 mg IV, dilanjutkan 20-80 mg setiap 20-30 menit. Maksimal 300mg, dengan infuse kecepatan 1-2mg/menitInsidensi hipotensi maternal lebih rendah dan efek samping, penggunaan labetalol saat ini menggantikan hydralazin, tidak diperbolehkan pada wanita dengan asma dan CHF.

Hydralazin5 mg, IV atau IM, dilanjutkan 5-10 mb tiap 20-40 menit. Evaluasi tekanan darah setiap 3 jam. Kecepatan infuse 0.5-10mg/jam, bila tidak berhasil diturunkan dengan 20 mg IV atau 30mg IM, diganti obat lainMerupakan pilihan obat dari NHBEP, telah lama diketahui keamanan dan efikasinya

NifedipinHanya direkomendasi dengan tablet, diberikan 10-30mg per oral, diulang setiap 45 menit bila perluLebih disarankan preparat yang long acting, akan tetapi pada bidang obstetric lebih banyak disukai preparat short acting

Diazoxide30-50mg IV setiap 5-15 menitJarang digunakan, menyebabkan berhentinya persalinan, hiperglikemia

Kontraindikasi relatif nitroprusidDrip 0.25-5 ug/kgBB/menitDapat menyebabkan keracunan sianoda bila digunakan >4 jam

Pada keadaan hipertensi ensefalopati, perdarahan, atau eklamsia membutuhkan terapi antihipertensi parenteral untuk menurunkan mean arterial pressure. Wanita dengan preeklamsia,perlu pertimbangan dalam memberikan terapi hipertensi berat yang akut. Diberikan dosis yang lebih rendah karena pada pasien ini terjadi deplesi volume intravascular dan meningkatnya resiko terjadi hipotensi.

3. Pengelolaan hipertensi pasca melahirkanPada masa post partum, wanita hamil yang sebelumnya normotensive mengalami peningkatan tekanan darah, maksimum pada hari kelima post partum, dan pada 1 penelitian 12% pasien mencapai tekanan diastolik yang melebihi 100 mmHg. Hal ini diduga konsekuensi dari ekspansi volume fisiologis dan pergerakan cairan pada periode post partum. Periode pemulihan tekanan darah secara alamiah dalam hipertensi gestational dan preeklamsia tidak diketahui. Tidak ada literature yang pasti mengenai obat antihipertensi pada periode post partum. Tan dan de Swiet (2002) menyarankan bahwa obat-obatan antihipertensi diberikan jika tekanan darah sistolik melebihi 150 mmHg atau tekanan darah diastolic melebihi 100 mmHg dalam 4 hari pertama periode post partum. Pilihan agen antihipertensi pada periode post partum dipengaruhi juga dengan keadaan menyusui, tetapi pada umumnya agen yang digunakan dalam periode antepartum dilanjutkan hingga post partum (tabel 2.3). Medikasi dihentikan ketika tekanan darah berangsur normal. Hal ini dapat terjadi dalam hari bahkan hingga beberapa minggu pasca melahirkan (Beardmore dan Morris, 2002).Dalam suatu kasus wanita dengan preeklamsia berat, tampak beberapa manfaat pemberian diuresik furosemide pada periode pasca melahirkan, khususnya untuk pasien dengan hipertensi disertai gejala edema paru dan edema perifer.

4. Penggunaan antihipertensi masa menyusuiBelum ada penelitian yang dirancang dengan baik untuk menilai efek neonatal dari obat antihipertensi yang dikonsumsi ibu dan kemudian dikeluarkan melalui ASI. Pengaruh obat yang ditelan oleh bayi menyusu tergantung pada volume yang ditelan, interval antara minum obat dan menyusui, oral bioavailability, dan kapasitas bayi untuk mengekskresi obat. Neonatus yang terpapar methyldopa saat menyusu masih dalam batas aman dan biasanya kemungkinannya kecil (tabel 2.5). Atenolol dan metoprolol yang terkonsentrasi di ASI, dapat mencapai konsentrasi yang memiliki efek terhadap bayi. Sebaliknya, paparan labetalol dan propranolol konsentrasinya rendah. Meskipun konsentrasi diuretik dalam susu rendah dan dianggap aman, agen ini dapat secara signifikan mengurangi produksi susu. Terdapat laporan bahwa Calsium channel blocker dapat masuk ke dalam air susu ibu, akan tetapi tanpa efek samping. Terdapat cukup data yang memaparkan keamanan 2 obat dari golongan ACEinhibitor, yakni captopril dan enalapril; konsentrasi captopril adalah 1% dari yang ditemukan dalam darah, dengan konsentrasi yang diterima bayi 0.03% dari dosis reguler (Shannon et.al, 2000). Kadar enalapril tidak signifikan berada di ASI, berdasarkan penelitian ini, American Academy of Pediatrics menganggap obat ini dapat diterima pada masa menyusui. Saat ini tidak cukup data pada penelitian terhadap angiotensin II receptor blocker; variasi kadar obat dalam ASI hewan coba sangat tinggi dan sebagai rekomendasi keamanan, obat jenis ini tidak diberikan (Tiina dan Phyllis, 2008).Tabel 2.5. Pengobatan antihipertensi ibu yang dapat digunakan saat masa menyusuiCaptoprilDiltiazemEnalaprilHydralazineHydrochlorothiazideLabetalolMethyldopaVerapamilMinoxidilNadololNifedipineOxprenololPropranololSpironolactoneTimolol

Diuretik (furosemid, hidrochlortiazid, dan spironolacton) dapat menurunkan produksi ASI. Metroprolol dapat digunakan pada masa menyusui meskipun terkonsentrasi dalamASI. Acebutolol dan atenolol tidak boleh digunakan.

D. PILIHAN OBAT ANTIHIPERTENSI DALAM KEHAMILANTujuan utama dalam mengobati hipertensi kronis dalam kehamilan adalah menurunkan risiko maternal, tetapi pemilihan obat anti hipertensi lebih memperhatikan keselamatan janin. Terapi lini I yang banyak disukai adalah metil dopa, berdasarkan laporan tentang stabilnya aliran darah uteroplasental dan hemodinamika janin dan ketiadaan efek samping yang buruk pada pertumbuhan anak yang terpapar metil dopa saat dalam kandungan (Abalos, 2007). Terapi anti hipertensi harus memperhatikan keamanan maternal. Seleksi obat anti hipertensi dan rute pemberian tergantung pada antisipasi waktu persalinan. Jika persalinan terjadi lebih dari 48 jam kemudian, metil dopa oral lebih disukai karena keamanannya. Alternatif lain seperti labetalol oral dan beta bloker serta antagonis kalsium juga dapat dipergunakan. Jika persalinan sudah akan terjadi, pemberian antihipertensi parenteral lebih praktis dan efektif. Anti hipertensi diberikan sebelum induksi persalinan pada tekanan darah diastol 105-110 mmHg atau lebih dengan tujuan menurunkannya sampai 95-105 mmHg (Cunningham, 2005).Jenis-jenis obat yang dipergunakan dalam penanganan hipertensi dalam kehamilan :1. MetildopaMerupakan agonis -adrenergik, dan merupakan satu-satunya obat anti hipertensi yang telah terbukti keamanan jangka panjang untuk janin dan ibu. Obat ini menurunkan resistensi total perifer tanpa menyebabkan perubahan pada laju jantung dan cardiac output. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan menstimulasi reseptor sentral -2 lewat -metil norefinefrin yang merupakan bentuk aktif metil dopa. Sebagai tambahan, dapat berfungsi sebagai penghambat -2 perifer lewat efek neurotransmitter palsu. Jika metil dopa digunakan sendiri, sering terjadi retensi cairan dan efek anti hipertensi yang berkurang. Oleh karena itu, metil dopa biasanya dikombinasikan dengan diuretik untuk terapi pada pasien yang tidak hamil. Dosis awal 250 mg 3 kali sehari dan ditingkatkan 2 gram/hari. Puncak plasma terjadi 2-3 jam setelah pemberian. Paruh wakti 2 jam. Efek maksimal terjadi dlam 4-6 jam setelah dosis oral. Kebanyakan disekresi lewat ginjal. Efek samping yang sering dilaporkan adalah sedasi dan hipotensi postural. Terapi lama (6-12 bulan) dengan obat ini dapat menyebabkan anemia hemolitik dan merupakan indikasi untuk memberhentikan obat ini (Cunningham, 2005).2. HidralazinMerupakan obat pilihan, golongan vasodilator arteri secara langsung yang dapat menyebabkan takikardi dan meningkatkan cardiac output akibat hasil respon simpatis sekunder yang dimediasi oleh baroreseptor. Efek meningkatkan cardiac output penting karena dapat meningkatkan aliran darah uterus. Hidralazin dimetabolisme oleh hepar.Hidralazine diberikan dengan cara intravena ketika tekanan diastol mencapai 110 mmHg atau lebih atau tekanan sistolik mencapai lebih dari 160 mmHg. Dosis hidralazine adalah 5-10 mg setiap interval 15-20 menit sampai tercapai hasil yang memuaskan, yaitu tekanan darah diastol turun sampai 90-100 mmHg tetapi tidak terdapat penurunan perfusi plasenta. Efek puncak tercapai dalam 30-60 menit dan lama kerja 4-6 jam. Efek samping seperti flushing, dizziness, palpitasi, dan angina. Hidralazine telah terbukti dapat menurunkan angka kejadian perdarahan serebral dan efektif dalam menurunkan tekanan darah dalam 95% kasus preeklamsi (Cunningham, 2005).3. LabetalolLabetalol merupakan penghambat beta non selektif dan penghambat 1-adrenergik post sinaps yang tersedia dalam bentuk oral maupun intra vena.Labetalol diberikan secara intravena, merupakan pemblok 1 dan non selektif , dan digunakan juga untuk mengobati hipertensi akut pada kehamilan. Pada sebuah penelitian yang membandingkan labetalol dengan hidralazine menunjukkan bahwa labetalol menurunkan tekanan darah lebih cepat dan efek takikardi minimal, tetapi hidralazine menurunkan tekanan arteri rata-rata lebih efektif. Protokol pemberian adalah 10 mg intravena. Jika tekanan darah belum turun dalam 10 menit, maka diberikan 20 mg labetalol. Kemudian 10 menit berikutnya 40 mg, selanjutnya 80 mg, pemberian diteruskan sampai dosis maksimal kumulatif mencapai 300 mg atau tekanan darah sudah terkontrol. Onset kerja adalah 5 menit, efek puncak 10-20 menit, dan durasi kerja 45 menit-6 jam. Pemberian labetalol secara intra vena tidak mempengaruhi aliran darah uteroplasenter. Pengalaman membuktikan bahwa labetalol dapat ditoleransi baik oleh ibu maupun janin. Menurut NHBPEP, pemberian labetalol tidak melebihi 220 mg tiap episode pengobatan (Reynold et.al, 2003).

4. KlonidinMerupakan agonis -adrenergik lainnya. Terapi biasanya dimulai dengan dosis 0.1 mg 2 kali sehari dan ditingkatkan secara incremental 0.1-0.2 mg/hari sampai 2.4 mg/hari. Tekanan darah menurun 30-60 mmHg. Efek maksimal 2-4 jam dan lama kerja 6-8 jam. Aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus dapat terjaga, tetapi cardiac output menurun namun tetap berespon terhadap latihan fisik. Efek samping adalah xerostomia dan sedasi. Penghentian klonidin dapat menyebabkan krisis hipertensi yang dapat diatasi dengan pemberian kembali klonidin. Sampai sekarang belum ada penelitian besar yang mempelajari klonidin seperti metil dopa (Reynold, 2003).5. PrazosinMerupakan pemblok kompetitif pada reseptor 1-adrenergik. Obat ini dapat menyebabkan vasodilatasi pada resistensi dan kapasitas pembuluh darah sehingga menurunkan preload dan afterload. Prazosin menurunkan tekanan darah tanpa menurunkan laju jantung, curah jantung, aliran darah ginjal, dan laju filtrasi glomerulus. Obat ini dimetabolisme hampir seluruhnya di hepar. Sekitar 90% ekskresi obat melalui kandung empedu ke dalam faeses. Selama kehamilan, absorbsi menjadi lambat dan waktu paruh menjadi lebih panjang. Dalam sebuah penelitian, kadar puncak tercapai dalam 165 menit pada wanita hamil. Prazosin dapat menyebabkan hipotensi mendadak dalam 30-90 menit setelah pemberian. Hal ini dapat dihindari dengan pemberian sebelum tidur. Percobaan binatang menunjukkan tidak ada efek teratogenik. Prazosin bukan merupakan obat yang kuat sehingga sering dikombinasikan dengan beta bloker (Reynold, 2003).6. Diuretik Obat ini memiliki efek menurunkan plasma dan ECF sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun, juga menurunkan resistensi vaskular akibat konsentrasi sodium interselular pada sel otot polos. Obat diuretika yang poten dapat menyebabkan penurunan perfusi plasenta karena efek segera meliputi pengurangan volume intravaskular, dimana volume tersebut sudah berkurang akibat preeklamsi dibandingkan dengan keadaan normal. Oleh karena itu, diuretik tidak lagi digunakan untuk menurunkan tekanan darah karena dapat meningkatkan hemokonsentrasi darah ibu dan menyebabkan efek samping terhadap ibu dan janin. Pemakaian furosemid saat ante partum dibatasi pada kasus khusus dimana terdapat edema pulmonal. Obat diuretika seperti triamterene dihindari karena merupakan antagonis asam folat dan dapat meningkatkan risiko defek janin (Reynold, 2003).7. ACE-inhibitorObat ini menginduksi vasodilatasi dengan menginhibisi enzim yang mengkonversi angiotensi 1 menjadi angiotensin 2 (vasokonstriktor poten), tanpa penurunan curah jantung. Sebagai tambahan, obat ini juga meningkatkan sintesis prostaglandin vasodilatasi dan menurunkan inaktivasi bradikinin (vasodilator poten). Contoh obat ini seperti captopril, enalapril, dam lisinopril (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2004).8. Obat anti hipertensi lain NHBPEP merekomendasikan nifedipin (Ca channel blocker). Obat ini menginhibisi influk transmembran ion kalsium dari ECS ke sitoplasma kemudian memblok eksitasi dan kontraksi coupling di jaringan otot polos dan menyebabkan vasodilatasi dan penurunan resistensi perifer. Obat ini mempunyai efek tokolitik minimal. Dosis 10 mg oral dan diulang tiap 30 menit bila perlu. Nifedipin merupakan vasodilator arteriol yang kuat sehingga memiliki masalah utama hipotensi. Pemberian nifedipin secara sub lingual, menurut penelitian yang dilakukan oleh Mabie dan kawan-kawan, menunjukkan bahwa dapat terjadi penurunan tekanan darah yang cepat sehingga dapat menyebabkan hipotensi. Karena alasan ini, nifedipin tidak digunakan pada pasien dengan IUGR atau denyut jantung janin abnormal. Walaupun nifedipin tampak lebih potensial, obat ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk digunakan dalam kehamilan (Reynold, 2003). Pemakaian obat anti hipertensi lain seperti verapamil lewat infus 5-10 mg per jam dapat menurunkan tekanan darah arteri rata-rata sebesar 20%. Obat lain seperti nimodipin dapat digunakan baik secara oral maupun infus dan terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada wanita penderita preeklamsi berat. Hal ini dinyatakan pada penelitian yang dilakukan oleh Belforts dan kawan-kawan. Pemakaian ketanserin secara intra vena juga memberikan hasil yang baik menurut penelitian Bolte dan kawan-kawan. Nitroprusid tidak direkomendasikan lagi oleh NHBPEP kecuali tidak ada respon terhadap pemberian hidralazin, labetalol atau nifedipin. Sodium nitroprussid dapat menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena tanpa efek terhadap susunan saraf otonom atau pusat. Onset kerja 1-2 menit, puncak kerja terjadi setelah 1-2 menit, dan lama kerja 3-5 menit. Obat ini sangat efektif dalam mengontrol tekanan darah dalam hitungan menit di ICU. Rekomendasi penggunaan obat secara intra vena tidak lebih dari 30 menit pada ibu non parturien karena efek samping toksisitas sianida dan tiosianat pada janin. Trimethaphan merupakan pemblok ganglionik yang digunakan oleh ahli anestesi dalam menurunkan tekanan darah sebelum laringoskopi dan intubasi untuk anestesi umum. Efek samping terhadap janin adalah ileus mekonium. Nitrogliserin diberikan secara intra vena sebagai vasodilator vena yang tampak aman bagi janin. Obat ini merupakan anti hipertensi potensi sedang (Cunningham, 2005)

KESIMPULAN DAN SARAN

KesimpulanHingga saat ini, hipertensi dalam kehamilan masih merupakan masalah kesehatan serius di bidang obstetri di seluruh dunia. Hipertensi gestasional diartikan sebagai setiap onset baru hipertensi tanpa komplikasi selama kehamilan bila tidak ada bukti jelas dari sindrom preeklampsia. World Health Organization (WHO) memperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dari jumlah kematian maternal, prevalensi paling besar adalah pre-eklampsia dan eklampsia sebesar 12,9% dari keseluruhan kematian ibu. Insidensi pre eklamsia di Indonesia sekitar 3 10%, menyebabkan mortalitas maternal sebanyak 39.5% pada tahun 2001, dan sebanyak 55.56% pada tahun 2002. Setiap wanita harus dievaluasi sebelum konsepsi untuk menentukan kondisi tekanan darahnya dan evaluasi pada saat kunjungan asuhan prenatal (ANC). Jika terdapat hipertensi, dapat ditentukan beratnya, sebab sekunder yang mungkin, kerusakan target organ, dan rencana strategis penatalaksanaannyaSaranThe Associety of Obstetrician and Gynaecologists of Canada AJOGC :1. Pemeriksaan tekanan darah harus dilakukan di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan primer, 2. Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan diastolic >90 mmHg, didapatkan pada minimal 2 kali pemeriksaan pada lengan yang sama, 3.Wanita dengan sistolik >140mmHg harus dipantau untuk mengawasi adanya perkembangan kea rah hipertensi diastolic, 4. Hipertensi berat, didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolic 110mHg,5. Untuk hipertensi tidak berat, pemeriksaan tekanan darah serial harus dicatat sebelum menegakkan diagnosis hipertensi,6. Pada hipertensi berat, konfirmasi pemeriksaan ulang dilakukan setelah 15 menitDAFTAR PUSTAKA

Abalos E, Duley L, Steyn D, dan Henderson-Smart D. 2007. Antihypertensive drug therapy for mild to moderate hypertension during pregnancy. http: //hyper.ahajournals.org/content/51/4/960. (3 Januari 2013)

AJOG. 2000. Working group on high blood pressure in keywords: eclampsia, hypertension, preeclampsia, pregnancy, treatment. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 183(1)

August P. 2009. Management of Hypertension in Pregnancy. http ://www.uptodate.com/patients/content/topic. (29 Desember 2012)

Beardmore KS dan Morris JM. 2002. Excretion of antihypertensive medication into human breast milk: a systematic review. Hypertensi Pregnancy.

Brooks M. 2005. Pregnancy and Preeclampsia. http : //www.emedicine.com. (1 Januari 2013).

Cunningham FG. 2005. Obstetri William Edisi 21. Jakarta: EGC.

Davis GK, Mackenzie C, Brown MA, Homer CS, Holt J, dan McHugh Mangos G. 2007. Predicting transformation from gestational hypertension preeclampsia in clinical practice: a possible role for 24 hour ambulat blood pressure monitoring. Hypertens Pregnancy.

Gibson P dan Carson M. 2009. Hypertension and Pregnancy. http : //emedicine.medscape.com/article/261435. (3 Januari 2013)

Levine RJ, Maynard SE, Qian C, Lim KH, England LJ, Yu KF, Schisterman EF, Thadhani R, Sachs BP, Epstein FH, Sibai BM, Sukhatme VP, dan Karumanchi SA. 2004. Circulating angiogenic factors and the risk of preeclampsia. N Engl J Med. 350.

National Heart, Lung, and Blood Institute, Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 2004. The Seventh Report of the Joint National Committee. NIH publication.

Purwanto B. 2009. Pathogenesis, Etiology, and Management of Hypertension and Nefrotoxic Agents. Disampaikan pada Half Day Simposium: Renal Disease Induced by Nefrotoxic Agents. Surakarta

Reynolds C, Mabie W, dan Sibai B. 2003. Hypertensive States of Pregnancy. In: Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment, edisi ke-9. New York : McGraw-Hill, pp: 338-353

Roeshadi RH. 2004. Hipertensi dalam Kehamilan. In:Hariadi R. Ilmu kedokteran fetomaternal. Surabaya: Himpunan Kedokteran fetomaternal POGI.

Shannon ME, Malecha SE, dan Cha AJ. Angiotensin converting enzyme inhibitors (ACEIs) and angiotensin II receptor blockers (ARBs) and lactation: an update. J Hum Lact. 2000.16:152155.

Suhardjono. 2007. Hipertensi pada Kehamilan. In: Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 614-15.

Tan LK dan de Swiet M. The management of postpartum hypertension. Bjog. 2002;109:733736.

Tiina P dan August P. 2008. Update on the Use of Antihypertensive Drugs in Pregnancy. http://hyper.ahajournals.org/. (27 Desember 2012)

Yogiantoro M. 2007. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo dkk (ed). Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FKUI, pp: 610-14.