laporan case report

24
CASE REPORT Nama: Tri Yudha Nugraha Pembimbing: dr. Awang Yogi Suwarto, Sp.A PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2014

Upload: tri-yudha-nugraha

Post on 09-Dec-2015

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

contoh laporan

TRANSCRIPT

Page 1: laporan Case Report

CASE REPORT

Nama:

Tri Yudha Nugraha

Pembimbing:

dr. Awang Yogi Suwarto, Sp.A

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2014

Page 2: laporan Case Report

STATUS PASIEN

A. Anamnesis

1. Identitas Pasien

Nama : An. Ainun

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 11 bulan

Alamat : Pabuaran Kidul

Pekerjaan : -

Pendidikan : -

Agama : Islam

Suku : Jawa

Ayah Pasien

Nama : Roni Sahroni

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 34 tahun

Alamat : Pabuaran Kidul

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMA

Agama : Islam

Suku : Jawa

2. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan batuk

3. Riwayat Penyakit sekarang

Pasien datang ke RSUD Waled dengan keluhan batuk berdahak sejak seminggu yang

lalu. Batuk tidak terus menerus. Batuk disertai pilek. Cairan yang keluar dari hidung

jernih. Pasien juga mengeluhkan sesak napas dari satu hari yang lalu. Pasien juga

mengeluhkan demam, demam dirasakan tinggi dan tidak turun.. Pasien juga datang dengan

keluhan mencret 5x dalam sehari. Kotoran cair sekitar 2 sendok makan, berwarna kuning,

tidak berampas, tidak ada lendir.

Page 3: laporan Case Report

Pasien sebelumnya pernah diobati 4 hari yang lalu ke puskesmas dan diberikan obat

penurun panas, karena tidak ada perbaikan penderita dibawa ke RSUD Waled. Riwayat

kontak dengan penderita dewasa dengan batuk lama atau berdarah disangkal.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Penderita baru pertama kali sakit seperti ini, riwayat batuk berulang 4 bulan yang lalu.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Ada anggota keluarga yang sedang menjalani terapi OAT dan ada yang sedang batuk

lama.

6. Riwayat Imunisasi

Hanya imunisasi campak yang belum dilakukan.

7. Riwayat Tumbuh Kembang

Tengkurap pada usia 5 bulan

Duduk tanpa berpegangan tangan pada usia 8 bulan

8. Riwayat Persalinan

Selama hamil ibu pasien tidak ada kelainan, pasien dilahirkan secara normal oleh

bidan dengan berat badan 3700 gram dan merupakan anak kedua

B. Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata

Keadaan Umum : Tampak rewel

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda Vital:

Tekanan darah : tidak dilakukan

Nadi : 130 x/menit

RR : 77 x/menit

Suhu : 38,5 C

Data Antropometri

Berat Badan : 6 Kg

Tinggi Badan : 68 Cm

Pemeriksaan Fisik Sistematis

Kepala:

Bentuk : Normosefali, Deformitas (-), UUB cekung

Rambut : warna keemasan, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Page 4: laporan Case Report

Mata : palpebra tidak oedem, kelopak mata cekung, konjungtiva hiperemis, sklera tidak

ikterik, refleks pupil positif isokor.

Telinga : tidak ada nyeri tekan tragus dan antitragus, tidak eritem pada telinga, tidak ada

oedem dan tidak ada masa retroaurikula, serumen -/-

Hidung : mukosa tidak hiperemis, sekret +/+, napas cuping hidung (+)

Mulut : bibir kering, mukosa basah

Lidah : kotor

Tenggorok : Tonsil T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis

Leher : tidak ada pembesaran KGB, kelenjar tiroid tidak tampak dan tidak teraba

membesar, retraksi suprasternal (+)

Thoraks :

Bentuk dan gerak simetris

Retraksi intercostal (+)

Bunyi jantung I-II reguler, gallop (-), murmur (-)

VBS kiri = kanan vesikuler ronkhi (-), Wheezing (+)

Abdomen:

Datar

Hepar-lien tidak teraba membesar

Bising usus (+)

Turgor kulit < 2”

Ekstermitas : Akral Hangat, capillary refill time < 2 detik

C. Diagnosis Banding

- Bronkhopneumonia+Diare akut

- TB Paru+Diare akut

- Influenza+Diare akut

D. Pemeriksaan Penunjang

- Darah Rutin

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 9,4 L: 14-18gr% P: 12-16gr%

Leukosit 6700 5000-10000/mm3

Trombosit 267000 150000-450000/ mm3

Page 5: laporan Case Report

Eritrosit 5,1 L:4,6-6,2 P: 4,2-5,4/ mm3

Hematokrit 34 L: 40-54 P:37-47 %

Basofil 0 0-1%

Eosinofil 0 1-4%

Netrofil batang 0 3-5%

Netrofil segmen 64 35-70%

Limfosit 26 20-40%

Monosit 10 2-10%

- Foto thoraks

E. Diagnosis Kerja

Bronkhiolitis+Diare akut

F. Penatalaksanaan

- IVFD RL 36 cc/jam

- Nebulisasi kombinasi menggunakan Beta blocker dan NaCl

- Antrain

-

Page 6: laporan Case Report

PEMBAHASAN

Morbili

Definisi

Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus yang pada umumnya disebabkan oleh virus, sehingga menyebabkan gejala– gejala obstruksi bronkiolus. Bronkiolitis ditandai oleh batuk, pilek, panas, wheezing pada saat ekspirasi, takipnea, retraksi, dan air trapping/hiperaerasi paru pada foto dada.

Etiologi

Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi. Hayden dkk (2004) mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-90% dan menyebabkan pneumonia sebanyak 40%.

Epidemiologi

Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan.Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak pada usia 2 bulan.4 Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit yang lebih berat.

Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu.

RSV menyebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya aman apabila berjarak lebih 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari.

Di negara dengan 4 musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, di negara tropis pada musim hujan.

Page 7: laporan Case Report

Patofisiologi

Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus disekitar kapiler. Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva.

Penularan : secara droplet terutama selama stadium kataralis. Umumnya menyerang pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Biasanya ada hiperplasi jaringan limfoid, terutama pada apendiks, dimana sel raksasa multinukleus (sel raksasa retikuloendotelial Warthin- Finkeldey) dapat ditemukan. Di kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak koplik terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan bercak pada lesi kulit. Reaksi radang menyeluruh pada mukosa bukal dan faring meluas kedalam jaringan limfoid dan membrana mukosa trakeobronkial. Pneumonitis interstisial akibat dari virus campak mengambil bentuk pneumonia sel raksasa Hecht. Bronkopneumoni dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder. (Berhman.R.E. et al, 1999).

Gambaran Klinis

Masa inkubasi sekitar 10-12 hari jika gejala-gejala prodromal pertama dipilih sebagai waktu mulai, atau sekitar 14 hari jika munculnya ruam yang dipilih, jarang masa inkubasi dapat sependek 6-10 hari. Kenaikan ringan pada suhu dapat terjadi 9-10 hari dari hari infeksi dan kemudian menurun selama sekitar 24 jam. Penyakit ini dibagi dalam 3 stadium, yaitu:

1. stadium kataral (prodromal)Biasanya stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas (38,5 ºC), malaise, batuk, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.

2. stadium erupsicoryza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik. Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang.

Page 8: laporan Case Report

Terdapat pula sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “black measles”, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.

3. Stadium konvalesensiErupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema dan eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya, dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak.

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan stadium penyakit dengan tanda utama 3C, kopliks spot, ruam makula eritematosus dengan penyebaran khas yang timbul pada saat panas sedang mencapai puncaknya (panas tinggi) dan panas tetap ada selama 2-3 hari sesudah timbul ruam.

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan darah didapatkan jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri. Pemeriksaan antibodi IgM merupakan cara tercepat untuk memastikan adanya infeksi campak akut. Karena IgM mungkin belum dapat dideteksi pada 2 hari pertama munculnya rash, maka untuk mengambil darah pemeriksaan IgM dilakukan pada hari ketiga untuk menghindari adanya false negative. Titer IgM mulai sulit diukur pada 4 minggu setelah muncul rash. Sedangkan IgG antibodi dapat dideteksi 4 hari setelah rash muncul, terbanyak IgG dapat dideteksi 1 minggu setelah onset sampai 3 minggu setelah onset. IgG masih dapat ditemukan sampai beberapa tahun kemudian. Virus measles dapat diisolasi dari urine, nasofaringeal aspirat, darah yang diberi heparin, dan swab tenggorok selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus dapat tetap aktif selama sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.

Komplikasi

Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi anergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini mempermudah terjadinya komplikasi sekunder. Campak menjadi berat pada pasien dengan

Page 9: laporan Case Report

gizi buruk dan anak yang lebih kecil. Komplikasi yang mungkin muncul, antara lain gangguan respirasi (bronkopneumoni, otitis media, pneumoni, laringotrakeobronkitis), komplikasi neurologis (seperti hemiplegi, paraplegi, afasia, gangguan mental, neuritis optika dan ensefalitis), juga diare, miokarditis, trombositopeni, malnutrisi pasca serangan campak, keratitis, hemorragic measles (morbili yang parah dengan perdarahan multiorgan, demam, dan gejala cerebral) serta kebutaan.

Terapi

Terapi pada campak bersifat suportif, terdiri dari:

a. pemberian cairan yang cukup, misal air putih, jus buah segar, teh, dll untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang karena panas dan berkeringat karena demam.

b. kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan adanya komplikasi

c. suplemen nutrisid. antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekundere. anti konvulsi apabila terjadi kejangf. anti piretik bila demam, yaitu non-aspirin misal acetaminophen.g. pemberian vitamin A

Terapi vitamin A untuk anak-anak dengan campak di negara-negara berkembang terbukti berhubungan dengan penurunan angka kejadian morbiditas dan mortalitas. Dosis 6 bulan – 1 tahun : 100.000 IU per oral sebagai dosis tunggal > 1 tahun : 200.000 IU per oral sebagai dosis tunggal. Ulangi dosis hari berikutnya dan minggu ke-4 bila didapatkan keluhan oftalmologi sehubungan dengan defisiensi vitamin A

h. antivirus

Antivirus seperti ribavirin (dosis 20-35 mg/kgBB/hari i.v) telah dibuktikan secara in vitro terbukti bermanfaat untuk penatalaksanaan penderita campak berat dan penderita dewasa yang immunocompromissed. Namun penggunaan ribavirin ini masih dalam tahap penelitian dan belum digunakan untuk penderita anak.

Pencegahan

Imunisasi Aktif

Page 10: laporan Case Report

Termasuk dalam Program Imunisasi Nasional. Dianjurkan pemberian vaksin campak dengan dosis 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml secara subkutan pada usia 9 bulan. Imunisasi ulangan diberikan pada usia 6-7 tahun melalui program BIAS.

Imunisasi Pasif (Imunoglobulin)

Indikasi :

Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat imunisasi, kontak dengan pasien campak, dan vaksin MMR merupakan kontraindikasi.

Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini, maka harus diberikan imunoglobulin sesegera mungkin dalam waktu 7 hari paparan. Setelah itu vaksin MMR diberikan sesegera mungkin sampai usia 12 bulan, dengan interval 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin. Dosis anak : 0,2 ml/kgBB IM pada anak sehat 0,5 ml/kgBB untuk pasien dengan HIV maksimal 15 ml/dose IM.1,9.

Bronkopneumonia

Definisi

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Bradley et.al., 2011)

Epidemiologi

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. (Bradley et.al., 2011)

Etiologi

Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah(Bradley et.al., 2011) :

1. Faktor Infeksi

Page 11: laporan Case Report

a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).b. Pada bayi :

Virus: Virus parainfluensa, virus influenza,Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.

Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium

tuberculosa, Bordetellapertusis.

c. Pada anak-anak :

1)   Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV

2)   Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

3)   Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

d. Pada anak besar – dewasa muda :

1)   Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

2)   Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

2. Faktor Non Infeksi.

a. Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

b. Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan. Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

Patogenesis

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung,

Page 12: laporan Case Report

refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunancompliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia.  Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung.

Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan (Bennete, 2013).

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

Page 13: laporan Case Report

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Manifestasi Klinik

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013). Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnyabronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):

1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi

Page 14: laporan Case Report

lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.    

2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.

3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennete, 2013).

Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal

Page 15: laporan Case Report

atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete, 2013).

Kriteria Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut(Bradley et.al., 2011):

1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada2. Panas badan3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)4. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit

predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3neutrofil yang predominan)

Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi (Bradley et.al., 2011).

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011)

1. Penatalaksaan Umum Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit à sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada

analisis gas darah ≥ 60 torr. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2. Penatalaksanaan Khusus

Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.

Page 16: laporan Case Report

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung

Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan àamoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi  penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: laporan Case Report

Anonimous (1). 2006. Measles. (Online, http://www.cdc.gov/nip/publications/pink/ meas.pdf,

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia.http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D., Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630

Cronan, Kate. 2005. Measles. (Online, http://www.kidshealth.org/ parent/infections/lung/measles.html,

Fennelly, Glenn J. 2006. Measles. (Online, http://www.emedicine.com/PED/topic1388.htm,

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI.

Kenneth Todar University of Wisconsin-Madison Department of Bacteriology. 2006.Measles. Online, www.bact.wisc.edu/themicrobialworld/Measles.jpg.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1985. Ilmu Kesehatan Anak 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair, 2006. Pedoman Diagnosis & Terapi. Surabaya: Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo.