lapkas 2 sistemik sklerosis

33
Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cianj ur PENDAHULUAN Pada kasus ini dibahas tentang seorang perempuuan berusia 37 tahun datang ke Rumah sakit dengan keluhan batuk sejak 1 bulan yang lalu, pasien awalnya didiagnosis TB paru, lepra, hepatitis dan demam tifoid tetapi setelah dikaji ulang berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis pasien ini menjadi Sistemik Sklerosis. Kasus ini menjadi menarik untuk dibahas karena termasuk kasus yang jarang ditemukan, dengan harapan dapat mengenali penyakit Sistemik Sklerosis secara dini sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat dan efektif. LAPORAN KASUS Identitas Pasien Nama : Ny. R Umur : 38 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Status : Menikah Agama : Islam

Upload: rayi-ijqi-asasain

Post on 28-Oct-2015

100 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: lapkas 2 sistemik sklerosis

Laporan Kasus Ilmu Penyakit Dalam RSUD Cianjur

PENDAHULUAN

Pada kasus ini dibahas tentang seorang perempuuan berusia 37 tahun datang ke Rumah sakit

dengan keluhan batuk sejak 1 bulan yang lalu, pasien awalnya didiagnosis TB paru, lepra,

hepatitis dan demam tifoid tetapi setelah dikaji ulang berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik, diagnosis pasien ini menjadi Sistemik Sklerosis. Kasus ini menjadi

menarik untuk dibahas karena termasuk kasus yang jarang ditemukan, dengan harapan dapat

mengenali penyakit Sistemik Sklerosis secara dini sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan

yang tepat dan efektif.

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. R

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Cinerang naringgul

Anamnesis (Autoanamnesis)

Keluhan utama

Nyeri perut sejak 1 minggu yang lalu

Riwayat penyakit sekarang

Page 2: lapkas 2 sistemik sklerosis

Pasien seorang wanita datang dengan keluhan nyeri pada perut dibagian ulu hati sejak

1 minggu yang lalu, keluhan disertai mual dan muntah. Pasien juga mengeluh nyeri

pada tenggorokan sejak 1 minggu yang lalu sehingga susah untuk makan tetapi masih

bisa makan sedikit-sedikit, sampai sekarang pasien merasa setiap kali makan selalu

muntah, keluhan muntah darah disangkal. Nafsu makan berkurang sejak sakit sering

merasa lemas yang disertai badan yang terlihat pucat, pasien juga mengaku merasa

semakin kurus tetapi tidak ingat berat badannya. Selain itu, Pasien juga mengeluh

batuk berdahak, dahak berwarna kehijauan dan tidak bercampur darah, batuk lebih

sering dirasakan pada malam hari, pasien juga mengeluh sesak yang sering dirasakan

setiap kali batuk, pasien mengaku sering berkeringat pada malam hari. Pasien juga

merasa sering panas tinggi sejak 1 minggu yang lalu, demam sering meningkat pada

malam hari. Pasien mengaku pernah punya riwayat TB paru 7 tahun yang lalu dan

sudah dinyatakan sembuh.. Pasien juga mengeluh bagian hidung seperti kering sejak

1 hari yang lalu. Pasien mengaku BAB susah sejak 3 hari yang lalu tetapi masih bisa

keluar sedikit, warna BAB normal, BAK juga dirasakan sulit dan sedikit tetapi tidak

disertai nyeri saat berkemih warna urin kuning kecoklatan. Pasien juga mengeluh

terdapat luka pada jari kedua pada kaki kiri sejak 5 bulan yang lalu, luka dirasakan

sakit dan tak kunjung sembuh pasien mengaku luka makin lama makin melebar,

sebelumnya pasein juga pernah mengalami keluhan yang serupa di jari kedua pada

kaki kanan sejak 1 tahun yang lalu, tetapi keluhan yang dirasakan disertai kulit yang

mengeras pada kaki dan kuku jari yang mencekung. Pasien juga mengaku pernah

mengalami luka pada jari tangan yang rasakan mulai sejak 10 tahun yang lalu, luka

awalnya hanya terdapat pada jari ketiga pada tangan kanan yang semakin lama

semakin parah sampai harus dipotong, luka diawali dengan jari tangan yang

mencekung dan kebiruaan sampai 6 tahun keluhan ini dialami juga pada jari tangan

yang lain. Pasien mengaku tangan dan kaki sering merasa panas jika sedang

kedinginan sehingga tangan dan kaki sering terlihat pucat. Keluhan bercak-bercak

atau bintik-bintik pada bagian tubuh disangkal

Riwayat penyakit dahulu

Pasien mengaku pernah mempunyai riwayat panyakit TB paru 7 tahun yang lalu dan

menjalani pengobatan selama 8 bulan dan telah dinyatakan sembuh, 1 sampai 2 tahun

kemudian pasien mengaku kambuh lagi dan menjalani pengobatan selamam 6 bulan

dan dinyatakan sembuh, pasien juga mengaku sempat didiagnosis sebagai bronkitis.

Selain itu, pasien mengaku didiagnosis lepra oleh dokter puskesmas 3 bulan yang lalu

2

Page 3: lapkas 2 sistemik sklerosis

dan sudah menjalani pengobatan untuk lepra selama 3 bulan. Riwayat diabetes,

hipertensi dan asma disangkal.

Riwayat penyakit keluarga

Pasien mengaku keluarga tidak ada yang mengalami keluhan dan penyakit yang sama

dengan pasien, tetapi paman dan kakak pasien memiliki riwayat penyakit TB paru.

Riwayat penyakit diabetas dan hipertensi disangkal.

Riwayat Pengobatan

Pasien mengaku mengkonsumsi obat lepra dari puskesmas bulan ke 3

Riwayat Alergi

Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat atau makanan

Riwayat Psikososial

Pasien mengaku lingkungan di rumah sering merasa dingin sehingga keluhan panas

pada tangan sering dirasakan, pasien tidak merokok.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Freukuensi nadi : 72 kali/menit

Pernapasan : 20 kali/menit

Suhu : 36,5oC

Kepala

Bentuk : Normocephal, simetris

Rambut : Hitam, mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis +/+ , sklera ikterik -/- ,

pupil isokor kanan = kiri, refleks cahaya (+/+)

Telinga : Bentuk normal, simetris kiri dan kanan, liang lapang,

membran timpani intak, serumen (-)

Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi,

Pernafasan cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada.

3

Page 4: lapkas 2 sistemik sklerosis

Mulut : Mukosa bibir basah, lidah tidak kotor, faring dan tonsil

tidak hiperemis.

Leher

Inspeksi : Bentuk normal, deviasi trakea (-)

Palpasi : Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening (-)

JVP tidak meningkat

Thoraks Anterior

Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri, pergerakan nafas kanan = kiri

Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V garis midklavikula kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Batas atas : sela iga III garis sternalis kiri

Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan

Batas kiri : sela iga V garis midklavikula kiri

Auskultasi : Pernafasan vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Thoraks Posterior

Inspeksi : punggung simetris kanan = kiri

Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Pernafasan vesikuler

Abdomen

Inspeksi : Supel, perut tampak datar, dan tidak ada jaringan parut

Palpasi : Nyeri tekan uluhati (+), perut kembung, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Seluruh lapang abdomen timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

4

Page 5: lapkas 2 sistemik sklerosis

Ekstremitas

Superior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/-), nekrosis pada jari-jari tangan

kanan dan kiri, kuku cekung (+), penebalan kulit pada tangan dan jari kanan kiri

(+)

Inferior : Akral hangat, Sianosis (-/-), edema (-/-), ulkus pada jari 2 kaki kiri

disertai kuku cekung pada jari 2 kaki kanan, penebalan kulit pada kaki (+)

Pemeriksaan Modified Rodnan Skin Score (MRSS)

Total skor : 7

5

Page 6: lapkas 2 sistemik sklerosis

Hasil Pemeriksaan laboratorium (10 Agustus 2013)

Hematologi

Hematologi Rutin

Hemoglobin 8,6 12 – 16 g/dl

Hematokrit 25,7 37 – 47 %

Eritrosit 3,01 4,2 – 5,4 10^6/µL

Leukosit 14,9 4,8 – 10,8 10^3/µL

Trombosit 101 150 – 450 10^3/µL

MCV 85,4 80 – 94 fL

MCH 28,6 27 – 31 Pg

MCHC 33,5 33 – 37 %

RDW-SD 56,9 10 – 15 fL

PDW 16,6 9 – 14 fL

MPV 10,4 8 – 12 fL

Differential

LYM % 6,2 26 – 36 %

MXD % 8,6 0 – 11 %

NEU % 83,2 40 – 70 %

Absolut

LYM # 0,94 1,00 – 1,43 10^3/µL

MXD # 1,28 0 – 1,2 10^3/µL

NEU # 12,37 1,8 – 7,6 10^3/µL

Hasil Pemeriksaan laboratorium (12 Agustus 2013)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Gula Darah puasa 64 70 - 110 mg/dl

Fungsi Hati

AST (SGOT) 31 < 31 U/L

ALT (SGPT) 57 < 32 U/L

6

Page 7: lapkas 2 sistemik sklerosis

Fungsi Ginjal

Ureum 228,7 10- 50 mg%

Kreatinin 10,6 0,5 – 1,0 mg%

Urine

Urin Rutin

Kimia Urine

Warna Coklat Kuning

Kejernihan Agak keruh Jernih

Berat jenis 1,015 1,013 – 1,030

pH 6,0 4,6 – 8,0

Nitrit Negatif Negatif

Protein urin 150/3+ Negatif mg/dl

Glukosa (reduksi) 50/1+ Negatif mg/dl

Keton Negatif Negatif mg/dl

Urobilinogen Negatif Negatif UE

Bilirubin 1/1+ Negatif mg/dl

Eritrosit 250/5+ Negatif /µL

Leukosit 500/3+ Negatif /µL

Mikroskopis

Leukosit 13 – 16 1 – 4 /LPB

Eritrosit banyak 0 – 1 /LPB

Epitel

Kristal Negatif Negatif

Slinder Negatif Negatif /LPK

Lain-lain Negatif Negatif

Diagnosis

Limited Systemic Sclerosis

Diagnosis Banding

SLE

Miopati

Mixed connective tissue disease

7

Page 8: lapkas 2 sistemik sklerosis

Penatalaksanaan

Pada pasien ini, saat datang ke UGD didiagnosis awal hepatitis (dd: demam tifoid) dan

diberikan infus NacL 15 tpm, lalu injeksi ceftriaxone (1x1), ranitidin (2x1) dan ondansentron

8mg (2x1) juga diberikan curcuma (3x1) peroral.

1 hari kemudian, pasien dipindahkan ke ruang rawat dan diberikan infus NacL 15 tpm, injeksi

cefotaxime (2x1), Ranitidin (2x1) dan ondansentron 8mg (2x1) juga diberikan curcuma (3x1)

peroral.

1 hari kemudian, pasien mulai dicurigai sebagai suspek sistemik sklerosis dan diberikan obat-

obatan berupa injeksi farsik (3x1) dan ceftraxone 2gr (1x1) selain itu diberikan juga OBH

syrup (3x1), diltiazem 30mg (3x1), dan Omeprazole (2x1), juga direncanakan untuk

diberikan metilprednisolon 4mg (menunggu hasil rongten thorax)

2 hari kemudian, pasien mulai diberikan melitprednisolon 4 mg (6-0-4) peroral dan diberikan

obat oles kulit olium olive dari dokter spesialis kulit. Obat-obat oral yang lain seperti

diltiazem (3x1), OBH syrup (3x1) dan omeprazole (2x1) tetap diberikan juga injeksi farsix 40

(3x1), ondansentron (2x1) dan ceftraxone (1x1).

Selain pemberian obat-obatan, pasien juga mendapatkan perawatan luka (wound care) pada

jari 2 kaki kiri selama di rumah sakit. Edukasi pada pasien dan keluarga tentang penyakit

yang diderita juga dilakukan dengan harapan pasien dan keluarga mengerti tentang penyakit

ini dan pengobatannya sehingga pegobatan dapat dilakukan secara menyeluruh.

Prognosis

Dubia ad bonam

Pemeriksaan anjuran

1. Pemeriksaan Antinuclear Antibodi (ANA)

2. Pemeriksaan Anti-SCL-70%

3. Pemeriksaan anticentromere antibodies

8

Page 9: lapkas 2 sistemik sklerosis

Laporan follow up pasien

Tanggal Subjective Objective Assesment Planning

11 agustus 2013 Lemas, susah

makan, batuk

berdahak, mual

dan muntah

TD: 90/70

N : 72/menit

P : 20/menit

S : 36,5 C

Susp.TB paru

Susp.Bronkitis

Infus RL 15 tpm

inj : cefotaxime 2x1

ranitidin 2x1

ondansentron 8mg 2x1

oral : curcuma 3x1

wound care

12 agustus 2013 Batuk masih ada,

perut kembung,

luka pada jari 3

kaki kiri

TD: 90/70

N : 72

P : 20

S : 36,5 C

Susp.TB paru

Susp.Bronkitis

Susp.sistemik

sklerosis

Infus RL 15 tpm

inj : ceftraxone 1x1

farsix 3x1

oral : diltiazem 3x1

omeprazole 2x1

OBH syrup 3x1

Wound care

foto rongten thorax

13 agustus 2013 Batuk, sakit saat

menelan, muntah

saat makan, BB

merasa turun,

tangan sering

merasa panas jika

terkena dingin,

jari 3 kaki kiri

luka

Sklerodaktil +

Anemia +

TD: 100/60

N : 84

P : 20

S : 36,5 C

Skor rodnan: 7

Ureum: 228,7

Kreatin: 10,6

Protein urin:

150/3+

sistemik

sklerosis

ISK

Infus RL 15 tpm

inj : ceftraxone 1x1

furosemide 20mg 3x1

oral : diltiazem 3x1

omeprazole 2x1

OBH syrup 3x1

Wound care

14 agustus 2013 Sakit

tenggorokan

nyeri ulu hati,

pusing, jari 3 kaki

kiri luka, nyeri

saat BAK

TD: 90/60

N : 72

P : 20

S : 36,6 C

sistemik

sklerosis

ISK

Infus RL 15 tpm

inj : ceftraxone 1x1

farsix 3x1

ondansentron 2x1

oral : diltiazem

omeprazole 2x1

OBH syrup 3x1

Metilprednisolon 4mg

(6-0-4)

9

Page 10: lapkas 2 sistemik sklerosis

Olium olive dioles di kulit

Wound care

Tes ANA

15 agustus 2013 Keluhan sudah

mulai berkurang,

nyeri perut, sakit

tenggorokan

TD: 100/70

N : 80

P : 20

S : 36,6 C

sistemik

sklerosis

ISK

Infus RL 15 tpm

inj : ceftraxone 1x1

farsix 3x1

ondansentron 2x1

oral : diltiazem

omeprazole 2x1

OBH syrup 3x1

Metilprednisolon 4mg

(6-0-4)

Olium olive dioles di kulit

Wound care

Tes ANA

Resume

Seorang perempuan usia 38 tahun datang dengan keluhan nyeri pada perut sejak 1 minggu

yang lalu, keluhan disertai mual, muntah dan nyeri pada tenggorokan sejak 1 minggu yang

lalu sehingga susah untuk makan Selain itu, Pasien juga mengeluh batuk berdahak, dahak

berwarna kehijauan dan tidak bercampur darah, batuk lebih sering dirasakan pada malam

hari, pasien juga mengeluh sesak yang sering dirasakan setiap kali batuk, pasien mengaku

sering berkeringat pada malam hari. Pasien juga merasa sering panas tinggi sejak 1 minggu

yang lalu. Keluhan disertai luka pada jari kedua pada kaki kiri sejak 5 bulan yang lalu, ,

Pasien juga mengaku pernah mengalami luka pada jari tangan yang rasakan mulai sejak 10

tahun yang lalu, tangan yang mencekung dan kebiruaan sampai 6 tahun keluhan ini dialami

juga pada jari tangan yang lain. Pasien mengaku tangan dan kaki sering merasa panas jika

sedang kedinginan sehingga tangan dan kaki sering terlihat pucat. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan konjugtiva yang anemis dan penebalan kulit pasien di daerah wajah, tangan dan

kaki dengan skor rodnan 7. Pemeriksaan laboratorium urin ditemukan proteinuria,

leukositosis dan ureum kreatinin yang meingkat, sehingga pasien ini didiagnosis dengan

sistemik sklerosis dengan infeksi saluran kemih (ISK).

Pengobatan yang diberikan yaitu dengan pemberian obat-obatan berupa diberikan

melitprednisolon 4 mg (6-0-4) peroral dan diberikan obat oles kulit olium olive dari dokter

spesialis kulit. Obat-obat oral yang lain seperti diltiazem (3x1), OBH syrup (3x1) dan

10

Page 11: lapkas 2 sistemik sklerosis

omeprazole (2x1) tetap diberikan juga injeksi farsix 40 (3x1), ondansentron (2x1) dan

ceftraxone (1x1). Selain pemberian obat-obatan, pasien juga mendapatkan perawatan luka

(wound care) pada jari 2 kaki kiri selama di rumah sakit.

PERMASALAHAN

1. Bagaimana pendekatan diagnosa pada pasien ini?

2. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien ini

PEMBAHASAN

1. Bagaimana pendekatan diagnosis pada pasien ini ?

Definisi dan Epidemiologi

Sistemik Sklerosis (Skleroderma) adalah penyakit kronik jaringan ikat yang tidak diketahui

penyebabnya yang ditandai oleh fibrosis kulit dan organ viseral serta kelainan mikrovaskular.

Manifestasi klinis pada penyakit ini sangat heterogen dan tergantung pada organ tubuh yang

terlibat. Penyakit ini lebih sering menyerang usia 30-50 tahun, wanita lebih banyak terkena

penyakit ini dua sampai tiga kali lebih banyak daripada laki-laki. Prevalensi pada penyakit ini

relatif rendah karena banyak kasus yang tidak dilaporkan, apalagi kasus yang tidak disertai

kelainan kulit. Kasus ini merupakan kasus yang langka dengan kejadian tahunan di Amerika

Serikat sekitar 20 kasus per 1 juta. Kelangsungan hidup pasien dengan sistemik sklerosis

tergantung pada organ yang terlibat, tetapi selama beberapa dekade terakhir kelangsungan

hidup pasien meningkat karena munculnya obat-obat baru. Presentasi tingkat kelangsungan

hidup sampai 10-tahun berkisar antara 70% sampai 80%. Sistemik sklerosis difus memiliki

perjalan penyakit yang lebih variabel, sehingga prognosisnya sampai sekarang masih buruk.

Fibrosis progresif paru, hipertensi pulmonal, keterlibatan gastrointestinal berat, dan penyakit

jantung skleroderma adalah penyebab utama kematian. Sistemik sklerosis yang terbatas

(limited) memiliki prognosis yang relatif lebih baik kecuali jika terdapat komplikasi

hipertensi pulmonal.

Pada kasus ini pasien seorang wanita usia 37 tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin dan usia

maka pasien ini termasuk kelompok yang beresiko menderita sistemik sklerosis, karena

penyakit ini lebih sering menyerang usia 30-50 tahun dengan prevalensi terbanyak wanita dua

sampai tiga kali lebih beresiko daripada laki-laki.

11

Page 12: lapkas 2 sistemik sklerosis

Klasifikasi

Terdapat dua bentuk utama dari skleroderma yaitu lokal skleroderma dan sistemik

skleroderma (sistemik sklerosis). Sistemik Skleroris Diffuse (Diffuse Systemic Sclerosis) dan

Sistemik Sklerosis terbatas (Limited Systemic Sclerosis) adalah dua jenis utama Sistemik

Sklerosis.

1. Lokal skleroderma

Lokal skleroderma merupakan bentuk skleroderma yang hanya mengenai kulit tanpa

melibatkan organ internal dan kelainan sistemik. Keadaan ini harus dibedakan dari

sklerosis sistemik, yang termasuk kedalam kelompok ini adalah

Morfea : perubahan skleroderma setempat yang dapat ditemukan pada bagian tubuh

mana saja berupa bercak pada tubuh. Fenomena raynaud sangat jarang ditemukan.

Skleroderma linear : skleroderma linear umunya didapatkan pada anak-anak, ditandai

perubahan pada kulit berupa garis-garis atau goresan dan umumnya disertai atrofi otot

dan tulang dibawahnya

Skleroderma en coup de saber : merupakan varian skleroderma linier, dimana garis

yang sklerotik terdapat pada ekstremitas atas atau bawah atau daerah frontoparietal

yang mengakibatkan deformitas muka dan kelainan tulang.

2. Sistemik Skleroris Diffuse (Diffuse Systemic Sclerosis)

Sistemik Skleroris Diffuse (terjadi pada 20% pasien) jika penebalan kulit terdapat

pada eketremitas distal, proksimal, muka dan seluruh bagian tubuh.

3. Sistemik Sklerosis terbatas (Limited Systemic Sclerosis)

Sistemik Sklerosis terbatas (terjadi pada 80% pasien) jika penebalan kulit terbatas

pada muka, leher dan ekstremitas distal, biasa juga dikenal dengan CREST syndrome

(Calcinosis cutis, Raynaud Phenomenom, Esophageal motility disorder, Sclerodactyl,

Telangiectasia)

12

Page 13: lapkas 2 sistemik sklerosis

Pada kasus ini kemungkinan besar pasien termasuk kedalam jenis Sistemik Sklerosis terbatas

(Limited Systemic Sclerosis), karena pada pemeriksaan fisik dan rodnan skor ditemukan

penebalan kulit hanya didaerah distal (wajah, tangan, jari tangan dan kaki) tetapi tidak dapat

digolongkan menjadi CREST syndrome karena pada pasien ini tidak terdapat calcinosis cutis

dan talangiectasia.

Gambar 1. Tanda klinis skleroderma(A) skleroderma lokal morfea (B) edema difus pada

tangan (C) penebalan pada kulit (D) flexi jari kontraktur (E) fenomena raynaud (F) ulserasi

jari G(a) talengiektasis pada wajah (b) pada tangan (c) pada mukosa (H) calcinosis kutis

13

Page 14: lapkas 2 sistemik sklerosis

PATOGENESIS

Secara pasti, patogenesis sistemik sklerosis tidak diketahui, diduga faktor pencetus yang

sampai sekarang belum diketahui mengaktifkan sistem imun dan menimbulkan kerusakan

endotel. Kerusakan endotel akan mangaktifkan trombosit, sehingga trombosit mengeluarkan

berbagai mediator seperti PDGF, TGF-B dan CTAP-III, yang akan menyebabkan proliferasi

fibroblas dan sintesis matriks oleh fibroblas. Aktivasi sistem imun juga akan berakhir pada

proliferasi fibroblas dan sintesis matrixs.

Manifestasi Klinis

Major Clinical Manifestations of Systemic Sclerosis

Cutaneous

Edema pada tangan dan kaki (tahap awal) yang disertai nyeri

Penebalan kulit

Sklerodaktili

kalsinosis

Telangiektasis

Ulkus pada jari

Contractures

Characteristic facies

Vascular

Raynaud's phenomenon

Pencekungan pada kuku

Iskemia dan ulkus pada jari

Vasculitic leg ulcers (jarang)

Pulmonary

Penyakit paru interstitial, termasuk alveolitis dan fibrosis interstitial paru

14

Page 15: lapkas 2 sistemik sklerosis

Hipertensi pulmonal

Pneumonitis aspirasi akibat dari esophageal reflux and dysmotilitas

Penyakit paru restriktif

Kelemahan otot pernafasan

Cardiac

Cardiomyopathy (disfungsi systolic dan diastolic): Congestive Heart Failure

Conduction defects

o Septal infarction pattern

o Ventricular conduction abnormalities

o Arrhythmias

o Heart blocks

Perikarditis atau pericardial effusion

Renal

Krisis renal Skleroderma (hipertensi, gagal ginjal)

Musculoskeletal and Rheumatologic

Arthralgia

Tendon friction rubs (lebih spesifik pada skleroderma difus)

Arttritis inflamasi, atrofi otot (jarang)

Myopathy, myositis

Gastrointestinal

Gastroesophageal reflux

Esophageal dysmotility, aperistaltic esophagus

Striktur esofagus

Adenocarcinoma yang timbul di Barrett's esophagus (kadang-kadang)

Penurunan peristaltik seluruh saluran pencernaan yang menyababkan kembung,

cepat kenyang, statis dan pseudo obstruksi

Bacterial overgrowth and malabsorptive diarrhea, alternating diarrhea and

constipation

15

Page 16: lapkas 2 sistemik sklerosis

Megacolon (jarang)

Pneumatosis intestinal

Primary biliary cirrhosis

Inkontinensia ani

Endocrine

Hipotiroid

Neurologic

Carpal tunnel syndrome

Trigeminal neuralgia

Pada kasus ini, keluhan yang sesuai dengan tabel maifestasi klinis di atas adalah edema pada

tangan dan kaki, skelerodaktil, penebalan pada kulit, ulkus dibagian jari kaki, pencekungan

jari, mual, muntah dan nyeri perut yang merupakan sebagian manifestasi pada gastrointestinal

dan adanya fenomena raynaud.

Diagnosis

Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan

penunjang. Pada tahun 1980, Amerikan Rheumatism Association (ARA) menganjurkan

kriteria pendahuluan untuk klasifikasi sklerosis sistemik progresif. Kriteria ini terdiri atas :

A. Kriteria mayor :

Skleroderma proksimal : penebalan, penegangan dan pengerasan kulit yang simetris

pada kulit jari dan kulit proksimal terhadap sendi metakarpofalangeal atau

metatarsofalangeal. Perubahan ini dapat mengenai seluruh ekstremitas, muka, leher

dan batang tubuh (toraks dan abdomen)

16

Page 17: lapkas 2 sistemik sklerosis

B. Kriteria minor :

1. Sklerodaktili : perubahan kulit seperti tersebut diatas, tetapi hanya terbatas

pada jari.

2. Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari. Daerah yang mencekung pada

ujung jari atau hilangnya substansi jarinagan jari tersebut akibat iskemia.

3. Fibrosis basal di kedua paru. Gambaran linier atau lineonoduler yang retikuler

terutama di bagian basal kedua paru tampak pada gambaran foto toraks

standard. Gambaran paru mungkin menimbulkan bercak difus atau seperti

sarang lebah. Kelainan ini bukan merupakan kelainan primer paru.

Diagnosis sklerosis sistemik ditegakkan bila didapatkan 1 kriteria mayor atau 2 atau lebih

kriteria minor.

Pada pasien ini, tidak terdapat kriteria mayor (skleroderma proksimal) karena penebalan kulit

pada pasien hanya sebatas bagian distal tubuh yaitu pada wajah, tangan, jari tangan dan kaki

sedangkan pada kriteria minor didapatkan adanya sklerodaktil yaitu penebalan, pereganngan

dan pengerasan kulit pada jari juga didapatkan adanya pencekungan pada jari-jari khususnya

jari tangan pasien (gambar 2) tetapi fibrosis di kedua basal paru tidak ditemukan berdasarkan

hasil pemeriksaan rongten thorax. Sehingga pada pasien ini diagnosis sklerosis sistemik dapat

ditegakan karena terdapat 2 kriteria minor sistemik sklerosis berdasarkan kriteria Amerikan

Rheumatism Association (ARA).

Gambar 2. Gambaran pasien dengan sklerodaktil dan pencengkungan jari

17

Page 18: lapkas 2 sistemik sklerosis

Pada pemeriksaan laboratorium anemia biasanya ditemukan. Pada skeleroderma dengan

krisis renal ditemukan adanya anemia hemolitik dan proteinuria pada pasien. Tes Antinuklear

Antibody (ANA) ditemukan pada 80-95% pasien. Antibodi sklerodrma (anti-SCL-70, anti

toposoimerase) ditemukan pada satu dari tiga pasien skleroderma difus dan 20% pada pasien

dengan limited skleroderma. Antisentromer antibodi ditemukan 50% pada limited

scleroderma dan 1 % pada difuss Scleroderma. Antibodi antimitokondrial banyak ditemukan

pada CREST syndrome, dan merupakan tanda khas adanya sirosis bilier primer. Antibodi

anti-kolagen I, III, IV dan VI. Antibodi anti kolagen tipe IV berhubungan dengan beratnya

kelainan paru pada sklerosis sistemik. Anti-RNA polymerase III antibodi ditemukan pada

10-20% seluruh pasien sistemik sklerosis dan berhubungan dengan adanya kelainan pada

kulit juga ginjal.

Pada pasien ini pemeriksaan laboratorium yang sudah dilakukan yaitu pemeriksaan darah

rutin dan pemeriksaan urin, pada pemeriksaan darah temuan klinis yang sesuai adalah anemia

karena Hb pada pasien sebesar 8,6 g/dL, maka dari itu pada pasein ini perlu juga dianjurkan

pemeriksaan Antinuclear antibody (ANA) dan anti-SLC-70 untuk memastikan diagnosis

sistemik sklerosis pada pasien ini karena kedua pemeriksaan ini cederung lebih sering

memberikan hasil positif pada pasien dengan sistemik sklerosis.

Setelah diagnosis telah ditetapkan, perlu juga menentukan apakah penyakit ini termasuk

kedalam jenis menyebar (difuss) atau terbatas (limited) berdasarkan tingkat dan lokasi

pengerasan kulit. Modified Rodnan Skin Score (MRSS) merupakan pemeriksaan yang paling

sering digunakan, luas total permukaan kulit di bagi menjadi 17 wilayah yang berbeda

(wajah, leher, dada, abdomen, lengan atas kanan dan kiri, lengan bawah kanan dan kiri,

tangan kanan dan kiri, jari kanan dan kiri, paha kanan dan kiri, betis kanan dan kiri, kaki

kanan dan kiri). Dalam setiap lokasi, skor kulit dievaluasi oleh palpasi manual. Skor kulit 0

untuk kulit normal, 1 untuk penebalan ringan, 2 untuk penebalan sedang, dan 3 untuk

penebalan para. Skor total kulit adalah jumlah skor kulit dari lokasi masing-masing, skor

maksimum pada pemeriksaan ini adalah 51. Skor kulit cenderung berkorelasi dengan tingkat

fibrosis , yang pada akhirnya berkorelasi dengan tingkat fibrosis dan disfungsi organ-organ

internal, seperti fibrosis paru, penyakit jantung skleroderma, penyakit ginjal, dan gangguan

gastrointestinal.

18

Page 19: lapkas 2 sistemik sklerosis

Pada pasien ini, skor dari dari pemeriksaan Modified Rodnan Skin Score (MRSS) adalah 7

dengan lokasi penebalan kulit terbatas pada wajah, tangan, jari tangan dan kaki sehingga

pasien ini merupakan pasien dengan sistemik sklerosis jenis terbatas (Limited Systemic

Sclerosis) karena penebalan kulit belum sampai ke bagian proksimal tubuh.

Keluhan disfagia, nyeri ulu hati, cepat kenyang, mual dan muntah dapat diselidiki dengan

endoskopi dan manometri esofagus walaupun pemeriksaan ini jarang dilakukan kecuali

curiga adanya kerusakan struktur esofagus, Barrett esophagus, atau adenokarsinoma.

Pemerikasaan paru yang seperti kapasitas vital paru dan pemeriksaan radiologi juga perlu

dilakukan untuk menunjukan kelainan pada paru (fibrosis paru). Untuk itu di anjurkan untuk

melakukan pemeriksaan fungsi paru secara berkala (3-6 bulan sekali) dan bila dicurigai

terdapat penuruan fungsi paru dilakukan tomografi dengan komputer (CT-scan) dan Bilasan

Bronkoalveolar. Pada semua pasien yang baru didiagnosis dengan skleroderma, tes fungsi

paru dan ekokardiogram dianjurkan, untuk membantu hipertensi pulmonal. Tes ini harus

diulang setidaknya setiap tahun, bahkan pada pasien tanpa gejala. Hal Ini merupakan cara

sederhana untuk mengevaluasi keparahan dan respon terhadap terapi pada pasien dengan

hipertensi pulmonal. Untuk menyelidiki kemungkinan krisis ginjal, pemantauan tekanan

darah, tes fungsi ginjal, urinalisis, dan apusan darah tepi diperlukan pada semua pasien baru

atau dengan penyerta seperti hipertensi, insufisiensi ginjal atau anemia (anemia hemolitik

mikroangiopati).

Pada pasien ini hasil pemeriksaan urin menunjukan kemungkinan adanya ganggunan fungsi

ginjal dilihat dari kadar protein urin yang meningkat (150/3+), ureum meningkat (228,7),

kreatinin meningkat (10,6), tetapi pada kasus ini juga adanya infeksi saluram kemih karena

kadar leukosit urin yang tinggi (13-16)

Diagnosis Banding

Differential Diagnosis of Systemic Sclerosis

Mixed connective tissue disease

Graft-versus-host disease

Nephrogenic systemic fibrosis (formerly known as nephrogenic fibrosing dermopathy)

Diabetic scleredema

19

Page 20: lapkas 2 sistemik sklerosis

Diffuse fasciitis with eosinophilia (Shulman's syndrome)

Toxic oil syndrome

Eosinophilia-myalgia syndrome

Lichen sclerosus et atrophicus

Sclerodermiform acrodermatitis chronica atrophicans (Lyme disease)

Scleromyxedema (lichen myxedematosus) associated with paraproteinemia

Drugs and toxins (l-tryptophan, bleomycin, pentazocine, carbidopa, vinyl chloride, silica)

Prognosis

Angka harapan hidup 9 tahun pada pasien dengan sistemik sklerosis sekitar 40%. Prognosis

semakin buruk pada pasein dengan difus sistemik sklerosis, kulit hitam, jenis kelamin laki-

laki dan pasien lanjut usia. Penyakit paru (fibrosis paru dan hipertensi pulmonal) merupakan

penyebab kematian nomor satu pada sistemik sklerosis. Sering juga kematian akibat gagal

jantung dan penyakit ginjal kronik. Pasien dengan gangguan organ internal yang tidak

berkembang selama 3 tahun pertama memliki angka harapan hidup 9 tahun sekitar 72%.

Pada pasien ini, angka harapan hidup bisa lebih baik karena bukan sistemik sklerosis jenis

difuss yang lebih buruk prognosisnya.

2. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini?

Penyuluhan dan dukungan psikologik memegang peranan yang sangat penting dalam

penatalaksanaan penderita sklerosis sistemik, karena perjalanana penyakit ini lama dan

progresif.

Pengobatan sistemik sklerosis bersifat simtomatis dan suportif fokus pada organ yang terlibat.

1. Pasien dengan fenomena Raynaud diberikan vasodilator berupa calcium

channel blocker seperti nifedipine oral 30-120 mg/hari atau losartan 50

mg/hari

20

Page 21: lapkas 2 sistemik sklerosis

2. Pasein dengan gangguan pada esofagus diberikan proton pump inhibitor (PPI)

seperti omeprazol oral 20-30 mg/hari

3. Pasien dengan artritis biasanya dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan

antiinflamasi non steroid (OAINS)

4. Pasien dengan malabsorbsi sering mengalami infeksi bakteri sehingga seperti

tetrasiklin oral 500mg 4 kali dalam sehari.

5. Pasien dengan krisis renal perlu diatasi secara segera mungkin, pemberian

obat-obatan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-Inhibitor) seperti

captopril oral 25 mg setiap 6 jam dengan dosis maksimal 100 mg setiap 6 jam.

Pemberian steroid seperti prednison dosis tinggi (> 15mg /hari) tidak

memberikan efek yang berarti pada pasien dengan krisis renal.

6. Pasien dengan penyakit paru inerstistial memiliki respon yang baik dengan

pemberian siklofosfamid. Bosentan (endothelin reseptor antagonist)

meningkatkan kapasitas vital paru dan cardiopulmonary hemodinamics pada

pasien dengan hipertensi pulmonal dan mencegah ulserasi pada jari. Sildenafil

atau prostaglandin ( bolus iv atau inhalasi) juga dapat diberikan pada pasien

dengan hipertensi pulmonal.

7. Obat-obat remitif yang dapat diberikan pada pasien dengan sistemik skerosis

adalah D-penisilamin, kolkisin, dan obat-obat imunosupresif lainnya.

Secara garis besar, pengobatan pasein pada kasus ini sudah cukup mencangkup dari

pengobatan yang dianjurkan. Pada pasien ini, diberikan obat melitprednisolon 4 mg (6-0-4)

peroral sebagai imunosupresan dan diberikan obat oles kulit olium olive, lalu diberikan Obat-

obat oral yang lain seperti diltiazem (3x1) sebagai vasidilator yang merupakan golongan

calcium chanal blocker, OBH syrup (3x1) untuk batuk berdahak dan omeprazole (2x1)

sebagai obat nyeri perut (lambung) golongan proton pump inhibitor lalu diberikan juga

injeksi farsix 40mg (3x1) yang mengandung furosemide sebagai diuretik, ondansentron (2x1)

sebagai antiemetik dan ceftriaxone (1x1) sebagai antibiotik karena pasien diduga mengalami

infeksi. Selain pemberian obat-obatan,eduksai dan penyuluhan tentang penyakit pada pasien

dan keluarga juga telah dilakukan.

21

Page 22: lapkas 2 sistemik sklerosis

KESIMPULAN

Berdasarkan paparan diatas, pasien ini sudah tepat didiagnosis dengan sistemik sklerosis

dimana secara spesefik dapat dimasukan dalam sistemik sklerosis jenis terbatas (Limited

Systemic Sclerosis). Untuk penatalaksanaan pada pasien ini juga sudah cukup tepat dengan

rekomendasi terapi sistemik sklerosis yang bersifat simptomatis dan suportif sehingga angka

harapan hidup pada pasien ini dapat lebih baik.

22

Page 23: lapkas 2 sistemik sklerosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Maxine A. Padakis. Current Medical Diagnosis and Treatment (CMDT).

McGrawHill. 2013

2. http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/

rheumatology/systemic-sclerosis/#b0020

23