lap farmasi

21
A. Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apa pun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun parameter standar mutu yaitu sebagai berikut : 1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi). 2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety- Efficacy (mutu-aman-manfaat). 3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap respons biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.(Anonim,2000) B. Uji Tumbuhan Obat Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk simplisia, maka dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian organoleptik, pengujian makroskopik, pengujian mikroskopik, dan pengujian histokimia. 1. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui khususnya bau dan rasa simplisia yang diuji. 2. Uji Makroskopik

Upload: risa-utami

Post on 10-Aug-2015

129 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lap Farmasi

A. SimplisiaSimplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apa pun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan.Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan tiga konsep untuk menyusun parameter standar mutu yaitu sebagai berikut :

1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya mempunyai tiga parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis), serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).

2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap diupayakan memiliki tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (mutu-aman-manfaat).

3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab terhadap respons biologis untuk mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.(Anonim,2000)

B. Uji Tumbuhan Obat Untuk mengetahui kebenaran dan mutu obat tradisional termasuk simplisia, maka

dilakukan analisis yang meliputi analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif terdiri atas pengujian organoleptik, pengujian makroskopik, pengujian mikroskopik, dan pengujian histokimia.

1. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui khususnya bau dan

rasa simplisia yang diuji. 2. Uji Makroskopik Uji makroskopik dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa

menggunakan alat. Cara ini dilakukan untuk mencari khususnya morfologi, ukuran, dan warna simplisia yang diuji.

3. Uji mikroskopik Uji mikroskopik dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat

pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang diuji dapat berupa sayatan melintang, radial, paradermal maupun membujur atau berupa serbuk. Pada uji mikroskopik dicari unsur – unsur anatomi jaringan yang khas. Dari pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan fragmen pengenal yang spesifik bagi masing – masing simplisia.

4. Uji Histokimia Uji histokimia bertujuan untuk mengetahui berbagai macam zat kandungan

yang terdapat dalam jaringan tanaman. Dengan pereaksi spesifik, zat – zat kandungan tersebut akan memberikan warna yang spesifik pula sehingga mudah dideteksi. (Anonim,1987)

Page 2: Lap Farmasi

C. Pembuatan Simplisia 1. Bahan baku

Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tumbuhan budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di hutan atau di tempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan produksi simplisia.

2. Dasar Pembuatan a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan

Pembuatan simplisia dengan cara ini pengeringannya dilakukan dengan cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan dengan waktu lama akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan yang dilakukan pada suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, bahan simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur perajangannya sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringannya tidak mengalami kerusakan.

b. Simplisia dibuat dengan proses fermentasi Proses fermentasi dilakukan dengan saksama agar proses tersebut tidak berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.

c. Simplisia dibuat dengan proses khusus Pembuatan simplisia dengan cara penyulingan, pengentalan eksudat nabati, pengeringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.

d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air Pati, talk, dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang digunakan harus bebas dari pencemaran racun serangga, kuman patogen, logam berat, dan lain-lain.(Anonim,1985)

3. Tahap Pembuatan a. Pengumpulan bahan baku Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda–beda antara lain tergantung pada :

1) bagian tanaman yang digunakan 2) Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen 3) Waktu panen 4) Lingkungan tempat tumbuh

Waktu panen sangat erat hubunganya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif tersebut secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimia dan fisik senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

b. Sortasi Basah

Page 3: Lap Farmasi

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran - kotoran atau bahan – bahan asing lainya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan – bahan seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotor lainya harus dibuang.

c. Pencucian Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainya yang melekat

pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air dari sumur atau air PAM.

d. PerajanganBeberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan

simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi dijemur dengan keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki.

e. Pengeringan Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,

sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurang kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia.

f. Sortasi kering Sortasi setelah engeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia.

Tujuan sortasi untuk memisahkan benda – benda asing seperti bagian – bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotr – pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.

g. Pengepakan dan penyimpanan Pada penyimpaan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal yang dapat mengakibatkan

kerusakan simplisia, yaitu cara pengepakan, pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan pemeriksaan mutu, serta cara pengawetanya. Penyebab kerusakan pada simplisia yang utama adalah air dan kelembaban.

Cara pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan penggunaan pengemasaan. Bahan dan bentuk pengemasan harus sesuai, dapat melindungi dari kemungkinan kerusakan simplisia, dan dengan memperhatikan segi pemanfaatan ruang untuk keperluan pengangkutan maupun penyimpananya.

h. Pemeriksaan mutu Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pembelian dari

pengumpul atau pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia seperti yang disebutkan dalam Buku Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia ataupum Materia Medika Indonesia Edisi terakhir.(Anonim,1985)

D. Ekstraksi Tumbuhan Obat

Page 4: Lap Farmasi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman obat dengan ukuran pertikel tertentu dan menggunakan medium pengekstrasi (menstrum) yang tertentu pula.

Ekstraksi dapat dilakukan menurut berbagai cara. Ekstrak yang diperoleh sesudah pemisahan cairan dari residu tanaman obat dinamakan “micela”. Micelle ini dapatdiubah menjadi bentuk obat siap pakai, seperti ekstrak cair dan tinktura atau sebagai produk/bahan antara yang selanjutnya dapat diproses menjadi ekstrak kering. (Agoes.G,2007)

E. Skrining FitokimiaSalah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa kimia

yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapt digunakan untuk keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanni, minyak untuk industri, sumber gum, dll. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon, steroid/terpenoid. (Teyler.V.E,1988)

Penelitian mengenai bahan alam hayati terutama terutama dalam hal untuk menemukan senya yang memiliki bioaktivitas atau efek farmakologi dikenal dua pendekatan yaitu pendekatan fitofarmakologi dan pendekatan skrining fitokimia (Fransworth, 1966). Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualiatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji), terutama kandungan metabolit sekunder yang bioaktif, yaitu alkaloid, antrakinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tannin (polifenolat), minyak atsiri (terpenoid), iridoid, dan sebagainya. Adapun tujuan utama dari pendekatan skrining fitokimia adala untuk mensurvai tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan.

Metode yang digunakan untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi beberapa

persyaratan antara lain (a) sederhana, (b) cepat, (c) dirancang untuk peralatan minimal, (d)

bersifat selektif untuk golongan senyawa yang dipelajari, (e) bersifat semikuantitatif sebegitu

jauh dapat diketahui batas terendah dari golongan senyawa yang dipelajari, (f) dapat memberikan

keterangan tambahan ada/tidaknya senyawa tertentu dari golongan senyawa yang dipelajari.

Adapun hingga saat ini prosedur yang banyak dipublikasikan memenuhi criteria (a) sampai

dengan (d) dan sangat sedikit memenuhi kriteria (e) sampai dengan (f) (Fransworth, 1966).

1. Alkaloid a. Pengertian alkaloid

Page 5: Lap Farmasi

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid menccakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari system siklik. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol yang digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.alakoloid biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan ( misalnya nikotina pada suhu kamar ).

Prazat alkaloid yang paling umu adalah asam amino, meskipun sebenarnya biosintesis kebanyakan alkaloid lebih rumit. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Ia berkisar dari senyawa sederhana seperti koniina, yaitu alkaloid utama Conium maculatum sampai pentasiklik seperti estrikhnina yaitu racun kulit strychnos. (Harbrone.J.B,1987)

Sebagian besar alkaloid alami yang bersifat sedikit asam memberikan endapan dengan reaksi yang terjadi dengan reagent Mayer (Larutan Kaliummercuri Iodida); reagent Wangner (larutan Iodida dalam Kalium Iodida); dengan larutan asam tanat,reagent Hager (saturasi dengan asam pikrat); atau dengan reagent Dragendroff (larutan Kalium Bismuth iodida). Endapan ini berbentuk amorf atau terdiri dari kristal dari berbagai warna. Cream (Mayer),Kuning (Hager),coklat kemerah – merahan (Wagner dan Dragendroff). (Teyler.V.E,1988)

b. Klasifikasi alkaloidSistem klasifikasi yang diterima, menurut Hegnauer, alkaloid dikelompokkan sebagai: 1) Alkaloid Sesungguhnya Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas

phisiologi yang luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa; lazim mengandung Nitrogen dalam cincin heterosiklik ; diturunkan dari asam amino biasanya terdapat “aturan” tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloid quartener, yang bersifat agak asam daripada bersifat basa.

2) Protoalkaloid Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen dan asam amino

tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Protoalkaloid diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian ”amin biologis” sering digunakan untuk kelompok ini. Contoh, adalah meskalin, ephedin dan N,N-dimetiltriptamin.

3) Pseudoalkaloid Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat

basa. Ada dua seri alkaloid yang penting dalam khas ini, yaitu alkaloid steroidal (contoh: konessin dan purin (kaffein).(Teyler.V.E,1988)

Alkaloid adalah senyawa nitrogen yang biasanya terdapat dalam tumbuh- tumbuhan. Alkaloid merupakan metabolit sekunder yang banyak terdapat dalam tanaman angiospermae.P ada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Atom nitrogen dalam alkaloid terdapat sebagai amina primer, amina sekunder, amina tersier, dan amina kuarterner. Pada umumnya alkaloid terdapat dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik

Page 6: Lap Farmasi

dan bersifat fisiologis aktif pada manusia dan hewan (Harborne, 1987; Trease dan Evans, 1978). Berdasarkan struktur kimianya alkaloid dapat digolongkan sebagai:

- golongan piridina, misalnya arekolina (Areca catechu) dan nikotina (Nicotiana tabacum);

- golongan tropan, misalnya hiosiamina dan skopolamina (Atropa belladona, Hyoscyamus niger, Datura stramonium);

- golongan kinolin, mialnya kinina dan kinidina (Cinchona succirubra);

2. TaninSecara kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia

tumbuhan. Tanin –terkondensasi hampir terdapat semesta di dalam paku-pakuan dan gimnosperae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tanin yang terhidrolisiskan penyebaranya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. (Harbrone.J.B,1987)

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk polimer yang tidak larut dalam air. Tanin merupakan senyawa metabolit sekunder yang berasal dari tumbuhan yang terpisah dari protein dan enzim sitoplasma. Senyawa tanin tidak larut dalam pelarut non polar, seperti eter, kloroform dan benzena tetapi mudah larut dalam air, dioksan, aseton, dan alkohol serta sedikit larut dalam etil asetat (Harborne, 1987).

Tanin merupakan salah satu tipe dari senyawa metabolit sekunder yang mempunyai karakteristik sebagai berikut (Giner, 2001):

1. Merupakan senyawa oligomer dengan satuan struktur yang bermacam-macam dengan gugus fenol bebas

2. Berat molekul antara 100 sampai 20.000 3. Larut dalam air 4. Mampu berikatan dengan protein dan terbentuk kompleks tanin-protein

Tanin merupakan senyawa polifenol yang berarti termasuk dalam senyawa fenolik.

Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air.

Terdapat 2 jenis utama tannin yaitu tannin terkondensasi, tersebar pada paku-pakuan,

angiospermae dan gymnospermae, dan tannin terhidrolisis, terdapat pada tumbuhan berkeping

dua. Tanin dapat dideteksi dengan sinar UV pendek berupa bercak lembayung yang bereaksi

positif dengan setiap pereaksi fenol baku. Elagitanin (tannin terhidrolisis) bereaksi khas dengan

asam nitrit (NaNO2 ditambah dengan asam asetat) membentuk warna merah cerah yang kian

lama berubah menjadi biru indigo (Harborne, 1987).

Tanin tumbuhan dibagi menjadi dua golongan yaitu tanin terkondensasi (tanin katekin)

dan tanin terhidrolisiskan (tanin galat). Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang dapat

Page 7: Lap Farmasi

terhidrolisis jika di didihkan dalam asam klorida encer. Bagian alkohol dari ester ini biasanya

berupa gula yaitu glukosa. Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis,

berwarna coklat kuning yang larut dalam air membentuk larutan koloid, tanin mudah diperoleh

dalam bentuk kristal. Tanin terhidrolisis juga larut dalam pelarut organik yang polar tetapi tidak

larut dalam pelarut organik non polar misalnya kloroform dan benzena (Robinson,1995).

3. Flavonoid Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya

flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas. Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula – mula didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Kemudian diikuti dengan pemeriksaan ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis secara kromatografi.(Harbrone.J.B,1987)Flavonoid merupakan senyawa yang larut air, dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air, setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, oleh karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia. Flavonoid mengandung sistem aromatic yang terkonjugasi sehingga akan menunjukkan pita serapan yang kuat pada sinar UV dan sinar tampak (Harborne, 1987)

4. Steroid dan Triterpenoid Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan

isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang – kurangnya empat golongan senyawa : triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Kedua golongan yang terakhir sebenarnya triterpena atau steroid yang terutama terdapat sebagai glikosida. Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya system cincin siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa (sebagai hormone kelamin, asam empedu, dll), tetapi pada tahun –tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan.(Harbrone.J.B,1987)Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isopren dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualen. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehid, atau asam karboksilat. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Liebermann- Burchard (anhidrida asetat-H2SO4 pekat) yang dengan kebanyakan triterpen dan sterol memberikan warna hijau-biru (Harborne, 1987). Sterol atau steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya cincin siklopentana perhidrofenantren. Senyawa sterol pada tumbuhan disebut dengan fitosterol, yang umum terdapat pada tumbuhan tinggi adalah sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol (Harborne, 1987)

Page 8: Lap Farmasi

Steroid/Triterpenoid Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualen. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa alcohol, aldehid atau asam karboksilat. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Lieberman-Buchard (anhidrida asetat-H2SO4 pekat) yang dengan kebanyakan triterpen dan sterol memberikan warna hijau-biru (Harborne, 1987). Sterol atau steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya cincin siklopentana perhidrofenantren. Senyawa sterol pada tumbuhan disebut dengan fitosterol, yang umum terdapat pada tumbuhan tinggi adalah sitosterol, stigmasterol dan kampesterol (Harborne, 1987)

5.saponin

Saponin atau glikosida sapogenin adalah salah satu tipe glikosida yang tersebar luas

dalam tanaman. Tiap saponin terdiri dari sapogenin yang terdiri dari sapogenin yang merupakan

molekul aglikon dan sebuah gula. Saponin merupakan senyawa yang menimbulkan busa jika

dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah

merah, sering digunakan sebagai detergen (Clauss dkk, 1970). saponin dapat digunakan untuk

meningkatkan diuretika serta merangsang kerja ginjal. Saponin dapat menyebabkan iritasi pada

selaput lendir, bersifat toksik pada binatang berdarah dingin seperti ikan (Claus dkk., 1970).

Pada analisis dengan metode KLT, saponin tidak terdeteksi tanpa pereaksi semprot di bawah

sinar UV 254 nm atau 365 nm. Saponin dapat terdeteksi dengan pereaksi semprot vanillin asam

sulfat dan tampak berupa bercak berwarna biru atau biru ungu atau terkadang berupa bercak

kuning (Wagner dkk., 1984) Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida steroida yang

merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat (Harborne, 1996).6. Minyak Atsiri Merupakan zat yang berbau, terdapat pada berbagai bagian tumbuhan. Karena mudah menguap bila disimpan di tempat terbuka pada suhu kamar, maka disebut minyak menguap, minyak atsiri, atau minyak esens esensial (Claus,1970). Minyak atsiri adalah campuran dari banyak substansi yang kompleks dan sangat bervariasi dalam komposisi kimiawi. Hampir setiap tipe senyawa organik dapat ditemukan dalam minyak atsiri (hidrokarbon, alkohol, keton, aldehid, eter, oksida, fenol, dan ester) dan hanya sedikit komponen tunggal dengan persentase tinggi yaitu terpena. (Claus,1970; Wagner, 1984). Walaupun minyak atsiri mengandung bermacam-macam komponen kimia yang

Page 9: Lap Farmasi

berbeda, namun komponen tersebut dapat digolongkan menjadi 4 kelompok besar yang menentukan sifat minyak atsiri, yaitu :

- terpen, yang ada hubungannya dengan isoprena atau isopentena; - senyawa hidrokarbon berantai lurus, tidak mengandung rantai cabang; - turunan benzen; - bermacam-macam senyawa lainnya. Sebagian minyak atsiri mengandung senyawa hidrokarbon yang mempunyai rumus empiris C10H16 dan kelompok persenyawaan yang mengandung atom oksigen dengan rumus empiris C10H16O dan C10H18O. Minyak atsiri memiliki beberapa aktivitas fisiologis yaitu sebagai antiseptik, antimalaria, antibakteri, antifungi, karminatif, analgetik, hemolitik, dan lain sebagainya. Secara ekonomi senyawa ini biasa digunakan untuk bahan pewangi, rempah-rempah, dan cita rasa dalam industri makanan (Claus, 1970; Harborne, 1987). Minyak atsiri atau minyak menguap adalah masa yang berbau khas, yang berasal dari tanaman, mudah menguap pada suhu kamar tan pa mengalami ,penguraian. Minyak atsiri sering dikenal dengan nama volatile oil, etherial oil atau essential oil. Dalam Farmakope Indonesia dikenal dengan nama Olea volatilia. Pada umumnya minyak atsiri dalam keadaan segar tidak berwarna atau berwarna pucat, bila dibiarkan akan berwarna lebih gelap; berbau sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan sukar larut dalam air.

Minyak atsiri yang baru biasanya tidak berwarna atau herwarna kekuning-kuningan dan beberapa jenis ada yang berwarna keme- rah-merahan atau biru; rasa dan bau khas. Menguap pada suhu ka- mar, penguapan makin banyak bila suhu dinaikkan. Pada umum- nya larut dalam etanol, dan pelarut organik lain; kurang larut da- lam etanol yang kadarnya kurang dari 70%. Daya larut lebih kecil jika minyak mengandung fraksi terpen dalam jumlah besar. Minyak atsiri merupakan salah satu hasil proses metabolisme da- lam tanaman. Minyak atsiri terbentuk karena reaksi antara berba- gai persenyawaan kimia dengan air. Minyak tersebut disintesis da- lam sel kelenjar, dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh re- sin misalnya minyak terpentin dari tanaman pinus. Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenya- waan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (0) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengan- dung unsur nitrogen (N) dan belerang (S).Pada umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri digolongkan menjadi dua yaitu : a. Hidrokarbon yang terutama terdiri dari persenyawaan terpen dan b. Hidrokarbon yang teroksigenasi. Disamping itu minyak atsiri mengandung damar dan malam da- lam jumlah kecil.Golongan hidrokarbon Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur

Page 10: Lap Farmasi

hidrogen dan karbon. Golongan hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen, seskuiterpen, diterpen, politerpen, parafin, olefin dan hidrokarbon aromatik.Golongan hidrokarbon yang teroksigenasi Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur hidrogen, karbon dan oksig~n. Persenyawaan yang termasuk go longan ini adalah alkohol, aldehid, keton, eter, ester dan lain-lain. Ikatan atom karbon yang terdapat dalam rnolekulnya dapat terdiri dari ikatan jenuh dan tidak jenuh. Persenyawaan yang mengan- dung ikatan tidak jenuh umumnya tersusun dari terpen. Kompo- nen lain terdiri dari persenyawaan fenol, asam organik yang ter- ikat dalam bentuk ester, lnisal lakton, kumarin, dan turunan furan lnisal kinon.Pada umumnya minyak atsiri mengandung beberapa macam persenyawaan kimia; kecuali beberapa jenis rninyak atsiri isinya sebagian besar terdiri dari satu atau dua macam persenyawaan ki- mia, contoh minyak sasafras mengandung 80% safrol, minyak ma- war mengandung 80% linalol.Sifat kimia minyak atsiri ditentukan oleh persenyawaan kimia yang dikandungnya, terutama persenyawaan tidak jenuh (terpen), ester, asam, aldehid dan beberapa jenis persenyawaan lainnya yang termasuk dalam golongan hidrokarbon yang teroksigenasi (alko- hol, eter, keton). Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri kerusakan sehingga mengakibatkan penurunan mutu. Beberapa proses yang dapat mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak atsiri adalah proses oksidasi, hidrolisa, polimerisasi, pendamaran dan penya- bunan.

Page 11: Lap Farmasi

LB

Masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan obat tradisional sejak dulu kala

sebagai warisan nenek moyang. Obat tradisional ini, baik berupa jamu maupun tanaman obat

masih digunakan hingga saat ini, terutama oleh masyarakat menengah ke bawah. Penggunaan

obat tradisional bisa untuk beberapa macam tujuan, yaitu : preventif (pencegahan penyakit),

promotif (meningkatkan derajat kesehatan), dan kuratif (penyambuhan penyakit) (Anonim,

1983).

Obat tradisional bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia. Sebelum obat-obat kimia

berkembang secara modern, nenek moyang kita umumnya menggunakan obat-obatan yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan untuk mengatasi problem kesehatannya.

Dari tumbuhan obat tersebut dapat dibuat berbagai produk yang sangat bermanfaat dalam

menunjang industri obat tradisional, farmasi, makanan dan minuman. Ragam bentuk hasil

olahannya, antara lain berupa simplisia.

Skrini fito

Pembuatan Pereaksi Mayer

Bahan : a. HgCl2 1,358 gr, dilarutkan dalam 60 ml aquadest

b. KI 5 gr, dilarutkan dalam 20 ml aquadest

Dicampurkan larutan a dan b kemudian ditambahkan 100 ml aquadest.

Pembahsan

Flavonoid adalah turunan senyawa fenolat, sehingga untuk identifikasi awal dapat

digunakan pereaksi FeC13. Pereaksi FeCl3, bereaksi dengan ion fenolat. membentuk ion

kompleks [Fe(Oar)6]3-. Test fenolat memberikan hasil positif jika setelah beberapa saat

terbentuk warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam kuat (Harborne, 1987).

Terbentuknya endapan pada uji Mayer, Wagner dan Dragendorff berarti dalam ekstrak

etanol labu siam terdapat alkaloid. Tujuan penambahan HCl adalah karena alkaloid bersifat basa

sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam (Harborne, 1996). Perlakuan

ekstrak dengan NaCl sebelum penambahan pereaksi dilakukan untuk menghilangkan protein.

Adanya protein yang mengendap pada penambahan pereaksi yang mengandung logam berat

Page 12: Lap Farmasi

(pereaksi Mayer) dapat memberikan reaksi positif palsu pada beberapa senyawa (Santos et al.,

1998).

Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan putih.

Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi

Mayer, larutan merkurium(II) klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk

endapan merah merkurium(II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan

terbentuk kalium tetraiodomerkurat(II) (Svehla, 1990).

Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga

dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam (McMurry,

2004). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan

bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-

alkaloid yang mengendap. Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji Mayer ditunjukkan pada

Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan terbentuknya endapan

coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi

Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena

garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+), yang reaksinya

ditunjukkan pada

Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam sehingga

kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi

dengan kalium iodida membentuk endapan hitam Bismut(III) iodida yang kemudian melarut

dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat (Svehla, 1990). Pada uji

alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen

koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam. Reaksi pada uji Dragendorff ditunjukkan pada

Gambar 4 (Miroslav, 1971). Untuk menegaskan hasil positif alkaloid yang didapatkan, dilakukan

uji Mayer, Wagner dan Dragendorff pada fraksi CHCl3 dan fraksi air dari sampel.

Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan untuk menentukan apakah suatu

bahan atau sampel mengandung gugus fenol. Dugaan adanya gugus fenol ditunjukkan dengan

Page 13: Lap Farmasi

warna hijau kehitaman atau biru tinta, sehingga apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan

hasil positif dimungkinkan dalam suatu sampel terdapat suatu senyawa fenol dan dimungkinkan

salah satunya adalah tanin karena tanin merupakan senyawa polifenol. Terbentuknya warna hijau

kehitaman atau biru tinta pada ekstrak setelah ditambahkan dengan FeCl3 karena tanin akan

membentuk senyawa komplek dengan FeCl3.

Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai

kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya

(Rusdi, 1990). Reaksi pembentukan busa pada uji saponin ditunjukkan pada Gambar 5. Selain uji

Forth juga dilakukan uji Lieberman-Burchard yang merupakan uji karakteristik untuk sterol tidak

jenuh dan triterpen (Santos et al., 1978).

Uji Wilstater cyanidin biasa digunakan untuk mendeteksi senyawa yang mempunyai inti α-

benzopyron. Warna orange yang terbentuk pada uji bate Smith-Mertcalf dan warna merah pada

uji Wilstater disebabkan karena terbentuknya garam flavilium (Achmad, 1986) seperti pada

Kesimpulan

Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah labu siam (Sechium edule

Jacq. Swartz.) mengandung alkaloid, saponin, kardenolin/ bufadienol dan flavonoid. Hasil

analisis KLT ekstrak buah labu siam mengandung alkaloid, saponin, kardenolin/bufadienol dan

flavonoid