lanjutan presus

23
Tabel 1. Sistem Skoring Diagnosis Tuberkulosis Anak 4 Parameter 0 1 2 3 Kontak TB tidak jelas laporan keluarga, BTA(-) kavitas (+) BTA (+) atau tidak tahu Uji tuberkulin negatif positif (≥10 mm atau ≥ 5 mm pada keadaan imunosupresi) Berat badan / BB / TB < 90 % atau klinis gizi bu- keadaan gizi BB/ U < 80 % ruk atau BB/TB < 70 % atau BB/U < 60 % Demam tanpa ≥ 2 minggu sebab yang jelas Batuk ≥ 3 minggu Pembesaran 1 cm, jumlah > 1,

Upload: dina

Post on 11-Jan-2016

228 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pediatri

TRANSCRIPT

Page 1: Lanjutan Presus

Tabel 1. Sistem Skoring Diagnosis Tuberkulosis Anak 4

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB tidak jelas laporan keluarga, BTA(-) kavitas (+) BTA (+)

atau tidak tahu

Uji tuberkulin negatif positif (≥10

mm

atau ≥ 5 mm

pada keadaan

imunosupresi)

Berat badan / BB / TB < 90 % atau klinis gizi bu-

keadaan gizi BB/ U < 80 % ruk atau BB/TB

< 70 % atau

BB/U < 60 %

Demam tanpa ≥ 2 minggu

sebab yang jelas

Batuk ≥ 3 minggu

Pembesaran ≥ 1 cm, jumlah > 1,

kelenjar limfe tidak nyeri

nodi, aksila,

inguinal

Page 2: Lanjutan Presus

Parameter 0 1 2 3

Pembengkakan ada pembengkakan

tulang/sendi

panggul, lutut,

falang

Foto rontgen normal / - infiltrat - kalsifikasi + infil-

toraks tidak jelas - pembesaran kelenjar trat

- konsolidasi segmental/ - pembesaran

lobular kelenjar + infil-

- atelektasis trat

Catatan :

Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter

Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis

Berat badan dinilai saat datang (moment opname)

Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku

Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak

Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB

anak

Didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal 14).

Page 3: Lanjutan Presus

Bagan Algoritma Diagnosis dan Rujukan TB pada Anak 1, 6

Hal-hal yang mencurigakan TB :

1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB BTA positif

2. Terdapat reaksi kemerahan lebih cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi BCG

3. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan

meskipun dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive)

4. Sakit dan demam lama atau berulang , tanpa sebab yang jelas

5. Batu-batuk lebih dari 3 minggu

6. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang spesifik

7. Skrofuloferma

8. Konjungtivitis fliktenularis

9. Tes tuberkulin positif (≥ 10 mm)

10. Gambaran foto rontgen sugestif TB

Bila ≥ 3 positif

Dianggap TB

Beri OAT

Observasi 2 bulan

Membaik Memburuk

TB Bukan TB TB Kebal Obat

(MDR)

OAT diteruskan Rujuk ke RS

PERHATIAN : Pemeriksaan lanjutan di RS :

Bila terdapat tanda-tanda bahaya seperti : - gejala klinis

- kejang - uji tuberkulin

- kesadaran menurun - foto rontgen paru

- kaku kuduk - pemeriksaamikrobiologi dan serologi

- benjolan di punggung - pemeriksaan patologi anatomi

- dan kegawatan lain Prosedur diagnostik dan tatalaksana

Segera rujuk ke RS sesuai dengan prosedur di RS yang

bersangkutan

Page 4: Lanjutan Presus
Page 5: Lanjutan Presus

Tabel 2 . Petunjuk WHO untuk Diagnosis Tuberkulosis Anak 6

a. Dicurigai tuberkulosis (suspected TB)

1. Anak sakit dengan riwayat kontak penderita tuberkulosis BTA positif

2. Anak dengan :

Keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak atau batuk

rejan

Berat badan menurun, batuk dan mengi yang tidak membaik dengan

pengobatan antibiotika untuk penyakit pernapasan

Pembesaran kelenjar superfisialis yang tidak sakit

b. Mungkin tuberkulosis (probable TB)

Anak yang dicurigai tuberkulosis ditambah :

Uji tuberkulin positif (10 mm atau lebih)

Foto rontgen paru sugestif tuberkulosis

Pemeriksaan histologis biopsi sugestif tuberkulosis

Respons yang baik pada pengobatan dengan OAT

c. Pasti tuberkulosis (confirmed TB)

Ditemukan basil tuberculosis pada pemeriksaan langsung atau biakan

Identifikasi Mycobacterium tuberculosis pada karakteristik biakan

Untuk mendiagnosis TB di sarana yang memadai, sistem skoring digunakan

sebgai uji tapis. Setelah itu dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya, seperti

bilasan lambung (BTA dan kultur M. tuberculosis), patologi anatomik, pungsi pleua,

pungsi lumbal, CT-Scan, foto rontgen tulang dan sendi. 4

J. PENATALAKSANAAN

Tujuan terpenting dalam tatalaksana tuberkulosis adalah eradikasi cepat

Mycobacterium tuberkulosis, mencegah timbulnya resistensi, dan mencegah

terjadinya komplikasi. Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan yang

tidak terpisahkan antara pemberian medikamentosa, penataan gizi dan lingkungan

sekitarnya. 4, 6

Pencegahan

Page 6: Lanjutan Presus

1. BCG 4

Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar

0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid

kanan (penyuntikan lebih mudah dan lemak subkutis lebih tebal, ulkus tidak

mengganggu struktur otot, dan sebagai tanda baku). Bila BCG diberikan pada usia

lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin lebih dahulu.

BCG memberikan perlindungan terhadap milier TB, meningitis TB, TB tulang

dan sendi, dan kaitas sedikitnya 75 %. Rosenthal dkk. (1961) mengatakan bahwa

pemberian BCG dapat mengurangi morbiiditas sampai 74 %. BCG ulangan tidak

dianjurkan mengingat efektivitas perlindungannya hanya 40 %. BCG relatif aman,

jarang ada efek samping serius, yang sering ditemukan adalah ulserasi lokal dan

limfadenitis (adenitis supurativa) dengan insiden 0,1-1 %. Kontraindikasi pemberian

imunisasi BCG adalah defisiensi imun, infeksi berat, luka bakar.

2. Kemoprofilaksis 4, 5

- Kemoprofilaksis primer

Bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB pada anak. Kemoprofilaksis

primer ditujukan untuk anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA

sputum positif, tetapi anak belum terinfeksi TB (uji tuberkulin negatif). Diberikan

INH dengan dosis 5-10 mg/kg BB/ hari, dosis tunggal, selama 1 tahun. Obat

dihentikan bila sumber kontak sudah tidak menular lagi, dan anak ternyata tetap tidak

terinfeksi (uji tuberkulin ulangan negatif).

- Kemoprofilaksis sekunder

Bertujuan untuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi penyakit.

Diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji

tuberkulin positif, tetapi klinis dan radiologis normal. Anak yang mendapat

kemoprofilaksis sekunder adalah usia balita, menderita morbili, varisela dan pertusis,

mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid), usia remaja,

dan infeksi TB baru, dan pada konversi uji tuberkulin dari negatif menjadi positif

dalam 12 bulan terakhir tanpa kelainan klinis dan radiologis.

Page 7: Lanjutan Presus

3. Pengobatan sumber infeksi 4, 6

Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari dan

diobati sumber penularan, yaitu orang dewasa yang menderita TB aktif dan

melakukan kontak erat dengan anak tersebut. Selain itu perlu dicari pula anak lain di

sekitarnya yang mungkin tertular dengan cara uji tuberkulin. Sebaliknya jika

ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak di sekitarnya atau anak yang kontak

erat harus ditelusuri ada tidaknya infeksi tuberkulosis.

Pengobatan

Obat TB yang utama (first line) saat ini adalah rifampisin, INH, pirazinamid,

etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (second line) adalah PAS (para Amino

Salisilat), viomisin, sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kapriomisin, digunakan

apabila terjadi MDR (Multi Drug Resistance). Tetapi obat lini kedua ini efektivitasnya

lebih rendah serta justru lebih toksik dibandingkan dengan obat lini pertama.

Rifampisin dan INH merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid,

etambutol dan streptomisin. Prinsip dasar obat anti tuberkulosis yaitu harus dapat

menembus berbagai jaringan, termasuk selaput otak. 4

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan

dalam waktu relatif lama ( 6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase, yaitu fase

intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pada fase intensif

diberikan rifampisin, INH dan pirazinamid, sedangkan pada fase lanjutan hanya

diberikan rifampisin dan INH. Pemberian paduan obat ini bertujuan untuk mencegah

terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler.

Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman, juga

untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. 4

Berbeda dengan orang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari, bukan 2

atau 3 kali seminggu. Hal ini bertujuan mengurangi ketidakteraturan minum obat yang

lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. 4

Page 8: Lanjutan Presus

Tabel 3. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang Biasa Dipakai dan Dosisnya 1, 4

Nama Obat Dosis Harian Dosis Maksimal Efek Samping

(mg/kg BB/hari) (mg / hari)

Isoniazid 5-15 * 300 Hepatitis, neuritis perifer,

hipersensitivitas

Rifampisin 10-20 600 Gastrointestinal (mual,

muntah), reaksi kulit,

hepatitis, trombosito-

penia, peningkatan enzim

hati, cairan tubuh berwarna

oranye kemerahan

Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hepar,\ artralgia,

gastrointestinal (anoreksia,

iritasi saluran cerna)

Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman

mata berkurang, buta warna

merah hijau, hipersensi-

tivitas, gastrointestinal

Streptomisin 15-40 1000 Ototoksik (tinitus, gangguan

keseimbangan), nefrotoksik

* Bila INH dikombinasi dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kg

BB/hari

** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain, karena dapat

mengganggu bioavailabilitas rifampisin

1. Isoniazid

INH (Isonikotinik hidrazil) bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap

kuman dalam keadaan metabolik aktif (kuman yang sedang berkembang), dan bersifat

bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel

Page 9: Lanjutan Presus

kuman, dapat berdifusi ke dalam seluruh jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan

serebrospinal, cairan pleura. INH diberikan secara per oral. 4

2. Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki

semua jaringan, dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak dapat dibunuh oleh

INH. Rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan tubuh, termasuk

cairan serebrospinal. Rifampisin diberikan dalam bentuk oral. 4

3. Pirazinamid

Pirazinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh, termasuk SSP,

cairan serebrospinal. Pirazinamid bersifat bakterisid hanya pada intrasel pada suasana

asam. Pirazinamid diberikan pada fase intensif, karena saaat itu timbul suasana asam

akibat jumlah kuman yang masih sangat banyak. Pirazinamid diberikan dalam bentuk

oral. 4

4. Etambutol

Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi juga dapat bersifat baktersid

apabila diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Etambutoltidak

berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keaddan meningitis. Etambutol

sangat jarang diberikan pada anak, karena potensi toksisitasnya pada mata.. Etambutol

sebaiknya tidak diberikan pada anak yang belum dapat dilakukan pemeriksaaan

penglihatan. Namun, etambutol dapat diberikan pada anak dengan TB berat dan

kecurigaan TB resisten obat jika obat-obat lainnya tidak tersedia atau tidak dapat

digunakan. 4

5. Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik kuman ekstraselular pada

keadaan basal atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler. Saat ini,

streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan TB, tetapi penggunaannya penting

dalam pengobatan TB yang resisten obat. Streptomisisn sangat baik melewati selaput

otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang.

Penggunaan utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal

Page 10: Lanjutan Presus

terhadap INH atau jika anak menderita TB berat. Streptomisin diberikan secara

intramuskular. 4

Selain obat anti tuberkulosis, pada beberapa kasus TB diperlukan penggunaan

steroid. Pemberian steroid dimaksudkan untuk mempercepat pengurangan inflamasi

dan edema pada meningitis TB, mempercepat absorbsi cairan dan mencegah

perlengketan pada efusi pleura dan efusi perikardium, menurunkan sumbatan kapiler

alveoli pada TB milier, serta mengurangi obstruksi dan atelektasis pada TB bronkial.

Steroid yang biasa digunakan adalah prednison, dengan dosis 1-2 mg / kg BB per hari,

dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu denngan

dosis penuh, dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama. 4, 6

Salah satu masalah dalam terapi TB adalah kepatuhan pasien dalam menjalani

pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat yang banyak. Untuk mengatasi hal

tersebut, dibuat suatu sediaan obat kombinasi dalam dosis yang telah ditentukan yaitu

FDC (Fixed Dose Combination). 4

Tabel 4. Dosis Kombinasi pada Anak 4

Berat Badan 2 Bulan 4 Bulan

(kg) RHZ (75/50/150 mg) RH (75/50 mg)

5-9 1 tablet 1 tablet

10-19 2 tablet 2 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

Catatan :

Bila BB ≥ 33 kg, dosis disesuaikan tabel 2 (perhatikan dosis maksimal!)

Bila BB < 5 kg sebaiknya dirujuk ke RS

Obat harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah)

Evaluasi pengobatan penting dilakukan, karena diagnosis TB pada anak sulit

dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. Evaluasi pengobatan dilakukan setelah 2

bulan. 4, 6

- Apabila respon pengobatan baik, yaitu gejala klinisnya hilang dan terjadi

penambahan berat badan, maka pengobatan dilanjutkan.

- Apabila respon setelah 2 bulan kurang, yaitu gejala masih ada, tidak terjadi

penambahan berat badan, maka obat anti tuberkulosis tetap diberikan dengan

Page 11: Lanjutan Presus

tambahan merujuk ke sarana yang lebih tinggi atau konsultan paru anak.

Kemungkinan yang terjadi adalah misdiagnosis, mistreatment, atau resisten

terhadap OAT.

- Bagi yang tidak teratur minum obat (tidak minum obat setelah minum obat

teratur selama 2 bulan) diberikan tambahan etambutol selama 2 bulan.

- Apabila setelah pengobatan 6-12 bulan terdapat perbaikan klinis, seperti berat

badan meningkat, nafsu makan membaik, dan gejala-gejala lainnya

menghilang, maka pengobatan dapat dihentikan.

Strategi DOTS 1, 4

DOTS (Directly Obseerved Treatment Shortcourse) adalah strategi yang telah

direkomendasi oleh WHO dalam penanggulangan tuberculosis. Strategi ini telah

dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995. Berdasar strategi DOTS, setiap penderita

baru yang ditemukan harus selalu didampingi oleh seseorang yang telah dilatih

singkat tentang cara pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari

(Pengawas Minum Obat = PMO, termasuk petugas kesehatan, kader, keluarga

penderita, penderita yang sudah sembuh, tokoh masyarakat), dengan tujuan untuk

menjamin pengobatan lengkap dan mencegah resistensi. Strategi DOTS dipandang

cukup efektif, namun sampai saat ini secara resmi DOTS hanya dilaksanakan di

Puskesmas.

Aspek Sosial Ekonomi

Pengobatan TB tidak terlepas dari masalah sosio-ekonomik, karena

pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang

lama cukup lama, sehingga memerlukan biaya yang besar. Selain itu juga diperlukan

penanganan gizi yang baik. Edukasi yang ditujukan kepada pasien dan keluarganya

agar mengetahui tentang tuberkulosis juga penting dilakukan. 4

K. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada penderitaTB stadium lanjut : 1

Page 12: Lanjutan Presus

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian, karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan

nafas

Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial

Bronkiektasis dari fibrosis pada paru

Pneumotorak spontan : kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru

Penyebaran infeksi ke organ lain, seperti otak, tulang , persendian, ginjal, dan

sebagainya

Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio Pulmonary Insufiiciency)

L. PROGNOSIS

Dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti umur anak, berapa lama telah

terinfeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini,

pengobatan adekuat, dan adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang

berulang dan lain-lain. 5

Prognosis TB bervariasi menurut manifestasi klinisnya. Prognosis yang buruk

terkait dengan TB diseminata, milier, dan meningitis TB. Prognosis meningitis TB

bervariasi menurut tahap penyakit saat pengobatan dimulai. Tahap 1 ( tidak ada

gangguan neurologis fokal atau umum) memiliki prognosis yang baik, sedangkan

pasien pada stadium 3 (terdapat defek neurologis mayor, seperti koma, kejang,

gerakan abnormal misal koreoatetosis, paresis, paralisis) biasanya terdapat gejala sisa

seperti tuli, buta, retardasi mental. Angka mortalitas meningkat pada anak-anak usia

kurang dari 5 tahun (20 %) dan pada penderita TB lama, yaitu lebih dari 2 tahun (80

%). 2

Menurut WHO (1996), tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari

penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh

tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular. 1

Page 13: Lanjutan Presus

BAB III

KESIMPULAN

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. 5

Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara. Selain itu

penularan juga dapat per oral dan melalui kontak langsung misalnya melalui

luka atau lecet di kulit. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. 4,

Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya

penyakit TB pada anak dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor risiko

progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit). 4

Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil

tuberkulosis, serta daya tahan tubuh manusia. 5

Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan

orang dewasa, yaitu masalah diagnosis dan terapi, akibatnya dapat terjadi

pitfall dalam diagnosis dan terapi TB anak. 4

Tujuan terpenting dalam tatalaksana tuberkulosis adalah eradikasi cepat

Mycobacterium tuberkulosis, mencegah timbulnya resistensi, dan mencegah

terjadinya komplikasi. Tatalaksana TB pada anak merupakan suatu kesatuan

yang tidak terpisahkan antara pemberian medikamentosa, penataan gizi dan

lingkungan sekitarnya. 4, 6

Evaluasi pengobatan penting dilakukan, karena diagnosis TB pada anak sulit

dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. 4, 6

Page 14: Lanjutan Presus

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2003, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan

ke-8, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

2. Batra, Vananda, MD, 2006,. Tuberculosis.

http://www.emedicine.com/ped/topic2321.htm

3. Catanzano, Tara, MD, 2005. Lung, Primary Tuberculosis.

http://www.emedicine.com/radio/topic411.htm

4. Rahajoe, N.N., Basir, D., Makmuri, Kartasasmita, C.B., 2005, Pedoman

Nasional Tuberkulosis Anak, Unit Koordinasi Pulmonologi Ikatan Dokter

Anak Indonesia, Jakarta.

5. Widodo, Eddy, 2003. Tuberkulosis pada Anak : Diagnosis dan Tata Laksana.

Pediatrics Update, Jakarta. 67-76.