landasan teori ii.1. kerangka teori dan literaturthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-2-00445-ak...
TRANSCRIPT
11
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Kerangka Teori dan Literatur
II.1.1. Persepsi
II.1.1.1 Pengertian Persepsi
Persepsi diartikan oleh Schiffman, L.G. dan Kanuk, L.L. (2004: 137) sebagai
suatu proses yang dilakukan oleh seseorang yang dapat mempengaruhinya dalam
memilih, mengatur dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan dapat
diterima dengan logika mengenai dunia.
Robbins, S.P., & Coulter, M. (2005: 49) mengatakan bahwa persepsi adalah
suatu proses menafsirkan kesan terhadap sesuatu untuk memperoleh pengertian yang
lebih mendalam mengenai lingkungan.
Sedangkan persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1061)
adalah “1) tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; serapan; 2) proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya”.
Sarwono (2009: 86) juga mengartikan persepsi sebagai suatu kemampuan
seseorang untuk membeda-bedakan, mengelompokkan, dan memfokuskan sesuatu
berdasarkan inderanya.
Dari berbagai pendapat mengenai persepsi, maka dapat disimpulkan bahwa
persepsi adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu di mana individu tersebut
menafsirkan sesuatu (objek) berdasarkan kesan yang diperoleh melalui inderanya. Hal
ini dapat menyebabkan setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai
12
suatu objek yang sama. Persepsi sangat penting karena perilaku manusia didasarkan
pada persepsi mereka mengenai realitas yang ada, bukan mengenai realita itu sendiri.
II.1.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Robbins, S.P., Judge, T.A. (2008: 52) ada tiga faktor yang
mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu :
1. Pelaku Persepsi
Bila seorang individu memandang pada suatu target tertentu dan mencoba untuk
menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu akan dipengaruhi oleh
karakteristik-karakteristik pribadi dari pelaku persepsi tersebut. Karakteristik
pribadi relevan mempengaruhi persepsi adalah sikap, motif, kepentingan atau
minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan.
2. Target
Karakteristik-karakteristik dalam target yang akan diamati dapat mempengaruhi
apa yang dipersepsikan. Gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan atribut-atribut
lain dari target membentuk cara seseorang memandang.
3. Situasi
Situasi adalah hal penting dalam setiap individu melihat objek-objek atau
peristiwa-peristiwa. Unsur-unsur dalam lingkungan sekitar mempengaruhi
persepsi-persepsi individu, seperti waktu, keadaan atau tempat kerja, dan keadaan
sosial.
13
II.1.2. Korupsi (Corruption)
II.1.2.1. Teori Dasar
Setiap tindakan dilakukan karena ada sesuatu yang mendorong atau memotivasi
orang tersebut untuk melakukan sesuatu. Terkadang tanpa disadari hal yang memotivasi
itu berasal dari kepribadiannya. Sigmund Freud mengemukakan teori mengenai
kepribadian. Freud dalam Psikologi Kepribadian (2002: 124) mengatakan bahwa
kepribadian terdiri dari tiga elemen, yaitu Das Es (the id), Das Ich (the ego), dan Das
Ueber Ich (the super ego). Ketiga unsur ini saling berhubungan dan mempengaruhi
perilaku manusia.
1. Das Es (the id)
Das Es merupakan aspek biologis dan merupakan satu-satunya elemen kepribadian
yang sudah ada sejak lahir. Energi psikis dalam das Es dapat meningkat karena
adanya ransangan dari dalam maupun luar, dan bila energi tersebut meningkat maka
akan menimbulkan tegangan dan pengalaman yang tidak menyenangkan. Das Es
memegang prinsip kenikmatan, dan berusaha untuk menghindari rasa yang tidak
menyenangkan. Misalnya, orang haus maka akan membayangkan minuman yang
menyegarkan.
2. Das Ich (the ego)
Das Ich merupakan aspek psikologis yang timbul karena adanya kebutuhan
organisme untuk berhubungan secara baik dengan kenyataan. Das Ich merupakan
aspek yang timbul dari das Es dan berusaha memenuhi kebutuhan atau keinginan
dari das Es dengan cara yang nyata. Misalnya, bila seseorang merasa haus, maka ia
akan mencari minuman. Singkatnya, das Ich mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu secara nyata.
14
3. Das Ueber Ich (the super ego)
Das Ueber Ich merupakan aspek sosiologi kepribadian. Das Ueber Ich juga
dianggap sebagai aspek moral kepribadian karena lebih mengejar kesempurnaan
daripada kesenangan semata.
Segala sesuatu dapat terjadi karena adanya sesuatu atau hal lain yang dapat
mendorong atau memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu. Begitu juga dengan
perilaku manusia. Manusia akan berperilaku sedemikian rupa karena ada yang
memotivasinya. Salah satu teori motivasi yang paling terkenal adalah teori Kebutuhan
dari Abraham Maslow. Dalam Essentials of Organizational Behavior (2008: 70),
Maslow mengurutkan lima kebutuhan dasar setiap manusia. Lima kebutuhan tersebut
sebagai berikut.
Gambar 2.1.
Teori Kebutuhan
sumber : Robbins, S.P., & Judge, T.A. (2008).
Essentials of Organizational Behavior (9th ed)
1. Fisiologis (physiological)
Kebutuhan fisiologis meliputi rasa lapar, haus, tempat berlindung, kebutuhan
seksual, dan kebutuhan-kebutuhan fisik lainnya.
15
2. Keamanan (safety)
Kebutuhan keamanan meliputi rasa terlindungi dari bahaya, baik secara fisik
maupun secara emosi.
3. Sosial (social)
Kebutuhan sosial meliputi rasa kasih sayang, memiliki sesuatu, penerimaan, dan
persahabatan.
4. Penghargaan (esteem)
Kebutuhan akan penghargaan terdiri dari kebutuhan penghargaan internal dan
kebutuhan akan penghargaan eksternal. Penghargaan internal meliputi hormat diri,
pencapaian, dan lain-lain. Sedangkan penghargaan eksternal seperti penghargaan
atas status, pengakuan, dan perhatian.
5. Aktualisasi diri (self-actualization)
Kebutuhan akan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang dapat memotivasi
seseorang untuk menjadi seseorang berdasarkan kemampuannya, seperti pemenuhan
diri sendiri, ataupun dapat mencapai potensi seseorang.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tindakan atau perilaku seseorang didasari
oleh kepribadiannya yang terdiri dari das Es, das Ich, dan das Ueber Ich yang ketiganya
saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dasarnya, seperti
kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan
aktualisasi diri.
II.1.2.2. Sejarah Fraud
Fraud sudah lama terjadi dan terus merajalela. Namun, ada beberapa kasus
kecurangan (fraud) yang pada akhirnya memunculkan adanya tindakan untuk mencegah
16
dan memberantas fraud seperti sekarang ini. Contohnya adalah kasus fraud yang
dilakukan oleh perusahaan besar seperti Enron. Enron merupakan perusahaan energi
Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Kasus fraud yang
dilakukan oleh Enron adalah kasus yang paling menggemparkan karena kasus ini juga
melibatkan Kantor Akuntan Publik yang ternama, yaitu Kantor Akuntan Publik Arthur
Andersen. Selain Enron, kasus serupa juga terjadi pada WorldCom, Xerox dan
perusahaan-perusahaan besar lainnya. Kasus yang terjadi ini akhirnya melatar
belakangi munculnya Sarbanes Oxley Act. Sarbanes Oxley Act adalah nama lain dari
undang-undang reformasi perlindungan investor (The Company Accounting Reformand
Investor Protection Act of 2002) yang ditandatangani George Bush bulan Juli tahun
2002 lalu. Tujuan utama dari Undang-Undang ini yaitu untuk meningkatkan
pertanggungjawaban keuangan perusahaan publik (good corporate governance)
sehingga memperkecil kemungkinan bagi perusahaan atau organisasi untuk melakukan
fraud.
Beberapa hal yang diatur dalam Sarbanes Oxley Act menurut Santoso (2004)
dalam Sukanto (2007), antara lain:
a. Membentuk komite audit dan menetapkan tanggung jawab dari komite audit.
b. Menetapkan beberapa tanggung jawab baru kepada dewan komisaris, dewan direksi
(manajemen).
c. Menambah tanggung jawab dan anggaran bagi SEC.
d. Mendefinisikan jasa “non audit” yang tidak boleh diberikan oleh Kantor Akuntan
Publik (KAP) kepada klien.
e. Mendirikan dewan independen yang bekerja secara full-time bagi pelaku pasar
modal (the public company oversight board).
17
f. Menetapkan pembatasan kompensasi eksekutif.
g. Menetapkan aturan mengenai cara untuk menghadapi conflict of interest.
h. Memperbesar dan memperberat hukuman untuk kasus corporate fraud.
i. Menetapkan beberapa persyaratan pelaporan baru.
j. Menetapkan kode etik bagi pejabat terutama pejabat di bagian keuangan.
k. Mengharuskan lebih banyak pengungkapan mengenai informasi keuangan dan hasil
yang dicapai oleh manajemen.
II.1.2.3. Pengertian Fraud
Tindak kecurangan sudah sering terjadi termasuk di Indonesia. Fraud secara
umum diartikan sebagai bentuk kecurangan – tidak jujur. Pengertian fraud menurut
Albrecht bersaudara dan Zimbelman (2009: 7), yaitu
“ fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by false representations. No definite and invariable rule can be laid down as a general proposition in defining fraud, as it includes surprise, trickery, cunning and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries defining it are those which limit human knavery”.
Fraud diidentifikasikan menjadi empat elemen menurut Golden, T.W., Steven,
L.K., dan Mona, M.C. (2006: 2), yaitu:
a. A false representation of material nature b. Scienter – knowledge that the representation is false, or reckless disregard for the
truth c. Reliance – the person receiving the representation reasonably and justifiably relied
on it d. Damage – financial damages resulting from all of the above
Maksud dari pengertian di atas adalah pertama, fraud merupakan penyajian yang
salah dan bersifat material. Kedua, merupakan pengetahuan mengenai penyajian yang
salah, atau mengabaikan kebenaran. Elemen ketiga, reliance memiliki arti orang yang
18
menerima penyajian yang layak atau memadai dan dapat dibenarkan berdasarkan
penyajian tersebut. Dan yang keempat memiliki arti kerugian yang berasal dari tiga
tindakan di atas yang berhubungan dengan keuangan atau finansial.
Definisi Fraud menurut The Institute of Internal Auditor dalam Karni (2002:
34), kecurangan adalah suatu tindakan penipuan yang disengaja yang meliputi adanya
ketidakberesan dan tindakan yang melawan atau tidak sesuai dengan hukum (ilegal).
Dan tindak kecurangan ini dapat memberikan menfaat dan/atau kerugian bagi suatu
perusahaan atau organisasi yang dilakukan oleh pihak di luar atau pihak di dalam
organisasi.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecurangan
(fraud) berbeda dengan kesalahan yang disengaja. Fraud adalah suatu tindakan yang
melawan atau melanggar hukum yang dilakukan oleh orang dari dalam maupun luar
perusahaan atau organisasi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan untuk pribadi
dan/ atau kelompok yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.
II.1.2.4. Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Fraud
Seperti yang kita tahu bahwa segala sesuatu terjadi pasti ada faktor-faktor yang
mendorong atau menjadi penyebabnya. Ada 3 faktor yang mempengaruhi atau
mendorong seseorang untuk melakukan fraud yang disebut fraud triangle (Albrecht,
W.S, Albrecht, C.C, Albrecht, C.O, Zimbelman, M. (2009: 33), yaitu: tekanan
(pressure), kesempatan (opportunity) dan rasionalisasi agar kecurangan dapat diterima
(rationalization).
19
Gambar 2.2.
The Fraud Triangle
sumber : Albrecht, W.S., Albrecht, C.C., Albrecht, C.O., & Zimbelman, M..
(2009). Fraud Examination (3rd ed)
1. Tekanan (pressure)
Tekanan adalah suatu kondisi yang mempengaruhi atau mendorong seseorang untuk
melakukan fraud dikarenakan orang tersebut memiliki masalah di bidang keuangan
maupun non-keuangan yang sulit namun harus diselesaikan oleh pegawai atau
manajemen. Tekanan (Pressure) terdiri dari empat, yaitu:
a. Tekanan Keuangan (Financial Pressure)
Contoh tekanan keuangan yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
kecurangan (fraud), antara lain:
• Serakah (Greed).
Orang yang serakah akan selalu merasa tidak puas sehingga akan mendorong
mereka untuk melakukan kecurangan.
• Gaya hidup yang mewah (Living beyond one's means).
20
Orang yang memiliki gaya hidup yang serba mewah tentunya akan
mendorong mereka untuk melakukan kecurangan agar mereka dapat
membeli barang-barang mewah.
• Memiliki hutang yang besar (High bills or personal debt).
Orang yang memiliki hutang atau kewajiban yang besar tentunya akan lebih
terdorong untuk melakukan segala cara agar mereka dapat segera melunasi
hutang tersebut.
• Mengalami kerugian keuangan (Personal financial losses).
Orang yang mengalami kerugian akan melakukan hal yang sama seperti
orang yang memiliki hutang yang besar.
• Ada kebutuhan keuangan yang tidak terduga (Unexpected financial needs).
b. Kebiasaan Buruk (Vice Pressure)
Orang yang memiliki kebiasaan buruk seperti berjudi (gambling), memakai
obat-obatan terlarang (drugs), minum minuman keras (alkohol) tentunya dapat
mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya membeli obat-
obat terlarang dan minuman keras. Orang yang memiliki kebiasaan yang buruk
biasanya akan terbiasa untuk melakukan penyimpangan.
c. Tekanan yang Berhubungan dengan Pekerjaan (Work-related Pressure)
Tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan didorong oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
• Hanya memperoleh sedikit pengakuan atas kinerjanya
• Tidak merasa puas atas pekerjaannya
• Takut akan kehilangan pekerjaannya
21
• Tertarik ingin mendapatkan promosi
• Merasa gaji yang diberikan terlalu rendah
d. Adanya Tekanan yang lain (Other Pressure).
Tekanan lain dapat didorong oleh:
• Tekanan dari gaya hidup pasangan, bila seseorang sudah menikah tentunya
mereka akan berusaha untuk membahagiakan dengan memenuhi semua
keinginan pasangan hidupnya termasuk melakukan kecurangan.
• Krisis keuangan dapat menyebabkan seseorang untuk berbuat nekat untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
• Tekanan sosial, di mana seseorang memiliki keinginan kuat untuk sukses.
2. Kesempatan (opportunity)
Kesempatan adalah suatu kondisi yang memungkinkan seseorang
(pegawai/manajemen) untuk melakukan penyimpangan atau kecurangan (fraud).
Faktor utama dari adanya peluang berkaitan dengan pengendalian internal
perusahaan. Pengendalian internal perusahaan yang lemah atau bahkan sama sekali
tidak ada pengendalian internal di dalam perusahaan akan memunculkan adanya
peluang untuk melakukan kecurangan (fraud). Selain itu, pegawai perusahaan yang
memiliki posisi yang lebih tinggi dan sudah bekerja cukup lama untuk suatu
perusahaan akan memiliki akses yang lebih besar untuk melakukan kecurangan
(fraud) karena mereka sangat memahami kondisi riil perusahaan sehingga
mengetahui letak kelemahan pengendalian internal dan memiliki waktu yang cukup
untuk mempelajari bagaimana cara untuk melakukan kecurangan (fraud).
22
3. Rasionalisasi (rationalization)
Rasionalisasi adalah suatu pemikiran, nilai atau apapun yang yang dapat menjadi
pembenaran atas tindakan penyimpangan atau kecurangan yang dilakukan sebagai
suatu tindakan yang wajar atau dapat diterima, misalnya:
a. Tindak kecurangan dengan tujuan yang baik (white lie)
b. Kecurangan juga dilakukan oleh orang lain, baik dalam jajaran yang sama
maupun dilakukan oleh atasan
c. Hanya meminjam uang perusahaan dan akan segera dikembalikan
d. Perusahaan tidak akan mengalami kerugian jika pelaku mengambil sedikit aset
maupun uang dari perusahaan karena perusahaan mendapatkan keuntungan yang
lebih besar
e. Pelaku percaya bila mereka melakukan kecurangan, hidupnya akan menjadi
lebih baik
f. Tidak akan merugikan pihak lain
Selain tiga faktor pendorong terjadinya fraud yang dikenal dengan fraud
triangle, ada juga faktor yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan fraud
yang dikenal dengan Teori GONE dalam Fraud Auditing, yaitu:
G = Greed (keserakahan)
O = Opportunity (kesempatan)
N = Need (kebutuhan)
E = Exposure (Pengungkapan)
Keempat faktor ini dibedakan lagi menjadi dua, yaitu faktor individu dan
faktor generik.
23
a. Faktor Individu
Faktor individu adalah faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk
melakukan kecurangan (fraud) berasal dari masing-masing individu sendiri dan
bukan dari pihak-pihak lain ataupun faktor lingkungan sekitar. Faktor individu
sendiri dibagi lagi menjadi dua:
• Faktor Moral; faktor ini berkaitan dengan keserakahan (Greed) dan faktor-
faktor ini meliputi karakter, integritas dan kejujuran yang berhubungan
dengan keserakahan. Hal-hal yang perlu ada untuk meminimalkan terjadinya
fraud yang diakibatkan oleh faktor moral adalah:
→ Misi organisasi yang jelas dan dikomunikasikan kepada seluruh
karyawan/ manajer
→ Aturan perilaku dalam etika secara tertulis
→ Model manajemen yang bertindak sesuai misi dan aturan perilaku
organisasi
→ Praktek dalam penerimaan karyawan sehingga mencegah dan
mengurangi karyawan yang memiliki moral tidak baik
• Faktor Motivasi
Faktor motivasi adalah faktor yang berhubungan atau berkaitan dengan
kebutuhan setiap orang seperti kebutuhan finansial (Need). Seseorang yang
memiliki kebutuhan yang lebih akan lebih termotivasi atau terdorong untuk
melakukan fraud.
b. Faktor Generik
Faktor generik terdiri dari faktor kesempatan (opportunity) dan pengungkapan
(exposure). Faktor generik adalah faktor-faktor yang mendorong seseorang
24
untuk melakukan kecurangan (fraud) berasal kemungkinan-kemungkinan yang
berhubungan dengan perusahaan atau organisasi sebagai korban dari tindakan
fraud.
• Faktor kesempatan (opportunity) adalah faktor di mana seseorang melakukan
tindakan yang bersifat negatif/ menyimpang (fraud) yang dapat
dilakukannya karena status atau kedudukan yang dimilikinya. Pada
umumnya kesempatan untuk melakukan fraud selalu ada pada setiap
kedudukan.
• Faktor Pengungkapan (exposure)
Pengungkapan atas tindakan negatif atau kecurangan harus ditindaklanjuti
agar mencegah kemungkinan adanya tindakan kecurangan (fraud) terulang
kembali. Faktor pengungkapan berkaitan dengan kemungkinan apakah fraud
dapat diungkap atau tidak, sifat serta luasnya hukuman terhadap pelaku
fraud.
II.1.2.5. Jenis Fraud
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mendefinisikan Fraud
sebagai penyalahgunaan wewenang atau jabatan (Occupational Fraud). Occupational
Fraud diartikan sebagai suatu bentuk kecurangan di mana seseorang dengan sengaja
menggunakan wewenang atau jabatannya menyalahgunakan sumber daya atau aset yang
dimiliki perusahaan untuk memperoleh keuntungan pribadi. The Association of
Certified Fraud Examiners (ACFE) mengklasifikasikan Occupational Fraud menjadi 3
(tiga) jenis yang disebut dengan Fraud Tree, yaitu Fraudulent Statement, Asset
Misappropriations, dan Corruption.
25
Gambar 2.3.
Fraud Tree
(sumber : The Association of Certified Fraud Examiners 2010 Report to the Nations on
Occupational Fraud and Abuse)
26
II.1.2.5.1. Kecurangan Pelaporan Keuangan (Fraudulent Statement)
Fraudulent statement meliputi tindakan seperti:
• Manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan catatan akuntansi atau dokumen
pendukung yang menjadi sumber penyusunan laporan keuangan.
• Representasi yang salah atau penghapusan yang disengaja atas peristiwa,
transaksi maupun informasi signifikan lainnya yang ada dalam laporan
keuangan.
• Salah penerapan yang disengaja atas prinsip-prinsip akuntansi yang berkaitan
dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.
Tindakan fraudulent statement merupakan tindakan yang dilakukan oleh pejabat
atau manajemen perusahaan atau instansi pemerintah dengan cara-cara di atas untuk
menghasilkan laporan keuangan yang bagus (window dressing) untuk memperoleh
keuntungan.
II.1.2.5.2. Penyalahgunaan Asset (Asset Misappropriations)
Asset misappropriation adalah kecurangan yang dilakukan oleh pegawai
maupun manajemen perusahaan dengan cara menyalahgunakan, menggelapkan atau
mencuri aset perusahaan yang dapat menyebabkan laporan keuangan tidak disajikan
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Asset misappropriation
merupakan tindakan fraud yang paling mudah dideteksi karena aset perusahaan
berwujud (tangible) dan dapat dihitung. Penyalahgunaan aset dapat dilakukan dengan
cara mencuri kas, mencuri persediaan atau aset-aset perusahaan lainnya.
27
II.1.2.5.3. Korupsi (Corruption)
II.1.2.5.3.1. Pengertian Korupsi (Corruption)
Secara etimologi, korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruptio atau
corruptus, dalam bahasa Inggris dan Prancis corruption yang memiliki arti merusak
atau menghancurkan, dan dapat juga menunjukkan suatu keadaan atau perbuatan yang
busuk (Semma, 2008).
Korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 736) adalah tindakan
penyelewengan atau penggelapan uang negara yang dilakukan oleh perusahaan,
yayasan, dan organisasi lainnya demi keuntungan pribadi atau orang lain.
Sedangkan Alatas, S.H dalam Korupsi Musuh Bersama (2004) menyebutkan
“corruption is the abuse of trust in the interest of private gain”. Pengertian menurut
Alatas dapat diartikan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk
kepentingan atau keuntungan pribadi.
Dalam bukunya, Danil, E (2011: 7) menyimpulkan bahwa tindakan korupsi
merupakan tindakan yang melanggar norma-norma tugas, kesejahteraan, dan
kerahasiaan serta mengabaikan dampak dari tindakan tersebut karena menempatkan
kepentingan pribadi di atas kepentingan umum.
Independent Commission Against Corruption (ICAC) Hongkong mengatakan
bahwa suatu tindakan dikatakan sebagai tindakan korupsi jika seseorang atau individu
melakukan pelanggaran dengan menggunakan kekuasaannya untuk memperoleh
keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang lain.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa korupsi
adalah tindak kecurangan yang dilakukan lebih dari satu orang di mana mereka saling
bekerja sama untuk melakukan tindakan-tindakan yang melawan atau melanggar
28
norma-norma dan hukum yang berlaku, di mana hasil atau akibat dari tindakan tersebut
dapat merugikan pihak-pihak lain seperti negara dan/ atau masyarakat untuk
kepentingan dan keuntungan pribadi, kelompok atau pihak-pihak yang terlibat. Suradi
(2006) mengelompokan tindakan korupsi menjadi empat, yaitu:
1. Konflik kepentingan (conflict of interest). Konflik kepentingan terjadi ketika
seseorang melakukan tindakan dengan mengatasnamakan kepentingan pihak lain
sehingga memungkinkan orang tersebut tidak dipersalahkan.
2. Penyuapan (bribery) meliputi penawaran, permintaan, pemberian atau penerimaan
kepada seseorang untuk mempengaruhi orang yang menerimanya dalam
pengambilan atau pembuatan keputusan.
3. Penerimaan yang tidak sah/ legal (illegal gratuities) meliputi penerimaan sesuatu
yang berharga dan bernilai karena telah melakukan tindakan sesuai dengan
keinginan pihak yang memberi. Penerimaan yang tidak sah/ legal mirip dengan
penyuapan, hanya saja pemberian diberikan setelah tindakan yang diminta
dilakukan.
4. Pemerasan secara ekonomi (economic extortion) yaitu suatu tindakan di mana
seseorang melakukan pemerasan terhadap individu atau organisasi untuk
mendapatkan keuntungan pribadi. Biasanya tindakan pemerasan dilakukan jika
orang yang memeras pihak lain memiliki suatu informasi yang berharga dan bersifat
rahasia bagi orang lain.
II.1.2.5.3.2. Klasifikasi Korupsi
Alatas, S.H dalam Korupsi Musuh Bersama (2004) mengklasifikasikan korupsi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
29
1. Korupsi Transaksi, adalah suatu tindak korupsi yang dilakukan di mana dua belah
pihak melakukan kerja sama atau kesepakatan dalam bentuk suap dan kedua belah
pihak yang memberi dan menerima uang suap tersebut akan saling mendapatkan
keuntungan.
2. Korupsi Ekstortif, adalah suatu tindak korupsi yang dilakukan oleh pihak eksekutif
atau orang menduduki jabatan tinggi. Korupsi ekstortif merupakan korupsi yang
bersifat memaksa karena tindakan korupsi ekstortif tidak memberikan alternatif bagi
pihak yang diberi uang suap.
3. Korupsi Investif, adalah tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat
karena didorong adanya janji-janji dan harapan terhadap sesuatu yang akan
menghasilkan di masa mendatang.
4. Korupsi Nepolistik, yaitu tindakan korupsi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang
memiliki jabatan atau wewenang yang tinggi di mana mereka akan memberikan
perlakuan khusus bagi keluarga atau teman dekat mereka untuk memperoleh
kesempatan mendapatkan fasilitas atau mengutamakan kepentingan mereka.
5. Korupsi Otogenik, yaitu tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat pada
saat mereka memberikan dan menyebarluaskan informasi yang bersifat rahasia
kepada pihak luar dan memperoleh keuntungan dari tindakannya tersebut.
6. Korupsi Suportif merupakan korupsi yang dilakukan oleh beberapa orang (lebih dari
dua orang) dalam satu bagian, divisi atau departemen di mana mereka akan saling
melindungi dan menutupi tindak korupsi yang mereka lakukan.
30
II.1.2.6. Pelaku Fraud
Kecurangan (fraud) berdasarkan pelakunya diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok, yaitu manajemen, pegawai dan pihak di luar organisasi (ekstern).
1. Fraud yang dilakukan oleh manajemen (Management Fraud) adalah kecurangan
yang dilakukan oleh manajemen dengan sengaja memberikan informasi yang salah
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan terjadi di lingkungan pimpinan suatu
instansi. Management Fraud juga dikenal dengan White Collar Crime (kejahatan
kerah putih).
2. Fraud yang dilakukan oleh pegawai (Employee Fraud) merupakan tindak
kecurangan yang dilakukan oleh pegawai yang bekerja di dalam perusahaan atau
organisasi walaupun manajemen telah membuat usaha-usaha untuk mencegahnya
(preventive).
3. Fraud yang dilakukan oleh pihak-pihak di luar Organisasi (ekstern) merupakan
kecurangan (fraud) yang dilakukan oleh pemasok (vendor), pelanggan (customer) di
mana mereka akan membuat perusahaan menderita kerugian untuk membayar
sejumlah uang atas barang atau jasa yang tidak diterima atau membuat customer
menerima barang atau jasa yang seharusnya tidak mereka terima.
II.1.2.7. Badan Pemberantas Korupsi
Terdapat beberapa badan atau lembaga yang dibentuk untuk memberantas
tindakan korupsi baik di Luar Negeri maupun di Indonesia. Badan pemberantas korupsi
yang dibentuk, sebagai berikut:
1. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia
31
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah badan atau lembaga Negara yang
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya tidak dipengaruhi oleh siapapun dan
bersifat independen. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk pada tanggal
29 Desember 2003 berdasarkan Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK memiliki tugas untuk melakukan
koordinasi dan supervisi, melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan,
melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi dan melakukan
monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara untuk memberantas segala
bentuk tindak korupsi.
KPK berhasil mengungkap adanya tindakan korupsi dan menangkap pelaku
tindakan korupsi dengan peran serta dan kepedulian masyarakat untuk melaporkan
kasus korupsi yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Masyarakat dapat melaporkan
setiap tindakan korupsi yang diketahui melalui surat, telepon, faksimile, SMS
maupun datang langsung ke kantor KPK. Masyarakat juga dapat melaporkan dugaan
Tindak Pidana Korupsi (TPK) secara online melalui KPK WHISTLEBLOWER'S
SYSTEM (KWS).
2. Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) di Singapura
CPIB adalah lembaga anti korupsi yang bersifat independen karena terpisah dari
kepolisian dan bertanggung jawab untuk menyelidiki dan mencegah tindak korupsi
yang terjadi di Singapura. CPIB merupakan lembaga anti korupsi tertua di dunia.
Lembaga ini dibentuk oleh Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew pada tahun
1952. CPIB didirikan berdasarkan Prevention of Corruption Act (chapter 241).
CPIB dipimpin oleh seorang direktur yang bertanggung jawab langsung kepada
Perdana Menteri.
32
CPIB bertanggung jawab untuk menjaga integritas pelayanan publik dan mendorong
transaksi-transaksi yang bebas korupsi; menyelidiki malpraktek yang dilakukan oleh
pejabat dan melaporkannya kepada departemen pemerintah dan badan umum untuk
tindakan pendisiplinan. Selain itu, CPIB diberi kekuasaan untuk menyelidiki
pelanggaran lain menurut hukum tertulis selama penyelidikan korupsi. CPIB
memiliki kekuatan untuk menyelidiki tersangka, keluarga tersangka atau agen dan
untuk memeriksa catatan keuangan mereka; meminta kehadiran saksi; serta
menyelidiki pelanggaran-pelanggaran lainnya.
3. Independent Commission Againts Corruption (ICAC) di Hongkong
ICAC dibentuk oleh Gubernur Hongkong, Sir Murray MacLehose pada tanggal 15
Februari 1974 dan menjadi badan anti korupsi yang kuat. ICAC menggunakan
“ three-pronged strategy” yang terbukti efektif dalam memberantas korupsi, yaitu
investigasi, pencegahan korupsi, dan memberikan pendidikan mengenai korupsi di
Hongkong. ICAC di Hongkong dibentuk karena tindakan korupsi yang semakin
banyak terjadi di lingkungan birokrasi.
ICAC memiliki kekuasaan untuk melakukan pencarian, penyitaan, penangkapan,
penahanan serta izin untuk mengambil sampel non-intim dari seseorang untuk
analisis forensik. ICAC juga memperoleh kekuasaan untuk memperoleh nomor
rekening bank, memeriksa bisnis dan dokumen-dokumen pribadi sampai membuat
tersangka untuk memberikan rincian mengenai aset, pendapatan dan pengeluaran
mereka untuk mencegah adanya tindak pidana penyuapan. Selain itu juga terdapat
peraturan untuk menciptakan pemilihan umum yang adil, terbuka, jujur, dan bebas
dari tindak korup dan ilegal. ICAC di Hongkong dikatakan sebagai model universal
karena memiliki kerangka hukum yang kuat, memperoleh dukungan keuangan yang
33
cukup besar, memiliki tenaga ahli yang banyak serta konsistensi dukungan dari
pemerintah lebih dari 30 tahun.
4. Serious Fraud Office (SFO) di New Zealand
SFO dibentuk pada tahun 1990 berdasarkan Undang-Undang Penipuan Serius
(Serious Fraud Act). SFO bertanggungjawab untuk menyelidiki dan melakukan
penuntutan atas kasus-kasus yang dianggap serius atau kecurangan (fraud) yang
kompleks. SFO memiliki kuasa untuk memperoleh informasi atau dokumen yang
relevan terkait dengan penyelidikan serta memaksa setiap orang untuk menghadiri
wawancara dan menjawab seluruh pertanyaan dengan jujur. SFO memprioritaskan
kasus seperti: korban penipuan investasi, fraud yang melibatkan orang-orang yang
menduduki posisi penting (misalnya pengacara), masalah penyuapan dan korupsi
serta kasus-kasus lain yang dapat merusak reputasi Selandia Baru (New Zealand)
untuk pasar keuangan yang adil dan bebas korupsi. Dan hanya Direktur SFO yang
memiliki wewenang hukum untuk memulai penyelidikan.
SFO membagi pelaksanaan menjadi dua bagian, yaitu pendeteksian tindakan fraud
yang serius pada bagian I, dan penyelidikan untuk mengidentifikasi kasus yang
kemungkinan fraud pada bagian II. Setiap Unit terdiri dari pemeriksa keuangan
yang berpengalaman, akuntan forensik, dan pengacara penyelidik yang dipimpin
oleh seorang manajer umum. Dan setiap tim paling sedikit tiga orang dengan
keahlian seperti yang disebutkan di atas.
5. Independent Commission Againts Corruption (ICAC) di New South Wales
ICAC didirikan oleh Pemerintah New South Wales pada Maret 1989 berdasarkan
Undang-Undang Komisi Independen Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tahun
1988. ICAC di New South Wales memiliki tiga tugas utama, yaitu menyelidiki dan
34
mempublikasikan tindak pidana korupsi, melakukan pencegahan korupsi secara
aktif dan mendidik masyarakat luas tentang korupsi. Badan pemberantas korupsi di
Australia memiliki nama yang sama dengan badan pemberantas korupsi di
Hongkong. ICAC New South Wales tidak memiliki wewenang untuk menyelidiki
orang atau perusahaan swasta kecuali berhubungan dengan sektor publik. Selain itu,
ICAC New South Wales tidak memiliki wewenang di bidang penuntutan, Jaksa
Agung lah yang menentukan apakah dapat dilakukan penuntutan atau tidak kasus
yang diselidiki oleh ICAC.
II.1.2.8. Peraturan Anti-Korupsi di Indonesia
Selain dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas
korupsi, Indonesia juga sudah membuat hukum yang mengatur dengan jelas mengenai
tindak pidana korupsi. Terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang
mendukung tindakan untuk melawan korupsi di Indonesia, antara lain:
1. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.
31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang ini
menjelaskan secara detail mengenai tindak pidana korupsi serta sanksi pidana dan
sanksi administrasi atas tindak pidana apabila seseorang melakukan tindakan dengan
menggunakan wewenang atau jabatannya dan merugikan orang lain untuk
kepentingannya sendiri seperti yang sudah diatur di dalam yang telah dijelaskan
dalam Undang-Undang tersebut.
2. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Undang-Undang ini menjabarkan mengenai Komisi Pemberantasan
Korupsi, tugas, wewenang dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi serta
35
segala hal yang berhubungan dengan tindakan pemberantasan korupsi sampai
ketentuan pidana bagi anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar
ketentuan yang sudah diatur.
3. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Undang-Undang ini menjelaskan
mengenai pengertian tindak korupsi, kolusi dan nepotisme; hak dan kewajiban
Penyelenggara Negara; hubungan antar Penyelenggara Negara; peran serta
masyarakat untuk memberantas korupsi; sampai sanksi yang akan diberikan bila
Penyelenggara Negara melakukan pelanggaran.
4. Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.
15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-Undang ini
menjelaskan mengenai tindakan yang dapat dikatakan sebagai tindak pidana
pencucian uang, sanksi-sanksi yang akan dijatuhkan, pembentukan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mencegah dan memberantas
tindak pidana pencucian uang.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 Tentang Sistem Manajemen Sumber
Daya Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi. Peraturan ini menjelaskan mengenai
hal-hal seputar pegawai komisi, sistem manajemen sumber daya manusia, evaluasi
pelaksanaan, tugas dan masa kerja tim penasihat komisi, dan ketentuan peralihan.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran
Serta Masyarakat dan Pemberian Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Peraturan ini menjelaskan mengenai hak dan tanggung jawab
masyarakat untuk mencari, memperoleh, memberikan informasi, saran dan
pendapat; hak dan tanggung jawab masyarakat untuk memperoleh pelayanan dan
36
jawaban dari penegak hukum; hak dan tanggung jawab masyarakat untuk
memperoleh perlindungan hukum; pemberian penghargaan kepada masyarakat yang
ikut berperan aktif seperti pemberian piagam atau premi.
II.1.3. Penelitian Terdahulu
Sebelumnya sudah terdapat penelitian serupa, dan penelitian yang pernah
dilakukan tersebut dapat dijadikan pedoman bagi penulis.
II.1.3.1. Pengaruh Kepuasan Gaji dan Kultur Organisasi Terhadap Persepsi
Aparatur Pemerintah Daerah Tentang Tindak Korupsi (Firma Sulistyowati)
Penelitian yang dilakukan oleh Firma Sulistyowati ini bertujuan untuk
mengetahui apakah kepuasan gaji berpengaruh terhadap persepsi aparatur pemerintah
daerah tentang tindak korupsi, dan apakah kultur organisasi berpengaruh terhadap
persepsi aparatur pemerintah daerah tentang tindak korupsi. Objek penelitian yang
digunakan oleh penulis adalah aparatur pemerintah daerah di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), khususnya di delapan (8) instansi, yaitu Dinas Kimpraswil, Dinas
Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pertaian, Biro Umum Setda, Biro Tata
Pemerintahan Setda, Biro Kepegawaian dan Bawasda.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara acak dengan
membagi 160 kuesioner pada delapan (8) instansi di DIY. Pengujian validitas dalam
penelitian ini menggunakan korelasi bivariat pearson correlation, sedangkan pengujian
realibilitas dengan cronbach alpha. Hasil dari penelitian ini adalah hubungan antara
kepuasan gaji dengan persepsi tentang tindak pidana korupsi negatif, sehingga kepuasan
gaji secara parsial tidak berpengaruh terhadap persepsi tentang tindak pidana korupsi;
37
hubungan antara kultur organisasi dengan persepsi tentang tindak pidana korupsi positif,
sehingga kultur organisasi secara parsial berpengaruh terhadap persepsi tentang tindak
pidana korupsi; dan secara keseluruhan kepuasan gaji dan kultur organisasi berpengaruh
terhadap persepsi tentang tindak pidana korupsi.
II.1.3.2. Persepsi Mahasiswa Akuntansi Universitas Bina Nusantara Terhadap
Fraudulent Financial Statement (Yeni)
Penelitian yang dilakukan oleh Yeni (2011) ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana persepsi mahasiswa akuntansi Universitas Bina Nusantara terhadap
opportunity sebagai faktor pemicu terjadinya Fraudulent Financial Statement,
bagaimana persepsi mahasiswa akuntansi Universitas Bina Nusantara terhadap
pressures sebagai faktor pemicu terjadinya Fraudulent Financial Statement, dan
bagaimana persepsi mahasiswa akuntansi Universitas Bina Nusantara terhadap
rationalization sebagai faktor pemicu terjadinya Fraudulent Financial Statement. Objek
penelitian yang digunakan oleh penulis adalah mahasiswa akuntansi Universitas Bina
Nusantara angkatan 2007 dan 2008. Hal ini dikarenakan mahasiswa akuntansi semester
6 sudah mendapatkan mata kuliah Pemeriksaan Auditing, sedangkan mahasiswa
akuntansi semester 8 sudah mendapatkan mata kuliah Pemeriksaan Auditing I dan
Audit atas Kecurangan.
Peneliti menggunakan sampel sebanyak 99 orang untuk mahasiswa akuntansi
angkatan 2007 dan 130 orang untuk mahasiswa akuntansi angkatan 2008 dari jumlah
mahasiswa sebanyak 230 untuk mahasiswa akuntansi angkatan 2007 dan 300 untuk
mahasiswa akuntansi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Probability Sampling dengan pendekatan Simple Random Sampling yang berasal dari
38
data primer yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner untuk mahasiswa
semester 6 dan 8 serta modul sejarah Universitas Bina Nusantara dan modul jurusan
Akuntansi sebagai data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah 1) faktor opportunity,
pressures dan rationalization berpengaruh secara signifikan terhadap Fraudulent
Financial Statement 2) Mahasiswa akuntansi telah memiliki persepsi yang baik
mengenai Fraudulent Financial Statement khususnya pada faktor-faktor pemicu
kecurangan tersebut. 3) Faktor pressures merupakan faktor pemicu yang paling
dominan dan faktor pressures dapat berasal dari faktor eksternal dan internal pribadi
pelaku.
II.1.3.3. Opini Siswa SMA Terhadap Citra KPK (Icha Marina Elliza)
Icha Marina Elliza melakukan penelitian ini pada tahun 2009 di Universitas
Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui opini siswa Negeri 3
Medan terhadap citra KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), untuk mengetahui agenda
pemberantasan korupsi di Indonesia di kalangan pelajar, serta untuk mengetahui
kredibilitas KPK di kalangan pelajar SMA. Objek penelitian yang digunakan oleh
penulis adalah semua siswa-siswi SMA Negeri 3 Medan yang memilih konsentrasi Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), yaitu sebanyak 118 orang. Metode yang digunakan adalah
metode deskriptif yang menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian
berdasarkan fakta yang sebenarnya. Peneliti memperoleh data dengan mengamati,
membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya.
Cara perolehan yang digunakan adalah dengan menyebarkan kuesioner secara
langsung pada siswa-siswi SMA Negeri 3 Medan. Dan peneliti juga mendampingi
responden dalam proses pengisian kuesioner. Pertanyaan dalam kuesioner mengenai
39
opini mereka terhadap citra KPK, pendapat mereka mengenai kinerja, dan prestasi KPK
dalam memberantas korupsi di Indonesia serta kritik dan saran terhadap KPK. Hasil dari
penelitian ini adalah 1) Keberadaan KPK dirasa penting oleh siswa SMA Negeri 3
Medan. 2) KPK dianggap belum serius dalam menjalankan tugas walaupun KPK
dianggap memiliki kualitas dan kecakapan dalam memberantas korupsi. 3) KPK
dianggap telah memiliki strategi yang baik dan efektif dalam memberantas korupsi. 4)
siswa-siswi SMA Negeri 3 Medan setuju dengan strategi penyadapan telepon (ponsel)
dan menganggap strategi tersebut tidak tidak menggangu privasi seseorang. 5) KPK
diangap melakukan tebang pilih dalam memberantas korupsi. 6) Opini siswa SMA
Negeri 3 Medan terhadap citra KPK secara keseluruhan baik (positif). 7) siswa SMA
Negeri 3 Medan beranggapan KPK merupakan organisasi dengan kredibilitas yang baik.
II.1.3.4. Persepsi Mahasiswa Terhadap Fraud (Studi Empiris Pada Mahasiswa
Akuntansi Universitas Hasanuddin) (Musryadi)
Musryadi melakukan penelitian ini pada tahun 2010 di Universitas Hasanuddin,
Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa
Akuntansi Universitas Hasanuddin terhadap Fraud. Objek penelitian yang digunakan
oleh penulis adalah mahasiswa akuntansi Universitas Hasanuddin angkatan 2007 dan
2008 yang telah dan/ atau sedang mengikuti mata kuliah audit 1, audit 2 dan system
informasi akuntansi. Peneliti menggunakan sampel sebanyak 100 orang. Metode yang
digunakan peneliti adalah metode observasi untuk memahami persepsi mereka terhadap
fraud. Selain itu, peneliti juga menyebarkan kuesioner kepada responden dengan
pertanyaan tertutup dan terbuka.
40
Hasil dari penelitian ini adalah 1) mahasiswa akuntansi Universitas Hasanuddin
setuju bahwa fraud merupakan pelanggaran kepercayaan diri (fiduciary duty). 2)
Sebagian besar responden sepakat bila fraud membahayakan dua kebutuhan manusia
yang paling dasar, yaitu kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial. 3) Sebagian besar
responden sepakat bila fraud disebabkan karena penerapan hukum yang kurang
konsisten. 4) mahasiswa Universitas Hasanuddin sangat setuju kalau fraud terjadi
karena kebocoran atau kelalaian pada sisi akuntansi dan audit.
II.1.3.5. Firm Accounting Practices, Accounting Reform and Corruption in Asia
(Xun Wu)
Penelitian yang dilakukan oleh Xun Wu (2005) ini fokus pada sektor korporasi
yang merupakan sumber utama masalah korupsi di Asia, khususnya dampak dari
praktek perusahaan akuntan yang melakukan penyuapan. Xun Wu memeriksa beberapa
karakteristik penyuapan di perusahaan Asia dan menguji hubungan antara praktek
kantor akuntan dan tindak penyuapan, mengetahui pentingnya praktek akuntansi dalam
mengurangi tindak penyuapan, serta efektivitas akuntansi baru sebagai strategi anti
korupsi.
Populasi yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan akuntansi yang berada
di Asia. Penelitian ini menggunakan dua model ekonometrik, yaitu model probit dan
model regresi interval yang digunakan untuk menguji hipotesis mengenai hubungan
antara praktek kantor akuntan dengan penyuapan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktek akuntansi yang lebih baik
akan membantu untuk mengurangi timbulnya tindak penyuapan dan jumlah untuk biaya
penyuapan sehingga melumpuhkan praktek korupsi pada sumbernya.
41
Table 2.1.
Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti (Tahun)
Pertanyaan Riset Metode Penelitian Hasil Penelitian
Firma Sulistyowati (2007)
1. Apakah kepuasaan gaji berpengaruh terhadap persepsi aparatur pemerintah daerah tentang tindak korupsi
2. Apakah kultur organisasi berpengaruh terhadap persepsi aparatur pemerintah daerah tentang tindak korupsi
membagi 160 kuesioner pada delapan (8) instansi di DIY
1. hubungan antara kepuasan gaji dengan persepsi tentang tindak pidana korupsi negatif, sehingga kepuasan gaji secara parsial tidak berpengaruh terhadap persepsi tentang tindak pidana korupsi
2. hubungan antara kultur organisasi dengan persepsi tentang tindak pidana korupsi positif, sehingga kultur organisasi secara parsial berpengaruh terhadap persepsi tentang tindak pidana korupsi
3. secara keseluruhan kepuasan gaji dan kultur organisasi berpengaruh terhadap persepsi tentang tindak pidana korupsi.
Yeni (2011) 1. persepsi mahasiswa akuntansi Universitas Bina Nusantara terhadap opportunity sebagai faktor pemicu terjadinya Fraudulent Financial Statement
2. persepsi mahasiswa akuntansi Universitas Bina Nusantara terhadap pressures sebagai faktor pemicu terjadinya Fraudulent Financial Statement
3. persepsi mahasiswa akuntansi Universitas Bina Nusantara terhadap rationalization sebagai faktor pemicu terjadinya Fraudulent Financial Statement
metode Probability Sampling dengan pendekatan Simple Random Sampling menyebarkan kuesioner untuk mahasiswa semester 6 dan 8
1. faktor opportunity, pressures dan rationalization berpengaruh secara signifikan terhadap Fraudulent Financial Statement
2. Mahasiswa akuntansi telah memiliki persepsi yang baik mengenai Fraudulent Financial Statement khususnya pada faktor-faktor pemicu kecurangan tersebut.
3. Faktor pressures merupakan faktor pemicu yang paling dominan dan faktor pressures dapat berasal dari faktor eksternal dan internal pribadi pelaku.
Icha Marina Elliza (2009)
1. opini siswa Negeri 3 Medan terhadap citra KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
2. agenda pemberantasan korupsi di Indonesia di kalangan pelajar
3. kredibilitas KPK di kalangan pelajar SMA
menyebarkan kuesioner, mendampingi responden dalam proses pengisian kuesioner
1. Keberadaan KPK dirasa penting oleh siswa SMA Negeri 3 Medan
2. KPK dianggap belum serius dalam menjalankan tugas walaupun KPK dianggap memiliki kualitas dan kecakapan dalam memberantas korupsi
3. KPK dianggap telah memiliki strategi yang baik dan efektif dalam memberantas korupsi
4. Siswa-siswi SMA Negeri 3 Medan setuju dengan strategi penyadapan telepon (ponsel) dan menganggap strategi tersebut tidak tidak menggangu privasi seseorang
42
Nama Peneliti (Tahun)
Pertanyaan Riset Metode Penelitian Hasil Penelitian
5. KPK diangap melakukan tebang pilih dalam memberantas korupsi
6. Opini siswa SMA Negeri 3 Medan terhadap citra KPK secara keseluruhan baik (positif)
7. Siswa SMA Negeri 3 Medan beranggapan KPK merupakan organisasi dengan kredibilitas yang baik.
Musryadi (2010)
persepsi mahasiswa Akuntansi Universitas Hasanuddin terhadap Fraud
metode observasi, menyebarkan kuesioner dengan pertanyaan tertutup dan terbuka
1. mahasiswa akuntansi Universitas Hasanuddin setuju bahwa fraud merupakan pelanggaran kepercayaan diri (fiduciary duty)
2. Sebagian besar responden sepakat bila fraud membahayakan dua kebutuhan manusia yang paling dasar, yaitu kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sosial
3. Sebagian besar responden sepakat bila fraud disebabkan karena penerapan hukum yang kurang konsisten
4. Mahasiswa Universitas Hasanuddin sangat setuju kalau fraud terjadi karena kebocoran atau kelalaian pada sisi akuntansi dan audit
Xun Wu (2005)
Firm Accounting Practices, Accounting Reform and Corruption in Asia
model ekonometrik, yaitu model probit dan model regresi interval
praktek akuntansi yang lebih baik akan membantu untuk mengurangi timbulnya tindak penyuapan dan jumlah untuk biaya penyuapan sehingga melumpuhkan praktek korupsi pada sumbernya.
II.2. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan oleh penulis adalah metode survey.
Penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner
atau dengan melakukan wawancara dengan responden untuk memperoleh informasi
yang sejenis dari berbagai orang atau kelompok.
Dalam penelitian ini penulis akan menyebarkan kuesioner kepada setiap
angkatan mahasiswa jurusan akuntansi Universitas Bina Nusantara sebagai alat utama
dalam pengumpulan data. Kuesioner akan disebarkan secara langsung kepada
responden. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rating scale
dengan dengan skala penilaian 1 sampai 4 sehingga hasilnya lebih tepat dan jelas.
43
Metode yang akan digunakan dalam pengambilan sample adalah propotionate stratified
random sampling untuk menyajikan hasil yang lebih representatif.
II.3. Pengembangan Hipotesis
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
adanya perbedaan persepsi mahasiswa jurusan Akuntansi Universitas Bina Nusantara
Angkatan 2008, 2009 dan 2010 mengenai tindak korupsi. Oleh karena itu, maka penulis
dapat memunculkan hipotesis sebagai berikut.
Yeni (2011) menyebutkan bahwa tekanan (pressure) memicu terjadinya fraud,
khususnya fraudulent financial statement. Dan serakah (greed) merupakan salah satu
tekanan yang mendorong terjadinya fraud. Menurut Darwis (2010) dorongan
keserakahan merupakan salah satu faktor internal yang dapat menyebabkan seseorang
melakukan korupsi. Selain itu di dalam bukunya, Maheka (2006) mengatakan salah satu
faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi adalah kemiskinan dan keserakahan.
Masyarakat yang kurang mampu akan melakukan korupsi karena memiliki kesulitan
ekonomi, sedangkan bagi masyarakat yang hidupnya berkecukupan melakukan korupsi
karena serakah, tidak pernah puas dan menggunakan segala cara untuk mendapatkan
keuntungan. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti dan menguji mengenai faktor
serakah (greed) sebagai faktor yang memicu terjadinya korupsi.
Ha1 : Faktor Keseerakahan (Greed) memicu terjadinya tindakan korupsi.
Para pejabat banyak melakukan korupsi karena adanya kesempatan untuk
mengumpulkan harta kekayaan andaikata mereka sudah tidak menjabat lagi di
kemudian hari (Loqman, 2006). Penelitian sebelumnya telah melakukan penelitian
mengenai pengaruh kesempatan (opportunity) sebagai faktor yang memicu terjadinya
44
tindakan fraud, khususnya fraudulent financial statement (Yeni, 2011). Oleh karena itu
penulis ingin menguji apakah faktor kesempatan (opportunity) juga mempengaruhi atau
mendorong seseorang untuk melakukan korupsi. Oleh karena itu, peneliti menghasilkan
hipotesis sebagai berikut.
Ha2 : Faktor Kesempatan (Opportunity) memicu terjadinya tindakan korupsi.
Seperti yang disebutkan di atas bahwa tekanan (pressure) sendiri memiliki arti
yang luas, dan contoh serta faktor-faktor yang menimbulkan tekanan (pressure) itu
banyak. Dan salah satu yang menyebabkan tekanan (pressure) itu muncul adalah karena
adanya kebutuhan. Darwis (2010) juga menyebutkan bahwa salah satu faktor internal
yang dapat menyebabkan seseorang melakukan korupsi karena adanya dorongan
kebutuhan hidup yang mendesak. Oleh sebab itu, peneliti ingin meneliti lebih dalam
mengenai faktor kebutuhan (need) sebagai faktor yang memicu terjadinya korupsi.
Ha3 : Faktor Kebutuhan (Need) memicu terjadinya tindakan korupsi.
Pengungkapan (exposure) atas tindakan negatif secara langsung atau tidak
langsung akan mempengaruhi kemungkinan adanya tindakan kecurangan (fraud)
terulang kembali. Semakin besar kemungkinan fraud terungkap maka semakin kecil
kemungkinan untuk melakukan fraud. Luna, D. M (2006) mengatakan bahwa
pencegahan, transparasi dan penegakan merupakan salah satu faktor yang dapat
memberikan dampak positif untuk memberantas korupsi.
Selain itu Maheka (2006) mengatakan salah satu faktor yang menyebabkan
korupsi dikarenakan konsekuensi bila seseorang tertangkap karena melakukan korupsi
lebih rendah atau kecil daripada keuntungan dari tindakan korupsi. Semakin keras atau
berat hukuman yang akan diterima maka semakin kecil kemungkinan untuk melakukan
fraud. Hasil dari penelitian Rachami, J (2006) menunjukkan bahwa faktor yang
45
menyebabkan terjadinya korupsi di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara
dikarenakan tidak adanya transparansi, lemahnya lembaga peradilan dan aturan hukum
negara, akuntabilitas yang buruk, struktur sosial yang elitis serta tidak adanya corporate
governance. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka peneliti ingin menguji apakah
pengungkapan (exposure) merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya
korupsi.
Ha4 : Faktor Pengungkapan (Exposure) memicu terjadinya tindakan korupsi.
Selain untuk menjawab permasalahan penelitian di atas, penelitian ini juga
bertujuan untuk mengetahui apakah apakah terdapat perbedaan persepsi antara
mahasiswa jurusan Akuntansi dan non Akuntansi Universitas Bina Nusantara Angkatan
2008, 2009 dan 2010 menjadi mengenai tindak Korupsi, maka penulis dapat
memunculkan hipotesis sebagai berikut.
Ha5 : Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa jurusan akuntansi dan non
akuntansi Universitas Bina Nusantara Angkatan 2008, 2009 dan 2010
terhadap korupsi.