laju infeksi, prevalensi dan insiden penyakit …insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung...

66
LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT KARANG BLACK BAND DISEASE PADA KARANG KERAS (Scleractinia) DI PERAIRAN PULAU BARRANGLOMPO SKRIPSI Oleh : BASO HAMDANI JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014

Upload: others

Post on 04-Mar-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT KARANG BLACK BAND DISEASE PADA KARANG KERAS

(Scleractinia) DI PERAIRAN PULAU BARRANGLOMPO

SKRIPSI

Oleh : BASO HAMDANI

JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2014

Page 2: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

ii

ABSTRAK

BASO HAMDANI. L111 08 289. “Laju Infeksi, Prevalensi dan Insiden Penyakit

Black Band Disease pada Karang Keras (Scleractinia) di Perairan Pulau

Barranglompo”. Di bawah bimbingan ARNIATI MASSINAI selaku Pembimbing

Utama dan JAMALUDDIN JOMPA selaku Pembimbing Anggota.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui laju infeksi, prevalensi, insiden

penyakit karang Black Band Disease (BBD) pada karang keras di perairan Pulau

Barranglompo. Pengukuran laju infeksi penyakit karang BBD dilakukan dengan

cara manual menggunakan jangka sorong selama tiga minggu pengamatan.

Perhitungan prevalensi dilakukan dengan menghitung jumlah koloni karang yang

terinfeksi dari total koloni dalam transek. Insiden penyakit karang dilakukan

dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6

minggu pengamatan. Keterkaitan laju infeksi, insiden dan prevalensi BBD dengan

parameter lingkungan dianalisis menggunakan Principle Component Analysis

(PCA).

Penyakit BBD didapatkan menginfeksi karang Pachyseris sp dengan rata-

rata laju infeksi sebesar 0,07±0,02 cm/ hari. Prevalensi penyakit BBD yang diamati

selama penelitian adalah 0,92% - 19,73% dan insiden yaitu 0,2 - 0,65 koloni/hari.

Laju infeksi, prevalensi dan insiden penyakit BBD terkait dengan kandungan nitrat

dan pH yang relatif tinggi.

Kata Kunci: Laju Infeksi, Prevalensi, Insiden, Black Band Disease, Barranglompo

Page 3: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

iii

LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT KARANG BLACK BAND DISEASE PADA KARANG KERAS

(Scleractinia) DI PERAIRAN PULAU BARRANGLOMPO

Oleh : BASO HAMDANI

Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2014

Page 4: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Laju Infeksi, Prevalensi dan Insiden Penyakit Karang

Black Band Disease pada Karang Keras (Scleractinia) di

Perairan Pulau Barranglompo

Nama : Baso Hamdani

Nomor Pokok : L 111 08 289

Program Studi : Ilmu Kelautan

Skripsi telah diperiksa

dan disetujui oleh :

Pembimbing Utama Dr. Ir. Arniati Massinai, M.Si NIP. 196606614 199103 2 002

Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc.

NIP. 19670308 199003 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc.

NIP. 1967030 8 1990031 001

Ketua Jurusan Ilmu Kelautan

Dr. Mahatma Lanuru, ST, M.Sc NIP : 1970102 9 1995031 001

Tanggal Lulus : Juni 2014

Page 5: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Februari 1990 di

Mualla, Kabupaten Wajo. Anak terakhir dari sepuluh

bersaudara dari (Alm) Abd. Anis dan Sitti Hadyang. Penulis

menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 147 Raddae,

Kabupaten Wajo tahun 2000, pendidikan lanjutan di

SLTPN 1 Sajoanging, Kabupaten Wajo tahun 2005 dan

pendidikan sekolah menengah di SMAN 1 Penrang tahun 2008. Pada bulan

agustus tahun 2008 melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Nasional

(SNMPTN menempuh S1 di jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Hasanuddin,

Makassar.

Masa perkuliahan penulis aktif di organisasi kemahasiswaan yaitu Senat

Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin, pengurus Marine Science

Diving Club Universitas Hasanuddin periode 2009/2010, ketua umum di Korps

Pencinta Alam (KORPALA) Universitas Hasanuddin Makassar periode 2011/2012,

tim Ekspedisi Pelayaran Akademis II (EPA II) KORPALA di Darwin, Northern

Territory, Australia serta anggota organisasi kepenulisan Forum Lingkar Pena.

Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Widya Selam, Ekologi Laut dan

Koralogi.

Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir di Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan dalam mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) International dan sekaligus

melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Ehime Prefecture, Jepang Gelombang

82 pada Oktober – November 2012 Sebagai tugas akhir, penulis melakukan

penelitian dengan Judul Laju Infeksi Penyakit Black Band Disease Pada Karang

Keras (Scleractinia) Di Perairan Pulau Barranglompo.

Page 6: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, perkenankanlah penulis pada

kesempatan ini menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Para pembimbing penulis, Dr. Ir. Arniati Massinai, M.Si (Pembimbing Utama),

Prof. Dr. Jamaluddin Jompa M.Sc (Pembimbing Anggota), serta para

penguji, Prof. Dr. Ir. Abdul Haris, M.Si, Dr. Ir. Rohani A.R. M. Si, Drs.

Sulaiman Gosalam, M. Si yang telah banyak memberikan masukan,

bimbingan dan mengarahkan, serta memberi petunjuk-petunjuk yang sangat

bermanfaat bagi penyelesaian tugas akhir ini.

2. Prof. Dr. Jamaluddin Jompa M.Sc sebagai Dekan FIKP-UH dan Dr.

Mahatma Lanuru, ST, M.Sc sebagai Ketua Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UH

dan sekaligus sebagai penasehat akademik yang selalu memberikan

semangat dan saran-saran yang membangun bagi penulis.

3. Seluruh staf pengajar pada Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin,

yang telah membekali ilmu kepada penulis sejak awal terdaftarnya sebagai

mahasiswa hingga akhir penyelesaian studi ini.

4. Seluruh staf pegawai Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas

Hasanuddin yang telah membantu kelancaran dan kemudahan penulis, sejak

mengikuti perkuliahan, proses belajar sampai akhir penyelesaian studi ini.

5. Ucapan khusus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang

tua penulis tercinta, (Alm) Abdul Anis dan Ibunda tercinta Sitti Hadyang, yang

telah melahirkan, membesarkan dan mendidik penulis. Demikian pula kepada

kakak sulung penulis Indo Esse sebagai pengganti kepala keluarga selama

ayahanda meninggal yang telah mengorbankan waktu, materi dan kasih

sayang serta saudara(i)ku Binti, Ruhana, Eni, Ali Anis, Indo Illang, Futri Ani,

Page 7: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

vii

Azwar Ani, Besse Jumriani yang telah banyak membantu, dan memberi

semangat.

6. Kepada sahabatku Muhammad Arifuddin, Januar Triadi, Abdul Jalal, Fadli

Isra Saite, Rusmin N.G.K, Arsalam Maulana, Ken Ichiro Kosaka dan

Muhammad Usamah Amran, yang telah menyemangati dan selalu hadir

dalam suka duka penulis.

7. Kepada kakanda di organisasi kemahasiswaan yang menjadi teladan bagi

penulis kak Guswan, kak Lumay, kak Mula, kak Ahmad, kak Arul, kak Dodi,

Bang Hero dan Bang As’adi.

8. Kepada seluruh rekan mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin,

khususnya “MEZEIGHT” (Kla’08) kawan dan saudara seperjuangan, penulis

ucapkan terima kasih atas segala toleransi yang tinggi dan kerjasamanya

selama ini.

9. Untuk Musdalifah, Fahri Angriawan, Nur Tri Handayani, Syamsu Rizal, Waode

Asnini Rahayu, Sulham Syahid, Suci Andiewati, kak Awaluddin Noer yang

telah membantu pada saat penelitian berlangsung dan penyemangat semasa

perkuliahan.

10. Seluruh keluarga mahasiswa senat mahasiswa Ilmu Kelautan dan keluarga

besar Korps Pencinta Alam (KORPALA), penulis banyak belajar tentang rasa

persaudaraan, susah, senang, canda dan tawa di Koridor Ilmu Kelautan

bersama kalian.

11. Terakhir kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik moril maupun

materil yang tidak sempat disebutkan namanya.

Makassar, Agustus 2014

Penulis

Baso Hamdani

Page 8: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

viii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ........................................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv

RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ v

UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xi

I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3

C. Tujuan dan Manfaat ................................................................................. 3

D. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 4

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5

A. Bioekologi Karang Keras (Scleractinia) .................................................... 5

B. Penyakit Karang ..................................................................................... 12

a. Bakteri .............................................................................................................. 13

b. Virus ................................................................................................................. 14

c. Protozoa........................................................................................................... 14

d. Jamur (Fungi) .................................................................................................. 15

a. Perubahan Iklim .............................................................................................. 15

e. Penangkapan Ikan yang Berlebih ................................................................ 15

f. Polusi Air .......................................................................................................... 16

C. Penyakit Black Band Disease (BBD) ...................................................... 16

1. Karakteristik Black Band Disease: ............................................................... 17

2. Prevalensi dan Insiden Black Band Disease ............................................. 19

3. Keterkaitan Parameter Lingkungan dengan Infeksi BBD ......................... 19

5. METODE PENELITIAN .......................................................................... 21

A. Waktu dan Tempat ................................................................................. 21

Page 9: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

ix

Halaman

B. Alat dan Bahan ...................................................................................... 21

C. Prosedur Penelitian ................................................................................ 22

1. Penelitian Pendahuluan ................................................................................ 22

2. Pengambilan Data Lapangan ....................................................................... 22

3. Analisis Data ................................................................................................... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 29

A. Laju Infeksi Penyakit Black Band Disease (BBD) ........................................ 29

B. Prevalensi Penyakit BBD ................................................................................. 32

C. Insiden Penyakit BBD ....................................................................................... 36

V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 39

A. Simpulan ................................................................................................ 39

B. Saran ..................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40

LAMPIRAN……………………………………………………………………………. 46

Page 10: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah koloni karang yang terdapat dalam transek penelitian. ........................ 33

2. Prevalensi BBD pada Pachyseris sp. di Pulau Barranglompo. .......................... 34

Page 11: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

xi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Anatomi dan struktur rangka polip karang batu ...................................................... 6

2.Simbion karang zooxanthellae terdapat pada gastrodermis .................................. 7

3. Cara makan karang dengan menggunakan tentakel ............................................. 9

4. Struktur jaringan pada polip yang ditempati bakteri ............................................. 13

5. Black Band Disease pada Goniopora sp ............................................................... 18

6. Peta lokasi penelitian ................................................................................................ 21

7. Pengukuran laju infeksi secara manual (jangka sorong) penyakit BBD pada

karang Pachyseris di Pulau Barranglompo ........................................................... 24

8. Karang Pachyseris sp yang terinfeksi BBD di Pulau Barranglompo ................. 30

Page 12: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil pengukuran laju infeksi BBD pada karang Pachyseris sp . ....................... 47

2. Data parameter lingkungan yang diamati selama penelitian .............................. 47

3. Insiden penyakit karang baru di Pulau Barrang Lompo ...................................... 48

4. Analisis PCA untuk laju infeksi BBD terhadap parameter lingkungan pH,

kekeruhan, nitrat, fosfat dan BOT. .......................................................................... 48

5. Analisis PCA untuk prevalensi BBD terhadap parameter lingkungan pH,

kekeruhan, nitrat, fosfat dan BOT ........................................................................... 49

6. Analisis PCA untuk insiden BBD terhadap parameter lingkungan pH,

kekeruhan, nitrat, fosfat dan BOT. .......................................................................... 50

7. Data Parameter Lingkungan .................................................................................... 52

8. Dokumentasi kegiatan di lapangan ......................................................................... 53

9. Dokumentasi kegiatan di laboratorium ................................................................... 54

Page 13: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terumbu karang mempunyai nilai dan arti yang sangat penting dari segi

sosial budaya, ekologi, dan ekonomi, dimana hampir sepertiga penduduk

Indonesia yang tinggal di daerah pesisir menggantungkan hidupnya dari terumbu

karang (Suharsono, 2010). Terumbu karang terdapat di perairan yang relatif

dangkal (reef patch) menjadi lokasi penangkapan pada umumnya (Sinaga, 2010)

Terumbu karang memiliki fungsi ekologi yaitu sebagai perangkap nutrien,

baik yang berasal dari daratan maupun dari laut. Nutrien yang terperangkap

dimanfaatkan oleh organisme yang hidup di sekitar terumbu karang; sebagai

daerah asuhan dan daerah mencari makan larva organisme laut; sebagai tempat

tinggal spesies laut yaitu sekitar 25% (Burke et al., 2012); dan sebagai pencegah

abrasi dari hantaman ombak.

Fungsi ekonomi terumbu karang diantaranya adalah sebagai objek wisata

(Cesar, 2002) dengan total nilai ekonomi sebesar Rp 513,708,851,-/ tahun seperti

yang terjadi di Taman Wisata Perairan Kapoposang; terumbu karang sebagai

sumber penghasil ikan hias yang bernilai ekonomis (Mayunar, 1996); sebagai

sumberdaya bagi keanekaragaman ikan karang. Keanekaragaman tertinggi ikan

karang di dunia ditemukan di Indonesia dengan lebih dari 1.650 jenis untuk

wilayah Indonesia bagian timur; selain itu terumbu karang bisa dijadikan sebagai

bahan baku obat-obatan (Burke et al., 2012).

Terumbu karang telah banyak memberi manfaat bagi manusia. Namun di

sisi lain terumbu karang memiliki banyak ancaman seperti penangkapan ikan yang

tidak ramah lingkungan dan penyakit. Kedua ancaman tersebut mengakibatkan

penurunan tutupan karang. Berdasarkan hasil pemantauan Kepulauan

Spermonde mengalami penurunan tutupan karang sebesar 40% dari tahun 2008

Page 14: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

2

- 2010 akibat bom ikan, sianida, dan jaring (COREMAP, 2010), sedangkan Willis

et al, (2004) menyatakan kerusakan terumbu karang disebabkan oleh penyakit,

selanjutnya Harvell et al., (2004) menyatakan salah satu penyakit yang

mengakibatkan kerusakan terumbu karang adalah black band disease (BBD).

Penyakit black band disease pertama kali ditemukan di terumbu karang

Belize, Karibia dan Bermuda pada tahun 1970-an dan menginfeksi karang otak

Diploria stigosa (Birkeland, 1998). Kemudian Black Band Disease menginfeksi

karang di beberapa perairan yaitu di Great Barrier Reef (Dinsdale, 2000), dan di

Laut Merah, Mesir menginfeksi karang Acropora (Mohamed et al., 2010). Infeksi

BBD ini juga ditemukan di perairan Indonesia antara lain di Pulau di Karimun Jawa

menginfeksi Acropora sp (Sabdono dan Radjasa, 2004), di Kepulauan Seribu

menginfeksi Montipora spp (Johan, 2011) dan di Pulau Barranglompo Sulawesi

Selatan menginfeksi Pachyseris sp. dan Montipora sp. (Massinai, 2012).

Penelitian tentang prevalensi dan insiden penyakit BBD telah dilakukan di

beberapa perairan. Nagelkerken et al., (1997) melaporkan prevalensi BBD

sebesar 60% pada karang gorgonia di Bahamas, Karibia. Nugues (2002)

melaporkan terjadi peningkatan prevalensi penyakit karang dari 11% pada bulan

Februari menjadi 28% pada bulan Oktober di terumbu karang ST Lucia, UK. Di

Pulau Lizard, Great Barrier Reef, Australia ditemukan prevalensi BBD sebesar

2,8% (Dinsdale, 2000), 7,5% di terumbu karang Bantayan Filipina (Raymundo et

al., 2006), 25% di terumbu karang Dominika (Borger et al, 2006) dan Massinai

(2012) menemukan 0,46% di Pulau Suranti Sulawesi Selatan. Pada umumnya

karang yang terinfeksi penyakit mengalami kematian.

Kematian karang di berbagai tempat mengalami peningkatan. Dinsdale

(2000) melaporkan kematian karang akibat BBD dari 60% pada bulan Januari dan

naik pada bulan Februari menjadi 90% pada koloni karang di Pulau Lizard,

Australia pada tahun 1994. Selanjutnya Green and Bruckner (2000) melaporkan

Page 15: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

3

kematian karang akibat penyakit mengalami peningkatan 30% pada tahun 2002

menjadi 80% pada tahun 2005 di Desecheo, Puerto Rico.

Laju infeksi penyakit karang juga turut mengakibatkan kematian karang.

Rutzler et al, (1983) melaporkan kematian karang akibat BBD yaitu 3.1 mm per

hari di Belize, Karibia. Haapkyla et al. (2007) melaporkan laju infeksi sebesar 0.39

± 0.14 cm/hari di Taman Nasional Laut Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Informasi

tentang laju infeksi penyakit karang di Kepulauan Spermonde khususnya di Pulau

Barranglompo sangat terbatas. Penelitian Masinnai (2012) pada 12 pulau di

Kepulauan Spermonde tentang jenis penyakit yang menginfeksi karang. Untuk

laju infeksi BBD belum dilakukan.

Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang laju infeksi penyakit karang

Black Band Disease (BBD) pada karang keras (Scleractinia) di perairan Pulau

Barranglompo yang mampu memberikan informasi tentang hal tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana laju infeksi penyakit karang Black Band Disease (BBD) pada karang

keras di Pulau Barranglompo?

2. Bagaimana prevalensi dan insiden penyakit BBD terhadap karang keras di Pulau

Barranglompo?

C. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui laju infeksi penyakit karang Black Band Disease pada karang keras di

perairan pulau Barranglompo.

2. Mengetahui prevalensi dan insiden penyakit karang Black Band Disease di

perairan pulau Barranglompo.

Page 16: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

4

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

referensi untuk penelitian selanjutnya tentang penyakit karang dan diharapkan

mampu menjadi bahan informasi tentang penyakit karang di perairan pulau

Barranglompo.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini akan diidentifikasi penyakit Black Band Disease pada

karang keras di perairan pulau Barranglompo, mengukur laju infeksi dan

menghitung koloni karang keras yang terinfeksi penyakit. Pengukuran parameter

lingkungan yaitu bahan organik terlarut (BOT), pH, suhu, sedimentasi, nitrat, dan

fosfat.

Page 17: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioekologi Karang Keras (Scleractinia)

Karang keras (Scleractinia) termasuk dalam Filum Cnidaria, Kelas

Anthozoa, dan Ordo Scleractinia (Suharsono, 2010). Karang keras merupakan

pembentuk terumbu dibangun oleh skeleton yang terdiri dari kapur, hidup secara

soliter dan berkoloni (Burke et al., 2012). Koloni karang tersebut terdiri dari individu

karang yang disebut polip dan bentuknya seperti tabung (Levinton, 1982).

Berdasarkan kemampuan membentuk terumbu, karang dibagi dalam dua

jenis yaitu hermatipik dan ahermatipik. Karang hermatipik mampu membentuk

terumbu dan memiliki banyak zooxanthellae (alga bersel satu) dalam jaringannya.

Pembentukan struktur terumbu oleh karang hermatipik tergantung dari

kemampuan karang dalam menyerap ion kalsium dari air laut yang menjadi rangka

luar (Suharsono, 2010). Sedangkan karang ahermatipik tidak berasosisasi

dengan zooxanthellae dan tidak menghasilkan terumbu yang berkalsium misalnya

anemon, karang lunak, dan akar bahar (Dubinsky, 1990).

Karang membentuk terumbu dalam waktu yang panjang mulai dari proses

reproduksi, pelekatan pada substrat kemudian tumbuh besar menjadi karang

dewasa yang membentuk terumbu (Suharsono, 2008). Aspek biologi karang

mencakup anatomi, reproduksi, dan cara makan.

Karakteristik karang mendiami dasar laut, sehingga karang sensitif dengan

perubahan lingkungan sekitar secara fisik maupun secara biologis (Veron, 2000).

Ini disebabkan karena karang bersifat sesil sehingga tidak bisa menghindar dari

perubahan lingkungan. Parameter lingkungan berpotensi memicu timbulnya

penyakit karang seperti suhu, arus, kecerahan perairan, pH, salinitas, kelarutan

oksigen, unsur hara (fosfat dan nitrat) (Raymundo et al., 2008), dan sedimentasi

(Sutherland et al., 2004).

Page 18: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

6

1. Biologi Karang

a. Anatomi Karang

Menurut Veron (2000), individu karang yang disebut polip berbentuk seperti

tabung. Pembagian tubuh polip terdiri dari: a) mulut terletak di bagian tengah

karang. Mulut polip merupakan bagian dari oral-disc yang dikelilingi tentakel; b)

oral disc adalah bagian yang datar pada daerah sekitar mulut; c) mesentery adalah

jaringan tisu karang yang vertikal bersentuhan dengan oral disc pada bagian

dalam dinding column; d) peristome merupakan pinggiran dari bagian sisi mulut

karang; e) coenosarc adalah jaringan tisu pada koloni karang yang

menghubungkan antar polip; f) stomadaeum disebut juga kerongkongan/pharinx,

yang merupakan saluran pendek antara rongga perut atau coelenteron; g)

coelenteron merupakan kelanjutan dari kerongkongan digunakan sebagai tempat

terjadinya penyerapan nutrisi; h) tentakel digunakan untuk mengambil makanan

dan perlindungan diri (Gambar 1).

Gambar 1. Anatomi dan struktur rangka polip karang batu (sumber: Veron, 2000)

Page 19: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

7

b. Simbiosis

Zooxanthellae merupakan alga uniselluler dari kelompok dinoflagelata.

Organisme ini hidup pada beberapa invertebrata terutama pada karang (Tacket

and Tacket, 2002). Zooxanthellae memiliki interaksi dengan hewan karang yaitu

simbiosis mutualisme. Zooxantellae masuk di dalam polip dengan tiga cara yaitu

pada saat proses reproduksi (Oogenesis dan embriogenesis) dan pada fase larva

serta saat terbentuknya polip baru (Purnomo dkk, 2010).

Simbiosis zooxanthellae dengan karang memiliki keuntungan yaitu:

zooxanthellae memberi energi sebesar 98% pada karang dari hasil fotosintesis

berupa asam amino, gula dan oksigen yang digunakan untuk pertumbuhan dan

reproduksi karang (Suharsono, 2010), selanjutnya zooxanthellae berperan dalam

proses kalsifikasi karang; zooxanthellae selain mendapatkan tempat untuk

berlindung juga mendapatkan nutrien (nitrat dan fosfat) dan karbondioksida dari

hasil metabolisme karang (Veron, 2000). Bagan simbiosis antara zooxanthellae

dengan karang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2.Simbion karang zooxanthellae terdapat pada gastrodermis (Sumber: Kitamura, 2010)

Page 20: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

8

c. Reproduksi

Karang bereproduksi untuk mempertahankan hidup. Reproduksi karang

dapat dilakukan secara aseksual dan seksual (Veron, 2000). Reproduksi aseksual

dengan dengan pertunasan, fragmentasi, pelepasan polip dan partenogenesis.

Reproduksi aseksual dengan pertunasan dibagi dua yaitu intratentakuler dan

ekstratentrakuler. Intratentakular yakni satu polip membelah menjadi dua polip

baru. Ekstrantentakular yaitu polip tumbuh di antara polip lainnya. Reproduksi

dengan fragmentasi terjadi karena patahan karang sedangkan partenogenesis

terjadi karena adanya larva yang berkembang dari telur yang tidak melakukan

fertilisasi (Suharsono, 2010).

Reproduksi seksual terjadi peleburan sperma dan ovum. Reproduksi

seksual dilakukan secara spawning atau brooding. Reproduksi secara spawning

terjadi fertilisasi di luar induk (fertilisasi eksternal). Setelah fertilisasi eksternal,

terbentuk zigot, embriogenesis. Embrio yang bersifat planktonik menempel pada

substrat dan menjadi polip muda, kemudian terbentuk menjadi koloni dewasa dan

melakukan reproduksi (Richmond and Hunter, 1990).

Reproduksi seksual brooding apabila fertilisasi terjadi di dalam tubuh induk

(fertilisasi internal) pada bagian terjadi embriogenesis. Reproduksi seksual

brooding dibagi dua cara yaitu hermafrodit dan gonohorik. Tipe hermafrodit

mampu membuahi dirinya dalam polip yang sama. Jenis karang yang hermafrodit

biasanya memiliki sel telur dan sel kelamin dalam satu mesentery contohnya yang

terdapat pada Stylophora sp. dan Acropora sp, sedangkan gonohorik membuahi

polip lain contohnya Porites sp. (Richmond and Hunter, 1990).

d. Cara Makan

Karang termasuk hewan polytophic (makanan berasal dari beberapa

sumber) seperti plankton, bahan organik partikulat dan terlarut, bakteri, protista,

Page 21: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

9

dan hasil fotosintesis alga simbion yaitu zooxanthellae (Suharsono, 2010). Cara

karang mendapatkan makanan dapat dilakukan dengan aktif dan pasif.

Cara karang mendapatkan mangsanya secara aktif dengan menjulurkan

tentakel kemudian mangsa disengat dengan nematocyt (Veron, 2000), seperti

yang terlihat pada (Gambar 3).

2. Parameter Lingkungan

a. Kecerahan

Kecerahan erat kaitannya dengan intensitas cahaya matahari yang masuk

ke dalam perairan. Kurangnya intensitas cahaya masuk dalam perairan akan

mengganggu proses fotosintesis zooxanthellae, hal ini dapat mengurangi asupan

energi untuk karang dan dengan kurangnya asupan energi dari zooxanthellae

dapat mengakibatkan karang rentan dengan penyakit (Raymundo et al., 2008).

Tingkah laku bakteri juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya, bakteri Phormidium

corallyticum yang merupakan penyebab penyakit BBD cenderung ditemukan pada

intensitas cahaya yang rendah (Viehman dan Richardson, 2002).

b. Kedalaman

Pada umumnya terumbu karang ditemukan pada kedalaman 3- 50 meter,

namun di beberapa perairan masih ditemukan hingga kedalaman 70 meter

Gambar 3. Cara makan karang dengan menggunakan tentakel (Wijgerde et al., 2011)

Page 22: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

10

(Veron, 2000). Tutupan tertinggi ditemukan pada karang dengan kedalaman 20

meter untuk karang masif dan sub masif sedangkan untuk karang bercabang subur

pada kedalaman 10 meter (Miller, 1995). Kedalaman perairan berhubungan

dengan intensitas cahaya matahari, dengan bertambahnya kedalaman intensitas

cahaya yang masuk semakin rendah (Viehman dan Richardson, 2002).

c. Suhu

Karang hermatipik dikenal sebagai pembentuk utama terumbu karang.

Karang hermatipik mampu hidup di atas suhu 18ºC, namun di perairan Jepang

masih ditemukan karang yang bertahan hidup pada suhu 11ºC - 14 ºC. Di perairan

Jepang, suhu di bawah 11ºC hanya 75% karang yang mampu bertahan hidup

(Veron, 2000). Selanjutnya dikatakan suhu optimal pertumbuhan karang berkisar

25 ºC hingga 29 ºC untuk karang hermatipik.

Suhu selain mempengaruhi pertumbuhan karang juga dapat

mempengaruhi laju infeksi penyakit. Menurut Raymundo et al., (2006) bahwa

peningkatan laju infeksi seiring dengan peningkatan suhu. Suhu yang tinggi juga

mampu menyebabkan stress serta meningkatkan virulensi patogen. Boyett,

(2006) menyatakan bahwa kenaikan suhu mempengaruhi laju infeksi black band

disease di Great Barrier Reef. Dengan adanya fluktuasi suhu menyebabkan

patogen lebih ganas atau agresif (Harvel et al., 2004) sehingga karang mengalami

kematian (Raymundo et al.,2008). Menurut Ritchie (2006) bahwa pada musim

panas, suhu perairan akan naik dan karang cenderung mengeluarkan lendir lebih

banyak. Akibatnya, lendir tersebut akan menurunkan sistem imun karang

sehingga lebih rentan terhadap penyakit.

d. Salinitas

Salinitas berperan penting karena mempengaruhi pertumbuhan karang

dan salintas termasuk sebagai faktor pembatas bagi karang. Pertumbuhan

Page 23: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

11

optimal pada karang yang baik pada kisaran 34 ‰ sampai 36 ‰. Namun karang

rentan pada kisaran salinitas dibawah 27 ‰. Karang juga memiliki tingkat

pertahanan terhadap salinitas tinggi seperti dari jenis Acropora dan Porites yang

mampu bertahan hidup sampai pada salinitas 48 ‰. Karang sulit hidup di sekitar

muara sungai atau daerah dengan salinitas mendekati 0 ‰ atau pantai di daratan

utama (Thamrin, 2006).

e. Arus

Arus merupakan pergerakan air yang berperan penting bagi organisme laut

yang ada di dalamnya. Sirkulasi air atau arus air berperan pada penyediaan

oksigen dan makanan bagi zooxanthellae dan karang (Guntur, 2011). Di Negara

Jepang arus laut Kuroshio mempengaruhi penyebaran karang keras. Arus tersebut

berasal dari Negara Filipina (Veron, 2000). Karang memerlukan pergerakan air

atau arus untuk membersihkan permukaannya dari sedimen (Raymundo et al.,

2008). Dengan adanya gelombang atau arus karang akan mendapatkan air yang

segar dan bisa membersihkan diri dari endapan-endapan yang menutupi

permukaan koloni karang dan arus membawa makanan berupa plankton bagi

karang (Raymundo et al., 2010).

f. Sedimen

Padatan tersuspensi tinggi menyebabkan tingkat kekeruhan yang tinggi

sehingga cahaya yang masuk pada perairan akan terbatas. Zooxanthellae

tersebut akan sulit melakukan fotosintesis karena penetrasi cahaya yang kurang.

Akibatnya, pemenuhan kebutuhan makanan yang diberikan zooxanthellae

menjadi terbatas (Raymundo et al., 2008).

Perairan yang mengandung banyak sedimen bisa menimbulkan padatan

menjadi tersuspensi dalam perairan dan dapat mengendap pada karang kemudian

menutupi polip karang. Hal ini mampu memicu perkembangan bakteri dan akan

Page 24: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

12

berkumpul pada permukaan karang serta menjadi tempat bagi bakteri misalnya P.

corallyticum (Richardson, 1997).

g. Nutrien (Fosfat dan Nitrat)

Jumlah fosfat dan nitrat menyebabkan kondisi yang buruk bagi karang

sehingga bisa berakibat pada kematian karang. Nutrien yang berlebih juga

merupakan faktor penyebab meningkatnya penyakit karang (Boyet, 2006). Laju

infeksi Yellow Band Disease dan Aspergilosis berkorelasi positif dengan tingginya

unsur hara, fosfat dan nitrat (Raymundo et al., 2008). Fosfat dan nitrat yang

berlebih dalam perairan akan memicu pertumbuhan fitoplankton sehingga

menyebabkan eutrofikasi, apabila fitoplankton meningkat maka terjadi kompetisi

antara karang dan fitoplankton dalam proses fotosintesis. Hal ini dapat

menyebabkan kondisi karang menurun (Smith, 2006). Selain itu konsentrasi

kadar nitrat dan fosfat yang tinggi menyebabkan fotosintesis pada cyanobakteri

meningkat dan merupakan sumber nutrisi bagi cyanobacteri. Hal ini akan

meningkatkan aktivitas cyanobacteri. Aktivitas cyanobacteri yang tinggi terus

merusak karang dan menyebabkan penyakit. Keadaan tersebut meningkatkan

pula laju penyakit black band disease (Boyet, 2006).

B. Penyakit Karang

Penyakit merupakan gejala abnormal yang menyebabkan disfungsi secara

fisiologis pada kesehatan karang (Raymundo et al, 2008). Sedangkan Wobeser

(1981) menyatakan bahwa penyakit adalah setiap gangguan yang mengganggu

kinerja fungsi normal suatu organisme termasuk respon terhadap faktor

lingkungan seperti nutrisi, toxicant, dan iklim juga agen penular, cacat bawaan atau

kombinasi dari faktor-faktor tersebut untuk menentukan bahwa itu adalah penyakit.

Penyakit karang terjadi interaksi antara inang, patogen dan lingkungan.

Page 25: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

13

1. Agen Penyakit Karang

Agen penyakit karang disebut juga sebagai patogen. Agen penyakit pada

karang adalah bakteri, jamur, virus, dan protozoa. Patogen terdiri dari dua yaitu

patogen yang jarang menyebabkan penyakit karang pada karang yang memiliki

tingkat sistem imun yang kuat dan ada pula patogen yang masuk pada tubuh

karang pada saat sistem pertahanan tubuh inang menurun dan mengambil

kesempatan sehingga menimbulkan penyakit (Santavy, 2005).

a. Bakteri

Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme yang memiliki sifat

uniselluler, umumnya tidak memiliki klorofil, ada yang fotosintetik dan reproduksi

aseksual dengan cara pembelahan baik transversal maupun biner (Sartini, 2006).

Pada tubuh karang, bakteri berkembang pada beberapa tempat yaitu lapisan lendir

permukaan (termasuk rongga gastrodermal) (Winter et al., 2013), dan

gastrodermis serta skeleton kalsium karbonat (Rosenberg et al., 2007).

Lapisan lendir yang berbeda memungkinkan untuk dijangkit oleh bakteri

yang berbeda. Kelimpahan bakteri pada jaringan lendir diperkirakan 105 – 106

Gambar 4. Struktur jaringan pada polip yang ditempati bakteri (Frias-Lopez et al., 2006)

Page 26: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

14

bentuk unit koloni (cfu). Bakteri juga berkoloni pada jaringan karang dan jumlah

bakteri yang bisa dikultur serta total jumlahnya hampir sama dengan di jaringan

lendir. Bakteri berperan dalam hadirnya penyakit karang. Di Karibia, karang

Favidae merupakan salah satu genus karang yang terinfeksi penyakit karang

(Frias-Lopez et al., 2003) cyanobacteria juga ditemukan pada skeleton Oculina

patagonica yang menghasilkan senyawa organik (dihasilkan melalui fotosintesis)

ke jaringan karang (Le Campion-Alsumard et al., 1995). Pada BBD ada tiga

patogen paling utama yaitu Cyanobacteria, Beggiatoa sp., dan Desulfovibri

(Viehman and Tifanny, 2001).

b. Virus

Virus pada awalnya diduga sebagai penyebab beberapa penyakit yang

belum diketahui dan mampu menembus saringan bakteri (Schlegel, 1994). Virus

merupakan parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi jaringan sel (Djide

dan Sartini, 2006). Le Campion-Alsumard et al. (1995) menemukan virus pada

lendir karang. Bourne et al, (2008) menemukan virus pada karang Porites

compressa yang terinfeksi penyakit berupa tumor. Selanjutnya Harvel et al, (2004)

menyatakan bahwa tingkat virulensinya lebih cepat ketika karang mengalami

stress

c. Protozoa

Protozoa merupakan hewan-hewan yang berukuran mikroskopik dan

bersifat uniselluler (Djide dan Sartini, 2006). Bourne et al, (2008) menyatakan

bahwa penyakit brown band disease yang menginfeksi jenis karang Acropora

muricata disebabkan oleh sekelompok ciliata. Berdasarkan hasil identifikasi,

ciliata tersebut merupakan jenis Helico stomanonatum.

Page 27: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

15

d. Jamur (Fungi)

Jamur dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan tipe selnya yaitu fungi yang

bersifat uniselluler dan multiselluler. Jamur juga dapat hidup di laut (Djide dan

Sartini, 2006). Apabila kondisi jamur berlebih mampu membuat lingkungan tidak

seimbang. Selanjutnya lingkungan yang tidak seimbang bisa membuat karang

mengalami stress dan memungkinkan jamur sebagai pendukung timbulnya

penyakit (Le Campion-Alsumard et al., 1995). Keberadaan jamur ini bisa dilihat

pada luka atau yang terinfeksi (Raymundo et al., 2008). Seperti pada Porites lutea

dan Porites lobata infeksi jamur terjadi pada saat spora menempati bagian luka

atau berpori hingga masuk pada bagian skeleton (Priess et al., 2000).

2. Faktor Abiotik Penyebab Penyakit Karang

Faktor abiotik seperti perubahan iklim, penangkapan ikan yang berlebih, dan

polusi air. Tingginya masing-masing faktor abiotik juga mampu menyebabkan

timbulnya penyakit pada karang (Santavy, 2005).

a. Perubahan Iklim

Bumi sedang mengalami percepatan perubahan iklim yang didorong oleh

meningkatnya gas-gas rumah kaca. Selama abad terakhir, rata-rata suhu global

meningkat 0,6 ± 0,2°C dan diprediksi akan meningkat menjadi 1,5 - 4,5°C pada

abad ini. Perubahan iklim berpengaruh terhadap penyebaran penyakit misalnya

level penyakit karang meningkat pada musim panas, juga bleaching yang biasa

disebabkan oleh peningkatan temperatur hingga menyebabkan kematian pada

karang (Hughes et al., 2003).

e. Penangkapan Ikan yang Berlebih

Over fishing atau penangkapan ikan berlebih akan mengurangi jumlah ikan

pemakan alga sehingga meningkatkan jumlah alga yang terdapat pada terumbu

Page 28: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

16

karang. Pertumbuhan alga yang banyak dapat meningkatkan kematian karang

dengan cara meningkatkan aktivitas mikroba melalui senyawa terlarut.

Penangkapan ini secara tidak langsung juga menjadi tekanan atau stress bagi

karang hingga menyebabkan penyakit pada karang (Hughes et al., 2003).

f. Polusi Air

Peningkatan nutrien pada perairan pantai turut mencemari terumbu

(seperti fosfat, nitrat, amonia, dan karbon organik terlarut) telah menjadi penyebab

menurunnya kondisi karang. Polusi air akan memenuhi kolom air dan hal ini

mengurangi intensitas cahaya yang menyebabkan gangguan pada simbion karang

yaitu zooxanthelae. Polusi air juga menyebabkan kualitas air yang buruk dan

menjadi kondisi yang baik bagi bakteri penyebab penyakit (Rosenberg et al.,

2007).

C. Penyakit Black Band Disease (BBD)

Penyakit karang pertama ditemukan oleh Antonius pada tahun 1970-an,

yaitu black band disease yang menyerang karang keras. BBD yang merupakan

penyakit karang pertama yang dilaporkan menyerang terumbu karang di Belize

dan Bermuda, kemudian ditemukan di Carribean maupun di Indo-Pacific. Black

band disease juga telah dilaporkan menyerang Milleporida (karang api) dan

Gorgonacea (Birkeland, 1998).

Penyakit karang BBD tidak menyerang semua jenis karang. Umumnya

black band disease menyerang Family Faviidae seperti karang dengan bentuk

pertumbuhan massive (Diploria sp.) dan star corals (Montastrea sp.) (Borger,

2003). Black band disease disebabkan oleh mikroorganisme yang berukuran

kurang dari 1 mm yaitu Cyanobacterium dan Phormidium corallyticum. Bakteri ini

menyerang karang yang berakibat pada kematian karang. Setelah karang mati

akan ditumbuhi oleh alga filamen (Borger, 2003). Menurut Rützler et al. (1983)

Page 29: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

17

meningkatnya insiden penyakit karang black band disease akibat meningkatnya

suhu perairan dan juga polusi (Borger, 2003).

Ada beberapa penyakit yang ditemukan di Indo pasifik seperti di Great

Barrier Reef yang telah diamati oleh Willis et al. (2004) yaitu white syndrome,

skeletal eroding band, black band disease, brown band disease, growth anomalie,

pink spot, dan black necrosing syndrome, sedangkan pada Karibia dan Florida

Selatan, kematian karang akibat penyakit karang umumnya akibat black band

disease (Santavy, 2005).

Selanjutnya di Indonesia, penyakit black band disease ini ditemukan di

Taman Nasional Laut Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Haapkyla et al., 2007) dan

Massinai (2012) menemukan di Kepulauan Spermonde yaitu Pulau Barrang

Lompo dan Pulau Suranti. Penyakit black band disease ini ditandai dengan

adanya band berwarna hitam yang terdapat antara jaringan mati dan jaringan

sehat. Ukuran band bervariasi antara 2 mm – 30 mm (Willis et al., 2004;

Raymundo et al., 2008; Massinai, 2012).

1. Karakteristik Black Band Disease:

Black band disease ditandai dengan adanya bentuk sabuk pita warna hitam.

Pita ini membatasi antara jaringan hidup karang dan karang yang mati (Gambar

5). Warna band pada BBD yaitu hitam atau merah kehitaman, tergantung pada

kondisi vertikal populasi Cyanobacteria, sedangkan posisi vertikal berdasar pada

respon cahaya dari intensitas fotik dari filamen Cyanobacteria dan warna

tergantung dari ketebalan. Semakin tebal bandnya maka semakin gelap pula

warnanya. Warna hitam pada BBD dihasilkan dari pigmen fotosintesis

phycoerythrin pada cyanobacterial (Frias-Lopez et al., 2006).

Page 30: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

18

Gambar 5. Black Band Disease pada Goniopora sp (Page, 2009)

Karang mati tersebut merupakan hasil konsumsi bakteri. Bakteri yang

diduga adalah Cyanobacteria (Frias-Lopez et al., 2006). Untuk tingkat

perkembangannya relatif sedang yaitu 4-8 mm/ hari pada jenis karang staghorns;

1-4 mm/ hari pada jenis karang plates (Raymundo et al., 2008).

BBD disebabkan oleh infeksi beberapa bakteri yaitu Cyanobacteri,

pengoksidasi sulfida Beggiatoa sp dan bakteri pengurai sulfat Desulfovibrio serta

bakteri heterotropik dan fungi (Viehman and Richardson, 2002). Cyanobacteria

menghasilkan racun yaitu cyanotoxin. Racun yang dihasilkan Cyanobacteria jenis

Phormidium corallyticum pada BBD yaitu microcystin. Racun tersebut merupakan

salah satu racun yang paling beracun yang dihasilkan cyanobacteria. Racun

microcystin tersebut mengganggu pertumbuhan dan kelangsungan hidup simbiotik

karang yaitu Symbiodinium sp. (Frias-lopez et al., 2006). Selain Cyanobacteria

kematian karang juga disebabkan oleh bakteri pengurai sulfat Desulfovibrio.

Desulfovibrio mengaktifkan sulfat menjadi H2S pada kondisi anoksik (Birkeland,

1998).

Page 31: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

19

2. Prevalensi dan Insiden Black Band Disease

Prevalensi penyakit karang merupakan persentase koloni yang terserang

penyakit sedangkan insiden penyakit karang merupakan kemampuan penyakit

dalam menjangkit karang sehat baru yang bisa dihitung per satuan waktu.

Prevalensi dapat diketahui dengan menghitung jumlah koloni yang terinfeksi BBD

dan jumlah seluruh koloni dikali seratus (Raymundo et al., 2008). Prevalensi black

band disease fluktuatif dari 0% hingga 3.2% Di Great Barrier Reef, Australia

(Dinsdale, 2000). Menurut Raymundo et al., (2008), dan Dinsdale (2000) penyakit

karang terkait dengan musim. Penyakit karang meningkat dari musim dingin ke

musim panas. Prevalensi terus meningkat sekitar lima puluh kali lipat pada karang

jenis Acroporidae, dua puluh kali lipat pada karang jenis Favidae dan meningkat

setengah kali lipat pada Pocilloporidae selama musim panas.

3. Keterkaitan Parameter Lingkungan dengan Infeksi BBD

Sifat karang yang sesil membuat karang tidak bisa menghindar dari

perubahan lingkungan sekitar terutama pada karang yang memiliki bentuk

lembaran yang lebih mudah menampung bahan dari laut. Karang berada di dasar

laut, sehingga karang mudah sensitif dengan perubahan sekitar. Keadaan

tersebut menyebabkan karang rentan terhadap penyakit.

Ada beberapa kualitas air yang mampu menyebabkan penyakit karang

yaitu bahan organik terlarut (BOT), nitrat dan fosfat. Tingginya kadar BOT, nitrat

dan fosfat terutama akibat tingginya buangan limbah. Limbah dan penguraian

organisme masuk ke dalam perairan. Hal ini dapat menyebabkan eutrofikasi dan

meningkatkan pertumbuhan patogen. Kondisi ini menyebabkan karang rentan

terhadap penyakit karang (Kline et al., 2006)

Keterkaitan parameter lingkungan terhadap infeksi penyakit karang BBD

seperti kekeruhan dan sedimentasi yang saling berkaitan (Page, 2009). Massinai

Page 32: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

20

(2012) melaporkan keberadaan penyakit BBD di Pulau Barranglompo signifikan

dengan parameter lingkungan yaitu kekeruhan, sedimentasi dan bahan organik

terlarut. Kekeruhan yang tinggi dapat menghalangi intensitas cahaya matahari

yang masuk ke dalam perairan. Intensitas cahaya matahari yang rendah

menghambat proses fotosintesa zooxhantella. Sedimentasi yang tinggi dapat

menutupi polip karang sehingga proses respirasi karang terganggu. Kedua hal

tersebut dapat mengakibatkan karang menjadi stress sehingga rentan terhadap

infeksi penyakit. Bahan Organik Terlarut (BOT) merupakan nutrisi mikroorganisme

patogen. Semakin tinggi kandungan BOT berarti perkembangbiakan patogen

semakin besar sehingga kemampuan menginfeksi penyakit semakin besar.

Page 33: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

21

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei - Juli 2013 di Pulau Barranglompo

Kecamatan Ujung Tanah, Kepulauan Spermonde, Makassar. Lokasi pengamatan

pada titik koordinat 119º 19’ 97” LS, 5º 2’ 55” BT (Gambar 6). Parameter lingkungan

diantaranya pH dan suhu diukur secara langsung di lapangan sedangkan

parameter lingkungan yaitu nitrat, fosfat, sedimentasi dan Bahan Organik Terlarut

(BOT) dianalisis di laboratorium Oseanografi Kimia, Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, Universitas Hasanuddin.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Global

Positioning System (GPS) digunakan untuk menentukan titik koordinat

pengambilan sampel, Self Contained Underwater Breathing Apparatus (SCUBA),

Gambar 6. Peta lokasi penelitian

Page 34: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

22

dan alat selam dasar untuk pengambilan sampel karang serta membantu

dokumentasi bawah air. Kamera bawah air digunakan untuk dokumentasi bawah

air, jangka sorong untuk mengukur laju infeksi dan alat tulis menulis bawah air.

Untuk penandaan karang yang terjangkit di bawah air, digunakan pelampung kecil,

bor tangan, roll meter ukuran 30 meter untuk mengukur luasan transek, tasi untuk

transek permanen dan pipa paralon mempermudah perhitungan koloni karang.

Botol sampel untuk mengambil sampel air laut. Palu dan pahat untuk mengambil

sampel karang yang terjangkit. Kabel tise, label dan pelampung untuk menandai

penyakit. Makroskop untuk melihat jaringan karang yang terinfeksi Black Band

Disease. Bahan yang digunakan adalah kantong sampel, dan es untuk

mengawetkan sampel air laut.

C. Prosedur Penelitian

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui keberadaan penyakit

karang BBD di lokasi pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan

metode sampling bebas (free sampling) (English et al.,1994). Ciri BBD dapat

diketahui dengan pengambilan gambar secara visual dengan menggunakan

kamera bawah air kemudian dikonfirmasi sesuai petunjuk identifikasi penyakit

karang BBD (Raymundo et al., 2008), sedangkan identifikasi jenis karang

berdasarkan petunjuk (Suharsono, 2008).

2. Pengambilan Data Lapangan

a. Identifikasi karang yang terinfeksi penyakit Black Band Disease

Identifikasi karang yang terinfeksi BBD dilakukan dengan pemasangan

Transect Belt (Sabuk transek) berukuran 20 X 2 m2 (Raymundo et al., 2008).

Pemasangan sabuk transek dilakukan sebanyak 3 kali sebagai ulangan.

Pemasangan sabuk transek ini pada sisi pulau bagian utara barat laut yang

Page 35: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

23

terdapat penyakit BBD (berdasarkan hasil survei pendahuluan). Identifikasi

karang dilakukan berdasarkan petunjuk Veron (2000) dan Suharsono (2008)

sedangkan BBD berdasarkan Raymundo et al, (2008).

b. Prevalensi, Insiden dan Laju Infeksi Penyakit BBD

Prevalensi

Pengamatan prevalensi dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang

terinfeksi BBD dan jumlah seluruh koloni yang terdapat dalam sabuk transek

dengan 3 kali ulangan (Raymundo et al., 2008) secara purposif (komper) dengan

melihat terumbu yang terjangkit penyakit karang. Pengamatan dilakukan selama

6 minggu. Prevalensi dapat dihitung sebagai berikut (Raymundo et al., 2008) .

𝐏𝐫𝐞𝐯𝐚𝐥𝐞𝐧𝐬𝐢 =𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐨𝐥𝐨𝐧𝐢 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐢𝐧𝐟𝐞𝐤𝐬𝐢 𝐩𝐞𝐧𝐲𝐚𝐤𝐢𝐭

𝐣𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐭𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐤𝐨𝐥𝐨𝐧𝐢𝐱 𝟏𝟎𝟎%

Insiden

Pengamatan insiden penyakit dilakukan dengan menghitung jumlah infeksi

baru per satuan waktu yang berada dalam transek. Pengamatan dilakukan selama

6 minggu. Waktu pengamatan dilakukan setiap minggu dengan 3 kali ulangan.

Selanjutnya penghitungan insiden dapat dihitung sebagai berikut (Raymundo et

al., 2008)

𝐈𝐧𝐬𝐢𝐝𝐞𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐲𝐚𝐤𝐢𝐭 =𝐉𝐮𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐨𝐥𝐨𝐧𝐢 𝐢𝐧𝐟𝐞𝐤𝐬𝐢 𝐁𝐚𝐫𝐮

𝐒𝐚𝐭𝐮𝐚𝐧 𝐖𝐚𝐤𝐭𝐮

Laju Infeksi

Pengukuran laju infeksi BBD dilakukan dengan cara manual dengan jangka

sorong. Karang yang terinfeksi penyakit BBD dipilih dan bagian koloni yang sudah

mati ditandai dengan mengikatkan kabel tis, kemudian diukur laju infeksi koloni

Page 36: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

24

karang setiap minggu selama tiga minggu dengan jangka sorong (0,05 mm).

Selain itu ketebalan penyakit BBD juga diukur sebagai bantuan identifikasi ciri

BBD.

𝐋𝐚𝐣𝐮 𝐈𝐧𝐟𝐞𝐤𝐬𝐢 =𝐉𝐚𝐫𝐚𝐤 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐚𝐛𝐞𝐥 𝐭𝐢𝐬 𝐤𝐞 𝐠𝐚𝐫𝐢𝐬 𝐝𝐞𝐩𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐧𝐲𝐚𝐤𝐢𝐭 𝐁𝐁𝐃 𝐛𝐚𝐫𝐮 (𝐜𝐦)

𝐒𝐚𝐭𝐮𝐚𝐧 𝐖𝐚𝐤𝐭𝐮

Gambar 7. Pengukuran laju infeksi secara manual (jangka sorong) penyakit BBD pada karang Pachyseris di Pulau Barranglompo

c. Pengukuran Parameter Lingkungan secara In Situ

1) Kekeruhan dan pH

Pengukuran kekeruhan dan pH dilakukan dengan menggunakan Water

Quality Checker (Merk Toa DKK-Japan ; Type: WQC-22A) WQC dinyalakan

dengan memutar tombol On. Selanjutnya probe elektroda dihubungkan dengan

alat WQC ke dalam perairan. Mode/Select ditekan mengukur parameter

kekeruhan dan pH, hasil dari display kemudian ditulis sebagai hasil baca.

Selanjutnya menekan tombol off untuk mematikan WQC.

Page 37: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

25

2) Kedalaman

Pengukuran kedalaman perairan dilakukan dengan bantuan pressure

gauge pada alat selam SCUBA. Kedalaman dapat diketahui dengan penunjukan

angka pada pressure gauge.

d. Pengukuran Parameter Lingkungan di Laboratorium

Nitrat, fosfat, BOT, dan laju sedimentasi dianalisis dilaboratorium. Adapun

cara pengukuran parameter tersebut adalah sebagai berikut:

1. Nitrat dan Fosfat

Pengukuran nitrat (NO3) dan fosfat (PO4) dilakukan dengan cara

mengambil sampel air secara langsung di kolom air pada lokasi pengamatan

sebanyak tiga kali ulangan. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam botol kaca

dan diawetkan dalam kotak pendingin atau cool box yang telah diisi es kristal (es

batu). Sampel air selanjutnya dianalisis di laboratorium dengan menggunakan

metode Brucine (APHA,1976) untuk mengetahui kadar nitrat sesuai prosedur. Air

sampel disaring sebanyak 25-50 ml dengan kertas saring Whatman no.42,

kemudian diambil sebanyak 2,0 ml ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan

pipet. Ditambah 0,25 ml brucine, diaduk 2 hingga 4 menit. Selanjutnya 2 ml asal

sulfat pekat diaduk sampai dingin. Setelah dingin mengukur kadar NO3 pada

panjang gelombang 410 nm dalam satuan mg/l, kemudian dibuatkan larutan

blanko dari 5,0 ml aquades.

Untuk penentuan kadar fosfat menyaring sampel air 25-50 ml dengan

menggunakan kertas saring millipore 0,45 µm, setelah itu memasukkan sampel air

yang sudah disaring 2,0 ml ke dalam tabung reaksi dengan menggunakan pipet

kemudian ditambahkan 3,0 ml larutan pengoksida fosfat (campuran antara asam

sulfat 2,5 M, asam ascorbic dan ammonium mlybdate), diaduk juga ditambahkan

2,0 ml H3B03 1%, diaduk sampai satu jam.

Page 38: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

26

Setelah larutan tercampur, dilakukan pengukuran kadar fosfat dengan

menggunakan spektofotometer DREL 2800 pada panjang gelombang 660 nm

dalam satuan mg/l, dibuat lagi larutan blanko dari 2,0 ml aquades.

Prosedurnya adalah sakelar dinyalakan dengan menekan tombol On.

Kuvet yang berisi aquades dimasukkan ke dalam kamar sel setelah itu menekan

tombol Zero pada layar, kuvet yang berisi larutan blanko ke dalam kamar sel lalu

menekan tombol read pada layar, hasilnya akan tertera pada layar.

2. Bahan Organik Total (BOT)

Pengukuran Bahan Organik Total dilakukan dengan cara memasukkan

sampel air laut secara langsung di dalam kolom air pada lokasi pengamatan

sebanyak tiga kali ulangan. Sampel air atau cool box yang telah diisi es kristal (es

batu). Selanjutnya sample dibawah ke laboratorium dan sampel disimpan dalam

air ke dalam erlenmeyer sebanyak 50 ml, ditambahkan KMnO4 sebanyak 9,5 ml,

H2SO4 sebanyak 10 ml, kemudian dipanaskan sampai suhu 70 - 80 oC, diangkat,

selanjutnya suhu diturunkan menjadi 60 - 70 oC, kemudian ditambahkan natrium

oxalat 0,01 N, secara perlahan-lahan sampai tidak berwarna. Ml titran dicatat (x

ml). Hal yang sama dilakukan pada aquades, kemudian titran yang digunakan

dicatat (y ml). Untuk perhitungan bahan organik total dengan menggunakan

formula (Haryadi, 1992) sebagai berikut:

BOT = [{(10 + 𝐴)𝐵 − (0,1)𝑥 316}]

Dimana:

A = ml larutan baku kalium permanganat yang digunakan dalam titrasi

B = Kenormalan larutan baku kalium permanganat

0,1 = Larutan Na oxalat

10 = Volume larutan baku KmnO4

316= 1000

𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 31.6

Page 39: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

27

31.6 = Seperlima dari BM KmnO4 karena tiap mol KmnO4 melepaskan 5

oksigen dalam reaksi ini menggunakan formula Haryadi (1992).

3. Sedimentasi

Sampel sedimen diambil dengan memasang sedimen trap di dekat koloni

karang yang terinfeksi selama 3 minggu. Sample sedimen diambil sebanyak tiga

kali ulangan selama tiga minggu. Sampel yang diambil dimasukkan dalam cool

box yang telah diisi es kristal (es batu). Selanjutnya sampel dimasukkan di dalam

laboratorium. Pengukuran sedimentasi dengan menggunakan metode gravimetri

seperti yang telah dilakukan oleh Haryadi (1992). Laju sedimen dapat diketahui

dengan rumus sebagai berikut:

Laju sedimentasi = a-b/t

Dimana a= Berat kertas saring + sedimen basah

b= Berat kertas saring + sedimen kering

t = Waktu pengukuran sedimentasi (gram/hari)

3) Analisis Data

Data laju infeksi, prevalensi dan insiden penyakit BBD dianalisis dengan

menggunakan analisis deskriptif dengan bantuan tabel dan gambar. Keterkaitan

antara parameter lingkungan dengan laju infeksi, prevalensi dan insiden penyakit

karang dianalisis dengan menggunakan PCA (Principal Component Analysis)

dengan menggunakan excel 2003 (Kvennefors et al., 2010).

PCA (Principal Component Analysis) atau analisis komponen utama

merupakan metode statistik deskriptif untuk memudahkan dan

menginterpretasikan dalam bentuk grafik serta informasi maksimum yang terdapat

dalam suatu matriks data (stasiun pengamatan dan parameter fisika kimia air).

Page 40: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

28

Tujuannya adalah untuk mempelajari keterkaitan antara parameter lingkungan

dengan variabel yang diukur (Bengen, 2000).

Page 41: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Laju Infeksi Penyakit Black Band Disease (BBD)

Penyakit BBD yang ditemukan di Pulau Barranglompo menginfeksi karang

Pachyseris sp. Montipora sp. dan Turbinaria sp. Infeksi BBD ditandai dengan garis

berwarna hitam dengan ketebalan 0,52 cm hingga 2,03 cm . Garis hitam tersebut

terdapat diantara jaringan karang yang sudah mati dan jaringan karang yang sehat

(Gambar 8). Penyakit BBD ini juga telah dilaporkan oleh Haapkyla et al., (2007)

menginfeksi Pachyseris foliosa dan Montipora di Taman Laut Nasional Wakatobi,

Sulawesi Tenggara. Selanjutnya Massinai (2012) melaporkan bahwa di perairan

sebelah tenggara Pulau Barranglompo BBD menginfeksi karang Pachyseris sp.

dan Montipora sp.

Berdasarkan hasil perhitungan koloni pada tiga transek belt yang dipasang

terdapat 144 koloni/ 40 m2 dengan rata-rata jumlah koloni Pachyseris sp. adalah

73 koloni/ 40 m2 Besarnya jumlah koloni Pachyseris sp. yang terdapat pada

transek tersebut kemungkinan salah satu penyebab banyaknya Pachyseris sp

sedangkan Montipora sp. dan Turbinaria sp. masing-masing hanya satu koloni

Selain itu infeksi penyakit pada jenis karang tertentu kemungkinan

disebabkan oleh perbedaan bentuk pertumbuhannya sehingga beberapa jenis

karang kemungkinan memiliki potensi yang lebih besar terinfeksi penyakit

dibanding dengan jenis yang lainnya (Bruno et al., 2007. Menurut Haapkyla et al,

(2007) bentuk pertumbuhan Pachyseris sp. berbentuk foliose (lembaran) memiliki

septakosta saling berhubungan dan bergerigi (Gambar 8) sehingga endapan

sedimen yang mengandung bahan organik lebih mudah terperangkap. Sedimen

Page 42: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

30

mengandung bahan organik yang merupakan nutrisi bagi bakteri patogen seperti

Phormidium corallyticum (Richardson, 1997).

Gambar 8. Karang Pachyseris sp yang terinfeksi BBD di Pulau Barranglompo

Rata-rata laju infeksi BBD pada karang Pachyseris sp. yang diperoleh dari

pengukuran secara manual minggu pertama hingga minggu ketiga yaitu 0,07±0,03

cm/hari. Luasan koloni yang terinfeksi dapat dilihat pada (Gambar 9).

Gambar 9. Luasan koloni karang Pachyseris yang terinfeksi penyakit secara manual di sebelah utara perairan Pulau Barranglompo

Gambar tersebut menunjukkan koloni karang Pachyseris yang terinfeksi

penyakit BBD yang diukur secara manual. Selanjutnya, nilai rata-rata laju infeksi

BBD setiap hari dapat dilihat pada Gambar 10 dan Lampiran 1.

Page 43: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

31

Gambar 10. Histogram rata-rata laju infeksi BBD pada karang Pachyseris di sebelah utara perairan Pulau Barranglompo.

Tingginya laju infeksi pada minggu ketiga kemungkinan berkaitan dengan

parameter lingkungan fosfat. Menurut Richardson and Voss (2006) beberapa

parameter memicu terjadinya BBD adalah polusi, sedimentasi, tingginya

termperatur air dan nutrien termasuk nitrat dan fosfat. Berdasarkan hasil analisis

uji PCA, didapatkan pada minggu ke III dicirikan oleh nilai fosfat yang relatif tinggi

(Gambar 11 dan Lampiran 5)

Gambar 11. Biplot keterkaitan antara parameter lingkungan dengan laju Infeksi secara manual.

Fosfat adalah salah satu senyawa dalam mengukur parameter lingkungan

yang terdiri dari sebuah ion poliatomik atau radikal terdiri dari satu atom fosforus

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

I II III

Laju

infe

ksi B

BD

pad

a ka

ran

g P

ach

yser

is s

p. (

cm/h

ari)

Waktu

Page 44: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

32

dan empat oksigen (PO4 3-). Unsur fosfor di alam diserap oleh mahluk hidup,

senyawa fosfat pada jaringan mahluk hidup yang telah mati terurai, kemudian

terakumulasi dan terendapkan di lautan (Effendi, 2003). Fosfor di dalam air laut,

berada dalam bentuk senyawa organik dan anorganik. Senyawa anorganik fosfat

dalam air laut pada umumnya berada dalam bentuk ion (orto) asam fosfat

(H3PO4), dimana 10% sebagai ion fosfat dan 90% dalam bentuk HPO42-. Fosfat

merupakan unsur yang penting dalam pembentukan protein dan membantu proses

metabolisme sel suatu organisme. Ion fosfat dibutuhkan pada proses fotosintesis

dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP, ADP dan Nukleotid koenzim).

Konsentrasi fosfat di atas 0,3 µm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan

pada banyak spesies fitoplankton (McCharty, 1980)

Fosfat yang tinggi mengakibatkan terjadinya eutrofikasi sehingga terjadi

peledakan pertumbuhan alga termasuk zooxantella (Boyet., 2006); Jumlah

zooxantella dalam tubuh karang yang melimpah dan menempati ruang yang

banyak pada karang akan mendesak dan karang akan mengalami stres (Hoegh-

Guldberg, 1994). Bukan saja alga renik yang berkembang dengan pesat akibat

eutrofikasi, alga makro pun mengalami pertumbuhan yang pesat dan menutupi

permukaan perairan. Hal ini mengakibatkan perairan menjadi keruh dan

kekurangan oksigen terutama pada malam hari. Kekurangan oksigen dan

kekeruhan perairan dapat mengganggu pernapasan karang dan zooxantella.

Apabila hal ini terjadi maka karang akan mengalami stress. Hewan karang yang

mengalami stress rentan terinfeksi penyakit (Smith, 2006).

B. Prevalensi Penyakit BBD

Prevalensi penyakit diamati selama enam minggu di lokasi pengamatan

pulau Barranglompo dalam tiga transek. Jumlah totol koloni yang didapatkan pada

lokasi pengamatan yaitu 433 koloni karang keras.

Page 45: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

33

Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan 13 genera karang keras yaitu

Pachyseris sp. Montipora sp.,Turbinaria sp., Pavona sp., Favites sp., Porites sp.,

Platygyra sp., Ctenactics sp., Pectinia sp., Galaxea sp., Goniopora sp., Leptoria

sp., dan Fungia sp. Setiap transek memiliki jumlah koloni karang keras yang

berbeda. Jumlah koloni karang yang paling banyak pada transek pertama

kemudian disusul oleh transek kedua dan ketiga. Jumlah koloni karang masing-

masing jenis karang yang terdapat dalam transek penelitian disajikan pada Tabel

1.

Table 1. Jumlah koloni karang yang terdapat dalam transek penelitian

Karang Jumlah Koloni Rata-Rata Jumlah

Koloni 1 2 3

Pachyseris sp. 95 79 45 73

Fungia sp. 43 19 9 23.67

Porites sp. 34 11 6 17

Favites sp. 4 3 16 7.67

Montipora sp. 15 7 0 7.33

Ctenactics sp. 2 1 14 5.67

Platygyra sp. 7 5 0 4

Pectinia sp. 0 0 6 2

Galaxea sp 0 1 3 1.33

Goniopora sp 3 0 0 1

Turbinaria sp. 1 1 0 0.67

Pavona sp. 0 1 1 0.67

Leptoria sp 1 0 0 0.33

Tabel 1 memperlihatkan bahwa jumlah koloni terbesar didapatkan pada

karang Pachyseris dan disusul oleh Fungia sp dan Porites sp. Banyaknya jumlah

koloni Pachyseris sp yang terinfeksi penyakit BBD kemungkinan disebabkan oleh

jumlah koloninya lebih dominan dibanding dengan jenis karang yang lainnya

dengan jumlah koloni 219 total koloni Pachyseris sp dari 433 total koloni semua

jenis koloni karang pada kedalaman 10 – 12 meter.

Page 46: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

34

Menurut Haapkyla et al, (2007) bentuk pertumbuhan Pachyseris sp.

berbentuk lembaran memudahkan sedimen yang mengandung bahan organik

lebih mudah terperangkap. Selanjutnya menurut Veron (2000) bahwa bentuk

karang foliose termasuk karang Pachyseris atau serta massive umumnya berada

pada kedalaman 5 - 20 meter.

Hasil perhitungan koloni yang terinfeksi penyakit dalam sabuk transek

disajikan pada Tabel 2.

Table 2. Prevalensi BBD pada karang keras di Pulau Barranglompo

Tabel 2. menunjukkan bahwa prevalensi penyakit BBD yang menginfeksi

Pachyseris mengalami peningkatan dari awal penelitian sebesar 0,92% hingga

akhir penelitian menjadi 19,73% selama 6 minggu pengamatan. Prevalensi BBD

ini berbeda dengan yang didapatkan oleh beberapa penelitian sebelumnya seperti

Haapkyla et al., (2007) di Taman Laut Nasional Wakatobi bahwa prevalensi BBD

dari tahun 2005 hingga 2007 yaitu 0,02%. Begitu pula yang diamati Wheleer dan

Vargas-Angel and Wheeler (2008) di Hawaii dan Dinsdale (2000) di Great Barrier

Reef masing-masing yaitu 0.2% dan 2.8%.

Tingginya prevalensi penyakit pada akhir pengamatan kemungkinan

disebabkan oleh kadar nitrat, fosfat dan BOT yang relatif tinggi (Lampiran 7). Data

Pengamatan

Jumlah Koloni Karang yang Terinfeksi pada Transek Pengamatan

Rata –Rata Prevalensi

(%) 1 2 3

Awal Pengamatan

2 1 1 0.92

I 2 5 2 2.29

II 5 10 6 5.42

III 5 11 7 6.01

IV 7 12 12 8.26

V 15 19 22 12.31

VI 23 23 30 19.73

Page 47: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

35

nitrat yang didapatkan yaitu 0.407 mg/l hingga 1.019 mg/l, data fosfat yang

didapatkan yaitu 0,46 mg/l hingga 0,83 mg/l dan data BOT yang didapatkan yaitu

33.07 mg/l hingga 68.89 mg/l . Data ini melebihi standar baku yang ditetapkan

untuk nitrat yaitu 0,008 mg/l, untuk fosfat yaitu 0,35 mg/l dan untuk BOT yaitu 20

mg/l (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup,2004).

Hal tersebut juga didukung oleh kondisi pulau. Pulau Barranglompo

merupakan pulau yang memilki populasi penduduk yang paling tinggi di antara

pulau-pulau yang ada di Makassar. Tingginya kadar nitrat kemungkinan

disebabkan oleh buangan limbah dari Pulau Barrang Lompo. Hal ini seperti yang

dikatakan Massinai (2012).

Nitrat (NO3) adalah ion-ion anorganik yang merupakan bagian dari siklus

nitrogen terutama di perairan alami (Effendi, 2003). Menurut Hattory (1980) nitrat

pada dasarnya berasal dari penguraian mahluk hidup yang telah mati terurai,

konsentrasi amoniak dalam air laut dimanfaatkan oleh fitoplankton sehingga terjadi

amoniak yang menghasilkan nitrit dan nitrat oleh bakteri nitrifikasi. Nitrat

dibutuhkan oleh alga untu keperluan pertumbuhannya sehingga mampu tumbuh

optimal (Effendi, 2003).

Tingginya Bahan Organik Terlarut (BOT) di Pulau Barrang Lompo juga

diduga akibat kerusakan lingkungan perairan yang diakibatkan antropogenik yang

mengakibatkan banyak zat buangan dan organisme yang telah mati (Duursma,

1963). Limbah dan penguraian organisme tumbuhan yang berasal dari pulau

masuk ke dalam perairan. Kadar BOT yang tinggi dapat meningkatkan

pertumbuhan patogen dan merugikan kesehatan karang (Kline et al., 2006).

Bahan Organik Terlarut (BOT) mengandung amonia, nitrat dan fosfat serta mineral

lainnya yang dimanfaaftkan oleh mikroba sebagai bahan makanan (Effendi, 2003),

kemungkinan hal tersebut dapat memacu perkembangan penyakit pada karang.

Page 48: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

36

C. Insiden Penyakit BBD

Hasil pengamatan yang didapatkan dilapangan bahwa insiden penyakit

BBD mengalami fluktuasi di setiap minggunya. kisarannya 0,1 – 0,65 koloni per

hari (Gambar 15 dan Lampiran 4). Nilai yang didapatkan pada penelitian ini lebih

tinggi dibanding yang dilaporkan oleh Massinai (2012) yaitu sebesar 0,06 koloni

per hari pada bagian tenggara Pulau Barranglompo, demikian pula yang

didapatkan oleh Weil et al (2002) yaitu 0,125 koloni per hari yang diamati pada

beberapa tempat di Karibia. Tingginya insiden ini kemungkinan disebabkan oleh

kepadatan populasi karang Pachyseris, sehingga penyakit mudah menyebar ke

koloni yang lainnya. Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Bruno et al (2007) bahwa

dengan kepadatan karang yang tinggi berarti jarak antara karang yang terinfeksi

dengan karang sehat sangat dekat, hal ini berpotensi terjadi penularan penyakit

antara karang yang berdekatan. Selain itu kepadatan karang berhubungan dengan

organisme yang hidup didalamnya termasuk yang berperan sebagai vektor

penyakit.

Gambar 15. Histogram insiden penyakit Black Band Disease (BBD) di bagian utara Pulau Barranglompo.

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

I II III IV V VI

Ko

lon

i bar

u y

ang

teri

nfe

ksi (

Ko

lon

i/H

ari)

Waktu

Insiden

Page 49: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

37

Insiden penyakit BBD tertinggi pada minggu V yaitu 0,65 koloni/hari.

Histogram insiden penyakit Black Band Disease (BBD) di Pulau Barranglompo

dapat dilihat pada Gambar 15 dan Lampiran 4.

Tingginya insiden BBD pada minggu V belum diketahui secara pasti karena

dari hasil analisis PCA tidak memperlihatkan adanya kaitan dari salah satu

parameter lingkungan yang diiukur (Gambar 16 dan Lampiran 8).

Gambar 16. Biplot keterkaitan antara parameter lingkungan dengan Insiden BBD

Berdasarkan hasil PCA insiden BBD mulai dari minggu pertama hingga

minggu ke empat nilainya relatif sama yaitu sekitar 0,1 – 0,27 koloni per hari.

Sedangkan pada minggu kelima terjadi peningkatan menjadi 0,65 koloni/ hari dan

tidak dicirikan oleh parameter lingkungan yang diamati. Tingginya insiden pada

minggu kelima kemungkinan disebabkan oleh parameter lain yang tidak diukur

pada saat penelitian yaitu kadar sulfur. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan

penelitian Viehman and Richardson (2002) menemukan bakteri Beggiatoa dan

Desulvibrio yang merupakan bakteri pengoksidasi dan pereduksi sulfur. Selain

faktor abiotik insiden penyakit kemungkinan juga dipicu oleh faktor biotik, hewan-

hewan pemangsa karang selain melukai karang juga berperan sebagai vektor,

seperti ikan pemangsa karang (butterfly jenis Chaetodon capistratus) dapat

melukai karang sehingga mudah terinfeksi oleh patogen. Selain itu ikan pemangsa

Page 50: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

38

karang tersebut sebagai vektor penyakit, pada saat memangsa karang agen

penyakit yang terbawa dapat menginfeksi karang yang dimangsanya (Nugues,

2002). Menurut ICRI/UNEP-WCMC (2010) predator dapat sebagai fasilitas

transmisi patogen pada karang melalui mulut atau kotorannya, seperti penyakit

BBD berkembang dengan pesat dengan kehadiran Corallivorous fish.

Page 51: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

39

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

a. Laju infeksi BBD pada karang Pachyseris sp. di Pulau Barranglompo yaitu

0,07±0,02 cm/hari.

b. Prevalensi BBD pada karang keras di Pulau Barranglompo sebesar 0,92% -

19,73%

c. Insiden penyakit BBD pada karang keras di Pulau Barranglompo yaitu 0,2 –

0,65 koloni/hari

B. Saran

Penyakit karang BBD terus menyerang dengan laju infeksi yang tergolong

cepat, beberapa keterkaitan antara faktor biotik dan abiotik belum diketahui secara

pasti. Begitu pula dengan bakteri yang berkonsorsium dalam BBD masih perlu

diteliti lebih lanjut. Untuk itu perlu penelitian keterkaitan penyakit karang khususnya

BBD terhadap parameter lingkungan dan pengamatan bakteri pada BBD.

Page 52: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

40

Daftar Pustaka

American Public Health Association (APHA). 1976. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater. 4th Edition. American Public Health Asscociation, Washington DC.

Bengen, D.G. 2000. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisa Biofisik Sumberdaya Pesisir. Bogor: PKSPL IPB.

Birkeland, C. 1998. Life and Death of Coral Reefs. University of Guam, Amerika Serikat.

Bourne, D.B., Boyett, H.V., Henderson, M.E., Muirhead, A. and Willis, B.L. 2008.

Identification of a ciliate (Oligohymenophorea: Scuticociliatia) associated with brown band disease on corals of the great barrier reef. Applied and Environment Microbiology 74: 883-888

Borger, J. L. 2003. Three Scleractinian Coral Disease in Dominicia, West Indies:

Distribution, Infection Pattern and Contribution to coral Tissue Mortality. University of Miami, Amerika Serikat.

Borger, J. L., and Steiner S.C.C. 2006. The spatial and temporal dynamics of coral

diseases in dominica, west indies. Bulletin of Marine Science 77 (1): 137–15 Boyett, H.V. 2006. The Ecology and Microbiology of Black Band Disease and

Brown Band Sydrome on The Great Barrier Reef. [Thesis]. James Cook University, Townsville.

Bruno, J.F., Selig, E.R., Casey, K.S., Page, C., Willis, B.L., Harvell, C.D., Sweatam

H., and Melendy, A.M. 2007. Thermal stress and coral driver as drivers of coral disease outbreaks. Plos Biology, 5: 1220-1227

Burke, L., Reytar, K., Spalding, M., Perry, A. 2012. Menengok Kembali Terumbu

Karang yang Terancam di Segitiga Terumbu Karang. World Resources Institute.

Cesar, H. S. 2002. Coral Reefs: Their Functions, Threats and Economic Value.

Cordio Publisher, Kalmar University. Coral Reef Rehabilitation and Management Project. 2010. Laporan Akhir

Monitoring Kondisi Terumbu Karang Berbasis Masyarakat. Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang Tahap II ( Coremap Phase II Kab. Pangkep) Tahun Anggaran 2009 Bekerja Sama dengan CV Aquamarine, Makassar.

Dinsdale, E.A. 2000. Abundance of black band disease on coral from one location

on the great barrier reef: a comparison with abundance in the carribean region. In Proceeding 9th International Coral Reef Symposium, Bali Indonesia, 23-27 October 2000 (2): 1239 -1243

Page 53: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

41

Djide, N. dan Sartini. 2006. Mikrobiologi Farmasi Dasar. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Duursma, EK, Carrol J.1996. Enviromentat Compartemen; Equilibria and

Assessment Of Processes Berween Air, Water, Sediment, and Biota. Berlin Heidenberg, Germany: Spinger-Verlag.

Dubinsky, Z. 1990. Coral Reefs. New York: Elsevier Science Publishing Company Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas air. Managemen Sumberdaya Perairan. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

English, S., Wilkinson, C.R., and Baker, V.J. 1994. Survey Manual and Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science, Townsville.

Frias-Lopez, J., Klaus, J. S,. Fouke, B.W. 2006. Cytotoxic Activity of Black Band Disease (Bbd) Extracts Against the Symbiotic Dinoflagellate Symbiodinium Sp. In Proceedings of the 10th International Coral Reef Symposium, Okinawa. 3: 785-788.

Green, E. and Bruckner, A.W. 2000. The significance of coral disease

epizootiology for coral reef conservation. Biological Conservation 96: 347-361

Guntur. 2011. Ekologi Terumbu Karang pada Terumbu Buatan. Ghalia, Malang. Haapkylä, J., Seymour, A.S., Trebilko, J., Smith, D. 2007. Coral Diseases

Prevalence and Health in The Wakatobi Marine Park, South East Sulawesi, Indonesia. Marine Biology U.K. 87: 403-414

Harvel, D.,Smith, G., Azam, F,. Jordan, E,. Raymundo, L,. Weil, I.E,. and Willis, B.

2004. Coral Reef Targeted Research and Capacity Building Management. Queensland: The University of Queensland.

Haryadi.1992. Metode Analisa Kualitas Air. Institut Pertanian Bogor, Fakultas

Perikanan Bogor. Hattory., 1980. Water Quality Criteria for European Freshwater Fishwater

Temperature and Inland Fisheries. Fishwater Press. Pergamon Press. Hoegh-Guldberg, O. 1994. The population dynamics of symbiotic zooxanthellae in

the coral Pocillopora damicornis exposed to elevated ammonia. J. Pacific Science 48: 263-272.

Hughes, T.P., Baird, A.H., Bellwood, D.R., Card, M.S., Connolly, R., Folke, C.,

Grosberg, R, O., Jackson, J.B.C., Kleypas, J., Lough, J.M., Marshall, P., Nystrom, M., Palumbi, S.R., Pandolfi, J.M., Rosen, B., Roughgarden, J. 2003. Climate Change, Human, Impacts, and The Relience of Coral Reefs. Science 301: 929-933.

International Coral Reef Initiative (UNEP) and World Conservation Monitoring

Centre (WCMC). 2010. Disease in tropical coral reef ecosystems. ICRI key Messages on coral disease. UNEP-WCMC, 11 pp

Page 54: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

42

Johan, O. 2011. Epidemiologi Penyakit Karang Sabuk Hitam (Black Band Disease

di Kepulauan Seribu, Jakarta. Bogor: Institute Pertanian Bogor. Keputusan Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor

:02/MEN.KLH/I/1988. Penetapan Baku Mutu Lingkungan. Kantor Menteri Negara KLH, 1988. 57 hlm.

Kitamura, K. 2010. Sparkling coral reefs of Okinawa. Okinawa Sango, Japan.

Kline, D.I., Kuntz, N.M., Breitbart, M.N., Knowlton, and Rohwer, F. 2006. Role of elevated organic carbon levels and microbial activity in coral mortality. Marine Ecology Progress Series 314:119–125.

Kvennefors, E.C., Sampayo, E., Ridgway, T., Barnes, A.C., dan Hoegh-Guldberg,

O. 2010. Bacterial communities of two ubiquitous great barrier reef corals reveals both site- and species-specificity of common bacterial. Australia: University of Queensland.

Le Campion-Alsumard, T.S., Golubic and Priess K. 1995. Fungi on corals:

symbiosis or disease? interaction between polyps and fungi causes pearl-like skeleton biomineralization. Marine Ecology Progress Series 117:137-147

Levinton, J. S. 1982. Marine Ecology. Prentice Hall, Inc, New York. Massinai, A. 2012 . Kondisi dan Sebaran Penyakit Karang Batu (Stony Coral) di

Kepulauan Spermonde. [Disertasi] Fakultas Pascsarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. 186 Hal.

Mayunar. 1996. Jenis-jenis ikan karang ekonomis penting sebagai komoditi ekspor

dan prospek budidayanya. Oceana 21: 23 – 31 McCarthy, J.J. 1980. Nitrogen. In: J.C. Morris (ed). The Physiological Ecology of

Phytoplankton. Berkeley, C.A.: University of California Press. Miller, M.W. 1995. Growth of a temperate coral: effects of temperature, light, depth,

and heterotrophy. Marine Ecology Progress Series. 217-225. Mohammed, A, R,. Ali, A.M., Abdel-Salama, H.A. 2010. Status of Coral Reef Health

in the Northern Red Sea, Egypt. Mesir: National Institute of Oceanography and Fisheries Egypt

Nagelkerken, L., Buchan, K., Smith, G.W., Bonair, K., Bush, P,. Garzon-Ferreira,

J., Botero, L., Gayle. P., Harvel, C.D., Heberer, C., Kim, K., Petrovic, C., Pors, L., Yoshioka, P. 1997. Widespread disease in caribbean sea fans: 11. patterns of infection and tissue loss. Marine Ecology Progress 160: 255-263

Nugues, M, M. 2002. Impact of a Coral Disease Outbreak on Coral Communities

in St. Lucia: what and how much has been lost?. Marine Ecologi Progress. Ser. 229: 61-71

Page, C. 2009. Ecology and Biologi of Coral Disease on the Great Barrier Reef

[Thesis] James Cook University 206

Page 55: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

43

Priess, K., Campion-Alsumard, S., Golubic, S., Gadel, F., Thomassin, A. 2000. Fungi in corals: black band and density-banding of porites lutea and porites lobata skeleton. Marine Biology 136:19

Purnomo, W.P., Soedharma, D,. Zamani, N.V., dan Sanusi, H.S. 2010. Model

Kehidupan Zooxhantellae dan Penumbuhan Massalnya pada Media Binaan [Abstrak] (6): 46 - 54.

Raymundo, L.J., Maypa, A.P., Rosell, K. B,. Cadiz, P.L., Rojas, P.T.A. 2006. A

Survey of Coral Disease Prevalence in Marine Protected Areas and Fished Reefs of the Central Visayas, Philippines. University of Guam: Filipina.

Raymundo, L.J., Couch, C.S and Harvell, C.D 2008. Coral Disease Handbook:

Guidelines for Assesment, Monitoring and Management. The University of Queensland, Australia.

Raymundo, L.J. 2010. Coral disease: an emerging threat to the world’s remaining

reefs. Coral Reef Targeted Research & Capacity Building for Management Program, St Lucia

Richardson, L.L. 1997. Occurrence of the black band disease cyanobacterium on

healthy corals of the florida keys. Bulletin of Marine Science, 61(2): 485–490. Richardson, L.L and Voss, J.D. 2006. Nutrient enhances black band disease

progression in corals. Coral Reef 25: 569 - 576 Richmond, R.H., and Hunter C.L.H. 1990. Reproduction and recruitment of corals:

comparisons among the Caribbean, the Tropical Pacific, and the Red Sea. Marine Ecology Progress Series, 60: 185-203.

Ritchie, K.B. 2006. Regulation of microbial populations by coral surface mucus and

mucus-associated bacteria. Marine Ecology Progress Series 322: 1–14 Rosenberg, E., Koren, O., Reshel, L., Efrony, R., and Rosenberg, I.Z. 2007. The

Role of Microorganism in Coral Health, Disease and Evolution. Nature Publishing Group, Israel.

Rutzler, K., Santavy, D.L., Antonius, A. 1983. The Black Band Disease of Atlantic

Reef Corals: Distribution, Ecology and Development. Marine Ecology 4 : 329-358

Sabdono, A. dan Radjasa, O.K. 2004. Keanekaragaman Genetika Bakteri yang

Berasosiasi dengan Karang Penghasil Senyawa Antibakteri dalam Upaya Pengendalian Black Band Disease pada Ekosistem Terumbu Karang. Semarang: Pusat Studi Pesisir dan Laut Tropis [Laporan Hasil Penelitian]. Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro

Santavy, D.L. 2005. The Condition of Coral Reefs in South Florida (2000) Using

Coral Disease and Bleaching as Indicators. Florida, Amerika Serikat. Sartini. 2006. Mikrobiologi Farmasi Dasar. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Page 56: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

44

Schlegel, H.G. 1994. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sinaga, L.C. 2010. Keamanan di Selat Makassar sebagai ALKI II: Tantangan dan

Peluang. Jakarta: Lembaga ilmu Pengetahuan Indonesia. Smith, J.E. 2006. Indirect Effects of Algae on Coral: Algae-Mediated, Microbe

Induce Coral Mortality. Ecology Letters 9: 835-845 Suharsono, 2008. Jenis-Jenis Karang yang Umum di Jumpai di Indonesia. LIPI-

P3O Proyek Penilitian dan Pengembangan Daerah, Jakarta Suharsono. 2010. Buku Petunjuk Bagi Pengajar Pelatihan Metodologi Penilaian

Terumbu Karang. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sutherland, K.P., Porter, J.W., and Torres, Cecilia. 2004. Disease and immunity

in Caribbean and Indo-Pacific Zooxanthella corals. University of Georgia: Georgia

Tackett, D.N. and Tackett, L. 2002. Reef Life: Natural History and Behaviors of

Marine Fishes and Invertebrates. T.F.H. Publications, Inc. : 216 Thamrin. 2006. Karang, Biologi Reproduksi dan Ekologi. Minamandiri Pres, Riau. Vargas-Angel, B and Wheeler, B. 2008. Coral health and disease assessment in

the U.S pacific terriories and affiliated states. In Proceeding of 11th International Coral Reef Symposium. Fort Lauderde July 7 -11 2008 , Florida, 175 – 178.

Veron, J.E.N. 2000. Corals of the World. Volume 1 and 3. Australia: Australian

Institute of Marine Sciences and CRR Qld Pty Ltd. Viehman, T.S, and Richardson, L.L. 2002. Motility patterns of Beggiatoa and

Phormidium corallyticum in black band disease. In Prosiding 9th Int.Coral Reef Symp, Bali 2:1251–1255

Viehman, T.S,. and Tifanny, S. 2001. Characterization of Beggiatoa in Black

Band Disease of Scleractinian Corals. Florida International University

Weil, E.U., and Garzón-Ferreira, J. 2002. Geographic variability in the incidence of coral and octocoral diseases in the wider Caribbean. In Proceedings of the 9th International Coral Reef Symposium 2: 1231–1238.

Wheeler, B. and Vargas-Angel, B. 2008. Coral health and disease assessment in

the u.s. Pacific territories and affiliated states. In Proceedings of the 11th International Coral Reef Symposium. Department of Oceanography, University of Hawaii, Honolulu, HI

Wijgerde, T., Diantari, R., Lewaru, MW., Verreth, J., Osinga, R. 2011. .

Extracoelenteric zooplankton feeding is a key mechanism of nutrient acquisition for the scleractinian coral Galaxea fascicularis. Journal of Experimental Biology 214 (20): 3351-3357

Page 57: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

45

Willis, B.L., Page, C.A., Dinsdale, E, A. 2004. Coral Disease on the Great Barrier Reef In Rosenberg E, Loya Y (eds) Coral Disease and Health. 69-104. Australia: James Cook University.

Winter, E.K., Arotsker, L., Rasoulouniriana, D., Siboni, N., Loya,Y., Kushmaro, A.

2013. The Possible Role of Cyanobacterial Filaments in Coral Black Band Disease Patholog. New York: Springer Science.

Wobeser, G.A.1981. Diseases of Wild Waterflow. Plenum Press, New York

Page 58: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

46

.

LAMPIRAN

Page 59: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

47

No Sample

Laju Infeksi (cm/ minggu) Keterangan

Minggu I Minggu II Minggu IIII

12 0.67 Habis Habis BBD Habis

21 0.46 0.55 0.51

22 0.36 0.75 0.56

Rata-Rata

0.41 0.65 0.54

24 0.5 Habis Habis Karang Habis

dan BBD Habis

Laju Infeksi 21 0.065714 0.061111 0.102

22 0.005143 0.08333 0.112

Mean 0.035429 0.072221 0.107

SE 0.030286 0.011109 0.005

Lampiran 2. Data parameter lingkungan pada bagian utara Pulau Barranglompo yang diamati selama penelitian

Minggu Waktu pengamatan

Parameter lingkungan

Ulangan pH Kekeruhan (NTU)

Nitrat (mg/L)

Fosfat (mg/L)

BOT (mg/L)

0

30 Mei 2013

1 7.09 0.84 0.407 0.280 56.00

2 7.11 3.73 1.019 0.230 31.00

3 7.16 1.76 0.439 0.170 39.00

I

6 Juni 2013

1 7.14 0.91 0.578 0.557 55.62

2 7.16 1.72 0.913 0.691 72.08

3 7.19 2.47 0.587 0.576 73.94

II

15 Juni 2013

1 7.05 0.70 0.491 0.499 58.14

2 7.08 2.89 0.507 0.864 78.37

3 7.11 1.51 0.467 0.691 70.15

III

20 Juni 2013

1 7.07 1.19 0.502 0.768 48.66

2 7.09 0.92 0.771 0.902 37.29

3 7.13 0.87 0.710 0.806 13.27

Lampiran 1. Hasil pengukuran laju infeksi penyakit BBD pada karang Pachyseris sp di Pulau Barranglompo.

Page 60: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

48

IV

27 Juni 2013

1 7.15 0.80 0.549 0.442 45.50

2 7.17 1.20 0.542 0.595 61.94

3 7.12 1.27 0.474 0.557 65.10

V

4 Juli 2013

1 7.16 0.97 0.558 0.595 46.77

2 7.13 1.25 0.592 0.480 49.30

3 7.01 1.21 0.461 0.634 48.66

VI

11 Juli 2013

1 7.11 1.19 0.547 0.461 51.19

2 7.18 1.17 0.534 0.365 48.03

3 7.15 1.45 0.447 0.557 58.78

Lampiran 4. Analisis PCA untuk laju infeksi BBD terhadap parameter lingkungan pH, kekeruhan, nitrat, fosfat dan BOT.

Minggu Laju

infeksi pH Kekeruhan (NTU)

Nitrat (mg/L)

Fosfat (mg/L)

BOT (mg/L)

I 0.035429 7.16 1.7 0.69 0.61 67.21

II 0.072221 7.08 1.7 0.49 0.68 68.89

III 0.107 7.1 0.99 0.66 0.83 33.07

V matrix of the U LAMBDA V' decomposition pH -0.22885 -0.67064

Kekeruhan (NTU) -0.55885 0.099977

Nitrat (mg/L) 0.138136 -0.71139

Fosfat (mg/L) 0.554998 0.131341

BOT (mg/L) -0.55517 0.130097

Lampiran 3. Insiden penyakit karang baru di Pulau Barrang Lompo

Ulangan I II III IV V VI

1 0 0.333333 0 0.285714 1.142857 1.142857

2 0.571429 0.555556 0.2 0.142857 1 0.571429

3 0.142857 0.444444 0.2 0.714286 1.428571 1.142857

Mean 0.238095 0.444444 0.133333 0.380952 1.190476 0.952381

SE 0.171693 0.06415 0.066667 0.171693 0.125988 0.190476

Page 61: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

49

U matrix of the U LAMBDA V' decomposition 0.035429 -0.50079 -0.64488

0.072221 -0.30809 0.756139

0.107 0.808881 -0.11125

Singular and eigenvalues for the SVD (U LAMBDA V')

Singular values

Eigen values Cumulative % of Eigenvalues

1.772707 3.142489 0.628498

1.362905 1.857511 1

Sum of eigenvalues 5

Lampiran 5. Analisis PCA untuk prevalensi BBD terhadap parameter lingkungan

pH, kekeruhan, nitrat, fosfat dan BOT

Minggu

Prevalensi pH Kekeruhan (NTU)

Nitrat (mg/L)

Fosfat (mg/L)

BOT (mg/L)

I 2.293953 7.16 1.7 0.69 0.61 67.21 II 5.417175 7.08 1.7 0.49 0.68 68.89 III 6.010925 7.1 0.99 0.66 0.83 33.07 IV 8.263221 7.15 1.09 0.52 0.53 57.51 V 12.30564 7.1 1.14 0.54 0.57 48.24 VI 19.72942 7.15 1.27 0.51 0.46 52.67

V matrix of the U LAMBDA V' decomposition pH 0.327326 -0.37544

Kekeruhan (NTU) 0.460188 0.598157

pH

Kekeruhan (NTU)

Nitrat (mg/L)

Fosfat (mg/L)BOT (mg/L)

0.035429

0.072221

0.107

-1

-0.8

-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

-1 -0.5 0 0.5 1 1.5

Page 62: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

50

Nitrat (mg/L) -0.2558 0.316652

Fosfat (mg/L) -0.49727 0.542394

BOT (mg/L) 0.606941 0.326789

U matrix of the U LAMBDA V' decomposition

2.293953 0.344322 0.407662

5.417175 0.23568 0.585967

6.010925 -0.84155 0.13349

8.263221 0.157734 -0.44588

12.30564 -0.15717 -0.19608

19.72942 0.260979 -0.48516

Singular and eigenvalues for the SVD (U LAMBDA V')

Singular values

Eigen values Cumulative % of Eigenvalues

1.48807 2.214352 0.44287

1.18937 1.414601 0.725791

Sum of eigenvalues 5

Lampiran 6. Analisis PCA untuk insiden BBD terhadap parameter lingkungan pH, kekeruhan, nitrat, fosfat dan BOT.

Minggu

Insiden pH Kekeruhan (NTU)

Nitrat (mg/L)

Fosfat (mg/L)

BOT (mg/L)

I 0.204894 7.16 1.7 0.69 0.61 67.21

II 0.254297 7.08 1.7 0.49 0.68 68.89

pH

Kekeruhan (NTU)

Nitrat (mg/L)

Fosfat (mg/L)

BOT (mg/L)

2.293953

5.417175

6.010925

8.263221

12.30564

19.72942-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1

Page 63: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

51

III 0.1 7.1 0.99 0.66 0.83 33.07

IV 0.276323 7.15 1.09 0.52 0.53 57.51

V 0.658232 7.1 1.14 0.54 0.57 48.24

VI 0.571429 7.15 1.27 0.51 0.46 52.67

V matrix of the U LAMBDA V' decomposition pH 0.327326 -0.37544

Kekeruhan (NTU) 0.460188 0.598157

Nitrat (mg/L) -0.2558 0.316652

Fosfat (mg/L) -0.49727 0.542394

BOT (mg/L) 0.606941 0.326789

U matrix of the U LAMBDA V' decomposition 0.204894 0.344322 0.407662

0.254297 0.23568 0.585967

0.1 -0.84155 0.13349

0.276323 0.157734 -0.44588

0.658232 -0.15717 -0.19608

0.571429 0.260979 -0.48516

Singular and eigenvalues for the SVD (U LAMBDA V')

Singular values

Eigen values Cumulative % of Eigenvalues

1.48807 2.214352 0.44287

1.18937 1.414601 0.725791

Sum of eigenvalues 5

pH

Kekeruhan (NTU)

Nitrat (mg/L)

Fosfat (mg/L)

BOT (mg/L)

0.204894

0.254297

0.1

0.276323

0.658232

0.571429-0.6

-0.4

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

-1.2 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Page 64: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

52

Lampiran 7. Data Parameter Lingkungan

Minggu I pH

Kekeruhan

(NTU)

Nitrat

(mg/L)

Fosfat

(mg/L)

BOT

(mg/L)

I 7.16 1.7 0.69 0.61 67.21

II 7.08 1.7 0.49 0.68 68.89

III 7.1 0.99 0.66 0.83 33.07

IV 7.15 1.09 0.52 0.53 57.51

V 7.1 1.14 0.54 0.57 48.24

VI 7.15 1.27 0.51 0.46 52.67

Page 65: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

53

LL LL L

Lampiran 8. Dokumentasi kegiatan di lapangan

Terumbu karang pada lokasi pengamatan

Pengambilan data menggunakan transect belt

Pengukuran secara manual di lapangan

Pengambilan sampel air laut

Kegiatan pengukuran di lapangan

Page 66: LAJU INFEKSI, PREVALENSI DAN INSIDEN PENYAKIT …Insiden penyakit karang dilakukan dengan menghitung infeksi koloni baru yang terdapat dalam transek selama 6 minggu pengamatan. Keterkaitan

54

Lampiran 9. Dokumentasi kegiatan di laboratorium

Penimbangan Bahan Penimbangan Bahan Penimbangan Bahan untuk BOT

Penimbangan Bahan Pencampuran Larutan untuk Nitrat