kwn

29
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami dapat menyelesaikan sebuah makalah sederhana ini dengan tepat waktu. Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah tentang ekonomi koperasi, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari sejarah mengenai ekonomi koperasi di Indonesia. Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.

Upload: tutor-tujuh

Post on 11-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

BAHAN MKDU

TRANSCRIPT

Page 1: KWN

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena atas

berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami dapat menyelesaikan sebuah makalah

sederhana ini dengan tepat waktu. Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah

tentang ekonomi koperasi, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi

kita untuk mempelajari sejarah mengenai ekonomi koperasi di Indonesia. Melalui kata

pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi

makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung

perasaan pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa

terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan

manfaat.

Page 2: KWN

DAFTAR ISI

HALAMAN…………………………………………………………………………… i

KATAPENGANTAR………………………………………………………………….. ii

DAFTARISI…………………………………………………………………………… iii

KESIMPULAN…………………………………………………………………………. iv

REFERENSI…………………………………………………………………………….. v

BAB I      LATAR BELAKANG PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN

IDEOLOGI

NASIONAL

1.1         Pancasila dalam Pendekatan Filsafat ……………………………………. 2

1.2         Makna Pancasila sebagai Dasar Negara…………………………………. 9

1.3         Makna Pancasila sebagai Ideologi Nasional…………………………… 13

1.4         Implementasi Pancasila sebagai Ideologi Nasional…………………..... 16

1.5         Pengamalan Pancasila………………………………………………………..18

Page 3: KWN

BAB I

PENDAHULUAN

Bagi masyarakat Indonesia, pancasila bukanlah sesuatu yang asing. Pancasila terdiri

atas 5 (lima) sila, tertuang dala pembukaan UUD 1945 alinea IV dan diperuntukan sebagai

dasar Negara republik Indonesia. Meskipun di dalam pembukaan UUD 1945 tersebut tidak

secara eksplisit disebutkan kata Pancasila, namun sudah dikenal luas banyak bahwa 5 (lima)

sila yang dimaksud adalah Pancasila untuk dimaksudkan sebagai dasar Negara.

Dewasa ini, terutama di era reformasi, membicarakan Pancasila dianggap sebagai

keinginan untuk kembali ke kejayaan masa orde baru. Bahkan, sebagian orang memandang

sinis terhadap Pancasila sebagai sesuatu yang salah. Kecenderungan demikian wajar oleh

karena orde baru menjadikan Pancasila sebagai legitimasi ideologis dalam rangka

mempertahankan dan memperluas kekuasaannya secara massif.

Kesepakatan bangsa telah menetapkan bahwa Pancasila yang terdiri atas lima sila itu

merupakan dasar Negara kesatuan republik Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17

Agustus 1945. Kesepakatan itu dinyatakan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI sebagai

lembaga pembentuk Negara saat itu. Dengan demikian uraian paa bab ini meliputi hal-hal

sebagai berikut:

1. Pancasila dalam pendekatan filsafat

2. Makna Pancasila sebagai dasar Negara

3. Implementasi Pancasila sebagai dasar Negara

4. Makna Pancasila sebagai ideology nasional

5. Implementasi Pancasila sebagai ideology nasional

6. Pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara

Page 4: KWN

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1  PANCASILA DALAM PENDEKATAN FILSAFAT

Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis.

Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai

Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan

rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan Negara Indonesia (Syarbaini;

2003)

1. Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila

Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV

adalah sebagai berikut :

1) Ketuhanan yang maha esa

2) Kemanusiaan yang adil dan beradab

3) Persatuan Indonesia

4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan

Nilai-nilai yang merupakan perasaan dari sila-sila Pancasila tersebut adalah :

1) Nilai Ketuhanan

2) Nilai kemanusiaan

3) Nilai persatuan

4) Nilai kerakyatan

5) Nilai keadilan

Nilai adalah suatu penghargaan atau suatu kualitas terhadap suatu hal yang dapat

menjadi dasar Negara penentu tingkah laku manusia, karena suatu itu :

Page 5: KWN

1) Berguna (useful)

2) Keyakinan (belief)

3) Memuaskan (satisfying)

4) Menarik (interesting)

5) Menguntungkan (profitable)

6) Menyenangkan (pleasant)

Ciri-ciri dari nilai adalah sebagai berikut :

1) Suatu realitas abstrak

2) Bersifat normatif

3) Sebagai motivator (daya dorong) manusia dalam bertindak

Nilai bersifat abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak dapat ditangkap melalui indra, yang

dapat ditangkap adalah objek yang memiliki nilai. Contohnya lagi keadilan, kecantikan,

kedermawanan, kesederhanaan adalah hal-hal yang abstrak. Meskipun abstrak, nilai

merupakan suatu realitas, sesuatu yang ada dan dibutuhkan manusia.Nilai juga mengandung

harapan akan sesuatu yang diinginkan. Misalnya nilai keadilan, kesederhanaan.

Menurut Prof. Notonegoro, nilai ada 3 (tiga) macam, yaitu sebagai berikut :

1. Nilai materiil, sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia

2. Nilai vital, sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan

3. Nilai kerohanian yang dibedakan menjadi 4 (empat) macam:

Nilai kebenaran bersumber pada akal piker manusia (rasio, budi, cipta)

Nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia

Nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak keras, karsa hati,

nurani manusia

Nilai religious (ketuhanan) bersifat mutlak bersumber pada keyakinan

manusia.

Dalam ilmu filsafat, nilai dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :

Page 6: KWN

1. Nilai logika yaitu nilai tentang benar-salah

2. Nilai etika yaitu nilai tentang baik-buru, dan

3. Nilai estetika yaitu nilai tentang indah-jelek

Menurut tinggi rendahnya, nilai dapat dikelompokan dalam tingkatan sebagai berikut :

1. Nilai-nilai kenikmatan

Dalam tingkat ini terdapat deretan nilai yang mengenakkan ataupun tidak

mengenakan, yang menyebabkan orang senang atau tidak senang.

2. Nilai kehidupan

Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting dalam kehidupan, seperti

kesejahteraan, keadilan, kesegaran.

3. Nilai-nilai kejiwaan

Dalam tingkatan ini terdapat nilai kejiwaan yang sama sekali tidak bergantung pada

keadaan jasmani atau lingkungan. Contohnya, keindahan, kebenaran, kebaikan dan

pengetahuan murni.

4. Nilai-nilai kerohanian

Dalam tingkatan ini terdapat modalitas nilai yang suci dan tidak suci. Nilai semacam

ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.

Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa 3 (tiga) tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai

instrumental dan nilai praktis.

1. Nilai dasar

Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang kita terima

sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak.

2. Nilai instrumental

Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk norma sosial

dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan

mekanisme lembaga-lembaga Negara.

Page 7: KWN

3. Nilai praktis

Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan.

Nilai-nilai Pancasila tersebut termasuk nilai etik atau nilai moral. Nilai-nilai dalam

pancasila termasuk dalam tingkatan nilai dasar. Nilai kemanusian yang adil dan beradab

mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral dalam

hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal

sebagaimana mestinya.

Nilai persatuan Indonesia mengandung makna usaha kea rah bersatu dalam kebulatan

rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara kesatuan republik Indonesia. Adanya

perbedaan bukan sebagai sebab perselisihan tetatpi justru dapat menciptakan kebersamaan.

Kesadaran ini tercipta dengan bik bila sesanti “Bhineka Tunggal Ika” sungguh-sunggh

dihayati.

Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /

perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat

dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan. Hal ini diupayakan

dengan menjabarkan nilai-nilai Pancasila tersebut kedalam UUD 1945 dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan ini

selanjutnya menjadi pedoman penyelenggaraan bernegara.

1. Mewujudkan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara

Ada hubungan antara nilai dengan norma. Norma atau kaidah adalah aturan

pedoman bagi manusia dalam berperilaku sebagai perwujudan dari nilai. Tanpa dibuatkan

norma, nilai tidak bias praktis artinya tidak mampu berfungsi konkret dalam kehidupan

sehari-hari. Akhirnya yang tampak dalam kehidupan dan melingkupi kehidupan kita

adalah norma. Norma yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari ada 4 (empat) yaitu

sebagai berikut.

2. Norma agama

Norma ini disebut juga dengan norma religi atau kepercayaan. Norma kepercayaan

atau keagamaan ditujukan kepada kehidupan beriman. Tuhanlah yang mengancam

pelanggaran-pelanggaran norma kepercayaan atau agama itu dengan sanksi.

Page 8: KWN

3. Norma moral (etik)

Norma ini disebut dengan norma kesusilaan atau etika atau budi pekerti. Norma

moral atau etika adalah norma yang paling dasar. Asal atau sumber norma kesusilaan

adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan tidak ditunjukan kepada sifat lahir,

tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Sanksi atas pelanggaran norma moral berasal

dari diri sendiri.

4. Norma kesopanan

Norma kesopanan disebut juga norma adat, sopan santun, tata karma atau norma

fatsoen. Norma sopan santun didasarkan atas kebiasaan, kepatuhan atau kepantasan yang

berlaku dalam masyarakat. Sanksi atas pelanggaran norma kesopanan berasal dari

masyarakat setempat

5. Norma hukum

Norma hukum berasal dari luar diri manusia. Norma hukum berasal dari kekuasaan

luar diri manusia yang memaksakan kepada kita. Dalam hal ini pengadilanlah sebagai

lembaga yang mewakili masyarakat resmi untuk menjatuhkan hukuman.

Pengalaman sejarah pernah menjadikan Pancasila sebagai semacam norma etik bagi

perilaku segenap warga bangsa. Ketetapam MPRNo.II/MPR/1978 tentang P4 dapat dianggap

sebagai etika sosial dan etika politik bagi bangsa Indonesia yang didasarkan atas nilai-nilai

Pancasila (Achmad Fauzi, 2003). Para pejabat Negara malahan banyak menyimpang dari apa

yang ia pidatokan kepada warga Negara. Di era sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan

norma etik untuk kehidupan bernegara masih perlu bahkan amat penting untuk ditetapkan.

Hal ini terwujud dengan keluarnya ketetapan MPR No.VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan

berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

1. Etika sosial dan budaya

Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan

kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai dan

tolong menolong di antara sesama manusia dan anak bangsa. Senapas dengan itu juga

Page 9: KWN

menghidupsuburkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang

bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

2. Etika pemerintahan dan politik

Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan

efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan,

rasa tanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam

persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar walau datang dari orang

per orang ataupun kelompok orang, serta menjujung tinggi hak asasi manusia.

3. Etika ekonomi dan bisnis

Etika ini dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh pribadi, institusi

maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat melahirkan kondisi dan realitas

ekonomi yang bercirikan: persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya

etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing dan terciptanya suasana

kondusif untuk pemberdayaan ekonomi rakyat melalui usaha-usaha bersama secara

berkesinambungan.

4. Etika penegakan hukum yang berkeadilan

Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib social,

ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan hukum

dan seluruh peraturan yang ada.

5. Etika keilmuan dan disiplin kehidupan

Etika keilmuan diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan

dan teknologi agar mampu berfikir rasional, kritis, logis dan objektif. Etika disiplin

kehidupan menegaskan pentingnya budaya kerja keras dengan menghargai dan

memanfaatkan waktu, disiplin dalam berfikir dan berbuat, serta menepati janji dan komitmen

diri untuk mencapai hasil terbaik.

Dengan berpedoman pada etika kehidupan berbangsa tersebut, penyelenggara Negara

dan warga Negara dapat bersikap dan berpeilaku secara baik bersumber pada nilai-nilai

Pancasila dalam kehidupannya. Etika kehidupan berbangsa ini dapat kita pandang sebagai

norma etik bernegara sebagai perwujudan dari nilai-nilai dasar Pancasila . untuk operasional

Page 10: KWN

lebih lanjut, pokok-pokok etika kehidupan berbangsa ini dijabarkan lagi dalam berbagai etika

profesi atau kode etik profesi.

Norma etik atau moral memiliki kelemahan, yaitu tidak memiliki sanksi yang kuat

dan memuaskan terutama untuk mengatur perilaku hidup bernegara. Hukum pada dasarnya

adalah norma, yaitu norma hukum. Secara teoritis kehidupan bermasyarakat membutuhkan

norma hukum sebab sanksi dari ketiga norma yaitu agama, etik dan kesopanan belum cukup

memuaskan, dan efektif melindungi keteraturan masyarakat serta masih adanya

kepentinga/perilaku lain yang dibutuhkan masyarakat yang perlu dibuat karena tidak ada

dalam ketiga norma di atas. Misalnya, perilaku di jalan raya.

Norma hukum dapat berasal dari norma agama, norma kesopanan dan norma moral.

Dalam kaitannya dengan Pancasila sebagai dasar Negara, nilai Pancasila dapat diwujudkan ke

dalam norma hukum Negara. Tata hukum Indonesia yang berpuncak pada hukum dasar

Negara yaitu UUD 1945 bersumber pada nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar

bernegara.

1. Landasan Yuridis dan Historis Pancasila sebagai Dasar Negara

Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara kesatuan republik Indonesia adalah sebagai

dasar Negara. Kedudukan pancasila sebagai dasar Negara ini merupakan kedudukan yuridis

formal oleh karena tertuang dalam ketentuan hukum Negara, dalam hal ini UUD 1945 pada

bagian pembukaan alinea IV. Penegasan akan berkedudukan Pancasila sebagai dasar Negara

semakin kuat dengan keluarnya ketetapan MPRNo.XVIII/MPR/1998 tentang penegasan

Pancasila sebagai dasar Negara dan pencabutan ketetapan MPR No.II/MPR/1978 tentang P4

pasal 1 ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam

pembukaan undang-undang dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara kesatuan republik

Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara.

Pancasila sebagai dasar Negara yang dimaksud adalah sebagai dasar filsafat atau dasar

falsafah Negara (philosophische grondslag) dari Negara Indonesia. Pancasila sebagai dasar

filsafat oleh karena Pancasila merupakan rumusan filsafati atau dapat dikatakan nilai-nilai

Pancasila adalah nilai-nilai filsafat. Oleh karena itu, harus dibedakan dengan dasar hukum

Negara yang dalam hal ini adalah UUD 1945. Pancasila adalah dasar (filsafat) Negara,

sedang UUD 1945 adalah dasar (hukum) Negara Indonesia.

2. Makna Pancasila sebagai dasar Negara

Page 11: KWN

Pancasila sebagai dasar (filsafat) Negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang

terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan bernegara.

Nilai-nilai Pancasila pada dasarnya adalah nilai-nilai filsafat yang sifatnya mendasar.

Pancasila sebagai dasar Negara berarti nilai-nilai pancasila menjadi pedoman normative bagi

penyelanggaraan bernegara. Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan

dan penyelenggaraan pemerintahan Negara Indonesia termasuk peraturan perundang-

undangan merupakan pencerminan kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai

keadilan. Pereduksian dan pemaknaan atas Pancasila dalam pengertian yang sempit dan

politis ini berakibat pada :

1. Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos

2. Pancasila dipahami sebagai sebuah mitos

3. Nilai-nilai Pancasila menjadi nilai yang disotopia tidak sekadar otopia

Dewasa ini khususnya di era reformasi, ada keinginan berbagai pihak dan kalangan untuk

melakukan penafsiran kembali atas Pancasila dalam kedudukannya bagi bangsa dan Negara

Indonesia.

Dr. Koentowijoyo dalam tulisannya mengenai radikalisasi Pancasila (1998)

menyatakan perlunya kita memberi ruh baru pada Pancasila, sehingga ia mampu menjadi

kekuatan yang menggerakan sejarah. Selama ini Pancasila hanya jadi lip service, tidak ada

pemerintah yang sungguh-sungguh melaksanakannya.

Pancasila sebagai dasar Negara mengandung makna bahwa Pancasila harus kita

letakkan dalam keutuhannya dengan pembukaan UUD 1945, dieksplorasi pada dimensi-

dimensi yang melekat padanya, yaitu :

1. Dimensi realitasnya, dalam arti nilai yang terkandung di dalamnya dikonkretisasikan

sebagai cerminan objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat;

2. Dimensi idealitasnya, dalam arti idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah

sekadar otopi tanpa makna, melainkan diobjektifkan sebagai sebuah “kata kerja”

untuk menggairahkan masyarakat dan terutama para penyelenggara Negara menuju

esok yang lebih baik.

3. Dimensi fleksibilitasnya, dalam arti Pancasila bukan barang yang beku, dogmatis dan

sudah selesai. Pancasila terbuka bagi penafsiran baru untuk memenuhi kebutuhan

zaman yang terus berubah. Pancasila tanpa kehilangan nilai dasarnya yang hakiki

tetap actual, relevan dan fungsional sebagai tiang penyangga kehidupan berbangsa

dan bernegara.

Page 12: KWN

Pancasila adalah dasar Negara dari Negara kesatuan republik Indonesia. Menurut teori

jenjang norma (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen seorang ahli filsafat

hukum, dasar Negara berkedudukan sebagai norma dasar (grundnorm) dari suatu Negara atau

disebut norma fundamental Negara (staatsfundamentalnorm). Grundnorm merupakan norma

hukum tertinggi dalam Negara. Hans Kelsen menyebutkan bahwa norma-norma hukum itu

berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan tertentu. Suatu norma yang

lebih rendah berdasar, bersumber dan berlaku pada norma yang lebih tinggi, norma yang

lebih tinggi berdasar, bersumber dan berlaku pada norma lebih tinggi lagi.

Teori Hans Kelsen ini dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky.

Hans Nawiasky menghubungkan teori jenjang norma hukum dalam kaitannya dengan

Negara. Hans Nawiasky berpendapat bahwa kelompok norma hukum Negara terdiri atas 4

(empat) kelompok besar, yaitu :

1. Staatsfundamentalnorm atau norma fundamental Negara

2. Staatgrundgesetz atau aturan dasar/pokok Negara

3. Formellgesetz atau undang-undang

4. Verordnung dan autonome satzung atau aturan pelaksana dan aturan otonom

Jenjang kelompok norma itu digambarkan sebagi berikut :

Di Indonesia, norma tertinggi ini adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan

UUD 1945. Jadi, Pancasila sebagai dasar Negara dapat disebut sebagai :

1. Norma dasar

2. Staatsfundamentalnorm

3. Norma pertama

4. Pokok kaidah Negara yang fundamental

5. Cita hukum (rechtsidee)

Dalam berbagai buku mengenai Pancasila dikemukakan bahwa pembukaan UUD 1945

merupakan pokok kaidah Negara yang fundamental. Hal ini disebabkan pembukaan UUD

1945 memuat didalamnya Pancasila sebagai intinya. Untuk membedakannya, Prof.

Notonagoro menyatakan bahwa pembukaan UUD 1945 merupakan pokok kaidah Negara

yang fundamental, sedangkan Pancasila sebagai unsure pokok kaidah Negara yang

fundamental.

Page 13: KWN

Tata urutan peraturan perundang-undangan tersebut diatur dalam ketetapan

MPR No.III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan perundang-undangan. Adapun

tata urutan perundangan adalah sebagai berikut :

1. Undang-undang Dasar 1945

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

3. Undang-undang

4. Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (perpu)

5. Peraturan Pemerintah

6. Keputusan Presiden

7. Peraturan Daerah

Dalam ketetapan MPR tersebut dinyatakan bahwa sumber hukum dasar nasional adalah

Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Yaitu

Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan

kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,

serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan batang

tubuh undang-undang dasar 1945.

Undang-undang No.10 tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan juga

menyebutkan adanya jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut :

1. UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945

2. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang

3. Peraturan pemerintan

4. Peraturan presiden

5. Peraturan daerah

2.2     MAKNA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

Pancasila selain sebagai dasar Negara Indonesia juga berkedudukan sebagai ideology

nasional Indonesia.

1. Pengertian Ideologi

Ideologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-

cita, dan logos berarti ilmu. Secara harfiah ideologi berarti ilmu tentang pengertian dasar ide.

Hubungan manusia dengan cita-citanya disebut dengan ideologi. Ideologi berisi seperangkat

Page 14: KWN

nilai, dimana nilai-nilai itu menjadi cita-citanya atau manusia bekerja dan bertindak untuk

mencapai nilai-nilai tersebut. Berikut diberikan beberapa pengertian ideologi.

Patrick Corbett menyatakan ideologi sebagai setiap struktur kejiwaan yang tersusun

oleh seperangkat keyakinan mengenai penyelenggaraan hidup bermasyarakat beserta

pengorganisasiannya, seperangkat keyakinan mengenai sifat hakiki manusia dan alam

semesta yang ia hidup didalamnya, suatu pernyataan pendirian bahwa kedua perangkat

keyakinan tersebut independen, dan suatu dambaan agar keyakinan-keyakinan tersebut

dihayati dan pernyataan pendirian itu diakui sebagai kebenaran oleh segenap orang yang

menjadi anggota penuh dari kelompok sosial yang bersangkutan. A.S. Hornby menyatakan

bahwa ideologi adalah seperangkat gagasan yang membentuk landasan teori ekonomi dan

politik atau yang dipegangi oleh seseorang atau sekelompok orang. Soejono Soemargono

menyatakan secara umum “ideology” sebagai kumpulan gagasan, ide, keyakinan,

kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut bidang :

1)      Politik

2)      Sosial

3)      Kebudayaan, dan

4)      Agama

Gunawan Setiardja merumuskan ideology sebagai seperangkat ide asasi tentang manusia dan

seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup.

Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ideology sebagai suatu system pemikiran dapat

dibedakan menjadi ideologi tertutup dan terbuka.

1) Ideologi tertutup, mempunyai ciri sebagai berikut :

Merupakan cita-cita suatu kelompok orang untuk mengubah dan memperbarui masyarakat.

Atas nama ideology dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada

masyarakat. Isinya bukan hanya nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan terdiri dari

tuntutan-tuntutan konkret dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak.

2) Ideologi tertuka, merupakan suatu pemikiran yang terbuka. Ideologi terbuka mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut :

- Bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dapat dipaksakan dari luar melainkan digali dan

diambil dari moral, budaya masyarakat itu sendiri.

- Dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang melainkan hasil musyawarah dari

consensus masyarakat tersebut.

Page 15: KWN

- Nilai-nilai itu sifatnya dasar, secara garis besar saja sehingga tidak langsung operasional.

Ada dua fungsi utama ideology dalam masyarakat (Ramlan Surbakti, 1999). Pertama,

sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat.

Kedua, sebagai pemersatu masyarakat dan karenanya sebagai prosedur penyelesaian konflik

yang terjadi dimasyarakat. Tujuan hidup bermasyarakat adalah untuk mencapai terwujudnya

nilai-nilai dalam Ideologi itu. Adapun dalam kaitannya yang keduaa, nilai dalam Ideologi itu

merupakan nilai yang disepakati bersama sehingga dapat mempersatukan masyarakat itu,

serta nilai bersama tersebut dijadikan acuan bagi penyelesaian suatu masalah yang mungkin

timbul dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan.

1. Landasan dan Makna Pancasila sebagai Ideologi Bangsa

Ketetapan bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah ideologi bagi Negara dan bangsa

Indonesia adalah sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang

pencabutan ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan

pengamalan Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang penegasan Pancasila

sebagai dasar Negara.

Catatan risalah/penjelasan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari ketetapan tersebut

menyatakan bahwa dasar Negara yang dimaksud dalam ketetapan didalamnya mengandung

makna ideologi nasional sebagai cita-cita dan tujuan Negara.

Adapun makna pancasila sebagai ideologi nasional menurut ketetapan tersebut adalah

bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi pancasila menjadi cita-cita normatif

penyelenggaraan bernegara.  Pancasila sebagai ideologi nasional yang berfungsi sebagai cita-

cita adalah sejalan dengan fungsi utama dari sebuah ideologi sebagaimana dinyatakan di atas.

Pancasila merupakan tawaran yang dapat menjembatanii perbedaan dikalangan anggota

BPUPKI saat itu.

Menurut Adnan Buyung Nasution (1995) telah terjadi perubahan fungsi asli

Pancasila. Pancasila yang meskipun sebutannya muluk-muluk sebagai Philosophische

grondslag, atau weltanschauung sebenarnya dimaksudkan sebagai platform demokratis bagi

semua golongan di Indonesia. Ideologi pancasila menjadi ideologi yang khas yang berbeda

dengan ideologi lain. Pernyataan Soekarno ini menjadi ruh berkembang dan berbeda dengan

pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Notonagoro pada tahun 1951, 1955, dan 1959. Dari

sudut politik, Pancasila adalah sebuah consensus politik, suatu persetujuan politik bersama

Page 16: KWN

antargolongan di Indonesia. Dengan diterimanya Pancasila, berbagai golongan dan aliran

pemikiran bersedia bersatu dalam Negara kebangsaan Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas, Pancasila sebagai ideologi nasional Indonesia memiliki makna

sebagai berikut :

1) Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi cita-cita normative penyelenggaraan

bernegara;

2) Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai yang disepakati bersama dan

oleh karena itu menjadi salah satu sarana pemersatu (integrasi) masyarakat Indonesia.

2.3   IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

Pancasila sebagai ideologi nasional yang berarti sebagai cita-cita bernegara dan sarana

yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret, dan operasional aplikatif

sehingga tidak menjadi slogan belaka. Dalam ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998

dinyatakan bahwa Pancasila perlu diamalkan dalam bentuk pelaksanaan yang konsisten

dalam kehidupan bernegara.

1. Perwujudan ideologi Pancasila sebagai cita-cita bernegara.

Perwujudan Pancasila sebagai ideology nasional yang berarti menjadi cita-cita

penyelenggaraan bernegara terwujud melalui ketetapan MPR No. VII/MPR/2001 tentang visi

Indonesia Masa Depan terdiri dari tiga visi, yaitu :

a. Visi ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam pembukaan undang-

undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 yaitu pada alinea kedua dan

keempat;

b. Visi antara, yaitu visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020;

c. Visi lima tahunan, sebagaimana termaktub dalam garis-garis besar haluan Negara.

Pada visi antara dikemukakan bahwa visi Indonesia 2020 adalah terwujudnya masyarakat

Indonesia yang religious, manusiawi, bersatu, demokratis, adil dipergunakan indikator-

indikator utama sebagai berikut :

1. Religius

2. Manusiawi

3. Bersatu

4. Demokratis

5. Adil

6. Sejahtera

Page 17: KWN

7. Maju

8. Mandiri

9. Baik dan bersih dalam penyelenggaraan Negara

2. Perwujudan Pancasila sebagai kesepakatan atau nilai integratif bangsa

Pancasila sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian

konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara. Pancasila sebagai sarana

pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik itulah yang terkandung

dalam nilai integrative Pancasila. Kedudukan nilai sosial bersama di masyarakat untuk

menjadi sumber normative bagi penyelesaian konflik bagi para anggotanya adalah hal

penting. Masyarakat membutuhkan nilai bersama untuk dijadikan acuan manakala konflik

antar anggota terjadi.

Pancasila adalah kata kesepakatan dalam masyarakat bangsa. Kata kesepakatan ini

mengandung makna pula sebagai konsensus bahwa dalam hal konflik maka lembaga politik

yang diwujudkan bersama akan memainkan peran sebagai penengah. Nilai-nilai Pancasila

hendaknya mewarnai setiap prosedur penyelesaian konflik yang ada di masyarakat. Secara

normatif dapat dinyatakan sebagai berikut; bahwa penyelesaian suatu konflik hendaknya

dilandasi oleh nilai-nilai religious, menghargai derajat kemanusiaan, mengedepankan

pesatuan, mendasarkan pada prosedur demokratis dana berujung pada terciptanya keadilan.

2.4    PENGAMALAN PANCASILA

Tiba saatnya akhir uraian mengenai pancasila ini pada kata “pengamalan Pancasila”.

Sering sekali kita dengar terutama sejak masa orde baru perlunya Pancasila diamalkan dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun, selalu saja terkesan slogan

belaka dan tidak membumi. Pada ketetapan MPRNo.XVIII/MPR/1998 dinyatakan bahwa

Pancasila sebagaimana dimaksud dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 adalah dasar

Negara dari Negara kesatuan republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten

dalam kehidupan bernegara. Dalam GBHN terakhir 1999-2004 disebutkan pula bahwa misi

pertama penyelenggaraan bernegara adalah pengamalan pancasila secara konsisten dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagaimana sesungguhnya melakanakan

atau mengamalkan pancasila secara konsisten dalam kehidupan bernegara itu.

1. Pengamalan secara objektif

Page 18: KWN

Pengamalan secara okjektif adalah dengan melaksanakan dan menaati peraturan

perundang-undangan sebagai norma hukum Negara yang berlandaskan pada pancasila.

2. Pengamalan secara subjektif

Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila yang

berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah laku

pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Disamping mengamalkan secara objektif, secara

subjektif warga Negara dan penyelenggara Negara wajib mengamalkan pancasila dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam rangka pengamalan secara

subjektif ini, pancasila menjadi sumber etika dalam bersikap dan bertingkah laku setiap

warga Negara dan penyelenggara Negara. Etika kehidupan berbangsa dan bernegara yang

bersumber pada nilai-nilai Pancasila sebagaimana tertuang dalam ketetapan MPR No.

VI/MPR/2001 adalah norma-norma etik yang dapat kita amalkan. Melanggar norma etik

tidak mendapatkan sanksi hukum tetapi sanksi yang berasal dari diri sendiri. Adanya

pengamalan secara subjektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar pancasila

sebagai norma etik berbangsa dan bernegara

Page 19: KWN

BAB III

KESIMPULAN

Melalui perjalanan panjang negara Indonesia sejak merdeka hingga saat ini, Pancasila

ikut berproses pada kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila tetap sebagai dasar negara namun

interprestasi dan perluasan maknanya ternyata digunakan untuk kepentingan kekuasaan yang

silih berganti.

Berdasarkan hal-hal di atas, dapat dinyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara

berkedudukan sebagai norma dasar bernegara yang menjadi sumber, dasar, landasan norma,

serta memberi fungsi konstitutif dan regulatif bagi penyusun hukum-hukum negara.

Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan negara untuk

menerapkannya. Seorang warga negara atau penyelenggara negara yang berperilaku

menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku akan mendapatkan sanksi.

Page 20: KWN

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Fauzi. 2003. Pancasila, Tinjauan Konteks Sejarah, Filsafat Ideologi Nasional dan

Ketatanegaraan Republik Indonesia. Malang: PT. Danar Jaya Brawijaya University Press.

Endang Zaelani Zukaya, dkk. 2000. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.

Yogyakarta: Paradigma

Hamdan Mansoer. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, sebagai dasar

nilai dan pedoman berkarya bagi lulusan. Jakarta: Dirjen Dikti.

Kaelan. 2000. Filsafat Pancasila, Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Yogyakarta:

Paradigma