artikel kwn

23
KEWARGANEGARAAN “OTONOMI DAERAH” OLEH : I. B. Satwika Adhi Nugraha [ 1115351083 ] UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS EKONOMI – PROGRAM EKSTENSI

Upload: wika-kun

Post on 08-Feb-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rmk

TRANSCRIPT

Page 1: Artikel KWN

KEWARGANEGARAAN“OTONOMI DAERAH”

OLEH :

I. B. Satwika Adhi Nugraha [ 1115351083 ]

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS EKONOMI – PROGRAM EKSTENSI

2012

Page 2: Artikel KWN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebelum kita mulai membahas artikel kita tentang Otonomi Daerah, terlebih dahulu

saya akan menjelaskan secara ringkas mengenai Otonomi Daerah.

Otonomi daerah

Otonomi daerah dapat diartikan sebagai kewajiban yang diberikan kepada daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil

guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan

pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat.

Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai

implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan

daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam

mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya

masing-masing.

Pelaksanaan Otonomi Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik fokus yang tidak sama sekali penting

dalam rangka memperbaiki kesejahteraan para artis. Pengembangan suatu daerah dapat

disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing.

Ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan

Page 3: Artikel KWN

kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau

tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk

melaksanakan yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi

dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan hukum

yaitu ya perundang undangaan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana cara merencanakan pelaksanaan Otonomi Daerah yg baik di

masing-masing daerah ?

1.2.2 Bagaimana cara menangani masalah otonomi daerah dan pemekaran daerah

yg gagal ?

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Untuk dapat lebih lagi memahami materi tentang Otonomi Daerah.

1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Otonomi Daerah di daerah

tersebut.

1.4 Metode Penulisan

Metode Penulisan yang saya gunakan dalam menyusun laporan tentang Otonomi

Daerah adalah study literature.

Page 4: Artikel KWN

BAB II

PEMBAHASAN

Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan

pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:

1. Nilai Unitaris, yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak

mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara

("Eenheidstaat"), yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan

negara Republik Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan

pemerintahan.

2. Nilai dasar Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang

Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah

bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan

dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.

Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di

Indonesia berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan/pelimpahan

sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk

mengatur dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun

titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II)[2]dengan

beberapa dasar pertimbangan :

Page 5: Artikel KWN

1. Dimensi Politik, Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan

sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis

relatif minim;

2. Dimensi Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada

masyarakat relatif dapat lebih efektif;

3. Dati II adalah daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-

lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.

Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:

1. Nyata, otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif

di daerah;

2. Bertanggung jawab, pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk

memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air; dan

3. Dinamis, pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik

dan maju.

Seiring berjalannya waktu, terdapat beberapa orang memberikan pendapatnya

tentang Otonomi Daerah. Berikut beberapa artikel yg berhubungan dengan pelaksanaan

otonomi daerah :

Tata   Kelola   Pemerintahan   Daerah

Oleh   I   Wayan   Ramantha  

PERBAIKAN atas pelaksanaan otonomi daerah secara nasional ditandai dengan

terbitnya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

No.33Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah. Pelaksanaan otonomi daerah membutuhkan kemampuan

pemerintah propinsi, kota dan kabupaten untuk membuat perencanaan

Page 6: Artikel KWN

pembangunan yang baik. Pemerintah daerah harus membuat Rencana

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 20 tahun ke depan, yang merupakan jalur

ke mana pembangunan daerah akan diarahkan. Lebih spesifik lagi pemerintah daerah juga

harus membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) selama 5 tahun yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program

gubernur, wali kota atau bupati terpilih.

--------------------------------

Pada umumnya rencana strategis daerah atau RPJMD di Bali rata-rata telah

dibuat dengan baik. Apalagi pembuatannya telah dilakukan oleh kepala daerah

sejak mereka menjadi calon, karena mereka memerlukan referensi untuk kampanye,

yang biasanya  dibantu oleh tim asistensi dari para akademisi. Masalah besar kadang-

kadang terjadi pada saat implementasi strategi. Eksekusi

kegiatan di lapangan, seringkali tidak konsisten dengan perumusan strategi

yang telah ditentukan. Contoh yang sangat baik sebagai bahan introspeksi

adalah bahwa sudah sejak lama strategi pembangunan Bali diarahkan untuk

memajukan pariwisata dan pertanian dalam arti luas.

Dalam implementasinya, sudahkah kita berhasil mencegah pencurian,perampokan dan pem

erkosaan terhadap wisatawan? Bagaimana kinerja kita dalam menjaga keamanan Bali

agar terbebas dari terorisme, premanisme dan berjangkitnya penyakit-

penyakit tertentu yang sangat ditakuti oleh wisatawan?

Di bidang pertanian dalam arti luas, sudahkah kita bisa menghasilkan beras organik, sayur-

mayur, buah dan daging lokal yang sesuai dengan selera wisatawan? 

Bisakah kita melindungi sawah kita yang berterasering dari serbuan beton,

yang di samping memperkecil produktivitas pertanian, juga akan

merusak pemandangan? Sederet pertanyaan ini tidak perlu dijawab oleh siapapun, tetapi cu

kup dirasakan dan dipikirkan, terutama oleh bapak-bapak yang

mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, wali kota dan wakil walikota serta 

bupatidan wakil bupati dalam pilkada mendatang.

Page 7: Artikel KWN

Isu lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam kerangka pelaksanaan otonomi

daerah di Bali, adalah perlunya konsep interkoneksitas menjadi pertimbangan

dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis. Misalnya, tidak mesti semua

kabupaten harus membangun bandara, tetapi cukup satu atau maksimal dua

bandara untuk kebutuhan semua kabupaten dan kota. Demikian juga pelabuhan

kapal pesiar, lapangan golf dan sarana serta prasarana lain, yang memerlukan

investasi lahan dan dana sangat besar. Dengan konsep tersebut, diharapkan

tercipta sinergi yang mendatangkan manfaat  lebih besar untuk kepentingan

bersama, dengan investasi dan pendanaan yang lebih efisien.     

Keuangan Daerah

Dalam tata kelola keuangan daerah, ada dua hal pokok yang sering menguraspikiran, yaitu

sumber pendanaan bagi pemerintahan daerah dan bagaimana

menggunakan dana yang diperoleh, agar memberikan manfaat yang adil kepada

kehidupan masyarakat di daerah. Pasal 5 UU No.33 Tahun 2004 menguraikan

komponen pendapatan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana

Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan. Dana Perimbangan terbagi menjadi

Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus(DAK).

Peranan dana perimbangan berupa Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus bagi

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi, Kota dan Kabupaten se-

Bali sangatlah besar. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di

Bali sampai saat ini, amat tergantung pada transfer dari Pemerintah Pusat

dalam bentuk Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. Melihat kondisi tersebut, 

pendanaan untuk pemerintah daerah, termasuk Bali, sesungguhnya

diatur secara sentralistik oleh Pemerintah Pusat. Sebagian besar jenis

pendapatan dari daerah harus masuk ke pusat, kemudian ditransfer ke daerah

dengan porsi yang sering tidak seimbang dengan kebutuhan pembangunan daerah.

Page 8: Artikel KWN

Bila dibandingkan antara banyaknya fungsi yang harus dilakukan oleh daerah,dengan

ketidakseimbangan sumber keuangan yang diterima untuk melaksanakan

otonomi, sangat jelas bahwa otonomi yang ada sekarang ini di Indonesia masih

perlu penyempurnaan. Bayangkan, Dana Alokasi Umum yang dibagikan kepada

33 propinsi dan 434 kabupaten/kota, porsinya hanya 25%-30% dari penerimaan

dalam negeri netto, sementara bagian yang paling besar, yaitu berkisar antara70%-

75% dari penerimaan dalam negeri netto untuk pemerintah pusat. Dengan

persentase dana yang amat kecil diperebutkan oleh banyak daerah, dapat

memaksa terjadinya persaingan antar daerah untuk memperebutkan Dana Alokasi Umum.

Bila diasumsikan sumber pendanaan sudah baik, apakah implementasi otonomi

daerah juga dapat dipastikan berhasil dengan baik ? Tidak ada jaminan sumber

dana yang cukup, kemudian menyebabkan otonomi daerah secara otomatis akan

berhasil. Di samping sumber dana yang cukup untuk melaksanakan

pemerintahan daerah, efektivitas alokasi dan penggunaan dana pada program-program prior

itas, juga merupakan persoalan yang sangat penting. Para kepala

daerah sering dihadapkan pada persoalan, di mana harus mengeluarkan dana

dalam jumlah tertentu, padahal pengeluaran tersebut belum masuk dalam

anggaran pada periode yang bersangkutan.

Pada banyak daerah sering terjadi, pada saat pilkada paket calon gubernur dan

calon wakil gubernur, paket calon bupati/wali kota dan calon wakil bupati/walikota

menyampaikan visi, misi dan strategi yang demikian baik dan sangat

sempurna. Namun sampai masa jabatan mereka berakhir, banyak pula yang

tidak berhasil mengatasi permasalahan daerah dan pelayanan publik tetap

buruk, padahal dana yang sangat besar telah dikeluarkan untuk program yang

tidak memberikan manfaat kepada masyarakat luas. Kondisi  seperti ini

menandakan bahwa daerah tersebut telah kehilangan momentum untuk

mengejar target pembangunan yang sangat diharapkan oleh rakyatnya.

Page 9: Artikel KWN

Secara umum, hal yang harus diwaspadai oleh gubernur/wakil gubernur,

bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota mendatang adalah terjadinya

mismanajemen dalam pengelolaan keuangan daerah. Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) yang dibuat, hendaknya tidak hanya berpihak kepada

kepentingan penentu kebijakan saja. Tetapi juga berpihak kepada kepentingan

masyarakat sesungguhnya.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Drs. I Made Suantina, M.Si.

Wacana dan perjuangan tentang Otonomi Khusus Bali hampir ditelan oleh hingar-

bingarnya aktivitas politik menjelang Pemilu 9 April 2009, dan juga padatnya ritual

perayaan Hari Raya Umat Hindhu (Galungan, Nyepi, dan Kuningan) serta persiapan Karya

Panca Bali Krama di Pura Agung Besakih. Bahkan Politisi asal Bali yang saat ini duduk

sebagai Anggota DPR-RI dan DPD-RI lebih banyak disibukkan oleh kegiatan kampanye

mencari dukungan untuk masa jabatan berikutnya. Sementara itu disadari atau tidak

perjuangan untuk mewujudkan Otonomi Khusus Bali benar-benar berpacu dengan waktu,

karena sebentar lagi Masa Bhakti Anggota DPR RI dan DPD-RI periode 2004-2009 akan

segera berakhir.

Informasi terakhir yang saya dengar bahwa perjuangan Pemerintah Provinsi Bali untuk

memperoleh status Otonomi Khusus sudah sampai pada tahap pengajuan usulan tertulis

kepada Pemerintah Pusat. Bahkan usulan tersebut sudah masuk dalam PROLEGNAS

(Prioritas Legislatif Nasional) di DPR-RI. Langkah selanjutnya, harapan kita adalah, usulan

tentang Otonomi Khusus Bali tersebut agar dapat segera diagendakan menjadi salah-satu

materi pembahasan dalam persidangan DPR-RI masa sidang Tahun 2009 ini, sebelum Masa

Bhakti Anggota DPR-RI Tahun 2004-2009 berakhir. Hanya saja yang menjadi persoalan

adalah, kesungguhan, keuletan, dan kemampuan para Wakil Rakyat asal Bali yang saat ini

sedang duduk sebagai Anggota DPR-RI maupun DPR-RI untuk memperjuangkan usulan

tersebut. Tahapan ini lebih bernuansa politik, karena lolos dan tidaknya “Materi Usulan

Page 10: Artikel KWN

Otonomi Khusus Bali” menjadi agenda pembahasan pada masa persidangan DPR-RI Tahun

2009 nanti sangat tergantung dari kemampuan mereka mengadakan lobby atau meyakinkan

para pimpinan di DPR-RI sebagai agenda yang mendesak untuk dibahas. Atau boleh juga

dikatakan sangat tergantung dari kemampuan para Politisi asal Bali itu untuk mengangkat

usulan itu sebagai salah-satu issu Nasional yang mendesak untuk diselesaikan

pembahasannya.

Sebab jika “Materi Usulan Otonomi Khusus Bali” tidak menjadi agenda pembahasan dalam

masa persidangan DPR-RI Tahun 2009 maka saya agak khawatir usulan tersebut akan

masuk dok. Bahkan akan kehilangan orginitasnya untuk dibahas oleh Anggota DPR-RI

hasil Pemilu 9 April 2009 nanti. Menurut hemat saya, strategi yang paling pas adalah

mendesak secara politik para pimpinan di Pusat agar materi ini menjadi salah-satu agenda

pembahasan pada masa persidangan DPR-RI Tahun 2009 ini. Persoalan apakah

pembahasannya nanti dapat dituntaskan pada masa persidangan tahun ini atau tidak itu

tidak penting. Walaupun pembahasannya tidak tuntas, namun akan menjadi keharusan bagi

Anggota DPR-RI hasil Pemilu Tahun 2009 untuk menuntaskannya pada masa persidangan

yang akan datang. Sebaliknya, jika usulan tersebut tidak masuk dalam agenda pembahasan

pada masa persidangan DPR-RI Tahun 2009 ini, sekali lagi, kemungkinan besar usulan

yang telah menghabiskan anggaran biaya yang bersumber dari APBD Bali jumlahnya

puluhan Milyar itu akan kandas di tengah jalan.

 Problem Pelaksanaan Otonomi Daerah, Terutama Daerah Otonom Baru

Oleh: Rudy Handoko

Otonomi daerah termasuk pemekaran setidaknya mempunyai tujuan untuk: Meningkatkan

Pelayanan Publik dengan mendekatkan akses pelayanan publik kepada rakyat dan rentang

kendali (span of control) birokrasi pemerintahan lokal. Sehingga diasumsikan dapat

meningkatkan kualitas pelayanan publik tersebut. 

Kemudian, Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat/Masyarakat. Suatu logika sederhana,

dengan dimilikinya kewenangan mengatur/mengelola pemerintahan sendiri dan mengelola

Page 11: Artikel KWN

keuangan daerah sendiri serta dengan makin dekatnya akses pelayanan public dan rentang

kendali pemerintahan, maka segala kegiatan pemerintahan daerah dimaksudkan agar

semakin bersentuhan langsung dengan pemenuhan hak-hak dasar rakyat/masyarakat

menuju peningkatan kesejahteraan.

Masalah Otonomi dan Pemekaran Gagal

Tujuan mulia ini senyatanya secara faktual masih belum menunjukkan hasil yang optimal.

Beberapa kasus membuktikan bahwa ternyata selama perjalanannya, otonomi daerah

termasuk pemekaran daerah sebagai solusi untuk peningkatan kesejahteraan dan

peningkatan kualitas pelayanan tidak terlalu signifikan menunjukkan dampak terhadap

perubahan taraf kehidupan masyarakat.

Secara politik, rakyat dimanipulir aspirasinya demi, oleh, dan untuk kepentingan elit

daerah, muncul pula rezim-rezim lokal yang bergaya bak diktator baru atau adipati-adipati

penguasa daerah setempat, rezim ini menjadi kelas penguasa baru. Di beberapa daerah

malah rezim ini seakan kebal hukum, termasuk kroni-kroninya. Mereka juga yang

menguasai sebagian besar aset dan fasilitas, menguasai juga SDA dan sumber daya lainnya.

Skor korupsi pun meningkat dan melibatkan struktur yang paling dekat dengan rakyat,

mulai dari desa hingga kabupaten-kota. Apa mau dikata, otonomi mewabahkan KKN di

tingkat daerah ini, dan ini bukan rahasia umum. Aparatur birokrasinyapun berjalan tidak

efektif dan efisien, malah menjadi benalu yang membebani rakyat dan keuangan negara.

Dalam konteks ini, proses berotonomipun tidak melahirkan pelayanan publik yang

maksimal, malahan birokrasi pemerintahan menjadi cenderung boros, infesiensi,

inefektifitas dan sarang korupsi.

Masalah lainpun bermunculan, seperti semakin senjangnya kualitas pembangunan manusia,

menurunnya kualitas lingkungan dampak rusaknya lingkungan yang diakibatkan dari

eksploitasi lingkungan yang tidak terkendali, bahkan malah makin marak di era otonomi

Page 12: Artikel KWN

daerah.

Indikator berhasil dan gagalnya otonomi dilaksanakan Pemerintah Daerah dapat dilihat dari

:

a. Angka Kemiskinan

b. Peningkatan Kualitas SDM

c. Pemenuhan hak-hak dasar, seperti Pendidikan dan Kesehatan dll, yang juga terkait 

dengan Peningkatan/Pengembangan Kualitas SDM

d. Lapangan Kerja dan Angka Pengangguran

e. Pengembangan Infrastruktur, minimal seperti Jalan, Penerangan dan Air Bersih

f. Pertumbuhan dan Pemberdayaan Ekonomi, terkait dengan Peluang Investasi, Lapangan 

Kerja dan Angka Pengangguran.

g. Kualitas Pengelolaan Pemerintahan dilihat dari Prinsi-prinsip Good Governance dan 

Clean Government

Pendapat Penulis

Artikel pertama, menurut saya karena pada umumnya RPMJD dibuat oleh para

kepala daerah sejak mereka menjadi calon, maka otonomi daerah Bali dapat berjalan

dengan baik dan dengan sedikit hambatan. Setidaknya, para kepala daerah yg sudah

menjabat, mereka sudah tahu bagaimana akan melaksanakan otonomi daerah di Bali di

masa yg akan datang. Selain itu, para kepala daerah yg sudah menjabat, harus tetap

memegang erat budaya masyarakat Bali, karena Bali merupakan salah satu tujuan objek

wisata yg paling diminati di dunia. Selain itu, para kepala masing-masing daerah di Bali,

setidaknya tidak hanya menonjolkan sisi pariwisata daerahnya saja. Mereka juga harus

mulai membenahi atau menonjolkan sisi lainnya seperti daerah Gianyar yg terkenal dengan

seni patungnya. Saya merasa calon kepala daerah di daerah seharusnya tidak hanya

Page 13: Artikel KWN

mementingkan bagaimana jalannya daerah yg dipimpinnya saja, tetapi mereka juga harus

mendengarkan suara-suara masyarkatnya.

Artikel kedua, menurut saya tidak seharusnya para Politisi asal Bali yang saat ini

duduk sebagai Anggota DPR-RI dan DPD-RI lebih banyak disibukkan oleh kegiatan

kampanye mencari dukungan untuk masa jabatan berikutnya. Anggota DPRD yg berasal

dari Bali ini, setidaknya bisa memperjuangan Pemerintah Provinsi Bali untuk memperoleh

status Otonomi Khusus. Sehingga Otonomi Daerah Bali bisa berjalan dengan baik dan

100% sudah dikelola pemerintah Bali. Dengan diperolehnya status otonomi khusus, saya

berharap Bali bisa menjadi lebih maju dari sekarang. Tidak hanya di bidang pariwisata saja,

tetapi di bidang yg lainnya juga.

Artikel ketiga, menurut saya jika penanganan terhadap masalah-masalah di atas

menunjukkan skor yang baik, maka pelaksanaan otonomi daerah (termasuk oleh daerah

otonom baru hasil pemekaran), dianggap berhasil. Jika sebaliknya, maka suatu daerah

dianggap gagal. Suatu hal yang mesti diperhatikan, bahwa dalam evaluasi Depdagri, khusus

daerah pemekaran, dari 157 daerah baru hasil pemekaran, yang dianggap berhasil

melaksanakan otonomi daerahnya sesuai dengan tujuan awal pemekaran, hanya sekitar 40

daerah saja. Ini berarti mayoritas dianggap gagal.

Page 14: Artikel KWN

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan dan Saran

Kesimpulan yang dapat saya tarik dari pembahasan diatas mengenai Otonomi

Daerah adalah pelaksanaan otonomi daerah yg baik sangat erat hubungannya dengan kepala

daerah masih-masing daerah. Saya katakan demikian karena, jika suatu daerah dikepalai

kepala daerah yg kurang mampu memanage/mengatur daerahnya sendiri sangat besar

kemungkinan daerah tersebut tidak akan atau sulit untuk maju. Kepala daerah juga harus

mendengarkan aspirasi masyarakat karena aspirasi masyrakat juga memegang kendali

dalam berjalannya pemerintahan di daerah tersebut. Jika kepala daerah melalaikan aspirasi

masyarakat, saya rasa kepala daerah itu sudah gagal dalam memimpin dan pelaksanaan

otonomi daerah pun akan terganggu atau terhambat jalannya.

Saya juga berpendapat bahwa pemerintah pusat juga memegang peranan penting

dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Pemerintah pusat juga harus mengawasi jalannya

masing-masing daerah. Ini semua karena, jika suatu daerah diberi hak penuh untuk

megatur jalannya pemerintahannya sendiri, mungkin jika terjadi suatu permasalahan di

Page 15: Artikel KWN

daerah tersebut pemerintah pusat akan sulit menjangkau daerah tersebut karena pemerintah

pusat memiliki informasi yg minim memgenai daerah tersebut dan daerah tersebut memiliki

hak penuh dalam mengatur daerahnya.

Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah_di_Indonesia

http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah

http://gogle.com

Lampiran