kti

Upload: ayu-dewi-najwa

Post on 14-Jul-2015

2.325 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kegiatan Belajar 8 PENILAIAN BERBASIS KELAS

A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mempelajari materi pembelajaran ini Anda diharapkan memahami dan dapat melaksanakan kegiatan penilaian berbasis kelas di sekolah. B. Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Menjelaskan pengertian penilaian berbasis kelas. 2. Menjelaskan pemanfaatan hasil penilaian berbasis kelas 3. Mengidentifikasi keunggulan penilaian berbasis kelas 4. Menjelaskan prinsip-prinsip penilaian berbasis kelas 5. Menjelaskan materi atau aspek-aspek pokok penilaian dalam penilaian berbasis kelas 6. Menjelaskan strategi pelaksanaan penilaian berbasis kelas 7. Menyusun laporan hasil penilaian berbasis kelas C. Daftar ReferensiUtama :

Depdiknas, (2002), Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Puskur-Balitbang Diknas. Depdiknas, (2002), Ringkasan Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah, Jakarta: Puskur-Balitbang Diknas.Tambahan :

Nana Syaodih Sukmadinata, (1999), Pengembangan Kurikulum, Bandung : PT. Rosda Karya.D. Ringkasan Materi 1. Pengertian

Penilaian berbasis kelas (PBK) merupakan salah satu komponen dalam kurikulum berbasis kompetensi. PBK itu sendiri pada dasarnya merupakan kegiatan penilaian yang dilaksanakan secara terpadu dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dengan mengumpulkan kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tes tertulis (paper and pen). Fokus penilaian diarahkan pada penguasaan kompetensi dan hasil belajar siswa sesuai dengan level pencapaian prestasi siswa. 2. Penggunaan Hasil Penilaian Berbasis Kelas Hasil penilaian berbasis kompetensi dapat dimanfaatkan sebagai : a. Umpan balik bagi siswa dalam mengetahui kemampuan dan kekurangannya sehingga menimbulkan motivasi untuk memberbaiki hasil belajarnya. b. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar siswa untuk kepentingan program pengayaan dan remedial. c. Bahan masukan bagi guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas. d. Memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda. e. Memberikan informasi yang lebih komunikatif kepada masyarakat berkenaan dengan efektifitas pendidikan sehingga meningkatkan partisipasinya. 3. Keunggulan Penilaian Berbasis Kelas Beberapa keunggulan penilaian berbasis kelas diantaranya : a. pengumpulan informasi kemajuan belajar baik formal maupun non formal diadakan secara terpadu, dalam suasana yang menyenangkan, serta senantiasa memungkinkan adanya kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan apa yang diketahui, dipahami, dan mampu dikerjakannya. b. Pencapaian hasil belajar siswa tidak dibandingkan dengan prestasi kelompok, tetapi dibandingkan dengan kompetensi standar, dan level pencapaian nasional, dalam rangka membantu siswa mencapai apa yang dingin dicapai dan bukan untuk menghakiminya. c. Pengumpulan informasi menggunakan berbagai cara, agar kemajuan belajar siswa dapat terdeteksi secara lengkap. d. Siswa dituntut mengkesplorasi dan memotivasi diri untuk mengerahkan semua potensi dalam menaggapi dan mengatasi semua masalah yang dihadapi dengan caranya sendiri,

bukan sekedar melatih siswa memilih jawaban yang tersedia. e. Dapat menentukan ada tidaknya kemajuan belajar dan perlu tidaknya bantuan secara berencana bertahap dan berkesinambungan, berdasarkan faktia dan bukti yang cukup akurat. 4. Prinsip-prinsip Penilaian Berbasis Kelas Prinsip-prinsip umum penilaian berbasis kelas adalah : a. Valid, artinya penilaian harus memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa, misalnya pembelajaran menggunakan pendekatan eksperimen maka kegiatan melakukan eksperimen harus menjadi salah satu objek yang dinilai. b. Mendidik, artinya penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian belajar siswa. Hasil penilaian harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan bagi siswa yang berhasil atau sebagai pemicu semangat belajar bagi yang kurang berhasil. c. Berorientasi pada kompetensi, artinya penilaian harus menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum. d. Adil, artinya penilaian harus adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa, dan jender. e. Terbuka, artinya kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi semua pihak. f. Berkesinambungan, artinya penilaian dilakukan secara berencana, bertahapm, dan terus menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa sebagai hasil belajarnya. g. Menyeluruh, artinya penilaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan prosedur termasuk mengumpulkan berbagai bukti hasil belajar siswa. Penilaian hasil belajar siswa meliputi pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), sikap dan nilai (afektif) yang direfeleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. h. Bermakna, artinya penilaian hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, berguna, dan bisa ditindaklanjuti oleh semua pihak.

5. Materi Penilaian

Fokus utama penilaian dalam PBK adalah hasil belajar siswa berupa kompetensi seperti yang tercantum dalam KBK setiap mata pelajaran dan dikelompokkan ke dalam 11 rumpun pelajaran, yaitu Pendidikan Agama, Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Sains, Ilmu Sosial, Bahasa Inggris dan Bahasa Asing Asing lainnya, Pendidikan Jasmani, Keterampilan, Kesenian, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Di samping itu, kegiatan penilaian juga dilakukan untuk mengetahui kedudukan atau posisi siswa dalam 8 level kompetensi yang ditetapkan secara nasional, yaitu : Level 0 : selesai TK atau RA Level 1 : selesai kelas II SD dan MI (akhir tahun ke-2) Level 2 : selesai kelas IV SD dan MI (akhir tahun ke-4) Level 3 : selesai kelas VI SD dan MI (akhir tahun ke-6) Level 4 : selesai kelas II SMP dan MTs (akhir tahun ke-8) Level 4A: selesai kelas III SMP dan MTs (akhir tahun ke-9) Level 5 : selesai kelas I SMA dan MA (akhir tahun ke-10) Level 6 : selesai kelas III SMA dan MA (akhir tahun ke-12) Penilaian berbasis kelas harus memperhatikan tiga ranah, yaitu pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Ketiga ranah ini sebaiknya dinilai secara proporsional sesuai dengan sifat mata pelajaran yang bersangkutan. Sebagai contoh : pada mata pelajaran Bahasa, baik bahasa Indonesia atau bahasa Asing, hendaknya menitikberatkan pada keterampilan berbahasa seperti mengarang atau mengerjakan instruksi lisan. Untuk ilmu sosial yang menekankan pada pengembangan keterampilan ilmu sosial misalnya dilakukan dengan menilai keterampilan sosial seperti kemampuan berkomunikasi, hidup hemat, membuat peta atau membuat maket rumah. 6. Pelaksanaan Penilaian Berbasis Kelas

Prinsip utama pelaksanaan berbasis kelas bagi para guru adalah : a. Memandang penialaian sebagai bagian integral dari kegiatan belajar mengajar. b. Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat proses penilaian sebagai kegiatan refleksi.

c. Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pengajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar siswa. d. Mengakomodasi kebutuhan khusus siswa. e. Mengembangkan sistem pencatatan yang menyediakan cara yang bervariasi dalam pengamatan belajar siswa. f. Menggunakan penilaian dalam rangka mengumpulkan informasi untuk membuat keputusan tentang tingkat pencapaian siswa. Dalam menjaring hasil kerja siswa, pelaksanaan PBK dapat berbentuk tes tertulis, penampilan, penugasan atau proyek, serta portofolio. 7. Pelaporan Laporan hasil belajar siswa diperlukan sebagai media informasi berkenaan dengan kemajuan yang dicapai kepada orang tua dan kepentingan perencanaan sekolah. a. Isi laporan Isi laporan harus jelas dan komunikatif dengan menitikberatkan paa kekuatan dan kelemahan siswa dalam belajar. Laporan dapat berupa angka, deskripsi atau berupa potret (profile) siswa secara utuh tentang pencapaian komeptensi yang telah ditentukan dalam kurikulum. b. Model laporan Laporan kemajuan siswa dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu laporan prestasi siswa tiap mata pelajaran dan laporan kemajuan belajar secara menyeluruh. Laporan prestasi mata pelajaran memuat informasi tentang pencapaian kemampuan dasar yang telah ditetapkan dalam kurikulum (baik nasional maupun daerah) melalui pembelajaran materi standar yang telah ditetapkan. Sementara itu laporan kemajuan belajar secara menyeluruh adalah laporan yang menggambarkan kemajuan siswa sebagai internalisasi dan kristalisasi setelah siswa belajar melalui berbagai kegiatan baik intra maupun ekstrakurikuler pada kurun waktu satu semester. c. Manfaat laporan hasil belajar Laporan hasil belajar dapat dimanfaatkan oleh siswa, orang tua, dan para pendidik untuk mendiagnosis hasil belajar siswa, memprediksi masa depan siswa, umpan balik PBM, dan kurikulum sekolah, kepentingan seleksi dan sertifikasi, dan untuk menetapkan kebijakan dalam pengelolaan KBM.

E. Saran-saran Implementasi 1. Strategi Implementasi Untuk meningkatkan pemahaman dan implementasi Anda terhadap konsepsi dan implementasi penilaian berbasis kelas, langkah-langkah berikut ini sebaiknya Anda lakukan. a. Pahami dan lakukanlah kegiatan penilaian sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian berbasis kelas dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari di sekolah. b. Susunlah program penilaian dan metode penilaian yang secara proporsional antara pengumpulan kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tes tertulis (paper and pen). Artinya kegiatan penilaian tidak didominasi oleh satu metode penilaian, seperti portofolio akan tetapi disebar secara proporsional sesuai dengan karakteristik materi, kondisi siswa, serta waktu yang tersedia. 2. Evaluasi Evaluasi Implementasi difokuskan pada evaluasi proses dan hasil. Evaluasi proses diarahkan pada respon siswa terhadap berbagai jenis evaluasi yang diberikan guru, sesuai dengan ciri keunggulannya bahwa PBK dilakukan dengan cara-cara yang menyenangkan. Di sampingn itu, minat dan semangat siswa mengikuti kegiatan merupakan tolok ukur lain dari evaluasi proses. Jika evaluasi proses menekankan pada tingkat keterlibatan siswa, maka evaluasi hasil lebih difokuskan pada ketepatan atau akurasi hasil penilaian dalam mengungkap tiga ranah prilaku, yaitu pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). F. TUGAS PESERTA 1. Bandingkanlah konsep dan pelaksanaan penilaian berbasis kelas dengan konsep penilaian pada kurikulum sebelumnya, khususnya kurikulum tahun 1994. Tuliskanlah perberdaan dan persamaan diantaranya keduanya pada lembar portofolio.

2. Buatlah fokus penilaian dalam ranah psikomotorik sesuai dengan materi pelajaran (pilih salah satu kemampuan dasar) pada mata pelajaran yang Anda bina di sekolah pala lembar portofolio. 3. Diskusikanlah bersama kelompok Anda (5-6 orang) pelaksanaan penilaian di sekolah yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian berbasis kelas pada lembar portofolio.

Kegiatan Belajar 2 MASALAH PENELITIAN

A. Standar Kompetensi Setelah mempelajari kegiatan belajar 2 petatar dapat memahami tentang masalah penelitian, mampu mengimbaskan kepada guru/rekan sejawat serta mampu mengevaluasi hasil belajar guru/rekan sejawat. B. Kompetensi Dasar Setelah membaca modul secara khusus peserta dapat : 1. menjelaskan pentingnya masalah dalam rangkaian proses penelitian. 2. memberikan contoh-contoh masalah penelitian. 3. menyebutkan sumber-sumber tertulis dan tidak tertulis untuk merumuskan masalah penelitian. 4. menjelaskan arti, kedudukan, dan fungsi asumsi dan hipotesis dalam proses penelitian. 5. merumuskan hipotesis penelitian sebagai hasil pemikiran deduktif berdasarkan teori dan asumsi yang berlaku. C. Daftar ReferensiUtama :

IKIP Malang (1997).

Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang. Penataran Metodologi Penelitian dan Cara Menulis Karya Ilmiah Bagi

UNPAD (1994).Tambahan :

Guru SMTA. Bandung.

Suriasumantri,J.S (1986).

Pedoman Penulisan Ilmiah. Gramedia. Jakarta. Social Learning Theory. Prentice Hall.Engelwood Cliffs,New Jersey.

Bandura, A.(1977).

D. Ringkasan Materi1. Masalah Penelitian Ada tiga hal yang harus dinyatakan atau dirumuskan dengan jelas sebelum suatu penelitian dapat dilakukan, yaitu : a.Masalah yang akan diteliti atau pertanyaan yang ingin dijawab. b.Metodologi penelitian atau cara yang akan ditempuh untuk menemukan jawaban dari permasalahan c.Identifikasi dan perumusan masalah yang akan diteliti

Masalah adalah sesuatu yang memerlukan jawaban, penjelasan atau pemecahan. Dalam bahasa yang lebih formal masalah sering dirumuskan sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kenyataan bahwa tidak semua siswa menunjukkan hasil belajar yang memuaskan seperti yang diharapkan adalah masalah. Demikian pula jika panen tidak seberhasil yang diperkirakan, pertumbuhan ekonomi tidak setinggi yang diramalkan, kehidupan demokrasi yang belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar demokrasi itu sendiri, dan rendemen suatu reaksi preparasi tidak setinggi yang diperhitungkan. Semua ini memerlukan penjelasan atau jawaban. Jadi semuanya adalah masalah.

Pada umumnya masalah penelitian lahir semata-mata karena keingintahuan, bukan karena tak terpenuhinya suatu harapan. Misalnya keingintahuan seseorang akan perikehidupan suku Dhani di lembah Baliem atau keingintahuan BKKBN akan sukses tidaknya pengenalan program KB Mandiri juga akan melahirkan masalah-masalah penelitian. Seorang (calon) peneliti harus cukup peka untuk dapat mengidentifikasi aspek-aspek kehidupan dan peristiwa alam yang memiliki potensi untuk melahirkan masalah penelitian. Dari berbagai kemungkinan yang muncul peneliti harus mampu memilih yang paling tinggi nilai dan bobotnya sebagai masalah penelitian. Dalam suatu situasi sebuah fenomena utuh mungkin tidak menampakan sosok permasalahan penelitian. Tetapi sisi-sisi tertentu dari fenomena tersebut secara terpisah mungkin merupakan permasalahan penelitian yang penting untuk dikaji. Sebagai contoh, kehidupan demokrasi secara umum bukanlah sebuah masalah yang mengundang dilakukannya penelitian. Tetapi pemahaman tentang demokrasi dan partisipasi masyarakat yang rendah dalam kehidupan demokrisasi adalah masalah penelitian yang

merangsang untuk dikaji. Demikian pula jika kita bandingkan pendidikan dan mutu pendidikan yang rendah; belajar dan rendahnya efektivitas belajar, dan lingkungan dan usaha untuk memperbaiki mutu lingkungan. Sebuah fenomena bukanlah masalah penelitian selama peneliti tidak mempersoalkan aspek-aspek tertentu yang memang potensial untuk menelurkan permasalahan. Dengan kata lain masalah penelitian harus digali oleh peneliti dari konteksnya.

2.Sumber Masalah Penelitian Sumber masalah penelitian yang sejati sebenarnya adalah alam semesta dengan segala isi semua fenomena yang ada di dalamnya.Seorang peneliti dianjurkan untuk mengarahkan perhatiannya dan menggunakan segala kemampuannya untuk mengidentifikasi masalahmasalah yang mungkin timbul dari keberadaan dan dinamika semesta tersebut, karena mengangkat permasalahan langsung dari pengalaman nyata bukanlah sesuatu yang mudah. Kekurangmampuan peneliti dalam merumuskan masalah sering hanya akan menghasilkan masalah-masalah penelitian yang dangkal, trivial dan parsial . Apabila merasa kesulitan mengangkat permasalahan langsung dari alam semesta,(calon) peneliti dapat memilih cara lain untuk menemukan masalah penelitian. Cara tersebut adalah dengan menggunakan sumber-sumber sekunder, yaitu library atau kepustakaan. Bahan-bahan pustaka seperti laporan penelitian, tesis, makalah, jurnal ilmiah, buku ajar, dan sebagainya adalah sumber informasi masalah penelitian. Salah satu ukuran yang biasa dipakai untuk menentukan nilai bahan pustaka sebagai sumber masalah adalah aktualitas atau kekinian isi sumber sumber tersebut. Howard dan Sharp (1986:26) mengurutkan gradasi nilai bahan-bahan pustaka tersebut sebagai sumber penelitian dengan urutan : 1. Tesis dan disertasi 2. Artikel dalam jurnal akademik dan profesional 3. Laporan penelitian 4. Buku dan tinjauan buku 5. Komunikasi dengan ahli-ahli dalam bidang terkait. 6. Pendapat para pemakai hasil penelitian 7. Hasil diskusi dengan sejawat 8. Media lain dalam arti luas

Sumber-sumber selain yang disebutkan di atas dapat pula dimanfaatkan. Sumber-sumber tersebut misalnya berita atau laporan informal dari pihak-pihak yang secara tradisional tidak

diharapkan sebagai sumber masalah penelitian. Darimanapun asalnya setiap masalah penelitian harus melewati tahap evaluasi yang seksama sebelum benar-benar diangkat sebagai suatu fokus kajian.

3.Teknik Pengembangan Masalah Penelitian Tiga pendekatan yang sering digunakan dalam pengembangan masalah atau topik penelitian adalah : a. Analogi Analogi setidaknya memberikan dua manfaat bagi proses penelitian:memberikan inspirasi kepada peneliti untuk mengembangkan pemikiran yang sejalan atau setara dengan paradigma penelitian yang telah ada, dan/atau memberikan inspirasi digunakan metodologi yang telah terbukti sukses dalam penelitian yang lain.

Sebagai contoh peneliti yang tertarik akan masalah pengembangan usaha kecil agro industri dapat menggunakan pendekatan penelitian yang selama ini telah digunakan di suatu tempat atau negara untuk diterapkan di tempat lain. Dapat pula penggunaannya di bidang pendidikan, pengembangan IPTEK, masalah-masalah sosial, lingkungan, dan sebagainya. Sudah barang tentu penyesuaian dengan kondisi setempat sangat perlu untuk diperhatikan.

b.Peta Permasalahan atau Relevance-trees. Dengan menggunakan relevance-trees (peta permasalahan) seorang peneliti dapat mengembangkan masalah penelitian dengan menjabarkan ide-ide terkait berlandaskan suatu konsep dasar. Agar efektif konsep yang digunakan peneliti dapat menjabarkan masalah yang dikajinya dan kemudian memfokuskan kajiannya pada aspek-aspek tertentu atau mengembangkan topik-topik sampingan dari masalah pokok.

Gambar. 2.1. Peta Permasalahan Dari skema peta permasalahan seperti di atas peneliti dapat menjabarkan masalanya ke dalam unsur-unsur yang saling terkait kemudian memusatkan kajiannya pada unsur-unsur atau aspek-aspek tertntu. Keterkaitan aspek masalah yang akan dikaji dengan konteks yang lebih luas dengan cara ini dapat dipertahankan. Penggunaan cara ini memang sangat bermanfaat untuk masalah-masalah yang luas cakupannya dan tidak dapat diselesaikan dalam satu penelitian saja, tetapi harus diselesaikan secara bertahap.

c. Analisis Morfologi Analis morfologi bertumpu pada suatu proses yang terdiri dari tiga langkah dalam pengembangan masalah penelitian,yaitu : 1) Identifikasi faktor-faktor atau dimensi-dimensi utama dari suatu masalah. 2) Mendaftar berbagai atribut/tingkatan dari faktor-faktor tersebut (variasi keadaan yang dapat terjadi pada faktor-faktor terkait).

3) Merumuskan berbagai pola hubungan yang mungkin terjadi antara faktor-faktor tersebut.

4. Fisibilitas Permasalahan Sebelum keputusan diambil apakah suatu penelitian layak untuk dikerjakan atau tidak perlu dievaluasi menurut beberapa kriteria seperti di bawah ini: 1) Kemungkinan diperolehnya data yang diperlukan 2) Dapat-tidaknya dikembangkan disain penelitian yang sesuai 3) Ketersediaan waktu yang dibutuhkan 4) Dikuasainya keterampilan teknik yang dibutuhkan 5) Ketersediaan dana 6) Resiko yang harus dihadapi 7) Kesesuaian dengan minat peneliti.

Selain kriteria di atas peneliti perlu pula memperhatikan keaslian (orijinalitas) dan simetri permasalahan yang akan dikaji. Pertimbangan orijinalitas akan menghindarkan peneliti dari duplikasi atau replikasi yang tidak perlu. Plagiasi (penyontekan) harus betul-betul diusahakan agar tidak terjadi, karena merupakan pelanggaran kode etik keilmuan dan sangat tidak terpuji. Simetri permasalahan (Howard & Sharp, 1986:37) berkaitan dengan perkiraan nilai hasil penelitian yang akan diperoleh. Masalah masalah yang sudah sangat jelas kemungkinan jawabannya-misalnya, apakah benar bahwa banyak makan gula-gula akan merusakkan gigi-sebaiknya tidak lagi diteliti. Demikian pula sebaliknya permasalahan yang ekstra sulit pemecahannya (inconclusive)-seperti, apakah benar ada atau tidak UFO atau bagaimanakah hubungan antara jenis makanan dan kesediaan untuk berkorban demi kepentingan negara-sebaiknya tidak usah dipilih.

5. Latar belakang dan Rumusan Permasalahan Sebelum menentukan pilihan masalah yang akan diteliti seorang peneliti hendaknya meyakinkan dirinya terlebih dahulu bahwa masalah yang dipilihnya memang pantas untuk diteliti.

Kepantasan ini bersumber antara lain pada urgensi masalah yang dikaji dalam kaitan dengan hajat-hajat tertentu: manfaat bagi peningkatan kesejahteraan umum atau pengembangan IPTEK. Selain itu kaitannya dengan konteks permasalahan yang lebih luas, dan posisinya dalam ranah keilmuan tertentu, harus jelas pula pada prinsipnya peneliti harus

mampu menjawab pertanyaan: Mengapa masalah ini dipilih untuk diteliti?.

Dalam rencana penelitian yang diwujudkan dalam bentuk proposal jawaban peneliti terhadap pertanyaan di atas dimuat dalam bagian yang disebut latar (belakang) masalah. Dengan menulis latar belakang masalah peneliti meyakinkan dirinya sendiri, anggota tim penelitiannya dan pihak-pihak lain yang terkait (supervisor, sponsor), penguji, panitia, dan sebagainya, bahwa penelitian yang direncanakan benar-benarf bernilai dan layak dilakukan, serta konsisten dengan kaidah-kaidah keilmuan yang ada. Setelah memilih masalah yang akan diteliti dengan justifikasi yang cukup peneliti harus merumuskan masalahnya dalam suatu rumusan yang jelas. Perumusan itu hendaknya sedemikian rupa sehingga dengan membaca rumusan ini orang akan tahu apa yang akan diteliti dan sekaligus memiliki gambaran tentang berbagai aspek penelitian tersebut: jenis data yang akan dikumpulkan dan teknik pengumpulan data yang akan dipakai, populasi penelitian dan lain-lain. Menurut Ary, dkk. (1979) perumusan masalah yang baik harus memenuhi dua syarat : (1) menyebutkan dengan jelas apa yang akan dicari jawabannya dan (2) jelas ruang lingkupnya. Kedua syarat ini dapat dipenuhi apabila peneliti menyebutkan dengan jelas hal-hal sebagai berikut : 1. Variabel-variabel yang terkait. 2. Hubungan di antara variabel-variabel tersebut. 3. Populasi terkait atau sasaran kajian yang merupakan subjek-subjek yang paling jelas keterkaitannya dengan permasalahan yang dikaji. 4. Berbagai atribut (lokasi, waktu dsb) yang berfungsi membatasi lingkup kajian yang berkaitan dengan tempat dan waktu terjadinya permasalahan maupun identitas khusus dari populasi/bagian populasi yang bersangkutan. Pada umumnya masalah penelitian dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, mengandung variabel-variabel penelitian yang terkait dan hubungan antara variabel-variabel tersebut.

Ditinjau dari cakupan aspek yang terkait rumusan masalah penelitian dibedakan menjadi dua tingkatan rumusan masalah umum yang menunjukkan keseluruhan permasalahan penelitian secara utuh, dan rumusan masalah berfokus pada aspek-aspek tertentu dari permasalahan yang dikaji. Contoh-contoh : (Disusun dalam bentuk umum dan khusus)

1. Bagaimanakah penerapan prinsip demokrasi dalam pemilihan kepala desa pada

masyarakat suku terasing? a. Apakah kriteria bagi calon kepala desa? b. Siapakah yang mempunyai hak pilih? c. Bagaimanakah mekanisme pencalonannya? d. Bagaimanakah mekanisme pemilihannya? e. Siapakah yang menetapkan kebasahan pemilihan tersebut? Dan seterusnya.

2. Bagaimana dampak pemberlakuan UU Lalu Lintas terhadap perilaku berlalu lintas masyarakat? a. Bagaimanakah pemahaman masyarakat atas UU Lalu-lintas tersebut? b. Apakah jenis pelanggaran yang banyak dilakukan masyarakat? c. Adakah perbedaan frekuensi pelanggaran lalu-lintas sebelum dan sesudah penerapan UU tersebut?

3. Adakah dampak peningkatan suhu lingkungan terhadap perilaku makan, istirahat, dan produktivitas ternak sapi perah? a. Adakah dampak peningkatan suhu lingkungan terhadap tingkat konsumsi bahan makan padat? b. Adakah dampak peningkatan suhu lingkungan terhadap tingkat konsumsi bahan amakan cair? c. Adakah dampak peningkatan suhu lingkungan terhadap waktu tidur ternak? d. Adakah dampak peningkatan suhu lingkungan terhadap produksi susu?

Dengan merumuskan masalah dalam dua tingkatan tersebut di satu pihak peneliti dapat memfokuskan perhatiannya pada aspek-aspek penting dari permasalahan penelitiannya, dan di pihak lain dia dapat tetap mempertahankan kajiannya dalam lingkup yang jelas batasbatasnya.

6. Asumsi Dalam pengertian sehari-hari asumsi dapat diartikan sebagai anggapan. Dalam konteks penelitian asumsi diperlakukan sebagai anggapan dasar, yaitu sesuatu yang diakui kebenarannya atau dianggap benar tanpa harus dibuktikan terlebih dahulu. Sebagai contoh, dalam sebuah penelitian mungkin diperlukan asumsi Perubahan cuaca tidak melampaui batas toleransi kemampuan spesies untuk bertahan hidup (biologi), atau Absorbansi

dinding kuvet = 0(kimia/spektrofotometri), atau Beban bergerak tidak menyebabkan getaran pada pilar utama (teknologi), atau Tidak terjadi perubahan persepsi masyarakat terhadap pengertian NKKBS selama penelitian berlangsung (sosial), dan sebagainya. Dalam contoh-contoh di atas peneliti menganggap benar konsistensi keadaan cuaca, nilai absorbansi dinding kuvet, dampak beban bergerak terhadap pilar, dan tidak terjadinya perubahan pada persepsi masyarakat. Peneliti tidak perlu melakukan pengamatan atau pengukuran khusus untuk mengetahui kebenaran hal-hal tersebut tetapi langsung menggunakannya sebagai pijakan berfikir dalam penelitiannya. Mengapa perlu disusun asumsi dan apakah setiap penelitian mutlak memerlukan asumsi ? Uraian berikut diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Asumsi diajukan agar peneliti dapat mengembangkan rancangan penelitian yang sahih (valid). Dalam bahasa metodologi penelitiannya tidak terancam oleh sumber-sumber ketidakvalidan. Rancangan penelitian adalah acuan untuk menyusun hipotesis penelitian. Karena itu harus bebas dari sumber-sumber ketidakvalidan. Tidaklah bermanfaat mengembangkan hipotesis jika rancangan penelitiannya masing mengandung ketidakvalidan. Seluruh penelitian itu sendiri sebenarnya tidak lagi bermakna jika rancangannya tidak sahih. Sebagai misal seorang peneliti telah menyusun rancangan penelitian korelasional-deret waktu dan mengajukan hipoteis yang berbunyi :Terdapat hubungan yang makin meningkat antara persentase tabungan dan penghasilan di dalam iklim invetasi yang makin mantap. Hipotesis ini hanya dapat diuji dan memberikan hasil yang bermakna jika dalam kurun waktu penelitian tidak terjadi perubahan suasana moneter yang drastis seperti devaluasi dan sejenisnya. Karenanya peneliti perlu mengajukan asumsi Tidak terjadi perubahan moneter yang drastis selama kurun waktu penelitian.Tidak semua penelitian memerlukan asumsi, jadi peneliti tidak perlu memaksakan suatu asumsi jika memang tidak secara fungsional dibutuhkan.

Kadang-kadang asumsi juga tidak dinyatakana secara eksplisit, tetapi sudah diperhitungkan oleh peneliti unhtuk mengantisipasi hasil penelitian yang jauh menyimpang dari yang diharapkan. Misalnya dalam penelitian yang menguji hubungan antara berat kendaraan dengan pemakaian bahan bakar sebenarnya boleh juga diasumsikan bahwa efisiensi kerja mesin konstan selama percobaan. Tetapi sering hal ini tidak dinyatakan oleh peneliti. Baru setelah terdapat hasil penelitian yang tidak wajar hal yang sebenarnya dapat diasumsikan sebelumnya, digunakan sebagai landasan untuk mengembangkan penjelasan. Memang,

yang lebih baik adalah menjamin (mengusahakan) lebih dahulu keadaan normal yang diperlukan sebelum suatu hal diajukan sebagi sebuah asumsi karena situasi yang berpotensi menggangu rancangan penelitian itu memang benar-benar di luar kontrol peneliti (kenormalan kerja mesin misalnya dapat diupayakan untuk dipertahankan, tetapi tidak demikian halnya dengan cuaca dan persepsi masyarakat). Asumsi paling tidak dapat dibedakan menjadi tiga jenis menurut sifatnya, yaitu (1) asumsi konseptual, (2) asumsi situasional/probabilistik, dan (3) asumsi pragmatik/operasional.

Asumsi konseptual berakar pada pengakuan akan kebenaran suatu konsep atau teori. Dalam bidang pendidikan dan psikologi misalnya, dapat diajukan asumsi bahwa proposisi Piaget mengenai perkembangan inteligensi benar adanya. Demikian pula dalam fisika atau ilmu kimia, peneliti dapat bersandar pada asumsi kebenaran konsep atom menurut mekanika gelombang sebagai landasan untuk menjelaskan berbagai fenomena yang relevan. Perlu dicatat bahwa dalam kebanyakan situasi asumsi konseptual ini kadangkadang tidak secara eksplisit dinyatakan. Asumsi situasional diperlukan apabila peneliti melihat atau mengantisipasi adanya kondisi lokal atau situasi yang bersifat sementara yang berpotensi mempengaruhi atau menentukan berlakunya suatu hukum atau prinsip sehingga dapat menggoyahkan rancangan penelitian yang telah disusun. Asumsi yang berbunyi Tidak ada perubahan kebijakan yang mendasar selama kurun waktu n tahun adalah contoh asumsi jenis ini, demikian pula asumsi Tidak ada bias budaya terhadap tes IQ yang digunakan atau Tanaman dapat menyesuaikan diri dengan perubahan cuaca yang ekstrim merupakan contoh-contoh yang lain. Asumsi pragmatik bertolak dari masalah-masalah operasional yang sebenarnya masih di dalam jangkauan peneliti untuk mengendalikannya. Tetapi karena alasan alasan praktis, kebenaran hal-hal yang seharusnya dikendalikan tersebut dijadikan asumsi saja. Sebagai contoh, asumsi yang berbunyi Mesin bekerja normal sepanjang masa eksperimen, seharusnya tidak perlu ada apabila peneliti dapat melakukan pengendalian penuh terhadap kerja mesin selama percobaan. Demikian pula halnya dengan asumsi Semua responden memahami pertanyaan sebagaimana dimaksudkan oleh peneliti. Satu hal yang perlu dicatat adalah: Peneliti hendaknya mengupayakan terlebih dahulu agar hal-hal yang masih dapat dikendalikan tidak secara gegabah dijadikan asumsi. Ini terutama berlaku bagi asumsi situasional dan asumsi pragmatik. Sedangkan asumsi konseptual umumnya memang berada di luar jangkauan kontrol peneliti.

7. Hipotesis Hipotesis ialah jawaban sementara atas masalah-masalah yang diteliti, dan dirumuskan setelah dibuat masalah penelitian. Dinyatakan sebagai jawaban sementara karena kebenaran suatu hipotesis masih harus diuji atau diverifikasi dengan data yang akan dikumpulkan. Dalam penelitian kuantitatif hipotesis merupakan salah satu mata rantai, dan merupakan produk dari paradikma pendekatan logiko-hipotetiko-verifikatif, yaitu pendekatan berfikir deduktif yang mengandalkan pendayagunaan logika/rasio yang bersandar pada teori, prinsip, konsep dan kaidah yang berlaku. Hasil berfikir deduktif inilah yang diwujudkan dalam bentuk hipotesis untuk dibuktikan atau diverifikasikan kebenarannya. Karena hipotesis adalah produk pendekatan berfikir deduktif maka hipotesis baru dapat disusun setelah peneliti melakukan kajian kepustakaan secara tuntas. Bahkan pernyataan hipotesis yang formal baru dapat dinyatakan dengan baik setelah rancangan (design) penelitiannya dirumuskan. Tetapi untuk menyegerakan pemahaman pembaca atas masalah dan konteks penelitian sering hipotesis sudah disajikan pada bagian awal sebuah laporan (usulan)penelitian. Hal ini tidak menjadi masalah karena pembaca tidak terlibat dalam proses pengembangan hipotesis tersebut dan hanya berkepentingan untuk mengetahui jalan pikiran peneliti dalammencari jawaban atas permasalahanyang dikajinya.

Hipotesis diperlukan untuk mengarahkan langkah-langkah penelitian selanjutnya, seperti jenis dan sifat data yang akan dikumpulkan dan prosedur analisis yang dapat digunakan untuk analisis data. Perlu dicatat bahwa tidak semua penelitian memerlukan hipotesis. Dalam pandangan konservatif dapat dinyatakan hanya dalam penelitian kuantitatif-yang akan menghasilkan data-data numerik akan dianalisis dengan prosedur statistik inferensial tentang hubungan, perbedaan, dan sejenisnya-peneliti dapat (atau perlu) mengajukan hipotesis. Dalam penelitian kuantitatif sekalipun mungkin tidak diperlukan hipotesis, misalnya dalam penelitian deskriptif. Hipotesis dibedakan menjadi dua macam: hipotesis alternatif (H1) dan hipotesis nihil (H0).

Hipotesis alternatif adalah rumusan formal hasil analisis deduktif peneliti mengenai masalah yang dikajinya. Hipotesis ini biasanya dinyatakan dalam kalimat positif seperti Ada hubungan antara IQ dan pencapaian belajar untuk anak-anak di bawah tingkat kemampuan berfikir formal. Hipotesis nihil disusun untuk kepentingan pengujian statistik, dan dinyatakan dengan kalimat negatif seperti : Tidak ada hubungan antara IQ dan pencapaian belajar untuk anak-anak di bawah tingkat kemampuan berfikir formal. Hipotesis nihil inilah yang nantinya

akan diterima atau ditolak dalam pengujian statistik. Rumusan hipotesis yang baik menuntut syarat-syarat seperti rumusan masalah penelitian, yaitu (1) menyebutkan variabel-variabel yang terkait, (2) menyebutkan hubungan di antara variabel-variabel tersebut, (3) menyebutkan populasi atau sasaran kajian, dan (4) (kadang-kadang) berbagai atribut (lokasi, waktu, dsb) yang berfungsi membatasi lingkup kajian. Berikut adalah beberapa contoh rumusan hipotesis alternatif. Hipotesis nihilnya dapat dikembangkan dari hipotesis alternatif tersebut dengan merubahnya menjadi kalimat-kalimat negatif.

a. Hubungan antara intelegensi dan nilai rata-rata semester lebih kuat di kalangan mahasiswa laki-laki daripada mahasiswa perempuan. b. Dengan jumlah anak yang sama pasangan usia subur (PUS) dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi mempunyai sikap yang lebih positif terhadap program KB. c. Kecepatan perkembangbiakan gulma perairan akan lebih tinggi untuk jenis gulma permukaan dan gulma dasar perairan dalam lingkungan pH yang berbeda jika tingkat kejernihan air dan penyinaran dipertahankan tetap. E. Tes Formatif

Kerjakanlah soal-soal berikut dengan memilih salah satu jawaban yang paling tepat

1. Tiga pendekatan yang sering digunakan dalam pengembangan masalah atau topik penelitian dikemukakan oleh a. Mason J.E b. Howard & Sharp c. Bramble JW d. Suria Sumantri JS 2. Seorang peneliti dapat menggunakan pengembangan masalah penelitian dengan menjabarkan ide-ide terkait berlandaskan suatu konsep dasar merupakan. . analogi a. analisis morfologi b. peta permasalahan c. fisibilitas permasalahan

3. Analisis morfologi bertumpu pada suatu proses yang terdiri dari langkah-langkah pengembangan masalah penelitian berikut ini, kecuali. . mengidentifikasi faktor/dimensi utama suatu masalah a. membuat daftar berbagai atribut/tingkatan dari faktor-faktor suatu masalah b. merumuskan berbagai pola hubungan yang mungkin terjadi antara faktorfaktor tersebut c. mudah tidaknya pengembangan desain penelitian 4. Jawaban sementara dari penelitian dirumuskan setelah dibuat masalah penelitian merupakan. . asumsi a. hipotesis b. fisibilitas permasalahan c. rumusan permasalahan 5. Hipotesis nihil terdapat dalam rumusan kalimat. . Ada hubungan antara intelegensi dan nilai rata-rata ulangan harian di SD lebih kuat di kalangan siswa laki-laki daripada siswa perempuan. a. Ada ubungan antara intelegensi dan nilai rata-rata ulangan harian di SD lebih kuat di kalangan siswa perempuan daripada siswa laki-laki. b. Tidak ada hubungan antara intelegensi dan nilai rata-rata semester lebih kuat di kalangan mahasiswa laki-laki daripada mahasiswa perempuan. c. Hubungan antara intelegensi dan nilai rata-rata semester lebih kuat di kalangan mahasiswa laki-laki daripada mahasiswa perempuan.

Kegiatan Belajar 3 VARIABEL PENELITIANA. Standar Kompetensi Setelah mempelajari kegiatan belajar 3 petatar dapat memahami tentang variabel penelitian, mampu mengimbaskan kepada guru/rekan sejawat serta mampu mengevaluasi hasil belajar guru/rekan sejawat. B. Kompetensi Dasar Setelah mempelajari kegiatan belajar ini petatar dapat : 1. membuat definisi tentang variabel dalam penelitian. 2. mengidentifikasi jenis variabel berdasarkan kedudukannya dalam penelitian. 3. membuat definisi operasional variabel berdasarkan definisi konseptual variabel dalam penelitian. 4. mengidentifikasi skala pengukuran suatu variabel. C. Daftar ReferensiUtama :

IKIP Malang (1997).

Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang. Penataran Metodologi Penelitian dan Cara Menulis Karya Ilmiah Bagi

UNPAD (1994).Tambahan :

Guru SMTA. Bandung.

Suriasumantri,J.S (1986).

Pedoman Penulisan Ilmiah. Gramedia. Jakarta. Social Learning Theory. Prentice Hall.Engelwood Cliffs,New Jersey.

Bandura, A.(1977).

D. Ringkasan MateriPembahasan mengenai variabel penelitian sangat penting untuk keperluan penetapan disain penelitian. Itulah sebabnya, peneliti harus melakukan identifikasi secara cermat variabel-

variabel yang dilibatkan dalam penelitian, menstrukturkannya ke dalam suatu teori kerja penelitian sebagai pijakan pengembangan hipotesis, memberikan batasan operasional, serta mengembangkan instrumen untuk pengukurannya. Jadi, kajian mengenai variabel penelitian, seperti yang dilakukan dalam kegiatan belajar ini, sangat terkait dengan topik kajian sebelumnya, yaitu masalah dan hipotesis penelitian. Kaitan tersebut berhubungan dengan kajian berikutnya, seperti disain penelitian, instrumen penelitian, pengumpulan dan analisis data. 1. Pengertian dan Jenis Variabel Variabel adalah suatu konsep yang mempunyai lebih dari satu nilai, keadaan, kategori, atau kondisi. Dalam penelitian, peneliti memusatkan perhatiannya untuk menjelaskan hubunganhubungan yang ada antar variabel. Dalam suatu penelitian yang mempelajari hubungan sebab akibat antar variabel, dapat diidentifikasi beberapa jenis variabel, yaitu : varibel terikat, varabel bebas, variabel moderator, variabel kontrol, dan variabel antar atau intervening (Tuckman, 1978). Hubungan antar variabel tersebut dalam penelitian ditunjukkan dalam gambar diagram berikut.

SEBAB VARIABEL BEBAS VARIABEL MODERATOR VARIABEL KONTROLa. Variabel Terikat

HUBUNGAN

AKIBAT

VARIABEL ANTARA

VARIABEL TERIKAT

Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel respon(output), yang berarti variabel ini akan muncul sebagai akibat dari manipulasi suatu variabel-variabel yang dimanipulasikan dalam penelitian (variabel bebas) (Kerlinger, 1979). Sebagai contoh, dalam suatu studi tentang hubungan antar dua variabel X dan Y-peneliti bertanya: apa yang akan terjadi pada Y jika X dibuat lebih besar atau lebih kecil?. Dalam hal ini peneliti memandang Y sebagai variabel terikat, karena Y akan berubah sebagai akibat dari diubahnya X.

b. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang diduga sebagai sebab munculnya variabel yang lain, misal variabel terikat. Sebagai ilustrasi, bila peneliti mempelajari hubungan antara dua variabel, X dan Y, ia bertanya : Apa yang akan terjadi pada Y jika X dibuat lebih besar atau lebih kecil? Dalam hal ini peneliti memandang variabel bebas sebagai variabel yang akan dimanipulasi atau diubah untuk diamati pengaruhnya terhadap variabel lain. Ia mempertimbangkan X sebagai variabel bebas karena ia hanya bermaksud untuk mempelajari bagaimana variabel X itu mempengaruhi variabel lain. c. Variabel Moderator Variabel moderator adalah sebuah tipe khusus variabel bebas, yaitu variabel bebas sekunder yang diangkat untuk menentukan apakah ia mempengaruhi hubungan antara variabel bebas primer dan variabel terikat (Best, 1977; Tuckman, 1978). Jika peneliti ingin mempelajari pengaruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y tetapi ragu-ragu apakah hubungan antara X dan Y tersebut berubah karena variabel Z, maka Z dapat dianalisis sebagai variabel moderator.

Ilustrasi berikut akan lebih memperjelas pengertian variabel moderator yang dimaksud dalam penelitian. Seorang peneliti ingin membandingkan keefektifan metode visual (menggunakan gambargambar) dan metode audio (menggunakan audio tape) untuk mengajarkan suatu satuan pelajaran. Lebih lanjut peneliti tersebut curiga bahwa ada siswa tertentu yang lebih cocok dengan metode visual sedangkan siswa yang lain lebih cocok dengan metode audio. Apabila satuan pelajaran tersebu telah selesai dan semua siswa dites hasil belajarnya, maka mungkin pengaruh kedua metode audio dipisahkan dari cocok dengan metode visual, kemudian dianalisis sendiri-sendiri maka perbedaan prestasi belajar kelompok metode visual dan kelompok metode audio akan terlihat nyata. Dalam hal ini karakteristik sisa (kecocokan metode) merupakan variabel moderator terhadap hubungan antara variabel bebas metode dan variabel terikat (prestasi belajar).

d. Variabel Kontrol Variabel kontrol adalah faktor-faktor yang dikontrol atau dinetralkan pengaruhnya oleh peneliti, karena jika tidak demikian diduga ikut mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Variabel kontrol berbeda dengan variabel moderator. Penetapan suatu variabel menjadi variabel moderator adalah untuk dipelajari (dianalisis) pengaruhnya, sedangkan penetapan suatu variabel menjadi variabel kontrol adlah untuk dinetralkan/disamakan pengaruhnya. Ilustrasi berikut ini akan memperjelas pengertian variabel kontrol dalam penelitian. Penelitian tentang metode pengajaran seperti tersebut di atas peneliti bisa saja menetralkan pengaruh variabel karakteristik gaya belajar (auditif vs visual) dengan mengambil sampel hanya kelompok yang memiliki gaya belajar auditif. Atau, bisa saja peneliti menetapkan variabel lain sebagai variabel kontrol dengan jalan membatasi sampel pada siswa pria saja atau wanita saja dengan intelegensi yang sama. Jika demikian halnya maka jenis kelamin dan inteligensi diperlakukan sebagai variabel kontrol.

e.Variabel Antara (Intervening) Variabel antara adalah faktor yang secara teoritik mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat tetapi tidak dapat dilihat( abstrak) sehingga tidak dapat diukur atau dimanipulasikan berdasarkan pengaruh variabel bebas dan/atau variabel terikat. Untuk lebih memperjelas pengertian variabel antara ini perhatikan ilustrasi berikut.

Seorang peneliti ingin mempelajari hubungan antara minat belajar dengan prestasi belajar, dengan hipotesis bahwa semakin tinggi minat belajar semakin tinggi pula prestasi belajar. Dalam hipotesis ini secara teoritik diduga bahwa minat belajar mempengaruhi proses belajar dan selanjutnya proses belajar mempengaruhi prestasi belajar. Karena proses belajar pada hakikatnya merupakan proses psikologis yang abstrak dan tidak dapat diukur, maka proses belajar dipandang sebagai variabel intervening. Dalam suatu penelitian, peneliti mungkin saja melibatkan beberapa variabel dan menetapkannya sebagai variabel bebas, terikat, moderator, kontrol, dan intervening, seperti contoh kasus berikut.

Suatu penelitian mengajukan sebuah hipotesis bahwa jumlah mencoba dalam suatu latihan dapat meningkatkan belajar. Atau, dengan rumusan yang lebih rinci : diantara siswa yang sama usia dan inteligensinya, tingkat keterampilan mereka berhubungan langsung dengan jumlah mencoba dalam latihan untuk siswa pria,dan tidak langsung untuk siswa wanita. Dalam hipotesis semacam ini, variabel variabel yang harus dipertimbangkan adalah : a. Variabel terikat : tingkat keterampilan b. Variabel bebas : jumlah mencoba dalam latihan

c. Variabel moderator : jenis kelamin d. Variabel kontrol : usia dan inteligensi e. Variabel intervening : belajar

2.Perumusan Definisi Operasional Variabel yang telah diidentifikasi perlu didefinisikan secara operasional, sebab setiap istilah (variabel) dapat diartikan secara berbeda-beda oleh orang yang berkaitan.

Penelitian adalah proses komunikasi dan komunikasi memerlukan akurasi bahasa agar tidak menimbulkan perbedaan pengertian antara orang dan agar orang lain dapat mengulangi penelitian tersebut. Ada definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi, komunikasi, dan replikasi. Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut.

Karakteristik yang dapat diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain. Sebaliknya definisi koseptual atau hipotetik dan bukan pada ciri-ciri yang dapat diamati Tuckman (1978) membedakan tiga tipe definisi operasional sebagai berikut :

a. Definisi Operasional Tipe A Definisi operasional tipe A banyak diterapkan pada penelitian eksperimental. Dalam hal ini definisi operasional berupa suatu pernyataan tentang menipulasi atau prakondisi apa yang harus diciptakan oleh peneliti untuk menunjukkan bahwa suatu fenomena atau keadaan tertentu timbul atau terjadi.

Contoh definisi tipe A ini diberikan sebagai berikut. Misalnya ingin mendefinisikan variabel Frustasi. Frustasi secara operasional dapat didefinisikan sebagai keadaan yang terjadi jika seorang individu terhalang untuk mencapai tujuan yang sangat diinginkan pada saat ia hampir mencapainya. Apabila definisi ini diterapkan pada anak, maka peneliti perlu melakukan halhal sebagai berikut : anak disodori sebutir permen hingga anak tersebut mengulurkan tangannya hampir mencapai permen tersebut, kemudian peneliti menarik kembali permen

tersebut.

b. Definisi Operasional Tipe B Definisi operasional tipe B dapat dirumuskan dalam bentuk deskripsi tentang bagaimana suatu objek (benda tertentu) beroperasi, yakni apa yang dilakukan atau terdiri dari apa ciriciri dinamis objek tersebut.

Contoh definisi operasional tipe B ini diberikan sebagai berikut. Misalnya variabel yang didefinisikan adalah variabel Orang Cerdas. Orang cerdas dapat didefinisikan sebagai orang yang mendapatkan nilai yang tinggi di sekolah atau orang dapat mendemonstrasikan kemampuannya dalam memecahkan masalah secara logis. Contoh lain, guru yang direktif dapat didefinisikan sebagai guru yang cenderung memberikan banyak perintah mengkritik siswa secara perorangan dan menciptakan hubungan formal dengan siswa. Definisi operasional tipe B ini sering dipakai untuk variabel-variabel dalam lingkungan pendidikan untuk mendiskripsikan tipe-tipe orang. Karena ciri-ciri dinamik seseorang tercermin sebagai tingkah laku yang konkrit dan dapat diamati yang berhubungan dengan tipe orang tersebut.

c. Definisi Operasional Tipe C Definisi operasional tipe C dapat dirumuskan dalam bentuk deskripsi objek atau fenomena tentang seperti apa atau terdiri dari apa ciri-ciri statis objek atau fenomena tersebut.

Contoh definisi operasional tipe C ini diberikan sebagai berikut. Misalnya variabel yang didefinisikan adalah variabel Siswa Cerdas. Siswa yang cerdas didefinisikan sebagai siswa yang mempunyai ingatan bagus, perbendaharaan kata-kata yang banyak, kemampuan bernalar yang baik, keterampilan berhitung yang baik, dan seterusnya. Dalam penelitian pendidikan banyak definisi operasional yang didasarkan pada ciri-ciri statis yang dimiliki oleh orang atau keadaan yang pengukurannya dapat dilakukan dengan menggunakan tes atau skala yang lain. Definisi operasional tipe C mendeskripsikan kualitas unsur-unsur atau karakteristik orang atau barang. Oleh karena itu, definisi teipa ini dapat dipergunakan untuk setiap tipe variabel yang tidak dimanipulasikan. Definisi operasional merupakan dasar bagi penjabaran variabel ke dalam indikator-indikator, dan yang tersebut terakhir merupakan dasar bagi pembuatan alat ukur untuk mengumpulkan data. Tepat tidaknya alat ukur tergantung dari definisi operasional. Lebih lanjut, definisi operasional tergantung dari

rumusan hipotesis atau rumusan masalah. Pada saat mengajukan rumusan masalah, rumusan hipotesis atau rumusan definisi operasional variabel, peneliti harus berpikir secara serius dan mengacu secara timbal balik antara konseptualisasi dan operasionalisasi.

3. Pengukuran Variabel Apabila seorang peneliti telah menetapkan suatu masalah, merumuskan hipotesis, dan mengidentifikasi variabel-variabel, maka ia menghadapi pertanyaan tentang bagaimana mengukur variabel-variabel yang akan dipakai dalam hipotesis tersebut. Dalam suatu hipotesis mungkin dapat diangkat beberapa variabel, akan tetapi mungkin tidak semuanya dapat diukur oleh peneliti. Dalam hal demikian, peneliti harus merumuskan kembali hipotesisnya sehingga variabel-variabel yang terkait di dalamnya dapat diukur. Untuk variabel- variabel tertentu, seperti panjang tongkat atau jenis kelamin siswa, pengukurannya jelas dan sederhana. Akan tetapi dalam banyak hal, seperti tingkah laku manusia atau aspek-aspek psikologis, masalahas pengukuran sedemikian abstrak dan rumit sehingga menuntut upaya yang cermat dan serius dari pihak peneliti. Di dalam penelitian, prosedur dan teknik untuk mengukur variabel perlu ditetapkan dengan cermat agar dapat menghasilkan data yang benar. Upaya tersebut meliputi pendefinisian, pembuatan alat ukur (instrumen), pengecekan validitas dan reliabilitas instrumen.

a. Arti Pengukuran Pengukuran (measurement) adalah prosedur penetapan angka untuk mewakili kuantitas ciri (atribut) yang dimiliki oleh subjek dalam suatu populasi atau sampel. Dalam variabel kecerdasan siswa, misalnya, kecerdasan atribut dan siswa adalah subjek. Dalam pengukuran kecerdasan siswa angka-angka dipergunakan untuk mewakili kuantitas kecerdasan yang dimiliki oleh setiap siswa.

Dalam hal tertentu, angka tidak mewakili kuantitas melainkan dipakai sebagai label yang menunjukkan kategori dimana setiap subjek termasuk di dalamnya. Dalam variabel jenis kelamin guru, misalnya, angka-angka dipergunakan untuk menyatakan pria atau wanita bagi setiap subjek dalam populasi guru. Dalam kecerdasan siswa, mungkin peneliti menggunakan angka 1 untuk siswa yang menjawab benar antara 0-2% dari jumlah soal, angka 2 untuk siswa yang menjawab benar 26-50% dari jumlah soal, dan seterusnya.

b. Skala Pengukuran

Sebelum peneliti menetapkan untuk menyusun instrumen sebaiknya perlu mengetahui lebih dahulu berbagai jenis skala pengukuran. Dapat tidaknya suatu prosedur analisis statistik diterapkan untuk mengolah dan menganalisis hasil pengukuran, tergantung juga dari jenis skala pengukuran yang digunakan. Berbagai skala pengukuran dapat dikelompokkan ke dalam empat tingkatan, yaitu : skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala rasio.

1) Skala Nominal Jika angka-angka dalam rentangan skala pengukuran hanya berfungsi sebagai pengganti nama (label) atau kategori, tidak menunjukkan suatu kuantitas, maka skala pengukurannya disebut nominal. Angka-angka pada skala nominal tidak merupakan urutan dalam suatu kontinum, melainkan menunjukkan kategori-kategori yang terlepas satu dengan yang lain.

2) Skala Ordinal Jika angka-angka dalam rentangan skala pengukuran tidak hanya menunjukkan kategorikategori, tetapi juga menunjukkan hubungan kuantitas tertentu, yakni gradasi, maka skala pengukurannya disebut ordinal. Dalam skala ordinal: a) Sekelompok subjek disusun berturut-turut mulai dari yang paling tinggi (besar, kuat, baik) sampai kepada yang paling rendah (kecil, lemah, jelek) dalam hal atribut yang diukur. b) Angkaangka tidak menunjukkan seberapa besar (kuantitas) dalam arti absolut. c) Tidak ada kepastian tentang sama atau tidaknya jarak jarak (perbedaan-perbedaan) antara angka-angka yang berurutan.

Skala ordinal sering dipergunakan dalam pengukuran variabel-variabel sikap, pendapat, minat, preferensi, dan sebagainya yang sukar diukur secara absolut. Lebar rentangan yang menunjukkan ranking (ordinal) ini dapat dibuat selebar jumlah subjek, dapat pula dibatasi ke dalam beberapa ranking seperti : 1=kurang, 2=sedang, 3=lebih, atau 1=sangat kurang, 2=kurang, 3=sedang, 4=lebih, 5=sangat lebih.

3) Skala Interval Jika angka-angka dalam skala pengukuran tidak hanya menunjukkan hubungan kuantitatif dalam gradasi (ranking) tetapi juga menunjukkan bahwa jarak atau perbedaan kuantitas antar dua angka yang berurutan selalu sama, maka skala pengukuran disebut interval, dalam skala interval: a. Angka-angka ranking (rank-order) ditetapkan berdasarkan atribut yang diukur.

b. Jarak atau perbedaan kuantitas antar angka-angka yang berurutan selalu sama. c. Tidak ada kepastian tentang kuantitas absolut, sehingga tidak diketahui dimana letak angka nol absolut (angka nol yang menunjukkan kekosongan sama sekali akan atribut yang diukur). Angka nol dipergunakan dalam skala ini, akan tetapi tidak menunjukkan nol absolut (nol dalam arti nihil atau tidak ada). Contoh dari skala pengukuran jenis ini, misalnya, skala inteligensi, skala motivasi, dan skala prestasi pekerjaan.

Ciri yang menonjol dalam skala interval adalah kesamaan jarak (interval) antar titik atau angka (kategori) dalam skala. Misalnya, perbedaan bilangan 90 dan 100 dan perbedaan bilangan 120 dan 130 dalam skala IQ menunjukkan perbedaan kuantitas inteligensi yang sama. Apabila seorang peneliti mengembangkan sebuah skala sikap dan prosedur penerapannya dengan cara tertentu sehingga dapat diyakini bahwa perbedaan (interval) antar angka yang berurutan menunjukkan perbedaan kuantitas sikap yang sama, maka skala tersebut dapat dianggap interval.

4) Skala Rasio Jika dalam skala interval, nilai nol absolut (ukuran kuantitas absolut) diketahui dengan pasti, maka disebut skala rasio. Dengan demikian, dalam skala rasio: a. Angka-angka yang menunjukkan ranking (rank-order) telah ditentukan sebelumnya berdasarkan atribut yang diukur. b. Inteval (jarak) antar angka-angka yang berurutan menunjukkan jarak yang sama. c. Mempunyai nilai nol absolut, artinya jarak antara tiap angka dalam skala dengan titik nol absolut dapat diketahui, secara eksplisit atau secara rasional.

Contoh skala pengukuran yang termasuk dalam jenis ini, misalnya, variabel-variabel yang biasa diukur dalam skala rasio adalah jumlah penduduk, jumlah kematian, curah hujan, tinggi atau panjang, lama waktu untuk menyelesaikan suatu tugas, frekuensi suatu peristiwa, dan sebagainya.

Skala rasio adalah tingkat skala yang tertinggi karena menyatakan kuantitas yang absolut dan hasil pengukurannya dapat dipergunakan untuk semua keperluan analisis dalam penelitian dengan menggunakan semua prosedur statistik. Secara konseptual skala rasio dan skala interval mempunyai perbedaan yang fundamental, akan tetapi secara praktis dalam penelitian tidak terlalu banyak perbedan kegunaannya. Pada umumnya keperluan

analisis dalam penelitian dapat tercukupi dengan baik apabila pengukuran variabelnya menggunakan skala interval. Mengembangkan skala rasio dalam tingkah laku dan aspekaspek psikologis manusia seringkali sangat sulit atau bahkan tidak mungkin. Oleh karena itu, dalam penelitian psilologi dan kependidikan lebih banyak dipergunakan skala interval daripada skala rasio.

E. Tes Formatif Kerjakanlah soal-soal berikut ini dengan memilih salah satu jawaban yang paling tepat. 1. Variabel respon (output) muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel yang dimanipulasikan dalam penelitian adalah. A. variabel moderator B. variabel kontrol C. variabel bebas D. variabel terikat

2. Variabel bebas yang digunakan untuk menentukan apakah variabel itu dapat mempengaruhi hubungan antara variabel bebas primer dan variabel bebas terikat adalah. A. variabel moderator B. variabel kontrol C. variabel bebas D. variabel terikat 3. Variabel yang ikut mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan terikat adalah. A. variabel moderator B. variabel kontrol C. variabel bebas D. variabel terikat

4. Seorang anak diberi sebutir permen hingga anak tersebut mengulurkan tangannya hampir mencapai permen itu, lalu peneliti menarik kembali permen itu, kejadian itu merupakan. A. perumusan definisi operasional

B. definisi operasional tipe A C. definisi operasional tipe B D. definisi operasional tipe C

5. Diantara mahasiswa yang sama usia dan inteligensinya, tingkat keterampilan dalam praktikum berhubungan langsung dengan jumlah melakukan praktikum untuk mahasiswa pria,dan tidak langsung untuk mahasiswa wanita. Jumlah melakukan praktikum merupakan. A. Variabel terikat B. Variabel bebas C. Variabel moderator D. Variabel kontrol

Kegiatan Belajar 4 KARYA TULIS ILMIAHA. Standar Kompetensi Setelah mempelajari kegiatan belajar 4 petatar dapat memahami tentang variabel penelitian, mampu mengimbaskan kepada guru/rekan sejawat serta mampu mengevaluasi hasil belajar guru/rekan sejawat. B. Kompetensi Dasar Setelah mempelajari kegiatan belajar ini petatar dapat : 1. mendeskripsikan pengertian karya tulis ilmiah. 2. memaparkan kegunaan karya tulis ilmiah 3. merumuskan judul karya tulis ilmiah 4. membedakan jenis-jenis karya tulis ilmiah C. Daftar ReferensiUtama :

Totok Dj. & Bambang S. Menulis Artikel & Karya Ilmiah (2002). Penataran Metodologi Penelitian dan Cara Menulis Karya Ilmiah UNPAD (1994).Tambahan :

Bagi Guru SMTA. Bandung.

IKIP Malang

Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang

(1997).Suriasumantri,J.S (1986).

Pedoman Penulisan Ilmiah. Gramedia. Jakarta.

D. Ringkasan Materi1. Apakah Karya Tulis Ilmiah Itu? Karya tulis ilmiah adalah suatu tulisan yang membahas suatu masalah. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan penyelidikan, pengamatan, pengumpulan data yang didapat dari

suatu penelitian, baik penelitian lapangan, tes laboratorium ataupun kajian pustaka. Maka dalam memaparkan dan menganalisis datanya harus berdasarkan pemikiran ilmiah. Pemikiran ilmiah, adalah pemikiran yang logis dan empiris. Logis artinya masuk akal, sedangkan empiris adalah, dibahas secara mendalam, berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan (dapat dibuktikan). Pemikiran ilimah pada lingkup keilmuan, terdiri dari dua tingkatan yaitu, tingkat abstrak dan tingkat empiris. Pemikiran ilmiah tingkat abstrak berkaitan dengan penalaran. Pada tingkatan ini, pemikirnya bebas tetapi sedikit terikat dengan waktu atau ruangan.

Sedangkan pemikiran empiris berkaitan dengan pengamatan, maka pemikiran empiris ini sangat terikat dengan waktu dan ruangan. Boleh jadi pemikiran empiris ini dilakukan dalam waktu dan ruangan tertentu. Dalam proses pemikiran ilmiah seseorang selalu memulai dengan apa yang disebut pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah, merupakan gabungan dari dua pendekatan yaitu pendekatan induktif dan pendekatan deduktif. Pemahaman terhadap pendekatan induktif dan deduktif ini perlu dilakukan secara bersama, karena hasil yang dicapai dari kedua pendekatan itu berbeda. Pendekatan induktif adalah pengalaman atau pengamatan seseorang pada tingkat empiris, menghasilkan konsep, memodifikasi model hipotesis menjadi teori, dan bermuara di tingkat abstrak. Pendekatan deduktif merupakan titik tolak penalaran serta perenungan di tingkat abstrak, yang menghasilkan pengukuran konsep serta pengujian hipotesis. Karya tulis ilmiah merupakan serangkaian kegiatan penulisan berdasarkan hasil penelitian, yang sistematis berdasar pada metode ilmiah, untuk mendapatkan jawaban secara ilmiah, terhadap permasalahan yang muncul sebelumnya. Banyak cara untuk menemukan jawaban dari penelitian tersebut. Untuk memperjelas jawaban ilmiah terhadap permasalahan atau pertanyaan yang ada dalam penelitian, penulisan karya ilmiah harus menggali khazanah pustaka, guna melengkapi teori-teori atau konsep-konsep yang relevan dengan permasalahan yang ingin dijawabnya. Untuk itu penulisan karya ilmiah harus rajin dan teliti dalam hal membaca dan mencatat konsep-konsep serta teori-teori yang mendukung karya tulis ilmiahnya. Dalam memberikan jawaban terhadap permasalahan yang timbul pada suatu penelitian, penulisan karya ilmiah harus bisa membuktikan melalui dua cara. Pertama, jawaban itu merupakan jawaban final terhadap permasalahan penelitian.

Kedua, jawaban tersebut harus menjadi jawaban yang paling benar, meskipun masi akan

dibuktikan lagi pada tahap lainnya. Jawaban pertama merupakan konklusi yang nantinya sangat diperlukan sebagai suatu thesis. Sedangkan jawaban kedua, merupakan konklusi sementaera yang nantinya diperlukan sebagai hipotesis. Meskipun jawaban-jawaban penelitian tersebut sudah didapatkan, penulisan karya ilmiah masih harus dibuktikan, apakah jawaban-jawaban tersebut memang bisa dirasakan kebenarannya. Untuk itu diperlukan sumber-sumber informasi lainnya yang mendukung jawaban yang telah didapatkan. Jawaban permasalahan yang ada pada penelitian, bisa mendukung dan bisa menolok hipotesis yang ada. Jika jawaban itu mendukung hipotesis maka bisa dikatakan hipotesis diterima, tetapi jika jawabannya tidak mendukung hipotesis, maka disebut hipotesis dalam penelitian ini ditolak. Dengan demikian, penulisan karya ilmiah, hanya bisa dilakukan sesudah timbul suatu masalah, yang kemudian dibahas (dijawab) melalui kegiatan penelitian. Karena berdasarkan hasil penelitian, maka pada akhir penulisan karya ilmiah, selalu dikemukakan suatu kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan dimaksudkan sebagai pemikiran terakhir dari proses telaah melalui penelitian, sedangkan rekomendasi diperuntukkan bagi langkah selanjutnya dalam menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan. Kesimpulan atau temuan penelitian, tidak selalu berupa sesuatu hal yang baru. Bisa jadi kesimpulan atau temuan dari hasil penelitian itu, merupakan kelanjutan dari kesimpulan atau temuan pada penelitian yang dilakukan sebelumnya. Karena penelitian itu tidak bisa dikatakan baik atau jelek. Jadi jika ada seseorang menyebut bahwa hasil penelitiannya itu baik atau tidak baik, atau juga menyebut benar atau tidak benar, maka sebutan-sebutan itu tidak tepat. Yang tepat, sebutan untuk hasil penelitian adalah ukuran signifikansinya (significance) atau meyakinkan. Sebutan penelitian itu signifikan atau tidak, dapat diukur atau dirasakan dari kebenaran hasil penelitian itu, dengan kenyataan dari apa yang ditelitinya. Jika hasil penelitian itu sesuai atau dapat dirasakan kebenarannya terhadap kenyataan dari permasalahan yang ditelitinya, maka penelitian itu dikatakan signifikan. Sebaliknya, jika ternyata hasil akhir penelitian itu tidak sesuai atau tidak dapat dirasakan kebenarannya, maka penelitian tersebut tidak signifikan. Berbeda dengan penulisan artikel. Penulisan karya ilmiah harus dilandasi dengan pengumpulan data dari kenyataan tentang masalah yang diteliti sebelumnya. Kenyataan-kenyataan tersebut harus berdasarkan fakta yang didapat dari lapangan penelitian, berupa kenyataan di tengah kehidupan masyarakat, tes laboratorium atau kajian perpustakaan. Kenyataan atau fakta, hasil tes laboratorium dan kajian pustaka yang dikumpulkan itu disebut data penelitian.

2. Kegunaan Karya Ilmiah Pada dasarnya semua ilmu ataupun teknologi yang ada di dunia ini, perlu diteliti, ditingkatkan dan dikembangkan fungsi dan peranannya untuk melahirkan perubahan. Karena yang kekal di dunia ini hanya satu, yaitu perubahan. Perubahan yang positif dituntut oleh ilmu pengetahuan. Tanpa kemajuan, kehidupan di dunia tidak ada artinya sama sekali. Salah satu cara untuk mencapai kemajuan adalah dengan melakukan pengamatan, pengkajian, dan penelitian dari sumber-sumber ilmu tersebut yang dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah. Salah satu tugas para ilmuwan (scientists) atau para pandit (scholars) adalah memaparkan hasil kajian, pengamatan atau penelitiannya kepada masyarakat luas. Penulisan karya tulis ilmiah diharapkan dapat membantu para cendekiawan untuk menemukan sesuatu yang baru, guna menunjang peningkatan taraf kehidupan masyarakat secara luas. Pada lingkungan perguruan tinggi karya ilmiah berupa skripsi digunakan untuk meraih gelar sarjana (S1), thesis untuk master (S2) dan disertasi untuk gelar doctor (S3). Sedangkan bagi pejabat fungsional, karya tulis ilmiah merupakan persyaratan untuk mendapatkan angka kredit bagi kenaikan jabatannya. Sebenarnya kegunaan penulisan karya tulis ilmiah bukan hanya sekedar untuk mendapatkan gelar atau memperoleh kredit point untuk kenaikan jabatan, tetapi tujuan utama dibuatnya karya tulis ilmiah adalah untuk mendokumentasikan hasil-hasil penelitian yang berhasil mendapatkan aetau membuktikan kebenaran ilmiah. Mungkin yang tidak sama adalah gradasi kebenaran ilmiah yang ingin atau berhasil dicapai oleh seseorang.

Bagi seorang peneliti professional, keuntungan yang paling besar dan berharga dari semua karyanya adalah jika ia menemukan kebenaran ilmiah yang kemudian dibukukan. Penemuan kebenaran ilmiah yang kemudian dibukukan dalam karya tulis ilmiah itu bertujuan untuk: a. Pengakuan scientific objective untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, dengan pemaparan teori-teori baru yang sahih serta terandalkan. b. Pengakuan practical objective guna membantu pemecahan problema praktisi yang mendesak. 3. Judul Karya Ilmiah Sampai sekarang masih banyak yang belum bisa membedakan antara judul dan topik, dalam lingkup karya ilmiah. Mereka menganggap judul itu sama dengan topik. Anggapan itu salah, Karena judul sangat berbeda dengan topik. Judul adalah kepala karya tulis ilmiah, sedangkan topik adalah pokok-pokok permasalahan yang akan dijadikan objek dalam

penelitian sebagai bahan utama penulisan karya ilmiah. Jadi topik bisa diangkat menjadi judul, tetapi sebaliknya judul bukan merupakan topik bahasan. Judul dalam suatu karya tulis ilmiah adalah ciri atau identitas yang menjiwai seluruh karya tulis ilmiah. Jdul pada hakikatnya merupakan gambaran konseptual dari kerangka kerja suatu karya tulis ilmiah. Itu sebabnya, dalam penulisan karya tulis ilmiah tidak bisa memaparkan begitu saja dari apa yang akan ditulis, tetapi harus runtut mengikuti kerangka kerja (framework) dari konsep yang akan dipaparkannya. Judul merupakan kalimat yang terdiri dari kata-kata yang tidak jelas, tidak kabur, singkat, tidak bertele-tele. Pemilihan kata-kata untuk judul sebaiknya saling terkait atau runtut, menggunakan kalimat yang tidak puitis apalagi sampai sensasional.

Menurut Sutrisno Hadi (1980), Judul mempunyai dua fungsi pokok dalam penulisan karya ilmiah. Bagi pembaca, judul menunjukkan hakikat dari objek penelitian yang dilakukan sebelumnya. Sedangkan bagi penulisnya, judul merupakan patokan dalam menyusun tulisannya. Memilih judul untuk suatu karya tulis ilmiah tidak sebebas membuat judul pada penulisan artikel. Judul karya tulis ilmiah harus disesuaikan dengan topik bahasan yang sudah ditentukan sebelumnya. Jelasnya pada penulisan ilmiah tidak bisa langsung menulis baru menentukan judulnya. Ini karena penulisan karya tulis ilmiah terkait dengan kegiatan ilmiah, sementara kegiatan ilmiah sudah dibuat desainnya terlebih dahulu, dimana judul termasuk didalamnya. Untuk penulisan skripsi, thesis ataupun disertasi para mahasiswa biasanya menganut format penelitian yang sudah ditentukan terlebih dulu oleh dosen pembimbingnya, atau terikat oleh peraturan dan ketentuan yang berlakku di perguruan tingginya. Tetapi apapun format dardi dosen pembimbing atau peraturan perguruan tinggi, penulisan karya ilmiah harus tetap mengacu pada struktur penulisan yang sudah baku, yaitu berlandaskan hasil kajian atau jawaban penelitian dari suatu permasalahan yang dibuatnya. Pemilihan judul karya tulis ilmiah, harus mencerminkan isi karya tulis ilmiah yang akan dibuat. Judul karya tulis ilmiah yang bagus adalah yang dapat menggambarkan tentang apa yang akan dikupas dalam penelitiannya. Usahakan dengan hanya membaca judul saja, orang atau masyarakat sudah mengerti topik apa sesungguhnya, yang akan dibahas dalam karya tulis ilmiah tersebut. Mengingat judul merupakan hal yang teramat penting dalam satu karya tulis ilmiah, pemilihan judul harus dipikirkan secara matang. Pilihlah kalimat-kalimat dengan mencantumkan kata-kata kunci yang mungkin sangat bermanfaat. Dalam merangkai judul usahakan dengan sekali baca saja, orang kan langsung dapat menangkap makna dari topik

yang akan dibahas, tanpa harus mengulang membacanya lagi. Lebih tepat lagi jika dengan membaca judul, orang dapat dengan segera menerawang terhadap keseluruhan isi atau kandungan dari karya tulis anda. Oleh karena itu dalam menentukan judul, pilihlah kata dan kalimat yang padat maknanya. Tambahkan kata kunci yang pas sehingga mampu mencirikan keseluruhan isi karya tulis anda. Judul harus berdiri sendiri yang terlepas dari abstraksi serta teks lengkapnya. Pengertian ini perlu ditekankan biasanya dalam daftar isi judul selalu ditempatkan tersendiri. Pada umumnya sering kita lihat pada karya tulis ilmiah skripsi, terdapat kalimat-kalimat seperti: pengaruh pemberian, kajian, studi kasus, penelitian lanjutan dan sebagainya. Kalimat-kalimat ini sebenarnya harus dihindarkan, karena ditafsirkan bisa mempersempit khazanah penelitian. Judul sebaiknya tidak mengandung singkatan atau akronim, kecuali kalimat atau akronim tersebut sudah dipahami masyarakat. Begitu juga dengan kata kerja pada awal judul harus dihindari karena tidak lazim dipakai pada suatu karya tulis ilmiah.

Pada penulisan karya tulis ilmiah yang disajikan secara berkala, masih ada satu judul pelengkap yang disebut running title. Running title biasanya dicantumkan pada siis atas sebelah kanan halaman judul. Panjang running title tidak lebih dari 50 huruf atau 50 karakter pada tulisan komputer. Pada karya tulis ilmiah tentang biologi hindari penggunaan nama daerah mahluk untuk judul serta nama latin untuk running title, karena tidak bermanfaat. Seperti halnya artikel, judul karya tulis ilmiah sebaiknya tidak terlalu panjang dan jangan juga terlalu pendek. Jika judul terlalu panjang, orang yang membacanya akan kesulitan memahami apa sebenarnya yang ada dalam karya tulis ilmiah tersebut. Itu sebabnya judul yang panjang menjadi tidak menarik. Judul karya tulis ilmiah sebaiknya terdiri dari 8 sampai 12 kata yang merupakan hubungan dua variable atau lebih. Kata-kata yang dipilih untuk judul sebaiknya mengambil istilah-istilah ilmiah atau menggambarkan konsep-konsepnya, yang mencerminkan keseluruhan dari isi karya tulis. Itu sebabnya judul karya tulis ilmiah jangan terlalu panjang. Dan jika kata-kata yang terpilih untuk kalimat judul masih terlalu panjang, gunakanlah anak judul. Anak judul ini berfungsi untuk membatasi pengertian masalah dalam penelitian, serta memudahkan pemahaman secara cepat. Dalam lingkup karya tulis ilmiah, anak judul disebut juga sebagai subjudul, yang penempatannya berada di bawah judul utama dengan dibatasi garis tipis. 4. Jenis Karya Ilmiah Pada prinsipnya semua karya tulis ilmiah itu sama yaitu hasil dari suatu kegiatan ilmiah.

Yang membedakan hanyalah materi, susunan, tujuan serta panjang pendeknya karya tulis ilmiah tersebut. Untuk membedakan jenis atau macam karya tulis ilmiah dipakai beberapa sebutan, seperti laporan praktikum, naskah berkala, laporan hasil studi lapangan. Texbook, hand out, paper, pra skripsi, thesis, dan disertasi. Penentuan jenis atau macam karya ilmiah biasanya disesuaikan dengan keperuntukan karya ilmiah tersebut. Secara garis besar, karya ilmiah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu karya ilmiah pendidikan dan karya ilmiah penelitian.

a. Karya Ilmiah Pendidikan 1) Karya ilmiah pendidikan digunakan sebagai tugas untuk meresume pelajaran, serta sebagai persyaratan mencapai suatu gelar pendidikan. Karya ilmiah pendidikan terdiri dari:

(1) Paper (karya tulis) Paper atau lebih popular dengan sebutan karya tulis, adalah karya ilmiah berisi ringkasan atau resume dari suatu mata kuliah tertentu atau ringkasan dari suatu ceramah, yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswanya. Tujuan pembuatan paper ini adalah melati mahasiswa untuk mengambil intisari dari mata kuliah atau ceramah yang diajarkan. Karena baru tahap untuk latihan, materi tulisannya juga masih sederhana, yaitu hanya berupa catatan poin-poin yang dianggap penting dari mata kuliah atau ceramah tersebut, kemudian dirangkai dalam susunan kalimat menjadi suatu karya tulis agar mudah dimengerti dan dipahami. Ada juga paper yang ditulis agak mendalam misalnya laporan praktik kerja, pengamatan terhadap suatu masalah social dan sebagainya. Penulisan paper ini agak diperdalam dengan beberapa bab antara lain, Bab I Pendahuluan, Bab II Pemaparan Data, Bab III Pembahasan atau Analisis, dan Bab IV Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Pada perkembangan selanjutnya, pembuatan paper seperti ini tidak hanya untuk mahasiswa, tetapi pelajar SMU juga ada yang sudah mendapat tugas membuat paper.

(2) Pra skripsi Pra skripsi adalah karya tulis ilmiah pendidikan yang digunakan sebagai persyaratan mendapatkan gelar sarjana muda. Karya tulis ini disyaratkan bagi mahasiswa pada jenjang akademi atau setingkat diploma 3 (D-3). Materi tulisannya, sudah menggunakan kaidah ilmiah, yaitu berdasarkan hasil penelitian atau survey. Format tulisannya terdiri dari Bab I Pendahuluan (latar belakang pemikiran, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian). Bab II Gambaran Umum (menceritakan keadaan lokasi penelitian

yang dikaitkan dengan permasalahan penelitian) Bab III Deskripsi Data (memaparkan data yang diperoleh dari lokasi penelitian. Bab IV Analisis (pembahasan data untuk menjawab masalah penelitian). Bab V Penutup (kesimpulan penelitian dan saran). Karena masih berupa pra skripsi, jumlah halaman umumnya ditentukan paling sedikit atau minimal 15 halaman.

(3) Skripsi Skripsi adalah karya tulis ilmiah pendidikan yang diperuntukkan sebagai persyaratan mahasiswa mendapatkan gelar sarjana (S-1). Istilah skripsi berasal dari kalimat deskripsi (description), yang berarti memberikan gambaran tentang suatu masalah yang dibahas dengan memaparkan data serta pustaka, untuk menghasilkan kesimpulan. Pembahasan dalam skripsi harus dilakukan mengikutialur pemikiran ilmiah yaitu logis dan empiris. Logis (masuk akal), sedangkan empiris (mendalam). Logis dan empiris artinya, pembahasannya harus masuk akal dan mendalam, dengan pembuktian berupa data yang diperoleh dari penelitian lapangan. Mahasiswa yang menyandang gelar sarjana (S-1) harus mampu menggambarkan kembali ilmu yang sudah didapatkan dari bangku kuliahnya. Itulah sebabnya salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana (S-1), mereka harus membuat karya tulis ilmiah berupa skripsi. Skripsi harus ditulis berdasarkan kajian ilmiah melalui suatu penelitian ilmiah. Format tulisannya, tidak beda dengan pra skripsi yaitu bab per bab. Hanya saja bahasan atau analisis skripsi harus lebih tajam dan mendalam. Dibanding pra skripsi, penulisan skripsi jumlah halamannya paling sedikit atau minimal 30 halaman.

(4) Thesis Thesis adalah suatu karya ilmiah pendidikan yang peruntukannya sebagai salah satu persyaratan bagi mahasiswa pascasarjana untuk mendapatkan gelar magister (S-2). Sebenarnya, secara teoritis pembuatan skripsi sama dengan thesis, yaitu bersumber pada data dan pustaka. Data diperoleh dari lapangan berupa hasil penelitian, sedangkan pustaka didapat dari literatur di perpustakaan. Istilah thesis berasal dari kalimat sinthesa (sinthation). Kalau skripsi bertujuan mendeskripsikan ilmu, maka thesis bertujuan mensinthesakan ilmu yang diperoleh dari perguruan tinggi, guna memperluas khazanah ilmu yang didapatkan dari bangku kuliah. Perluasan khazanah itu terutama berupa temuan-temuan bari hasil dari suatu penelitian. Itu sebabnya penulisan skripsi dan thesis harus berdasarkan hasil penelitian ilmiah. Karena bertujuan memperluas khazanah ilmu, penulisan thesis diharapkan lebih

teebal dari skripsi, yaitu paling sedikit atau minimal 60 halaman.

(5) Disertasi Disertasi (dissertation) adalah suatu karya tulis ilmiah yang mempunyai sumber utama berupa penyelidikan laboratorium, atau penelitian lapangan. Jadi disertasi harus menghasilkan satu temuan baru, baik dari ilmu sosial ataupun ilmu eksakta. Di kalangan perguruan tinggi, karya tulis ilmiah disertasi merupakan tugas akhir yang dibebankan kepada seorang mahasiswa dari perguruan tingginya, untuk meraih gelar doktor. Itu sebabnya ada istilah seorang yang bergelar doktor, harus menemukan sesuatu yang dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan. Berbeda dengan penulisan skripsi atau thesis yang hanya bersumber dari data dan pustaka saja. Disertasi harus lebih lengkap lagi dengan tiga sumber sekaligus yaitu data lapangan, penelitian laboratorium serta kajian pustaka. Dalam pengungkapan teori untuk memecahkan permasalahan, disertai wajib menyertakan dalil-dalil atau teori-teori baru secara ilmiah yang diperolehnya, serta sanggahan-sanggahan terhadap teori-teori lama dan sebagainya.

Penemuan teori-teori atau dalil-dalil baru inilah sebenarnya yang menunjukkan ciri khas suatu karya tulis ilmiah berupa disertasi. Temuan-temuan baru atau teori baru yang dihasilkan oleh suatu disertasi dapat berasal dari disiplin ilmu atau spesialisasi dari penulisnya sendiri atau berasal dari disiplin ilmu lainnya yang dapat menunjang atau membenarkan dalil atau teori baru yang diungkapkannya. Itu sebabnya penulisan disertasi membutuhkan waktu yang panjang, karena harus dapat menemukan dalil atau teori baru. Mahasiswa yang menulis disertasi disebut dengan promovendus, dimana dalam pembuatan karya tulis ilmiah disertasinya itu di bawah bimbingan seorang atau beberapa orang guru besar (profesor) yang mempromotorinya. Para pembimbing inilah yang nantinya harus mempertahankan disertasi promovendus terhadap sanggahan yang akan diberikan oleh dewan guru besar universitas dimana promosi seorang doktor itu dilaksanakan. Jika seorang mahasiswa tingkat doktoral lolos dalam promosi gelar doktornya, maka saat itulah sebenarnya puncak karier keilmuan dari seorang sarjana karena berhasil dalam suatu dunia penelitian (research). Proses penulisan disertasi ini memerlukan waktu yang sangat panjang bisa bertahun-tahun, karena yang dibahas mencakup bidang yang sangat luas. Penulisan disertasi tidak dibatasi jumlah halamannya. Yang terpenting adalah ungkapan dari penemuan teori atau dalil-dalil baru dari suatu ilmu.

b. Karya Ilmiah Panduan 1) Panduan Pelajaran (textbook) Panduan pelajaran atau sering juga disebut dengan textbook, merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah. Bedanya, panduan pelajaran bukan merupakan hasil penelitian, tetapi ringkasan dari pelajaran atau mata kuliah. Namanya saja panduan, tujuan utama dibuatnya adalah untuk memberikan panduan (guidance) kepada mahasiswanya, dosen atau masyarakat umum yang berminat membuat suatu karya tulis ilmiah. Mengingat sifat pengkompilasi dari prinsip-prinsip ilmiah yang sebenarnya secara umum sudah ada sebelumnya. Bisa jadi ditambah dengan penemuan-penemuan baru dari penulisnya. Misalnya, buku panduan tentang penulisan skripsi, panduan membuat laporan praktek kerja (magang), panduan membuat laporan kuliah kerja lapangan, dan sebagainya. Panduan ini biasanya dibuat oleh pihak akademi/lembaga, untuk menyamakan bentuk atau format penulisan ilmiah yang ada di perguruan tingginya.

2) Buku pegangan (handbook) Buku pegangan atau handbook adalah bentuk karya tulis ilmiah yang bertujuan memberikan petunjuk cara mengoperasionalkan suatu barang yang sudah ada. Misalnya buku pegangan mengoperasionalkan pengisian data penelitian dalam komputer, petunjuk penggunaan peralatan laboratorium, petunjuk pembuatan pertanyaan (kuesioner) dan sebagainya. Perbedaan antara buku panduan dengan buku pegangan adalah jika buku panduan lebih menekankan pada pengertian ilmiah, maka buku pegangan lebih memfokuskan pada pemberian petuntuk praktis untuk prakteknya. Beberapa buku yang masuk dalam kategori buku pegangan adalah buku-buku teknik yang biasanya disertakan pada peralatan-peralatan yang baru dibeli.

3) Buku pelajaran (diktat) Buku pelajaran atau sering juga disebut dengan diktat, termasuk kelompok karya tulis ilmiah. Hanya saja dibuatnya bukan berdasarkan hasil penelitian, tetapi materi pelajaran atau mata kuliah dari suatu ilmu. Diktat biasanya dibuat oleh guru, dosen atau guru besar untuk mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkannya. Bisa jadi seorang guru, dosen atau guru besar membuat buku pelajaran atau diktat yang tidak diajarkannya sendiri, namun demikian penulis buku tersebut harus benar-benar menguasai ilmu dari pelajaran atau mata kuliah yang ditulisnya itu. Sampai sekarang belum ada pegangan yang baku tentang bagaimana menyusun dan menulis buku pelajaran atau diktat tersebut. Para ilmuwan masih menyusun

dan menulis buku tersebut berdasarkan keinginannya sendiri-sendiri. Yang penting buku tersebut mencakup semua materi dari pelajaran yang diajarkan mudah dimengerti dan dapat dipahami pelajar, mahasiswa atau siapa saja yang membacanya

c. Karya Ilmiah Referensi 1) Kamus Kamus juga termasuk karya ilmiah. Kamus berisi kumpulan kata-kata yang mengandung arti yang sama, atau terjemahan kata dari dua bahasa atau lebih. Misalnya kamus bahasa Inggris, bahasa Indonesia, bahasa Jawa dan sebagainya. Isinya, memuat penjelasan lebih detail lagi dari suatu kata. Ada juga kamus yang justru mengartikan kata dari bahasa yang berlainan. Contohnya kamus bahasa Inggris-Indonesia. Artinya kamus tersebut berisi arti atau terjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, demikan juga sebaliknya. Kamus juga bisa mengelompokkan kata-kata dalam lingkup tersendiri. Misalnya kamus jurnalistik, artinya kata-kata yang ada dalam jurnalistik diberi penjelasan berdasarkan kelompok katakata yang ada. Demikian juga dengan kamus ekonomi, kamus politik, kamus hukum dan sebagainya. Kamus-kamus tersebut biasanya dijadikan referensi bagi pelajaran, mahasiswa dan juga masyarakat umum

2) Ensiklopedi Ensiklopedi adalah buku yang berisi berbagai keterangan atau uraian ringkas tentang ceritacerita, ilmu pengetahuan yang disusun menurut abjad atau menurut lingkungan ilmu. Misalnya ensiklopedi satwa Indonesia, ensiklopedi raja-raja di Jawa, ensiklopedi flora & fauna Indonesia dan sebagainya. Ensiklopedi ini masuk kategori karya ilmiah karena bisa dijadikan referensi atau rujukan untuk menunjang atau melengkapi tulisan-tulisan ilmiah.

d. Karya Ilmiah Penelitian

1) Makalah seminar a) Naskah seminar Naskah seminar adalah karya ilmiah berisi uraian dari topik yang membahas suatu permasalahan yang akan disampaikan dalam forum seminar. Naskah ini bisa berdasarkan hasil penelitian atau pemikiran murni dari penulisnya dalam membahas atau memecahkan permasalahan yang dijadikan topik atau dibicarakan dalam seminar. Uraian dalam naskah seminar bisa seperti hasil penelitian (bab per bab), bisa juga diuraikan seperti artikel tetap

dalam koridor pemikiran ilmiah secara logis dan empiris. Naskah seminar yang ideal panjangnya antara 3 sampai 8 halaman.

b) Naskah bersambung Naskah bersambung sebatas masih berdasarkan ciri-ciri penulisan ilmiah, bisa disebut karya tulis ilmiah. Misalnya hasil penelitian yang ditulis secara bersambung, dimana antara tulisan pertama dengan tulisan selanjutnya masih saling terkait. Dua tulisan atau lebih yang mempunyai pokok bahasan sama dan diterbitkan dalam satu penerbitan, merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah. Penerbitan karya tulisan bersama ini sering disebut dengan jurnal karya ilmiah. Bentuk tulisan bersambung ini juga memunyai judul atau title dengan pokok bahasan (topik) yang sama. Hanya penyajiannya saja yang dilakukan secara bersambung, atau bisa juga pada saat pengumpulan data penelitian dilakukan dalam waktu yang berbeda. Bentuk tulisan ilmiah seperti ini biasanya selalu aktual, karena biasa disesuaikan dengan situasi atau kondisi dimana penelitian itu dilakukan. Dalam dunia pendidikan tulisan bersambung ini sering dilakukan untuk memberi kesempatan kepada mahasiswa atau para dosen mengembangkan daya pikir mereka dalam ungkapan tulisan karya ilmiah. Itu sebabnya banyak perguruan tinggi atau lembaga-lembaga penelitian yang menerbitkan jurnal karya tulis ilmiah, baik berupa hasil penelitian atau kajian-kajian ilmiah lainnya.

2) Laporan hasil penelitian Laporan adalah bagian dari bentuk karya tulis ilmiah yang cara penulisannya dilakukan relatif singkat. Biasanya laporan ini dilakukan oleh para penulis pemula, dimana materinya berasal dari kegiatan-kegiatan percobaan, observasi, pelaksanaan kerja, dan sebagainya. Contoh: Laporan Praktikum Biologi. Laporan Observasi Lapangan Tentang Kemacetan Lalu Lintas. Laporan Kuliah Kerja Nyata, dan seterusnya. Laporan seperti ini bisa dikelompokkan sebagai karya tulis ilmiah karena berisikan hasil dari suatu kegiatan penelitian meskipun masih dalam tahap awal. Bagi penulis senior atau peneliti profesional awal dari kara tulis ilmiahnya juga disebut laporan. Misalnya Laporan Hasil Penelitian tentang Pengaruh Iklan Layanan Masyarakat terhadap Sikap dan Perilaku Remaja. Meski penulisannya dalam bentuk laporan tetapi pemaparannya harus berlandaskan kaidah-kaidah ilmiah. Isinya merupakan hasil penelitian dengan pendekatan keilmuan (scientist).

Temuan penelitiannya harus dapat memperbanyak kajian-kajian ilmiah pada bidang ilmu

yang digelutinya. Laporan seperti ini ditulis secara panjang lebar. Perbedaan laporan yang ditulis oleh penulis pemula dan peneliti senior adalah, jika penulis pemuda laporan karya ilmiahnya tidak memerlukan banyak referensi perpustakaan, sedangkan peneliti senior wajib menggunakan rujuan kepustakaan. Metode penelitiannya juga lebih lengkap peneliti senior dibanding penulis pemula. Laporan dari penulis pemula memang merupakan latihan awal dari para mahasiswa untuk membuat karya tulis yang mendekati kaidah-kaidah ilmiah. Namun demikian pola pikir, alur pemaparan isi, serta materi yang disampaikan, tetap harus berdasarkan kajian ilmiah atau hasil penelitian.

c) Jurnal Penelitian Jurnal penelitian adalah buku yang berisi karya ilmiah terdiri dari hasil penelitian dan resensi buku. Penerbitan jurnal penelitian ini harus teratur (kontinyu) dan mendapatkan nomor dari perpustakaan nasional berupa ISSN (International Standard Serial Number). Pemuatan naskah hasil penelitian dalam jurnal penelitian ini tidak sama dengan laporan hasil penelitian. Pemuatan hasil penelitian dalam buku jurnal penelitian ini lebih dipadatkan sehingga lebih efisien. Namun demikian dalam penulisannya tetap menggunakan prinsipprinsip pemikiran ilmiah. Hanya saja tidak perlu diberi lampiran, dan kata pengantar. Kata pengantar bisa diganti dengan abstraksi, sedangkan bagian belakang hasil penelitian diberi daftar pustaka. Penulis hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal penelitian selain dilakukan secara perseorangan (individu) dapat juga dilakukan dua orang atau lebih. Jika penulisnya dua orang, nama penulis bisa dimasukkan bersama-sama. Tetapi jika penulisan itu dilakukan secara tim, maka hanya penulis utama saja yang dimasukkan namanya ditambah dengan kata-kata at all. Yang artinya sama dengan dan kawan-kawan. Sedangkan resensi buku-buku bisa disebut sebagai karya tulis ilmiah jika dimuat dalam jurnal penelitian ilmiah. Resensi buku ini merupakan tanggapan dari seseorang terhadap terbitnya sebuah buku. Apakah itu buku pelajaran, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Dalam penulisan resensi buku, penulis bisa memberikan kritik, saran atau komentar terhadap isi buku, format, saran dan sebagainya. 5. Persyaratan Menulis Karya Ilmiah Sebelum menulis karya tulis ilmiah, terlebih dulu pahami teori-teori ilmiah, konsep ilmiah, prosedur penelitian ilmiah dan berpikir secara ilmiah. Ini, penting agar tulisan karya ilmiah itu benar-benar sesuai dengan penulisan ilmiah, sehingga dapat dibaca dan dipahami oleh orang-orang yang berkecimpung di dunia ilmu pengetahuan. Jangan sampai tulisan karya

ilmiah tidak sesuai dengan alur pemikiran ilmiah, karena untuk memahami karya tulis ilmiah, antara penulis dan pembaca harus mempunyai kesamaan kerangka pemikiran (framaof reference). Periksa kembali materi karya ilmiah yang akan ditulis baik hasil penelitian lapangan, tes laboratorium atau kajian pustaka, apakah materi tersebut sudah sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Karena pada dasarnya hasil dari suatu karya ilmiah, tidak bisa disebut baik atau jelek, tetapi dapat dirasakan kebenarannya dengan kenyataan-kenyataan yang ditelitinya. Tulislah dengan jujur semua data apa adanya. Jangan menambah dengan data lain yang dirasakan tidak perlu. Penulisan karya ilmiah harus fair, tanpa ditambah atau dikurangi sesuai dengan data yang diperoleh dari suatu kegiatan ilmiah. Tetapi penulisan karya ilmiah, juga tidak boleh bersikap pasif atau hanya sekadar menulis saja. Jika ada ketidakjelasan data, atau materi yang disangsikan kebenarannya, penulisan karya ilmiah harus meminta penjelasan atau mencari kebenaran dari kegiatan ilmiah tersebut. Tulisan karya ilmiah harus sesuai dengan tata bahasa yang benar, bukan dengan tata bahasa yang baik. Karena istilah baik dalam tata bahasa, belum tentu benar dalam konteks pemikiran ilmiah. Karya tulis ilmiah bebas memaparkan kenyataan-kenyataan atau kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data lapangan, tanpa terikat atau tekanan dengan faham-faham lainnya. 6. Sistematika Penulisan Sampai sekarang format penyajiankarya ilmiah belum ada yang baku. Format karya ilmiah standar LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dengan penulisan skripsi, thesis ataupun disertasi pada perguruan tinggi tidak sama. Bahkan perguruan tinggi yang satu dengan perguruan tinggi lainnya, dalam menentukan format tulisan ilmiah sering berbeda. Itu sebabnya penulisan karya ilmiah harus menyadari terlebih dulu, untuk siapa tulisan itu nanti akan diajukan. Jika penulisan karya ilmiah tersebut untuk mendapatkan angka kredit dari LIPI (bagi pejabat fungsional peneliti), maka format tulisannya harus mengikuti format LIPI. Demikian juga dengan karya ilmiah untuk meraih gelar sarjana atau untuk kenaikan pangkat para dosen, format penulisannya harus mengikuti format pergurunan tinggi. Meski beda dalam format penulisannya, penyajian atau pemaparan suatu karya ilmiah antara LIPI dan Perguruan Tinggi tetap sama