krisis tiroid -arshita
DESCRIPTION
ipdTRANSCRIPT
1
Pendahuluan
Krisis tiroid merupakan komplikasi tirotoksikosis yang walaupun jarang terjadi, namun
mengancam nyawa dan membutuhkan terapi segera. Insidennya sekitar 1-2% pada
penderita dengan hipertiroidisme, terutama pada usia lanjut. Wanita lebih banyak 3-5 kali
lipat dibandingkan pria. Meskipun patogenesisnya belum sepenuhnya dimengerti,
peningkatan sensitivitas terhadap katekolamin merupakan mekanisme yang penting, dan
sejumlah faktor stres endogen dan eksogen dapat memprovokasi onset krisis tiroid.
Diagnosis ditegakkan dengan penemuan klinis. Empat gambaran klinis utama yaitu
adanya demam, takikardi atau aritmia supraventrikuler, gejala susunan saraf pusat, dan
gejala gastrointestinal. Yang paling penting, tidak terdapat perbedaan kadar hormon tiroid
antara penderita krisis tiroid dan penderita tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Mortalitas
kondisi ini masih tinggi, sekitar 20 hingga 30%. Keterlambatan terapi, misalnya karena
menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, harus dihindari, karena angka mortalitasnya
bisa meningkat hingga 75%. Kematian biasanya disebabkan karena kegagalan
kardiovaskuler, terutama pada pasien lanjut usia.1,2,3
Definisi
Krisis tiroid adalah kegawatdaruratan medis yang merupakan eksaserbasi akut gejala dan
tanda tirotoksikosis, sering muncul sebagai suatu sindrom dekompensasi satu atau lebih
sistem organ.3,4
Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang
beredar dalam sirkulasi. Sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang
diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.5 Manifestasi tirotoksikosis berkaitan
dengan peningkatan konsumsi oksigen, kondisi hipermetabolik, dan peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatis.6
Etiologi
Krisis tiroid kebanyakan didasari oleh penyakit Graves, walaupun penyakit lainnya juga
pernah dilaporkan. Dahulu, kondisi ini sering terjadi saat tiroidektomi pada pasien
tiroroksikosis (karena manipulasi kelenjar tiroid yang hiperaktif saat operasi), namun
terapi modern kini mampu menurunkan kejadian tersebut.6
2
Kira-kira 70% tiroroksikosis disebabkan oleh penyakit Graves, sisanya karena gondok
multinoduler toksik, adenoma toksik, dan sebab-sebab lainnya yang lebih jarang terjadi.
Penggolongan sebab tirotoksikosis dengan atau tanpa hipertiroidisme penting dilakukan,
selain pembagian menurut etiologi hipertiroidisme primer atau sekunder.5
Tabel 1. Penyebab Tiroroksikosis.5,7
Hipertiroidisme primer Hipertiroidisme sekunder Tiroroksikosis tanpa
hipertiroidisme
Penyakit Graves
Gondok multinoduler toksik
Adenoma toksik
Obat: iodium, litium
Karsinoma tiroid fungsional
Struma ovarii (ektopik),
teratoma
Mutasi TSH-r, Gs-alfa
TSH secreting tumor
Tirotoksikosis gestasi
(trimester pertama)
Hiperemesis gravidarum
Resistensi hormon tiroid
Hormon tiroid berlebih
(tirotoksikosis faktisia)
Tiroiditis subakut (viral
atau De Quervain)
Silent thyroiditis
Destruksi kelenjar:
Amiodaron, I-131, radiasi,
adenoma, infark
Penyakit Graves paling banyak terjadi pada usia kurang dari 40 tahun dan 10 kali lebih
banyak pada wanita dibanding pria. Hingga pertengahan abad ke-20 penyakit ini
dianggap akibat sekresi berlebih tirotropin dari hipofisis, namun sekarang telah diketahui
bahwa terdapat antibodi yang menempel pada reseptor tirotropin pada sel folikuler tiroid
yang kerjanya menyerupai TSH, yaitu thyroid stimulating immunoglobuli (TSI). Hal ini
bukan saja meningkatkan sintesis sekresi hormon tiroid tapi juga menyebabkan folikel
tiroid menjadi hipertrofi dan hiperplasi. Faktor genetik, lingkungan, dan konstitusional
berperan dalam penyakit autoimun ini.7,8
Setelah penyakit Graves, gondok multinoduler toksik adalah penyebab tersering
hipertiroidisme, sekitar 5% hingga 15% kasus. Terjadi pada pasien berusia lebih dari 50
tahun dan jauh lebih sering terjadi pada wanita. Gondok multinoduler toksik berasal dari
gondok multinoduler non-toksik yang berubah menjadi otonom, biasanya setelah jangka
waktu yang lama. Onset yang cepat biasanya terlihat setelah paparan iodin, disebut
sebagai fenomena Jod-Basedow. Berbagai faktor etiologi berkontribusi dalam
3
pembentukan gondok multinoduler yang menjadi otonom dan bahkan toksik.
Heterogenitas fungsional inheren nodul tiroid, growth factor, goitrogen, adanya iodin,
dan abnormalitas genetik ikut berperan.8
Adenoma toksik atau adenoma tiroid fungsional otonom adalah penyebab tirotoksikosis
yang jarang. Adenoma toksik adalah ekspansi monoklonal sel folikel tiroid. Sel adenoma
tersebut mengalami peningkatan kemampuan inheren untuk menangkap iodin dan
membuat hormon, terlepas dari TSH. Pada sebagian yang lain, terdapat mutasi somatik
pada pengkodean gen stimulalator subunit-a protein G, Gs-alfa.8
Tiroiditis subakut, disebut juga tiroiditis de Quervain, painful thyroiditis, giant cell
thyroiditis, dan tiroiditis granulomatosa, disebabkan oleh infeksi virus pada kelenjar
tiroid dan seringkali muncul setelah infeksi saluran pernafasan atas. Sedangkan tiroiditis
Hashimoto adalah penyakit autoimun pada kelenjar tiroid. Beberapa pasien eutiroid
menjadi hipotiroid, namun sebagian dapat berkembang menjadi tirotoksikosis transien
(Hashitoksikosis).8
Tirotoksikosis faktisia sering didapati pada penggunaan hormon tiroid untuk tujuan
sekunder, pasien seringkali tenaga medis atau individu yang telah mendapatkan resep
hormon tiroid untuk alasan yang benar namun memakainya dengan berlebihan.8
Patofisiologi
Fungsi kelenjar tiroid normal dipelihara oleh interaksi endokrin antara hipotalamus,
hipofisis anterior, dan kelenjar tiroid.6 Thyroid stimulating hormone (TSH) disekresi oleh
sel tirotrop di hipofisis anterior, berperan penting sebagai kontrol aksis tiroid dan
merupakan petanda fisiologis kerja hormon tiroid. Thyrotropin releasing hormone (TRH)
menstimulasi produksi TSH yang akan menstimuasi sekresi dan sintesis hormon tiroid.
Hormon tiroid memberikan feedback negatif, menghambat produksi TRH dan TSH.9
Sekresi TRH selain dipengaruhi hormon tiroid juga dihambat oleh TSH, agonis dopamin,
hormon korteks adrenal dan somatostatin, serta stres dan sakit berat (non thyroidal
illness). Sedangkan TSH selain dipengaruhi TRH dan hormon tiroid juga dihambat oleh
agonis dopamin, hormon korteks adrenal dan somatostatin, serta berbagai penyakit akut
dan kronik.5 Meskipun TSH adalah regulator hormonal utama untuk pertumbuhan dan
fungsi hormon tiroid, beberapa faktor pertumbuhan yang kebanyakan diproduksi lokal di
4
kelenjar tiroid, juga mempengaruhi sintesis hormon tiroid, antara lain yaitu insulin-like
growth factor (IGF-I), epidermal growth factor, transforming growth factor-beta (TGF-
beta), endotelin, dan berbagai sitokin. Autoregulasi kelenjar tiroid terlihat pada efek
Wolff-Chaikoff, yaitu iodida berlebihan menghambat organifikasi iodida untuk
sementara.9
Sel folikuler pada kelenjar tiroid berfungsi khusus mensintesis protein prekursor
hormonal tiroglobulin (Tg), mengkonsentrasikan iodida intrasel dari sirkulasi, dan
mengekspresikan reseptor pengikat thyroid-stimulating hormone (tirotropin, TSH) yang
akan memacu pertumbuhan sel tiroid dan fungsi biosintesisnya. Hormon tiroid adalah
tironin teriodinasi, yang terdiri dari dua tirosin yang bergabung dengan ikatan lainnya.4
Proses biosintesis hormon tiroid dibagi dalam beberapa tahap yaitu:
1. Transpor aktif iodida melalui membran basal ke sel tiroid (trapping).4 Iodida
bersama dengan Na+ diserap oleh sodium iodide transporter (NIS) di membran
plasma basal sel folikel secara transport aktif. Proses ini distimulir oleh TSH yang
mampu meningkatkan konsentrasi iodium intrasel 100-500 kali lipat dibanding
ekstrasel.5
Pada sisi apikal, protein transport iodida yang kedua, yang disebut
pendrin memindahkan iodida ke dalam koloid, dimana proses hormonogenesis
akan terjadi.6
2. Oksidasi iodida dan iodinasi residu tirosil di dalam Tg (organifikasi).4 Setelah
berada di dalam koloid sebagian besar iodida dioksidasi oleh H2O2 dan tiroid
peroksidase (TPO) dalam reaksi yang memfasilitasi penempelan iodida pada
residu tirosil yang ada dalam rantai peptida Tg, membentuk 3-monoiodotirosin
(MIT) atau 3,5-diiodotirosin (DIT).2
3. Mengbabungkan molekul iodotirosin dengan tiroglobulin untuk membentuk
iodotironin T3 dan T4 (coupling).4 Dua molekul DIT yang masih berada dan
merupakan bagian dari Tg akan menggabung menjadi T4 (tiroksin). Sedangkan
T3 (triiodotironin) dibentuk dari donor MIT dan aseptor DIT.5
4. Sesudah pembentukan hormon selesai, Tg disimpan di ekstrasel yaitu di lumen
folikel tiroid (penimbunan atau storage). Umumnya sepertiga iodida disimpan
sebagai T3 dan T4, sisanya sebagai DIT dan MIT.5,6
5
5. Proteolisis Tg akan melepaskan iodotironin bebas dan iodotirosin.4 Terbentuknya
vesikel endositotik di ujung vili, atas pengaruh TSH berubah menjadi tetes koloid,
dan digesti Tg oleh enzim endosom dan lisosom.5
6. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid.5 T4 dan T3 (iodotironin) dilepaskan ke
sirkulasi dengan kompisisi T4 sebangak 90% dan T3 10%.6
7. Tg-MIT dan Tg-DIT tidak dikeluarkan tetapi mengalami deiodinasi lalu masuk
kembali ke simpanan iodium intratiroid.5 Deiodinasi iodotirosin terjadi dalam sel
tiroid, dengan konversi dan penggunaan kembali iodida yang bebas.4
Proses tangkapan iodium, sintesis Tg, proses iodinasi di apeks, serta proses endositosis
dipengaruhi oleh jenuhnya iodium intrasel. Dalam hal ini akan terbentuk iodolipid yang
berpengaruh atas H2O2 yang akan mempengaruhi keempat proses tersebut. Pemberian
iodium dalam jumlah banyak dan akut menyebabkan terbentuknya iodolipid yang banyak
sehingga uptake iodium dan sintesis hormon akan berkurang. Hal ini disebut sebagai efek
Wolff-Chaikoff. Namun proses ini akan berkurang dengan sendirinya karena iodolipid
yang telah dibentuk juga akan berkurang atau menghilang, terjadilah escape.5
T3 dan T4 diikat oleh protein pengikat dalam serum, hanya sekitar 0,35% T4 dan 0,25%
T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan protein kurang kuat jika
dibandingkan dengan ikatan T4 dengan protein, namun efek hormonnya lebih kuat dan
turnover-nya lebih cepat. Ikatan hormon dengan protein ini makin lemah berturut-turut
TBG (thyroid binding glubulin), TBPA (thyroxin binding prealbumin, disebut juga
transtiretin), dan serum albumin. Dalam keadaan normal kadar iodotironin total
menggambarkan kadar hormon bebas.5
Waktu paruh T4 di plasma adalah 6 hari, sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen
(5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodinasi menjadi T3 yang merupakan
hormon aktif. Jaringan yang mampu mengkonversi adalah jaringan hati, ginjal, jantung,
dan hipofisis. Konversi ini dapat dipengaruhi berbagai hal, pada pemberian obat seperti
PTU, kortikosteroid, propanolol, amiodaron, dan zat kontras seperti asam iopanoat atau
natrium ipodat maka konversinya akan berkurang.5
Kebanyakan organ dipengaruhi kadar hormon tiroid. Hormon tiroid bekerja dengan dua
mekanisme utama yaitu
6
1. Aksi genomik: di dalam sel, T3 terikat dengan reseptor nukleus, menyebabkan
transkripsi gen respon spesifik hormon tiroid. Untuk mencapai efek sepenuhnya,
efek transkripsional T3 membutuhkan waktu berjam-jam hingga berhari-hari.
Aksi genomik ini memilki sejumlah efek vital, termasuk pertumbuhan jaringan,
maturasi otak, peningkatan kalorigenesis dan konsumsi oksigen.4,6
2. Aksi non genomik: interaksi T3 dan T4 dengan beberapa enzim (calcium ATPase,
adenylate cyclase, monomeric pyruvate kinase), transporter glukosa, dan protein
mitokondria.4
Efek hormon tiroid antara lain:
- Termoregulasi dan kalorigenik.5
- Pada perkembangan janin hanya sedikit hormon tiroid bebas dari ibu yang dapat
melewati plasenta, namun jumlah yang sangat kecil ini sangat penting dalam
perkembangan otak janin. Setelah minggu ke-11 tergantung pada sekresi hormon
tiroidnya sendiri, jika terjadi kegagalan skresi maka perkembangan otak dan
pematangan skeletal akan terganggu, menyebabkan kretinisme, retardasi mental,
dan dwarfism.4
- T3 meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi panas dengan menstimulasi
Na+-K+ ATPase pada semua jaringan kecuali otak, limpa, dan testis. Hal ini
meningkatkan kecepatan metabolisme basal (konsumsi oksigen somatik total saat
istirahat) dan meningkatkan sensitivitas terhadap panas dan hipertiroidisme.4
- Pada sistem kardiovaskuler hormon tiroid empunyai efek kronotropik dan
inotropik positif, bersamaan dengan sensitivitas adrenergik yang meningkat pada
hipertiroidisme menyebabkan peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas.4
Terjadi pula penurunan resistensi vaskuler sistemik.7
- Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor beta adrenergik di jantung, otot
lurik, jaringan adiposa, dan limfosit. Ia juga meningkatkan kerja katekolamin
pada post reseptor.4
- Pada sistem pernafasan hormon tiroid memelihara respon ventilasi terhadap
hipoksia dan hiperkapnia di pusat pernafasan batang otak. Otot pernafasan juga
diatur oleh hormon tiroid.4
7
- Efek pada tulang dapat menstimulasi osteolisis maupun osteogenesis sehingga
remodeling tulang lebih cepat.7
- Peningkatan kebutuhan sel akan oksigen pada hipertiroidisme membuat produksi
eritropoetin dan eritropoesis meningkat. Volume darah tetap namud turnover sel
darah merah meningkat.4,5
- Motilitas usus meningkat, menyebabkan hiperdefekasi pada hipertiroidisme.4
- Pada hipertiroidisme terdapat peningkatan turnover dan kehilangan protein pada
otot lurik, yang dapat menyebabkan miopati proksimal. Juga terdapat peningkatan
kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, tampak sebagai hiperrefleksia. Tremor
halus pada distal lengan juga muncul pada kondisi tersebut.4
- Metabolisme protein. Dalam kondisi fisiologis bersifat anabolik, tapi dalam dosis
besar bersifat katabolik.5
- Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, glikogen otot menipis, dan degradasi
insulin meningkat.5
- Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, namun proses degradasi
kolesterol dan ekskresi melalui empedu lebih cepat sehingga pada hiperfungsi
tiroid kolesterol menjadi lebih rendah.5
- Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati.5
- Hormon tiroid berperan dalam produksi, kemampuan merespon, dan metabolisme
sejumlah hormon. Pada hipertiroidisme, kecepatan aromatisasi androgen menjadi
estrogen meningkat dan kadar sex-hormonr binding globulin (SHBG) juga
meningkat, menyebabkan ginekomasti pada pria. Hipertiroidisme mempengaruhi
regulasi GnRH dan gonadotropin pada ovulasi dan siklus menstruasi,
menyebabkan infertilitas dan amenore.4 Waktu paruh kortisol menjadi lebih
pendek pada hipertiroidisme, hal ini dapat menutupi (masking) atau memudahkan
unmasking kelainan adrenal.5
Patogenesis
Krisis tiroid biasanya terjadi pada pasien dengan hipertiroidisme sebelumnya yang tidak
terdiagnosis atau telah diterapi tapi tidak memadai. Krisis mempunyai onset yang
8
mendadak dan hampir selalu dipicu oleh faktor pencetus. Seberapa faktor pencetus
berperan dalam menimbulkan krisis tiroid ini masih belum jelas.3 Beberapa teori yang
ada sampai saat ini berdasarkan pada tingginya kadar hormon tiroid bebas yang beredar
di dalam darah dan intoleransi jaringan terhadap hormon tiroid.1
Karena tidak terdapat ukuran kadar hormon tiroid dimana krisis tiroid pasti akan terjadi,
besar dan curamnya peningkatan kadar hormon tampaknya lebih penting daripada nilai
absolut kadar hormon tiroid di sirkulasi.3 Brooks dan Waldstein menemukan bukti bahwa
pada penderita krisis tiroid, kadar hormon tiroid bebas lebih tinggi dibanding pada
penderita hipertiroidisme yang tidak mengalami krisis tiroid, walaupun kadar hormon
tiroid total pada kedua kelompok penderita tidak berbeda. Peningkatan hormon tiroid
bebas secara cepat lebih berperan dalam menampilkan gejala dan tanda klinis krisis tiroid
dibandingkan dengan kadar hormon tiroid total. Salah satu mekanisme peningkatan
hormon tiroid bebas adalah perubahan kadar protein plasma pengikatnya (thyroid binding
globulin /TBG). Pada non-thyroidal illness terjadi pembentukan thyroid hormone binding
inhibitor yang mengakibatkan gangguan ikatan antara hormon tiroid dengan TBG, yang
kemudian mengakibatkan terlepasnya hormon tiroid dari TBG, sehingga kadar hormon
T3 dan T4 bebas meningkat. Hal lain yang menyebabkan peningkatan hormon tiroid
bebas adalah setelah pemberian terapi iodium radioaktif, setelah operasi kelenjar tiroid,
atau akibat pemberian hormon tiroid yang melebihi dosis.1,4
Peningkatan kadar iodotironin jaringan atau penguatan respon seluler terhadap hormon
tiroid juga merupakan mekanisme lain yang dapat menjelaskan progresi krisis tiroid.3
Pada penderita tirotoksikosis terjadi peningkatan aktifitas reseptor adrenergik sehingga
memberikan tanda dan gejala klinis tirotoksikosis. Kadar katekolamin plasma dan hasil
metabolitnya di dalam urin masih normal, jadi yang meningkat adalah densitas reseptor
beta adrenergik.1 Hormon tiroid meningkatkan ekspresi seluler adrenoreseptor atau
memodifikasi jalur post reseptor yang menyebabkan hipersensitivitas jaringan terhadap
katekolamin.3 Peningkatan ini tidak sama pada setiap jaringan, hal ini mengakibatkan ada
beberapa jaringan yang lebih sensitif terhadap rangsang katekolamin. Pada proses post-
reseptor, hormon tiroksin meningkatkan respon transkripsi terhadap katekolamin pada
jaringan lemak coklat, dimana pada sel tersebut hasil beta oksidasi asam lemak tidak
menghasilkan energi (ATP) tetapi menghasilkan panas. Pada penderita tirotoksikosis
9
terjadi juga peningkatan cAMP, second messenger bagi sebagian besar reseptor beta
adrenergik.1
Kelenjar tiroid disarafi oleh saraf simpatis dan katekolamin dapat merangsang sintesis
serta penglepasan hormon tiroksin sehingga pada keadaan stres dapat memicu timbulnya
krisis tiroid.1
Faktor Risiko dan Pencetus
Faktor risiko terjadinya krisis tiroid
1. Surgical crisis: karena persiapan operasi yang kurang baik dan belum eutiroid.5
Dahulu krisis tiroid sering terjadi sebagai komplikasi pembedahan kelenjar tiroid,
yaitu akibat terlepasnya hormon tiroid secara mendadak ke sirkulasi darah. Kini,
penderita hipertiroidisme sebelum menjalani pembedahan akan selalu diusahakan
dalam keadaan eutiroid dengan pengobatan medikamentosa, sehingga
kemungkinan timbulnya komplikasi krisis tiroid dapan dihindari.1
2. Medical crisis: stres apapun, fisik serta psikologis.5
Saat ini krisis tiroid lebih sering disebabkan oleh faktor stres, seperti infeksi,
terapi iodium radioaktif, pemakaian kontras iodium untuk pemeriksaan
radiologis.1
Faktor pencetus yang paling sering adalah infeksi, meskipun trauma, operasi, infark
miokard, ketoasidosis diabetik, kehamilan, dan persalinan juga dilaporkan sebagai
penyebab. Pemberian sejumlah besar iodin eksogen (seperti zat kontras iodin atau
amiodaron) dapat menjadi substrat produksi hormon tiroid yang signifikan dan sekresinya
jika terdapat area jaringan tiroid otonom di dalam kelenjar (fenomena Jod-Basedow).
Penghentian tiba-tiba thionamid (obat anti tiroid seperti PTU, methimazole, carbimazole)
pada pasien yang tidak patuh atau karena sebab lain berkaitan dengan memburuknya
tirotoksikosis dan dapat menjadi krisis tiroid. Agen biologi seperti interleukin-2 dan alfa-
interferon dilaporkan menginduksi krisis tiroid saat digunakan pada terapi infeksi hepatiis
dan HIV, kanker, dan gangguan sistem imun. Bahkan penggunaan salisilat dan
pseudoefedrin dilaporkan menjadi pencetus krisis tiroid.6,7
Jarang sekali tidak terdeteksi
faktor pencetus.3
10
Tabel 2. Faktor pencetus krisis tiroid.1,3,4
Faktor-faktor Pencetus Krisis Tiroid
- Infeksi
- Terapi radioiodin
- Withdrawal obat anti-tiroid
- Pemakaian kontras iodin (I-131)
- Ingesti hormon tiroid
- Zat yang mengandung iodin (misalnya
amiodaron)
- Reaksi obat
- Stres emosional yang berat
- Palpasi berlebihan pada kelenjar tiroid
- Operasi tiroid atau non-tiroid
- Ketoasidosis diabetik
- Hipoglikemi
- Emboli paru
- Trauma
- Gagal jantung
- Infark miokard
- Persalinan
- Toksemia pada kehamilan
- Cerebral vascular accident
- Infark usus
- Ekstraksi gigi
Gejala dan Tanda
Manifestasi klinis krisis tiroid merupakan penampakan tanda dan gejala tirotoksikosis
yang lebih berat.1
Tabel 3. Gejala dan Tanda Tirotoksikosis.1,5,7
Sistem Gejala dan Tanda
Umum Intoleransi panas, hiperkinesis, capek, berat badan turun, tumbuh
cepat, toleransi obat, youth-fullness, kelemahan
Mata Diplopia, iritasi mata, eksoftalmos, optalmoplegia, lid lag,
retraksi kelopak mata, injeksi konjungtiva
Tiroid Gondok, thyroid bruit
Gastrointestinal Hiperdefekasi, lapar, peningkatan nafsu makan, haus, muntah,
disfagi, splenomegali
Neuromuskular Lemah otot, hiperkinesi, hiperrefleksi, muscle wasting, tremor,
paralisis periodik
Reproduksi Oligomenore, amenore, libido turun, infertil, ginekomasti
11
Dermatologi Rambut rontok, keringat berlebih, kulit hangat dan lembab, silky
hair, onikolisis, palmar eritema, miksidema pretibia
Neuropsikiatri Labil, ansietas, iritabel, tremor, nervositas, paralisis
Kardiorespirasi Hipertensi (sistolik), aritmia, palpitasi, dispneu, nyari dada,
tekanan nadi melebar, gagal jantung
Darah dan Limfatik Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar
Skeletal Osteoporosis, epifisis cepat menutup, nyeri tulang
Penderita krisis tiroid sering mempunyai riwayat penyakit tiroid sebelumnya dan
mendapat pengobatan tetapi kurang adekuat atau riwayat adanya tanda-tanda
tirotoksikosis yang sudah berlangsung lama. Kebanyakan juga disertai faktor pemicu
terutama infeksi.1
Akibat hipermetabolisme dapat terjadi dekompensasi salah satu organ atau lebih.1
Kondisi klinis krisis tiroid tampak sebagai empat gambaran utama yaitu (1) demam,
dapat mencapai > 40ºC (hiperpireksia), mula-mula berkeringat banyak, tapi lama
kelamaan bila terjadi dehidrasi kulit akan menjadi kering, (2) sinus takikardi atau variasi
aritmia supraventrikuler (takikardi atrium paroksismal, flutter atrium, fibrilasi atrium),
sering disertai dengan berbagai tingkat gagal jantung, (3) gejala susunan saraf pusat
(agitasi, gelisah, konfusi, delirium, stupor, koma, psikosis), dan (4)gejala gastrointestinal,
seperti muntah, diare, obstruksi intestinal.1,3
Tekanan nadi meningkat karena tekanan sistolik meningkat. Fibrilasi atrium dapat
berakibat gagal jantung atau syok. Akibat spasme koroner menimbulkan keluhan angina.1
Ikterik yang tidak diketahui sebabnya adalah sugestif untuk krisis tiroid, dan merupakan
tanda prognosis yang buruk. Dehidrasi dapat terjadi disertai dengan ketidakseimbangan
elektrolit. Gejala dan tanda tipikal lainnya yang mungkin didapatkan yaitu adanya
gondok, optalmopati, tremor, hiperrefleksia, Plummer’s nail. Pasien yang lebih muda
sering menunjukkan gambaran gejala terkait simpatis, sedangkan pada orang lanjut usia
lebih ke arah gejala disfungsi kardiovaskuler. Gambaran yang atipikal seperti krisis
normotermi, gagal hati, krisis apatis (kelemahan yang berlebihan), status epileptikus,
stroke, gagal ginjal akut akibat rhabdomiolisis juga dilaporkan.1,3
Pada pasien usia lanjut
12
krisis tiroid sering atipikal (disebut juga apathetic thyroid storm), dengan apatis, stupor,
gagal jantung, koma, dan tanda tirotoksik yang minimal.6
Diagnosis
Diagnosis klinis harus digunakan sebagai pedoman dalam memulai terapi. Tidak ada
kriteria laboratorium untuk diagnosis krisis tiroid, walaupun pada penderita didapati
kenaikan kadar T3, T4, T3 bebas, dan T4 bebas. Terjadi peningkatan uptake T3,
penurunan kadar TSH, dan peningkatan uptake I-131 dalam 24 jam. Temuan
laboratorium ini tidak berbeda dengan pasien hipertiroidisme.1,4
Beberapa kelainan laboratorium yang tak spesifik yaitu: hiperglikemi, lekositosis dengan
pergeseran ringan ke kiri, hiperkalsemia, hipokolesterolemia, hipokalemia, peningkatan
transaminase, bilirubin, alkali fosfatase, laktat dehidrogenase, dan kreatin kinase.1,3
Gambaran ultrasonografi tiroid, jika tersedia di unit kegawatdaruratan, dapat
menunjukkan kondisi hipertiroid dengan gambaran khas penyakit Basedow atau gondok
noduler hiperaktif yang dengan mudah dapat dibedakan dari kelenjar yang normal.3
Kecurigaan akan terjadinya krisis jika terdapat triad:1,5
1. Menghebatnya tanda tirotoksikosis
2. Kesadaran menurun
3. Hipertermia /hi perpireksia
Apabila terdapat triad maka hitung skor indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky
yang menekankan 3 gejala pokok: hipertermia, takikardia, dan disfungsi susunan saraf..1,5
Tabel 4. Kriteria Dignostik Krisis Tiroid Burch-Wartosky 1993.1,5
Kriteria Diagnostik Skor
Disfungsi pengaturan panas
Suhu 99-99.9 (ºF)
100-100.9
101-101.9
102-102.9
103-103.9
> 104
5
10
15
20
25
30
13
Efek pada susunan syaraf pusat
- Tidak ada
- Ringan (agitasi)
- Sedang (delirium, psikosis, letargi berat)
- Berat (kejang, koma)
Disfungsi gastrointestinal-hepar
- Tidak ada
- Ringan (diare, nausea, muntah, nyeri perut)
- Berat (ikterus tanpa sebab yang jelas)
Disfungsi kardiovaskuler
Takikardi 99-109
110-119
120-129
130-139
> 140
Gagal jantung
- Tidak ada
- Ringan (edema kaki)
- Sedang (ronki basal)
- Berat (edema paru)
- Fibrilasi atrium: Tidak ada
Ada
Riwayat pencetus (-)
(+)
0
10
20
30
0
10
20
5
10
15
20
25
0
5
10
15
0
10
0
10
Interpretasi:
Skor 45 atau lebih : sangat sugestif krisis tiroid
25-44 : sugestif impending krisis tiroid
kurang dari 25 : kemungkinan krisis tiroid kecil
14
Jadi langkah diagnostik harus mencakup:3
1. Diagnosis tirotoksikosis, dari riwayat, pemeriksaan klinis, dan jika
memungkinkan pemeriksaan kadar hormon tiroid dan ultrasonografi kelenjar
tiroid.
2. Diagnosis krisis tiroid, dari gambaran disfungsi organ dan sistem penilaian
menurut Burch dan Wartofsky.
3. Mencari kondisi pemicu.
Penatalaksanaan
Karena mortalitasnya yang tinggi dan konfirmasi diagnostik mungkin sulit dilakukan atau
terlambat, maka terapi harus segera dimulai saat krisis tiroid dicurigai secara klinis.
Pasien harus dirawat di unit perawatan intensif untuk pemantauan kondisi
kardiovaskuler.3,4
Terapi didasarkan pada prinsip-prinsip: 1) mengurangi kadar hormon tiroid di sirkulasi
dengan cara inhibisi sintesis dan pelepasan hormon tiroid, 2) mengurangi efek perifer
hormon tiroid, 3) terapi suportif untuk mengatasi komplikasi sistemik, dan 4) mengatasi
faktor pencetus.2,3,6
Perlu diingat 5 B, yaitu: blok sintesis (misalnya dengan obat anti tiroid), blok pelepasan
(misalnya dengan iodin), blok konversi T4 menjadi T3 (misalnya dengan PTU dosis
tinggi, propanolol, kortikosteroid, dan amiodaron), beta bloker, dan blok sirkulasi
enterohepatik (dengan kolestiramin).6
Tatalaksana:
- Terapi suportif umum: berikan cairan rehidrasi dan koreksi elektrolit, kalori
(glukosa), vitamin (misalnya thiamin), oksigen, jika perlu sedasi dan kompres
es.1,5
Cairan dapat diberikan salin yang mengandung dekstrosa untuk mengganti
glikogen simpanan hati hingga 3-5 liter perhari.3
Antipiretik diberikan untuk mengurangi pireksia yaitu asetaminofen, jangan
memberikan salisilat (aspirin) karena dapat melepaskan ikatan protein-hormon
tiroid sehingga kadar hormon bebas meningkat.1,6
Klorpromazin 50-100 mg oral
15
atau IM tiap 6 jam dapat membantu menurunkan suhu tubuh melalui edek
termoregulasi sentral.6
- Koreksi hipertiroidisme dengan cepat:1,3,5,6,10
a. Obat anti tiroid (thionamid) harus diberikan segera untuk mencegah
pembentukan hormon tiroid dengan menghambat iodinasi residu tirosin oleh
enzim TPO. Propiltiourasil (PTU) dan methimazole menghambat sintesis
hormon tiroid pada proses oksidasi iodida dan organifikasi. PTU diberikan
dalam dosis besar (loading dose 600-1000 mg) diikuti dosis PTU 200 mg tiap
4 jam, dengan dosis total sehari 1000-1500 mg, sedangkan methimazole
diberikan 20-25 mg tiap 6 jam peroral, melalui pipa nasogastrik, atau per
rektal. Efeknya biasa dapat tertunda 3-4 hari. PTU dianggap lebih baik
daripada methimazole karena onset yang lebih cepat dan dapat menghambat
konversi T4 menjadi T3 di perifer. Namun, US Food and Drug Administration
(FDA) mengumumkan potensi toksisitas PTU terhadap hati. Karena tidak ada
penelitian yang membandingkan kelebihan PTU dibanding methimazole atau
carbimazole pada krisis tiroid, banyak ahli yang kini merekomendasikan
penggunaan methimazole atau carbimazole, kecuali jika terdapat
kontraindikasi seperti pada kehamilan.
b. Preparat iodin anorganik memblokade pelepasan hormon tiroid dengan cara
menghambat proteolisis tiroglobulin dimana dosis besar iodin akan menekan
pelepasan hormon tiroid (efek Wolff-Chaikoff). Pemberian iodin harus
dilakukan setidaknya 1-2 jam setelah preparat penghambat sintesis hormon
tiroid diberikan, karena penggunaan iodin sendiri akan meningkatkan
simpanan hormon tiroid intraglanduler dan dapat menyebabkan krisis
memburuk. Efeknya hanya akan bertahan selama 2 minggu (escape
phenomenon), sehingga tidak dapat digunakan untuk terapi jangka panjang.
Oleh karena itu thionamid harus diberikan sebelum pemberian preparat iodin.
Solusio lugol (iodida) dapat diberikan 5-10 tetes tiap 6-8 jam, atau SSKI
(larutan kalium iodida jenuh) 5 tetes setiap 6 jam ( 1 tetes mengandung 50 mg
iodida). Jika ada berikan endoyayin (NaI) IV 1 gr tiap 8-12 jam.
16
Asam iopanoat dan ipodat diberikan dengan dosis awal 1 g IV tiap 8 jam pada
24 jam pertama, dilanjutkan dengan 2 x 500 mg setiap hari. Gangguan fungsi
ginjal dan dehidrasi adalah kontraindikasi, sedangkan pasien dengan
gangguan hati harus dipantau dengan ketat tes fungsi hatinya karena asam
iopanoat terkonsentrasi di hati.
c. Mengurangi kerja hormon tiroid di perifer dapat dilakukan dengan
memberikan obat antiadrenergik dan menghambat konversi perifer dari T4
menjadi T3. Penghambatan konversi ini menurunkan aktivitas perifer hormon
tiroid di perifer karena T3 lebih poten dibandingkan T4, dan 80% produksi T3
terjadi di perifer melalui monodeiodasi T4.
Glukokortikoid, asam iopanoat, ipodat, dan PTU secara sinergis menghambat
konversi T4 menjadi T3 di perifer. Hidrokortison diberikan 300 mg IV
kemudian 100 mg IV tiap 8 jam, sedangkan deksametason diberikan 2 mg tiap
6 jam. Terapi harus diturunkan secara bertahap sesuai dengan durasi yang
dibutuhkan sesegera mungkin. Keuntungan tambahan pemberian
kortikosteroid adalah koreksi insufisiensi adrenal (defisiensi steroid) relatif
yang muncul pada beberapa kasus krisis tiroid akibat hipermetabolisme, dan
inhibisi pelepasan hormon tiroid jika diberikan dalam dosis tinggi.
Beta bloker harus diberikan segera kecuali ada kontraindikasi sehingga
memblokade konsekuensi adrenergik hormon tiroid yang berlebihan.
Propanolol adalah beta bloker non selektif kerja singkat, dapat diberikan 20-
40 mg tiap 6 jam PO, atau 1 -2 mg IV tiap 15 menit sampai hemodinamik
terkontrol dengan dosis maksimal 10 mg. Propanolol juga menghambat
monodeiodasi T4 dan mempunyai efek menguntungkan terhadap demam dan
agitasi. Esmolol juga merupakan beta bloker kerja singkat, dapat diberikan
perinfus 50-100 μg/kg/menit. Pada pasien dengan asma atau penyakit paru
(COPD) dipilih beta bloker yang kardio selektif seperti metoprolol atau
atenolol. Alternatif lain adalah penghambat kanal kalsium, diltiazem dengan
dosis 60-90 mg PO tiap 6-8 jam. Beta bloker dikontraindikasikan pada gagal
jantung yang berat dan syok. Masalah penting pada gagal jantung tirotoksik
adalah kontribusinya terhadap percepatan denyut jantung. Jika takikardi
17
diperkirakan merupakan penyebab utama gagal jantung, blokade reseptor
adrenergik beta adalah beralasan, meskipun efek inotropik negatif mungkin
menekan kontraktilitas miokard. Jika gagal jantung terjadi karena iskemik
yang mendasari, penyakit jantung hipertensif atau valvuler, maka beta bloker
lebih baik dihindari, sedangkan digoksin, diuretik, atau agen inotropik harus
diberikan. Karena situasi klinis sering ambigu, beta bloker kerja singkat
seperti esmolol dapat diberikan di awal, jika terjadi perburukan dan hipotensi
maka obat dapat segera dihentikan (withdrawn).
d. Terapi lain yang dapat digunakan yaitu:
Pada pasien yang alergi terhadap iodin atau thionamid, lithium 300 mg setiap
8 jam dapat digunakan sebagai agen alternatif. Lithium selain menghambat
pelepasan hormon tiroid juga menurunkan iodinasi residu tironin. Namun
harus hati-hati akan toksisitasnya.
Kalium perklorat secara kompetitif menghambat transport iodida ke dalam
tirosit, namun dulu dikaitkan dengn anemia aplastik dan sindrom nefritik.
Beberapa penelitian menunjukkan ini dapat digunakan untuk jangka waktu
yang singkat pada terapi tirotoksikosis yang diiunduksi amiodaron.
Kolestiramin 4 g PO dua hingga empat kali per hari digunakan untuk
menurunkan reabsorbsi hormon tiroid yang telah dimetabolisme dari sirkulasi
enterohepatik.
- Atasi faktor pencetus, misalnya pada infeksi maka diberikan antibiotik.
Tabel 5. Terapi Medis Krisis Tiroid.6
Obat Dosis Catatan
Penghambat sintesis hormon
Propiltiourasil (PTU) 600 mg loading dose diikuti
dengan 200-250 mg PO tiap
4-6 jam
Menghambat deiodinasi
perifer. Namun peringatan
dari FDA mengenai
toksisitas PTU terhadap hati
membuat carbimazole atau
methimazole menjadi
Carbimazol atau
methimazole
20-30 mg PO tiap 4-6 jam
18
pilihan utama
Penghambat pelepasan hormone
SSKI (kalium iodide) 5 tetes PO tiap 6-8 jam Diberikan 1 jam setelah
thionamide
Larutan lugol 5-10 tetes PO tiap 6-8 jam (
di AS, 1 ml PO tiap 6 jam)
Diberikan 1 jam setelah
thionamide
Asam iapanoat 1000 mg IV tiap 8 jam
untuk 24 jam, diikuti 500
mg dua kali sehari
Diberikan 1 jam setelah
thionamide, jarang tersedia
Penghambat efek perifer kelebihan hormon tiroid
Propranolol 1-2 mg/menit IV tiap 15
menit hingga maksimal 10
mg, 40-80 mg PO tiap 4-6
jam
Dosis awal IV jika
hemodinamik tak stabil
Esmolol 50 μg/kg/menit IV dapat
ditingkatkan 50 μg/kg/menit
tiap 4 menit hingga
maksimal 300 μg/kg/menit
Kerja singkat
Metoprolol 100 mg PO tiap 6 jam Kardioselektif; digunakan
jika terdapat penyakit
saluran nafas
Diltiazem 60-90 mg PO tiap 6-8 jam Digunakan jika ada kontra
indikasi terhadap beta
bloker
Terapi Pendukung
Hidrokortison 100 mg IV tiap 6 jam
Deksametason 2 mg IV tiap 6 jam
Asetaminofen (parasetamol) 1 g PO tiap jam Hati-hati jika terdapat
disfungsi hati
Terapi Tambahan
19
Lithium karbonat 300 mg PO tiap 8 jam Pantau toksisitas
Kalium perklorat 1 g PO sekali sehari Berkaitan dengan anemia
aplastik dan sindrom
nefritik
Kolestiramin 4 g PO tiap 6-12 jam
Terapi definitif dengan I-131 atau tindakan bedah ditunda hingga kondisi eutiroid.10
Respon pasien secara klinis dan membaiknya kesadaran umumnya terlihat dalam 24-72
jam, meskipun ada yang berlanjut hingga semiggu. Hal ini ditandai dengan menurunnya
suhu tubuh, berkurangnya frekuensi nadi, serta kesadaran yang membaik. Untuk pulih
penuh biasanya membutuhkan waktu 1 minggu. Prognostik yang buruk yaitu jika terjadi
koma, jaundice, dan syok.1,5,7
Penyebab kematian tersering yaitu aritmia dan kegagalan
kardiovaskuler.4
Terapi terbaru
Krisis tiroid kadang dapat refrakter dan pilihan terapi lain harus dipertimbangkan.
Plasmapharesis, dengan pemindahan hormon tiroid, telah digunakan dengan sukses pada
konsisi tirotoksikosis dan pada persiapan operasi pasien dengan tirotoksikosis. Namun,
plasmapharesis harus diulang beberapakali karena hanya 20% simpanan T4 dan T3 yang
dapat dipindahkan setiap sesinya. Charcoal hemoperfusion juga telah menunjukan
kegunaannya pada kondisi tirotoksikosis.7
Terdapat ketertarikan yang tinggi akan peran agen biologi dalam terapi kondisi
tirotoksikosis yang terkait autoimun. Rituximab (antibodi monoklonal anti-CD 20 yang
mendeplesi limfosit B di sirkulasi), dan berbagai terapi baru lainnya menunjukan hasil
yang menjanjikan pada terapi optalmopati Graves. Namun perannya dalam kondisi
tirotoksikosis masih belum jelas.7
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Djokomoeljanto R, Suhartono T. Kegawatan pada Penyakit Tiroid. In
Soehardjono, (Ed). Kedaruratan Medik I. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. 2000:183-188
2. Karger S, Führer D. Thyroid storm-thyroid crisis: an update. Dtsch Med
Wochenschr. 2008; 133(10):479-84
3. Migneco A, Ojetti V, Testa A, et al. Management of Thyrotoxic Crisis. Eur Rev
Med Pharmacol Sci. 2005; 9:69-74.
4. Ladenson PW, Greenspan FS, Cooper DS. The Thyroid Gland. In Gardner DG,
Shoback D, (Eds). Greenspan's Basic & Clinical Endocrinology. San Francisco:
McGraw-Hill's. 2007.
5. Djokomoeljanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. In
Sudoyo A, (Ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2006:1933-1942
6. Carroll R, Matfin G. Review: Endocrine and Metabolic Emergencies: Thyroid
Storm. Ther Adv Endocrinol Metab. 2010; 1(3):139-145
7. Nayak B, Burman K. Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Endocrinol Metab Clin
N Am. 2006; 35:663-686.
8. Fisher JN. Management of Thyrotoxicosos. South Med J. 2002; 95(5)
9. Jameson JL, Weetman AP. Diseases of Thyroid Gland. In Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, et al., (Eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York:
McGraw-Hill. 2005:2104-2126.
10. Fitzgerald PA. Endocrine Disorders. In McPhee SJ, Papadakis MA, (Eds).
Current Medical Diagnosis & Treatment 2009. San Francisco: McGraw-Hill.
2009.