krisis tiroid -arshita

20
1 Pendahuluan Krisis tiroid merupakan komplikasi tirotoksikosis yang walaupun jarang terjadi, namun mengancam nyawa dan membutuhkan terapi segera. Insidennya sekitar 1-2% pada penderita dengan hipertiroidisme, terutama pada usia lanjut. Wanita lebih banyak 3-5 kali lipat dibandingkan pria. Meskipun patogenesisnya belum sepenuhnya dimengerti, peningkatan sensitivitas terhadap katekolamin merupakan mekanisme yang penting, dan sejumlah faktor stres endogen dan eksogen dapat memprovokasi onset krisis tiroid. Diagnosis ditegakkan dengan penemuan klinis. Empat gambaran klinis utama yaitu adanya demam, takikardi atau aritmia supraventrikuler, gejala susunan saraf pusat, dan gejala gastrointestinal. Yang paling penting, tidak terdapat perbedaan kadar hormon tiroid antara penderita krisis tiroid dan penderita tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Mortalitas kondisi ini masih tinggi, sekitar 20 hingga 30%. Keterlambatan terapi, misalnya karena menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, harus dihindari, karena angka mortalitasnya bisa meningkat hingga 75%. Kematian biasanya disebabkan karena kegagalan kardiovaskuler, terutama pada pasien lanjut usia. 1,2,3 Definisi Krisis tiroid adalah kegawatdaruratan medis yang merupakan eksaserbasi akut gejala dan tanda tirotoksikosis, sering muncul sebagai suatu sindrom dekompensasi satu atau lebih sistem organ. 3,4 Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. 5 Manifestasi tirotoksikosis berkaitan dengan peningkatan konsumsi oksigen, kondisi hipermetabolik, dan peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. 6 Etiologi Krisis tiroid kebanyakan didasari oleh penyakit Graves, walaupun penyakit lainnya juga pernah dilaporkan. Dahulu, kondisi ini sering terjadi saat tiroidektomi pada pasien tiroroksikosis (karena manipulasi kelenjar tiroid yang hiperaktif saat operasi), namun terapi modern kini mampu menurunkan kejadian tersebut. 6

Upload: astri-arri-febrianti

Post on 11-Dec-2015

70 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

ipd

TRANSCRIPT

Page 1: KRISIS TIROID -arshita

1

Pendahuluan

Krisis tiroid merupakan komplikasi tirotoksikosis yang walaupun jarang terjadi, namun

mengancam nyawa dan membutuhkan terapi segera. Insidennya sekitar 1-2% pada

penderita dengan hipertiroidisme, terutama pada usia lanjut. Wanita lebih banyak 3-5 kali

lipat dibandingkan pria. Meskipun patogenesisnya belum sepenuhnya dimengerti,

peningkatan sensitivitas terhadap katekolamin merupakan mekanisme yang penting, dan

sejumlah faktor stres endogen dan eksogen dapat memprovokasi onset krisis tiroid.

Diagnosis ditegakkan dengan penemuan klinis. Empat gambaran klinis utama yaitu

adanya demam, takikardi atau aritmia supraventrikuler, gejala susunan saraf pusat, dan

gejala gastrointestinal. Yang paling penting, tidak terdapat perbedaan kadar hormon tiroid

antara penderita krisis tiroid dan penderita tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Mortalitas

kondisi ini masih tinggi, sekitar 20 hingga 30%. Keterlambatan terapi, misalnya karena

menunggu hasil pemeriksaan laboratorium, harus dihindari, karena angka mortalitasnya

bisa meningkat hingga 75%. Kematian biasanya disebabkan karena kegagalan

kardiovaskuler, terutama pada pasien lanjut usia.1,2,3

Definisi

Krisis tiroid adalah kegawatdaruratan medis yang merupakan eksaserbasi akut gejala dan

tanda tirotoksikosis, sering muncul sebagai suatu sindrom dekompensasi satu atau lebih

sistem organ.3,4

Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang

beredar dalam sirkulasi. Sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang

diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.5 Manifestasi tirotoksikosis berkaitan

dengan peningkatan konsumsi oksigen, kondisi hipermetabolik, dan peningkatan aktivitas

sistem saraf simpatis.6

Etiologi

Krisis tiroid kebanyakan didasari oleh penyakit Graves, walaupun penyakit lainnya juga

pernah dilaporkan. Dahulu, kondisi ini sering terjadi saat tiroidektomi pada pasien

tiroroksikosis (karena manipulasi kelenjar tiroid yang hiperaktif saat operasi), namun

terapi modern kini mampu menurunkan kejadian tersebut.6

Page 2: KRISIS TIROID -arshita

2

Kira-kira 70% tiroroksikosis disebabkan oleh penyakit Graves, sisanya karena gondok

multinoduler toksik, adenoma toksik, dan sebab-sebab lainnya yang lebih jarang terjadi.

Penggolongan sebab tirotoksikosis dengan atau tanpa hipertiroidisme penting dilakukan,

selain pembagian menurut etiologi hipertiroidisme primer atau sekunder.5

Tabel 1. Penyebab Tiroroksikosis.5,7

Hipertiroidisme primer Hipertiroidisme sekunder Tiroroksikosis tanpa

hipertiroidisme

Penyakit Graves

Gondok multinoduler toksik

Adenoma toksik

Obat: iodium, litium

Karsinoma tiroid fungsional

Struma ovarii (ektopik),

teratoma

Mutasi TSH-r, Gs-alfa

TSH secreting tumor

Tirotoksikosis gestasi

(trimester pertama)

Hiperemesis gravidarum

Resistensi hormon tiroid

Hormon tiroid berlebih

(tirotoksikosis faktisia)

Tiroiditis subakut (viral

atau De Quervain)

Silent thyroiditis

Destruksi kelenjar:

Amiodaron, I-131, radiasi,

adenoma, infark

Penyakit Graves paling banyak terjadi pada usia kurang dari 40 tahun dan 10 kali lebih

banyak pada wanita dibanding pria. Hingga pertengahan abad ke-20 penyakit ini

dianggap akibat sekresi berlebih tirotropin dari hipofisis, namun sekarang telah diketahui

bahwa terdapat antibodi yang menempel pada reseptor tirotropin pada sel folikuler tiroid

yang kerjanya menyerupai TSH, yaitu thyroid stimulating immunoglobuli (TSI). Hal ini

bukan saja meningkatkan sintesis sekresi hormon tiroid tapi juga menyebabkan folikel

tiroid menjadi hipertrofi dan hiperplasi. Faktor genetik, lingkungan, dan konstitusional

berperan dalam penyakit autoimun ini.7,8

Setelah penyakit Graves, gondok multinoduler toksik adalah penyebab tersering

hipertiroidisme, sekitar 5% hingga 15% kasus. Terjadi pada pasien berusia lebih dari 50

tahun dan jauh lebih sering terjadi pada wanita. Gondok multinoduler toksik berasal dari

gondok multinoduler non-toksik yang berubah menjadi otonom, biasanya setelah jangka

waktu yang lama. Onset yang cepat biasanya terlihat setelah paparan iodin, disebut

sebagai fenomena Jod-Basedow. Berbagai faktor etiologi berkontribusi dalam

Page 3: KRISIS TIROID -arshita

3

pembentukan gondok multinoduler yang menjadi otonom dan bahkan toksik.

Heterogenitas fungsional inheren nodul tiroid, growth factor, goitrogen, adanya iodin,

dan abnormalitas genetik ikut berperan.8

Adenoma toksik atau adenoma tiroid fungsional otonom adalah penyebab tirotoksikosis

yang jarang. Adenoma toksik adalah ekspansi monoklonal sel folikel tiroid. Sel adenoma

tersebut mengalami peningkatan kemampuan inheren untuk menangkap iodin dan

membuat hormon, terlepas dari TSH. Pada sebagian yang lain, terdapat mutasi somatik

pada pengkodean gen stimulalator subunit-a protein G, Gs-alfa.8

Tiroiditis subakut, disebut juga tiroiditis de Quervain, painful thyroiditis, giant cell

thyroiditis, dan tiroiditis granulomatosa, disebabkan oleh infeksi virus pada kelenjar

tiroid dan seringkali muncul setelah infeksi saluran pernafasan atas. Sedangkan tiroiditis

Hashimoto adalah penyakit autoimun pada kelenjar tiroid. Beberapa pasien eutiroid

menjadi hipotiroid, namun sebagian dapat berkembang menjadi tirotoksikosis transien

(Hashitoksikosis).8

Tirotoksikosis faktisia sering didapati pada penggunaan hormon tiroid untuk tujuan

sekunder, pasien seringkali tenaga medis atau individu yang telah mendapatkan resep

hormon tiroid untuk alasan yang benar namun memakainya dengan berlebihan.8

Patofisiologi

Fungsi kelenjar tiroid normal dipelihara oleh interaksi endokrin antara hipotalamus,

hipofisis anterior, dan kelenjar tiroid.6 Thyroid stimulating hormone (TSH) disekresi oleh

sel tirotrop di hipofisis anterior, berperan penting sebagai kontrol aksis tiroid dan

merupakan petanda fisiologis kerja hormon tiroid. Thyrotropin releasing hormone (TRH)

menstimulasi produksi TSH yang akan menstimuasi sekresi dan sintesis hormon tiroid.

Hormon tiroid memberikan feedback negatif, menghambat produksi TRH dan TSH.9

Sekresi TRH selain dipengaruhi hormon tiroid juga dihambat oleh TSH, agonis dopamin,

hormon korteks adrenal dan somatostatin, serta stres dan sakit berat (non thyroidal

illness). Sedangkan TSH selain dipengaruhi TRH dan hormon tiroid juga dihambat oleh

agonis dopamin, hormon korteks adrenal dan somatostatin, serta berbagai penyakit akut

dan kronik.5 Meskipun TSH adalah regulator hormonal utama untuk pertumbuhan dan

fungsi hormon tiroid, beberapa faktor pertumbuhan yang kebanyakan diproduksi lokal di

Page 4: KRISIS TIROID -arshita

4

kelenjar tiroid, juga mempengaruhi sintesis hormon tiroid, antara lain yaitu insulin-like

growth factor (IGF-I), epidermal growth factor, transforming growth factor-beta (TGF-

beta), endotelin, dan berbagai sitokin. Autoregulasi kelenjar tiroid terlihat pada efek

Wolff-Chaikoff, yaitu iodida berlebihan menghambat organifikasi iodida untuk

sementara.9

Sel folikuler pada kelenjar tiroid berfungsi khusus mensintesis protein prekursor

hormonal tiroglobulin (Tg), mengkonsentrasikan iodida intrasel dari sirkulasi, dan

mengekspresikan reseptor pengikat thyroid-stimulating hormone (tirotropin, TSH) yang

akan memacu pertumbuhan sel tiroid dan fungsi biosintesisnya. Hormon tiroid adalah

tironin teriodinasi, yang terdiri dari dua tirosin yang bergabung dengan ikatan lainnya.4

Proses biosintesis hormon tiroid dibagi dalam beberapa tahap yaitu:

1. Transpor aktif iodida melalui membran basal ke sel tiroid (trapping).4 Iodida

bersama dengan Na+ diserap oleh sodium iodide transporter (NIS) di membran

plasma basal sel folikel secara transport aktif. Proses ini distimulir oleh TSH yang

mampu meningkatkan konsentrasi iodium intrasel 100-500 kali lipat dibanding

ekstrasel.5

Pada sisi apikal, protein transport iodida yang kedua, yang disebut

pendrin memindahkan iodida ke dalam koloid, dimana proses hormonogenesis

akan terjadi.6

2. Oksidasi iodida dan iodinasi residu tirosil di dalam Tg (organifikasi).4 Setelah

berada di dalam koloid sebagian besar iodida dioksidasi oleh H2O2 dan tiroid

peroksidase (TPO) dalam reaksi yang memfasilitasi penempelan iodida pada

residu tirosil yang ada dalam rantai peptida Tg, membentuk 3-monoiodotirosin

(MIT) atau 3,5-diiodotirosin (DIT).2

3. Mengbabungkan molekul iodotirosin dengan tiroglobulin untuk membentuk

iodotironin T3 dan T4 (coupling).4 Dua molekul DIT yang masih berada dan

merupakan bagian dari Tg akan menggabung menjadi T4 (tiroksin). Sedangkan

T3 (triiodotironin) dibentuk dari donor MIT dan aseptor DIT.5

4. Sesudah pembentukan hormon selesai, Tg disimpan di ekstrasel yaitu di lumen

folikel tiroid (penimbunan atau storage). Umumnya sepertiga iodida disimpan

sebagai T3 dan T4, sisanya sebagai DIT dan MIT.5,6

Page 5: KRISIS TIROID -arshita

5

5. Proteolisis Tg akan melepaskan iodotironin bebas dan iodotirosin.4 Terbentuknya

vesikel endositotik di ujung vili, atas pengaruh TSH berubah menjadi tetes koloid,

dan digesti Tg oleh enzim endosom dan lisosom.5

6. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid.5 T4 dan T3 (iodotironin) dilepaskan ke

sirkulasi dengan kompisisi T4 sebangak 90% dan T3 10%.6

7. Tg-MIT dan Tg-DIT tidak dikeluarkan tetapi mengalami deiodinasi lalu masuk

kembali ke simpanan iodium intratiroid.5 Deiodinasi iodotirosin terjadi dalam sel

tiroid, dengan konversi dan penggunaan kembali iodida yang bebas.4

Proses tangkapan iodium, sintesis Tg, proses iodinasi di apeks, serta proses endositosis

dipengaruhi oleh jenuhnya iodium intrasel. Dalam hal ini akan terbentuk iodolipid yang

berpengaruh atas H2O2 yang akan mempengaruhi keempat proses tersebut. Pemberian

iodium dalam jumlah banyak dan akut menyebabkan terbentuknya iodolipid yang banyak

sehingga uptake iodium dan sintesis hormon akan berkurang. Hal ini disebut sebagai efek

Wolff-Chaikoff. Namun proses ini akan berkurang dengan sendirinya karena iodolipid

yang telah dibentuk juga akan berkurang atau menghilang, terjadilah escape.5

T3 dan T4 diikat oleh protein pengikat dalam serum, hanya sekitar 0,35% T4 dan 0,25%

T3 total yang berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan protein kurang kuat jika

dibandingkan dengan ikatan T4 dengan protein, namun efek hormonnya lebih kuat dan

turnover-nya lebih cepat. Ikatan hormon dengan protein ini makin lemah berturut-turut

TBG (thyroid binding glubulin), TBPA (thyroxin binding prealbumin, disebut juga

transtiretin), dan serum albumin. Dalam keadaan normal kadar iodotironin total

menggambarkan kadar hormon bebas.5

Waktu paruh T4 di plasma adalah 6 hari, sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen

(5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodinasi menjadi T3 yang merupakan

hormon aktif. Jaringan yang mampu mengkonversi adalah jaringan hati, ginjal, jantung,

dan hipofisis. Konversi ini dapat dipengaruhi berbagai hal, pada pemberian obat seperti

PTU, kortikosteroid, propanolol, amiodaron, dan zat kontras seperti asam iopanoat atau

natrium ipodat maka konversinya akan berkurang.5

Kebanyakan organ dipengaruhi kadar hormon tiroid. Hormon tiroid bekerja dengan dua

mekanisme utama yaitu

Page 6: KRISIS TIROID -arshita

6

1. Aksi genomik: di dalam sel, T3 terikat dengan reseptor nukleus, menyebabkan

transkripsi gen respon spesifik hormon tiroid. Untuk mencapai efek sepenuhnya,

efek transkripsional T3 membutuhkan waktu berjam-jam hingga berhari-hari.

Aksi genomik ini memilki sejumlah efek vital, termasuk pertumbuhan jaringan,

maturasi otak, peningkatan kalorigenesis dan konsumsi oksigen.4,6

2. Aksi non genomik: interaksi T3 dan T4 dengan beberapa enzim (calcium ATPase,

adenylate cyclase, monomeric pyruvate kinase), transporter glukosa, dan protein

mitokondria.4

Efek hormon tiroid antara lain:

- Termoregulasi dan kalorigenik.5

- Pada perkembangan janin hanya sedikit hormon tiroid bebas dari ibu yang dapat

melewati plasenta, namun jumlah yang sangat kecil ini sangat penting dalam

perkembangan otak janin. Setelah minggu ke-11 tergantung pada sekresi hormon

tiroidnya sendiri, jika terjadi kegagalan skresi maka perkembangan otak dan

pematangan skeletal akan terganggu, menyebabkan kretinisme, retardasi mental,

dan dwarfism.4

- T3 meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi panas dengan menstimulasi

Na+-K+ ATPase pada semua jaringan kecuali otak, limpa, dan testis. Hal ini

meningkatkan kecepatan metabolisme basal (konsumsi oksigen somatik total saat

istirahat) dan meningkatkan sensitivitas terhadap panas dan hipertiroidisme.4

- Pada sistem kardiovaskuler hormon tiroid empunyai efek kronotropik dan

inotropik positif, bersamaan dengan sensitivitas adrenergik yang meningkat pada

hipertiroidisme menyebabkan peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas.4

Terjadi pula penurunan resistensi vaskuler sistemik.7

- Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor beta adrenergik di jantung, otot

lurik, jaringan adiposa, dan limfosit. Ia juga meningkatkan kerja katekolamin

pada post reseptor.4

- Pada sistem pernafasan hormon tiroid memelihara respon ventilasi terhadap

hipoksia dan hiperkapnia di pusat pernafasan batang otak. Otot pernafasan juga

diatur oleh hormon tiroid.4

Page 7: KRISIS TIROID -arshita

7

- Efek pada tulang dapat menstimulasi osteolisis maupun osteogenesis sehingga

remodeling tulang lebih cepat.7

- Peningkatan kebutuhan sel akan oksigen pada hipertiroidisme membuat produksi

eritropoetin dan eritropoesis meningkat. Volume darah tetap namud turnover sel

darah merah meningkat.4,5

- Motilitas usus meningkat, menyebabkan hiperdefekasi pada hipertiroidisme.4

- Pada hipertiroidisme terdapat peningkatan turnover dan kehilangan protein pada

otot lurik, yang dapat menyebabkan miopati proksimal. Juga terdapat peningkatan

kecepatan kontraksi dan relaksasi otot, tampak sebagai hiperrefleksia. Tremor

halus pada distal lengan juga muncul pada kondisi tersebut.4

- Metabolisme protein. Dalam kondisi fisiologis bersifat anabolik, tapi dalam dosis

besar bersifat katabolik.5

- Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, glikogen otot menipis, dan degradasi

insulin meningkat.5

- Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, namun proses degradasi

kolesterol dan ekskresi melalui empedu lebih cepat sehingga pada hiperfungsi

tiroid kolesterol menjadi lebih rendah.5

- Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati.5

- Hormon tiroid berperan dalam produksi, kemampuan merespon, dan metabolisme

sejumlah hormon. Pada hipertiroidisme, kecepatan aromatisasi androgen menjadi

estrogen meningkat dan kadar sex-hormonr binding globulin (SHBG) juga

meningkat, menyebabkan ginekomasti pada pria. Hipertiroidisme mempengaruhi

regulasi GnRH dan gonadotropin pada ovulasi dan siklus menstruasi,

menyebabkan infertilitas dan amenore.4 Waktu paruh kortisol menjadi lebih

pendek pada hipertiroidisme, hal ini dapat menutupi (masking) atau memudahkan

unmasking kelainan adrenal.5

Patogenesis

Krisis tiroid biasanya terjadi pada pasien dengan hipertiroidisme sebelumnya yang tidak

terdiagnosis atau telah diterapi tapi tidak memadai. Krisis mempunyai onset yang

Page 8: KRISIS TIROID -arshita

8

mendadak dan hampir selalu dipicu oleh faktor pencetus. Seberapa faktor pencetus

berperan dalam menimbulkan krisis tiroid ini masih belum jelas.3 Beberapa teori yang

ada sampai saat ini berdasarkan pada tingginya kadar hormon tiroid bebas yang beredar

di dalam darah dan intoleransi jaringan terhadap hormon tiroid.1

Karena tidak terdapat ukuran kadar hormon tiroid dimana krisis tiroid pasti akan terjadi,

besar dan curamnya peningkatan kadar hormon tampaknya lebih penting daripada nilai

absolut kadar hormon tiroid di sirkulasi.3 Brooks dan Waldstein menemukan bukti bahwa

pada penderita krisis tiroid, kadar hormon tiroid bebas lebih tinggi dibanding pada

penderita hipertiroidisme yang tidak mengalami krisis tiroid, walaupun kadar hormon

tiroid total pada kedua kelompok penderita tidak berbeda. Peningkatan hormon tiroid

bebas secara cepat lebih berperan dalam menampilkan gejala dan tanda klinis krisis tiroid

dibandingkan dengan kadar hormon tiroid total. Salah satu mekanisme peningkatan

hormon tiroid bebas adalah perubahan kadar protein plasma pengikatnya (thyroid binding

globulin /TBG). Pada non-thyroidal illness terjadi pembentukan thyroid hormone binding

inhibitor yang mengakibatkan gangguan ikatan antara hormon tiroid dengan TBG, yang

kemudian mengakibatkan terlepasnya hormon tiroid dari TBG, sehingga kadar hormon

T3 dan T4 bebas meningkat. Hal lain yang menyebabkan peningkatan hormon tiroid

bebas adalah setelah pemberian terapi iodium radioaktif, setelah operasi kelenjar tiroid,

atau akibat pemberian hormon tiroid yang melebihi dosis.1,4

Peningkatan kadar iodotironin jaringan atau penguatan respon seluler terhadap hormon

tiroid juga merupakan mekanisme lain yang dapat menjelaskan progresi krisis tiroid.3

Pada penderita tirotoksikosis terjadi peningkatan aktifitas reseptor adrenergik sehingga

memberikan tanda dan gejala klinis tirotoksikosis. Kadar katekolamin plasma dan hasil

metabolitnya di dalam urin masih normal, jadi yang meningkat adalah densitas reseptor

beta adrenergik.1 Hormon tiroid meningkatkan ekspresi seluler adrenoreseptor atau

memodifikasi jalur post reseptor yang menyebabkan hipersensitivitas jaringan terhadap

katekolamin.3 Peningkatan ini tidak sama pada setiap jaringan, hal ini mengakibatkan ada

beberapa jaringan yang lebih sensitif terhadap rangsang katekolamin. Pada proses post-

reseptor, hormon tiroksin meningkatkan respon transkripsi terhadap katekolamin pada

jaringan lemak coklat, dimana pada sel tersebut hasil beta oksidasi asam lemak tidak

menghasilkan energi (ATP) tetapi menghasilkan panas. Pada penderita tirotoksikosis

Page 9: KRISIS TIROID -arshita

9

terjadi juga peningkatan cAMP, second messenger bagi sebagian besar reseptor beta

adrenergik.1

Kelenjar tiroid disarafi oleh saraf simpatis dan katekolamin dapat merangsang sintesis

serta penglepasan hormon tiroksin sehingga pada keadaan stres dapat memicu timbulnya

krisis tiroid.1

Faktor Risiko dan Pencetus

Faktor risiko terjadinya krisis tiroid

1. Surgical crisis: karena persiapan operasi yang kurang baik dan belum eutiroid.5

Dahulu krisis tiroid sering terjadi sebagai komplikasi pembedahan kelenjar tiroid,

yaitu akibat terlepasnya hormon tiroid secara mendadak ke sirkulasi darah. Kini,

penderita hipertiroidisme sebelum menjalani pembedahan akan selalu diusahakan

dalam keadaan eutiroid dengan pengobatan medikamentosa, sehingga

kemungkinan timbulnya komplikasi krisis tiroid dapan dihindari.1

2. Medical crisis: stres apapun, fisik serta psikologis.5

Saat ini krisis tiroid lebih sering disebabkan oleh faktor stres, seperti infeksi,

terapi iodium radioaktif, pemakaian kontras iodium untuk pemeriksaan

radiologis.1

Faktor pencetus yang paling sering adalah infeksi, meskipun trauma, operasi, infark

miokard, ketoasidosis diabetik, kehamilan, dan persalinan juga dilaporkan sebagai

penyebab. Pemberian sejumlah besar iodin eksogen (seperti zat kontras iodin atau

amiodaron) dapat menjadi substrat produksi hormon tiroid yang signifikan dan sekresinya

jika terdapat area jaringan tiroid otonom di dalam kelenjar (fenomena Jod-Basedow).

Penghentian tiba-tiba thionamid (obat anti tiroid seperti PTU, methimazole, carbimazole)

pada pasien yang tidak patuh atau karena sebab lain berkaitan dengan memburuknya

tirotoksikosis dan dapat menjadi krisis tiroid. Agen biologi seperti interleukin-2 dan alfa-

interferon dilaporkan menginduksi krisis tiroid saat digunakan pada terapi infeksi hepatiis

dan HIV, kanker, dan gangguan sistem imun. Bahkan penggunaan salisilat dan

pseudoefedrin dilaporkan menjadi pencetus krisis tiroid.6,7

Jarang sekali tidak terdeteksi

faktor pencetus.3

Page 10: KRISIS TIROID -arshita

10

Tabel 2. Faktor pencetus krisis tiroid.1,3,4

Faktor-faktor Pencetus Krisis Tiroid

- Infeksi

- Terapi radioiodin

- Withdrawal obat anti-tiroid

- Pemakaian kontras iodin (I-131)

- Ingesti hormon tiroid

- Zat yang mengandung iodin (misalnya

amiodaron)

- Reaksi obat

- Stres emosional yang berat

- Palpasi berlebihan pada kelenjar tiroid

- Operasi tiroid atau non-tiroid

- Ketoasidosis diabetik

- Hipoglikemi

- Emboli paru

- Trauma

- Gagal jantung

- Infark miokard

- Persalinan

- Toksemia pada kehamilan

- Cerebral vascular accident

- Infark usus

- Ekstraksi gigi

Gejala dan Tanda

Manifestasi klinis krisis tiroid merupakan penampakan tanda dan gejala tirotoksikosis

yang lebih berat.1

Tabel 3. Gejala dan Tanda Tirotoksikosis.1,5,7

Sistem Gejala dan Tanda

Umum Intoleransi panas, hiperkinesis, capek, berat badan turun, tumbuh

cepat, toleransi obat, youth-fullness, kelemahan

Mata Diplopia, iritasi mata, eksoftalmos, optalmoplegia, lid lag,

retraksi kelopak mata, injeksi konjungtiva

Tiroid Gondok, thyroid bruit

Gastrointestinal Hiperdefekasi, lapar, peningkatan nafsu makan, haus, muntah,

disfagi, splenomegali

Neuromuskular Lemah otot, hiperkinesi, hiperrefleksi, muscle wasting, tremor,

paralisis periodik

Reproduksi Oligomenore, amenore, libido turun, infertil, ginekomasti

Page 11: KRISIS TIROID -arshita

11

Dermatologi Rambut rontok, keringat berlebih, kulit hangat dan lembab, silky

hair, onikolisis, palmar eritema, miksidema pretibia

Neuropsikiatri Labil, ansietas, iritabel, tremor, nervositas, paralisis

Kardiorespirasi Hipertensi (sistolik), aritmia, palpitasi, dispneu, nyari dada,

tekanan nadi melebar, gagal jantung

Darah dan Limfatik Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar

Skeletal Osteoporosis, epifisis cepat menutup, nyeri tulang

Penderita krisis tiroid sering mempunyai riwayat penyakit tiroid sebelumnya dan

mendapat pengobatan tetapi kurang adekuat atau riwayat adanya tanda-tanda

tirotoksikosis yang sudah berlangsung lama. Kebanyakan juga disertai faktor pemicu

terutama infeksi.1

Akibat hipermetabolisme dapat terjadi dekompensasi salah satu organ atau lebih.1

Kondisi klinis krisis tiroid tampak sebagai empat gambaran utama yaitu (1) demam,

dapat mencapai > 40ºC (hiperpireksia), mula-mula berkeringat banyak, tapi lama

kelamaan bila terjadi dehidrasi kulit akan menjadi kering, (2) sinus takikardi atau variasi

aritmia supraventrikuler (takikardi atrium paroksismal, flutter atrium, fibrilasi atrium),

sering disertai dengan berbagai tingkat gagal jantung, (3) gejala susunan saraf pusat

(agitasi, gelisah, konfusi, delirium, stupor, koma, psikosis), dan (4)gejala gastrointestinal,

seperti muntah, diare, obstruksi intestinal.1,3

Tekanan nadi meningkat karena tekanan sistolik meningkat. Fibrilasi atrium dapat

berakibat gagal jantung atau syok. Akibat spasme koroner menimbulkan keluhan angina.1

Ikterik yang tidak diketahui sebabnya adalah sugestif untuk krisis tiroid, dan merupakan

tanda prognosis yang buruk. Dehidrasi dapat terjadi disertai dengan ketidakseimbangan

elektrolit. Gejala dan tanda tipikal lainnya yang mungkin didapatkan yaitu adanya

gondok, optalmopati, tremor, hiperrefleksia, Plummer’s nail. Pasien yang lebih muda

sering menunjukkan gambaran gejala terkait simpatis, sedangkan pada orang lanjut usia

lebih ke arah gejala disfungsi kardiovaskuler. Gambaran yang atipikal seperti krisis

normotermi, gagal hati, krisis apatis (kelemahan yang berlebihan), status epileptikus,

stroke, gagal ginjal akut akibat rhabdomiolisis juga dilaporkan.1,3

Pada pasien usia lanjut

Page 12: KRISIS TIROID -arshita

12

krisis tiroid sering atipikal (disebut juga apathetic thyroid storm), dengan apatis, stupor,

gagal jantung, koma, dan tanda tirotoksik yang minimal.6

Diagnosis

Diagnosis klinis harus digunakan sebagai pedoman dalam memulai terapi. Tidak ada

kriteria laboratorium untuk diagnosis krisis tiroid, walaupun pada penderita didapati

kenaikan kadar T3, T4, T3 bebas, dan T4 bebas. Terjadi peningkatan uptake T3,

penurunan kadar TSH, dan peningkatan uptake I-131 dalam 24 jam. Temuan

laboratorium ini tidak berbeda dengan pasien hipertiroidisme.1,4

Beberapa kelainan laboratorium yang tak spesifik yaitu: hiperglikemi, lekositosis dengan

pergeseran ringan ke kiri, hiperkalsemia, hipokolesterolemia, hipokalemia, peningkatan

transaminase, bilirubin, alkali fosfatase, laktat dehidrogenase, dan kreatin kinase.1,3

Gambaran ultrasonografi tiroid, jika tersedia di unit kegawatdaruratan, dapat

menunjukkan kondisi hipertiroid dengan gambaran khas penyakit Basedow atau gondok

noduler hiperaktif yang dengan mudah dapat dibedakan dari kelenjar yang normal.3

Kecurigaan akan terjadinya krisis jika terdapat triad:1,5

1. Menghebatnya tanda tirotoksikosis

2. Kesadaran menurun

3. Hipertermia /hi perpireksia

Apabila terdapat triad maka hitung skor indeks klinis krisis tiroid dari Burch-Wartosky

yang menekankan 3 gejala pokok: hipertermia, takikardia, dan disfungsi susunan saraf..1,5

Tabel 4. Kriteria Dignostik Krisis Tiroid Burch-Wartosky 1993.1,5

Kriteria Diagnostik Skor

Disfungsi pengaturan panas

Suhu 99-99.9 (ºF)

100-100.9

101-101.9

102-102.9

103-103.9

> 104

5

10

15

20

25

30

Page 13: KRISIS TIROID -arshita

13

Efek pada susunan syaraf pusat

- Tidak ada

- Ringan (agitasi)

- Sedang (delirium, psikosis, letargi berat)

- Berat (kejang, koma)

Disfungsi gastrointestinal-hepar

- Tidak ada

- Ringan (diare, nausea, muntah, nyeri perut)

- Berat (ikterus tanpa sebab yang jelas)

Disfungsi kardiovaskuler

Takikardi 99-109

110-119

120-129

130-139

> 140

Gagal jantung

- Tidak ada

- Ringan (edema kaki)

- Sedang (ronki basal)

- Berat (edema paru)

- Fibrilasi atrium: Tidak ada

Ada

Riwayat pencetus (-)

(+)

0

10

20

30

0

10

20

5

10

15

20

25

0

5

10

15

0

10

0

10

Interpretasi:

Skor 45 atau lebih : sangat sugestif krisis tiroid

25-44 : sugestif impending krisis tiroid

kurang dari 25 : kemungkinan krisis tiroid kecil

Page 14: KRISIS TIROID -arshita

14

Jadi langkah diagnostik harus mencakup:3

1. Diagnosis tirotoksikosis, dari riwayat, pemeriksaan klinis, dan jika

memungkinkan pemeriksaan kadar hormon tiroid dan ultrasonografi kelenjar

tiroid.

2. Diagnosis krisis tiroid, dari gambaran disfungsi organ dan sistem penilaian

menurut Burch dan Wartofsky.

3. Mencari kondisi pemicu.

Penatalaksanaan

Karena mortalitasnya yang tinggi dan konfirmasi diagnostik mungkin sulit dilakukan atau

terlambat, maka terapi harus segera dimulai saat krisis tiroid dicurigai secara klinis.

Pasien harus dirawat di unit perawatan intensif untuk pemantauan kondisi

kardiovaskuler.3,4

Terapi didasarkan pada prinsip-prinsip: 1) mengurangi kadar hormon tiroid di sirkulasi

dengan cara inhibisi sintesis dan pelepasan hormon tiroid, 2) mengurangi efek perifer

hormon tiroid, 3) terapi suportif untuk mengatasi komplikasi sistemik, dan 4) mengatasi

faktor pencetus.2,3,6

Perlu diingat 5 B, yaitu: blok sintesis (misalnya dengan obat anti tiroid), blok pelepasan

(misalnya dengan iodin), blok konversi T4 menjadi T3 (misalnya dengan PTU dosis

tinggi, propanolol, kortikosteroid, dan amiodaron), beta bloker, dan blok sirkulasi

enterohepatik (dengan kolestiramin).6

Tatalaksana:

- Terapi suportif umum: berikan cairan rehidrasi dan koreksi elektrolit, kalori

(glukosa), vitamin (misalnya thiamin), oksigen, jika perlu sedasi dan kompres

es.1,5

Cairan dapat diberikan salin yang mengandung dekstrosa untuk mengganti

glikogen simpanan hati hingga 3-5 liter perhari.3

Antipiretik diberikan untuk mengurangi pireksia yaitu asetaminofen, jangan

memberikan salisilat (aspirin) karena dapat melepaskan ikatan protein-hormon

tiroid sehingga kadar hormon bebas meningkat.1,6

Klorpromazin 50-100 mg oral

Page 15: KRISIS TIROID -arshita

15

atau IM tiap 6 jam dapat membantu menurunkan suhu tubuh melalui edek

termoregulasi sentral.6

- Koreksi hipertiroidisme dengan cepat:1,3,5,6,10

a. Obat anti tiroid (thionamid) harus diberikan segera untuk mencegah

pembentukan hormon tiroid dengan menghambat iodinasi residu tirosin oleh

enzim TPO. Propiltiourasil (PTU) dan methimazole menghambat sintesis

hormon tiroid pada proses oksidasi iodida dan organifikasi. PTU diberikan

dalam dosis besar (loading dose 600-1000 mg) diikuti dosis PTU 200 mg tiap

4 jam, dengan dosis total sehari 1000-1500 mg, sedangkan methimazole

diberikan 20-25 mg tiap 6 jam peroral, melalui pipa nasogastrik, atau per

rektal. Efeknya biasa dapat tertunda 3-4 hari. PTU dianggap lebih baik

daripada methimazole karena onset yang lebih cepat dan dapat menghambat

konversi T4 menjadi T3 di perifer. Namun, US Food and Drug Administration

(FDA) mengumumkan potensi toksisitas PTU terhadap hati. Karena tidak ada

penelitian yang membandingkan kelebihan PTU dibanding methimazole atau

carbimazole pada krisis tiroid, banyak ahli yang kini merekomendasikan

penggunaan methimazole atau carbimazole, kecuali jika terdapat

kontraindikasi seperti pada kehamilan.

b. Preparat iodin anorganik memblokade pelepasan hormon tiroid dengan cara

menghambat proteolisis tiroglobulin dimana dosis besar iodin akan menekan

pelepasan hormon tiroid (efek Wolff-Chaikoff). Pemberian iodin harus

dilakukan setidaknya 1-2 jam setelah preparat penghambat sintesis hormon

tiroid diberikan, karena penggunaan iodin sendiri akan meningkatkan

simpanan hormon tiroid intraglanduler dan dapat menyebabkan krisis

memburuk. Efeknya hanya akan bertahan selama 2 minggu (escape

phenomenon), sehingga tidak dapat digunakan untuk terapi jangka panjang.

Oleh karena itu thionamid harus diberikan sebelum pemberian preparat iodin.

Solusio lugol (iodida) dapat diberikan 5-10 tetes tiap 6-8 jam, atau SSKI

(larutan kalium iodida jenuh) 5 tetes setiap 6 jam ( 1 tetes mengandung 50 mg

iodida). Jika ada berikan endoyayin (NaI) IV 1 gr tiap 8-12 jam.

Page 16: KRISIS TIROID -arshita

16

Asam iopanoat dan ipodat diberikan dengan dosis awal 1 g IV tiap 8 jam pada

24 jam pertama, dilanjutkan dengan 2 x 500 mg setiap hari. Gangguan fungsi

ginjal dan dehidrasi adalah kontraindikasi, sedangkan pasien dengan

gangguan hati harus dipantau dengan ketat tes fungsi hatinya karena asam

iopanoat terkonsentrasi di hati.

c. Mengurangi kerja hormon tiroid di perifer dapat dilakukan dengan

memberikan obat antiadrenergik dan menghambat konversi perifer dari T4

menjadi T3. Penghambatan konversi ini menurunkan aktivitas perifer hormon

tiroid di perifer karena T3 lebih poten dibandingkan T4, dan 80% produksi T3

terjadi di perifer melalui monodeiodasi T4.

Glukokortikoid, asam iopanoat, ipodat, dan PTU secara sinergis menghambat

konversi T4 menjadi T3 di perifer. Hidrokortison diberikan 300 mg IV

kemudian 100 mg IV tiap 8 jam, sedangkan deksametason diberikan 2 mg tiap

6 jam. Terapi harus diturunkan secara bertahap sesuai dengan durasi yang

dibutuhkan sesegera mungkin. Keuntungan tambahan pemberian

kortikosteroid adalah koreksi insufisiensi adrenal (defisiensi steroid) relatif

yang muncul pada beberapa kasus krisis tiroid akibat hipermetabolisme, dan

inhibisi pelepasan hormon tiroid jika diberikan dalam dosis tinggi.

Beta bloker harus diberikan segera kecuali ada kontraindikasi sehingga

memblokade konsekuensi adrenergik hormon tiroid yang berlebihan.

Propanolol adalah beta bloker non selektif kerja singkat, dapat diberikan 20-

40 mg tiap 6 jam PO, atau 1 -2 mg IV tiap 15 menit sampai hemodinamik

terkontrol dengan dosis maksimal 10 mg. Propanolol juga menghambat

monodeiodasi T4 dan mempunyai efek menguntungkan terhadap demam dan

agitasi. Esmolol juga merupakan beta bloker kerja singkat, dapat diberikan

perinfus 50-100 μg/kg/menit. Pada pasien dengan asma atau penyakit paru

(COPD) dipilih beta bloker yang kardio selektif seperti metoprolol atau

atenolol. Alternatif lain adalah penghambat kanal kalsium, diltiazem dengan

dosis 60-90 mg PO tiap 6-8 jam. Beta bloker dikontraindikasikan pada gagal

jantung yang berat dan syok. Masalah penting pada gagal jantung tirotoksik

adalah kontribusinya terhadap percepatan denyut jantung. Jika takikardi

Page 17: KRISIS TIROID -arshita

17

diperkirakan merupakan penyebab utama gagal jantung, blokade reseptor

adrenergik beta adalah beralasan, meskipun efek inotropik negatif mungkin

menekan kontraktilitas miokard. Jika gagal jantung terjadi karena iskemik

yang mendasari, penyakit jantung hipertensif atau valvuler, maka beta bloker

lebih baik dihindari, sedangkan digoksin, diuretik, atau agen inotropik harus

diberikan. Karena situasi klinis sering ambigu, beta bloker kerja singkat

seperti esmolol dapat diberikan di awal, jika terjadi perburukan dan hipotensi

maka obat dapat segera dihentikan (withdrawn).

d. Terapi lain yang dapat digunakan yaitu:

Pada pasien yang alergi terhadap iodin atau thionamid, lithium 300 mg setiap

8 jam dapat digunakan sebagai agen alternatif. Lithium selain menghambat

pelepasan hormon tiroid juga menurunkan iodinasi residu tironin. Namun

harus hati-hati akan toksisitasnya.

Kalium perklorat secara kompetitif menghambat transport iodida ke dalam

tirosit, namun dulu dikaitkan dengn anemia aplastik dan sindrom nefritik.

Beberapa penelitian menunjukkan ini dapat digunakan untuk jangka waktu

yang singkat pada terapi tirotoksikosis yang diiunduksi amiodaron.

Kolestiramin 4 g PO dua hingga empat kali per hari digunakan untuk

menurunkan reabsorbsi hormon tiroid yang telah dimetabolisme dari sirkulasi

enterohepatik.

- Atasi faktor pencetus, misalnya pada infeksi maka diberikan antibiotik.

Tabel 5. Terapi Medis Krisis Tiroid.6

Obat Dosis Catatan

Penghambat sintesis hormon

Propiltiourasil (PTU) 600 mg loading dose diikuti

dengan 200-250 mg PO tiap

4-6 jam

Menghambat deiodinasi

perifer. Namun peringatan

dari FDA mengenai

toksisitas PTU terhadap hati

membuat carbimazole atau

methimazole menjadi

Carbimazol atau

methimazole

20-30 mg PO tiap 4-6 jam

Page 18: KRISIS TIROID -arshita

18

pilihan utama

Penghambat pelepasan hormone

SSKI (kalium iodide) 5 tetes PO tiap 6-8 jam Diberikan 1 jam setelah

thionamide

Larutan lugol 5-10 tetes PO tiap 6-8 jam (

di AS, 1 ml PO tiap 6 jam)

Diberikan 1 jam setelah

thionamide

Asam iapanoat 1000 mg IV tiap 8 jam

untuk 24 jam, diikuti 500

mg dua kali sehari

Diberikan 1 jam setelah

thionamide, jarang tersedia

Penghambat efek perifer kelebihan hormon tiroid

Propranolol 1-2 mg/menit IV tiap 15

menit hingga maksimal 10

mg, 40-80 mg PO tiap 4-6

jam

Dosis awal IV jika

hemodinamik tak stabil

Esmolol 50 μg/kg/menit IV dapat

ditingkatkan 50 μg/kg/menit

tiap 4 menit hingga

maksimal 300 μg/kg/menit

Kerja singkat

Metoprolol 100 mg PO tiap 6 jam Kardioselektif; digunakan

jika terdapat penyakit

saluran nafas

Diltiazem 60-90 mg PO tiap 6-8 jam Digunakan jika ada kontra

indikasi terhadap beta

bloker

Terapi Pendukung

Hidrokortison 100 mg IV tiap 6 jam

Deksametason 2 mg IV tiap 6 jam

Asetaminofen (parasetamol) 1 g PO tiap jam Hati-hati jika terdapat

disfungsi hati

Terapi Tambahan

Page 19: KRISIS TIROID -arshita

19

Lithium karbonat 300 mg PO tiap 8 jam Pantau toksisitas

Kalium perklorat 1 g PO sekali sehari Berkaitan dengan anemia

aplastik dan sindrom

nefritik

Kolestiramin 4 g PO tiap 6-12 jam

Terapi definitif dengan I-131 atau tindakan bedah ditunda hingga kondisi eutiroid.10

Respon pasien secara klinis dan membaiknya kesadaran umumnya terlihat dalam 24-72

jam, meskipun ada yang berlanjut hingga semiggu. Hal ini ditandai dengan menurunnya

suhu tubuh, berkurangnya frekuensi nadi, serta kesadaran yang membaik. Untuk pulih

penuh biasanya membutuhkan waktu 1 minggu. Prognostik yang buruk yaitu jika terjadi

koma, jaundice, dan syok.1,5,7

Penyebab kematian tersering yaitu aritmia dan kegagalan

kardiovaskuler.4

Terapi terbaru

Krisis tiroid kadang dapat refrakter dan pilihan terapi lain harus dipertimbangkan.

Plasmapharesis, dengan pemindahan hormon tiroid, telah digunakan dengan sukses pada

konsisi tirotoksikosis dan pada persiapan operasi pasien dengan tirotoksikosis. Namun,

plasmapharesis harus diulang beberapakali karena hanya 20% simpanan T4 dan T3 yang

dapat dipindahkan setiap sesinya. Charcoal hemoperfusion juga telah menunjukan

kegunaannya pada kondisi tirotoksikosis.7

Terdapat ketertarikan yang tinggi akan peran agen biologi dalam terapi kondisi

tirotoksikosis yang terkait autoimun. Rituximab (antibodi monoklonal anti-CD 20 yang

mendeplesi limfosit B di sirkulasi), dan berbagai terapi baru lainnya menunjukan hasil

yang menjanjikan pada terapi optalmopati Graves. Namun perannya dalam kondisi

tirotoksikosis masih belum jelas.7

Page 20: KRISIS TIROID -arshita

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Djokomoeljanto R, Suhartono T. Kegawatan pada Penyakit Tiroid. In

Soehardjono, (Ed). Kedaruratan Medik I. Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro. 2000:183-188

2. Karger S, Führer D. Thyroid storm-thyroid crisis: an update. Dtsch Med

Wochenschr. 2008; 133(10):479-84

3. Migneco A, Ojetti V, Testa A, et al. Management of Thyrotoxic Crisis. Eur Rev

Med Pharmacol Sci. 2005; 9:69-74.

4. Ladenson PW, Greenspan FS, Cooper DS. The Thyroid Gland. In Gardner DG,

Shoback D, (Eds). Greenspan's Basic & Clinical Endocrinology. San Francisco:

McGraw-Hill's. 2007.

5. Djokomoeljanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. In

Sudoyo A, (Ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2006:1933-1942

6. Carroll R, Matfin G. Review: Endocrine and Metabolic Emergencies: Thyroid

Storm. Ther Adv Endocrinol Metab. 2010; 1(3):139-145

7. Nayak B, Burman K. Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Endocrinol Metab Clin

N Am. 2006; 35:663-686.

8. Fisher JN. Management of Thyrotoxicosos. South Med J. 2002; 95(5)

9. Jameson JL, Weetman AP. Diseases of Thyroid Gland. In Kasper DL, Fauci AS,

Longo DL, et al., (Eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York:

McGraw-Hill. 2005:2104-2126.

10. Fitzgerald PA. Endocrine Disorders. In McPhee SJ, Papadakis MA, (Eds).

Current Medical Diagnosis & Treatment 2009. San Francisco: McGraw-Hill.

2009.