konsultasi publik pengadaan tanah bandar udara
DESCRIPTION
Penerapan prinsip konsultasi publik dalam pengadaan tanah di kulon progoTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi
amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu, jumlah
penduduk Indonesia yang terus bertambah, mengakibatkan semakin meningkat
dan beragam pula kebutuhan penduduk di Indonesia. Termasuk dalam kegiatan
pembangunan nasional itu adalah pembangunan untuk kepentingan umum.
Pembangunan untuk kepentingan umum ini harus terus diupayakan
pelaksanaannya seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang
disertai dengan semakin meningkatnya kemakmurannya.
Penduduk yang semakin bertambah dengan tingkat kemakmuran yang
semakin baik, tentunya membutuhkan berbagai fasilitas umum seperti: jaringan
transportasi, fasilitas pendidikan, peribadatan, sarana olah raga, fasilitas
komunikasi, fasilitas keselamatan umum dan sebagainya. Pembangunan fasilitas-
fasilitas umum seperti tersebut di atas, memerlukan tanah. Dalam hal persediaan
tanah masih luas, pembangunan fasilitas umum tersebut tidak menemui masalah.
Masalah kemudian timbul manakala pembangunan disegala sektor sedangkan
tanah yang tersedia terbatas, oleh karena tanah memiliki karakter yang unik
sebagai benda yang tak tergantikan, tidak dapat dipindahkan dan tidak dapat
1
direproduksi,1 sedangkan yang tersedia sudah banyak yang dilekati dengan hak
(tanah hak) masyarakat, dan tanah negara sudah sangat terbatas persediaannya.
Sehingga untuk mewujudkan penyediaan tanah untuk kepentingan umum
diperlukan proses pengadaan tanah, didalam pengadaan tanah sendiri terdapat
proses konsultasi publik.
Tanah tidak hanya sekadar dimaknakan sebagai permukaan bumi saja,
tetapi meliputi ruang di atas dan di bawah permukaan bumi dan setiap benda yang
tumbuh di atas dan/atau yang melekat secara permanen di atas permukaan bumi,
termasuk pula yang berkaitan dengan kepemilikan tanahnya.2 Hal yang terkait
tentang masalah pertanahan ini memang merupakan persoalan rumit. Pada satu
pihak tuntutan pembangunan akan tanah sudah sedemikian mendesak sedangkan
pada lain pihak bertambahnya jumlah masyarakat secara terus menerus dengan
permasalahan sosial, ekonomi, psikologi, dan lain lainnya juga mendiami ruang
yang sama.3
Pengadaan tanah merupakan perbuatan pemerintah untuk memperoleh
tanah untuk berbagai kepentingan pembangunan, khususnya bagi kepentingan
umum. Pada prinsipnya pengadaan tanah dilakukan dengan cara musyawarah
antara pihak yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah yang tanahnya
1. Winahyu Erwiningsih.Hak Menguasai Negara Atas Tanah, Total Media, Yogyakarta, 2009, hlm, 270.
2 .Yudhi Setiawan, Instrumen Hukum Campuran (Gemeenschapelijkrecht) Dalam Konsolidasi Tanah, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2009, hlm. 161.3 .Darwin Ginting.Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah Bidang Agribisnis. Ghalia Indonesia. Bogor. 2010. Hlm. 193.
2
diperlukan untuk kegiatan pembangunan.4 Proses musyawarah yang dilakukan
oleh instansi yang memerlukan tanah dan pemegang hak ditujukan untuk
memastikan bahwa pemegang hak memperoleh ganti kerugian yang layak dan adil
terhadap tanahnya. Ganti kerugian tersebut dapat berupa uang, tanah pengganti
(ruilslag), pemukiman kembali (relokasi) atau pembangunan fasilitas umum yang
bermanfaat bagi masyarakat setempat.5
Persoalan pengadaan tanah ini menyangkut hubungan hukum antara dua
unsur penting yang harus seimbang, yaitu masyarakat dan Negara. Hubungan
hukum yang ada di antara kedua unsur tersebut senantiasan menimbulkan hak
pada satu pihak , dan kewajiban di lain pihak.6 Negara yang dalam hal ini diwakili
oleh instansi pemerintah yang memerlukan tanah tersebut wajib memperhatikan
dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat yang hak atas tanahnya diambil oleh
negara, dimana tanah tersebut merupakan sumber mata pencaharian masyarakat,
sedangkan negara jika memberikan ganti kerugian yang tidak sebanding, maka
masyarakat terancam kehilangan mata pencahariannya untuk melangsungkan
kehidupan yang sejahtera, padahal pengadaan tanah yang dilakukan oleh negara
itu berdasarkan atas asas kesejahteraan. Negara yang melaksanakan pengadaan
tanah walaupun untuk kepentingan umum dengan mengorbankan sebagian
kesejahteraan rakyatnya maka tindakan tersebut tidak dibenarkan.
4. Maria S.W. Sumardjono. Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta, 2008, hlm, 280.
5. Lidwina Halim, Tata Cara Pengadaan Tanah, terdapat dalam, http://www.hukumproperti.com/2010/03/10/tata-cara-pengadaan-tanah/, 28 Mei 2014, 20.12.6 .Winahyu Erwiningsih, Hak Pengelolaan Atas Tanah, Total Media, Yogyakarta, 2011, hlm. 18.
3
Seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Pasal 1
ayat 8 bahwa pengertian konsultasi publik ialah proses komunikasi dialogis atau
musyawarah antarpihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan
kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum. Dalam pengertian tersebut disebutkan bahwa musyawarah
ditujukan kepada pihak yang berkepentingan, sedangkan pada kenyataannya ada
keterlibatan pihak ketiga yaitu spekulan tanah campur tangan dalam proses
berlangsungnya proses konsultasi publik dengan tujuan menguntungkan dirinya
sendiri.
Dalam hal ini penulis mengambil Kabupaten Kulon Progo sebagai lokasi
penelitian karena berdasarkan berita di media masa maupun dari warga setempat,
sedang dilaksanakan proses pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan
umum yaitu berupa bandar udara. Dimana dalam proses pengadaan tanah tersebut
terjadi pro dan kontra baik antara pemerintah dengan masyarakat maupun di
antara masyarakat sendiri. Oleh karena itu penulis mengambil aspek konsultasi
publik atau musyawarah sebagai pokok penelitian, dimana instansi pemerintah
yang memerlukan tanah tersebut yang diwakilkan oleh Pemerintah Kabupaten
Kulon Progo melakukan musyawarah dengan masyarakat Kulon Progo,
khususnya pemegang tanah yang berhak tersebut.
Atas dasar uraian di atas, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
konsultasi publikyang dilakukan untuk pengadaan tanah pembangunan Bandar
Udara Kabupaten Kulon Progo, maka penulis mengajukan penulisan hukum
4
dengan judul “PENERAPAN PRINSIP KONSULTASI PUBLIK DALAM
PENGADAAN TANAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2
TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN
UNTUK KEPENTINGAN UMUM”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penulis
merumuskan permasalahan untuk dikaji lebih rinci. Adapun beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah penerapan prinsip konsultasi publik dalam pengadaan tanah
bandar udara di Kulon Progo berdasarkan Undang - Undang Nomor 2 Tahun
2012 pasal 16 sampai dengan pasal 26 ?
2. Apa kendala yang timbul dalam pelaksanaan konsultasi publik persiapan
pengadaan tanah untuk pembangunan bandar udara di Kabupaten Kulon
Progo?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui penerapan prinsip konsultasi publik dalam pengadaan
tanah bandar udara di Kulon Progo berdasarkan Undang - Undang
Nomor 2 Tahun 2012 pasal 16 sampai dengan pasal 26.
5
b. Untuk mengetahui kendala yang timbul dalam pelaksanaan konsultasi
publik persiapan pengadaan tanah untuk pembangunan bandar udara di
Kabupaten Kulon Progo.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk menambah wawasan dan memperluas pemahaman penulis
mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum khususnya aspek
konsultasi publik.
D. Tinjauan Pustaka
Pengadaan Tanah bagi kepentingan umum di Indonesia saat ini diatur
dalam Undang - Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum menggantikan Peraturan Presiden
Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36
tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum. Adapun alasan pemerintah mengeluarkan undang-undang ini
yakni; dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, pemerintah perlu melaksanankan pembangunan.Untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum tersebut, diperlukan
tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip
kemanusiaan, demokratis, dan adil. Oleh karena peraturan perundang - undangan
di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum selama
6
ini belum dapat menjamin perolehan tanah untuk pelaksanaan pembangunan,
maka pemerintah perlu membuat undang-undang yang dapat mengakomodasi
semua itu.7
Pengadaan Tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara
memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.8
Pengertian lain menurut Boedi Harsono bahwa Pengadaan Tanah adalah setiap
kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian
kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-
benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah.9
Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum Pasal 58 huruf c menyatakan bahwa tata
cara pengadaan tanah masih menggunakan peraturan sebelumnya yaitu Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006 selama tidak bertentangan atau belum diganti
dengan yang baru. Jadi tata cara pengadaan tanah hingga saat ini masih
menggunakan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Pasal 1 ayat 2 yaitu :
1. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan
atau penyerahan hak atas tanah.
7 .Mukmin Zakie, Kewenangan Negara Dalam Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum di Indonesia dan Malaysia , Buku Litera,Yogyakarta, 2013, hlm, 123.8 .Aminuddin salle,Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum,Total Media,Yogyakarta, 2007, hlm, 28.
9.Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 2008.
7
2. Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukandengan cara jual
beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-
pihak yang bersangkutan.
Pengertian hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
pemegang haknya untuk menggunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah
yang dihakinya.10 Atas dasar ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA, kepada pemegang
hak atas tanah diberi wewenang untuk menggunakan tanah yang bersangkutan,
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang di atasnya sekedar diperlukan
untuk kepentingan langsung yang berhubungan dengan penggunaan tanah itu
dalam batas - batas menurut UUPA dan peraturan - peraturan hukum lain yang
lebih tinggi.11
Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja
dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan
yang luas. Namun demikian rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada
batasannya.12 Kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan negara
serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial,
politik, psikologis dan hankamnas atas dasar asas-asas Pembangunan Nasional
dengan mengindahkan Ketahanan Nasional serta Wawasan Nusantara.13
10.Urip Santoso, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2012, hlm. 10.11 .Brahmana Adhie dan Hasan Basri Nata Menggala, Reformasi Pertanahan: Pemberdayaan Hak-hak atas Tanah ditinjau dari Aspek Hukum, sosial, Politik, Ekonomi, Hankam, Teknis, Agama dan Budaya, Mandar Maju, Bandung, 2002, hlm. 197.
12.Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2004, Hlm. 6.
13.John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Ctk. Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, 1993.
8
Jenis-jenis pembangunan untuk kepentingan umum adalah sebagai
berikut:14
1. Pertahanan dan keamanan nasional;
2. Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan
fasilitas operasi kereta api;
3. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran
pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
4. Pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
5. Infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
6. Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
7. Jaringan telekornunikasi dan inforrnatika pemerintah;
8. Tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
9. Rumah sakit pemerintah/pemerintah daerah;
10. Fasilitas keselamatan umum;
11. Tempat pemakaman umum pemerintah/pemerintah daerah;
12. Fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
13. Cagar alam dan cagar budaya;
14. Kantor pemerintah/pemerintah daerah/desa;
15. Penataan pernukiman kumuh perkotaan dan/ atau konsolidasi tanah, serta
perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;
16. Prasarana pendidikan atau sekolah pemerintah/pemerintah daerah; 14 .Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara, UB Press, Malang, 2011, hlm. 165.
9
17. Prasarana olahraga pemerintah/pemerintah daerah; dan
18. Pasar umum dan lapangan parkir umum.
Pengertian dari ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil
kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah. Adapun bentuk -
bentuk dari ganti kerugian antara lain :15
1. Uang;
2. Tanah pengganti;
3. Permukiman kembali;
4. Kepemilikan saham; atau
5. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Dalam persiapan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum perlu dilaksanakan konsultasi publik. Konsultasi publik adalah tahapan
awal dalam proses pengadaan tanah. Kegiatan ini diorientasikan untuk
mendapatkan kesepakatan antara institusi yang membutuhkan tanah dengan
masyarakat yang akan terkena dampak, agar terhindar terjadinya konflik akibat
dari salah satu pihak merasa dirugikan.16 Setelah tercapai kesepakatan antara
institusi yang membutuhkan tanah dengan masyarakat yang berhak kemudian
Gubernur menetapkan tempat tersebut sebagai lokasi bandara, akan tetapi
masyarakat dimungkinkan untuk mengajukan keberatan terhadap rencana proyek.
Apabila keberatan masyarakat diterima Gubernur, maka lokasi proyek yang
direncanakan harus pindah ke lokasi lain. Jadi dalam konteks kekinian, proses
15 .Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm, 79.16 .Sarjita, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Tugujogja, Yogyakarta, 2005, hlm. 8.
10
pengadaan tanah dapat dilanjutkan apabila masyarakat yang terkena dampak
menyetujui lokasi proyek yang direncanakan.17 Berdasarkan Undang - Undang
Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (8) pengertian konsultasi publik adalah proses
komunikasi dialogis atau musyawarah antarpihak yang berkepentingan guna
mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk mendapatkan
kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak dengan
melibatkan pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta
dilaksanakan di tempat rencana pembangunan kepentingan umum atau di tempat
yang disepakati. Pelibatan pihak yang berhak dapat dilakukan melalui perwakilan
dengan surat kuasa dari dan oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana
pembangunan. Setelah mencapai kesepakatan, maka dituangkan dalam bentuk
berita acara kesepakatan. Kemudian Instansi yang memerlukan tanah dapat
mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada Gubernur sesuai dengan
kesepakatan tersebut. Gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak di terimanya pengajuan permohonan
penetapan oleh Instansi yang memerlukan tanah.
Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan dalam waktu paling
lama 60 (enam puluh) hari kerja. Apabila sampai dengan jangka waktu 60 (enam
puluh) hari kerja pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan terdapat
pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, dilaksanakan 17 .Sutaryono, Pengadaan tanah untuk bandara, terdapat dalam, http://www.stpn.ac.id/images/Data/artikel/PengadaanTanah.htm, 31 Mei 2014, 10.09.
11
konsultasi publik ulang dengan pihak yang keberatan paling lama 30 (tiga puluh)
hari kerja. Apabila masih terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi
pembangunan, Instansi yang memerlukan tanah melaporkan keberatan dimaksud
kepada gubernur setempat. Gubernur akan membentuk tim atas keberatan rencana
lokasi pembangunan.
Tim sebagaimana dimaksud terdiri atas:18
1. Sekretaris Daerah provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua
merangkap anggota;
2. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris
merangkap anggota;
3. Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan
daerah sebagai anggota;
4. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
sebagai anggota;
5. Bupati/Wali Kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; dan
6. Akademisi sebagai anggota.
Tim bentukan Gubernur tersebut bertugas sebagai berikut :
1. Menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan
2. Melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan
3. Membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan
18 .Supriadi, op. cit, hlm. 77.
12
Hasil kajian tim berupa rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan
rencana lokasi pembangunan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja
terhitung sejak diterimanya permohonan oleh gubernur. Gubernur berdasarkan
rekomendasi mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana
lokasi pembangunan.
Dalam hal ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan,
Gubernur menetapkan lokasi pembangunan. Dalam hal diterimanya keberatan atas
rencana lokasi pembangunan, Gubernur memberitahukan kepada Instansi yang
memerlukan tanah untuk mengajukan rencana lokasi pembangunan di tempat
lain.19
Dalam hal setelah penetapan lokasi pembangunan masih terdapat
keberatan, pihak yang berhak terhadap penetapan lokasi dapat mengajukan
gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara setempat paling lambat 30 (tiga puluh)
hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan lokasi. Pengadilan Tata Usaha Negara
memutuskan diterima atau ditolaknya gugatan dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak diterimanya gugatan.Pihak yang keberatan terhadap
putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik
Indonesia.Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima.Putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau
19 .Sudjito, Sarjita, Tjahjo Arianto dan Mohammad Machfudh Zarqoni, Restorasi Kebijakan Pengadaan, Perolehan, Pelepasan dan Pendayagunaan Tanah, Serta Kepastian Hukum di Bidang Investasi, Tugujogja Pustaka, Yogyakarta, 2012, hlm. 74.
13
tidaknya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Gubernur
bersama Instansi yang memerlukan tanah mengumumkan penetapan lokasi
pembangunan untuk kepentingan umum dimaksudkan untuk pemberitahuan
kepada masyarakat bahwa di lokasi tersebut akan dilaksanakan pembangunan
untuk kepentingan umum.
E. Metode Penelitian
1. Objek Penelitian
a. Penerapan prinsip konsultasi publik dalam pengadaan tanah bandar udara di
Kulon Progo berdasarkan Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2012 pasal 16
sampai dengan pasal 26
2. Subjek Penelitian
a. Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kulon Progo.
b. Pakualaman
3. Sumber data
a. Data primer
Data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dilapangan
yang berupa hasil wawancara. Data ini untuk menentukan bagaimanakah
pelaksanakan konsultasi publik dalam pengadaan tanah bagi pembangunan
bandar udara di Kabupaten Kulon Progo.
14
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari buku-buku dan perundang-undangan
yaitu berupa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, serta sumber
lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian yaitu berupa buku-buku
tentang Pertanahan di Indonesia maupun buku-buku lain yang berkaitan.
Data ini digunakan untuk mendukung data primer.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Data primer diperoleh dengan cara wawancara, yaitu tanya jawab langsung
terhadap responden yang bersangkutan untuk memperoleh keterangan atau
data.
b. Data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan, yaitu penelitian
yang dilakukan mempelajari buku-buku dan peraturan perundang-undangan.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk deskriptif dan dianalisa
secara deskriptif kualitatif, yaitu penganalisaan data untuk menggambarkan
15
suatu masalah berikut jawaban atau pemecahannya dengan menggunakan
uraian-uraian kalimat yang diperoleh dari data-data kualitatif yang telah
disimpulkan.
F. Kerangka Skripsi
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah pada pengadaan
tanah bandar udara di Kabupaten Kulon Progo, dimana terjadi
pergesekan kepentingan antara kepentingan negara dan
kepentingan yang berhak atas tanah tersebut. Dalam hal ini
negara seharusnya menjamin kesejahteraan rakyatnya, tidak
justru mengambil sumber mata pencahariaan rakyat guna
melangsungkan kehidupannya karena salah satu asas dalam
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 yaitu kesejahteraan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang pertanahan yang menguraikan pengertian
dari pengadaan tanah, kepentingan umum, ganti kerugian,
konsultasi publik, proses pelaksanaan konsultasi publik, serta
teori-teori lain yang dikemukakan oleh para ahli.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi mengenai pembahasan implementasi Undang -
Undang Nomor 2 Tahun 2012 terhadap pelaksanaan konsultasi
16
publik dan kendala yang dialami dalam pelaksanaan konsultasi
publik dalam persiapan pengadaan tanah bagi pembangunan
bandar udara di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh penulis.
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan, yaitu inti dari jawaban atas
permasalahan yang menjadi objek penelitian setelah dianalisis.
Kemudian berisi saran, yaitu rekomendasi terhadap hasil
simpulan dalam skripsi.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEDUDUKAN HAK ATAS TANAH
1. Pengertian Tanah dan Hak Atas Tanah
a. Pengertian Tanah
Negara Indonesia sebagai Negara agraria, sebagian besar Bangsa
Indonesia hidup dari bidang pertanian. Oleh karena itu tanah merupakan modal
penting bagi penghidupan mereka. Tanah merupakan tempat berpijak dan
bernaung setiap orang, dan tanah merupakan benda yang berharga. Terlebih lagi
tanah bersifat terbatas, tidak dapat diperbarui maupun tidak dapat diciptakan
kembali.
Sebagaimana dirumuskan dalam pasal 4 ayat (1) UUPA adalah sebagai
berikut :
“Atas dasar hak menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam
hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan
kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-
sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.”
Tanah diberikan kepada yang dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang
disediakan oleh UUPA, adalah untuk digunakan atau dimanfaatkan. Diberikannya
dan dipunyainya tanah dengan hak-hak tersebut tidak akan bermakna, jika
penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai permukaan bumi saja. Untuk
keperluan apapun tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga penggunaan sebagian
18
tubuh bumi yang ada dibawahnya dan air serta ruang yang ada diatasnya.20 Oleh
karena itu tanah merupakan komponen ekosistem yang sangat strategis bagi
kelangsungan hidup umat manusia, dan juga sebagai faktor utama dalam setiap
kegiatan pembangunan. Dapat dikemukakan dengan perkataan lain bahwa, tanah
sama sekali tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Oleh karena itu, hak-hak yang timbul di atas hak atas tanah termasuk di
dalamnya bangunan atau benda-benda yang terdapat di atasnya merupakan
persoalan hukum. Persoalan hukum yang dimaksud adalah persoalan yang
berkaitan dengan dianutnya asas-asas yang berkaitan dengan hubungan antara
tanah dengan tanaman dan bangunan yang terdapat di atasnya.21 Dengan
demikian, yang termasuk pengertian hak atas tanah meliputi juga pemilikan
bangunan dan tanaman yang ada di atas tanah yang dihaki, kecuali kalau ada
kesepakatan lain dengan pihak lain ( Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal
500 dan 571).22
b. Pengertian Hak Atas Tanah
Pengertian hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada
pemegang haknya untuk menggunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah
yang dihakinya.23 Perkataan menggunakan mengandung pengertian bahwa hak
atas tanah itu digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan
perkataan mengambil manfaat mengandung makna bahwa hak atas tanah itu tidak
20 Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum
Tanah, Djambatan, Jakarta, 2008, Hlm. 15.21 Supriadi. Hukum agraria,Sinar Grafika, Jakarta, 2007, Hlm. 3.22 Boedi Harsono, op.cit., hlm. 17.
23. Urip Santoso, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2012, hlm. 10.
19
digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan melainkan untuk pertanian,
perkebunan, perikanan, dan peternakan.
Atas dasar ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA, kepada pemegang hak atas
tanah diberi wewenang untuk menggunakan tanah yang bersangkutan, demikian
pula tubuh bumi dan air serta ruang yang di atasnya sekedar diperlukan untuk
kepentingan langsung yang berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam
batas-batas menurut UUPA dan peraturan - peraturan hukum lain yang lebih
tinggi.24
c. Macam-macam Hak Atas Tanah
Menurut Pasal 16 ayat (1) UUPA, beberapa macam hak atas tanah adalah
sebagai berikut:
1. Hak milik
2. Hak guna usaha
3. Hak guna bangunan
4. Hak pakai
5. Hak sewa
6. Hak membuka tanah
7. Hak memungut hasil hutan
24 . Brahmana Adhie dan Hasan Basri Nata Menggala, Reformasi Pertanahan: Pemberdayaan Hak-hak atas Tanah ditinjau dari Aspek Hukum, sosial, Politik, Ekonomi, Hankam, Teknis, Agama dan Budaya, Mandar Maju, Bandung, 2002, hlm. 197.
20
8. Hak-hak lain yang tidak termasuk hak-hak tersebut di atas yang
akan ditetapkan dengan sementara sebagaimana yang disebutkan
dalam Pasal 53 UUPA.
Hak atas tanah itu diberikan kewenangan kepada para pemegangnya untuk
menggunakan, memperoleh manfaat dan mengalihkannya. Misalnya hak milik
atas tanah menurut Pasal 20 UUPA adalah hak yang terkuat, terpenuh, dan
bersifat turun temurun, dapat beralih atau dialihkan, bilamana diperlukan
pendaftaran sebagai jaminan kepastian hak atau alat bukti yang kuat.
2. Landasan Pengaturan Tentang Tanah
Pengaturan tanah atau yang disebut dengan hukum Agraria di Indonesia
berlandaskan pada Undang-Undang Pokok Agraria. UUPA memiliki cita-cita
untuk melindungi kepentingan masyarakat atas tanah, baik masyarakat adat
maupun masyarakat kota, akan tetapi untuk mencapai cita-cita tersebut tidak
mudah, hal itu diakibatkan oleh hukum agraria menjadi penghambat dalam
menciptakan cita-cita tersebut. Penyebab hukum Agraria menjadi penghambat
terciptanya cita-cita UUPA yaitu :
1. Hukum Agraria yang berlaku sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan
sendi-sendi dari pemerintah kolonial Belanda, dan sebagian lainnya lagi
dipengaruhi olehnya, sehingga aturan tersebut bertentangan dengan
kepentingan masyarakat dan negara.
2. Politik pemerintah kolonial Belanda mengakibatkan hukum Agraria di
Indonesia menjadi bersifat dualisme, yaitu adanya hukum adat yang
21
dianut masyarakat dan hukum positif yang mengacu pada hukum barat,
sehingga timbul masalah dan tidak sesuai dengan cita-cita UUPA.
3. Bagi Rakyat asli Indonesia hukum Agraria yang mengacu pada hukum
barat tidak menjamin kepastian hukum.
Oleh karena itu bangsa Indonesia membutuhkan hukum Agraria yang
baru, sesuai dengan kepentingan masyarakat dan negara, sehingga dapat
tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa sebesar-besarnya untuk
kepentingan rakyat.
B. PENGADAAN TANAH
1. Pengertian Pengadaan Tanah
Pengertian dari pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah
dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang
berhak.25 Pengertian lain menurut Boedi Harsono bahwa Pengadaan Tanah adalah
setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian
kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-
benda yang berkaitan dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah.26
Untuk kesejahterahan dan kemakmuran bangsa dan Negara, pemerintah
mengadakan serangkaian pembangunan fasilitas umum yang mengharuskan
pemerintah memiliki lahan-lahan yang akan digunakan pembangunan tersebut,
Kegiatan pembangunan dari waktu ke waktu semakin menghadapi tantangan
terutama aspek penyediaan tanah untuk kegiatan pembangunan tersebut.
25 . Aminuddin salle, Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Total Media, Yogyakarta, 2007, hlm, 28.
26. Boedi Harsono, op.cit., hlm. 27.
22
Pengadaan tanah sendiri sesuai Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012
dapat dilaksanakan berdasarkan:
1. Kemanusiaan
2. Keadilan
3. Kemanfaatan
4. Kepastian
5. Keterbukaan
6. Kesepakatan
7. Keikutsertaan
8. Kesejahteraan
9. Keberlanjutan
10. Keselarasan
Oleh karena itu pemerintah dalam melaksanakan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum wajib memenuhi asas-asas yang terdapat dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tersebut di atas. Sehingga pengadaan tanah
yang melibatkan banyak masyarakat didalamnya tersebut khususnya pemilik hak
atas tanah yang diambil alih haknya dapat merasakan dampak positif dengan
diadakannya pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum tersebut.
Secara sederhana kepentingan umum dapat diartikan bahwa untuk
keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas.
Namun demikian rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada batasannya.27
27. Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2004, Hlm. 6.
23
Kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik,
psikologis dan hankamnas atas dasar asas - asas Pembangunan Nasional dengan
mengindahkan Ketahanan Nasional serta Wawasan Nusantara.28
Jenis-jenis pembangunan untuk kepentingan umum adalah sebagai
berikut:29
1. pertahanan dan keamanan nasional;
2. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api,
dan fasilitas operasi kereta api;
3. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran
pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya;
4. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
5. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
6. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
7. jaringan telekornunikasi dan inforrnatika Pemerintah;
8. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
9. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
10. fasilitas keselamatan umum;
11. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;
12. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
13. cagar alarn dan cagar budaya;
28. John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Ctk. Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, 1993.29 . Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara, UB Press, Malang, 2011, hlm. 165.
24
14. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
15. penataan perrnukiman kurnuh perkotaan dan/ atau konsolidasi tanah,
serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan
status sewa;
16. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;
17. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah;
dan
18. pasar umum dan lapangan parkir umum.
Untuk mengerjakan pembangunan seperti di atas, kecuali untuk pertahanan
dan keamanan nasional yang diatur oleh perundang – undangan, maka hal tersebut
diselenggarakan oleh Pemerintah yang dapat bekerja sama dengan BUMN,
BUMD, dan Badan Usaha Swasta.30
2. Dasar Hukum Pengadaan Tanah
Landasan yuridis yang mengatur pengadaan tanah di Indonesia pada saat
ini yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. undang-undang tersebut disahkan pada
tanggal 14 Januari 2012, sehingga dengan diaturnya pengadaan tanah untuk
kepentingan umum dengan undang-undang menciptakan landasan hukum yang
kuat pada pengaturan pengadaan tanah tersebut.
30 Nafi Harahap, Prosedur Pengadaan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, terdapat dalam, http://nafi-harahap.blogspot.com/2013/05/prosedur-pengadaan-tanah-menurut-undang.html, 12 November 2014, 19.27.
25
Pemerintah Republik Indonesia memiliki tiga alasan dalam mengeluarkan
undang-undang ini yaitu; untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan
sejahtera berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu melaksanankan pembangunan. Untuk
menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum tersebut,
diperlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan
prinsip kemanusiaan, demokratis, dan adil. Oleh karena peraturan perundang -
undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum selama ini belum dapat menjamin perolehan tanah untuk pelaksanaan
pembangunan, maka pemerintah perlu membuat undang-undang yang dapat
mengakomodasi semua itu.31
3. Tata Cara dan Prosedur Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui 4
tahapan, yaitu:
1. Perencanaan
2. Persiapan
3. Pelaksanaan
4. Penyerahan hasil.
Dengan adanya rencana pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah
pusat, berikut proses dan alur pengadaan tanah untuk kepentingan umum bandar
31 . Mukmin Zakie, Kewenangan Negara Dalam Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum di Indonesia dan Malaysia , Buku Litera, Yogyakarta, 2013, hlm, 123.
26
udara di Kabupaten Kulonprogo.
a. Perencanaan Pengadaan Tanah
Perencanaan pengadaan tanah untuk Kepentingan umum didasarkan atas
Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja
Pemerintah Instansi yang bersangkutan. Perencanaan pengadaan tanah untuk
kepentingan umum sebagaimana dimaksud dan disusun dalam bentuk dokumen
perencanaan pengadaan tanah, yang paling sedikit memuat:
1. maksud dan tujuan rencana pembangunan;
2. kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana
Pembangunan Nasional dan Daerah;
27
3. letak tanah;
4. luas tanah yang dibutuhkan;
5. gambaran umum status tanah;
6. perkiraan waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah;
7. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan;
8. perkiraan nilai tanah; dan
9. rencana penganggaran.
Dokumen perencanaan pengadaan tanah tersebut disusun berdasarkan
studi kelayakan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Dokumen perencanaan tersebut dibuat dan ditetapkan oleh Instansi
yang memerlukan tanah kemudian diserahkan kepada pemerintah provinsi.
b. Persiapan Pengadaan Tanah
Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan
dokumen perencanaan pengadaan tanah melaksanakan:
1) Pemberitahuan rencana pembangunan
Pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan kepada masyarakat
pada rencana lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, baik langsung
maupun tidak langsung.
2) Pendataan awal lokasi rencana pembangunan
28
Pendataan awal lokasi rencana pembangunan meliputi kegiatan
pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah.Pendataan
awal dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak pemberitahuan
rencana pembangunan. Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan
digunakan sebagai data untuk pelaksanaan konsultasi publik rencana
pembangunan.
3) Konsultasi publik rencana pembangunan
Konsultasi publik adalah proses komunikasi dialogis atau musyawarah
antar pihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan
dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum. Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk mendapatkan
kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak dengan
melibatkan pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta
dilaksanakan di tempat rencana pembangunan kepentingan umum atau di tempat
yang disepakati. Pelibatan pihak yang berhak dapat dilakukan melalui perwakilan
dengan surat kuasa dari dan oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana
pembangunan. Setelah mencapai kesepakatan, maka dituangkan dalam bentuk
berita acara kesepakatan. Kemudian Instansi yang memerlukan tanah dapat
mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada Gubernur sesuai dengan
kesepakatan tersebut. Gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14
hari kerja terhitung sejak di terimanya pengajuan permohonan penetapan oleh
Instansi yang memerlukan tanah.
29
Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan dalam waktu paling lama
60 hari kerja. Apabila sampai dengan jangka waktu 60 hari kerja pelaksanaan
konsultasi publik rencana pembangunan terdapat pihak yang keberatan mengenai
rencana lokasi pembangunan, dilaksanakan konsultasi publik ulang dengan pihak
yang keberatan paling lama 30 hari kerja. Apabila masih terdapat pihak yang
keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, Instansi yang memerlukan
tanah melaporkan keberatan dimaksud kepada gubernur setempat. Gubernur akan
membentuk tim untuk melakukan atas keberatan rencana lokasi pembangunan.
Tim sebagaimana dimaksud terdiri atas: 32
1. Sekretaris Daerah provinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua
merangkap anggota;
2. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris
merangkap anggota;
3. Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan
daerah sebagai anggota;
4. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
sebagai anggota;
5. Bupati/Wali Kota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota; dan
6. Akademisi sebagai anggota.
Tim bentukan Gubernur tersebut bertugas sebagai berikut :
32 . Supriadi, op. cit, hlm. 77.
30
1. Menginventarisasi masalah yang menjadi alasan keberatan
2. Melakukan pertemuan atau klarifikasi dengan pihak yang keberatan
3. Membuat rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan.
Hasil kajian tim berupa rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan
rencana lokasi pembangunan dalam waktu paling lama 14 hari kerja terhitung
sejak diterimanya permohonan oleh gubernur. Gubernur berdasarkan rekomendasi
mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana lokasi
pembangunan.
Jika keberatan atas rencana lokasi pembangunan ditolak oleh Gubernur,
maka Gubernur menetapkan lokasi pembangunan di lokasi tersebut yang telah
ditetapkan. Akan tetapi apabila keberatan atas rencana lokasi pembangunan
tersebut diterima, maka Gubernur memberitahukan kepada Instansi yang
memerlukan tanah untuk mengajukan rencana lokasi pembangunan di tempat lain.
33 Dalam hal setelah penetapan lokasi pembangunan masih terdapat keberatan,
pihak yang berhak terhadap penetapan lokasi dapat mengajukan gugatan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara setempat paling lambat 30 hari kerja sejak
dikeluarkannya penetapan lokasi. Pengadilan Tata Usaha Negara memutuskan
diterima atau ditolaknya gugatan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak
diterimanya gugatan. Pihak yang keberatan terhadap putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara dalam waktu paling lama 14 hari kerja dapat mengajukan kasasi
kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah Agung wajib
33 . Sudjito, Sarjita, Tjahjo Arianto dan Mohammad Machfudh Zarqoni, Restorasi Kebijakan Pengadaan, Perolehan, Pelepasan dan Pendayagunaan Tanah, Serta Kepastian Hukum di Bidang Investasi, Tugujogja Pustaka, Yogyakarta, 2012, hlm. 74.
31
memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak permohonan
kasasi diterima. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum. Gubernur bersama Instansi yang memerlukan tanah
mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum
dimaksudkan untuk pemberitahuan kepada masyarakat bahwa di lokasi tersebut
akan dilaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum.
c. Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum,
Instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah
kepada Lembaga Pertanahan. Pelaksanaan pengadaan tanah meliputi:
1. Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah
2. Penilaian ganti kerugian
3. Musyawarah penetapan ganti kerugian
4. Pemberian ganti kerugian, dan
5. Pelepasan tanah Instansi.
Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, pihak
yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada Instansi yang
memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. Beralihnya hak dilakukan
dengan memberikan ganti kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai
pengumuman penetapan lokasi.
32
1) Inventarisasi dan Identifikasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, serta
Pemanfaatan Tanah
Inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari kerja yang
meliputi kegiatan pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah dan
pengumpulan data Pihak yang Berhak dan objek pengadaan tanah.
Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan,
dan pemanfaatan tanah wajib diumumkan di kantor desa/kelurahan, kantor
kecamata, dan tempat pengadaan tanah dilakukan dalam waktu paling lama 14
hari kerja yang dilakukan secara bertahap, parsial, atau keseluruhan. Pengumuman
hasil inventarisasi dan identifikasi meliputi subjek hak, luas, letak, dan peta
bidang tanah objek pengadaan tanah.
Apabila tidak menerima hasil inventarisasi, pihak yang berhak dapat
mengajukan keberatan kepada Lembaga Pertanahan dalam waktu paling lama 14
hari kerja terhitung sejak diumumkan hasil inventarisasi. Apabila keberatan atas
hasil inventarisasi dilakukan verifikasi dan perbaikan dalam waktu paling lama 14
hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan. Dalam hal masih juga terdapat
keberatan atas hasil inventarisasi inventarisasi dan identifikasi dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hasil pengumuman atau
verifikasi dan perbaikan ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan dan selanjutnya
menjadi dasar penentuan pihak yang berhak dalam pemberian ganti kerugian.
33
2) Penilaian Ganti Kerugian
Lembaga Pertanahan menetapkan penilai sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Lembaga Pertanahan mengumumkan penilai yang
telah ditetapkan untuk melaksanakan penilaian objek pengadaan tanah. Penilai
yang ditetapkan wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah
dilaksanakan dan apabila terdapat pelanggaran dikenakan sanksi administratif
dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh penilai dilakukan bidang per
bidang tanah, meliputi:
1. Tanah
2. Ruang atas tanah dan bawah tanah
3. Bangunan
4. Tanaman
5. Benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau
6. Kerugian lain yang dapat dinilai.
Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat
pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Besarnya
nilai ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai disampaikan kepada
Lembaga Pertanahan dengan berita acara dan menjadi dasar musyawarah
penetapan ganti kerugian. Dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena
Pengadaan Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan
34
peruntukan dan penggunaannya, pihak yang berhak dapat meminta penggantian
secara utuh atas bidang tanahnya.
Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk:
1. Uang
2. Tanah pengganti
3. Permukiman kembali
4. kepemilikan saham, atau
5. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
3) Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian
Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak
dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak hasil penilaian dari penilai
disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau
besarnya ganti kerugian. Berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian. Hasil
kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada
pihak yang berhak yang dimuat dalam berita acara kesepakatan.
Jika tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti
kerugian, maka pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada
pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 hari kerja setelah
musyawarah penetapan ganti kerugian. Pengadilan Negeri memutus bentuk
dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak
diterimanya pengajuan keberatan. Pihak yang keberatan terhadap putusan
pengadilan negeri dalam waktu paling lama 14 hari kerja dapat mengajukan kasasi
35
kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah Agung wajib
memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak permohonan
kasasi diterima. Putusan Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran ganti kerugian
kepada pihak yang mengajukan keberatan. Dalam hal Pihak yang Berhak menolak
bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan
dalam waktu tersebut, pihak yang berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya
ganti kerugian.
4) Pemberian Ganti Kerugian
Pemberian ganti kerugian atas objek pengadaan tanah diberikan langsung
kepada pihak yang perhak. Ganti kerugian diberikan kepada pihak yang berhak
berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah dan/atau putusan
Pengadilan Negeri/Mahkamah Agung. Pada saat pemberian Ganti Kerugian Pihak
yang berhak menerima ganti kerugian wajib melakukan pelepasan hak dan
menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan objek pengadaan tanah kepada
instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan.
Bukti yang dimaksud merupakan satu-satunya alat bukti yang sah menurut
hukum dan tidak dapat diganggu gugat dikemudian hari. Pihak yang berhak
menerima ganti kerugian bertanggung jawab atas kebenaran dan keabsahan bukti
penguasaan atau kepemilikan yang diserahkan.Tuntutan pihak lain atas objek
pengadaan tanah yang telah diserahkan kepada Instansi yang memerlukan tanah
menjadi tanggung jawab pihak yang berhak menerima ganti kerugian.
36
Apabila pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti
kerugian berdasarkan hasil musyawarah atau putusan Pengadilan
Negeri/Mahkamah Agung, maka ganti kerugian dititipkan di Pengadilan Negeri
setempat. Penitipan ganti kerugian di Pengadilan Negeri juga dapat dilakukan
terhadap pihak yang berhak menerima ganti kerugian tidak diketahui
keberadaannya, atau objek pengadaan tanah yang akan diberikan ganti kerugian
sedang menjadi objek perkara di pengadilan, masih dipersengketakan
kepemilikannya, diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang, atau menjadi
jaminan di bank.
Pada saat pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak telah
dilaksanakan atau pemberian Ganti Kerugian sudah dititipkan di Pengadilan
Negeri, kepemilikan atau Hak Atas Tanah dari pihak yang berhak menjadi hapus
dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang
dikuasai langsung oleh negara.
5) Pelepasan Tanah Instansi
Pelepasan objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dimiliki
pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur pengelolaan barang milik negara/daerah. Pelepasan objek
pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dikuasai oleh pemerintah atau
dikuasai/dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah
dilakukan berdasarkan UU NO. 2 Tahun 2012.
Pelepasan Objek Pengadaan Tanah dilakukan oleh pejabat yang
berwenang atau pejabat yang diberi pelimpahan kewenangan untuk itu. Pelepasan
37
objek pengadaan tanah tidak diberikan Ganti Kerugian, kecuali:
1. Objek pengadaan tanah yang telah berdiri bangunan yang dipergunakan
secara aktif untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan;
2. Objek pengadaan tanah yang dimiliki/dikuasai oleh Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau
3. Objek pengadaan tanah kas desa.
Ganti kerugian atas objek pengadaan tanah diberikan dalam bentuk tanah
dan/atau bangunan atau relokasi. Pelepasan objek pengadaan tanah dilaksanakan
paling lama 60 hari kerja sejak penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan
umum. Apabila pelepasan objek pengadaan tanah belum selesai dalam waktu
tersebut, maka dinyatakan telah dilepaskan dan menjadi tanah negara dan dapat
langsung digunakan untuk pembangunan bagi kepentingan umum.
d. Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah
Lembaga Pertanahan menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada Instansi
yang memerlukan tanah setelah pemberian ganti kerugian kepada pihak yang
berhak dan pelepasan hak dilaksanakan dan/atau pemberian ganti kerugian telah
dititipkan di Pengadilan Negeri. Kemudian Instansi yang memerlukan tanah dapat
mulai melaksanakan kegiatan pembangunan setelah dilakukan serah terima hasil
pengadaan tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum karena keadaan
mendesak akibat bencana alam, perang, konflik sosial yang meluas, dan wabah
penyakit dapat langsung dilaksanakan pembangunannya setelah dilakukan
38
penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Sebelum penetapan
lokasi pembangunan untuk kepentingan umum terlebih dahulu disampaikan
pemberitahuan kepada pihak yang berhak. Jika terdapat keberatan atau gugatan
atas pelaksanaan pengadaan tanah, maka Instansi yang memerlukan tanah tetap
dapat melaksanakan kegiatan pembangunan, dengan syarat Instansi yang
memperoleh tanah wajib mendaftarkan tanah yang telah diperoleh sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. Konsultasi Publik Dalam Islam
Seperti yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012,
pengertian dari konsultasi publik yaitu proses komunikasi dialogis atau
musyawarah antar pihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan
kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum. Dari pengertian tersebut di atas dapat dipahami bahwa
konsultasi publik sama halnya dengan musyawarah untuk memperoleh kata
mufakat dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Prinsip musyawarah merupakan prinsip yang diajarkan oleh al-Qur’an dan
nabi Muhammad SAW yang dijadikan etika politik didalam kehidupan bernegara
dan berbangsa yang dijadikan media untuk mufakat apabila terjadi perselisihan
pendapat. Melaui musyawarah atau dialog, kekuasaan yang bersifat absolut atau
otoriter akan dapat diminimalisir. Karena dalam forum musyawarah setiap
persoalan yang menyangkut kepentingan publik atau umat bisa dicarikan
39
solusinya dan dipertimbangkan berdasarkan alasanalasan yang rasional.34 Dalam
al-Qur’an dijelaskan pada surat Q.S.asy-syūrā (26): 38
وَر�ى ُش� ُه�ْم ََو��أْمُر�
�ُه�ْم َن �ْي َب
Artinya: "Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka".35
34 A. Maftuh Abegibriel, A. Yani Abeveiro, SR-ins team, Negara Tuhan The ThematicEncyclopedia, SR-ins Publishing, Jakarta, 2004, hlm.1.35 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 789.
40
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Wilayah
1. Letak Wilayah
Kabupaten Daerah Tingkat II Kulon Progo merupakan salah satu bagian
dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempunyailetakgeografis7° 38’ 42”
sampai 7° 59’ 3” Lintang Selatan dan 110° 1’ 37” sampai 110° 16’
26”BujurTimur.
2. Batas-Batas Wilayah
Kabupaten Daerah Tingkat II Kulon Progo juga memiliki batas-batas
wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa
Tengah.
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa
Tengah.
41
3. Keadaan Alam
Kabupaten Kulon Progo memiliki topografi yang bervariasi dengan
ketinggian antara 0 - 1000 meter di atas permukaan air laut, yang terbagi menjadi
3 wilayah meliputi :
a. Bagian Utara
Merupakan dataran tinggi yang merupakanperbukitan Menoreh dengan
ketinggian antara 500 sampai 1000 meter di atas permukaan air laut, yang di
dalam wilayah tersebutmeliputi Kecamatan Girimulyo, Kokap, Kalibawang dan
Samigaluh. Wilayah ini penggunaan tanah diperuntukkan sebagai kawasan
budidaya konservasi dan merupakan kawasan rawan bencana tanah longsor.
b. Bagian Tengah
Merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100sampai 500
meter di atas permukaan air laut,dalamwilayahtersebut meliputi Kecamatan
Nanggulan, Sentolo, Pengasih, dan sebagian Lendah, wilayah dengan lereng
antara 2sampai 15%, tergolong berombak dan bergelombang merupakan peralihan
dataran rendah dan perbukitan.
c. Bagian Selatan
Merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 sampai 100 meter di atas
permukaan air laut, dalam wilayah tersebut meliputi Kecamatan Temon, Wates,
Panjatan, Galur, dan sebagian Lendah. Berdasarkan kemiringan lahan, memiliki
lereng 0 sampai 2%, merupakan wilayah pantai sepanjang 24,9 km, apabila
musim penghujan merupakan kawasan rawan bencana banjir.
42
Selama tahun 2011 di Kabupaten Kulon Progo, rata-rata curah hujan per
bulan adalah 161 mm dan hari hujan 10 hh per bulan. Keadaan rata-rata curah
hujan hujan yang tertinggi terjadi pada bulan Februari 2011 sebesar 343 mm
dengan jumlah hari hujan 18 hh se bulan. Kecamatan yang mempunyai rata-rata
curah hujan per bulan tertinggi pada tahun 2011 berada di Kecamatan Kokap
sebesar 214 mm dengan jumlah hari hujan 14 hh per bulan.
Sumber air baku di Kabupaten Kulon Progo meliputi 7 (tujuh) buah mata
air, Waduk Sermo, dan Sungai Progo. Mata air yang sudah dikelola PDAM
meliputi mata air Clereng, Mudal, Grembul, Gua Upas, dan Sungai Progo. Akan
tetapi, diKecamatanKokapmata air dikelola secara swakelola oleh pihak
Kecamatan dan Desa, yang kemudian disalurkan secara gravitasi dengan sistem
perpipaan.
Kabupaten Kulon Progo yang terletak antara Bukit Menoreh dan
Samudera Hindia dilalui Sungai Progo di sebelah timur dan Sungai Bogowonto
dan Sungai Glagah di Bagian barat dan tengah. Keberadaan sungai dengan air
yang mengalir sepanjang tahun di wilayah Kabupaten Kulon Progo tersebut
membantu dalam menjaga kondisi permukaan air tanah.
Keberadaan Waduk Sermo di Kecamatan Kokap didukung dengan
keberadaan jaringan irigasi yang menyebar hampir di seluruh wilayah kecamatan,
menunjukkan keseriusan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk
meningkatkan produksi pertanian dan perikanan di wilayah Kabupaten Kulon
Progo.
43
4. Pembagian Wilayah
Kabupaten Daerah Tingkat II Kulon Progo mempunyai 12 wilayah
kecamatan, meliputi :
1. Kecamatan Galur , terdiridari 7 Desa.
2. Kecamatan Girimulyo , terdiridari 4 Desa.
3. Kecamatan Kalibawang , terdiridari 4 Desa.
4. Kecamatan Kokap , terdiridari 5 Desa.
5. Kecamatan Lendah , terdiridari 6 Desa.
6. Kecamatan Nanggulan , terdiridari 6 Desa.
7. Kecamatan Panjatan , terdiridari 11 Desa.
8. Kecamatan Pengasih , terdiridari 7 Desa.
9. Kecamatan Samigaluh , terdiridari 7 Desa.
10. Kecamatan Sentolo , terdiridari 8 Desa.
11. Kecamatan Temon , terdiridari 15 Desa.
12. Kecamatan Wates , terdiridari8 Desa.
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Temon dimana terdiri dari 15 desa,
akan tetapi hanya 5 desa saja yang lahannya akan digunakan untuk pembangunan
Bandar udara, yaitu sebagai berikut :
No Desa Luas (m2)
1. Jangkaran 453.9932. Sindutan 551.2193. Palihan 2.104.9624. Kebonrejo 323.7055. Glagah 2.836.389
Jumlah 6.270.268
44
5. Pendudukdan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten
Kulon Progo, maka jumlah penduduk menurut jenis kelamin dalam setiap
kecamatan di kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut :
Kecamatan Laki-laki Perempuan
Temon 11.993 12.478
Wates 21.571 22.424
Panjatan 16.281 17.116
Galur 14.408 14.712
Lendah 18.113 18.334
Sentolo 22.054 22.471
Pengasih 21.961 23.214
Kokap 15.346 15.778
Girimulyo 10.694 11.199
Nanggulan 13.197 14.042
Kalibawang 12.948 13.854
Samigaluh 12.128 12.553
Sedangkan untuk kepadatan penduduk di Kabupaten Kulon Progo adalah
sebagai berikut :
KecamatanKepadatanPenduduk
(per km2)RasioJenisKelamin
Temon 674 96Wates 1.375 96Panjatan 749 95Galur 885 98Lendah 1.024 99Sentolo 846 98Pengasih 733 95Kokap 422 97Girimulyo 399 95Nanggulan 688 94Kalibawang 506 93
45
Samigaluh 356 97
Berdasarkan tabel di atas, maka yang paling padat penduduknya adalah
Kecamatan Wates dengan jumlah penduduk 1.375 jiwa per kilometre persegi,
sedangkan untuk kecamatan yang kurang padat penduduknya adalah Kecamatan
Samigaluh dengan jumlah penduduk 356 jiwa per kilometerpersegi.
Untuk Kecamatan Temon dengan kepadatan penduduk 674 jiwa per
kilometer persegi dengan penduduknya yang berjumlah 24.471 orang yang terdiri
dari penduduk laki-laki sejumlah11.993 orang dan penduduk perempuan yang
berjumlah 12.478 orang. Akan tetapi dari jumlah penduduk 24.471 jiwa tersebut,
yang terelokasi akibat pembangunan Bandar udara berjumlah lebih kurang 2.465
orang.
B. Penerapan Prinsip Konsultasi Publik Dalam Pengadaan Tanah Bandar
Udara Di Kulon Progo Berdasarkan Undang - Undang Nomor 2 Tahun
2012 Pasal 16 Sampai Dengan Pasal 26
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum merupakan undang-undang yang
ditunggu tunggu, peraturan perundang-undangan sebelumnya dianggap belum
memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang kehilangan tanahnya. Undang-undang
ini diharapankan pelaksanaannya dapat memenuhi rasa keadilan setiap orang yang
tanahnya direlakan atau wajib diserahkan bagi pembangunan. Bagi pemerintah
yang memerlukan tanah, peraturan perundang-undangan sebelumnya dipandang
46
masih menghambat atau kurang untuk memenuhi kelancaran pelaksanaan
pembangunan sesuai rencana.
PT Angkasa Pura I (persero) telah menyelesaikan tahap awal sosialisasi
rencana pembangunan bandara baru di Kulon progo, DI Yogyakarta. Sosialisasi
ini berlangsung pada 16 September hingga 23 September 2014. Turut hadir dalam
sosialisasi tersebut selain tim satuan kerja dari AP I, juga Asisten II Sekretaris
Daerah Kulon Progo Triyono, Kepala Biro Pemerintahan Setda Provinsi DI
Yogyakarta Sri Haryanto, dan Project Manager Bandara Baru Yogyakarta Eko
Permadi. Sosialisasi ini dilakukan setidaknya di enam desa yang terletak di sekitar
wilayah rencana pembangunan bandara. Dalam sosialisasi ini juga sempat
diwarnai aksi demo penolakan warga. Angkasa Pura I selaku pihak yang
memerlukan lahan untuk pembangunan bandara akan menjalankan proses
pengadaan lahan sesuai tahapan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum. Sementara di kesempatan yang sama Kepala Biro Pemerintahan Setda
Provinsi DI Yogyakarta Haryanto menambahkan sosialisasi yang dilangsungkan
hanya bersifat pemberitahuan rencana pembangunan Bandara Kulon progo. Tidak
hanya itu, Sekretaris Angkasa Pura I, Farid Indra Nugraha juga mengatakan
pembangunan bandara baru adalah sebuah keniscayaan untuk menjawab
kebutuhan bandara berstandar internasional bagi Yogyakarta. Kondisi Bandara
Adisutjipto Yogyakarta saat ini yang didesain hanya untuk menampung 1,2 juta
penumpang per tahun, harus melayani hingga 5,6 penumpang di tahun 2013.
Sementara di sisi udara, tujuh parking stand yang ada dirasakan kurang optimal
47
dalam melayani pergerakan pesawat udara dengan 138 penerbangan baik
domestik maupun internasional.
Dalam analisis kebijakan publik ini, penulis memposisikan diri sebagai
seseorang yang terlibat di dalam proses perumusan kebijakan publik (didalam
pemerintah). Ini artinya, penulis berada di dalam internal dinamika perumusan
kebijakan yang bekerja dengan tujuan untuk mempercepat rencana relokasi
bandara adisutjipto serta mengambil keputusan yang paling tepat bagi kebijakan
tersebut. Penulis menggunakan perspektif ini untuk memandang berbagai alur dan
proses dalam kebijakan tersebut.
1. Analisa Kebijakan Pemerintah
Dalam proses relokasi Bandar udara inilah ruang untuk memaknai apa yang
disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan.
Dalam proses ini, jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah
publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak
mendapatkan alokasi sumber daya yang lebih daripada isu lain. Proses dalam studi
analisa kebijakan publik, dipahami secara berbeda-beda. Dengan
mempertimbangkan permasalahan diatas, maka Kebijakan Relokasi Bandara
Adisutjipto merupakan hal yang sangat menarik untuk dianalisis dengan
melakukan pemetaan isu terkait permasalahan dari pertumbuhan penerbangan dan
semakin luasnya rute-rute penerbangan domestik maupun internasional membawa
dampak yang cukup signifikan terhadap rencana pemindahan bandara tersebut.
Analisis yang akan dilakukan adalah sebagai agenda kerja pembuat
kebijakan. Dalam konteks ini, pejabat pembuat kebijakan diasumsikan bersifat
48
netral dan mencari-cari isu yang harus ditangani karena posisinya sebagai pejabat.
Dalam kerangka berfikir ini, aktivitas analisis dalam proses penentuan kebijakan
adalah aktivitas yang bersifat aktif dan memiliki suatu tujuan tertentu. Analisis
yang akan dilakukan untuk Kebijakan Relokasi Bandara Adisutjipto ini
menggunakan logika, dimana dalam logika ini sebagai agenda pejabat yang
mencari-cari sesuatu untuk dikerjakan atas nama publik seperti yang tercermin
dalam definisi Jones, Meltsner, dan Hogwood & Gunn. Karena itu, Hugwood dan
Gunn membagi proses pengaturan agenda dalam dua tahap, yaitu pencarian suatu
masalah dan penyortiran masalah.
Terkait dengan proses pencarian isu untuk dimasukkan dalam agenda
Kebijakan Relokasi Bandara Adisutjipto diawali dengan timbulnya masalah yang
cukup serius terkait dengan padatnya lalu lintas bandara yang disebabkan
padatnya jadwal penerbangan umum dengan penerbangan oleh TNI-AU sehingga
terjadi bentrokan jadwal penerbangan tidak dapat terelakkan lagi. Kondisi
Bandara Internasional Adisutjipto dinilai tak lagi memadai. Kapasitas penumpang
sudah jauh melampaui kapasitas awal bandara. Dengan luas yang ada saat ini,
Bandara Adisutjipto sudah tidak mampu menampung penumpang ditambah
dengan beragamnya armada maskapai mancanegara. Ini merupakan permasalahan
serius bagi rencana pemindahan bandara dengan sarana pendukung yang minim,
sulitnya mendarat dan lepas landas pesawat, penundaan penerbangan yang sangat
sering terjadi, serta permasalahan teknis lainnya.
Pemilahan isu selanjutnya merupakan proses memilah isu yang menjadi
prioritas dalam menentukan arah dan tujuan kebijakan relokasi bandara tersebut,
49
yang dilakukan pejabat pembuat kebijakan untuk menjawab kerisauan masyarakat
akan situasi Bandara Adisutjipto mendasari isu publik pemindahan bandara ini,
antara lain:
a. Kapasitas, dalam statusnya sebagai bandara internasional, luas
bandara yang ada sangat kurang dalam memenuhi standar
kenyamanan dan kebutuhan ruang untuk memfasilitasi kegiatan
penerbangan.
b. Standarisasi, dalam kapasitasnya sebagai bandara internasional,
sudah tentu Bandara Adisutjipto juga akan disinggahi pesawat-
pesawat milik maskapai penerbangan luar. Pesawat yang
tergolong jumbo jet atau sejenis airbus tidak dapat mendarat
maupun lepas landas, mengingat panjang landas pacu yang
dimiliki bandara saat ini hanya 2.200 meter.
c. Pelayanan, akibat dari jumlah calon penumpang yang melebihi
kapasitas bandara menyebabkan pelayanan yang disediakan
berjalan kurang optimal.
d. Sempitnya lahan disekitaran Bandara Adisutjipto menyebabkan
sulitnya dilakukan pemekaran, ditambah dengan pembagian
landasan pacu bersama TNI-AU menimbulkan berbagai
permasalahan lain. Sebelum Kebijakan Relokasi Bandara
Adisutjpto dilaksanakan, tentunya terdapat pembahasan terhadap
problematika ini terkait dengan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 70 tahun 2001 tentang kebandarudaraan ini.
50
Terdapat beberapa agenda yang diangkat dan menjadi prioritas
dalam urgensi relokasi bandara untuk didiskusikan oleh
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, yaitu :
Nomor Pasal Perihal Konten Kondisi di LapanganPasal 1 ayat (2)
Pasal 1 ayat (4)
Kebandarudaraan
Kebandarudaraan
Meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan Bandar udara dan melaksanakan fungsi untuk menunjang kelancaran, keamanan, ketertiban, arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo, keselamatan penerbangan, kegiatan perpindahan intra/moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah
Tatanan kebandarudaraan Nasional meliputi suatu sistem kebandar-udaraan nasional yang memuat hirarki, peran fungsi, klasifikasi, jenis, penyelenggaraan, keterpaduan intra dan moda dengan sektor lainnya.
Kondisi Bandara Adisutjipto sudah tidak layak dikarenakan landas pacu yang sempit sehingga membahayakan keselamatan penerbangan
Kondisi fisik dan infrastuktur Bandara Adisutjipto sudah tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan kedepan dikarenakan lahan yang terbatas
Menurut kriteria yang digunakan oleh Hogwood & Gunn yaitu waktu,
bobot politis, kebakuan sikap politik, dan arti penting isu tersebut bagi pejabat
pembuat kebijakan dalam konteks Kebijakan Relokasi Bandara Adisutjipto waktu
yang dipilih untuk melakukan pengagendaan terhadap rencana relokasi bandara
tersebut sudah tepat, dikarenakan keadaan nyata dari fasilitas bandara yang tidak
51
memadai ditambah dengan program pemerintah dalam mencanangkan
“Yogyakarta sebagai Destinasi Pariwisata Indonesia”. Kemudian dalam aspek
bobot politis, rencana relokasi tersebut sudah mendapat persetujuan dari Gubernur
D.I Yogyakarta, PT Angkasa Pura I, Pemerintah Kabupaten Sleman dan
Kulonprogo, serta masyarakat tertentu. Sedangkan arti penting relokasi bandara
tersebut diharapkan mampu menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) D.I
Yogyakarta, Promosi Pariwisata, Penyerapan Tenaga Kerja dari berbagai sektor.
Rencananya bandara dihubungkan dengan moda transportasi lain, seperti kereta,
bus, taksi maupun kapal sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat
kedepannya sehingga sudah layak dijadikan agenda pemerintah D.I Yogyakarta.
2. Analisa Formulasi Kebijakan
Pada tahap ini akan dilakukan analisis untuk tahap formulasi kebijakan
publik. Teknik yang dapat dipakai dalam proses analisis formulasi kebijakan,
analisis mengenai Problematika dan Analisa Studi Kelayakan Relokasi Bandara
Adisutjipto ini akan menggunakan SWOT Analysis. Kebijakan Relokasi Bandara
Adisutjipto diawali dengan timbulnya masalah yang cukup serius terkait dengan
lalu lintas bandara yang padat, kapasitas bandara yang tidak memadai, fasilitas
bandara yang tidak sesuai standar sebagai bandara internasional, kurangnya
kuantitas dan kualitas tenaga kerja dikarenakan tidak seimbangnya jumlah tenaga
kerja dengan calon penumpang yang sangat banyak, dan lokasi bandara
adisutjipto berada di tengah kota padat penduduk, yang dapat menimbulkan suatu
bahaya maupun gangguan pada penduduk sekitar bandara.
52
Kemudian, analisis terkait dengan rencana Relokasi Bandara Adisutjipto
akan diperjelas dengan SWOT Analysis, dalam tulisan ini akan dilakukan analisis
untuk tahap formulasi kebijakan publik memperkuat hasil analisis sebelumnya.
Setelah menguraikan mengenai masing-masing aspek analisis yang mencakup
Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity), dan
Ancaman (Threats), maka akan diuraikan lebih lanjut mengenai hubungan antara
kekuatan dan peluang yang dapat menjadi poin kunci yang positif bagi pejabat
pembuat kebijakan. Selain itu juga akan diuraikan hubungan antara kelemahan
dan ancaman yang harus diantisipasi oleh pembuat kebijakan. Analisis SWOT
adalah instrument perencanaaan strategis yang klasik. Dengan menggunakan
kerangka kerja kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman, instrument ini
memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk
melaksanakan sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana apa yang
bias dicapai, dan hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan oleh mereka. SWOT
Analisis mengedepankan pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan
faktor internal dan eksternal. Masing-masing faktor ini ditentukan oleh dua
variabel utama, yaitu kekuatan dan kelemahan sebagai faktor internal, serta
kesempatan dan ancaman, sebagai faktor eksternal. Analisa untuk pengambilan
keputusan dilakukan dengan menganalisa situasi internal pengambil keputusan
untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang ada dan diproyeksikan pada
kesempatan dan ancaman yang dihadirkan oleh lingkungan eksternal yang
dihadapi. Dari situ, diharapkan akan dihasilkan gambaran tentang keputusan apa
yang paling tepat, dalam arti memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk
53
memanfaatkan kesempatan yang ada semaksimal mungkin, sembari menutup
kelemahan dan menetralisir, setidaknya menghindari, ancaman.
3. Alur Analisis SWOT:
a. Memindai Kawasan Bandar Udara
Kebijakan Relokasi Bandara Adisutjipto diawali dengan timbulnya
masalah yang cukup serius terkait dengan lalu lintas bandara yang padat
bersamaan dengan penerbangan yang dilakukan oleh TNI-AU sehingga
bentrokan jadwal penerbangan tidak dapat terelakkan lagi. Kapasitas calon
penumpang sudah jauh melampaui kapasitas awal bandara. Seharusnya,
bandara ini hanya bisa melayani sekitar 1,2 juta penumpang per tahun,
tetapi yang terjadi jumlah penumpang tercatat sudah mencapai 5,6 juta
orang per tahun.
Dari analisis yang dilakukan diawal, tindakan yang dapat
dilakukan dalam permasalahan lalu lintas Bandara, Kapasitas Bandara,
Fasilitas Bandara, kuantitas dan kualitas tenaga kerja, dan Letak Bandara
ditengah Kota Padat Penduduk adalah alternatif untuk melakukan relokasi
ke tempat yang lebih luas, mengingat lahan yang tersedia di Bandara
Adisutjipto sudah tidak memungkinkan untuk dilakukan perluasan. Oleh
karena itu permasalahan terkait kapasitas bandara menjadi sangat krusial
dalam hal ini.
b. Adanya Peluang dan Ancaman
Bandara Adisucipto yang terletak di kawasan Sleman tepatnya di
desa Maguwoharjo memang sudah terintegrasi dengan baik, hal ini
54
ditunjukkan dengan munculnya kawasan pendukung Adisucipto yaitu
wilayah Depok, Kalasan, Ngaglik, dan juga Berbah. Dengan adanya
bandara dikawasan Sleman jelas memberikan keuntungan ekonomi bagi
wilayah disekitar bandara. Sudah tampak jelas bahwa pergerakan ekonomi
sekitar wilayah adisucipto kini berkembang pesat. Perubahan sektor
perekonomian dari wilayah Sleman ke wilayah Kulonprogo jelas akan
terjadi, berbagai penyedia jasa maupun industri perdagangan akan
berbondong-bondong beralih ke jalur Bandara baru. Seperti halnya jasa
Taksi, Ojek, bus Trans Jogja, maupun Kereta api tentulah akan membuka
jalur baru di sekitar wilayah Bandara baru. Begitu pula dengan industri
perdagangan, Akan tetapi, bisa jadi industri yang berada di sekitar wilayah
Bandara Adisutjipto ikut beralih ke Kulon Progo sebagai akibat dari
adanya pemindahan bandara. Sehingga dimungkinkan industri
perdagangan barang maupun jasa disekitar Bandara Adisutjipto lambat
laun akan melemah.
Kebijakan Relokasi Bandara Adisutjipto ternyata belum tercantum
dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW). Padahal proyek-proyek lain seperti tambang
pasir besi sudah tercantum dalam Perda RTRW tersebut. Hal ini tentunya
menjadi faktor penghambat dalam persiapan realisasi kebijakan relokasi
Bandar udara tersebut. Diuraikan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan, fungsi bandar
udara antara lain:
55
(1) simpul dalam jaringan transportasi udara sesuai dengan hirarki
fungsinya,
(2) pintu gerbang kegiatan perekonomian nasional dan
internasional;
(3) tempat kegiatan alih moda transportasi.
Dapat disimpulkan dari fungsi menurut Peraturan Pemerintah
tersebut bahwa bandar udara memiliki peran yang sangat vital karena
Bandar udara merupakan simpul awal untuk terjadinya pertukaran
penduduk, kekayaan, dan sebagainya.
Pemindahan Bandara tentunya berimplikasi besar terhadap sendi-
sendi ekonomi berbagai lapisan masyarakat Yogyakarta. Hal tersebut
tentunya mendongkrang wisatawan asing maupun lokal untuk berkunjung
dan berwisata ke Yogyakarta.Keberadaan Bandara baru jelas akan banyak
memunculkan peluang usaha yang diharapkan bisa meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Bahkan bila program pembangunan skala
nasional di Kabupaten Kulonprogo yaitu pembangunan bandara
internasional sebagai pengganti bandara Adisucipto, maka Kulon Progo
berpotensi menjadi Kabupaten yang kaya di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Jika program ini dapat terealisasikan tentunya akan membawa
dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat di Kulonprogo. Oleh
karenanya tumbuhnya peluang usaha maupun perkembangan industri jasa
maupun perdagangan bukan lagi menjadi hal yang tidak mungkin terjadi.
Selain itu, rencana pembangunan bandara di kawasan Kulon Progo juga
56
menimbulkan kenaikan harga tanah. Pemerintah sendiri cenderung tidak
bisa mengendalikan harga tanah karena harga tanah sesuai dengan
mekanisme pasar. Pemerintah hanya mampu mengendalikan harga
perumahan dengan mengatur harga bahan bakunya. Pembangunan bandara
di Kabupaten Kulon Progo jelas akan membantu pemerataan ekonomi,
terutama di sektor perumahan.
Pemindahan sebuah bandar udara merupakan hal yang rumit.
Banyak aspek yang harus dicermati dalam memilih lokasi baru ini.
Beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai acuan antara lain:
a.Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Propinsi dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Daerah Kabupaten / Kora,
b.Pertumbuhan ekonomi,
c.Kelayakan ekonomis dan teknis pembanggunan dan
pengoperasian bandar udara umum,
d.Kelestarian lingkungan,
e.Keamanan dan keselamatan penerbangan,
f.Keterpaduan antra dan antar moda,
g.Pertahanan keamanan negara.
Dalam bandar udara tentunya memiliki fasilitas-fasilitas. Adapun
fasilitas pokok dibandara meliputi: fasilitas sisi udara, fasilitas sisi darat,
fasilitas navigasi penerbangan, alat bantu pendataan visual. Adapun
fasilitas penunjang yang dibutuhkan antara lain: penginapan, toko dan
restoran, parkir, perawatan.
57
c. Analisis SWOT Kebijakan Relokasi Bandara Adisutjipto
1) Strength (Kekuatan)
Kekuatan dari kebijakan relokasi Bandara Adisutjipto ini secara
menyeluruh adalah dukungan penuh dari Pemerintah Pusat melalui PT
Angkasa Pura dalam upaya peningkatan kualitas serta fasilitas bandara
yang siap menampung lonjakan penumpang dan wisatawan yang akan
berkunjung ke D.I Yogyakarta. Dengan adanya pemindahan lokasi
bandara tersebut diharapkan mampu meningkatkan perekonomian
terutama pada sektor pariwisata dan dampaknya secara mikro terhadap
masyarakat sekitar. Relokasi ini juga sudah mendapatkan dukungan dari
Gubernur D.I Yogyakarta sebagai mandataris dalam menentukan arah
kebijakan yang tepat dalam usaha mensejahterakan masyarakat. Hal
tersebut sejalan dengan respon positif dari Pemerintah Daerah.
2) Weakness (Kelemahan)
Kelemahan dari Relokasi Bandara Adisutjipto ini adalah masih
menunggu pengesahan dalam Perda RTRW Daerah Istimewa Yogyakarta
yang sampai saat ini masih digodok dan dikaji secara komprehensif sesuai
dengan aturan yang berlaku. Kemudian, dalam upaya melakukan studi
kelayakan (feasibility studi) yang dilakukan lembaga akademik pada saat
ini terkendala belum turunnya AMDAL dan AMDAS yang dilakukan
bekerjasama dengan instansi terkait ditambah dengan pemilihan lokasi
lahan bandara baru yang masih terkendala status lahan dan adanya “mafia”
58
lahan serta penolakan dari aliansi-aliansi masyarakat yang tidak setuju
akan pembangunan bandara tersebut.
3) Opportunities (Peluang)
Peluang relokasi bandara ini adalah dengan adanya sinergitas
antara Kabupaten Kulonprogo (lokasi bandara baru) dan Kabupaten
Sleman (lokasi bandara lama) dengan melakukan sosialisasi-sosialisasi
kepada masyarakat. Peluang tersebut ditambah dengan bersedianya Pura
Pakualaman dalam memberikan lahannya (pakualaman ground) untuk
membangun bandara baru di lokasi yang telah ditentukan oleh pemerintah,
yaitu di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo.
4) Threats (Ancaman)
Ancaman yang mungkin menjadi kendala utama adalah sejalan
dengan pembangunan bandara baru harus diikuti dengan pemindahan
semua sendi-sendi perekonomian di bandara yang lama, contohnya : jasa
taxi, pedagang-pedagang di kawasan bandara. Jika hal tersebut tidak
diperhatikan tentunya akan mengancam rencana relokasi bandara tersebut.
Penyiapan anggaran, sistem, dan implementasinya juga sangat dipengaruhi
oleh dukungan positif semua elemen masyarakat maka dari itu, segala
bentuk ancaman harus sudah dipikirkan dampak serta resikonya dalam
upaya meningkatkan ekonomi dengan lebih signifikan.
Relokasi Bandara Adisutjipto ini adalah tinggal menunggu
pengesahan dalam Perda RTRW Daerah Istimewa Yogyakarta yang
sampai saat ini masih digodok dan dikaji secara komprehensif sesuai
59
dengan aturan yang berlaku. Tentunya ini akan mempermudah masuknya
gerakan-gerakan ancaman yang dilakukan untuk melawan relokasi ini.
Secara aturan yang berlaku, kebijakan tidak bisa dijalankan tanpa payung
hukum yang jelas serta mendapatkan perlindungan hukum secara tertulis.
Sehingga pola yang tercipta dalam usaha melawan relokasi tersebut sah-
sah saja dilakukan oleh golongan-golongan masyarakat yang tidak setuju
akan pembangunan bandara baru tersebut. Dalam mengantisipasi ini
diperlukan adanya sinergitas antara lembaga eksekutif dan lembaga
legislatif dalam upanya melakukan pengaturan terhadap proyek
pemindahan Bandar Udara Adisutjipto ke lokasi baru di Kabupaten Kulon
Progo.
C. Kendala Yang Timbul Dalam Pelaksanaan Konsultasi Publik Persiapan
Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bandar Udara Di Kabupaten
Kulon Progo
Pasca diterbitkannya Izin Relokasi Bandar Udara Adisucipto serta
Pengelolaan Bandar Udara baru oleh Kementerian Perhubungan tanpa menafikan
agenda lain salah satu agenda yang paling krusial adalah kegiatan pengadaan
tanah. Pengadaan tanah dimaknai sebagai kegiatan menyediakan tanah dengan
cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
Kesuksesan dalam pengadaan tanah adalah indikasi keberhasilan proyek bandara
dan keberlanjutan bisnis yang berhubungan dengan operasional bandar udara.
Regulasi pengadaan tanah untuk bandar udara (kepentingan umum), saat
60
ini mengacu pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 jo Perpres Nomor 71
Tahun 2012 dan operasionalisasinya mendasarkan pada Peraturan Kepala BPN
Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah,
yang secara substansial lebih memberikan ruang pada kepentingan masyarakat
terkena dampak. Berdasarkan regulasi tersebut, proses pengadaan tanah dilakukan
oleh Pelaksana Pengadaan Tanah, dalam hal ini adalah Badan Pertanahan
Nasional (BPN).
Tahapan pengadaan tanah yang paling krusial adalah konsultasi publik
untuk persetujuan penetapan lokasi dan musyawarah pemberian ganti kerugian.
Apabila kedua proses tersebut dapat dilalui secara lancar dan mendapatkan
kesepakatan oleh masyarakat yang akan terkena dampak, maka terwujudnya
bandara baru di Yogyakarta adalah sebuah kenyataan.
Konsultasi publik merupakan tahapan awal dalam proses pengadaan tanah.
Kegiatan ini diorientasikan untuk mendapatkan kesepakatan antara institusi yang
membutuhkan tanah dengan masyarakat yang akan terkena dampak, yang
kemudian ditetapkan oleh Gubernur sebagai lokasi bandara. Dalam hal ini,
masyarakat dimungkinkan untuk mengajukan keberatan terhadap rencana proyek
tersebut. Apabila keberatan masyarakat diterima Gubernur, maka lokasi proyek
yang direncanakan harus pindah ke lokasi lain. Jadi, proses pengadaan tanah dapat
dilanjutkan apabila masyarakat yang terkena dampak menyetujui lokasi proyek
yang direncanakan.
Persoalan kruisal berikutnya adalah musyawarah dalam penentuan bentuk
dan besarnya ganti kerugian antara instansi yang membutuhkan tanah dengan
61
masyarakat pemilik tanah yang dilaksanakan oleh tim pelaksana pengadaan tanah.
Bentuk ganti kerugian tidak harus berbentuk uang, tetapi dimungkinkan dalam
bentuk lain seperti tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham,
atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Bentuk lain ini dapat
berupa gabungan dari beberapa bentuk yang sudah disebutkan, dengan catatan
mendapat persetujuan keduabelah pihak.
Secara khusus, berkenaan dengan besarnya ganti kerugian tidak dapat
ditetapkan secara sepihak oleh instansi yang membutuhkan tanah, tim pelaksana
pengadaan tanah ataupun oleh pemerintah. Penentuan besarnya ganti kerugian
didasarkan pada hasil penghitungan oleh Penilai Independen/Penilai Publik yang
telah mendapatkan izin dari Kementerian Keuangan. Hasil penilaian disampaikan
kepada Pelaksana Pengadaan Tanah untuk dijadikan dasar musyawarah dalam
menetapkan ganti kerugian.
Penilai melakukan penilaian tidak hanya mendasarkan pada NJOP maupun
Zona Nilai Tanah belaka, tetapi Penilai melakukan penilaian untuk ganti kerugian
terhadap nilai:
(a) tanah;
(b) ruang atas tanah dan bawah tanah;
(c) bangunan;
(d) tanaman;
(e) benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
(f) kerugian lain yang dapat dinilai, secara keseluruhan.
Dalam hal ini NJOP dan ZNT hanya dijadikan sebagai referensi. Penilaian
62
yang dilakukan oleh penilai publik dengan mempertimbangkan seluruh aspek
yang berhubungan dengan kepemilikan tanah tersebut, memberikan beberapa
aspek positif yang meliputi:
(a) terwujudnya nilai tanah yang adil;
(b) terlindunginya hak-hak pemilik tanah dan terjangkaunya nilai tanah
yang harus dibayarkan oleh instansi yang membutuhkan tanah; serta
(c) mempersempit ruang gerak spekulan tanah dalam ‘memainkan’ harga
tanah.
Berdasarkan beberapa hal di atas, maka bagi masyarakat pemilik tanah
yang akan terkena dampak pembangunan bandara tidak perlu khawatir berkenaan
dengan besarnya ganti kerugian, mengingat regulasi yang dijadikan dasar tidak
memungkinkan penilaian ganti kerugian ditetapkan secara sepihak. Satu hal yang
harus dicermati oleh masyarakat yang akan terkena dampak adalah ikut
berpartisipasi aktif dalam menanggulangi munculnya spekulan tanah yang hanya
mencari keuntungan semata, tanpa mempedulikan kepentingan masyarakat luas,
dengan cara melakukan transaksi ganti kerugian tersebut hanya dengan pihak
pemerintah saja, menolak apabila dicampuri oleh pihak luar atau spekulan tanah
tersebut. Partisipasi aktif ini sangat menentukan keberhasilan pembangunan
bandara baru di Kulonprogo.
Warga yang terkena dampak pembangunan Bandar Udara Internasional di
Kulon Progo berharap, penentuan harga tanah langsung dilakukan PT Angkasa
63
Pura atau investor. Warga tidak ingin ada perantara terkait penentuan harga tanah
calon Bandar Udara baru Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selama ini, warga sudah tidak mempercayai keberadaan organisasi
Kepedulian Sosial Desa (KSD) yang menjadi ‘wadah informasi’ terkait
pembangunan Bandar udara. Alasannya, selain KSD dibentuk tanpa musyawarah
warga empat desa, ada beberapa pengurus KSD bahkan tidak memiliki lahan di
kawasan calon Bandar Udara. Kalau memang PT Angkasa Pura atau ada investor
ingin membangun bandara di sini, silakan temui warga yang katanya terdapat 479
KK untuk menentukan besaran ganti rugi tanah. Koordinator Kepedulian Sosial
Desa (KSD) Kulonprogo R. Karmadi mengatakan, KSD tidak akan ikut-ikutan
soal harga tanah milik warga. Menurut Karmadi, KSD hanya mengantisipasi dan
menyiapkan dampak sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan yang ditimbukan
akibat pembangunan bandara tersebut.
Dampak lain dari pembangunan Bandar Udara Kulon Progo yaitu dari
pihak nelayan. Ketua Kelompok Nelayan Bogowonto Congot, Surjani mengaku
pihaknya masih menunggu sosialisasi dari pemerintah terkait pembangunan
Bandar Udara internasional di Kulonprogo yang akan menghilangkan Pantai
Congot. Sebelum kami mengambil sikap, kami akan tunggu sosialisasi secara
resmi dari pemerintah. Sampai saat ini nelayan belum diberi sosialisasi mengenai
pembangunan bandara baru Jogja tersebut. Kalaupun Pantai Congot hilang akibat
proyek tersebut, Surjani berharap agar pembangunan Pelabuhan Adikarto segera
selesai. Sebab, dengan selesainya pelabuhan itu, kapal-kapal nelayan yang
berukuran besar bisa berlabuh di sana. Sebelumnya, Kepala Disbudparpora
64
Kulonprogo Eko Wisnu Werdana mengatakan, berdasarkan studi kelayakan,
Pantai Glagah dan Congot termasuk area yang akan dibangun bandara
internasional. Namun, Eko tidak bisa memastikan apakah kedua pantai tersebut
akan hilang sebagai asset wisata. Meski begitu, Eko mengatakan bila
pembangunan bandara tersebut berdampak pada kedua wisata pantai tersebut
maka Disbudparpora akan mencari dan mengembangkan wisata alternatif lain.
Bupati Kulonprogo, H Hasto Wardoyo pada saat melakukan open house
dengan masyarakat Kulonprogo di Rumah Dinas menyatakan optimistisnya
bahwa Bandar Udara internasional yang dibangun di Kulonprogo, Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) selesai 2016. Pihaknya akan membantu pembebasan
tanahnya. Beliau menjelaskan, dalam melakukan proses pembangunan Bandar
Udara internasional di sepanjang Pantai Congot-Glagah pihaknya mengacu pada
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012. Pemkab Kulonprogo sebagai mediator
antara masyarakat dan pemrakarsa yang membangun Bandar Udara dalam
pembebasan tanah. Lahan yang akan digunakan merupakan hamparan pasir di
pantai selatan seluas 636,7 hektar. Ada 419 kepala keluarga (KK) yang bakal
terkena dampak proyek ini. Menurut rencana, mereka akan direlokasi di tempat
yang tidak jauh dengan Bandar Udara. Bandar Udara ini juga akan dilengkapi
dengan airport city yang luasnya 83 hektar. Rencananya jalan yang
menghubungkan ke Kota Yogyakarta ada dua, yaitu jalur jalan raya dan kereta
api. Tahapan sosialisasi berikut konsultasi publik ini diharapkan berjalan lancar
dalam rentan waktu tiga bulan, sehingga Izin Penetapan Lokasi (IPL) Gubernur
DIY muncul sebagai syarat tahapan pembebasan lahan. Tim pelaksana
65
pembebasan tanah bandara termasuk tim penaksir harga tanah dari BPN baru akan
bekerja setelah IPL Gubernur DIY turun untuk melakukan pembebasan lahan
pembanguanan Bandar Udara internasional berkapasitas 10 juta penumpang per
tahun tersebut. Tim tersebut akan bekerja untuk pengadaan tanah yang sudah
ditetapkan dalam IPL Gubernur DIY tersebut.
1. Analisa Input-Output-Outcome Kebijakan Relokasi Bandara Adisutjipto
Berikut ini penjabaran evaluasi kebijakan relokasi Bandar Udara
Adisutjipto dengan membandingkan antara input, dalam hal ini rencana-rencana
yang telah ditetapkan, output yang merupakan tindakan yang dilakukan, dengan
outcome adalah hasil yang telah dikalkulasi dan dijanjikan dari pembangunan
Bandar Udara Kulon Progo yang baru, diantaranya :
a. Input
Dilihat dari awal mulanya, bandar udara ini sarat dengan militer.
Ini memang bukan Bandar udara yang dirancang khusus untuk
penerbangan sipil. Bandar Udara Adisucipto adalah milik TNI yang
kemudian diperluas fungsinya dengan melayani penerbangan sipil dan
kargo. Lambat laun, perkembangan ekonomi semakin menguat. Bandar
udara berkembang pesat. Jutaan penumpang dapat dilayani tiap tahunnya.
Secara sosial, menaikkan status wilayah dan prestisius warganya, karena
kota yang didiaminya memiliki bandara internasional. Kemudian, Disisi
lain, timbul masalah yang cukup serius. Semakin tingginya lalu-lintas
Bandar udara Adisucipto bersamaan dengan padatnya kurikulum
penerbangan TNI AU. Sehingga terjadi bentrokkan jadwal penerbangan
66
yang menyebabkan pesawat harus mengantri di darat maupun di udara,
dikarenakan lahan parkir pesawat hanya memuat 6 buah pesawat saja.
b. Output
Pemindahan Bandar Udara Adisutjipto dari Kabupaten Sleman ke
Kulonprogo menjadi salah satu solusi utama. Mengingat pemindahan
lokasi Bandar udara menjadi pilihan terbaik manakala pengembangan
sudah tidak lagi memungkinkan.
c. Outcome
Dengan pemindahan lokasi bandara tersebut diharapkan mampu
membawa dampak positif baik dari segi pembangunan infrastruktur,
ekonomi, dan sosial pada masyarakat. Hasil yang diharapkan adalah :
1) Program Infrastuktur
a) Pembangunan Mass Rapid Transit (MRT)
b) Pengembangan Taxi Way
c) Pembangunan Trans Jogja menuju Bandar Udara Kulonprogo
2) Program Ekonomi
a) Pertumbuhan Ekonomi, khususnya masyarakat Kulon Progo.
b) Persebaran Pertumbuhan Ekonomi ke Kabupaten
3) Dampak Sosial
a) Penyerapan Tenaga Kerja
b) Pengembangan Sektor-sektor Usaha Kabupaten Kulonprogo
67
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Rencana relokasi Bandar Udara Adisutjipto merupakan hal yang sudah
layak dilakukan, dibuktikan dengan beberapa permasalahan yang muncul terkait
fasilitas dan kapasitas bandara tersebut. Perkembangan transportasi yang semakin
pesat memang perlu didukung oleh infrastruktur yang memadai. Seperti halnya
dalam transportasi udara saat ini memang sudah digunakan pesawat-pesawat
ukuran besar dan berbadan lebar dengan berat lebih besar sehingga membutuhkan
dibangunnya landasan pacu konstruksi beton/aspal yang kuat untuk melayani
pesawat tinggal landas dan pendaratan dengan lancar, mulus, dan selamat.
Kelancaran arus lalu lintas pesawat udara di Bandar udara dan keselamatan
penerbangan harus diwujudkan dalam rangka menciptakan sistem penerbangan
yang handal dan dinamis. Berdasarkan analisis yang dilakukan dalam proses
kebijakan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan bandar
udara baru untuk wilayah D.I Yogyakarta sudah sangat tepat dilakukan dalam
upaya mengantisipasi lonjakan penumpang dan wisatawan yang akan berkunjung
ke daerah ini. Sedangkan tujuan penting relokasi bandara tersebut diharapkan
mampu menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) D.I Yogyakarta, Promosi
Pariwisata, Penyerapan Tenaga Kerja dari berbagai sektor. Rencananya bandar
udara akan dihubungkan dengan moda transportasi lain, seperti kereta, Taksi, Bus
dan kapal sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat kedepannya.
68
B. Saran
Adapun saran dalam penelitian ini yaitu:
1. Diharapkan adanya penelitian ini memberikan perubahan yang positif
terhadap masyarakat sekitar Kulon Progo dan instansi terkait.
2. Diharapkan Pemerintah dapat meninjau kembali terkait kebijakan
mengenai pembebasan tanah sehingga masyarakat setempat tidak merasa
dirugikan.
69
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin sale. Hukum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Total
Media, Yogyakarta, 2007.
Boedi Harsono. Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan
Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, 2008.
Brahmana Adhie dan Hasan Basri Nata Menggala. Reformasi Pertanahan
Pemberdayaan Hak-hak atas Tanah ditinjau dari Aspek Hukum, sosial,
Politik, Ekonomi, Hankam, Teknis, Agama dan Budaya, Mandar Maju,
Bandung, 2002.
Darwin Ginting. Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah Bidang Agribisnis. Ghalia
Indonesia. Bogor. 2010.
John Salindeho. Masalah Tanah dalam Pembangunan, Ctk. Ketiga, Sinar Grafika,
Jakarta, 1993.
Maria S.W. Sumardjono. Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan
Budaya, Kompas, Jakarta, 2008.
Muhammad Bakri. Hak Menguasai Tanah Oleh Negara, UB Press, Malang, 2011.
Mukmin Zakie. Kewenangan Negara Dalam Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan
Umum di Indonesia dan Malaysia , Buku Litera,Yogyakarta, 2013.
Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,
Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, 2004.
Purwo Santoso. Modul Analisa Kebijakan Publik, Research Center for Politics
and Government Jurusan Politik dan Pemerintahan, Universitas Gadjah
Mada. 2010.
70
Sarjita. Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Tugujogja,
Yogyakarta, 2005.
Sudjito. Sarjita, Tjahjo Arianto dan Mohammad Machfudh Zarqoni. Restorasi
Kebijakan Pengadaan, Perolehan, Pelepasan dan Pendayagunaan
Tanah, Serta Kepastian Hukum di Bidang Investasi, Tugujogja Pustaka,
Yogyakarta, 2012.
Supriadi. Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007.
Urip Santoso. Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2012.
Winahyu Erwiningsih. Hak Menguasai Negara Atas Tanah, Total Media,
Yogyakarta, 2009.
, Hak Pengelolaan Atas Tanah, Total Media, Yogyakarta,
2011.
Sudjito, 1987, Pensertifikatan Tanah Secara Massal dan Penyelesaian Sengketa
Tanah yang bersifat strategis, Cet. 1, Liberty, Yogyakarta.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan
Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
71
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2001 tentang
Kebandarudaraan 2001
DATA ELEKTRONIK
http://regional.kompasiana.com/2013/03/24/rencana-bandara-baru-di-yogyakarta-
terkendala-pembebasan-lahan-sebuah-investigative-reporting - 539878.ht
ml diakses pada Senin 12 November 2014, pukul 21.13 WIB.
http://www1.kompas.com/read/xml/2010/08/05/19543681/
bandara.adisutjipto.bakal.pindah.ke.kulonprogo diunduh dan diakses
pada Selasa 13 November 2014, Pukul 18.00 WIB.
http://bandaraonline.com/airport/profil-bandara-internasional-adisutjipto-yogyaka
rta diunduh dan diakses pada Selasa, 25 November 2014, pukul 19.10
WIB.
http://www.bps.go.id/brs_file/pariwisata_01jul13.pdf diunduh dan diakses pada
Selasa, 25 November 2014, pukul 19.30 WIB.
http://www.skyscanner.co.id/bandara/jog/yogyakarta-bandara.html diunduh dan
diakses pada Selasa, 25 November 2014, pukul 19.45 WIB.
http://bandaraonline.com/airport/profil-bandara-internasional-adisutjiptoyogyakart
a diunduh dan diakses pada Selasa, 25 November 2014, pukul 20.00
WIB.
http://www.bps.go.id/brs_file/pariwisata_01jul13.pdf diunduh dan diakses pada
Selasa, 25 November 2014, pukul 20.15 WIB.
http://www.skyscanner.co.id/bandara/jog/yogyakarta-bandara.html diunduh dan
diakses pada Selasa, 25 November 2014, pukul 20.30 WIB.
72
Lidwina Halim. Tata Cara Pengadaan Tanah, dalam, http://www.hukumproperti.
com/2010/03/10/tata-cara-pengadaan-tanah/. Diakses pada Kamis, 27
November 2014, pukul 13.23 WIB.
Sutaryono. Pengadaan tanah untuk bandara, dalam, http://www.stpn.ac.id/
images/Data/artikel/PengadaanTanah.htm. diakses pada Kamis, 27
November 2014, pukul 14.00 WIB
73