konstipasi

21
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konstipasi 2.1.1 Definisi Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna, yang tercermin dari 3 aspek, yaitu berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja yang keras dari sebelumnya, dan pada palpasi abdomen teraba masa tinja (skibala) dengan atau tidak disertai enkopresis. 5 Konstipasi fungsional yang juga dikenal sebagai konstipasi idiopatik atau tahanan feses. Petunjuk paktis pada World Gastroenterology Organization (WGO) menjelaskan sebagian besar pasien menyebutkan konstipasi sebagai defekasi keras (52%), tinja seperti pil atau butir obat (44%), ketidakmampuan defekasi saat diinginkan (34%), atau defekasi yang jarang (33%). 10 11 Kriteria ROME III untuk konstipasi fungsional pada anak yaitu jika terdapat 2 atau lebih dari kriteria berikut pada anak minimal umur 4 tahun yang tidak memenuhi kriteria untuk irritable bowel syndrome, dialami minimal 1 kali seminggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Kriteria tersebut adalah : 12 - Buang air besar (BAB) 2 kali seminggu atau kurang - Mengalami setidaknya 1 kali inkontinensia feses per minggu Universitas Sumatera Utara

Upload: holilis-buyung-saputra

Post on 27-Dec-2015

37 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

from USU, i didn't own this file

TRANSCRIPT

Page 1: konstipasi

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konstipasi

2.1.1 Definisi

Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara

sempurna, yang tercermin dari 3 aspek, yaitu berkurangnya frekuensi

berhajat dari biasanya, tinja yang keras dari sebelumnya, dan pada palpasi

abdomen teraba masa tinja (skibala) dengan atau tidak disertai enkopresis.5

Konstipasi fungsional yang juga dikenal sebagai konstipasi idiopatik atau

tahanan feses.

Petunjuk paktis pada World Gastroenterology Organization (WGO)

menjelaskan sebagian besar pasien menyebutkan konstipasi sebagai

defekasi keras (52%), tinja seperti pil atau butir obat (44%), ketidakmampuan

defekasi saat diinginkan (34%), atau defekasi yang jarang (33%).

10

11 Kriteria

ROME III untuk konstipasi fungsional pada anak yaitu jika terdapat 2 atau

lebih dari kriteria berikut pada anak minimal umur 4 tahun yang tidak

memenuhi kriteria untuk irritable bowel syndrome, dialami minimal 1 kali

seminggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan. Kriteria

tersebut adalah :12

- Buang air besar (BAB) 2 kali seminggu atau kurang

- Mengalami setidaknya 1 kali inkontinensia feses per minggu

Universitas Sumatera Utara

Page 2: konstipasi

- Riwayat retensi feses

- Riwayat nyeri saat buang air besar atau feses yang keras

- Terdapatnya massa feses yang besar di rektum

- Riwayat diameter feses yang besar sehingga dapat menyumbat toilet.

Konstipasi digolongkan akut bila berlangsung sampai 4 minggu dan kronis

bila berlangsung lebih dari 4 minggu.12

2.1.2 Epidemiologi

Konstipasi sering terjadi pada anak, Loening-Baucke pada studi retrospektif

tahun 2004 melaporkan prevalensi konstipasi pada anak usia 4 sampai 17

tahun adalah 22.6%,13 dan Lee dkk pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi

konstipasi untuk usia di bawah 4 tahun sebesar 28,8%.14 Studi longitudinal

tahun 2003, Saps dkk melaporkan 18% anak usia 9 sampai 11 tahun

menderita konstipasi.

15

2.1.3 Etiologi

Penyebab konstipasi pada anak dapat dibagi menjadi organik dan fungsional.

Hampir 95% konstipasi pada anak disebabkan kelainan fungsional dan hanya

5% oleh kelainan organik (Tabel 2.1).12 Konstipasi fungsional pada umumnya

terkait dengan kurangnya asupan serat, kurangnya minum, kurang aktivitas

Universitas Sumatera Utara

Page 3: konstipasi

fisik, stress dan perubahan aktivitas rutin, ketersediaan toilet dan masalah

psikososial.

Tabel 2.1 Penyebab konstipasi pada anak

5

Penyebab

Idiopatik atau fungsional

Sekunder karena lesi anal

Neurologis

Endokrin/metabolik

Obat-obatan

95%

Fissura ani, stenosis anal, anus letak anterior

Lesi medulla spinalis, palsi serebral, penyakit

Hirschsprung

Hipotiroid, asidosis tubulus renal, diabetes

insipidus, hiperkalsemia

Antikonvulsan, antipsikotik, mengandung

kodein, antidiare, antasida

2.1.4 Patofisiologi

Frekuensi defekasi pada anak-anak bervariasi menurut umur. Bayi yang

minum ASI lebih sering berhajat dibandingkan bayi yang minum susu

formula. Namun mendekati usia 4 bulan, apapun susu yang diminumnya

rerata buang air besar adalah dua kali per hari. Pada umur 2 tahun, frekuensi

rerata defekasi menurun menjadi dua kali per hari.5 Frekuensi defekasi

normal pada bayi dan anak (Tabel 2.2).5,12

Tabel 2.2 Frekuensi defekasi normal pada bayi dan anak.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: konstipasi

Umur Defekasi/minggu Defekasi/hari

0-3bulan : ASI

0-3bulan: Formula

6-12 bulan

1-3 tahun

> 3 tahun

5-40

5-28

5-28

4-21

3-14

2.9

2.0

1.8

1.4

1.0

Patofisiologi konstipasi fungsional pada anak berhubungan dengan

kebiasaan anak menahan defekasi akibat pengalaman nyeri pada defekasi

sebelumnya, biasanya disertai fissura ani. Pengalaman nyeri berhajat ini

menimbulkan penahanan tinja ketika ada hasrat untuk defekasi. Kebiasaan

menahan tinja yang berulang akan meregangkan rektum dan kemudian kolon

sigmoid yang menampung tinja berikutnya. Tinja yang berada di kolon akan

terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk skibala.

Seluruh proses akan berulang dengan sendirinya, yaitu tinja yang keras dan

besar menjadi lebih sulit dikeluarkan melalui kanal anus, menimbulkan rasa

sakit dan kemudian retensi tinja selanjutnya.

5

2.1.5 Diagnosis

Pada anamnesis ditanyakan riwayat buang air besar meliputi frekuensi,

ukuran dan konsistensi feses, kesulitan BAB, BAB berdarah dan nyeri saat

Universitas Sumatera Utara

Page 5: konstipasi

BAB. Kemudian riwayat makanan, masalah psikologik dan gejala lain seperti

nyeri perut, anoreksia dan muntah. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan

teraba massa feses pada abdomen. Pada pemeriksaan anorektal ditentukan

lokasi anus, adanya prolaps, peradangan perianal, fissure dan tonus dari

saluran anus. Pemeriksaan penunjang dilakukan pada kasus-kasus tertentu

yang diduga mempunyai penyebab organik.

12

2.1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan konstipasi fungsional membutuhkan alur yang belum

dipahami antara interaksi fisik dan faktor psikologis.16 Tatalaksana konstipasi

fungsional meliputi evakuasi tinja bila terjadi skibala, terapi rumatan berupa

pemberian obat, modifikasi perilaku, edukasi pada orang tua, dan

konsultasi.5,12,16 Jika edukasi, pola makanan tidak menunjukkan perubahan

dalam 2 minggu, pengobatan medis dapat segera diberikan. Tujuan

pengobatan ini adalah untuk melunakkan konsistensi feses sehingga

memudahkan defekasi. Pengobatan di evaluasi selama 2 minggu, kemudian

dilakukan penilaian ulang, jika konstipasi tetap berlangsung pengobatan

dilanjutkan selama 2 bulan, pengurangan dosis dilakukan setelah 2 bulan jika

frekuensi defekasi dijumpai lebih dari 3x dalam seminggu dan tidak dijumpai

gejala konstipasi lainnya.17

Universitas Sumatera Utara

Page 6: konstipasi

1. Evakuasi tinja

Evakuasi tinja adalah proses yang dilakukan untuk mengeluarkan massa tinja

atau skibala yang teraba pada pada palpasi regio abdomen bawah. Evakuasi

skibala ini perlu dilakukan sebelum terapi rumatan. Evakuasi tinja dapat

dilakukan dengan obat oral atau rektal. Program evakuasi tinja biasanya

dilakukan selama 2 sampai 5 hari sampai terjadi evakuasi tinja secara

lengkap (Tabel 2.3).

5,12,18,19

Tabel 2.3. Anjuran obat yang diberikan untuk evakuasi tinja pada bayi dan

anak dengan konstipasi fungsional

Obat-obatan

Bayi (< 1 tahun)

- Gliserin supositoria

- Enema: 6 ml/kgBB (maks 135 ml)

Anak – anak (>1 tahun)

• Evakuasi tinja secara cepat - Enema: 6 ml/kg (maks 135 ml) setiap 12- 24 jam --> 1-3 kali

- Minyak mineral

- Fosfat

Pengobatan kombinasi: enema,supositoria, dan pencahar

- Hari 1: enema setiap 12-24 jam

Universitas Sumatera Utara

Page 7: konstipasi

- Hari 2: Bisakodil supositoria (10 mg) setiap 12-24 jam

- Hari 3: Bisakodil tablet setiap 12-24 jam

Polyethylen Glycol (PEG) secara oral atau nasogastric tube (NGT): 25

ml/kgBB/jam (maks 1000 ml/jam) selama 4 jam perhari

• Evakuasi tinja secara lambat - Minyak mineral dengan dosis tinggi secara oral: 15-30 ml/tahun usia/hari

(maks 240 ml)

untuk 3 atau 4 hari

- Senna oral: 15 ml setiap 12 jam untuk 3 dosis

- Magnesium sitrat (maks 300 ml)

2. Terapi rumatan

Segera setelah berhasil melakukan evakuasi tinja, terapi ditujukan untuk

mencegah kekambuhan. Terapi rumatan meliputi intervensi diet, modifikasi

perilaku, dan pemberian obat- obatan untuk menjamin interval defekasi yang

normal dengan evakuasi tinja yang sempurna (Tabel 2.4).5,16,18,19

Tabel 2.4. Anjuran obat untuk terapi rumatan pada anak diatas 1 tahun

dengan konstipasi fungsional.

Obat- obatan

Lubrikan

- Minyak mineral: 1-3 ml/kgBB/hari

Universitas Sumatera Utara

Page 8: konstipasi

Laksatif osmotik

- Laktulosa

- Mg hidroksida (kons 400 mg/5ml) --> 1-3 ml/kgBB/hari --> dosis terbagi

- Mg hidroksida (kons 800 mg/5ml) --> 0,5 ml/kgBB/hari --> dosis terbagi

- Polyethylen Glycol / PEG (17 gr/240 ml air) --> 1 gr/kgBB/hari --> dosis

terbagi

- Sorbitol: 1-3 ml/kgBB/hari --> dosis terbagi

Laksatif stimulan

- Sirup senna

- Bisakodil tablet: 1-3 tab/hari

Pemberian melalui rektal

- Gliserin supositoria

- Bisakodil supositoria

Terapi rumatan mungkin diperlukan selama beberapa bulan. Bila defekasi

telah normal, terapi rumatan dapat dikurangi untuk kemudian dihentikan.

Pengamatan masih perlu dilakukan karena angka kekambuhan tinggi, dan

pada pengamatan jangka panjang banyak anak yang masih memerlukan

terapi rumatan sampai dewasa.

2.2 Selenium

5

Universitas Sumatera Utara

Page 9: konstipasi

Selenium (Se) merupakan salah satu trace elemen essensial bagi tubuh,6,20,21

tetapi hanya digunakan dalam jumlah yang kecil.22 Selenium merupakan

unsur alami yang ditemukan di batu, batu pasir, batu kapur, batu bara, tanah,

air permukaan dan tumbuh-tumbuhan.6 Tanaman menyerap selenium

anorganik dari tanah dan di metabolisme untuk membentuk asam amino

selenomethionine.

Selenium akan memberikan efek biologi setelah berikatan dengan

protein membentuk selenoprotein, yang dijumpai lebih dari 30 bentuk

selenoprotein pada mammalia dan 25 bentuk selenoprotein pada

manusia.

7,20

20,23 Dikenal banyak bentuk selenoprotein diantaranya: enzim

gluthation peroxidase (4 jenis), iodothyronine deiodinase (3 jenis),

thioredoksin reduktase, selenophosfat sintetase, selenoprotein P dan

selenoprotein W. Enzim gluthation peroxidase terdiri dari 4 atom selenium

yang terikat sebagai selenocystein. Enzim ini terdiri dari 4 tipe, yaitu seluler

gluthation peroksidase (cGPx), ekstraseluler gluthation peroksidase (eGPx),

gastrointestinal glutathione peroksidase (GPx-GI) dan fosfolipid glutathione

peroksidase (PhGPx).7 Fungsi selenium ini pada tubuh sebagai antioksidan,

metabolisme hormon tiroid, reaksi redoks, reproduksi dan fungsi immun.23

Peranan selenoprotein secara rinci dijelaskan pada Tabel 2.5.

21

Tabel 2.5 Fungsi selenoprotein

Universitas Sumatera Utara

Page 10: konstipasi

Selenoprotein Fungsi

Glutathione

peroxidases

(GPx1, GPx2, GPx3,

GPx4)

Enzim antioksidan: menghilangkan hidrogen

peroksida, lipid dan fosfolipid hidroperoksida

(sehingga mempertahankan integritas membran,

memodulasi sintesis eicosanoid, modifikasi

peradangan dan kemungkinan propagasi lebih

lanjut dari kerusakan oksidatif biomulekul (seperti

lipid, lipoprotein, dan DNA).

(Sperma) mitokondria

kapsul selenoprotein

Bentuk glutation peroksidase (GPX4):

Mengembangkan sel perisai sperma dari

kerusakan oksidatif dan kemudian dipolimerisasi

ke protein struktural yang diperlukan untuk

stabilitas / motilitas sperma matang.

Iodothyronine

deiodinases (3 isoform)

Produksi dan pengaturan tingkat hormon tiroid

yang aktif, T3 dari tiroksin, T4.

Thioredoxin reductases

(mungkin tiga isoform)

Pengurangan nukleotida dalam sintesis DNA,

regenerasi sistem antioksidan, pemeliharaan

redoxstate intraseluler, penting untuk proliferasi

sel dan viabilitas; regulasi ekspresi gen oleh

kontrol redoks pengikatan faktor transkripsi DNA

Selenophosphate

sintetase, SPS2

Diperlukan untuk biosintesis selenophosphate,

cikal bakal selenocysteine, dan karena itu untuk

sintesis seleoprotein

Selenoprotein P Ditemukan dalam plasma dan terkait dengan sel

endotel. Melindungi sel-sel endotel dari kerusakan

peroxynitrite

Selenoprotein W Dibutuhkan untuk fungsi otot

Universitas Sumatera Utara

Page 11: konstipasi

Epitel prostat

Selenoprotein (15 kDa)

Ditemukan pada sel epitel prostat ventral.

Tampaknya Memiliki fungsi redoks (menyerupai

GPX4), melindungi perkembangan sel-sel

sekretori karsinoma

DNA-terikat

selenoprotein spermatid

(34 kDa)

18 kDa selenoprotein

Memiliki aktivitas seperti glutation peroksidase.

Ditemukan di perut dan di inti spermatozoa.

Melindungi perkembangan sperma. Selenoprotein

penting, ditemukan di ginjal dan sejumlah besar

jaringan lainnya. Disimpan ketika terjadi

kekurangan selenium

Belum ada uji klinis ataupun penelitian pada mamalia yang

mengevaluasi pengaruh defisiensi Se secara komprehensif. Penelitian

eksperimental oleh Pramita dkk, 2008 dilakukan untuk mengungkapkan

pengaruh defesiensi Se terhadap sistem pertahanan antioksidan enzimatik

(superoksida dismutase/ SOD, catalase/ CAT dan GPX) dan non-enzimatik

(glutathione, TBARS dan tiol) pada jaringan hati dan otot tikus serta

mengungkapkan efek defisiensi Se terhadap kadar hormone tiroid plasma

(T3, T4, TSH dam rT3 plasma). Pada penelitian ini terjadi penurunan secara

bermakna aktivitas glutation peroksidase (GPX) hari sebesar 95% dan

plasma sebesar 74% pada kelompok defisiensi Se dibandingkan kontrol.

Pada kondisi defisiensi Se, aktivitas GPX akan meningkat dan GPX akan

menggunakan glutation, yang berfungsi sebagai donor elektron untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 12: konstipasi

mengurangi proses peroksidasi selular sehingga akan mengkonsumsi GSH-

tereduksi.

Selenium terdapat pada makanan dan tubuh dalam dua bentuk, organik

(selenocysteine, selenomethionine) dan inorganik (selenite/SeO

24

32-,

selenate/SeO42-).20,22 Selenocysteine bebas diproduksi oleh katabolisme

selenoprotein selular atau selenoprotein ekstra selular. Selenocysteine bebas

tidak dapat terakumulasi karena metabolismenya oleh selenosistein β-lyase.

Selenomethionine tidak tampak sebagai bentuk khusus yang diakui sebagai

senyawa selenium dan dimetabolisme dalam kelompok metionin.

Selenomethionine ini dianggap sebagai selenium jaringan karena

kehadirannya dalam protein metionin dalam darah dan jaringan.

Diduga absorbsi selenium dalam lumen usus tidak berperan dalam

pengaturan homeostasis selenium. Dalam bentuk selenomethionine,

selenium diserap hampir 100% sedangkan dalam bentuk selenocysteine

diserap sedikit lebih rendah. Walaupun absorbsi dari selenium anorganik di

lumen usus dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun absorbsi selenium ini

diperkirakan lebih dari 50%.

22

22 Studi nutrisi terbaru menyebutkan bahwa

terdapat hubungan yang erat antara selenium dan vitamin E.25 Vitamin C juga

dapat berperan sebagai coantioksidan dengan regenerasi α-tocoferol (vitamin

E) dari radikal α-tocopheroxyl, yang dihasilkan radikal terlarut lemak.26

Universitas Sumatera Utara

Page 13: konstipasi

Katabolisme selenomethionine atau selenocysteine akan melepaskan

selenium inorganik (sebagai selenide, HSe-) yang dapat bergabung kembali

kedalam selenoprotein, atau dapat mengalami methylasi menjadi bentuk

ekskresi methyl selenol atau CH3SeH, dimethyl selenide atau (CH3)2Se,

trimethyl selenonium ion atau (CH3)3Se+, dan 1β-methyl-seleno-N-acetyl-D-

galactosamine (CH3Se-Ga1N).

Homeostasis dari selenium diatur dalam mekanisme ekskresi. Apabila

masukan selenium meningkat, dan sebagian besar di absorbsi dalam lumen

usus, maka ekskresi selenium lewat urin ditingkatkan sebagai mekanisme

utama homeostasis.

7

22 Apabila asupan lebih tinggi lagi, maka ekskresi lewat

paru meningkat pula sebagai mekanisme sekunder homeostasis.6,22 Dalam

kedua mekanisme ini, ekskresi sebagian besar dalam bentuk methyl

selenium.

Kandungan total selenium dalam tubuh, ditetapkan dari pemeriksaan

kadaver, berkisar antar 13.0 sampai 20.3 mg. Otot, hati, darah dan ginjal

mengandung sekitar 61% dari seluruh total selenium di dalam tubuh

manusia, selebihnya dijumpai pada tulang.

22

7 Kriteria utama untuk perkiraan

kebutuhan yang direkomendasikan menurut estimated average requirement

(EAR) dan recommended dietary allowance (RDA) di Amerika dan Standing

committee on the evaluation of dietary reference intakes, 2000 (DRIs) di

Universitas Sumatera Utara

Page 14: konstipasi

Kanada dan negara-negara lainnya, ditentukan berdasarkan kadar plasma

maksimum gluthatione peroxidase (Tabel 2.6)

Tabel 2.6. Kecukupan nutrisi harian yang dianjurkan RDA 2000

7,23,27

Usia (tahun) Selenium (microgram)

Bayi

Anak

Laki-laki

Perempuan

Hamil

Menyusui

0,0-0,5

0,5-1,0

1-3

4-6

7-10

11-14

15-18

19-24

11-14

15-18

19-24

15

20

20

20

30

40

50

70

45

50

55

65

75

Paparan berlebihan terhadap selenium pada manusia dapat

mengakibatkan nausea dan beberapa kasus dengan muntah dan diare.

Selenosis akut dan kronik dapat menimbulkan perubahan pada kuku dan

rambut, neuropati perifer, mudah lelah dan gelisah. Pernafasan berbau

Universitas Sumatera Utara

Page 15: konstipasi

bawang juga menunjukkan keracunan selenium.6 Gejala ini akan muncul

pada asupan selenium diantara 3200 sampai 6700 mikrogram/hari.7 Paparan

pada kulit terhadap selenium dapat mengakibatkan iritasi lokal yang berat,

mengakibatkan nyeri terbakar, kemerahan, dan dermatitis alergi.

Defisiensi selenium pada manusia jarang, akan tetapi akibat kadar

selenium yang rendah di wilayah Cina, dijumpai dua penyakit endemik yaitu

Keshan disease (kardiomiopati endemik) dan Keshin-Beck disease

(osteoarthritis endemik).

6

23 Berbagai bentuk kurang selenium juga ditemukan

dalam kaitannya terhadap Kurang-Energi Protein, Acquired Immuno

Deficiency Syndrome (AIDS), alkoholisme dan short bowel syndrome.

Selenium pertama kali diketahui sebagai elemen toksin, didasarkan

pada tingginya kadar pada tanah yang menghasilkan penumpukan selenium

pada tanaman, yang kemudian mengakibatkan toksisitas akut dan kronis

pada perternakan.

22

7 Konsentrasi selenium pada darah secara umum

digunakan untuk pengukuran status dan asupan selenium, tetapi jaringan

lainnya seperti rambut dan kuku juga digunakan.6,23 Status selenium jangka

pendek ditujukkan oleh plasma atau serum selenium. Kuku jari kaki dan

rambut digunakan untuk pengukuran status selenium jangka panjang.

7

2.2 Mekanisme Kerja

2.2.1 Radikal bebas

Universitas Sumatera Utara

Page 16: konstipasi

Radikal bebas didefinisikan sebagai molekul atau fragmen molekuler yang

mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada lingkar terluar

atom atau orbit molekular dan kemampuan dari keberadaannya yang bebas.

Reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS)

menunjukkan radikal bebas dan derivat reakif non radikal lainnya. Reaktifitas

radikal bebas secara umum lebih kuat dibandingkan spesies non-radikal.28

ROS dan RNS meliputi radikal seperti superoksida (O2•-), hidroksil

(OH•), peroksil (RO2•), hydroperoxyl (HO2•), alkoxyl (RO•), peroksil (ROO •),

nitric oxide (NO•), nitrogen dioksida (NO2 •) dan lipid peroksil (Loo •), dan non

radikal seperti hidrogen peroksida (H2O2), asam hipoklorit (HOCl), ozon (O3),

singlet oxygen (1Δg), peroxynitrate (ONOO-), asam nitrit (HNO2), dinitrogen

trioxyide (N2O3), lipid peroxyde (LOOH). Pada konsentrasi tinggi, ROS dapat

menjadi mediator penting terhadap kerusakan struktur sel, asam nukleat,

lemak dan protein.28 Reactive oksigen nitrogen spesies (RONS) berperan

dalam patogenesis dari beberapa penyakit saluran pencernaan, termasuk

gastroesophageal reflux disease (GERD), gastritis, dan idiopathic

inflammatory bowel disease (IBD).

29

2.2.2 Antioksidan

Antioksidan adalah zat apapun yang dapat menunda atau menghambat

kerusakan oksidatif pada molekul target. Pada saatnya molekul antioksidan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: konstipasi

dapat bereaksi dengan radikal bebas tunggal dan mampu untuk menetralkan

radikal bebas dengan menyumbang satu elektron mereka sendiri, mengakhiri

reaksi karbon-mercuri.

Tubuh memiliki pertahanan antioksidan menyeluruh, termasuk

antioksidan endogen enzimatik seperti SOD, CAT yaitu glutation peroksidase

(GPX) dan antioksidan nonenzimatik seperti glutathione (GSH), asam urat,

melatonin, feritin, seruloplasmin serta antioksidan eksogen (yang terutama

berasal dari diet termasuk vitamin A, C, E, karotenoid, senyawa fenolik,

berbagai pigmen tumbuhan lain dan beberapa ion logam seperti selenium

dan seng).

30

1 Zat antioksidan tersebut memainkan peran penting dalam

pemulungan anion superoksida radikal (O2), hidroksil radikal (-OH), dan

radikal bebas lainnya serta oksigen singlet (1O2), hidrogen peroksida (H2O2),

dan reaktif oksigen spesies (ROS), yang dihasilkan berlebihan dalam tubuh

manusia. Antioksidan tersebut berperan penting dalam mencegah gangguan

fisiologis dan patologis dari serangkaian reaksi rantai radikal bebas yang

diinduksi oleh kelebihan O2, sehingga melindungi membran sel terhadap

stres oksidasi dan kerusakan oksidasi. Lipoperoksida (LPO) adalah produk

dari peroksidasi (autooksidasi) dari lipid yang terpapar oksigen.

3

2.2.3 Stres Oksidasi

Universitas Sumatera Utara

Page 18: konstipasi

Stres oksidasi adalah kondisi berbahaya yang terjadi ketika ada kelebihan

ROS dan atau penurunan kadar antioksidan, ini mungkin disebabkan oleh

kerusakan jaringan fisik, kimia, faktor psikologis yang menyebabkan cedera

jaringan dan menimbulkan penyakit yang berbeda-beda.28 Dalam proses

penuaan keseimbangan ini mengarah pada stres oksidasi. Karenanya

menjaga keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan merupakan hal

yang sangat penting dalam hal menjaga kesehatan bahkan kalau perlu

diberikan sebagai suplemen.2 Adanya revolusi sistem pertahanan makhluk

hidup yang sangat rumit dan perlawanan tubuh terhadap radikal bebas yang

disebabkan stres oksidasi melibatkan mekanisme pertahanan yang berbeda

seperti mekanisme pencegahan, mekanisme perbaikan, pertahanan fisik dan

pertahanan antioksidan.

28

2.3.4 Mekanisme antioksidan pada konstipasi

Telah diketahui bahwa konstipasi dapat menyebabkan perubahan pada

permeabilitas usus. Disamping respon imunitas sistemik, konstipasi

mempengaruhi sebahagian besar imunitas lokal pada usus. Hal ini

membuktikan bahwa konstipasi kronik dapat menyebabkan stress oksidasi

potensial dan kerusakan radikal bebas. Pada stress oksidatif, antioxidase-

superoxide dismutase (SOD) menurun dan produk oksidasi yaitu

malondialdehyde mengalami penumpukan.31

Universitas Sumatera Utara

Page 19: konstipasi

Secara klinis konstipasi dibagi dalam 4 tipe patogenesis yaitu tipe slow

transit, tipe outlet obstruction, tipe slow transit dengan outlet obstruction, dan

irritable bowel syndrome.32 Slow transit constipation (STC) ditandai dengan

gangguan motilitas total dalam usus besar. Dalam studi histologis, usus

besar dengan STC terkait dengan perubahan tidak hanya dalam struktur

sistem saraf enterik, seperti adrenergik dan saraf kolinergik, tetapi juga isi

dan reseptor neurotransmitter.32,33 Beberapa penulis melaporkan penurunan

aktivitas saraf kolinergik dan peningkatan nonadrenergic noncholinergic

(NANC) pada aktivitas saraf inhibitor memainkan peran penting dalam

dismotilitas yang diamati pada kolon pasien dengan STC.

Selama dekade terakhir, dengan kemajuan dalam farmakologi,

elektrofisiologi, dan immunohistokimia, telah menyatakan bahwa sistem saraf

NANC, memiliki peran penting dalam pengaturan motilitas usus. Juga

diketahui bahwa saraf penghambat NANC bertindak lebih dominan dari saraf

perangsang NANC dalam pengaturan saraf enterik pada usus normal.

Beberapa laporan bahwa usus dengan STC lebih kuat diinervasi oleh saraf

penghambat, kususnya saraf penghambat NANC dibandingkan kolon normal.

Baru-baru ini nitrit oksida (NO) telah dilaporkan menjadi neurotransmitter

saraf penghambat NANC pada saluran pencernaan manusia.

33

33 Bult dkk,

melaporkan bahwa produksi berlebihan NO dapat menyebabkan

penghambatan yang menetap motilitas kolon pasien dengan STC.34 Oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 20: konstipasi

karena itu, peningkatan NO mungkin berkaitan dengan gangguan motilitas

diamati dalam usus besar STC.33

Mekanisme patofisiologis konstipasi sering melibatkan aktivitas

pendorong kolon yang jelek, gangguan kolon, atau gangguan motorik kolon.

Oleh karena itu, selain faktor psikologis dan fisiologis, transit kolon teratur

dan fungsi anorektal mungkin memainkan peran penting dalam gangguan ini.

Kelainan ini secara bertahap akan menyebabkan penyerapan air meningkat

dan konsistensi tinja padat. Pada saat yang sama, zat toksik pada tinja

seperti amonia, hidrogen sulfida, dan indole, sebagian besar diserap oleh

saluran usus pada anak-anak dengan konstipasi kronis, dan masuk ke dalam

sirkulasi darah. Selain itu, gangguan ini akan menyebabkan flora usus tidak

seimbang, sehingga terjadi pengeringan tinja dan memperberat konstipasi.3

Banyaknya radikal bebas dan reaktif oksigen spesies (ROS) dapat

dihasilkan oleh kelebihan amonia dalam saluran usus dan darah, dan

ketidakseimbangan flora usus. Kelebihan ini dapat berinteraksi langsung

dengan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), sehingga menyebabkan kerusakan

DNA, menghambat atau menekan replikasi DNA, dan juga dapat menyerang

situs aktif dan kelompok dalam struktur molekul dari vitamin C, vitamin E,

SOD, dan CAT. Akibatnya, tingkat vitamin C dan vitamin E maupun aktivitas

SOD dan CAT pada pasien konstipasi kronis menurun secara signifikan.

Selain itu, radikal bebas dan ROS berlebihan, serta penurunan level plasma

Universitas Sumatera Utara

Page 21: konstipasi

vitamin E dapat mempercepat reaksi lipoperoxidative, yang ditunjukkan oleh

peningkatan lipoperoksida pada anak dengan konstipasi kronis.

4

2.4 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

BAB 3

Konstipasi: 1. Frekuensi BAB 2. Nyeri perut 3. Konsistensi tinja

: Hal yang diamati dalam penelitian

Selenium

Stres Oksidasi Diet Serat

: Diobati dengan supplementasi

Jumlah Cairan

Aktifitas Anak Obat yang diminum

Konstipasi Fungsional

Gastrointestinal Glutahtione

Peroxidase (GPx-GI)

Universitas Sumatera Utara