makalah konstipasi fix

21
1. DEFINISI Kata constipation atau konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang mempunyai arti ‘bergerombol bersama’, yaitu suatu istilah yang berarti menyusun ke dalam menjadi bentuk padat. Dalam menentukan adanya konstipasi terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan, yaitu frekuensi BAB, konsistensi tinja, dan temuan pada pemeriksaan fisik. Pada anak berusia sama atau kurang dari 4 tahun adanya konstipasi ditentukan berdasarkan ditemukan minimal salah satu gejala klinis berikut, (1) defekasi kurang dari 3 kali seminggu, (2) nyeri saat b.a.b, (3) impaksi rektum, dan (4) adanya masa feses di abdomen. Kriteria untuk anak berusia di atas 4 tahun agak berbeda, digunakan kriteria sebagai berikut, (1) frekuensi b.a.b kurang atau sama dengan dua kali seminggu tanpa menggunakan laksatif, (2) dua kali atau lebih episode soiling/enkopresis dalam seminggu, dan (3) teraba masa feses di abdomen atau rektum pada pemeriksaan fisis. Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu dan konsistensi tinja lebih keras dari biasanya. Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal dan juga pengerasan feses tak normal yang membuat pasasenya sulit dan kadang menimbulkan nyeri. (Smeltzer and Bare, 2001)

Upload: devi-cezkadia

Post on 12-Aug-2015

1.760 views

Category:

Documents


116 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

Page 1: MAKALAH KONSTIPASI fix

1. DEFINISI

Kata constipation atau konstipasi berasal dari bahasa Latin constipare yang

mempunyai arti ‘bergerombol bersama’, yaitu suatu istilah yang berarti menyusun ke

dalam menjadi bentuk padat. Dalam menentukan adanya konstipasi terdapat tiga

aspek yang perlu diperhatikan, yaitu frekuensi BAB, konsistensi tinja, dan temuan

pada pemeriksaan fisik.

Pada anak berusia sama atau kurang dari 4 tahun adanya konstipasi

ditentukan berdasarkan ditemukan minimal salah satu gejala klinis berikut, (1)

defekasi kurang dari 3 kali seminggu, (2) nyeri saat b.a.b, (3) impaksi rektum, dan

(4) adanya masa feses di abdomen.

Kriteria untuk anak berusia di atas 4 tahun agak berbeda, digunakan kriteria

sebagai berikut, (1) frekuensi b.a.b kurang atau sama dengan dua kali seminggu

tanpa menggunakan laksatif, (2) dua kali atau lebih episode soiling/enkopresis

dalam seminggu, dan (3) teraba masa feses di abdomen atau rektum pada

pemeriksaan fisis.

Konstipasi adalah perubahan dalam frekuensi dan konsistensi dibandingkan

dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi defekasi kurang

dari tiga kali per minggu dan konsistensi tinja lebih keras dari biasanya.

Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal dan juga

pengerasan feses tak normal yang membuat pasasenya sulit dan kadang

menimbulkan nyeri. (Smeltzer and Bare, 2001)

Konstipasi adalah kondisi sulit atau jarang untuk defekasi. Karena frekuensi

berdefekasi berbeda pada setiap individu, definisi ini ersifat subjektif dan dianggap

sebagai penurunan relative jumlah buang air besar pada individu. Pada umumnya,

pengeluaran defekasi kurang dari satu setiap 3 hari yang dianggap mengindikasikan

konstipasi. (Corwin, 2008)

2. KLASIFIKASI

Menurut Hadi (1995) konstipasi dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian,

yaitu:

a. Konstipasi simpel (konstipasi yang diakibatkan oleh gangguan fungsi):

Page 2: MAKALAH KONSTIPASI fix

Rektal stasis (dyschezia)

Kolon stasis

b. Konstipasi simtomatik (konstipasi sebagai gejala suatu penyakit):

Konstipasi sebagai gejala penyakit akut:

- dehidrasi

- obstruksi intestinal

- apendisitis akut

- post hematamesis

Konstipasi sebagai gejala penyakit kronik:

- kelainan pada traktus gastrointestinal

- kelainan pada pelvis

- penyakit umum di organ lain

3. EPIDEMIOLOGI

Hasil analisis data mendapatkan median usia subyek adalah 36 tahun,

dengan median lingkar perut 81,40 cm (obesitas sentral) dan indeks massa tubuh

24 kg/m2 (kelebihan berat badan). Sedangkan prevalensi konstipasi didapatkan

mulai dari 47,6% (keluhan mengejan saat defekasi) sampai 63,8% (keluhan

gangguan pencernaan selama 3 hari/minggu). Prevalensi dari gangguan

pencernaan fungsional sebesar 52,9% dan ditemukan secara bermakna lebih besar

prevalensi pada subyek yang berusia kurang dari 30 tahun. Tingginya prevalensi

gangguan pencernaan fungsional pada pekerja perempuan perlu segera diatasi

untuk mencegah masalah kesehatan yang akan ditimbulkannya.

Konstipasi sering terjadi pada anak. Loening-Baucke melaporkan prevalensi

konstipasi pada anak usia 4 sampai 17 tahun adalah 22,6% sedangkan untuk usia di

bawah 4 tahun hanya memiliki prevalensi kejadian konstipasi sebesar 16%. Pada

studi longitudinal, Saps dkk melaporkan 16% anak usia 9 sampai 11 tahun

menderita konstipasi. Konstipasi yang tersering adalah konstipasi fungsional.

Didapati 90% sampai 97% kasus konstipasi yang terjadi pada anak merupakan

suatu konstipasi fungsional.

Page 3: MAKALAH KONSTIPASI fix

Konstipasi yang terjadi pada lansia berbeda dengan konstipasi pada usia

muda, sebagian besar problem konstipasi pada lansia berhubungan dengan

penurunan – otalitas kolon terbatas ke anorekturo, yaitu berupa kegagalan relaksasi

otot-otot di dasar pinggul selama proses defekasi.(Purba,2003:151)

4. ETIOLOGI

Penyebab konstipasi biasanya multifaktor, misalnya : Konstipasi sekunder

(diit, kelainan anatomi, kelainan endokrin dan metabolik, kelainan syaraf, penyakit

jaringan ikat, obat, dan gangguan psikologi), konstipasi fungsional (konstipasi biasa,

“Irritabel bowel syndrome”, konstipasi dengan dilatasi kolon, konstipasi tanpa dilatasi

kolon , obstruksi intestinal kronik, “rectal outlet obstruction”, daerah pelvis yang

lemah, dan “ineffective straining”), dan lain-lain (diabetes melitus, hiperparatiroid,

hipotiroid, keracunan timah, neuropati, Parkinson, dan skleroderma).

Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan

sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam

menanggapi sinyal untuk defekasi. Konstipasi merupakan masalah umum yang

disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan

tonus otot.

a. Konstipasi sekunder

1) Pola hidup : Diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan buang air besar

yang buruk, kurang olah raga.

Pola hidup seperti diet rendah serat, kurang minum dan olahraga merupakan

penyebab tersering dari konstipasi. Penyebab umum dari konstipasi adalah

diit yang rendah serat, seperti terdapat pada sayuran, buah, dan biji-bijian,

dan tinggi lemak seperti dalam keju, mentega, telur dan daging.

Mereka yang makan makanan yang kaya serat biasanya lebih jarang yang

mengalami konstipasi Diit rendah serat juga memegang peranan penting

untuk timbulnya konstipasi pada usia lanjut. Mereka biasanya kurang

berminat untuk makan, dan lebih senang memilih makanan cepat saji yang

kadar seratnya rendah. Selain itu, berkurangnya jumlah gigi, memaksa

Page 4: MAKALAH KONSTIPASI fix

mereka lebih suka makan makanan lunak yang sudah diproses dengan kadar

serat yang rendah.

Dalam keadaan normal cairan akan mengisi sebagian besar usus dan feces

sehingga feces mudah dikeluarkan. Penderita konstipasi sebaiknya minum air

yang cukup, kira-kira 8 liter per hari. Cairan yang mengandung kafein, seperti

kopi dan kola, serta alkohol memiliki efek dehidrasi, sehingga dapat

meyebabkan konstipasi. urang olahraga dapat menyebabkan terjadinya

konstipasi, meskipun belum diketahui dengan pasti patogenesisnya. Sebagai

contoh, konstipasi sering terjadi pada orang sakit yang melakukan istirahat

yang panjang.

2) Kelainan anatomi (struktur) : fissura ani, hemoroid, striktur, dan tumor, abses

perineum, megakolon.

3) Kelainan endokrin dan metaolik : hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroid, DM,

dan kehamilan.

4) Kelainan syaraf : stroke, penyakit Hirschprung, Parkinson, sclerosis multiple,

lesi sumsum tulang belakang, penyakit Chagas, disotonomia familier.

5) Kelainan jaringan ikat : skleroderma, amiloidosis, “mixed connective-tissue

disease”.

6) Obat : antidepresan (antidepresan siklik, inhibitor MAO), logam (besi,

bismuth), anti kholinergik, opioid (kodein, morfin), antasida (aluminium,

senyawa kalsium), “calcium channel blockers” (verapamil), OAINS (ibuprofen,

diclofenac), simpatomimetik (pseudoephidrine), cholestyramine dan laksan

stimulans jangka panjang.

7) Gangguan psikologi (depresi).

b. Konstipasi fungsional(kontipasi simple atau temporer)

1) Konstipasi biasa : akibat menahan keinginan defekasi.

2) “Irritabel bowel syndrome”

3) Konstipasi dengan dilatasi kolon : “idiopathic megacolon or megarektum”

4) Konstipasi tanpa dilatasi kolon : “idiopathic slow transit constipation”

5) Obstruksi intestinal kronik.

6) “Rectal outlet obstruction” : anismus, tukak rectal soliter, intusesepsi.

Page 5: MAKALAH KONSTIPASI fix

7) Daerah pelvis yang lemah : “descending perineum”, rectocele.

8) Mengejan yang kurang efektif (“ineffective straining”)

c. Penyebab lain

1) Diabetes mellitus

2) Hiperparatiroid

3) Hipotiroid

4) Keracunan timah (“lead poisoning”)

5) Neuropati

6) Penyakit Parkinson

7) Skleroderma

8) Idiopatik :Transit kolon yang lambat, pseudo-obstruksi kronik.(ipd)

5. FAKTOR RESIKO

Ada dua faktor besar yang mempengaruhi terjadinya konstipasi, yaitu :

a. faktor fungsional (dikenal juga dengan istilah Irritable Bowel Syndrom atau IBS).

Seperti, gaya hidup dan pola makan. Misalnya bagi mereka yang bekerja di

kantor dan sering menghabiskan waktu dengan duduk dan kurang bergerak.

Pola makan yang kurang baik; di mana jarang sekali mendapat asupan berserat,

bisa menyebabkan konstipasi. Begitu pula, jika sering sekali mengonsumsi

makanan yang tinggi kandungan lemaknya. Kurang minum air juga bisa

menyebabkan kostipasi. Dalam 24 jam, minumlah 8-10 gelas air. Stres yang

terjadi karena beban pikiran pun bisa mengakibatkan konstipasi.

b. faktor organik yang terjadi karena kelainan pada sel syaraf pada permukaan

usus, tempat di mana proses BAB terjadi

6. PATOFISIOLOGI

Konstipasi bukan merupakan suatu penyakit, namun merupakan gejala dari

adanya suatu penyakit atau masalah dalam tubuh. Pengobatan pada konstipasi

harus diawali dengan usaha untuk menetapkan penyebabnya. Gangguan pada

saluran pencernaan, gangguan metabolisme atau gangguan sistem endokrin dapat

menjadi hal-hal yang terkait dengan timbulnya konstipasi. Konstipasi umumnya hasil

Page 6: MAKALAH KONSTIPASI fix

dari diet rendah serat atau penggunaan obat-obat yang menyebabkan konstipasi

seperti obat-obat golongan opiat. Di samping itu, hal-hal yang berawal dari

gangguan psikis juga dipercaya menyebabkan konstipasi, penurunan kekuatan otot

dinding abdomen dan kemungkinan penurunan aktifitas fisik. Bagaimana pun juga,

frekuensi pergerakan usus tidak berkurang pada usia produktif. Selain itu, penyakit –

penyakit yang dapat menyebabkan konstipasi, seperti kanker kolon dan diverticulitis,

akan meningkat kemungkinannya seiring dengan bertambahnya umur (Dipiro et al,

2005).

Penggunaan obat-obat yang menghambat fungsi neurologis dan muskular

dari saluran pencernaan khususnya kolon dapat menyebabkan konstipasi. Sebagian

besar kasus-kasus konstipasi oleh penggunan obat disebabkan oleh obat-obat

golongan opiat, berbagai agen dengan fungsi antikolinergik dan antasid yang

mengandung aluminium dan kalsium. Obat-obat tersebut bergantung pada dosis

menghambat fungsi usus dimana dengan dosis yang lebih besar akan

menyebabkan konstipasi lebih sering. Opiat memberi efek pada seluruh segmen

dari usus, namun lebih nyata pada kolon. Mekanisme umum dari opiat dalam

menghasilkan konstipasi adalah dengan memperpanjang waktu transit pada usus

dengan menyebabkan kontraksi yang tidak mendorong makanan. Mekanisme lain

yang berkontribusi adalah dengan meningkatkan absorpsi elektrolit. Seluruh turunan

opiat diasosiasikan menyebabkan konstipasi, namun tingkat penghambatan fungsi

intestinalnya berbeda. Penggunaan opiat secara oral akan menyebabkan efek

konstipasi lebih besar daripada penggunaan secara parenteral (Dipiro et al, 2005).

Sedangkan obat-obat antikolinergik menghambat fungsi usus dengan aksi

parasimpatolitik pada berbagai bagian dalam saluran pencernaan khususnya pada

kolon dan rektum. Obat-obat antikolinegik ini sangat umum digunakan baik oleh

pasien di rumah sakit maupun pasien rawat jalan. Suatu penelitian menunjukkan

penggunaan amitriptyline, diphenhydramine dan thioridazine bertujuan untuk

kebutuhan laksatif pada 800 perawatan pasien. Pada pasien dengan umur lebih dari

65 tahun, obat-obat antikolinergik, aspirin, furosemide, ni- troglycerin, dan

amitriptyline dikorelasikan sebagi penyebab konstipasi (Dipiro et al, 2005).

Page 7: MAKALAH KONSTIPASI fix

7. MANIFESTASI KLINIS

Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah:

(ASCRS, 2002)

1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB

2. Mengejan keras saat BAB

3. Massa feses yang keras dan sulit keluar

4. Perasaan tidak tuntas saat BAB

5. Sakit pada daerah rectum saat BAB

6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB

7. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB

Dalam menentukan adanya konstipasi terdapat tiga aspek yang perlu

diperhatikan, yaitu frekuensi b.a.b, konsistensi tinja, dan temuan pada

pemeriksaan fisis. Pada anak berusia sama atau kurang dari 4 tahun adanya

konstipasi ditentukan berdasarkan ditemukan minimal salah satu gejala klinis

berikut,

1) defekasi kurang dari 3 kali seminggu

2) nyeri saat b.a.b

3) impaksi rectum

4) adanya masa feses di abdomen.

Kriteria untuk anak berusia di atas 4 tahun agak berbeda, digunakan kriteria

sebagai berikut,

1) frekuensi b.a.b kurang atau sama dengan dua kali seminggu tanpa

menggunakan laksatif

2) dua kali atau lebih episode soiling/enkopresis dalam seminggu, dan (3)

teraba masa feses di abdomen atau rektum pada pemeriksaan fisis

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan fisis pada konstipasi sebagian besar tidak didapatkan kelainan

yang jelas. Walaupun demikian, pemeriksaan fisis yang teliti dan menyeluruh

diperlukan untuk menemukan kelainan-kelainan yang berpotensi mempengaruhi

khususnya fungsi usus besar. Diawali dengan pemerikssaan rongga mulut meliputi

Page 8: MAKALAH KONSTIPASI fix

gigi gerigi, adanya lesi selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa

pengecap dan proses menelan.

Pemeriksaan daerah perut dimulai dengan inspeksi adakah pembesaran

abdomen, peregangan atau tonjolan. Selanjutnya palpasi pada permukaan perut

untuk menilai kekuatan otot-otot perut. Palpasi lebih dalam dapat meraba massa

feses di kolon, adanya tumor atau aneurisma aorta. Pada perkusi dicari antara lain

pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, asietes, atau adanya massa

feses. Auskultasi antara lain untuk mendengarkan suara gerakan usus besar,

normal atau berlebihan misalnya pada jembatan usus. Pemeriksaan daerah anus

memberikan petunjuk penting, misalnya adakah wasir, prolaps, fisur, fistula, dan

massa tumor di daerah anus dapat mengganggu proses BAB.

Pemeriksaan colok dubur harus dikerjakan antara lain untuk mengetahui

ukuran dan kondisi rektum serta besar dan konsistensi feses. Colok dubur dapat

memberikan informasi tentang :

a. Tonus rectum

b. Tonus dan kekuatan sfingter

c. Kekuatan otot pubo-rektalis dan otot-otot dasar pelvis

d. Adakah timbunan massa feses

e. Adakah massa lain (misalnya hemoroid)

f. Adakah darah

g. Adakah perlukaan di anus

Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor-faktor

resiko penyebab konstipasi, misalnya glukosa darah, kadar hormon tiroid, elektrolit,

anemia yang berhubungan dengan keluarnya darah dari rektum, dan sebagainya.

Prosedur lain misalnya anuskopi dianjurkan dikerjakan secara rutin pada semua

pasien dengan konstipasi untuk menemukan adakah fisura, ulkus, wasir dan

keganasan.

Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi, terutama yang

terjadinya akut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adakah impaksi feses dan

adanya massa feses yang keras yang dapat menyebabkan sumbatan dan perforasi

kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium

Page 9: MAKALAH KONSTIPASI fix

Enema untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan. Pemeriksaan intensif ini

dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan pengobatan konstipasi kurang berhasil

dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi tertentu.

Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomik (enema, proktosigmoidoskopi,

kolonoskopi) atau fisiologik (waktu singgah di kolon, cinedefecografi, menometri,

dan elektromiografi). Proktosigmoidoskopi bisanya dikerjakan pada konstipasi

yang baru tejadi sebagai pprosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum.

Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari rektum atau adanya

riwayat keluarga dengan kanker kolon perlu dikerjakan kolonoskopi.

Waktu persinggahan suatu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti dengan

melakukan pemeriksaan radioologis setelah menelan bahan tersebut. Bila timbunan

zat ini terutama ditemukan di rektum menunjukkan kegagalan fungsi ekspulsi,

sedangkan bila di kolon menunjukkan kelemahan yang menyeluruh.

Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anaorektal untuk

menilai evakuasi feses secara tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal dan

mengevaluasi kontraksi serta relaksasi otot rektum. Uji ini memakai semacam pasta

yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke dalam rektum. Kemudian penderita

duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X. Penderita diminta

mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal saat proses

berlangsung.

Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran

anus saat istirahat dan pada berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal.

pemerikasaan elektromiografi dapat mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi

saraf pudendus, adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respon sfingter yang

terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan anatomik maupun

fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut sebagai non-spesifik.

9. PENTALAKSANAAN

Dalam memberikan terapi/pengobatan konstipasi maka kita harus mengkaji

kondisi kronisitas konstipasi tersebut. Konstipasi yang terjadi secara akut pada

orang dewasa kemungkinan berhubungan dengan kondisi patologi kolon.

Page 10: MAKALAH KONSTIPASI fix

Sedangkan konstipasi yang telah berlangsung lama (kronis) sejak masa bayi

kemugkinan berhubungan dengan masalah neurologis. Selain itu harus diketahui

pola makan pasien dan atau kebiasaan dalam penggunaan laksatif atau katartik.

a. Pengobatan non-farmakologis

1) Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku

yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya.

Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk

memanfaatkan gerakan usus besarnya. Dianjurkan pada waktu 5-10 menit

setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk

BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap

terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau

menunda dorongan untuk BAB ini. 

2) Diet : modifikasi diet dilakukan untuk meningkatkan jumlah serat yang

dikonsumsi. Serat yang merupakan bagian dari sayuran yang tak dicerna

dalama usus akan meningkatkan curah feses, meretensi cairan tinja, dan

meningkatkan transit tinja dalam usus. Dengan terapi serat ini maka frekuensi

buang air besar meningkat dan menurunnya tekanan pada kolon dan rektum.

Pasien disarankan setidaknya mengkonsumsi 10 gram serat kasar

perharinya. Buah, sayur dan sereal adalah contoh bahan makanan kaya

serat. Selain itu terdapat juga produk obat yang merupakan agen pembentuk

serat masal seperti koloid psylium

hidrofilik, metilselulosa ataupolikarbofil yang dapat menghasilkan efek sama

dengan bahan makanan tinggi serat yang tersedia dalam sediaan tablet,

serbuk atau kapsul.

3) Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi

konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur

dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk

memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni

pada otot perut

Page 11: MAKALAH KONSTIPASI fix

4) Pembedahan

Pada beberapa pasien konstipasi tindakan pembedahan diperlukan. Hal ini

karena adanya keganasan kolon atau obstruksi saluran gastrointestinal

sehingga diperlukan reseksi usus. Selain itu pembedahan juga diperlukan

pada kasus konstipasi yang disebabkan oleh pheokromositoma.

b. Pengobatan farmakologis

Pada pengobatan dan pencegahan konstipasi pemberian agen

pembentuk serat mutlak diberikan. Suatu jenis  agen pembentuk serat ini sudah

mencukupi, dan harus digunakan dalam diet harian terutama pada penderita

konstipasi kronis. Kecuali agen difenilmetana dan turunan antrakuinon  tidak

boleh digunakan pada terapi rutinitas dasar. 

Sedangkan pada pasien konstipasi akut, penggunaan laksatif sewaktu-

waktu diperbolehkan. Konstipasi akut dapat dihilangkan dengan pemberian

supositoria gliserin, atau jika kurang efektif dapat juga diberikan sorbitol oral,

difenilmetan atau turunan antrakuinon dosis rendah, atau garam pencahar

(garam magnesium/garam inggris). Namun jika gejala ini tidak hilang dalam

waktu lebih dari 1 minggu maka penderita harus melakukan pemeriksaan lanjut

dan menerima terapi dengan rejimen lain.

Pilihan obat yang dapat digunakan dalam terapi farmakologis konstipasi

adalah:

1) Emolien. Emolien adalah agen surfaktan dari dokusat dan garamnya yang

bekerja dengan memfasilitasi pencampuran bahan berair dan lemak dalam

usus halus. Produk ini meningkatkan sekresi air dan elektrolit dalam usus.

Pencahar emolien ini tidak efektif dalam mengobati konstipasi namun

berguna untuk pencegahan, terutama pada pasien pasca infark miokard,

penyakit perianal akut, atau operasi dubur. Secara umum dokusat relatif

aman, namun berpotensi meningkatkan laju penyerapan usus sehingga

berpotensi meningkatkan penyerapan zat-zat yang berpotensi racun.

2) Lubrikan. Merupakan laksatif dari golongan minyak mineral yang akan efektif

bila digunakan secara rutin. Lubrikan diperoleh dari penyulingan minyak

bumi. Lubrikan bekerja dengan membungkus feses sehingga

Page 12: MAKALAH KONSTIPASI fix

memudahkannya meluncur ke anus dan dengan menghambat penyerapan air

diusus sehingga meningkatkan bobot feses dan mengurangi waktu transitnya

dalam usus. Lubrikan dapat diberikan peroral dengan dosis 15-45 ml, dan

akan memberikan efek setelah 2-3 hari setelah penggunaan. Penggunaan

lubrikan ini disarankan pada kondisi sebagaimana penggunaan emolien.

Namun lubrikan memberikan potensi efek samping yang lebih besar. Resiko

efek samping itu diantaranya: minyak mineral dapat diserap secara sistemik

dan dapat menimbulkan reaksi asing dalam jaringan limfoid tubuh, dan

mengurangi penyerapan vitamin larut lemak (A, D, E dan K)

3) Laktulosa dan sorbitol. Laktulosa adalah disakarida yang dapat digunakan

secara oral atau rektal. Laktulosa dimetabolisme oleh bakteri kolon menjadi

molekul asam dengan bobot rendah, sehingga mempertahankan cairan

dalam kolon, menurunkan PH dan meningkatkan gerak peristaltik usus.

Laktulosa tidak direkomendasikan dalam terapi konstipasi lini pertama karena

harganya yang mahal dan efektivitasnya yang tidak lebih efektif dari sorbitol

atau garam magnesium. Sorbitol sebagai monosakarida bekerja dengan

tindakan osmotik dan telah direkomendasikan sebagai terapi konstipasi lini

pertama.

4) Derivat Difenilmetana. Dua turunan difenilmetana yang utama adalah

bisakodil dan fenoftalein. Bisakodil memberikan efek dengan merangsang

pleksus syaraf mukosa usus besar. Sedangkan fenoftalein bekerja dengan

menghambat penyerapan aktif glukosa dan natrium. Dengan fenoftalein,

sejumlah kecil fenoftalein akan mengalami resirkulasi enterohepatik dan

mengakibatkan efek antikonstipasi berkepanjangan. Penggunaan fenoftalein

pada penderita apendiksitis, hamil, atau menyusui harus berhati-hati karena

dapat menimbulkan perforasi, sehingga menyebabkan air seni berwarna

merah muda.

5) Derivat Antrakuinon. Teramasuk dalam derivat antrakuinon adalah sagrada

cascara, sennosides, dancasathrol.  Bakteri usus memetabolismekan

senyawa-senyawa tersebut, namun mekanisme jelasnya dalam pengobatan

Page 13: MAKALAH KONSTIPASI fix

konstipasi tidak diketahui. Sama seperti derivat difenilmetana, penggunaan

derivat antrakuinon secara rutin tidak direkomendasikan.

6) Katartik Saline. Katartik saline terdiri dari ion-ion yang sulit diserap seperti

magnesium, sulfat, sitrat, dan fosfat yang bekerja dengan menghasilkan efek

osmotik dalam mempertahankan cairan dalam saluran cerna. Magnesium

merangsang sekresi kolesistokinin yang merangsang motilitas usus dan

sekresi cairan. Agen ini akan memberikan efek dalam waktu kurang dari 1

jam setelah pemberian dosis oral. Agen ini sebaiknya digunakan dalam

keadaan evakuasi akut usus, tindakan pradiagnostik, keracunan, atau untuk

menghilangkan parasit setelah pemberian antelmintik. Agen ini tidak

disarankan untuk digunakan secara rutin. Agen ini berpotensi menyebabkan

deplesi cairan.

7) Minyak Jarak. Minyak jarak dimetabolisme disaluran cerna menjadi senyawa

aktif asam risinoleat yang bekerja merangsang proses sekresi, menurunkan

absorpsi glukosa, dan meningkatkan motilitas usus, terutama dalam usus

halus. Efek buang air besar biasanya akan dihasilkan 1-3 jam setelah

mengkonsumsi agen ini.

8) Gliserin. Gliserin biasanya diberikan dalam bentuk suppositoria 3 gram yang

akan memberikan efek osmotik pada rektum. Gliserin dianggap sebagai

pencahar yang aman meski mungkin juga mengakibatkan iritasi rektum. 

9) Polyethylene glicol-electrolite lavage solution (PEG-ELS), merupakan

larutan yang digunakan dalam pembersihan usus sebelum prosedur

diagnostik atau pembedahan kolorektal. 4 liter cairan ini diberikan dalam

waktu tiga jam untuk evakuasi lengkap dari saluran gastrointestinal. Cairan ini

tidak dianjurkan untuk terapi rutin dan pada pasien dengan obstruksi usus.

Beberapa tips pencegahan konstipasi :

Hindari makanan yang halus yang dapat menyebabkan konstipasi.

(Eisenberg, A.1996).

Konsumsi makanan yang berserat tinggi yang sangat bermanfaat untuk

melunakkan feses sehingga memudahkan eliminasi (pengeluaran kotoran

tubuh). 

Page 14: MAKALAH KONSTIPASI fix

Hindari terlalu sering mengkonsumsi daging . 

Minum cairan minimal delapan gelas sehar (Piego, J.H. 2004) 

Hindari penggunaan obat pencahar kecuali memang dianjurkan oleh dokter . 

Biasakan pola buang air besar yang teratur setiap hari, misalnya setiap pagi

hari. 

Tunggu sampai keinginan buang air  besar muncul untuk ke toilet, jangan

terburu-buru dan jangan menunda keinginan untuk buang air besar muncul

untuk ke toilet. 

Penggunaan pencahar dilakukan oleh tenaga medis dengan catatan jika

cara-cara alternatif tidak berhasil.  Lakukan olah raga ringan teratur seperti

berjalan (jogging). 

Konsultasikan kedokter anda bila anda tetap sulit buang air besar  

Istirahat yang cukup (Piego, J.H. 2004) 

Berenang beberapa kali seminggu untuk membantu merangsang sistem

tubuh. 

Makan-makanan seimbang dengan banyak roti, gandum, buah dan sayuran.

(Sherry. 2000)  

Makan kulit buah seperti apel dan pear.(Hunter, H. 2005).